bagaimana bisa sampai ke daerah tersebut. Hubungan ilmu geografi dan sejarah
dalam ruang lingkup regional akan menelaah tempat dan aktivitas penghuninya
pada aspek ruang dan waktu tertentu. Faktor geografis inilah yang membedakan
diadaptasi oleh manusia sebagai objek tempat kegiatan kehidupan manusia sehari-
waktu.1
indikasi cara manusia dari waktu ke waktu yang telah mendapatkan manfaat setiap
geografis pada suatu wilayah tidak akan hanya menjelaskan tentang suatu
fenomena atau gejala alam saja. Akan tetapi, secara luas juga menjelaskan
pengaruh tragedi alam seperti tsunami, banjir, letusan gunung berapi yang juga
1
Sukma Perdana Prasetya. “Telaah Intergratif Geografi Kesejarahan” . Researchaate (Juli
2018 h. 2
1
dapat merubah keadaan sosial wilayah yang awalnya sebagai pusat peradaban
Letak kabupaten Musi Banyuasin diantara 1,5 derajat lintang Selatan 103
merupakan aliran sungai yang bergantung dengan pasang surutnya air sungai
Musi, dan juga banyak anakan-anakan sungai Musi, terdapat juga rawa-rawa dan
atas permukaan laut. Hal tersebut juga yang menjadikan daerah MUBA suhunya
tergolong panas pada saat memasuki musim kemarau. Daerah kabupaten MUBA
dapat disimpulkan merupakan daerah rawa-rawa, sungai besar dan sungai kecil,
dipengaruhi oleh pasang surut air sungai. Pada umumnya airnya terasa asin.
Karena itulah kabupaten ini ditetapkan namanya memakai nama Musi Banyuasin.
Sebagai di daerah pasang surut ini banyak tumbuh nipah dan bakau yang
bervariasi, terdiri dari dataran rendah dan lebak lebung yang merupakan daerah
persawahan tadah hujan. Semakin ke darat lagi tanahnya semakin meninggi dan
2
Yusman Haris,, Pergolakan-Pergolakan di Daeraah Musi Banyuasin (Pemda Musi
Banyuasin) h 1
2
Hilir atau di muara sungai, sehingga lama-lama membentuk daratan yang
kemudian ditumbuhi oleh nipah dan bakau. Delta tanah nyurung tersebut sesuai
dengan hukum adat merupakan milik warga atau pemerintah. Delta atau tanah
besar bermuara di sebelah Timur. Pantai sebelah Timur gelombang lautnya tidak
dengan pantai Sumatra sebelah Barat, pada umumnya gelombang lautnya sangat
besar, sehingga tidak memukinkan terbentuknya delta atau tanah nyurung. Pantai
Timur semakin lama semakin meluas, sedangkan pantai Barat tidak bertambah
luas, bahkan terjadi Erosi atau terkikis oleh gelombang laut yang besar.
Jenis tanah ini terdapat di muara sungai Upang, sungai Saleh dan
Sungsang.
Jenis tanah ini terdapat pada dataran rendah sepanjang jalur sungai
4. Seri Organosol
3
Jenis tanah ini banyak terdapat di daerah-daerah sekitar sungai
yang berbeda wilayah dataran kering, wilayah ini merupakan daerah tadah hujan
artinya daerah tergantung dengan turunya hujan atau curah hujan. Kalau musim
kemarau di daerah ini akan mengalami kekeringan. Wilayah dataran rawa, daerah
ini pada umumnya selalu digenangi air sepanjang tahun. dan merupakan wilayah
terpaksa berpindah, karena tanah yang sudah ditanami sekali maka tanaman yang
kedua kali tidak akan subur lagi. Sedangkan para transmigrasi tidak berpindah-
Begitu pula dengan transmigran, kalau mau berhasil mereka harus menanami
karet dan sawit juga dan juga mereka telah banyak berhasil menanam karet dan
3
Ibid. h 13
4
sawit. Lain halnya transmigrasi di daerah pasang surut, mereka lebih beruntung
karena mereka tetap mengusahakan tanaman pangan, sebab daerah mereka tidak
Enim, sebelah Barat Berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas, sebelah Timur
Berbatasan dengan Selat Bangka, Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kota
(Musi Banyuasin) berasal dari dua daerah kewedanan, yaitu Kewedanan Musi Ilir
dan Kewedanan Banyuasin. Penduduk kedua Kewedanan pada waktu itu kurang
dari 300.000 jiwa penduduk, sedangkan salah satu syarat untuk membentuk
Sekayu lebih kurang 125 Km dari kota Palembang.5 Kabupaten Musi Banyuasin
waktu itu terdiri dari 31 marga dan 20 kecamatan yaitu 9 di Musi Ilir dan 11
4
Ibid. h. 1.
5
Ibid. h.1
5
Sekayu sebagai Ibu kota Kabupaten menjadi terbengkalai dalam segi
pembangunan.
MUBA ditetapkan sebagai daerah penerima transmigrasi dari pulau Jawa, Bali
menjadi Bupati MUBA (Musi Banyuasin). Oleh karena daerah Musi Banyuasin
sangat luas, hampir seluas Provinsi Jawa Tengah dan penduduknya meningkat
pesat satu juta jiwa lebih, maka sudah saatnya Kabupaten Musi Banyuasin ini
6
Gambar
Peta wilayah Kabupaten Musi Banyuasin tahun 1998
malaka Kabupaten MUBA (Musi Banyuasin) hanya terdiri dari 9 kecamatan saja.
7
jauh lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten Banyuasin dikarenakan daerah
MUBA ini banyak mengandung tambang minyak, gas bumi dan batu bara.
Tahun 1998
8
9. Kecamatan Bayung Lencir dengan Ibu kota Bayung Lencir.6
luas daerahnya dan penduduknya banyak maka dua Kecamatan itu dimekarkan,
sehingga terbentuklah tiga kecamatan lagi, yaitu kecamatan Plakat Tinggi dengan
4. Kelurahan Kayuara
6
Ibid. h 2.
9
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas mengenai gambaran wilayah
geografis yang secara tidak langsung mempunyai hubungan dengan kondisi
perekonomian rakyat MUBA (Musi Banyuasin). Wilayah Sumatera Selatan
merupakan daerah maritim yang berpusat kegiatan pasar bergantung pada sungai
Musi ataupun anakan sungai Musi baik sebagai jalur perdagangan maupun
transportasi. Palembang merupakan lokasi yang strategis untuk dijadikan
penghubung daerah pedesaan yang ada di pelosok/pedalaman dengan pasar
bangsa Eropa. Tidak heran Palembang menjadi penghubung penjualan merica dan
lain-lainnya. Sedangkan daerah Iliran banyak berupa sayur-sayuran, padi yang
merupakan tanaman umum di dataran rendah. 7
Masyarakat pedesaan dan perkotaan pada dasarnya mempunyai lapisan-
lapisan sosial seperti yang didapat daerah-daerah lain, sehingga ada yang
dihargai (disegani) di masyarakat. Sesuatu yang dihargai dapat berbentuk materi
dan non materi. Oleh sebab itu di daerah pedesaan yang pada umumnya
masyarakat petani tradisional mengenal dua macam golongan petani, golongan
pemilik kebun atau tanah dan golongan pengolah tanah (buruh tanah). Besarnya
pengaruh lingkungan terhadap pola perilaku kehidupan seseorang, walaupun
faktor demografis, penduduk yang sedikit yang di wilayah luas, perjuangan yang
dihadapi masyarakat Musi Banyuasin yang pada umumnya petani tradisional,
itulah sebab nya masyarakat pedesaan pada dasarnya hampir seluruh orang
bercocok tanam terutama berladang dan bersawah.
Adanya dua golongan tersebut di atas, terdapat juga kelompok yang
menggantungkan hidupnya sebagai buruh perkebunan dan pegawai pemerintahan ,
yang umumnya mendapatkan pendidikan, pegawai pemerintahan yang termasuk
golongan elit atau “priyayi”. 8 Stratifikasi sosial yang berdasarkan kelahiran,
terutama di wilayah masyarakat palembang asli,9 yang kita tidak dijumpai di
7
Desta Rahmadoni, “ Dinamika Muhammadiyah di Kabupaten Musi Banyuasin
Provinsi Sumatera Selatan 1926-1998 M / 1344-1418 H”, Skripsi, (Palembang: UIN raden Fatah
Palemban, 2021), h. 38.
8
Robert Van Niel, Munculnya Elit Modern Indonesia (terjemahan oleh Ny.Zahara
DElier Noer), Pustaka jaya , Jakarta, 1984, h 30
9
D.G Stibbe,Encylopedia Van Nederlandshe-indei (TweedeDruk), Gravenhage-Martinus
Nijhoff, Laaiden, 191, h 27.
10
masyarakat uluan walaupun adanya kelas penguasa turun-temurun yang
diciptakan oleh pemerintahan belanda sebagai penguasa waktu itu. tetapi setelah
terjadi revolusi kemerdekaan, golongan penguasa yang selama ini merupakan
golongan elit di pandangan masyarakat petani, mulai pudar, dan stratifikasi sosial
yang baru digolongkan dengan tinggi rendahnya pangkat dan pendidikan. Daerah
Musi Banyuasin, tanah pada umumnya punya perorangan yang diakui oleh marga.
Orang-orang pedesaan pemilik tanah yang cukup luas, pada umumnya orang kaya
di desa itu. Kepala desa, khotib, pegawai dan guru-guru, pemimpin agama yang
termasuk juga orang-orang yang berdiri di atas rakyat jelata.
10
Dedi Irwanto, dkk, Iliran dan Huluan: Dinamika dan Dikotomi sejarah Kulturan
Palembang…,h. 54.
11
ekspor non migas paling utama di daerah Musi Banyuasin Sebelum Perang dunia
II. perkebunan karet yang diusahakan oleh warga dikenal namanya “ Perkebunan
karet Warga” di jaman Hindia Belanda perna menjadi jalan kemakmuran oleh
warga yang lazim disebut “Zaman Kupon”, suatu zaman dimana warga oleh
pemerintah untuk membuat kebun karet yang diberi upah insentif. sebagian besar
hasil karet berasal dari wilayah Musi Banyuasin, terutama karet yang dihasilkan
oleh rakyat sendiri. Pelabuhan Palembang (Boom Baru) mengekspor karet
±320.214; dalam tahun 1948 sebanyak 279.788 ton; dalam tahun 1949 sebanyak
408.265 ton; dalam tahun 1959 sebanyak 631.889 ton dan pada tahun 1951 ±
756.935 ton.11
Pada saat jaman revolusi kemerdekaan aktivitas produksi karet di daerh
Musi Banyuasin tidak Hanya sebagai mata pencarian warga, akan tetapi juga
sebagai salah sumber pendapatan daerah Musi Banyuasin yang pernah memegang
peranan penting untuk membiayai perjalanan waktu itu. Tanaman karet telah
potensi yang besar dalam pertambangan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
pertambangan baik yang bersifat swasta maupun negeri, setidaknya hingga akhir
tahun 1998 terdapat empat jenis pertambangan yang ada di wilayah MUBA.
tetapi baru dilakukan pengelolaan lebih lanjut dan campur tangan pemerintah
11
Kementrian Pen; Republik Indonesia Prop. Sumsel. Palembang, 1954, h 453.
12
Tabel : Realisasi Produksi Bahan Galian Golongan C
(M3) Menurut Jenis dan Aturan Anggaran Kabupaten
Musi Banyuasin
Jenis Tahun
No Anggaran
Bahan
.
Galian 1995/199 1996/199 1997/199 1998/199
6 7 8
1. Tanah Urug 631.610 643.744 367.584 358.320
2. Tanah Liat 27.702 25.525 35.655 34.425
3. Pasir 104.445 18.506 160.564 176.235
4. Koral 2.200 1.503 4.236 5.235
Dari data diatas menjelaskan bahwa uruk merupakan jenis pertambangan yang
berupa tata nilai, norma, dan struktur dalam masyarakat. Semua hal tersebut
Kondisi sosial ini tentu memiliki ikatan erat dengan unsur-unsur kebudayaan,
akan membentuk suatu pola kebiasaan dan berujung pada tradisi dan akan menjadi
Suatu kondisi sosial yang berkaitan dengan keadaan atau situasi dalam
suatu masyarakat, kondisi sosial ini akan menjelaskan tentang tata nilai, norma
dan interaksi yang ada di dalam masyarakat tersebut. Menurut Dalyono kondisi
sosial adalah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi manusia
13
lainya. 12 Hal ini berarti dalam sebuah masyarakat dalam segala aspek yang ada di
sebagai petani akan berbeda hubungan sosialnya dengan masyarakat yang hidup
sebagai pedagang. Untuk itu, dengan melihat unsur-unsur hubungan di adat maka,
dapat diketahui bahwa pentingnya menjelaskan suatu kondisi sosial dalam sebuah
penelitian agar dapat membantu dan menjelaskan lebih terperinci lagi mengenai
Banyuasin, penulis, akan menguraikan hal tersebut dengan sistem marga yang
menyerupai piramida: Raja beserta keluarga yang meliputi pangeran, raden dan
bangsawan dalam urutan gelar, dan bagi mereka yang termasuk dalam golongan
rakyat jelata adalah orang disebut miji, orang-orang senan merupakan orang-orang
12
Basrowi dan Siti juairiyah, “Analisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan
Masyarakat Desa Srigading, Kecematan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur”,
Jurnal Ekonomi Dan Pendidikan, Vol. 7, No. 1, (April 2010), h. 60.
14
Surakarta adalah Santana Dalem, Abdi dalem, Kawula Dalem yang dapat
penguasa formal, tradisional dan rakyat jelata yang lazim disebut “mata gawe”.
penguasa dianggap sebagai penduduk inti, menurut tradisi sebagai keturunan dari
pendiri (awal mula) dan ketua di desa tersebut, biasanya disebut dengan nama
sebagian atau diantara poyang-poyang (sebutan nama lain dari nenek moyang) itu
ditunjuk sebagai kepala marga yang dikenal sebagai Pasirah. Pada masa Hindia
Belanda tradisi itu diatur dengan cara demokrasi Barat, mereka dipilih langsung
Walaupun adanya kebebasan untuk memilih akan tetapi, biasanya yang akan
menjadi pasirah juga ditentukan dari atas, yaitu biasanya orang-orang yang dekat
13
Pemkab Musi Banyuasin, Sejarah Perjuangan Rakyat, Musi Banyuasin: TH, h. 12.
15
Setelah mencapai kemerdekaan, sejalan dengan perkembangan masyarakat
pedesaan sebagai dari akibat kesempatan belajar bagi setiap anak, maka golongan-
golongan sosial ikut mengalami perubahan. Status sosial yang pada umumnya
yang tidak lagi menjadi kriteria utama, tapi mulai berubah dengan kemampuan
seseorang yang memiliki skil, ilmu pengetahuan, kekayaan dan pangkat di dalam
sistem birokrasi pemerintahan. Dengan kata lain faktor pendidikan merupakan hal
Sumatera Selatan yang terletak jauh dari jalur lalu lintas pelayaran dan
perdagangan Internasional melalui selat Malaka, yang merupakan pusat kota yang
dan kota perdagangan, akan tetapi juga sebagai pusat penyebaran agama Islam ke
daerah Uluan yang umumnya dan juga daerah Musi Ilir (Musi Banyuasin) pada
14
Ibid. h.13.
16
khususnya. 15 Masuknya Islam di daerah Musi Banyuasin sangat mempengaruhi
pola kehidupan masyarakat pada umumnya dan pola kehidupan negara. Walaupun
Islam pada awalnya hanya tersebar di golongan pedagang, dan golongan kraton.
Akan tetapi dalam abad ke-17 menjadi agama negara pada masa kepemimpinan
agama Buddha Mahayana menjadi agama yang dianut oleh masyarakat saat itu.
banyak yang dijadikan tangan kanan Sultan tidak heran jika kalau banyak
pada masyarakat dan pendidikan. Agama Islam menjadi agama Negara sehingga
para ulama dapat dukungan dari para penguasa dalam melakukan dakwah
khususnya di daerah onderafdeeling Musi Ilir (Musi Banyuasin) tidak heran jika
kalau agama Islam di Musi Banyuasin sering dihubungkan dengan cerita rakyat
15
Ibid. h. 56.
17
kondisi ini menjadikan masyarakat pada saat itu masih memegang suasana
religius dan magis. Sejarah penyebaran agama Islam Pada hari-hari pertama di
daerah Musi Banyuasin menunjukan adanya hubungan erat dengan kyai atau
ulama. Salah satu tokoh ulama besar yang terkenal di kesultanan dan mempunyai
peran reputasi internasional adalah Abd al-Samad al Palimbani. 16 Pada akhir abad
besar dan ajaran-ajaran agama Islam yang pernah disampaikan kepada masyarakat
melawan Belanda dan Inggris. Pada saat abad ke-20, ketika Serikat Islam Masuk
16
Ibarahim Alfian, Et.al., Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme di Daerah
Sumatera Selatan, Direktorat Sejarah & Nilai tradisional, Jakarta, 1983/1984, h 16.
17
K.H.O.Gajahnata & Edy Swasono, Masuk dan Berkembanya Islam di Sumatera
Selatan, UI-Press, Jakarta, 1986, h 47-50.
18
Kaum Ulama yang dimaksud merupakan termasuk golongan tradisional
yang banyak menghiraukan tentang agama atau masalah ibadah. Bagi mereka
agama Islam merupakan sama dengan fiqh sehingga hal ini mereka mengakui
dikelompokan pada golongan Islam yang taat dan setia menjadi mengikuti
mazhab yang umumnya Syafe’i, akan tetapi mereka tidak mengikuti ajaran
mazhab Syafi'i secara keseluruhan. Mereka juga mengikuti ajaran Islam yang
datang dan sering juga menyimpang dari ajaran Syafe’i. Golongan mereka banyak
agama Islam dapat dilihat pada elemen-elemen masyarakat yaitu peranan kaum
Kiai atau Ulama dengan tempat-tempat ibadah masjid, langgar. Peranan Kiai tidak
berada mereka selalu menggunakan masjid dan langgar sebagai tempat aktifitas-
oleh budaya Barat, banyak kita jumpai kyai-kyai yang mengabdi mengajar
melanjutkan tradisi yang terbentuk pada zaman awal islam masuk. Walaupun
18
Zamakhsyari Dhofier, Pradisi Pesantren, LP3ES, Jakarta, 1982 h 49
19
semangat untuk menyebarkan agama Islam merssssssseka sangat tinggi, sikap
bersifat taqlid. Dalam hal tersebut mereka disebut maksum, sunyi dari kesalahan.
Apapun yang menyangkut dengan agama Islam merupakan monopoli Ulama atau
setempat.
istilah budaya ini akan melekat dalam sebuah perilaku manusia individu atau
kelompok masyarakat, yang akan menjadi ciri khas. Budaya berasal dari bahasa
Sansekerta, buddhayah, bentuk jamak dari kata buddhi yang berartikan budi.
yang saling berhubungan antara satu dengan lain. 19 Indonesia sebagai Negara
kepulauan yang beragam suku dan budaya, yang masyarakatnya mempunyai ciri
19
Nudien Harry kistanto, “Tentang konsep Kebudayaan”, Sabda: Jurnal kajian
Kebudayaan, Vol 10 No. 2 (Tahun 2015), h. 1.
20
perbedaan masing-masing dan tentunya menjadikan Indonesia sebagai Negara
lebih terbuka, orang yang maju, lebih politis sehingga mereka berkuasa,
ritualitas intelektual dari orang iliran dengan menganggap dirinya lebih tradisional
kemajuan. 20
anggota marga menjadi hal yang biasa/tabu, atau praktek pemujaan poyang-
poyang-poyang tersebut.
20
Syahril Jamil, “Kesinambungan dan Perubahan Budaya pada Perkawinan Masyarakat
Uluan Musi”, Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Vol. 9 No. 18 (Juli-Desember
2019), h.163.
21
22