Anda di halaman 1dari 19

KONSELING MULTIBUDAYA

“BUDAYA SEBAGAI HAK PATEN MANUSIA”

Dosen Pembimbing

Harwanti Noviandari M. Psi

Disusun Oleh Kelompok 5

M. Iqbal Permana (228620100561)


Wazirotus Sakinah (228620100031)
Andin Fitriansyah (228620100631)

BIMBINGAN DAN KONSELING 2022


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah “Budaya Sebagai Hak Paten Manusia”
ini tepat pada waktunya.Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Konseling MultiBudaya.

Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini kami menyampaikan terima kasih kepada ibu
Harwanti Noviandari M. Psi selaku dosen pengampu mata kuliah Konseling Multi Budaya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Namun
penyusun tetap mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif sehingga bisa
menjadi acuan dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Banyuwangi, September 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................5
C. TUJUAN PENULISAN................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
A. MANUSIA SEBAGAI DINAMIKA........................................................6
B. BUDAYA SEBAGAI HAK PATEN MANUSIA..................................11
C. PEWARISAN DAN PERKEMBANGAN BUDAYA............................12
BAB III..................................................................................................................17
PENUTUP..............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam dinamika peradaban manusia, konsep manusia sebagai suatu


dinamika menjadi sangat relevan. Manusia tidak hanya eksis sebagai individu
yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian dari masyarakat, budaya, dan alam
semesta. Kemampuan manusia untuk berinteraksi dengan lingkungannya,
beradaptasi, dan berkembang menjadi ciri khas yang membedakannya dari
makhluk lain.

adalah pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Pengembangan


SDM menjadi kunci untuk menjawab tantangan dinamika yang melekat pada
manusia, baik secara individu maupun sebagai bagian dari organisasi dan
masyarakat. Di tengah era globalisasi, manusia modern diharapkan memiliki
karakteristik tertentu seperti berorientasi pada masa depan.

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kemampuan unik untuk


menciptakan, memodifikasi, dan mewariskan budaya. Budaya merupakan bagian
integral dari identitas manusia dan menjadi ciri khas yang membedakan satu
kelompok manusia dari yang lainnya. Budaya mencakup beragam aspek, seperti
bahasa, norma, nilai-nilai, seni, agama, teknologi, dan banyak lagi. Budaya juga
bukan entitas yang statis, melainkan dinamis, terus berkembang seiring waktu.

Selama ribuan tahun, manusia telah mengembangkan budaya mereka,


mengadaptasikannya terhadap perubahan lingkungan dan kebutuhan mereka.
Proses pewarisan budaya menjadi penting dalam memastikan kelangsungan
budaya itu sendiri. Namun, dalam era globalisasi dan perkembangan teknologi,
budaya juga menjadi komoditas yang bisa diperdagangkan, dilestarikan, atau
bahkan hilang.

Permasalahan yang muncul adalah bagaimana manusia dapat menjaga hak


paten atas budaya mereka, mempertahankan keberagaman budaya, dan sekaligus
mengakomodasi perkembangan budaya yang dinamis. Dalam konteks ini,

4
penelitian tentang peran manusia sebagai agen dinamika budaya, hak paten atas
budaya, serta proses pewarisan dan perkembangan budaya menjadi sangat relevan.

Makalah ini akan mengulas lebih lanjut konsep manusia sebagai dinamika,
pentingnya pengembangan SDM, peran budaya sebagai hak paten manusia, proses
pewarisan budaya, serta dampak positif dan negatif pengaruh budaya asing dalam
konteks pewarisan budaya. Dengan pemahaman yang mendalam tentang aspek-
aspek ini, kita dapat lebih baik memahami kompleksitas manusia dan budaya yang
membentuk dunia kita saat ini

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Manusia Sebagai Dinamika?


2. Bagaimana Budaya Sebagai Hak Paten Manusia?
3. Bagaiaman Pewarisan dan Perkembangan Budaya?

C. TUJUAN PENULISAN

Untuk memahami dan mengetahui Budaya Sebagai Hak Paten


Manusia, sehingga dapat menjelaskan dan menerapkan bagaiaman
dinamika manusia, pewarisan dan perkembangan budaya.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. MANUSIA SEBAGAI DINAMIKA


1. Konsep Manusia Sebagai Suatu Dinamika

Manusia sebagai makhluk hidup yang tinggal di tengah-tengah manusia


lain, dalam lingkungan sosial, budaya, dan alam semesta, memiliki sifat-sifat unik
dan juga kesamaan sebagai bagian dari alam ciptaan Tuhan, (Anak agung ngurah
2014:49). Dalam perjalanan sejarah, manusia telah membawa perubahan
signifikan dalam muka bumi dan Dalam setiap aspek kehidupannya, manusia
selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan mengalami berbagai perubahan.

Seperti yang telah diketahui, kelebihan manusia dari makhluk-makhluk


hidup lainnya yaitu pemberian karunia berupa akal-pikiran yang dapat
berkembang. Individu memiliki kemampuan untuk melakukan pendidikan diri
sendiri secara sadar, yang mengarah pada perkembangan intelektual yang lebih
baik. Manusia, yang memiliki akal budi dan budaya, terus mengalami evolusi dan
kemajuan. Seperti yang disampaikan oleh Drijarkara dalam bukunya "Anak
Agung" (2014:49), manusia adalah suatu dinamika. Dinamika ini menghubungkan
manusia dengan sesamanya dan dunia sekitarnya. Dinamika ini terus berkembang
sepanjang hidup manusia. Dinamika ini juga merupakan dasar perkembangan
manusia yang memungkinkan kemajuan intelektual dan kemajuan budaya.
Manusia sebagai suatu dinamika adalah konsep yang menggambarkan bahwa
manusia merupakan entitas yang selalu berubah, beradaptasi, dan dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti lingkungan fisik, psikologis, sosial, dan budaya
sepanjang perjalanan hidupnya.

2. Perlunya Memahami Manusia Sebagai Suatu Dinamika

Anak Agung Ngurah (2014:50) dalam bukunya, berpendapat bahwa untuk


mengimbangi dinamika yang melekat pada diri manusia, baik secara individual
maupun melalui organisasi, manusia terlibat dalam suatu proses pengembangan
yang dikenal sebagai pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) menjadi penting. Hal ini melibatkan

6
pengembangan individu atau kelompok melalui pendidikan dan pelatihan.
Sedangkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) juga mengkonsepkan
pembangunan manusia secara menyeluruh. Dinamika manusia juga tercermin
dalam mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal. Manusia selalu berusaha
mencapai kedudukan yang lebih tinggi dalam masyarakat. Ini adalah contoh
bagaimana perilaku manusia mempengaruhi perubahan dalam ruang sosial.
Perilaku-perilaku keruangan tersebut merupakan dinamika manusia yang
membawanya ke taraf kehidupan yang lebih baik.

Dalam era globalisasi, manusia yang dibutuhkan adalah manusia yang


berkualitas lepas landas yang modern dan berjiwa “generasi jaguar”, seperti
pendapat Mohammad Surya (1997:9) dalam Anak Agung (2014:50). Manusia
modern diharapkan memiliki karakteristik tertentu.

a) Berorientasi pada masa depan, berorientasi ke masa depan, dan belajar


merencanakan hidupnya secermat mungkin, dan sambil membuat
perhitungan kemungkinan terjadinya hal-hal yang kurang
menguntungkan di masa depan, sehingga terdorong untuk menyisihkan
sebagaian dari pendapatannya untuk hal itu.
b) Memiliki kemampuan berpikir kritis, berorientasi terhadap pandangan
hidup yang bersifat positif dan aktif, serta wajib menentukan dirinya
sendiri beradaptasi dengan perubahan, sejak kecil diajarkan dan dilatih
untuk menyapa keselarasan dengan alam sekelilingnya sehingga
mendorong tumbuhnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c) Memahami nilai gotong-royong, berpegang teguh pada aspek-aspek
positif gotong-royong dengan cara menghindari dari aspek-aspek
negatifnya.

Bebagai pakar menyebutkan bahwa untuk memperoleh kemajuan dan


kelestarian di masa globalisasi diperlukan adanya kualitas “empowerment atau
keberdayaan’’, “emotional intelligence atau kecerdasan emosional”, dan “mega
skills atau keterampilan-keterampilan mega”.

a) Empowerment melibatkan kemampuan individu untuk memahami diri


mereka sendiri dan mengatasi hambatan.

7
b) Kecerdasan emosional penting dalam menghadapi tantangan
kehidupan.
c) Keterampilan mega mencakup berbagai aspek, seperti percaya diri,
motivasi, kerja tim, dan pemecahan masalah.

Terdapat dua proses penting dalam pemahaman manusia sebagai suatu


dinamika dalam konteks budaya dan sosial. proses-proses tersebut adalah
"enculturation" (pengebudayaan) dan "socialization" (sosialisasi).

a) Enculturation : The concept of enculturation has been devel- oped within


the discipline of cultural anthropology, and was first defined and used by
Herskovits (1948). As the term suggests, an individual is encompassed or
surrounded by a culture; the individual acquires, by learning, what the
culture deems to be necessary. There is not necessarily anything deliberate
or didactic about this process; often there is learning without specific
teaching. The process of enculturation involves parents, and other adults
and peers, in a network of influences (vertical, oblique, and horizontal), all
of which can limit, shape, and direct the developing individual. The end
result (if enculturation is successful) is a person who is competent in the
culture, including its language, its rituals, its values, and so on.
(Konsep enkulturasi telah dikembangkan dalam disiplin antropologi
budaya, dan pertama kali didefinisikan dan digunakan oleh Herskovits
(1948). Seperti yang tersirat dalam istilah tersebut, seorang individu
dicakup atau dikelilingi oleh suatu budaya; individu memperoleh, dengan
mempelajari, apa yang dianggap perlu oleh budaya. Belum tentu ada
sesuatu yang disengaja atau mendidik dalam proses ini; seringkali ada
pembelajaran tanpa pengajaran khusus. Proses enkulturasi melibatkan
orang tua, dan orang dewasa lainnya serta teman sebaya, dalam suatu
jaringan pengaruh (vertikal, miring, dan horizontal), yang kesemuanya
dapat membatasi, membentuk, dan mengarahkan individu yang sedang
berkembang. Hasil akhirnya (jika enkulturasi berhasil) adalah seseorang
yang berkompeten terhadap kebudayaan tersebut, termasuk bahasanya,
ritualnya, nilai-nilainya, dan sebagainya)

8
b) Socialization : The concept of socialization was developed in the
disciplines of sociology and social psychology to refer to the process of
deliberate shaping, by way of tute- lage, of the individual. It is generally
employed in cross-cultural psychology in the same way. When cultural
transmission involves deliberate teaching from within a group, we are
dealing with the process of socialization; resocialization occurs when the
deliberate influences come from outside an individual’s own culture. The
eventual result of both enculturation and socialization is the development
of behavioral similarities within cultures, and behavioral differences
between cul- tures. They are thus the crucial cultural mechanisms that
produce the distribution of similarities and differences.
(Konsep sosialisasi dikembangkan dalam disiplin ilmu sosiologi dan
psikologi sosial untuk merujuk pada proses pembentukan individu yang
disengaja, melalui bimbingan. Hal ini umumnya digunakan dalam
psikologi lintas budaya dengan cara yang sama. Ketika transmisi budaya
melibatkan pengajaran yang disengaja dari dalam suatu kelompok, kita
berhadapan dengan proses sosialisasi; resosialisasi terjadi ketika pengaruh
yang disengaja datang dari luar budaya individu itu sendiri. Hasil akhir
dari enkulturasi dan sosialisasi adalah berkembangnya persamaan perilaku
dalam budaya, dan perbedaan perilaku antar budaya. Dengan demikian,
keduanya merupakan mekanisme budaya penting yang menghasilkan
distribusi persamaan dan perbedaan)

Proses enculturation dan socialization ini terjadi dalam konteks ekologis


dan budaya yang lebih besar, dan cara budaya tersebut disampaikan dianggap
bersifat adaptif terhadap lingkungan ekokultural. Proses ini juga berperan dalam
pemeliharaan dan perubahan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Pemahaman bagaimana masyarakat mendidik anak-anak mereka juga


disoroti, karena ini merupakan bagian penting dari pemahaman tentang bagaimana
budaya dan nilai-nilai disampaikan dan dipertahankan dalam suatu masyarakat.
Penelitian ini menunjukkan bahwa ada dimensi umum dalam peningkatan anak-
anak di seluruh budaya, tetapi juga ada perbedaan karakteristik antara budaya-
budaya yang berbeda.

9
Dalam konteks konseling lintas budaya, terdapat dua pendekatan ekstrim
yang harus dipertimbangkan. Pertama, ada pandangan yang mengabaikan faktor
budaya dan memfokuskan diri pada individu ketika konseling. Mereka
berpendapat bahwa budaya tidak relevan dalam konseling, dan konselor hanya
harus memperhatikan individu klien. Mereka meyakini bahwa teori-teori
konseling yang bersifat universal dapat digunakan tanpa mempedulikan perbedaan
budaya. Pendekatan ini dianggap tidak memadai karena mengabaikan pentingnya
faktor budaya yang dapat memengaruhi perilaku klien. Selain itu, bisa
menghasilkan konselor yang tidak peka terhadap budaya dan bahkan memaksakan
nilai-nilai budaya mereka kepada klien.

Di sisi lain, ada pandangan yang terlalu menekankan keunikkan budaya


dan individu klien, mengabaikan adanya kesamaan di antara mereka. Mereka
melihat budaya sebagai titik sentral dalam konseling dan lupa bahwa ada pola
perilaku yang dapat bersifat universal di antara individu, meskipun dalam konteks
budaya yang berbeda. Pendekatan ini juga memiliki kekurangan karena fokus
terlalu kuat pada aspek budaya dan mengabaikan aspek universal dalam
konseling.

Sebenarnya, pendekatan yang ideal dalam konseling lintas budaya adalah


mencapai keseimbangan antara perspektif etic dan emic, antara prinsip-prinsip
yang berlaku universal dan keunikan budaya, serta antara penyesuaian autoplastik
dan alloplastik. Pendekatan ini mengakui bahwa setiap individu adalah unik,
tetapi juga memiliki kesamaan dengan individu lain dalam beberapa hal.
Keseimbangan ini penting untuk memahami klien dalam konteks budaya mereka
dan memberikan layanan konseling yang efektif. Intinya, konselor perlu
mempertimbangkan konteks budaya dan individu secara seimbang.

Pendekatan ini mencerminkan prinsip dasar bahwa setiap individu adalah


unik, tetapi juga memiliki beberapa kesamaan dengan individu lain dalam
beberapa aspek. Kluckohn dan Murray dengan indah menggambarkan konsep ini
dengan menyatakan bahwa setiap individu dapat dianggap sebagai "seperti semua
individu lainnya, seperti beberapa individu lainnya, dan seperti tidak ada individu

10
lainnya." Dengan kata lain, setiap individu memiliki aspek universal, budaya, dan
keunikan yang berbeda-beda.

B. BUDAYA SEBAGAI HAK PATEN MANUSIA


Perkembangan dan pengembangan akal-pikiran manusia menghasilkan apa
yang kita sebut “kebudayaan”. Konsep kebudayaan sendiri asalnya dari bahasa
Sansekerta, kata buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi”
atau “akal” (Koentjaraningrat, 1990: 9; Soekanto, S., 1990: 188) oleh karena itu,
kebudayaan dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan
akal”.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga biasa menggunakan kata “kultur”


untuk kata kebudayaan itu. Kata kultur sebenarnya berasal dari culture dalam
bahasa inggris, yang aslinya dari bahasa Latin kata colere yang artinya segala
daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Soekanto, S.,
1990: 188). Dengan demikian, antara konsep kebudayaan (buddhayah) dengan
konsep kultur (colere atau culture) itu tidak berbeda, dalam arti berkenaan dengan
daya ataukemampuan manusia menggunakan dan memanfaatkan akal, dalam hal
ini menggunakan serta memanfaatkan akal untuk mengolah dan mengubah alam.

Pernyataan C.P. Kottak (1991, dalam Sumaatmadja, N., 2000: 47)

All human populations have culture, which is therefore a


generalized possession of the genus Homo. This is Culture (capital
C) in general sense, a capacity and possession shared by hominids
… Finally there is cultural learning. This depends on the uniquely
developed human capacity to use symbols, signs that have no
necessary or natural connection with the things for which the
stand.

Berdasarkan pernyataan Kottak di atas, kebudayaan itu merupakan milik


umum dari jenis manusia, kemampuan yang hanya dimiliki oleh manusia.
Kebudayaan ini merupakan hasil belajar yang sangat bergantung pada
pengembangan kemampuan manusia yang unik dalam memanfaatkan simbol,
tanda-tanda, atau isyarat yang tidak ada paksaan atau hubungan alamiah dengan

11
hal-hal yang mereka pertahankan. Dengan demikian, kebudayaan itu hak paten
manusia dalam konteks masyarakat atau kelompok, yang tumbuh melalui proses
belajar sesuai dengan kemampuan manusia sendiri.

Kebudayaan dapat dianggap sebagai “paten manusia” karena setiap


kebudayaan bersifat unik dan spesifik pada kelompok sosial tertentu. Ini
mencakup praktik, tradisi, bahasa, seni, dan kepercayaan bersama yang
mendefinisikan dan membedakan satu kelompok manusia dari kelompok manusia
lainnya. Sama seperti paten yang melindungi penemuan atau gagasan unik,
budaya juga merupakan elemen penentu dan pelindung masyarakat manusia, yang
mengukir identitasnya ke dalam permadani besar keberadaan manusia.

Paten dan budaya tidak dimiliki oleh individu atau badan, dan budaya
tidak bersifat statis atau tidak berubah. Budaya berkembang dan beradaptasi
seiring berjalannya waktu, dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal,
termasuk interaksi dengan budaya lain. Meskipun paten adalah hak hukum yang
mencegah orang lain menggunakan, membuat, atau menjual penemuan tertentu,
budaya dimiliki bersama, dipinjam, dan sering kali dicampur satu sama lain.

Pandangan hidup suatu masyarakat dapat pula dianggap sebagai


konfigurasi atau sikap mendasar yang mengendalikan tingkah laku seseorang dan
kolektif karena konfigurasi itu akan mendominasi masyarakat pendukungnya
sehingga menimbulkan rangsangan budaya, mewujudkan kegiatan,
mengendalikan perasaan, dan menghasilkan tingkah laku yang ideal
(Budhisantoso, 1982/1983: 8).

C. PEWARISAN DAN PERKEMBANGAN BUDAYA


Pewarisan Budaya Merupakan suatu proses peralihan nilai-nilai dan
norma-norma yang dilakukan dan diberikan melalui pembelajaran oleh generasi
tua ke generasi yang muda. Salah satu contoh yang menyebabkan pewarisan
budaya muncul yaitu Sosialisasi pertama seorang anak bersama ibunya (sosialisasi
antar masyarakat).

a) Tujuan Pewarisan Budaya


1. Pengenalan nilai, norma, dan adat istiadat dalam hidup.

12
2. Terciptanya keadaan yang tertib,tentram harmonis dalam masyarakat.
3. Usia manusia terbatas

b) Proses Pewarisan Budaya


1. Internalisasi. Proses yang berlangsung sepanjang hidup individu, yaitu
mulai dari lahir hingga akhit hayat nya. Sepanjang hayat nya seseorang
terus belajar untuk mengolah segala perasaan, hasrat nafsu, dan emosi
kemudian menjadi sebuah kepribadian.
2. Sosialisasi. Proses seorang individu belajar berinteraksi dengan sesamanya
dalam suatu masyarakat menurut sistem nilai, norma, dan adat istiadat
yang mengatur masyarakat yang bersangkutan.
3. Enkulturasi. Proses belajar dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap
adat, sistem norma, serta semua aturan yang ada di dalam kebudayaan
suatu masyarakat.

c) Sarana Proses Pewarisan Budaya Pada Masyarakat Secara


Tradisional
1) Keluarga. Yaitu sebagai media perubahan budaya yang pertama dan
utama, Karena keluarga sebagai sumber pertama kali belajar atau agen
sosialisasi primer.
Fungsi keluarga:
1. Reproduksi.
2. Religi. Ekonomi.
3. Edukatif
4. Afektif atau sikap.
5. Perlindungan.

Contohnya:

seorang anak yang mendapatkan hak nya, ia akan belajar dari hal itu untuk
bertindak adil. Anak sering melihat orang tuanya mengaji dan beribadah di rumah
sehingga anak akan menirunya.

13
2) Masyarakat
Terjadi melalui proses sosialisasi, dimana anggota masyarakat belajar
tentang adat, nilai, dan norma yang berlaku. Salah satu bentuk yang paling
penting yaitu lingkungan teman sepermainan.
contoh : Bicara sopan pada orang yang lebih tua, dilarang meludah
sembarangan

3) Lembaga Adat
Masyarakat selalu identik dengan adat. tiap orang terikat pada aturan adat
yang dimiliki oleh lembaga adat apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi
sosial. lembaga adat sebagai tempat pewarisan kebudayaan mengajarkan betapa
pentingnya menjaga kelestarian adat, agar generasi muda tidak melupakan begitu
saja. Peran lembaga adat dalam pewarisan budaya adalah mensosialisasikan
norma dan adat yang berlaku dalam masyarakat.
Contoh : Kampung Naga merupakan suatu kampung yang mewarisi budaya
leluhur melalui lembaga adat.

4) Lembaga Agama
sebagai sumber utama nilai dan norma. Lembaga agama memberikan
legitimasi adikodrati terhadap nilai dan norma yang berlaku
Misalnya : Pondok pesantren seorang santri diwajibkan mengamalkan
perbuatan-perbuatan baik.

d) Sarana pewarisan budaya pada masyarakat secara modern


1) Sekolah / Pendidikan
Disekolah terdapat suatu pembelajaran secara sistematis terhadap individu.
Dalam pewarisan budaya, sekolah memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Memperkenalkan, memelihara dan mengembangkan unsure-unsur budaya
2. Mengembangkan kekuatan penalaran
3. Memperkuat kepribadian dan budi pekerti
4. Menumbuhkembangkan semangat kebangsaan
5. Menumbuhkan manusia pembangunan

2) Media masa

14
Melalui media masa, setiap individu dapat memperoleh informasi dan
pengetahuan. Melalui media masa juga, cakrawala berfikir masyarakat dapat
dikembangkan dan diperluas dalam suatu proses pewarisan budaya. media masa
mencakup media cetak maupun elektronik.
contohnya : buku, koran, majalah, tabloid, televisi, radio, serta internet.

e) Dampak positif dan negative pengaruh budaya asing dalam pewarisan


budaya

1). Dampak positif dari pengaruh asing terhadap Budaya kita, akibat
perkembangan media massa dan tekhnologi :

1. Mempercepat proses perkembangan pembangunan karena masuknya ilmu


pengetahuan dan teknologi tepat guna, baik dalam bidang telekomunikasi
dan elektronik maupun dalam bidang lainnya.
2. Memperluas cakrawala berpikir dan berwawasan luas sehingga
menjadikan manusia indonesia sebagai pelopor pembaruan dan perintis
pembangunan.

2). Adapun dampak negatif dari budaya budaya asing yang masuk melalui
sarana pewarisan budaya media massa, adalah sebagai berikut :

1. Terjadinya goncangan atau cultural shock sehingga ada individu yang


tidak siap dalam menerima perubahan – perubahan yang terjadi. Akibat
nya mereka jadi tertinggal dan frustasi.
2. terjadi ketimpangan budaya atau cultural lag. Disebabkan budaya asing
yang masuk tidak serempak.
3. Pergeseran nilai- nilai budaya yang mengakibatkan anomi. Pewarisan
budaya yang begitu cepat sehingga tidak disertai perubahan di bidang nilai
budaya dan keagamaan.

Cultural identity needs to be understood to be able to construct personal


identities such as self-concept and self-esteem (Khusainov, Z.A., Gaisin R.I.,
Biktimirov N.M., Valiev M.R., 2015); (Rahmawati, Y., Ridwan, A., Chyana, U.,
2020). A good understanding of the culture adopted will affect the behavior of
individuals in dealing with other people in their lives. Culture acts as a set of

15
boundaries, creating differences that make a society become unique and
distinguish it from other societies (Aikenhead, 2001); (Altugan, 2015). A good
understanding of culture will produce desired behavior in society.

Identitas budaya perlu dipahami untuk mampu mengkonstruksi identitas


pribadi seperti konsep diri dan harga diri (Khusainov, ZA, Gaisin RI, Biktimirov
NM, Valiev MR, 2015); (Rahmawati, Y., Ridwan, A., Chyana, U., 2020).
Pemahaman yang baik terhadap budaya yang dianut akan mempengaruhi perilaku
individu dalam berhubungan dengan orang lain dalam kehidupannya. Kebudayaan
berperan sebagai seperangkat batasan, menciptakan perbedaan yang menjadikan
suatu masyarakat menjadi unik dan membedakannya dari masyarakat lain
(Aikenhead, 2001); (Altugan, 2015). Pemahaman yang baik terhadap budaya akan
menghasilkan perilaku yang diinginkan dalam masyarakat.

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Manusia adalah entitas dinamis yang terus berinteraksi dengan
lingkungannya dan mengalami perubahan sepanjang hidupnya. Untuk
menghadapi dinamika ini, pengembangan sumber daya manusia (SDM) menjadi
penting, dengan fokus pada pengembangan individu atau kelompok melalui
pendidikan dan pelatihan. Pentingnya pemahaman manusia sebagai dinamika
terkait dengan kemampuan individu untuk berpikir kritis, berorientasi pada masa
depan, dan memahami nilai gotong-royong. Hal ini penting dalam era globalisasi
di mana manusia modern harus memiliki karakteristik tertentu, seperti
"empowerment," "kecerdasan emosional," dan "keterampilan mega."

Selanjutnya, budaya dijelaskan sebagai hak paten manusia yang unik dan
berkembang. Kebudayaan merupakan hasil dari kemampuan manusia dalam
menggunakan simbol dan belajar dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Kebudayaan adalah elemen penentu dalam identitas manusia dan berkembang
seiring waktu.

Pewarisan budaya merupakan proses peralihan nilai, norma, dan adat


istiadat dari generasi tua ke generasi muda melalui berbagai sarana seperti
keluarga, masyarakat, lembaga adat, lembaga agama, sekolah, dan media massa.
Dampak pengaruh budaya asing bisa positif, seperti percepatan pembangunan,
tetapi juga negatif, seperti ketimpangan budaya dan pergeseran nilai-nilai
tradisional.

Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat untuk menjaga dan


melestarikan nilai-nilai budaya mereka sambil tetap terbuka terhadap pengaruh

17
dari budaya asing yang dapat memberikan manfaat tanpa mengorbankan identitas
budaya mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Adhiputra Nguraha. (2014). KONSELING LINTAS BUDAYA. Universitas


PGRI MAHADEWA INDONEISA

Fadhila Yusri, Yeni Afrida , Erli. Depianti putri. ( 2023). Pewarisan


budaya. Jurnal Bimbingan dan konseling Antropologi

The Design Of Cultural Awareness Development Model Based On


Indonesian Culture On Guidance And Counseling Students. Vol. 13 No, (1) 39-49

Jhon W. Berry, dkk. 2002. Cross-Cultural Psychology. Research and


Aplication

18
19

Anda mungkin juga menyukai