Anda di halaman 1dari 9

Nama : Titis Rizki Mardianti

NIM : E4R12310138

TUGAS INDIVIDU – ETNO SASAMBO

MOTTO DARI MASYARAKAT SASAMBO


Setiap suku masyarakat yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Begitu pula dengan motto dari setiap kabupaten dan kota yang
ada di Provinsi NTB.
1. Kota Mataram
Kota Mataram merupakan Ibu Kota dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kota Mataram memiliki motto yaitu “Kota Mataram Maju, Religius, dan Berbudaya”.
Motto ini menjadi spirit, jiwa, dan ruh Pemerintah Kota Mataram dan masyarakat Kota
Mataram dalam menjalankan aktivitas dan kehidupan di Kota Mataram. Motto “Kota
Mataram Maju, Religius, dan Berbudaya tidaklah hanya slogan semata namun memiliki
makna harapan dan cita-cita yang selalu diikhtiarkan Pemerintah Kota Mataram selaku
pemegang kebijakan tertinggi di Kota Mataram untuk membangun kota mataram yang
maju dalam segala aspek.
2. Kabupaten Lombok Barat
Kabupaten Lombok Barat memiliki motto yaitu “Patut, Patuh, Patju”. Motto ini
merupakan falsafah pembangunan bagi Kabupaten Lombok Barat. Jika dilihat dari segi
arti bahwa Patut artinya adalah baik, terpuji, dan hal yang tidak berlebihan. Patuh artinya
rukun, taat, damai, toleransi saling menghargai. Patju artinya rajin, giat, tidak mengenal
putus asa. Oleh Pemerintah Daerah Lombok Barat, motto ini dijadikan sebagai falsafah
pembangunan dan merupakan pedoman pembangunan Lombok Barat.
3. Kabupaten Lombok Tengah
Kabupaten Lombok Tengah merupakan salah satu kabuoaten yang ada di Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Ibu Kota Kabupaten Lombok Tengah adalah Praya. Seperti
kabupaten-kabupaten lainnya, Kabupaten Lombok Tengah juga memiliki motto sebagai
falsafah pembangunannya. Motto Kabupaten Lombok Tengah adalaha “Tatas Tuhu, dan
Trasna”. Tatas bermakna arif, bijaksana, memiliki pengetahuan dan cara pandang yang
berwawasan luas serta jauh kedepan. Tuhu bermakna rajin bekerja, dinamis dalam
bekerja, sungguh-sungguh, dan tidak putus asa. Trasna bermakna memiliki budi pekerti
luhur kasih sayang terhadap sesama.
4. Kabupaten Lombok Timur
Kabupaten Lombok Timur adalah kabupaten bagian timur di Pulau Lombok yang
beribu kota di Selong. Motto dari Kabupaten Lombok Timur adalah “Patuh Karya”.
Motto Patuh Karya artinya masyarakat berkeyakinan bahwa manusia yang patuh yaitu
yang tunduk, sami’na wa ato’na adalah manusia sejati. Oleh karena itu tidak ada lain
kecuali mengerahkan seluruh tenaga untuk bekerja bahu membahu dalam membangun
manusia dibidang material dan ruhaninya.
5. Kabupaten Lombok Utara
Motto Kabupaten Lombok Utara adalah Tioq, Tata, Tunaq. Motto Tioq, Tata, Tunaq
artinya :
• TIOQ berarti tumbuh yang bermakna bahwa masyarakat Lombok Utara
menerima anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai modal dasar yang harus
disyukuri dan dipertanggungjawabkan.
• TATA berarti atur bermakna mengelola kehidupan dan segala sumberdaya yang
dianugerahkan oleh Tuhan dengan bertanggungjawab kepada Tuhan dan generasi
mendatang serta untuk membangun kesejahteraan bersama. Tata juga
mengandung makna sistem yang dibangun untuk membangun harmoni antara
hablu minannas dan hablu minallah ( antar manusia dan antara manusia dengan
Allah).
• TUNAQ berarti menyayangi, memelihara, mendayagunakan secara maksimal
yang bermakna tidak menyia-nyiakan dan menyalahgunakan seluruh potensi dan
sumberdaya.
6. Kabupaten Sumbawa
Kabupaten Sumbawa adalah kabupaten salah satu Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB) yang berada di Pulau Sumbawa. Motto dari Kabupaten Sumbawa adalah
“Sabalong Samalewa”. Motto “Sabalong Samalewa” dapat diartikan sebagai semangat
untuk saling ingat, saling membahu, dan peduli terhadap siapa pun. Secara umum, makna
dari slogan sabalong samalewa diartikan sebagai semangat untuk berkerjasama, gotong
royong, tolong menolong. Dan semangat inilah yang seharusnya terdeskripsikan dalam
kegiatan sehari-hari.

7. Kabupaten Sumbawa Barat


Motto Kabupaten Sumbawa Barat adalah “Pariri Lema Bariri”. Makna Pariri
adalah menghimpun, memperbaiki, membangun, merawat secara kesinambungan. Lema
yang berarti agar, supaya, atau segera. Bariri yang berarti baik, berguna, bermanfaat,
sekaligus sempurna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa makna dari “Pariri Lema Bariri”
berarti semangat untuk saling membangun dan menjaga daerah bukan hanya daerah saja
namun saling membantu satu salam lain antar masyarakat sumbawa agar menjadi daerah
yang maju.
8. Kabupaten Dompu
Motto Kabupaten Dompu adalah “Nggahi Rawi Pahu”. Nggahi yang artinya
bilang/mengatakan sesuatu apa yang dipkirkan dan apa yang dilihat yang keluar dari
mulut seseorang. Rawi kata yang artinya perbuatan/sikap yang hasil dari apa yang mereka
katakana terus yang dapat diaplikasikan langsung melalui sikap dan perbuatan seseorang.
Dan pahu kata pahu yang maknanya “bentuk/wujud” atau bukti nyata dari apa yang
dikatakan/bicarakandan langsung dilakukan dengan sikap/perbuatan, sehingga tidak sia-
sia apa yang mereka katakana dihadapan orang lain.
9. Kota Bima
Kota Bima merupakan kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang berada di Pulau
Sumbawa. Motto Daerah Kota Bima adalah Maja Labo Dahu. Arti Motto Maja Labo
Dahu adalah orang yang beriman dan bertaqwa akan malu kepada Tuhan, kepada manusia
dan diri sendiri dan takut kepada Allah dan juga kepada manusia apabila tidak mematuhi
perintah dan larangan agama dan adat yang baik.
10. Kabupaten Bima
Sama halnya dengan Kota Bima, Kabupaten Bima berada di Pulau Sumbawa.
Motto dari Kabupaten Bima adalah “Tohop Ra Ndai Sura Dou Labo Dana”. Arti dari
motto “Tohop Ra Ndai Sura Dou Labo Dana” adalah apapun kesulitan pada diri saya itu
tak masalah, tapi untuk masarakat saya itu lebih penting. Dengan kata lain motto dari
Kabupaten Bima yaitu mendahulukan kepentingan umun dari pada kepentingan pribadi
atau golongan. Dapat dilihat bahwa motto Kabupaten Bima sangat mendahulukan
kesejahteraan rakyat.

RITUAL MASYARAKAT SASAMBO


1. Ritual Masyarakat Suku Sasak
a. Ritual Pernikahan atau Merariq
Salah satu ritual yang paling sering ditemui di masyarakat Suku Sasak adalah
merariq. Dalam bahasa sasak merariq adalah menikah. Pernikahan adat Sasak
merupakan salah satu warisan budaya masyarakat Lombok yang masih dipraktikkan
hingga kini. Ada beberapa upacara dan ritual unik dalam prosesi adat pernikahan
Suku Sasak. Merariq atau merari merupakan ritual awal dalam rangkaian prosesi
pernikahan adat Sasak, Lombok. Dalam tahapan ini calon pengantin laki-laki
diwajibkan untuk ‘menculik’ kekasihnya dan membawanya ke rumah saudara atau
kerabat dekat.
Sebelum melancarkan ritual merarik, pasangan kekasih akan membuat
perjanjian dan menyusun rencana untuk penculikan ini. Aksi penculikan tersebut
hanya boleh dilakukan pada malam hari, dan menjadi rahasia di antara keduanya.
Bahkan hal ini tak boleh diketahui oleh pihak keluarga atau pun orangtua calon
pengantin perempuan. Yang mengetahui rencana ini hanyalah pasangan kekasih, dan
beberapa kerabat yang akan membantu proses tersebut. Saat hari H penculikan
datang, maka sang wanita akan mencari cara untuk keluar rumah dan saat itu pula
calon pengantin pria sudah berada di luar rumah bersama kerabatnya untuk
menculiknya.
Prosesi merarik ini dilakukan oleh pasangan kekasih yang sebelumnya memang
telah berpacaran. Tentunya hal ini dilakukan atas dasar suka sama suka. Bahkan
masyarakat suku Sasak menganggap merarik yang sudah dilakukan secara turun
menurun ini lebih terhormat daripada melamar. Tradisi kawin culik ini dikaitkan
dengan cerita pada zaman dahulu kala ada seorang putri raja yang cantik jelita. Begitu
banyak laki-laki yang tergila-gila padanya. Hingga akhirnya sang raja membangun
kamar sang putri dengan perlindungan dan penjagaan ketat sehingga si gadis aman.
Setelah itu, sang raja mengadakan sayembara barang siapa yang bisa menculik sang
putri maka dia akan berhak menikahi. Merariq sendiri terdiri dari beberapa ranagkaian
ritual dan prosesi lainnya yakni :
• Prosesi Selabar
Setelah prosesi penculikan ini berjalan lancar, keesokan harinya pihak calon
pengantin pria akan meminta keluarga atau kepala dusun untuk memberitahu
pihak keluarga perempuan bahwa anaknya diculik. Setelah itu, keduanya pun
harus dinikahkan karena rumor tersebut pasti akan tersebar di seluruh desa.
Namun tentunya sebelum pernikahan, kedua belah pihak keluarga akan
membicarakan tentang persiapan pernikahan bersama. Selain itu, ketika proses
penculikan maka calon pengantin tidak boleh melakukan hal-hal yang
menimbulkan konflik. Kalau dilanggar maka calon pengantin harus membayar
denda.
• Prosesi Nuntut Wali
Beberapa hari setelah prosesi selabar dilakukan, maka akan dilaksanakan
tahapan nuntut wali. Pada tahap ini, calon mempelai pria akan mengutus orang
kepercayaannya untuk meminta kesediaan keluarga calon pengantin wanita untuk
menjadi wali pernikahan.
• Prosesi Nyongkolan
Pada acara ini pasangan pengantin akan diperlakukan bak raja dan ratu, diarak
dengan pawai menuju kediaman mempelai perempuan.
Rombongan nyongkolan terdiri dari keluarga dan kerabat dekat pengantin laki-
laki. Tujuan dari acara ini adalah mengumumkan bahwa sang gadis telah resmi
dipersunting seorang pria dan sah menjadi suami istri. Agar pasangan pengantin
dikenali dan terlihat jelas oleh masyarakat yang hadir, maka keduanya memakai
pakaian pengantin khas adat suku Sasak. Pengantin laki-laki dan perempuan akan
diarak menggunakan kuda kayu yang dipanggul empat orang pria. Jika tidak,
pengantin laki-laki akan berjalan dengan didampingi dua orang pemuda.
Sementara pengantin wanita berjalan didampingi dua orang gadis. Dalam
rombongan tersebut juga ada pemuka agama, tokoh masyarakt, kerabat, keluarga
dan sanak saudara mempelai pria. Mereka juga memakai pakaian adat suku Sasak.
Dalam prosesi arak-arakan ini akan diiringi dengan musik tradisional Gendang
Beleq, Cilokak atau Kelentang. Pada barisan paling depan, biasanya orang-orang
akan membawa kue tradisional Lombok, hasil pertanian dan perkebunan.
Makanan dan hasil bumi tersebut diberikan kepada keluarga mempelai
perempuan yang selanjutnya akan dibagikan kepada tetangga dan anggota
keluarga.
• Prosesi Sorong Serah Aji Krame
Sorong sera haji krame adalah puncak acara dari pernikahan adat Sasak.
Memiliki makna persaksian (sorong serah), derajat atau nilai (aji) dan
kemartabatan (krame), prosesi ini dihadiri oleh keluarga kedua mempelai, tamu
undangan, kepala desa dan kepala dusun kedua pihak. Acara ini biasanya juga
dihadiri oleh masyarakat umum yang memiliki peran sebagai saksi bahwa
pasangan kekasih tersebut sudah resmi jadi suami istri. Prosesi ini juga
merupakan upacara serah terima dari sisi adat antara pihak keluarga mempelai
pria dan wanita. Di awal acara rombongan pengantin tak diperbolehkan untuk
masuk ke kediaman pengantin wanita karena akan ada perdebatan alot di
upacar sorong serah hingga menemui kata sepakat terlebih dulu.
b. Upacara Rebo Bontong
Ditengah mengikisnya tradisi dan nilai-nilai kebudayaan karena modernisasi atau
masuknya budaya-budaya baru, ternyata masih ada kelompok masyarakat yang masih
mempertahankan eksistensi budaya tradisionalnya dari generasi ke kegenerasi yaitu
masyarakat suku Sasak di Desa Pringgabaya Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten
Lombok Timur. Tradisi yang masih dipertahankan masyarakat suku Sasak tersebut
adalah tradisi Rebo Bontong. Tradisi Rebo Bontong merupakan suatu tradisi dalam
bentuk upacara rutinitas yang tumbuh kembang di dalam masyarakat suku Sasak
khususnya di masyarakat Desa Pringgabaya Lombok Timur. Keberadaan tradisi Rebo
Bontong telah ada sejak zaman dahulu kala dan merupakan warisan yang masih
dilestarikan yang dijadikan sebagai kegiatan rutinitas setiap tahunan oleh masyarakat
Desa Pringgabayadan sekitarnya. Tradisi Rebo Bontong merupakan perpaduan tradisi
dan unsur agama. Masyarakat suku Sasak umumnya, meyakini bahwa sejak malam
Rabu sampai dengan hari Rabu pada minggu terakhir bulan Safar, Allah SWT
menurunkan banyak bala’ kedunia. Istilah Rebo Bontong, menurut bahasa Sasak,
Rebo artinya hari Rabu, sedangkan Bontong berarti (ujung/ terakhir), sehingga Rebo
Bontong berarti Rabu akhir pada bulan Safar. Rebo Bontong diartikan sebagai upacara
tolak bala (menolak bahaya).Tradisi Rebo Bontong biasanya dilakukan di Pantai
Ketapang dan Pantai Tanjung Menangis di Desa Pringgabaya.
c. Bau Nyale
Bau Nyale merupakan suatu acara adat yang muncul berkat sebuah legenda tentang
Putri Mandalika. Menurut bahasa Sasak, bau artinya menangkap, sedangkan nyale
adalah sejenis cacing laut yang hidup di lubang dan batu karang di bawah permukaan
laut. Jadi, tradisi ini secara harfiah berarti menangkap cacing laut. Putri Mandalika
adalah putri dari seorang raja ternama yang terkenal dengan paras cantik rupawan dan
kebaikan hatinya. Karena itu, Putri Mandalika menjadi idaman banyak pangeran
sehingga menjadi rebutan dan membuat persaingan yang mengancam keutuhan dan
kerukunan masyarakat Lombok. Demi mempertahankan kerukunan itu, Putri
Mandalika pun melakukan sebuah ritual semadi untuk menentukan apa yang harus
dilakukan kepada para pangeran yang ingin meminangnya. Dari semadi itu, Putri
Mandalika akhirnya mendapatkan sebuah petunjuk (wangsit) untuk mengundang dan
mengumpulkan seluruh pelamar yang ingin meminangnya di Bukit Seger, Mandalika.
Namun, disaat semua berkumpul alih-alih memilih seorang pangeran, Putri
Mandalika justru memutuskan untuk tidak memilih siapapun diantara mereka karena
rasa cintanya yang besar kepada masyarakat dan ingin semua hidup dalam kerukunan
dan kedamaian, Putri Mandalika pun kemudian terjun ke Laut. Seluruh orang yang
hadir sontak terkejut dan langsung ikut menceburkan diri ke laut berlomba-lomba
untuk menyelamatkan Putri Mandalika, namun sayangnya tak ada satu pun yang
berhasil menemukannya. Setelah kepergian Putri Mandalika itu, munculah kumpulan
cacing berwarna-warni dengan jumlah yang sangat banyak di pantai tempat Putri
Mandalika menceburkan diri dan menghilang, dan hewan inilah yang kemudian
disebut NYALE. Semenjak saat itu, masyarakatpun memercayai bahwa nyale adalah
jelmaan dari Putri Mandalika. Dan sebagai bentuk penghormatan, diadakanlah ritual
adat setiap tanggal 20 pada bulan 10 (menurut perhitungan Kalender Sasak),
bertepatan dengan waktu di mana Putri Mandalika menghilang.
2. Ritual Masyarakat Suku Samawa
a. Malam Barodak
Salah satu tradisi yang sudah mengakar dalam masyarakat Sumbawa adalah
tradisi barodak yang dilakukan sebelum pernikahan. Barodak berarti melulur calon
pengantin dengan bedak tradisional Suku Samawa yang bahannya terbuat dari
tumbuh-tumbuhan. Tradisi ini masih dapat dijumpai di wilayah Kabupaten Sumbawa
maupun di Kabupaten Sumbawa Barat.
b. Ritual Basaturen
Ritual Basaturen atau pemberian makanan kepada leluhur yang diselenggarakan di
pantai merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur. Sehingga seseorang yang
telah melakukan suatu acara khitan, pernikahan, maupun bayar jangi (rasa syukur atas
kesembuhan dari penyakit) harus melaksanakan ritual Basaturen, jika ritual tidak
dilaksanakanmaka akan mendatangkan mala petaka bagi mereka. proses pelaksanaan
ritual Basaturen berlangsung dalam 2 tahapan yaitu:satokal isi bangka ode dan
maning suci. Adapun benda yang digunakan dalam ritual basaturen yaitu bangka ode,
teleku kayu, dan kre putih. Hasil penelitian ini juga menemukan tujuan dan manfaat
dari ritual basaturen yaitu tujuan diadakannya Ritual Basaturen adalah untuk
memberikan suatu penghormatan kepada leluhur atau nenek moyang. Sedangkan
manfaat dari diadakannya Ritual Basaturen yaitu mengajarkan sikap toleransi, selalu
bersyukur, terhindar dari perbuatan mungkar, selalu merasa tenang, selalu diberkati
sehingga terhindar dari bencana-bencana yang akan menimpanya dan kunci
perkembangan masyarakat sumbawa agar bangkit dari hegemoni adalah
pembudayaan rasa malu (kangila). Rasa malu (kangila) tersebut terkandung dan
merasuk sanubari.
c. Pasaji Ponan
Tradisi pasaji ponan atau biasa disebut ponan merupakan sebuah tradisi sebagai
bentuk rasa syukur pada saat padi akan berbuah atau bunting. Tradisi ini dilakukan
oleh beberapa desa di Kabupaten Sumbawa, tepatnya Kecamatan Moyo Hlir. Setiap
tahunnya, setiap akan bergantian menjadi tuan rumah pelaksanaan tradisi ini,
khususnya Dusun Lengas, Dusun Poto, dan Dusun Sameri. Dalam tradisi ini, terdapat
berbagai macam pertunjukan dan kesenian yang ditampilkan serta menyajikan
pelbagai macam makanan khas Sumbawa. Pada awalnya, tradisi ini hanya berupa
ucapan doa dan zikir. Seiring berjalannya waktu, pemerintah daerah setempat
menjadikan acara ini sebagai acara untuk mendorong daya tarik pariwisata.
d. Malala
Tradisi malala merupakan sebuah tradisi masyarakat Suku Sumbawa untuk membuat
minyak obat dari ramuan alami yang dididihkan. Biasanya minyak obat tersebut
berasal dari bahan kelapa. Prosesi pembuatan minyak obat ini hanya bisa dijumpai
pada saat bulan Muharram di kalender Hijriah saja. Tak semua orang dapat membuat
minyak obat ini karena hanya dukun atau tabib daerah setempat yang bisa melakukan
tradisi ini. Para dukun atau tabib tersebut dikenal dengan sebutan sandro. Hal ini
dikarenakan tradisi ini kerap dilakukan dengan cara mengaduk minyak menggunakan
tangan dalam keadaan mendidih dan nyala api sedang membara.
3. Ritual Masyarakat Suku Mbojo
a. Rimpu
Rimpu merupakan tradisi berbusana untuk kaum perempuan suku Bima dengan
menggunakan sarung tenun khas Bima yaitu “Tembe Nggoli”. Cara pemakaiannya
membutuhkan dua lembar kain, yaitu satu lembar kain pertama yang dililitkan ke
kepala dan menyisakan bagian terbuka untuk wajah, lalu sisa kain dijulurkan hingga
ke perut menutupi lengan dan telapak tangan. Kemudian untuk kain kedua
dikenakan dengan cara melipatkan kain di pinggang hingga ke bawah seperti
penggunaan kain sarung pada umumnya. Konon, tradisi berbusana ini sudah ada
sejak jaman Kesultanan Bima. Meskipun tradisi berbusana rimpu ini sudah mulai
jarang digunakan oleh generasi muda suku Bima sekarang, namun kini mulai sering
diperkenalkan kembali pada acara-acara kebudayaan yang diadakan oleh dinas
kebudayaan setempat.
b. Peta Kapanca
Salah satu tradisi yang masih berjalan saat ini ditengah masyarakat suku Bima
adalah Peta Kapanca. Peta Kapanca adalah ritual khusus bagi calon pengantin
wanita suku Bima sebelum menikah. Ritual Peta Kapanca dilakukan satu hari
sebelum prosesi akad atau pesta pernikahan. Pada ritual ini, kapanca atau daun
pacar yang sudah dihaluskan akan ditempelkan di kedua telapak tangan calon
pengantin wanita secara bergilir oleh ibu-ibu pemuka adat, tokoh masyarakat dan
tokoh agama. Makna filosifis dari tradisi Peta Kapanca ini yaitu, daun pacar yang
dilumatkan dan ditempelkan pada kedua telapak tangan sang calon pengantin
wanita sebagai simbol bahwa sebentar lagi calon pengantin wanita tersebut akan
menjadi seorang istri dari calon pengantin pria yang sudah meminangnya. Hingga
kini, tradisi ini masih terus dipertahankan oleh masyarakat suku Bima.
c. Ampa Fare
Ampa fare diambil dari dua kata yaitu ampa yang berarti mengangkat dan fare
yang berarti padi. Tradisi ini merupakan salah satu tradisi menyimpan hasil panen
padi ke lumbung yang disebut masyarakat Suku Bima dengan Uma Lengge. Hasil
tani yang sudah dipanen dinaikan secara bersama-sama ke dalam Uma Lengge dan
disimpan sebagai cadangan pangan. Tradisi yang konon sudah berlangsung sejak
abad ke-8 ini mengandung makna doa dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas keberhasilan hasil panen yang melimpah serta mengajarkan
masyarakat agar selalu hidup berhemat.

Anda mungkin juga menyukai