A14160037 - Sawita Rostaleni
A14160037 - Sawita Rostaleni
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODE
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Geonor H-60 Vane
Shearmeter, penetrometer saku, cangkul, garpu tanah, meteran, aluminium foil,
stoples, timbangan, oven 105°C, benang wol, gelas ukur, gelas piala, ayakan (2.83
mm, 2.00 mm, 1.00 mm, 0.50 mm, 0.25 mm, dan 0.11 mm), cassagranda, bak
perendam, thermometer (°C), pipet, stopwatch, corong, cawan alumunium, kompor
listrik, membrane plate apparatus, piknometer, hot plate, tabung erlenmeyer dan
buret. Bahan yang digunakan yaitu contoh tanah agregat utuh, contoh tanah
terganggu, contoh tanah kadar air lapang, parafin, aquades, K2Cr2O7 1 N, H2SO4,
indikator ferroin 0.025 M, FeSO4 1 N, H2O2 30%, HCl, dan natrium pirophospat.
3
Pelaksanaan Penelitian
25 m
50-100 cm
100-150 cm
5m
Gambar 1 Sketsa penentuan titik pengamatan di lapang menggunakan grid (a) dan
penentuan titik pengamatan kekuatan tanah dengan variasi jarak
menjauhi tanaman bambu pada lokasi L1-B dan L2-B (b)
4
Analisis Laboratorium
Tabel 1 Parameter dan metode analisis penetapan sifat fisik dan C-organik tanah di
laboratorium
Parameter pengamatan Metode analisis
Kadar air tanah Gravimetrik
Bobot isi Clod
Bobot jenis partikel Piknometer
Tekstur Pipet
C-Organik* Walkley and Black
Kemantapan agregat Pengayakan kering dan basah
Retensi air tanah Membrane plate apparatus
Indeks plastisitas Atterberg limits
Keterangan: (*) Kandungan Bahan Organik = %C-Organik x 1,724
5
vegetasi yang ada di lokasi penelitian. Vegetasi pada lokasi L1-H dan L2-H
bervariasi yaitu tanaman dengan tajuk yang tinggi, semak belukar, dan bambu.
Kebun bambu dengan kemiringan lereng 15-30% (L1-B) dan kebun bambu dengan
kemiringan lereng 30-45% (L2-B) didominasi oleh tanaman bambu yang berumur
8-10 tahun. Spesies bambu yang terdapat pada kedua lokasi ini adalah
Gigantochloa apus. Permukaan tanah pada lokasi L1-B dan L2-B ditutupi serasah
yang cukup tebal dengan kedalaman berkisar antara 3-5 cm. Kedua lokasi tersebut
sudah diterapkan teknik konservasi tanah dan air dengan adanya teras bangku.
700
Curah Hujan (mm/tahun)
600
500
400
300
200
100
0
Bulan
Gambar 2 Curah hujan rata-rata bulanan di lokasi penelitian selama empat tahun
terakhir
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
L1-T L2-T L1-H L2-H L1-B L2-B
Lokasi
Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm
pada lokasi L2-H. Nilai kekuatan geser pada lokasi L1-H berkisar antara 42.49-
53.48 KPa, sedangkan pada lokasi L2-H berkisar antara 41.19 -50.79 KPa. Nilai
kekuatan geser tanah yang paling rendah dibandingkan lokasi lain terdapat pada
lokasi L1-T yang berkisar antara 29.02-39.66 KPa, sedangkan pada lokasi L2-T
nilai kekuatan geser tanah berkisar antara 34.94-53.55 KPa.
80.00
Kuat Geser (KPa)
60.00
40.00
20.00
0.00
L1-T L2-T L1-H L2-H L1-B L2-B
Lokasi
Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm
Gambar 5 Kuat geser tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng
1.20 120
KP = 0.0004JR + 0.6571 (a) KG = -0.0107JR + 59.0803
(b) (
1.00 100
b)
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2) 0.80 80
Keterangan: JR= Jarak dari tanaman; KG= Kekuatan geser tanah; KP=Ketahanan penetrasi
Gambar 6 Ketahanan penetrasi (a) dan kekuatan geser tanah (b) berdasarkan jarak
dari tanaman pada lokasi L1-B dan L2-B
Tekstur
Tekstur merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sulit berubah. Tekstur
diartikan sebagai susunan partikel-partikel penyusun tanah yang berukuran besar,
kecil atau beberapa ukuran tertentu atau kisaran ukuran tertentu. Metode
pengukuran tekstur dilakukan dengan mengkarakterisasi ukuran partikel tekstur
menjadi tiga yaitu pasir, debu, dan liat (Hillel 1980). Dalam kaitannya dengan
kekuatan tanah, tekstur berkaitan dengan kepadatan tanah, dan kemampuan
menyerap air serta bahan organik. Menurut Lal dan Shukla (2005), tekstur
mempengaruhi kepadatan melalui agregasi dan porositas, sedangkan kemampuan
menyerap air dan bahan organik berkaitan dengan kandungan klei yang dapat
mengubah luas permukaan spesifik. Menurut Shukla (2013), tekstur tanah pada
umumnya akan berbeda dengan meningkatnya kedalaman tanah dan bervariasi
secara spasial. Tekstur tanah pada lokasi penelitian tergolong dalam kelas yang
sama yaitu klei. Hasil analisis tekstur disajikan pada Tabel 2.
10
Bahan Organik
8.00
Bahan Organik (%)
6.00
4.00
2.00
0.00
L1-T L2-T L1-B L2-B L1-H L2-H
Lokasi
Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm
Gambar 7 Bahan organik tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan
lereng
Kandungan bahan organik tanah lebih tinggi pada kedalaman 0-20 cm,
dibandingkan kedalaman tanah 20-40 cm. Hal ini dikarenakan tanah pada lokasi
penelitian mendapatkan sumbangan bahan organik secara terus-menerus dari
vegetasi yang ada diatasnya. Hal ini menyebabkan permukaan tanah yang lebih
dekat dengan sumber bahan organik memiliki kandungan bahan organik yang lebih
11
tinggi dibandingkan lapisan tanah dibawahnya. Lokasi L1-T dan L2-T memiliki
kandungan bahan organik yang lebih rendah dibandingkan lokasi lainnya, baik pada
kedalaman tanah 0-20 cm maupun pada kedalaman tanah 20-40 cm. Menurut
Handayanto et al. (2017) perbedaan kandungan bahan organik dipengaruhi oleh tipe
vegetasi yang ada didaerah tersebut, populasi mikroba tanah, keadaan drainase
tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan tanah. Kandungan bahan organik yang
lebih rendah pada lokasi L1-T dan L2-T berkaitan dengan umur dan kerapatan
vegetasi sebagai sumber penyumbang bahan organik yang terdapat pada lokasi
tersebut. Vegetasi pada lokasi L1-T dan L2-T merupakan avokad yang di tanam
dengan jarak tanam 5 x 5 meter dan berumur 6-30 bulan. Kondisi vegetasi yang
lebih jarang dibandingkan hutan (L1-H dan L2-H), serta umur vegetasi yang lebih
muda dibandingkan bambu yang berumur ± 10 tahun (L1-B dan L2-B)
menyebabkan kurangnya sumbangan bahan organik pada lokasi L1-T dan L2-T.
Bobot isi tanah menyatakan perbandingan antara bobot tanah per satuan
volume tanah (dengan pori) dalam keadaan kering oven (Hillel 1980). Porositas
total merupakan total pori dalam suatu volume tanah yang dinyatakan dalam persen
(%) volume (Utomo et al. 2016). Dalam kaitannya dengan kekuatan tanah, bobot
isi dan porositas total berpengaruh terhadap kepadatan tanah. Hubungan bobot isi
dan porositas berbanding terbalik dalam mempengaruhi kepadatannya. Semakin
tinggi nilai bobot isi, porositas akan semakin rendah dan kepadatan tanah akan
semakin meningkat. Semakin rendah bobot isi, maka porositas akan semakin tinggi
dan kepadatan tanah akan semakin rendah. Kepadatan tanah memiliki hubungan
yang berbanding lurus dalam mempengaruhi kekuatannya, bertambahnya
kepadatan tanah akan menyebabkan kekuatannya semakin meningkat. Kepadatan
berkaitan erat dengan gaya gesek antar partikel tanah yang mempengaruhi
kekuatannya. Menurut Lal dan Shukla (2005), gaya gesek antar partikel akan
meningkat dengan meningkatnya bobot isi. Nilai bobot isi dan porositas total
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Bobot isi dan porositas total pada berbagai penggunaan lahan dan
kemiringan lereng
Lokasi Kedalaman Tanah (cm) Bobot Isi (g/cm3) Porositas Total (%)
0-20 0.94 64.51
L1-T
20-40 1.01 62.45
0-20 1.03 60.08
L2-T
20-40 0.98 62.94
0-20 0.83 68.69
L1-B
20-40 0.85 68.57
0-20 0.84 68.84
L2-B
20-40 0.90 66.70
0-20 0.86 67.86
L1-H
20-40 0.87 67.39
0-20 0.92 65.15
L2-H
20-40 0.94 64.56
12
Rata-rata nilai bobot isi pada lokasi penelitian berkisar antara 0.83-1.03 g/cm3.
Nilai bobot isi tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng dalam
bentuk diagram batang disajikan pada Gambar 8. Rata-rata nilai bobot isi yang lebih
tinggi terdapat pada lokasi L1-T dan L2-T, baik pada kedalaman tanah 0-20 cm,
maupun pada kedalaman tanah 20-40 cm. Bobot isi tanah yang lebih tinggi, diduga
karena lokasi L1-T dan L2-T memiliki kandungan bahan organik tanah yang lebih
rendah dibandingkan lokasi lainnya (Gambar 7). Bahan organik tanah berperan
penting dalam pembentukan struktur tanah. Berkurangnya kandungan bahan
organik menyebabkan rendahnya agregasi tanah, sehingga tanah menjadi lebih
padat dan mengalami peningkatan bobot isi. Hasil penelitian Ramli et al. (2016)
menunjukkan pemberian pupuk kandang sebagai sumber bahan organik
menyebabkan penurunan kandungan bobot isi tanah.
Porositas total tanah berbanding terbalik dengan nilai bobot isi. Hasil
penelitian menunjukkan porositas pada lokasi L1-T dan L2-T baik pada kedalaman
0-20 cm, maupun pada kedalaman 20-40 cm menunjukkan nilai yang lebih rendah
dibandingkan lokasi lainnya (Gambar 9). Hal ini dikarenakan kandungan bobot isi
tanah lebih tinggi (Gambar 8), sehingga porositas menjadi lebih rendah. Porositas
tanah yang lebih rendah menunjukkan tanah memiliki kepadatan yang lebih tinggi.
Dengan demikian, tanah pada lokasi L1-T dan L2-T cenderung lebih padat
dibandingkan lokasi L1-H, L2-H, L1-B, dan L2-B.
1.20
1.00
Bobot Isi (g/cm3)
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
L1-T L2-T L1-B L2-B L1-H L2-H
Lokasi
Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm
Gambar 8 Bobot isi tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng
70.00
Porositas Total (%)
65.00
60.00
55.00
L1-T L2-T L1-B L2-B L1-H L2-H
Lokasi
Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm
Gambar 9 Porositas total tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan
lereng
13
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
≥ 2,00 > 2,00 - 1,00 > 1,00 - 0,50 > 0,50 - 0,28 > 0,28 - 0,11
Diameter Agregat (mm)
L1-T L2-T L1-B L2-B L1-H L2-H
40.00 (b)
35.00
Jumlah Agregat (%)
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
≥ 2,00 > 2,00 - 1,00 > 1,00 - 0,50 > 0,50 - 0,28 > 0,28 - 0,11
Diameter Agregat (mm)
L1-T L2-T L1-B L2-B L1-H L2-H
Kemanatapan agregat tanah yang lebih rendah terdapat pada lokasi L2-T
(kedalaman 0-20 cm) dan L1-T (kedalaman 20-40 cm). Hal ini ditunjukkan oleh
jumlah diameter agregat tanah dengan ukuran paling besar (≥ 2 mm) yang lebih
rendah dibandingkan lokasi lain. Kemantapan agregat yang lebih rendah pada dua
lokasi tersebut dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah yang lebih rendah
14
(Gambar 7). Menurut Utomo et al. (2016), bahan organik tanah berfungsi sebagai
pengikat agregat mikro menjadi agregat makro dalam pembentukan agregat yang
lebih mantap. Selain dipengaruhi bahan organik, kemantapan agregat dipengaruhi
pula oleh faktor biotik. Menurut Bronick dan Lal (2005) akar sebagai faktor biotik
dapat meningkatkan agregasi tanah dengan cara mengeluarkan berbagai senyawa
yang memiliki efek penyemen pada partikel-partikel tanah. Kemantapan agregat
yang lebih tinggi pada lokasi L1-H, L2-H, L1-B, dan L2-B dikarenakan kandungan
bahan organik yang lebih tinggi (Gambar 7), serta jumlah perakaran yang lebih
banyak yang berasal dari hutan (lokasi L1-H dan L2-H) dan tanaman bambu
(Lokasi L1-B dan L2-B).
Indeks Plastisitas
16.00
15.00
Indeks Plastisitas
14.00
13.00
12.00
11.00
10.00
L1-T L2-T L1-B L2-B L1-H L2-H
Lokasi
Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm
Lokasi L1-B dan L2-B cenderung memiliki indeks plastisitas yang lebih
tinggi dibandingkan lokasi L1-H dan L2-H, dan lebih rendah dibandingkan lokasi
L1-T dan L2-T. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan klei yang lebih tinggi pada
kedua lokasi ini dibandingkan lokasi lainnya, meskipun bobot isi dan porositasnya
lebih rendah. Menurut Lal dan Shukla (2005), plastisitas tanah tergantung pada
kandungan liat. Indeks plastisitas meningkat dengan peningkatan kandungan liat.
Silalahi et al. (2016) juga melaporkan korelasi antara kandungan klei dengan
meningkatnya indeks plastisitas sebesar 47.6%.
5.00 5.00
(a) (b)
4.00 4.00
3.00 3.00
pF
pF
2.00 2.00
1.00 1.00
0.00 0.00
20.00 40.00 60.00 80.00 20.00 40.00 60.00 80.00
Kadar Air (%) Kadar Air (%)
L1-T L2-T L1-B L1-T L2-T L1-B
L2-B L1-H L2-H L2-B L1-H L2-H
Gambar 12 Kurva retensi air tanah di lokasi penelitian pada kedalaman tanah 0-20
cm (a) dan kedalaman tanah 20-40 cm (b)
16
1.4 1.4
0.4 0.4
KP = -0.04PT + 3.50
KP = 1.73BI - 0.65 0.2 R² = 0.54
0.2 R² = 0.61
0.0
0.0
55.0 60.0 65.0 70.0
0.7 0.9 1.1
Porositas Total (%)
Bobot Isi (g/cm3)
1.4 1.4
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)
1.2
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)
(e)
1.0
0.8
0.6
0.4 KP = 0.19IP - 1.97
0.2 R² = 0.51
0.0
14.0 15.0 16.0
Indeks Plastisitas
Keterangan: BI=Bobot isi; BO=Bahan Organik; DA= jumlah diameter agregat berukuran
≥2 mm; IP= Indeks plastisitas; KP= Ketahanan penetrasi; PT= Porositas total
Gambar 13 Hubungan antara bobot isi (a) porositas total (b) bahan organik (c)
diameter agregat berukuran ≥ 2 mm (d) dan indeks plastisitas (e)
terhadap ketahanan penetrasi tanah
.
18
90.0
Kekuatan geser tanah (KPa)
90.0
90.0 (e)
Kekuatan Geser Tanah (KPa)
80.0
70.0
60.0
50.0
40.0
30.0
20.0 KG = -136.19BI + 176.05
10.0 R² = 0.38
0.0
0.7 0.9 1.1
Bobot Isi (g/cm3)
Keterangan: BI=Bobot isi; BO= Bahan organik; DA= jumlah diameter agregat berukuran ≥
2 mm; ; IP= Indeks plastisitas; KG= Kekuatan geser tanah; PT= Porositas total
Gambar 14 Hubungan antara bobot isi (a) porositas total (b) bahan organik (c)
diameter agregat berukuran ≥ 2 mm (d) dan indeks plastisitas (e)
terhadap kekuatan geser tanah
Hasil penelitian menunjukkan rendahnya korelasi bahan organik, diameter
agregat berukuran ≥ 2 mm, dan indeks plastisitas terhadap kekuatan geser tanah.
Bobot isi dan porositas total memiliki korelasi yang lebih tinggi dibandingkan
parameter lain dalam mempengaruhi kekuatan geser tanah. Bobot isi memiliki
hubungan negatif dalam mempengaruhi kekuatan geser tanah, sedangkan porositas
total memiliki hubungan positif dalam mempengaruhi kekuatan geser tanah. Hal ini
19
menunjukkan semakin tinggi bobot isi, dan semakin rendah porositas maka
kekuatan geser akan semakin rendah. Hal tersebut tidak sesuai dengan Indah (2019)
yang menyatakan semakin tinggi bobot isi, dan semakin rendah porositas maka kuat
geser akan semakin meningkat. Korelasi yang lebih rendah antara bahan organik,
diameter agregat berukuran ≥ 2 mm, dan indeks plastisitas dengan kekuatan geser
tanah, serta tidak sesuainya hubungan antara bobot isi dan porositas dengan
kekuatan geser diduga karena adanya faktor lain yang mempengaruhi kekuatan
geser tanah.
Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, kekuatan geser juga dipengaruhi
oleh kehadiran perakaran tanaman. Menurut Hardiyatmo (2006) kehadiran
perakaran tanaman akan menambah kekuatan geser tanah melalui tiga mekanisme
yaitu perpanjangan akar, putusnya akar, atau tercabutnya akar. Ketiga mekanisme
tersebut berkaitan dengan ketahanan tarik akar yang komponennya tangensial
terhadap zona geser (matrik tanah). Ketahanan tarik akar berbeda tergantung pada
spesies tanaman, diameter akar dan orientasinya. Terjadinya geseran pada tanah
menyebabkan akar mengalami deformasi untuk mencegahnya putus atau tercabut.
Deformasi tersebut menyebabkan akar memanjang sehingga tahanan tarik
termobilisasi di dalam tanah dan geseran dapat ditahan secara langsung.
Perbedaan nilai kekuatan geser tanah pada lokasi penelitian berkaitan dengan
jenis dan sebaran perakaran yang berbeda pada masing-masing lokasi. Kekuatan
geser pada lokasi L1-B dan L2-B menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan
lokasi lainnya (Gambar 5). Hal ini dikarenakan lokasi L1-B dan L2-B didominasi
oleh tanaman bambu yang memiliki sistem perakaran serabut dengan diameter akar
yang lebih halus dan lebih rapat, dibandingkan lokasi L1-H dan L2-H. Lokasi L1-
H dan L2-H yang merupakan hutan didominasi oleh pohon kayu-kayuan dengan
sistem perakaran tunggang yang cenderung berdiameter lebih besar. Menurut
Hardiyatmo (2006) akar yang lebih halus memiliki luas permukaan spesifiek yang
lebih tinggi dibandingkan akar yang berdiameter besar pada rasio area yang
ekivalen. Oleh karena itu, perakaran halus lebih efektif meningkatkan kekuatan
geser tanah. Selain berdiameter lebih halus, akar serabut pada tanaman bambu juga
saling terjalin satu sama lain membentuk semacam jaring-jaring yang mengikat
kuat matrik tanah. Hal tersebut menyebabkan tanah menjadi lebih sulit untuk
diruntuhkan oleh baling-baling ukur.
Nilai kekuatan geser yang lebih rendah pada lokasi L1-T dan L2-T (Gambar
5) disebabkan karena lebih rendahnya pengaruh perakaran pada kedua lokasi
tersebut. Kontribusi perakaran dalam meningkatkan kekutan geser pada lokasi L1-
T dan L2-T berasal dari tanaman avokad yang ditanam secara homogen dengan
jarak tanam 5 x 5 m. Tanaman avokad memiliki sistem perakaran tunggang yang
belum berkembang maksimal karena usia tanaman yang masih muda (6-30 bulan),
sehingga jumlah perakarannya lebih sedikit dan lebih jarang dibandingkan lokasi
lainnya. Hal tersebut menyebabkan perakaran yang terdapat pada lokasi L1-T dan
L2-T kurang efektif meningkatkan kekuatan geser tanah.
Pengaruh adanya perakaran tanaman terhadap parameter kekuatan geser tidak
sama dengan ketahanan penetrasi. Hal ini dikarenakan perbedaan parameter
kekuatan tanah yang diukur antara ketahanan penetrasi dan kekuatan geser tanah.
Ketahanan penetrasi mengukur kemampuan tanah ditembus oleh akar tanaman.
Sifat-sifat fisik tanah yang menentukan kepadatan tanah (struktur, kandungan
bahan organik, bobot isi, dan porositas) menentukan nilai ketahanan penetrasi.
20
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Angers DA, Bullock MS, Mehuys GR. 2008. Aggregate stability to water. Didalam:
Carter Mr, Gregorich EG, editor. Soil Sampling and Methods of Analysis
Second Edition. Florida (US): CRC Press.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Press.
Bronick CJ, Lal R. 2005. Soil structure and management: A review. Geoderma 124:
3-22.
Duncan JM, Wright SG, Brandon TL. 2014. Soil Strength and Slope Stability:
Second Edition. New Jersey (US): John Willey and Son, Inc.
Handayanto E, Muddarisna N, Fiqri A. 2017. Pengelolaan Kesuburan Tanah.
Malang (ID): UB Press.
Hardiyatmo HC. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
Hasanah U, Ardiyansyah, Rosidi A. 2010. Pertumbuhan awal dan evapotranspirasi
aktual tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pada berbagai
ukuran agregat Inceptisols. J. Agroland. 17 (1): 11-17.
Hillel D. 1980. Fundamentals of Soil Physics. New York (NY): Academic Press
Inc.
Idjudin A. 2011. Peranan konservasi lahan dalam pengelolaan perkebunan. Jurnal
Sumberdaya Lahan. 5(2): 103-116.
Indah N. 2019. Karakterisasi sifat fisik tanah dalam kaitannya dengan pertambahan
dimensi tanaman. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Islamia NI. 2017. Hubungan distribusi agregat dengan distribusi pori pada berbagai
penggunaan lahan di Das Mikro Cikardipa, Desa Sukagalih, Kecamatan
Megamendung. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Kementan] Kementrian Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47
Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan
Pegunungan. Jakarta: Kementan.
Kurnia U, Djunaedi MS, Marwanto S.2006. Penetapan penetrasi tanah. Di dalam:
Kurnia U, Fahmudin A, Adimihardja A, Dariah A, editor. Sifat Fisik
Tanah dan Metode Analisisnya; Bogor (ID): BBSDLP.
Lal R, Shukla MK. 2005. Priciples of Soil Physics. New York (NY): Marcel Dekker
Inc.
Ma’ruf MF. 2012. Shear strength of Apus Bamboo root reinforced soil. Ecological
Engineering. 41: 84-86.
Mohamed TA, Ali FH, Hashim S, Huat BBK. 2006. Relationship between shear
strength and soil water characteristic curve of an unsaturated granitic
residual soil. American Journal of Environmental Sciences. 2(4): 142-
145.
Murthy VNS. 2002. Geotechnical Engineering: Princeiples and Practices of Soil
Mechanics and Foundation Engineering. Florida (US): CRC Press.
Rachman A dan Sutono S. 2006. Penetapan kekuatan geser tanah. Di dalam: Kurnia
U, Fahmudin A, Adimihardja A, Dariah A, editor. Sifat Fisik Tanah dan
Metode Analisisnya; Bogor (ID): BBSDLP.
22
Ramli, Paloloang AK, Rajamuddin. 2016. Perubahan sifat fisik tanah akibat
pemberian pupuk kandang dan mulsa pada pertanaman terung ungu
(Solanum melongena L) Entisol Tondo Palu. e-J. Agrotekbis. 4(2): 160 –
167.
Ruci ASD. 2018. Karakteristik konsistensi tanah pada berbagai penggunaan lahan
di Desa Bojong Koneng Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Shukla Manoj K. 2013. Soil Physics: An Introduction. Florida (US): CRC Press.
Silalahi SM, Lubis KS, Hanum H. Kajian Hubungan Kadar Liat, Bahan Organik
dan Kandungan Air terhadap Indeks Plastisitas Tanah di Kecamatan
Jorlang Hataran Kabupaten Simalungun. Jurnal Agroekoteknologi. 4(4):
2316-2323.
Sittadewi EH, Tejakusuma IG. 2019. Peranan arsitektur akar tanaman dalam
mitigasi bencana gerakan tanah dan erosi. Jurnal Sains dan Teknologi
Mitigasi Bencana. 14(1): 54-61.
Sutono S, Maswar, Yusrial. 2006. Penetapan plastisitas tanah. Di dalam: Kurnia U,
Fahmudin A, Adimihardja A, Dariah A, editor. Sifat Fisik Tanah dan
Metode Analisisnya; Bogor (ID): BBSDLP.
Suwartini S. 2015. Kemampuan retensi air dan tahanan penetrasi tanah pada
berbagai tingkat strata tajuk tanaman. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Utomo M, Sudarsono, Rusman B, Sabrina T, Lumbanraja J, Wawan. 2016. Ilmu
Tanah: Dasar-dasar dan Pengelolaan. Jakarta (ID): Kencana.
Wesley LD. 2012. Mekanika Tanah: Untuk Tanah Endapan dan Residu.
Yogyakarta (ID): Andi Yogyakarta.
Zaika Y, Munawir A. 2019. Mekanika Tanah Dasar. Malang (ID): Universitas
Brawijaya Press.
23
LAMPIRAN
Pasir Pasir
Kedalaman Debu Liat Kelas
Lokasi Ulangan Kasar Halus
(cm) Tekstur
%
1 7.76 2.17 18.22 71.85 Klei
0-20
2 6.61 2.00 20.05 71.34 Klei
L1-H
1 5.84 2.07 18.07 74.01 Klei
20-40
2 6.53 2.12 18.75 72.60 Klei
1 7.12 2.30 20.76 69.82 Klei
0-20
2 7.05 2.76 20.26 69.93 Klei
L2-H
1 8.25 3.04 17.78 70.94 Klei
20-40
2 6.97 2.37 20.88 69.77 Klei
1 4.07 1.75 18.12 76.06 Klei
0-20
2 4.73 1.84 16.89 76.54 Klei
L1-B
1 4.84 1.82 16.36 76.99 Klei
20-40
2 4.16 1.89 16.76 77.18 Klei
1 3.95 1.69 14.81 79.55 Klei
0-20
2 4.61 1.63 17.54 76.23 Klei
L2-B
1 4.24 1.76 16.12 77.88 Klei
20-40
2 4.11 1.63 15.59 78.66 Klei
1 9.11 2.32 31.13 57.44 Klei
0-20
2 9.82 2.54 21.14 66.51 Klei
L1-T
1 8.64 3.18 24.59 63.58 Klei
20-40
2 9.13 3.51 22.38 64.98 Klei
1 6.93 2.24 22.72 68.11 Klei
0-20
2 8.78 2.56 23.01 65.65 Klei
L2-T
1 11.57 1.59 21.42 65.42 Klei
20-40
2 12.75 1.46 21.38 64.41 Klei
24
Lampiran 2 Bahan organik tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan
lereng
Lampiran 3 Bobot isi, bobot jenis partikel, dan porositas total tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng
Ulangan
Kedalaman 1 2 3
Lokasi
(cm) BI BJP PT BI BJP PT BI BJP PT
(g/cm3) (g/cm3) (%) (g/cm3) (g/cm3) (%) (g/cm3) (g/cm3) (%)
0-20 0.82 2.63 68.94 0.83 2.68 68.95 0.92 2.67 65.71
L1-H
20-40 0.87 2.70 67.76 0.87 2.63 67.02 0.87 2.61 66.80
0-20 0.91 2.66 65.81 0.95 2.62 63.67 0.89 2.62 65.96
L2-H
20-40 0.89 2.68 66.66 1.00 2.66 62.33 0.94 2.65 64.69
0-20 0.82 2.67 69.35 0.81 2.65 69.42 0.87 2.67 67.31
L1-B
20-40 0.82 2.70 69.72 0.88 2.68 67.16 0.83 2.67 68.82
0-20 0.88 2.70 67.41 0.82 2.69 69.39 0.81 2.66 69.71
L2-B
20-40 0.94 2.70 65.03 0.81 2.70 70.20 0.94 2.68 64.87
0-20 0.88 2.67 67.08 1.04 2.65 60.79 0.91 2.66 65.67
L1-T
20-40 0.97 2.69 64.07 1.09 2.69 59.41 0.98 2.70 63.85
0-20 1.01 2.60 61.25 1.02 2.59 60.70 1.08 2.59 58.29
L2-T
20-40 0.89 2.66 66.45 0.96 2.65 63.62 1.07 2.60 58.76
26
Lampiran 5 Retensi air tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng
pF (%v/v)
Lokasi Kedalaman Ulangan
0 2 2,54 4,2
1 67.86 39.89 34.23 27.69
0-20
2 67.86 43.53 40.63 28.02
L1-H
1 67.39 45.17 40.53 28.99
20-40
2 67.39 46.60 43.75 24.97
1 65.15 41.06 35.57 28.28
0-20
2 65.15 44.85 36.81 27.17
L2-H
1 64.56 36.34 34.13 26.48
20-40
2 64.56 41.09 34.27 29.69
1 68.69 42.55 36.33 29.44
0-20
2 68.69 43.01 32.64 26.74
L1-B
1 68.57 41.50 36.53 29.43
20-40
2 68.57 47.59 46.68 25.48
1 68.84 37.50 36.47 28.93
0-20
2 68.84 39.59 35.04 27.49
L2-B
1 66.70 43.68 36.43 28.85
20-40
2 66.70 38.27 36.31 30.04
1 64.51 41.63 38.16 26.30
0-20
2 64.51 38.52 34.65 27.16
L1-T
1 62.45 58.00 37.96 29.10
20-40
2 62.45 41.06 33.03 28.72
1 60.08 51.81 43.37 31.91
0-20
2 60.08 42.44 40.12 34.61
L2-T
1 62.94 45.46 29.73 31.12
20-40
2 62.94 46.33 39.36 33.87
28
Lampiran 6 Kadar air (KA) batas mengalir tanah pada berbagai penggunaan lahan dan
kemiringan lereng
Ulangan
Kedalaman 1 2 3
Lokasi
(cm) Jumlah KA Jumlah KA Jumlah KA
Ketukan (%) Ketukan (%) Ketukan (%)
28.00 56.15 22.00 63.38 33.00 56.97
0-20 29.00 57.26 25.00 57.78 26.00 61.19
14.00 68.67 18.00 65.51 21.00 67.00
L1-T
24.00 59.10 17.00 66.63 25.00 56.43
20-40 27.00 52.81 18.00 66.34 17.00 63.96
12.00 77.90 17.00 66.70 12.00 66.64
43.00 58.21 23.00 58.70 38.00 53.60
0-20 28.00 62.60 18.00 59.46 15.00 58.14
21.00 65.82 23.00 58.35 10.00 63.28
L2-T
34.00 59.53 33.00 54.41 36.00 53.28
20-40 26.00 63.44 25.00 59.19 17.00 58.33
12.00 71.24 27.00 59.11 13.00 64.57
28.00 60.86 28.00 61.19 23.00 64.46
0-20 24.00 63.88 25.00 63.35 23.00 64.27
17.00 68.92 17.00 73.27 12.00 67.57
L1-B 28.00 58.20 28.00 62.24 18.00 68.24
20-40 20.00 60.74 24.00 64.65 25.00 65.61
18.00 64.45 14.00 71.53 16.00 67.84
24.00 65.58 33.00 56.14 25.00 62.48
0-20 20.00 67.45 26.00 56.11 15.00 75.71
20.00 66.68 17.00 75.15 13.00 76.47
L2-B
25.00 64.51 25.00 62.24 28.00 57.09
20-40 20.00 66.16 18.00 67.41 10.00 67.77
22.00 65.27 12.00 73.53 23.00 63.26
16.00 65.74 48.00 57.69 24.00 59.11
0-20 16.00 65.41 18.00 62.98 10.00 62.55
15.00 66.18 18.00 62.83 45.00 58.49
L1-H
25.00 61.59 28.00 58.91 7.00 64.40
20-40 26.00 61.96 14.00 68.04 48.00 56.59
16.00 69.72 23.00 65.15 23.00 62.13
14.00 62.42 29.00 53.05 28.00 54.62
0-20 23.00 59.39 17.00 62.96 22.00 58.84
26.00 59.25 10.00 72.41 19.00 65.08
L2-H
18.00 65.75 23.00 58.75 30.00 55.37
20-40 22.00 61.80 21.00 66.41 25.00 59.81
21.00 62.32 8.00 76.57 15.00 65.37
29
Lampiran 7 Grafik hubungan antara ketukan dengan kadar air batas mengalir tanah
pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng
Lokasi L2-T
Lokasi L1-T 80
100
70 KA = -0.34KT + 72.56
80 KA = -0.82KT + 80.07 R² = 0,99
60 R² = 0.83
Kadar Air (%)
KA = -0.54KT + 72.94
50 R² = 0.82 60 KA = -0.32xKT+ 72.53
KA = -0.29KT + 71.06 R² = 0.97
40 R² = 1.00 KA = -1.22KT + 93.04
KA = -0.28KT + 72.75 40 R² = 0.99
30 KA = -0.54KT + 73.77
R² = 0,88
KA = -0.67KT + 80.83 R² = 0.89
20 R² = 1.00 20 KA = -0.86KT + 83.58
KA = -1.13KT + 92.25 R² = 0.99
10 KA = -1.23KT + 93.67
R² = 0.99 0 R² = 0.81
0
0 10 20 30 40
0 10 20 30
Ketukan
Ketukan Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 3 (0-20 cm) Ulangan 1 (20-40 cm)
Ulangan 3 (0-20 cm) Ulangan 1 (20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 3 (20-40 cm)
60
Kadar Air (%)
50 KA = -0.60KT + 75.18 60
R² = 0.81 KA = -0.19KT + 66.07 KA = -0.28KT + 66.26
40 R² = 0.99 R² = 0.96
30 KA = -0.83KT + 82.89 KA = -0.61KT + 77.30 40
KA = -1.10KT + 84.75 KA = -0.65KT + 75.37
R² = 0.98 R² = 0.87 R² = 0.91 R² = 0.98
20
20
10 KA = -0.11KT + 62.93 KA = -0.17KT + 66.03 y = -1.04x + 85.31 KA = -1.00KT + 81.43
R² = 0.77 R² = 1.00 R² = 0.90 R² = 0.98
0 0
0 10 2030 40 50 60 0 10 20 30 40
Ketukan Ketukan
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 3 (0-20 cm) Ulangan 1 (20-40 cm) Ulangan 3 (0-20 cm) Ulangan 1 (20-40 cm)
Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 3 (20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 3 (20-40 cm)
Keterangan: KA=Kadar air; KT=Ketukan
30
Lampiran 8 Kadar air batas mengalir, kadar air batas melekat, kadar air batas
menggolek, indeks plastisitas (IP) dan jangka olah (JO) pada berbagai
penggunaan lahan dan kemiringan lereng
Lampiran 9 Kadar air lapang pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng
Lampiran 10 Kekuatan geser tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng
Lampiran 11 Ketahanan penetrasi pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng
Lampiran 12 Hubungan ketahanan penetrasi dengan kadar air lapang pada tiga
kondisi kadar air berbeda di lokasi L1-T, L2-T, L1-H, L2-H, L1-B,
dan L2-B
KP = -0.03KA + 1.83
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)
Lokasi L2-B (Jarak 100 cm) Lokasi L1-B (Jarak 150 cm)
1.20
0.90
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)
0.00 0.00
40 50 60 70 40.00 45.00 50.00 55.00 60.00
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)
Keterangan: KA=Kadar air; KP= Ketahanan penetrasi
36
Lampiran 13 Hubungan kekuatan geser dengan kadar air lapang pada tiga kondisi
kadar air berbeda di lokasi L1-T, L2-T, L1-H, L2-H, L1-B, dan L2-B
30
40
25 KG = -0.89KA + 67.01
R² = 0.97 30
20
KG = -1.32KA + 91.71 KG = -0.08KA + 35.39
15 R² = 0.04
R² = 0.92 20
10 KG = -2.15KA + 125.03
KG = -2.46KA + 138.51 10 R² = 0.99
5 KG = -1.82KA + 127.76
R² = 0.64
R² = 0.84
0 0
36 38 40 42 44 46 30 40 50 60
Kadar Air (%) Kadar Air (%)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1 (20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1 (20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)
R² = 0.99
40 40 KG = -0.73KA + 74.95
R² = 1.00
KG = -0.90KA + 76.26
R² = 0.89 KG = -2.33KA + 140.35
20 KG = -1.42KA + 108.90 20 R² = 0.49
R² = 0.85
KG = -0.59KA + 60.23
KG = -1.81KA + 127.46 R² = 0.83
R² = 1.00 0
0
40 45 50 55 40 45 50 55
kadar air (%) Kadar Air (%)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm)
Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
50 50
40 40 KG = -0.31KA + 73.02
y = -0,71x + 87,37 R² = 0.03
30 30
R² = 0.72 KG = -0.61KA + 98.51 KG = -1.13KA + 123.49
20 20 R² = 0.98
R² = 0.99
10 KG = -0.32KA + 74.15 10 KG = -2.67KA + 192.88
R² = 0.01 R² = 0.98
0 0
40 45 50 55 60 40 50 60 70
Kadar Air (%) Kadar Air (%)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)
Lokasi L2-B (Jarak 100 cm) Lokasi L2-B (Jarak 150 cm)
90 60
KG = -0.95KA + 97.65 KG = -1.31KA + 111.01
80
R² = 0.98 50 R² = 0.96
Kuat Geser (KPa)
70
KG = -0.80KA + 80.62 40
60
R² = 0.96
50
30 KG = -1.95KA + 138.16
40 R² = 1.00
30 KG = -1.19KA + 119.96 20 KG = -2.45KA + 164.00
R² = 1.00
20 KG = -2.22KA + 157.65 R² = 1.00
R² = 0.81 10 KG = -3.76KA + 225.36
10
R² = 1.00
0 0
40 50 60 70 40 45 50 55 60
Kadar Air (%) Kadar Air (%)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)
Keterangan: KA=Kadar air; KG= Kekuatan geser tanah
38
RIWAYAT HIDUP