Anda di halaman 1dari 38

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perbukitan dan pegunungan merupakan areal lahan yang cukup luas di


Indonesia. Menurut Kementan (2006), sekitar 45% dari total keseluruhan lahan
Indonesia merupakan areal perbukitan dan pegunungan. Oleh karena itu, praktik
pertanian sering kali dilakukan pada areal tersebut. Namun, Pembukaan lahan pada
areal perbukitan dan pegunungan rentan mengalami longsor karena kondisi lereng
yang curam. Menurut Idjudin (2011), lereng merupakan faktor pemicu terjadinya
longsor. Semakin curam dan panjang suatu lereng, maka longsor memiliki peluang
terjadi lebih besar.
Terjadinya longsor erat kaitannya dengan kekuatan tanah (soil strength).
Menurt Hillel (1980), kekuatan tanah merupakan parameter yang menggambarkan
kemampuan tanah menahan tekanan tanpa mengalami kegagalan. Analisis kekuatan
tanah dapat dilakukan menggunakan beberapa pendekatan, diantaranya: ketahanan
penetrasi dan kekuatan geser tanah. Ketahanan penetrasi merupakan gambaran dari
kemudahan tanah ditembus oleh akar tanaman. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan
bahan organik dan sifat-sifat fisik tanah lainnya seperti tekstur, kepadatan tanah,
struktur, dan kadar air tanah (Kurnia et al. 2006). Kekuatan geser tanah merupakan
salah satu sifat mekanika yang menggambarkan kepekaan tanah terhadap
keruntuhan. Dalam bidang pertanian, kekuatan geser tanah dapat pula digunakan
untuk menentukan waktu, dan teknik yang tepat dalam pengelolaan tanah dan
penyebaran benih (Rachman dan Sutono 2006).
Kekuatan tanah pada penggunaan lahan berbeda diduga memiliki nilai
berbeda. Hal ini berkaitan dengan kehadiran perakaran tanaman serta ada atau
tidaknya pengolahan tanah pada suatu lahan. Menurut Hardiyatmo (2006),
perakaran tanaman mampu meningkatkan kestabilan lereng. Hal tersebut
bergantung pada jenis tanaman, tanah, kondisi lingkungan, interaksi antara tanah
dan akar, karakteristik percabangan, serta distribusi akar di dalam tanah. Aktivitas
pengolahan dapat mengubah sifat-sifat fisik tanah sehingga berpengaruh terhadap
kekuatannya. Oleh karena hal-hal tersebut, penelitian mengenai kekuatan tanah
berdasarkan perbedaan penggunaan lahan dan kemiringan lereng perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kekuatan tanah pada lahan terbuka,


kebun bambu, dan hutan dengan kemiringan lereng berbeda, serta mengetahui
hubungannya dengan sifat-sifat fisik dan kandungan bahan organik tanah, dan
mengetahui pengaruh kehadiran perakaran tanaman terhadap kekuatan tanah.
2

METODE

Kekuatan tanah dipengaruhi oleh penggunaan lahan dan kemiringan lereng.


Kekuatan tanah pada penggunaan lahan dan kemiringan lereng berbeda diduga
memiliki nilai berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan pada beberapa
lokasi dengan penggunaan lahan dan kemiringan lereng berbeda berdasarkan
dominasinya di areal PT. Perkebunan Buah Subang. Penggunaan lahan yang dipilih
yaitu hutan, kebun bambu, dan lahan terbuka pada kemiringan lereng 15-30% dan
30-45%. Hutan dipilih karena memiliki kerapatan dan keragaman vegetasi yang
tinggi, sehingga diduga memiliki perakaran tanaman yang beragam pula. Pemilihan
hutan juga dilakukan karena pada umumnya penggunaan lahan ini memiliki sifat-
sifat fisik tanah yang baik, dan kandungan bahan organik yang tinggi. Pemilihan
kebun bambu dilakukan karena bambu memiliki sistem perakaran serabut dengan
kerapatan tinggi sehingga diduga mampu meningkatkan kestabilan tanah. Lahan
terbuka dipilih karena memiliki kerapatan vegetasi yang lebih rendah dibandingkan
hutan dan kebun bambu, sehingga diduga jumlah perakaran pada penggunaan lahan
ini lebih sedikit dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Selain itu, lebih
rendahnya penutup tanah pada penggunaan lahan ini diduga dapat menyebabkan
tanah mengalami perubahan sifat-sifat fisik dalam jangka waktu tertentu. Pemilihan
beberapa penggunaan lahan dan kemiringan lereng tersebut dilakukan untuk
mengetahui pengaruh kondisi masing-masing lokasi terhadap nilai kekuatan tanah.
Beberapa lokasi yang dipilih memiliki jenis tanah yang sama, yaitu Latosol. Secara
umum, penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu penentuan waktu dan
tempat penelitian, persiapan alat dan bahan penelitian, dan pelaksanaan penelitian.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2019 - Agustus 2020.


Pengambilan sampel tanah dan pengamatan lapang dilakukan di PT. Perkebunan
Buah Subang, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Analisis sifat fisik tanah
dilaksanakan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Laboratorium Sumberdaya
Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Geonor H-60 Vane
Shearmeter, penetrometer saku, cangkul, garpu tanah, meteran, aluminium foil,
stoples, timbangan, oven 105°C, benang wol, gelas ukur, gelas piala, ayakan (2.83
mm, 2.00 mm, 1.00 mm, 0.50 mm, 0.25 mm, dan 0.11 mm), cassagranda, bak
perendam, thermometer (°C), pipet, stopwatch, corong, cawan alumunium, kompor
listrik, membrane plate apparatus, piknometer, hot plate, tabung erlenmeyer dan
buret. Bahan yang digunakan yaitu contoh tanah agregat utuh, contoh tanah
terganggu, contoh tanah kadar air lapang, parafin, aquades, K2Cr2O7 1 N, H2SO4,
indikator ferroin 0.025 M, FeSO4 1 N, H2O2 30%, HCl, dan natrium pirophospat.
3

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yaitu penentuan titik


pengamatan, pengamatan dan pengukuran lapang, pengambilan contoh tanah,
analisis laboratorium, serta pengolahan dan penyajian data.

Penentuan Titik Pengamatan

Pembuatan peta kerja dilakukan terlebih dahulu untuk memudahkan


penetapan lokasi dan titik pengamatan. Peta kerja dibuat dengan melakukan overlay
data tutupan lahan hasil Unmanned Aircraft Vehicle (UAV) dengan data
kemiringan lereng menggunakan ArcGIS, kemudian peta kerja tersebut dikoreksi
dengan survei lapang. Beberapa lokasi yang dipilih pada penelitian ini, yaitu hutan
dengan kemiringan lereng 15-30% (L1-H), hutan dengan kemiringan lereng 30-
45% (L2-H), kebun bambu dengan kemiringan lereng 15-30% (L1-B), kebun
bambu dengan kemiringan lereng 30-45% (L2-B), lahan terbuka dengan
kemiringan lereng 15-30% (L1-T), dan lahan terbuka dengan kemiringan lereng 30-
45% (L2-T). Masing-masing lokasi terpilih ditentukan ukurannya seluas 25 x 25
meter. Selanjutnya, pada area tersebut dibuat grid berukuran 5 x 5 meter sehingga
didapatkan total grid pada masing-masing lokasi sebanyak 25 grid.
Titik pengamatan ditentukan dengan melakukan pengundian sebanyak tiga
kali untuk memperoleh tiga ulangan pada masing-masing lokasi terpilih.
Pengukuran dan pengambilan sampel tanah dilakukan pada setiap titik ulangan.
Pengukuran kekuatan tanah dan kadar air lapang pada lokasi L1-B dan L2-B
dilakukan dengan tiga interval jarak menjauhi tanaman bambu pada setiap titik
ulangan, yaitu 0-50 cm, 50-100 cm, dan 100-150 cm. Pengamatan ini dilakukan
untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi kekuatan tanah disekitar tanaman
bambu. Ilustrasi penentuan titik pengamatan menggunakan grid dan penentuan titik
pengamatan dengan variasi jarak menjauhi tanaman bambu pada lokasi L1-B dan
L2-B disajikan pada Gambar 1.
25 m
(a) (b)
s s
0-50 cm

25 m
50-100 cm

100-150 cm

5m

Keterangan: = titik pengamatan; s= tanaman contoh

Gambar 1 Sketsa penentuan titik pengamatan di lapang menggunakan grid (a) dan
penentuan titik pengamatan kekuatan tanah dengan variasi jarak
menjauhi tanaman bambu pada lokasi L1-B dan L2-B (b)
4

Pengamatan dan Pengukuran Lapang

Pengamatan dan pengukuran di lapang dilakukan untuk penetapan parameter


kekuatan geser dan ketahanan penetrasi tanah. Kekuatan geser tanah diukur
menggunakan alat Geonor H-60 Vane Shearmeter dengan cara memasukan alat
secara vertikal ke tanah, kemudian memutar knop bagian atas alat hingga terjadi
keruntuhan pada tanah. Ketahanan penetrasi diukur menggunakan penetrometer
dengan cara menusukannya secara horizontal pada tanah. Pengukuran kekuatan
geser dan ketahanan penetrasi dilakukan pada dua rentang kedalaman tanah yang
berbeda, yaitu 0-20 cm dan 20-40 cm.

Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan pada setiap lokasi penelitian.


Pengambilan contoh tanah dilakukan untuk menganalisis sifat fisik dan bahan
organik yang berkaitan dengan kekuatan tanah. Contoh tanah diambil pada dua
rentang kedalaman yang berbeda yaitu 0-20 cm dan 20-40 cm. Contoh tanah yang
diambil terdiri dari contoh tanah agregat utuh, contoh tanah terganggu, dan contoh
tanah kadar air lapang. Contoh tanah tanah agregat utuh diambil dengan cara
mencungkil massa tanah menggunakan garpu tanah untuk mendapatkan bongkah
utuhnya. Contoh tanah terganggu diambil menggunakan cangkul. Contoh tanah
kadar air lapang dibungkus menggunakan aluminium foil untuk memastikan kadar
air tanah tidak berubah dari waktu pengambilan sampel, hingga dilakukan
pengukurannya di laboratorium. Contoh tanah agregat utuh digunakan untuk
menetapkan nilai bobot isi tanah, kemantapan agregat, dan retensi air tanah. Contoh
tanah terganggu digunakan untuk mengukur tekstur, bobot jenis partikel, indeks
plastisitas, dan kandungan bahan organik tanah. Contoh tanah kadar air lapang
digunakan untuk mengukur kadar air tanah pada saat pengambilan sampel
dilakukan.

Analisis Laboratorium

Analisis laboratorium dilakukan untuk mengukur sifat-sifat fisik dan


kandungan bahan organik tanah. Sifat tanah yang dianalisis dan metode
pengukurannya disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Parameter dan metode analisis penetapan sifat fisik dan C-organik tanah di
laboratorium
Parameter pengamatan Metode analisis
Kadar air tanah Gravimetrik
Bobot isi Clod
Bobot jenis partikel Piknometer
Tekstur Pipet
C-Organik* Walkley and Black
Kemantapan agregat Pengayakan kering dan basah
Retensi air tanah Membrane plate apparatus
Indeks plastisitas Atterberg limits
Keterangan: (*) Kandungan Bahan Organik = %C-Organik x 1,724
5

Pengolahan dan Penyajian Data


Data-data yang diperoleh dari laboratorium dan lapang diolah menggunakan
Microsoft Office Excel, kemudian disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel
dan grafik. Data kuat geser dan ketahanan penetrasi tanah disajikan pada kadar air
yang sama, yaitu 40%. Nilai kuat geser dan ketahanan penetrasi pada kadar air 40%
diperoleh dengan melakukan analisis regresi dan korelasi antara kadar air tanah
dengan ketahanan penetrasi dan kekuatan geser yang didapat di lapang (Lampiran
12 dan Lampiran 13).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di PT. Perkebunan Buah Subang yang secara


geografis berada pada 107° 45’ 37” - 107° 46’ 29” BT dan 6° 40’ 4” - 6° 40’ 45”
LS. Wilayah perkebunan mencakup tiga desa yaitu Desa Cirangkong yang terletak
di sebelah utara, Desa Sukamelang di sebelah selatan dan timur, dan Desa
Bojongloa di sebelah Barat. Desa-desa ini berada diantara dua kecamatan yaitu
Kecamatan Kasomalang dan Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, Provinsi
Jawa Barat. Curah hujan rata-rata bulanan pada lokasi penelitian berkisar antara
45.00-602.67 mm, dengan nilai rata-rata 329.40 (Gambar 2). Curah hujan terendah
terjadi pada bulan Juli (83.67 mm) dan Agustus (45.00 mm), sedangkan puncak
curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Februari-April.
PT. Perkebunan Buah Subang memiliki luas sekitar ± 60.62 Ha yang ditanami
tanaman avokad dengan jarak tanam 5 x 5 m. Umur tanaman avokad berkisar antara
6-30 bulan, dengan keragaman varietas sebanyak 18 variaetas. Sebelum ditanami
avokad, penggunaan lahan di lokasi penelitian merupakan hutan dan kebun bambu
yang kemudian sebagian lokasinya dikonversi menjadi kebun produksi nanas.
Lama masa produksi perkebunan nanas sebelum dikonversi menjadi kebun avokad
yaitu dua tahun. Lokasi penelitian memiliki topografi lahan berbukit dengan
kemiringan lereng berkisar antara 20-50%. Jenis tanah yang terdapat pada lokasi
penelitian yaitu Latosol.
Penelitian dilakukan pada enam lokasi berbeda berdasarkan penggunaan
lahan dan kemiringan lereng (Gambar 3). Lahan terbuka dengan kemiringan lereng
15-30% (L1-T) dan lahan terbuka dengan kemiringan lereng 30-45 % (L2-T)
merupakan lahan yang telah ditanami avokad. Umur tanaman avokad pada saat
pengambilan sampel yaitu 6 bulan (L1-T) dan 30 bulan (L2-T). Sebelum ditanami
avokad, Lokasi L1-T merupakan lahan yang sebelumnya adalah kebun nanas.
Tanaman nanas dipupuk dalam jangka waktu tiga bulan sekali. Penambahan pupuk
kandang pada lokasi ini dilakukan sebanyak satu kali diawal sebelum tanam. Lokasi
L2-T merupakan lahan yang sebelumnya adalah hutan. Pembukaan lahan dilakukan
dengan cara pembakaran. Hutan dan kebun bambu yang terdapat pada lokasi
penelitian merupakan sebagian wilayah PT. Perkebunan Buah Subang yang belum
dikonversi menjadi kebun produksi avokad. Hutan dengan kemiringan lereng 15-
30% (L1-H) dan hutan dengan kemiringan lereng 30-45% (L2-H) diditutupi oleh
serasah yang cukup tebal di permukaan tanahnya. Serasah tersebut berasal dari
6

vegetasi yang ada di lokasi penelitian. Vegetasi pada lokasi L1-H dan L2-H
bervariasi yaitu tanaman dengan tajuk yang tinggi, semak belukar, dan bambu.
Kebun bambu dengan kemiringan lereng 15-30% (L1-B) dan kebun bambu dengan
kemiringan lereng 30-45% (L2-B) didominasi oleh tanaman bambu yang berumur
8-10 tahun. Spesies bambu yang terdapat pada kedua lokasi ini adalah
Gigantochloa apus. Permukaan tanah pada lokasi L1-B dan L2-B ditutupi serasah
yang cukup tebal dengan kedalaman berkisar antara 3-5 cm. Kedua lokasi tersebut
sudah diterapkan teknik konservasi tanah dan air dengan adanya teras bangku.

700
Curah Hujan (mm/tahun)

600
500
400
300
200
100
0

Bulan

Gambar 2 Curah hujan rata-rata bulanan di lokasi penelitian selama empat tahun
terakhir

Gambar 3 Peta lokasi penelitian (PT. Perkebunan Buah Subang)


7

Kekuatan Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan dan Kemiringan Lereng

Ketahanan Penetrasi Tanah

Ketahanan penetrasi merupakan kekuatan yang menggambarkan mudah atau


tidaknya tanah ditembus oleh akar tanaman. Menurut Utomo et al. (2016)
ketahanan penetrasi dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah diantaranya kandungan air
tanah, bobot isi tanah, struktur, dan tekstur tanah. Ketahanan penetrasi akan
meningkat dengan menurunnya kelembaban tanah. Nilai ketahanan penetrasi
disajikan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 4. Ketahanan penetrasi
menunjukkan nilai yang cenderung lebih tinggi pada lokasi L1-T dan L2-T, baik
pada kedalaman tanah 0-20 cm maupun pada kedalaman 20-40 cm. Ketahanan
penetrasi yang lebih tinggi pada kedalaman 0-20 cm terdapat pada lokasi L2-T (1,11
Kg/cm2), diikuti oleh lokasi L1-T (0.92 Kg/cm2), lokasi L2-B (0.80 Kg/cm2), lokasi
L2-H (0.76 Kg/cm2), lokasi L1-B (0.75 Kg/cm2), dan lokasi L1-H (0.70 Kg/cm2).
Ketahanan penetrasi yang lebih tinggi pada kedalaman tanah 20-40 cm terdapat
pada lokasi L1-T (1.12 Kg/cm2), diikuti oleh lokasi L2-T (1.10 Kg/cm2), lokasi L2-
H (1.04 Kg/cm2), lokasi L2-B (1.02 Kg/cm2), lokasi L1-H (0.96 Kg/cm2), dan lokasi
L1-B (0.92 Kg/cm2).
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)

1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
L1-T L2-T L1-H L2-H L1-B L2-B
Lokasi
Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm

Gambar 4 Ketahanan penetrasi tanah pada berbagai penggunaan lahan dan


kemiringan lereng

Kekuatan Geser Tanah

Kekuatan geser tanah merupakan ukuran perlawanan tanah untuk menahan


keruntuhan sepanjang bidang gesernya (Zaika dan Munawir 2019). Nilai kekuatan
geser tanah disajikan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 5. Kekuatan geser
tanah pada lokasi penelitian menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada kedalaman
tanah 20-40 cm, dibandingkan pada kedalaman tanah 0-20 cm. Nilai kekuatan geser
tanah pada lokasi L1-B tidak jauh berbeda dengan nilai kekuatan geser pada lokasi
L2-B. Rata-rata kekuatan geser tanah pada lokasi L1-B berkisar antara 60.89-79.10
KPa, sedangkan kekuatan geser pada lokasi L2-B berkisar antara 58.01-74.73 KPa.
Kekuatan geser pada kedua lokasi ini lebih tinggi dibandingkan lokasi lainnya, baik
pada kedalaman tanah 0-20 cm maupun pada kedalaman tanah 20-40 cm. Nilai
kekuatan geser pada lokasi L1-H tidak jauh berbeda dengan nilai kekuatan geser
8

pada lokasi L2-H. Nilai kekuatan geser pada lokasi L1-H berkisar antara 42.49-
53.48 KPa, sedangkan pada lokasi L2-H berkisar antara 41.19 -50.79 KPa. Nilai
kekuatan geser tanah yang paling rendah dibandingkan lokasi lain terdapat pada
lokasi L1-T yang berkisar antara 29.02-39.66 KPa, sedangkan pada lokasi L2-T
nilai kekuatan geser tanah berkisar antara 34.94-53.55 KPa.

80.00
Kuat Geser (KPa)

60.00

40.00

20.00

0.00
L1-T L2-T L1-H L2-H L1-B L2-B
Lokasi
Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm

Gambar 5 Kuat geser tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng

Ketahanan Penetrasi dan Kekuatan Geser Tanah Berdasarkan Jarak dari


Tanaman Bambu pada Lokasi LI-B dan L2-B

Kehadiran tanaman bambu diduga mampu memberikan pengaruh terhadap


nilai kekuatan geser dan ketahanan penetrasi. Hal ini berkaitan dengan perakaran
tanaman yang dapat menambah kestabilan lereng dan perbedaan karakteristik tanah
disekitar tanaman. Hasil penelitian Ma’aruf (2012) yang mengamati kekuatan geser
tanah pada jarak 50 cm dari tanaman bambu menunjukkan adanya peningkatan
kekuatan geser secara linear akibat bertambahnya kerapatan perakaran.
Peningkatan kerapatan akar bambu sebesar 5% di sekitar tanaman menyebabkan
kekuatan geser meningkat hingga 55%. Nilai ketahanan penetrasi dan kekuatan
geser tanah berdasarkan pertambahan jarak dari tanaman bambu disajikan dalam
bentuk grafik pada Gambar 6. Kekuatan geser tanah pada lokasi L1-B dan L2-B
menunjukkan adanya trend penurunan nilai dengan bertambahnya jarak dari
tanaman bambu. Penurunan nilai kekuatan geser tanah diikuti dengan semakin
menurunnya nilai ketahanan penetrasi tanah secara tidak teratur.
9

1.20 120
KP = 0.0004JR + 0.6571 (a) KG = -0.0107JR + 59.0803
(b) (
1.00 100
b)
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2) 0.80 80

Kuat Geser (KPa)


0.60 60
KP = 0.0016JR + 0.6911
0.40 40 KG = -0.3180JR + 110.8953
KP = 0.0009JR + 0.8090 KG = -0.1176JR + 86.1237
0.20 20
KP = 0.0008JR + 0.5973
KG = -0.0333JR + 64.2193
0.00 0
0 50 100 150 200 0 50 100 150 200
Jarak dari tanaman (cm) Jarak dari tanaman (cm)
L2-B (kedalaman 0-20 cm) L2-B (kedalaman 20-40 cm) L2-B (kedalaman 0-20 cm) L2-B (kedalaman 20-40 cm)
L1-B (Kedalaman 0-20 cm) L1-B (kedalaman 20-40 cm) L1-B (Kedalaman 0-20 cm) L1-B (kedalaman 20-40 cm)

Keterangan: JR= Jarak dari tanaman; KG= Kekuatan geser tanah; KP=Ketahanan penetrasi
Gambar 6 Ketahanan penetrasi (a) dan kekuatan geser tanah (b) berdasarkan jarak
dari tanaman pada lokasi L1-B dan L2-B

Analisis Sifat Fisik dan Bahan Organik yang Berpengaruh Terhadap


Ketahanan Penetrasi dan Kekuatan Geser
Sifat-sifat fisik tanah (tekstur, bobot isi dan porositas total, distribusi diameter
agregat, indeks plastisitas, retensi air tanah), dan kandungan bahan organik
memiliki karakteristik berbeda pada lokasi tertentu. Sifat-sifat fisik tanah yang baik
dan kandungan bahan organik tanah yang lebih tinggi menyebabkan tanah lebih
mudah ditembus oleh akar tanaman. Kemudahan tanah ditembus oleh akar tanaman
ditunjukkan oleh nilai ketahanan penetrasi tanah. Nilai ketahanan penetrasi yang
lebih tinggi menunjukkan kondisi tanah yang lebih padat sehingga lebih sulit
ditembus akar tanaman. Selain menentukan ketahanan penetrasi, sifat fisik tanah
juga menentukan nilai kekuatan geser tanah. Hal ini dikarenakan kekuatan geser
dipengaruhi oleh komponen kohesi yang nilainya tetap pada tanah tertentu (Wesley
2012).

Tekstur

Tekstur merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sulit berubah. Tekstur
diartikan sebagai susunan partikel-partikel penyusun tanah yang berukuran besar,
kecil atau beberapa ukuran tertentu atau kisaran ukuran tertentu. Metode
pengukuran tekstur dilakukan dengan mengkarakterisasi ukuran partikel tekstur
menjadi tiga yaitu pasir, debu, dan liat (Hillel 1980). Dalam kaitannya dengan
kekuatan tanah, tekstur berkaitan dengan kepadatan tanah, dan kemampuan
menyerap air serta bahan organik. Menurut Lal dan Shukla (2005), tekstur
mempengaruhi kepadatan melalui agregasi dan porositas, sedangkan kemampuan
menyerap air dan bahan organik berkaitan dengan kandungan klei yang dapat
mengubah luas permukaan spesifik. Menurut Shukla (2013), tekstur tanah pada
umumnya akan berbeda dengan meningkatnya kedalaman tanah dan bervariasi
secara spasial. Tekstur tanah pada lokasi penelitian tergolong dalam kelas yang
sama yaitu klei. Hasil analisis tekstur disajikan pada Tabel 2.
10

Tabel 2 Tekstur pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng


Pasir Pasir
Kedalaman Debu Liat
Lokasi Kasar Halus Kelas Tekstur
Tanah (cm)
%
0-20 9.47 2.43 26.13 61.97 Klei
L1-T
20-40 8.89 3.35 23.49 64.28 Klei
0-20 7.85 2.40 22.87 66,88 Klei
L2-T
20-40 12.16 1.52 21.40 64.91 Klei
0-20 7.18 2.08 19.14 71.60 Klei
L1-H
20-40 6.19 2.09 18.41 73.31 Klei
0-20 7.09 2.53 20.51 69.87 Klei
L2-H
20-40 7.61 2.70 19.33 70.35 Klei
0-20 4.40 1.79 17.50 76.30 Klei
L1-B
20-40 4.50 1.85 16.56 77.09 Klei
0-20 4.28 1.66 16.17 77.89 Klei
L2-B
20-40 4.18 1.70 15.85 78.27 Klei

Bahan Organik

Bahan organik mempengaruhi kekuatan tanah secara tidak langsung dengan


cara memperbaiki sifat-sifat fisik tanah lainnya. Menurut Lal dan Shukla (2005)
kandungan bahan organik yang lebih tinggi pada tanah dapat menyebabkan
porositas meningkat sehingga bobot isi tanah menjadi lebih rendah, memperbaiki
struktur tanah sehingga kemantapan agregat menjadi lebih tinggi, dan
meningkatkan kemampuan tanah dalam meretensi air. Kandungan bahan organik
tanah pada lokasi penelitian disajikan pada Gambar 7.

8.00
Bahan Organik (%)

6.00

4.00

2.00

0.00
L1-T L2-T L1-B L2-B L1-H L2-H
Lokasi
Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm
Gambar 7 Bahan organik tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan
lereng

Kandungan bahan organik tanah lebih tinggi pada kedalaman 0-20 cm,
dibandingkan kedalaman tanah 20-40 cm. Hal ini dikarenakan tanah pada lokasi
penelitian mendapatkan sumbangan bahan organik secara terus-menerus dari
vegetasi yang ada diatasnya. Hal ini menyebabkan permukaan tanah yang lebih
dekat dengan sumber bahan organik memiliki kandungan bahan organik yang lebih
11

tinggi dibandingkan lapisan tanah dibawahnya. Lokasi L1-T dan L2-T memiliki
kandungan bahan organik yang lebih rendah dibandingkan lokasi lainnya, baik pada
kedalaman tanah 0-20 cm maupun pada kedalaman tanah 20-40 cm. Menurut
Handayanto et al. (2017) perbedaan kandungan bahan organik dipengaruhi oleh tipe
vegetasi yang ada didaerah tersebut, populasi mikroba tanah, keadaan drainase
tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan tanah. Kandungan bahan organik yang
lebih rendah pada lokasi L1-T dan L2-T berkaitan dengan umur dan kerapatan
vegetasi sebagai sumber penyumbang bahan organik yang terdapat pada lokasi
tersebut. Vegetasi pada lokasi L1-T dan L2-T merupakan avokad yang di tanam
dengan jarak tanam 5 x 5 meter dan berumur 6-30 bulan. Kondisi vegetasi yang
lebih jarang dibandingkan hutan (L1-H dan L2-H), serta umur vegetasi yang lebih
muda dibandingkan bambu yang berumur ± 10 tahun (L1-B dan L2-B)
menyebabkan kurangnya sumbangan bahan organik pada lokasi L1-T dan L2-T.

Bobot Isi dan Porositas Total

Bobot isi tanah menyatakan perbandingan antara bobot tanah per satuan
volume tanah (dengan pori) dalam keadaan kering oven (Hillel 1980). Porositas
total merupakan total pori dalam suatu volume tanah yang dinyatakan dalam persen
(%) volume (Utomo et al. 2016). Dalam kaitannya dengan kekuatan tanah, bobot
isi dan porositas total berpengaruh terhadap kepadatan tanah. Hubungan bobot isi
dan porositas berbanding terbalik dalam mempengaruhi kepadatannya. Semakin
tinggi nilai bobot isi, porositas akan semakin rendah dan kepadatan tanah akan
semakin meningkat. Semakin rendah bobot isi, maka porositas akan semakin tinggi
dan kepadatan tanah akan semakin rendah. Kepadatan tanah memiliki hubungan
yang berbanding lurus dalam mempengaruhi kekuatannya, bertambahnya
kepadatan tanah akan menyebabkan kekuatannya semakin meningkat. Kepadatan
berkaitan erat dengan gaya gesek antar partikel tanah yang mempengaruhi
kekuatannya. Menurut Lal dan Shukla (2005), gaya gesek antar partikel akan
meningkat dengan meningkatnya bobot isi. Nilai bobot isi dan porositas total
disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Bobot isi dan porositas total pada berbagai penggunaan lahan dan
kemiringan lereng
Lokasi Kedalaman Tanah (cm) Bobot Isi (g/cm3) Porositas Total (%)
0-20 0.94 64.51
L1-T
20-40 1.01 62.45
0-20 1.03 60.08
L2-T
20-40 0.98 62.94
0-20 0.83 68.69
L1-B
20-40 0.85 68.57
0-20 0.84 68.84
L2-B
20-40 0.90 66.70
0-20 0.86 67.86
L1-H
20-40 0.87 67.39
0-20 0.92 65.15
L2-H
20-40 0.94 64.56
12

Rata-rata nilai bobot isi pada lokasi penelitian berkisar antara 0.83-1.03 g/cm3.
Nilai bobot isi tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng dalam
bentuk diagram batang disajikan pada Gambar 8. Rata-rata nilai bobot isi yang lebih
tinggi terdapat pada lokasi L1-T dan L2-T, baik pada kedalaman tanah 0-20 cm,
maupun pada kedalaman tanah 20-40 cm. Bobot isi tanah yang lebih tinggi, diduga
karena lokasi L1-T dan L2-T memiliki kandungan bahan organik tanah yang lebih
rendah dibandingkan lokasi lainnya (Gambar 7). Bahan organik tanah berperan
penting dalam pembentukan struktur tanah. Berkurangnya kandungan bahan
organik menyebabkan rendahnya agregasi tanah, sehingga tanah menjadi lebih
padat dan mengalami peningkatan bobot isi. Hasil penelitian Ramli et al. (2016)
menunjukkan pemberian pupuk kandang sebagai sumber bahan organik
menyebabkan penurunan kandungan bobot isi tanah.
Porositas total tanah berbanding terbalik dengan nilai bobot isi. Hasil
penelitian menunjukkan porositas pada lokasi L1-T dan L2-T baik pada kedalaman
0-20 cm, maupun pada kedalaman 20-40 cm menunjukkan nilai yang lebih rendah
dibandingkan lokasi lainnya (Gambar 9). Hal ini dikarenakan kandungan bobot isi
tanah lebih tinggi (Gambar 8), sehingga porositas menjadi lebih rendah. Porositas
tanah yang lebih rendah menunjukkan tanah memiliki kepadatan yang lebih tinggi.
Dengan demikian, tanah pada lokasi L1-T dan L2-T cenderung lebih padat
dibandingkan lokasi L1-H, L2-H, L1-B, dan L2-B.

1.20
1.00
Bobot Isi (g/cm3)

0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
L1-T L2-T L1-B L2-B L1-H L2-H
Lokasi
Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm
Gambar 8 Bobot isi tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng

70.00
Porositas Total (%)

65.00

60.00

55.00
L1-T L2-T L1-B L2-B L1-H L2-H
Lokasi
Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm
Gambar 9 Porositas total tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan
lereng
13

Distribusi Diameter Agregat

Kemantapan agregat didefinisikan sebagai ketahanan agregat tanah terhadap


gangguan yang dapat merusak ikatan di dalam agregat tersebut (Angers et al. 2008).
Gangguan yang dapat merusak agregat tanah dapat berupa kikisan angin, pukulan
hujan, daya urai air pengairan dan beban pengolahan tanah (Rachman dan A 2006).
Salah satu parameter yang dapat menentukan tingkat kemantapan agregat adalah
distribusi diameter agregat tanah. Distribusi diameter agregat menunjukkan
perbandingan berat diameter rata-rata agregat dalam suatu bongkah tanah setelah
dilakukan pengayakan basah. Semakin tinggi jumlah diameter agregat dengan
ukuran paling besar, menunjukkan semakin tingginya kemantapan agregat tanah.
Distribusi diameter agregat tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan
lereng disajikan dalam bentuk kurva pada Gambar 10.
45.00 (a)
40.00
Jumlah Agregat (%)

35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
≥ 2,00 > 2,00 - 1,00 > 1,00 - 0,50 > 0,50 - 0,28 > 0,28 - 0,11
Diameter Agregat (mm)
L1-T L2-T L1-B L2-B L1-H L2-H

40.00 (b)
35.00
Jumlah Agregat (%)

30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
≥ 2,00 > 2,00 - 1,00 > 1,00 - 0,50 > 0,50 - 0,28 > 0,28 - 0,11
Diameter Agregat (mm)
L1-T L2-T L1-B L2-B L1-H L2-H

Gambar 10 Distribusi diameter agregat di lokasi penelitian pada kedalaman tanah


0-20 cm (a) dan kedalaman tanah 20-40 cm (b)

Kemanatapan agregat tanah yang lebih rendah terdapat pada lokasi L2-T
(kedalaman 0-20 cm) dan L1-T (kedalaman 20-40 cm). Hal ini ditunjukkan oleh
jumlah diameter agregat tanah dengan ukuran paling besar (≥ 2 mm) yang lebih
rendah dibandingkan lokasi lain. Kemantapan agregat yang lebih rendah pada dua
lokasi tersebut dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah yang lebih rendah
14

(Gambar 7). Menurut Utomo et al. (2016), bahan organik tanah berfungsi sebagai
pengikat agregat mikro menjadi agregat makro dalam pembentukan agregat yang
lebih mantap. Selain dipengaruhi bahan organik, kemantapan agregat dipengaruhi
pula oleh faktor biotik. Menurut Bronick dan Lal (2005) akar sebagai faktor biotik
dapat meningkatkan agregasi tanah dengan cara mengeluarkan berbagai senyawa
yang memiliki efek penyemen pada partikel-partikel tanah. Kemantapan agregat
yang lebih tinggi pada lokasi L1-H, L2-H, L1-B, dan L2-B dikarenakan kandungan
bahan organik yang lebih tinggi (Gambar 7), serta jumlah perakaran yang lebih
banyak yang berasal dari hutan (lokasi L1-H dan L2-H) dan tanaman bambu
(Lokasi L1-B dan L2-B).

Indeks Plastisitas

Perilaku tanah akibat adanya aktivitas mineral klei dicerminkan secara


kualitatif oleh indeks plastisitas (Duncan et al. 2014). Tanah klei yang memiliki
plastisitas tinggi dapat berubah bentuk pada kadar air yang rendah sampai tinggi
tanpa mengalami retak atau menunjukkan perubahan volume atau perilaku
kecenderungan mencair (Wesley 2012). Tanah klei yang sangat plastis memiliki
kekuatan geser yang lebih tinggi pada batas plastis dan lebih sulit untuk digulung
(Murthy 2002). Hasil pengujian indeks plastisitas di laboratorium disajikan pada
Gambar 11.

16.00
15.00
Indeks Plastisitas

14.00
13.00
12.00
11.00
10.00
L1-T L2-T L1-B L2-B L1-H L2-H
Lokasi
Kedalaman 0-20 cm Kedalaman 20-40 cm

Gambar 11 Indeks plastisitas pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan


lereng
Indeks plastisitas pada lokasi penelitian berkisar antara 14.28-15.85.
Berdasarkan keriteria Sutono et.al (2006), indeks plastisitas pada lokasi penelitian
tergolong kedalam kelas yang sama yaitu sedang. Meskipun memiliki kategori
indeks plastisitas yang sama, tanah pada lokasi L1-T dan L2-T cenderung lebih
plastis dibandingkan lokasi lainnya. Kandungan bahan organik yang lebih rendah
(Gambar 7) dan bobot isi yang lebih tinggi (Gambar 8) pada lokasi L1-T dan L2-T
menyebabkan besarnya nilai indeks plastisitas. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian Ruci (2018), yang melaporkan adanya korelasi kuat antara bobot isi dan
kandungan bahan organik terhadap indeks plastisitas. Bobot isi tanah berkorelasi
positif dengan indeks plastisitas, sedangkan kandungan bahan organik berkorelasi
negatif dengan indeks plastisitas.
15

Lokasi L1-B dan L2-B cenderung memiliki indeks plastisitas yang lebih
tinggi dibandingkan lokasi L1-H dan L2-H, dan lebih rendah dibandingkan lokasi
L1-T dan L2-T. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan klei yang lebih tinggi pada
kedua lokasi ini dibandingkan lokasi lainnya, meskipun bobot isi dan porositasnya
lebih rendah. Menurut Lal dan Shukla (2005), plastisitas tanah tergantung pada
kandungan liat. Indeks plastisitas meningkat dengan peningkatan kandungan liat.
Silalahi et al. (2016) juga melaporkan korelasi antara kandungan klei dengan
meningkatnya indeks plastisitas sebesar 47.6%.

Retensi Air Tanah

Retensi air tanah menunjukkan perilaku tanah dalam mengadsorpsi dan


menahan air di dalam pori-pori tanah. Retensi air tanah ditetapkan dengan
mengukur kadar air tanah pada beberapa hisapan matriks, dimana hasil pengukuran
tersebut ditampilkan dalam bentuk kurva yang biasa dikenal sebagai kurva
karakteristik air tanah. Karakteristik tanah dalam meretensi air dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya tekstur tanah, pori-pori, drainase, dan iklim (Utomo et
al. 2016). Karakteristik air tanah penting diketahui pada mekanika tanah tak jenuh.
Hal ini dikarenakan karakteristik air tanah menentukan cara permeabilitas,
kekuatan geser, dan perubahan volume tanah akan berperilaku pada hisapan matriks
berbeda saat pengeringan dan pembasahan (Mohammed et al. 2006). Kurva
karakteristik air tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng
disajikan pada Gambar 12.
Karakteristik air tanah pada lokasi penelitian menunjukkan kondisi yang tidak
jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tanah pada lokasi penelitian tergolong ke dalam
kelas tekstur yang sama, yaitu klei. Namun, kurva retensi air tanah yang cenderung
lebih curam terdapat pada lokasi L2-T (kedalaman 0-20 cm) dan lokasi L1-T
(kedalaman 20-40 cm). Hal ini terlihat jelas pada rentang kadar air antara pF 0 dan
pF 2 yang menunjukkan lebih rendahnya jumlah pori drainase cepat dan pori
drainase sangat cepat pada lokasi tersebut, sehingga tanah memiliki kapasitas
memegang air yang lebih sedikit.

5.00 5.00
(a) (b)
4.00 4.00

3.00 3.00
pF
pF

2.00 2.00

1.00 1.00

0.00 0.00
20.00 40.00 60.00 80.00 20.00 40.00 60.00 80.00
Kadar Air (%) Kadar Air (%)
L1-T L2-T L1-B L1-T L2-T L1-B
L2-B L1-H L2-H L2-B L1-H L2-H
Gambar 12 Kurva retensi air tanah di lokasi penelitian pada kedalaman tanah 0-20
cm (a) dan kedalaman tanah 20-40 cm (b)
16

Hubungan antara Ketahanan Penetrasi dan Kekuatan Geser Tanah dengan


Sifat Fisik dan Kandungan Bahan Organik Tanah

Kekuatan tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik dan kandungan bahan


organik tanah. Peranan sifat fisik dan kandungan bahan organik dalam
mempengaruhi kekuatan tanah saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Secara umum, nilai ketahanan penetrasi pada lokasi penelitian berhubungan dengan
bobot isi, porositas total, kandungan bahan organik tanah, diameter agregat
berukuran ≥ 2 mm, dan indeks plastisitas tanah yang ditunjukkan pada Gambar 13.
Diameter agregat berukuran ≥ 2 mm merupakan sifat fisik yang paling
berpengaruh terhadap ketahanan penetrasi tanah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R2
yang lebih tinggi dibandingkan sifat-sifat fisik lainnya. Hubungan diameter agregat
berukuran ≥ 2 mm dalam mempengaruhi ketahanan penentrasi bernilai negatif.
Hubungan negatif tersebut menunjukkan semakin tinggi persentase diameter
agregat berukuran ≥ 2 mm, maka ketahanan penentrasi akan semakin rendah.
Agregat tanah menentukan jumlah dan ukuran pori tanah yang terbentuk (Islamia
2017). Semakin tinggi kemantapan agregat akan menyebabkan tanah lebih porous
dan bobot isi tanah menjadi lebih rendah sehingga tanah lebih mudah ditembus oleh
perakaran tanaman (Hasanah et al. 2010). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang menunjukkan kemantapan agregat lebih tinggi pada lokasi L1-H, L2-H, L1-
B, dan L2-B dibandingkan lokasi L1-T dan L2-T (Gambar 10) sehingga ketahanan
penentrasi pada keempat lokasi tersebut menjadi lebih rendah (Gambar 4).
Bobot isi, porositas total, bahan organik, dan indeks plastisitas memiliki
korelasi kuat terhadap ketahanan penetrasi tanah. Namun, indeks plastisitas tidak
berhubungan langsung dengan ketahanan penetrasi tanah, nilai indeks plastisitas
merupakan sifat tanah yang dipengaruhi oleh sifat fisik lainnya. Indeks plastisitas
yang lebih tinggi pada lokasi L1-T dan L2-T (Gambar 11) disebabkan oleh
kandungan bahan organik yang lebih rendah (Gambar 7) dan bobot isi tanah yang
lebih tinggi (Gambar 8). Bobot isi memiliki korelasi positif terhadap ketahanan
penetrasi, sedangkan bahan organik, dan porositas total memiliki korelasi negatif
terhadap ketahanan penetrasi tanah. Semakin tinggi bobot isi, dan semakin rendah
bahan organik serta porositas total, maka tanah akan menjadi semakin padat
sehingga lebih sulit ditembus oleh penetrometer. Tanah yang lebih sulit ditembus
oleh penetrometer ditunjukkan oleh nilai ketahanan penetrasi yang lebih tinggi. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan nilai ketahanan penetrasi lebih
tinggi pada lokasi L1-T dan L2-T (Gambar 4) dikarenakan kandungan bahan
organik yang lebih rendah (Gambar 7), bobot isi tanah yang lebih tinggi (Gambar
8), dan porositas total yang lebih rendah dibandingkan lokasi lainnya (Gambar 9).
Berbeda halnya dengan ketahanan penetrasi, pengaruh sifat fisik tanah tidak terlihat
jelas pada nilai kekuatan geser tanah. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 14 yang
merupakan hubungan antara sifat fisik dan kandungan bahan organik terhadap
kekuatan geser tanah.
17

1.4 1.4

Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)

Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)


(a) (b)
1.2 1.2
1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6

0.4 0.4
KP = -0.04PT + 3.50
KP = 1.73BI - 0.65 0.2 R² = 0.54
0.2 R² = 0.61
0.0
0.0
55.0 60.0 65.0 70.0
0.7 0.9 1.1
Porositas Total (%)
Bobot Isi (g/cm3)

1.4 1.4
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)

Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)


(c) (d)
1.2 1.2
1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
KP = -0.17BO + 1.44 KP = -0.04DA + 2.31
0.4 R² = 0.78 0.4 R² = 0.81
0.2 0.2
0.0 0.0
1.0 3.0 5.0 25.0 35.0 45.0
Bahan Organik (%) Jumlah Diameter Agergat Berukuran
2 mm (%)

1.2
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)

(e)
1.0
0.8
0.6
0.4 KP = 0.19IP - 1.97
0.2 R² = 0.51

0.0
14.0 15.0 16.0
Indeks Plastisitas

Keterangan: BI=Bobot isi; BO=Bahan Organik; DA= jumlah diameter agregat berukuran
≥2 mm; IP= Indeks plastisitas; KP= Ketahanan penetrasi; PT= Porositas total
Gambar 13 Hubungan antara bobot isi (a) porositas total (b) bahan organik (c)
diameter agregat berukuran ≥ 2 mm (d) dan indeks plastisitas (e)
terhadap ketahanan penetrasi tanah
.
18

Kekuatan Geser Tanah (KPa) 90.0 (a) 90.0 (b)

Kekuatan Geser Tanah (KPa)


80.0 80.0
70.0 70.0
60.0 60.0
50.0 50.0
40.0 40.0
30.0
30.0
20.0 y = 0.51x + 49.90
KG = 3.44PT - 174.67 20.0
10.0 R² = 0.001
R² = 0.41 10.0
0.0
0.0
55.0 60.0 65.0 70.0
1.0 3.0 5.0
Porositas Total (%) Bahan organik (%)

90.0
Kekuatan geser tanah (KPa)

90.0

Kekuatan Geser Tanah (KPa)


80.0 (c) (d)
80.0
70.0
70.0
60.0
60.0
50.0
40.0 50.0
30.0 40.0
20.0 KG = 0.97DA + 15.53 30.0
10.0 R² = 0.05 20.0 KG = -5.11IP + 128.12
0.0 10.0 R² = 0.03
25.0 35.0 45.0 0.0
Jumlah Diameter Agergat Berukuran 14.0 15.0 16.0
2 mm (%) Indeks Plastisitas

90.0 (e)
Kekuatan Geser Tanah (KPa)

80.0
70.0
60.0
50.0
40.0
30.0
20.0 KG = -136.19BI + 176.05
10.0 R² = 0.38
0.0
0.7 0.9 1.1
Bobot Isi (g/cm3)

Keterangan: BI=Bobot isi; BO= Bahan organik; DA= jumlah diameter agregat berukuran ≥
2 mm; ; IP= Indeks plastisitas; KG= Kekuatan geser tanah; PT= Porositas total
Gambar 14 Hubungan antara bobot isi (a) porositas total (b) bahan organik (c)
diameter agregat berukuran ≥ 2 mm (d) dan indeks plastisitas (e)
terhadap kekuatan geser tanah
Hasil penelitian menunjukkan rendahnya korelasi bahan organik, diameter
agregat berukuran ≥ 2 mm, dan indeks plastisitas terhadap kekuatan geser tanah.
Bobot isi dan porositas total memiliki korelasi yang lebih tinggi dibandingkan
parameter lain dalam mempengaruhi kekuatan geser tanah. Bobot isi memiliki
hubungan negatif dalam mempengaruhi kekuatan geser tanah, sedangkan porositas
total memiliki hubungan positif dalam mempengaruhi kekuatan geser tanah. Hal ini
19

menunjukkan semakin tinggi bobot isi, dan semakin rendah porositas maka
kekuatan geser akan semakin rendah. Hal tersebut tidak sesuai dengan Indah (2019)
yang menyatakan semakin tinggi bobot isi, dan semakin rendah porositas maka kuat
geser akan semakin meningkat. Korelasi yang lebih rendah antara bahan organik,
diameter agregat berukuran ≥ 2 mm, dan indeks plastisitas dengan kekuatan geser
tanah, serta tidak sesuainya hubungan antara bobot isi dan porositas dengan
kekuatan geser diduga karena adanya faktor lain yang mempengaruhi kekuatan
geser tanah.
Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, kekuatan geser juga dipengaruhi
oleh kehadiran perakaran tanaman. Menurut Hardiyatmo (2006) kehadiran
perakaran tanaman akan menambah kekuatan geser tanah melalui tiga mekanisme
yaitu perpanjangan akar, putusnya akar, atau tercabutnya akar. Ketiga mekanisme
tersebut berkaitan dengan ketahanan tarik akar yang komponennya tangensial
terhadap zona geser (matrik tanah). Ketahanan tarik akar berbeda tergantung pada
spesies tanaman, diameter akar dan orientasinya. Terjadinya geseran pada tanah
menyebabkan akar mengalami deformasi untuk mencegahnya putus atau tercabut.
Deformasi tersebut menyebabkan akar memanjang sehingga tahanan tarik
termobilisasi di dalam tanah dan geseran dapat ditahan secara langsung.
Perbedaan nilai kekuatan geser tanah pada lokasi penelitian berkaitan dengan
jenis dan sebaran perakaran yang berbeda pada masing-masing lokasi. Kekuatan
geser pada lokasi L1-B dan L2-B menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan
lokasi lainnya (Gambar 5). Hal ini dikarenakan lokasi L1-B dan L2-B didominasi
oleh tanaman bambu yang memiliki sistem perakaran serabut dengan diameter akar
yang lebih halus dan lebih rapat, dibandingkan lokasi L1-H dan L2-H. Lokasi L1-
H dan L2-H yang merupakan hutan didominasi oleh pohon kayu-kayuan dengan
sistem perakaran tunggang yang cenderung berdiameter lebih besar. Menurut
Hardiyatmo (2006) akar yang lebih halus memiliki luas permukaan spesifiek yang
lebih tinggi dibandingkan akar yang berdiameter besar pada rasio area yang
ekivalen. Oleh karena itu, perakaran halus lebih efektif meningkatkan kekuatan
geser tanah. Selain berdiameter lebih halus, akar serabut pada tanaman bambu juga
saling terjalin satu sama lain membentuk semacam jaring-jaring yang mengikat
kuat matrik tanah. Hal tersebut menyebabkan tanah menjadi lebih sulit untuk
diruntuhkan oleh baling-baling ukur.
Nilai kekuatan geser yang lebih rendah pada lokasi L1-T dan L2-T (Gambar
5) disebabkan karena lebih rendahnya pengaruh perakaran pada kedua lokasi
tersebut. Kontribusi perakaran dalam meningkatkan kekutan geser pada lokasi L1-
T dan L2-T berasal dari tanaman avokad yang ditanam secara homogen dengan
jarak tanam 5 x 5 m. Tanaman avokad memiliki sistem perakaran tunggang yang
belum berkembang maksimal karena usia tanaman yang masih muda (6-30 bulan),
sehingga jumlah perakarannya lebih sedikit dan lebih jarang dibandingkan lokasi
lainnya. Hal tersebut menyebabkan perakaran yang terdapat pada lokasi L1-T dan
L2-T kurang efektif meningkatkan kekuatan geser tanah.
Pengaruh adanya perakaran tanaman terhadap parameter kekuatan geser tidak
sama dengan ketahanan penetrasi. Hal ini dikarenakan perbedaan parameter
kekuatan tanah yang diukur antara ketahanan penetrasi dan kekuatan geser tanah.
Ketahanan penetrasi mengukur kemampuan tanah ditembus oleh akar tanaman.
Sifat-sifat fisik tanah yang menentukan kepadatan tanah (struktur, kandungan
bahan organik, bobot isi, dan porositas) menentukan nilai ketahanan penetrasi.
20

Kehadiran tanaman mempengaruhi ketahanan penetrasi secara tidak langsung.


Adanya tanaman akan memperbaiki sifat-sifat fisik tanah dan menambah
kandungan bahan organik, sehingga tanah lebih mudah ditembus oleh penetrometer.
Kekuatan geser tanah mengukur gaya yang bekerja untuk menahan keruntuhan
sepanjang bidang gesernya, sehingga gaya perlawanan yang disebabkan oleh
kehadiran perakaran tanaman akan meningkatkan kekuatan geser tanah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kekuatan tanah berbeda-beda pada berbagai penggunaan lahan dan


kemiringan lereng. Lokasi kebun bambu dengan kemiringan lereng 15-30% dan
kemiringan lereng 30-45% menunjukkan nilai kekuatan geser yang lebih tinggi
dibandingkan lokasi lainnya. Kekuatan geser tanah pada lokasi kebun bambu lebih
tinggi karena sistem perakarannya serabut yang terjalin satu sama lain dalam
mengikat matrik tanah, sehingga tanah menjadi lebih kuat dalam menahan
keruntuhan. Ketahanan penetrasi dipengaruhi oleh kandungan bahan organik,
jumlah diameter agregat yang paling besar (berukuran ≥ 2 mm), bobot isi tanah,
dan porositas total tanah. Semakin tinggi persentase diameter agregat berukuran ≥
2 mm, kandungan bahan organik, dan porositas total, serta semakin rendah bobot
isi tanah akan menyebabkan ketahanan penetrasi semakin rendah. Kekuatan geser
dan ketahanan penetrasi tanah pada lokasi dengan penggunaan lahan kebun bambu,
baik pada kemiringan lereng 15-30% maupun pada kemiringan lereng 30-45%
menunjukkan adanya trend penurunan nilai pada jarak yang semakin menjauhi
tanaman bambu.

Saran

Penelitian ini menganalisis kekuatan tanah yang terbatas pada parameter


ketahanan penetrasi dan kekuatan geser tanah. Untuk memperoleh nilai kekuatan
tanah yang berkaitan dengan kemampuan menopang lalu lintas atau pendukung
bangunan, diperlukan pengukuran kekuatan tekan dan kompresibilitas. Selain itu,
Penelitian ini belum sampai pada tahap evaluasi keefektifan kekuatan tanah
mengurangi longsor. Namun, kekuatan tanah pada berbagai penggunaan lahan dan
kemiringan lereng dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih metode yang tepat
untuk penanganan longsor di PT. Perkebunan Buah Subang. Kekuatan tanah
cenderung lebih baik pada lokasi yang didominasi oleh penggunaan lahan kebun
bambu yang memiliki sistem perakaran serabut dengan kerapatan tinggi dan saling
terjalin satu sama lain. Peningkatkan kekuatan tanah di PT. Perkebunan Buah
Subang dapat dilakukan dengan menanam tanaman penutup tanah yang memiliki
sistem perakaran yang kuat dan memiliki kerapatan tinggi serta tidak mendominasi
tanaman utama, salah satunya adalah akar wangi (Vetiver Zizanioides)
21

DAFTAR PUSTAKA

Angers DA, Bullock MS, Mehuys GR. 2008. Aggregate stability to water. Didalam:
Carter Mr, Gregorich EG, editor. Soil Sampling and Methods of Analysis
Second Edition. Florida (US): CRC Press.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Press.
Bronick CJ, Lal R. 2005. Soil structure and management: A review. Geoderma 124:
3-22.
Duncan JM, Wright SG, Brandon TL. 2014. Soil Strength and Slope Stability:
Second Edition. New Jersey (US): John Willey and Son, Inc.
Handayanto E, Muddarisna N, Fiqri A. 2017. Pengelolaan Kesuburan Tanah.
Malang (ID): UB Press.
Hardiyatmo HC. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
Hasanah U, Ardiyansyah, Rosidi A. 2010. Pertumbuhan awal dan evapotranspirasi
aktual tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pada berbagai
ukuran agregat Inceptisols. J. Agroland. 17 (1): 11-17.
Hillel D. 1980. Fundamentals of Soil Physics. New York (NY): Academic Press
Inc.
Idjudin A. 2011. Peranan konservasi lahan dalam pengelolaan perkebunan. Jurnal
Sumberdaya Lahan. 5(2): 103-116.
Indah N. 2019. Karakterisasi sifat fisik tanah dalam kaitannya dengan pertambahan
dimensi tanaman. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Islamia NI. 2017. Hubungan distribusi agregat dengan distribusi pori pada berbagai
penggunaan lahan di Das Mikro Cikardipa, Desa Sukagalih, Kecamatan
Megamendung. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Kementan] Kementrian Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47
Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan
Pegunungan. Jakarta: Kementan.
Kurnia U, Djunaedi MS, Marwanto S.2006. Penetapan penetrasi tanah. Di dalam:
Kurnia U, Fahmudin A, Adimihardja A, Dariah A, editor. Sifat Fisik
Tanah dan Metode Analisisnya; Bogor (ID): BBSDLP.
Lal R, Shukla MK. 2005. Priciples of Soil Physics. New York (NY): Marcel Dekker
Inc.
Ma’ruf MF. 2012. Shear strength of Apus Bamboo root reinforced soil. Ecological
Engineering. 41: 84-86.
Mohamed TA, Ali FH, Hashim S, Huat BBK. 2006. Relationship between shear
strength and soil water characteristic curve of an unsaturated granitic
residual soil. American Journal of Environmental Sciences. 2(4): 142-
145.
Murthy VNS. 2002. Geotechnical Engineering: Princeiples and Practices of Soil
Mechanics and Foundation Engineering. Florida (US): CRC Press.
Rachman A dan Sutono S. 2006. Penetapan kekuatan geser tanah. Di dalam: Kurnia
U, Fahmudin A, Adimihardja A, Dariah A, editor. Sifat Fisik Tanah dan
Metode Analisisnya; Bogor (ID): BBSDLP.
22

Ramli, Paloloang AK, Rajamuddin. 2016. Perubahan sifat fisik tanah akibat
pemberian pupuk kandang dan mulsa pada pertanaman terung ungu
(Solanum melongena L) Entisol Tondo Palu. e-J. Agrotekbis. 4(2): 160 –
167.
Ruci ASD. 2018. Karakteristik konsistensi tanah pada berbagai penggunaan lahan
di Desa Bojong Koneng Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Shukla Manoj K. 2013. Soil Physics: An Introduction. Florida (US): CRC Press.
Silalahi SM, Lubis KS, Hanum H. Kajian Hubungan Kadar Liat, Bahan Organik
dan Kandungan Air terhadap Indeks Plastisitas Tanah di Kecamatan
Jorlang Hataran Kabupaten Simalungun. Jurnal Agroekoteknologi. 4(4):
2316-2323.
Sittadewi EH, Tejakusuma IG. 2019. Peranan arsitektur akar tanaman dalam
mitigasi bencana gerakan tanah dan erosi. Jurnal Sains dan Teknologi
Mitigasi Bencana. 14(1): 54-61.
Sutono S, Maswar, Yusrial. 2006. Penetapan plastisitas tanah. Di dalam: Kurnia U,
Fahmudin A, Adimihardja A, Dariah A, editor. Sifat Fisik Tanah dan
Metode Analisisnya; Bogor (ID): BBSDLP.
Suwartini S. 2015. Kemampuan retensi air dan tahanan penetrasi tanah pada
berbagai tingkat strata tajuk tanaman. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Utomo M, Sudarsono, Rusman B, Sabrina T, Lumbanraja J, Wawan. 2016. Ilmu
Tanah: Dasar-dasar dan Pengelolaan. Jakarta (ID): Kencana.
Wesley LD. 2012. Mekanika Tanah: Untuk Tanah Endapan dan Residu.
Yogyakarta (ID): Andi Yogyakarta.
Zaika Y, Munawir A. 2019. Mekanika Tanah Dasar. Malang (ID): Universitas
Brawijaya Press.
23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tekstur pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng

Pasir Pasir
Kedalaman Debu Liat Kelas
Lokasi Ulangan Kasar Halus
(cm) Tekstur
%
1 7.76 2.17 18.22 71.85 Klei
0-20
2 6.61 2.00 20.05 71.34 Klei
L1-H
1 5.84 2.07 18.07 74.01 Klei
20-40
2 6.53 2.12 18.75 72.60 Klei
1 7.12 2.30 20.76 69.82 Klei
0-20
2 7.05 2.76 20.26 69.93 Klei
L2-H
1 8.25 3.04 17.78 70.94 Klei
20-40
2 6.97 2.37 20.88 69.77 Klei
1 4.07 1.75 18.12 76.06 Klei
0-20
2 4.73 1.84 16.89 76.54 Klei
L1-B
1 4.84 1.82 16.36 76.99 Klei
20-40
2 4.16 1.89 16.76 77.18 Klei
1 3.95 1.69 14.81 79.55 Klei
0-20
2 4.61 1.63 17.54 76.23 Klei
L2-B
1 4.24 1.76 16.12 77.88 Klei
20-40
2 4.11 1.63 15.59 78.66 Klei
1 9.11 2.32 31.13 57.44 Klei
0-20
2 9.82 2.54 21.14 66.51 Klei
L1-T
1 8.64 3.18 24.59 63.58 Klei
20-40
2 9.13 3.51 22.38 64.98 Klei
1 6.93 2.24 22.72 68.11 Klei
0-20
2 8.78 2.56 23.01 65.65 Klei
L2-T
1 11.57 1.59 21.42 65.42 Klei
20-40
2 12.75 1.46 21.38 64.41 Klei
24

Lampiran 2 Bahan organik tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan
lereng

Lokasi Kedalaman ulangan Bahan Organik (%)


1 3.98
0-20
2 4.19
L1-H
1 3.36
20-40
2 2.97
1 3.99
0-20
2 3.62
L2-H
1 2.55
20-40
2 2.57
1 3.72
0-20
2 4.19
L1-B
1 2.89
20-40
2 2.20
1 3.23
0-20
2 3.48
L2-B
1 2.42
20-40
2 2.53
1 2.83
0-20
2 2.93
L1-T
1 2.39
20-40
2 1.95
1 2.95
0-20
2 2.70
L2-T
1 1.33
20-40
2 1.55
25

Lampiran 3 Bobot isi, bobot jenis partikel, dan porositas total tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng

Ulangan
Kedalaman 1 2 3
Lokasi
(cm) BI BJP PT BI BJP PT BI BJP PT
(g/cm3) (g/cm3) (%) (g/cm3) (g/cm3) (%) (g/cm3) (g/cm3) (%)
0-20 0.82 2.63 68.94 0.83 2.68 68.95 0.92 2.67 65.71
L1-H
20-40 0.87 2.70 67.76 0.87 2.63 67.02 0.87 2.61 66.80
0-20 0.91 2.66 65.81 0.95 2.62 63.67 0.89 2.62 65.96
L2-H
20-40 0.89 2.68 66.66 1.00 2.66 62.33 0.94 2.65 64.69
0-20 0.82 2.67 69.35 0.81 2.65 69.42 0.87 2.67 67.31
L1-B
20-40 0.82 2.70 69.72 0.88 2.68 67.16 0.83 2.67 68.82
0-20 0.88 2.70 67.41 0.82 2.69 69.39 0.81 2.66 69.71
L2-B
20-40 0.94 2.70 65.03 0.81 2.70 70.20 0.94 2.68 64.87
0-20 0.88 2.67 67.08 1.04 2.65 60.79 0.91 2.66 65.67
L1-T
20-40 0.97 2.69 64.07 1.09 2.69 59.41 0.98 2.70 63.85
0-20 1.01 2.60 61.25 1.02 2.59 60.70 1.08 2.59 58.29
L2-T
20-40 0.89 2.66 66.45 0.96 2.65 63.62 1.07 2.60 58.76
26

Lampiran 4 Distribusi diameter agregat pada berbagai penggunaan lahan dan


kemiringan lereng

Jumlah Diameter Agregat (%)


Kedalaman > 2.00 - > 1.00 - > 0.50 - > 0.25
Lokasi
(cm)
Ulangan ≥ 2.00
1.00 0.50 0.25 - 0.11
(mm)
(mm) (mm) (mm) (mm)
1 45.75 28.76 22.53 1.90 1.06
0-20 2 42.01 31.64 21.52 4.14 0.71
L1-H 3 34.61 32.71 27.06 3.87 1.75
1 35.22 32.96 27.77 3.09 0.96
20-40 2 33.00 34.48 27.15 3.77 1.60
3 37.77 33.41 26.19 1.80 0.84
1 44.34 31.4 19.49 3.40 1.37
0-20 2 47.56 27.21 21.09 2.92 1.22
3 37.06 34.75 23.22 3.55 1.42
L2-H 1 30.12 35.49 24.9 6.45 3.04
20-40 2 38.63 32.00 23.29 4.76 1.32
3 36.54 29.63 24.35 6.54 2.94
1 36.46 25.21 31.28 5.49 1.57
0-20 2 35.48 34.86 21.79 5.39 2.49
L1-B 3 44.84 28.39 21.16 3.66 1.95
1 43.01 31.68 21.33 2.70 1.28
20-40 2 40.36 34.45 22.27 2.30 0.62
3 31.29 35.86 26.00 4.98 1.87
1 42.99 31.07 20.53 3.84 1.57
0-20 2 32.75 26.70 31.12 6.88 2.55
3 44.19 29.99 21.32 3.15 1.35
L2-B
1 34.06 34.25 21.11 7.66 2.92
20-40 2 33.54 33.45 22.53 6.99 3.49
3 35.39 32.50 23.46 5.85 2.80
1 39.04 29.50 24.98 5.44 1.05
0-20 2 43.56 28.87 24.68 1.75 1.14
3 34.45 34.38 27.44 2.55 1.18
L1-T
1 31.13 34.04 26.69 5.65 2.50
20-40 2 35.15 32.85 26.11 4.36 1.52
3 24.65 36.51 30.74 5.89 2.21
1 34.04 31.55 29.22 3.77 1.42
0-20 2 35.13 32.50 29.08 2.07 1.22
3 29.92 37.14 26.99 4.35 1.60
L2-T 1 36.68 32.55 29.69 0.53 0.55
20-40 2 35.86 31.01 27.67 3.82 1.64
3 33.53 35.04 22.76 5.41 3.26
27

Lampiran 5 Retensi air tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng

pF (%v/v)
Lokasi Kedalaman Ulangan
0 2 2,54 4,2
1 67.86 39.89 34.23 27.69
0-20
2 67.86 43.53 40.63 28.02
L1-H
1 67.39 45.17 40.53 28.99
20-40
2 67.39 46.60 43.75 24.97
1 65.15 41.06 35.57 28.28
0-20
2 65.15 44.85 36.81 27.17
L2-H
1 64.56 36.34 34.13 26.48
20-40
2 64.56 41.09 34.27 29.69
1 68.69 42.55 36.33 29.44
0-20
2 68.69 43.01 32.64 26.74
L1-B
1 68.57 41.50 36.53 29.43
20-40
2 68.57 47.59 46.68 25.48
1 68.84 37.50 36.47 28.93
0-20
2 68.84 39.59 35.04 27.49
L2-B
1 66.70 43.68 36.43 28.85
20-40
2 66.70 38.27 36.31 30.04
1 64.51 41.63 38.16 26.30
0-20
2 64.51 38.52 34.65 27.16
L1-T
1 62.45 58.00 37.96 29.10
20-40
2 62.45 41.06 33.03 28.72
1 60.08 51.81 43.37 31.91
0-20
2 60.08 42.44 40.12 34.61
L2-T
1 62.94 45.46 29.73 31.12
20-40
2 62.94 46.33 39.36 33.87
28

Lampiran 6 Kadar air (KA) batas mengalir tanah pada berbagai penggunaan lahan dan
kemiringan lereng

Ulangan
Kedalaman 1 2 3
Lokasi
(cm) Jumlah KA Jumlah KA Jumlah KA
Ketukan (%) Ketukan (%) Ketukan (%)
28.00 56.15 22.00 63.38 33.00 56.97
0-20 29.00 57.26 25.00 57.78 26.00 61.19
14.00 68.67 18.00 65.51 21.00 67.00
L1-T
24.00 59.10 17.00 66.63 25.00 56.43
20-40 27.00 52.81 18.00 66.34 17.00 63.96
12.00 77.90 17.00 66.70 12.00 66.64
43.00 58.21 23.00 58.70 38.00 53.60
0-20 28.00 62.60 18.00 59.46 15.00 58.14
21.00 65.82 23.00 58.35 10.00 63.28
L2-T
34.00 59.53 33.00 54.41 36.00 53.28
20-40 26.00 63.44 25.00 59.19 17.00 58.33
12.00 71.24 27.00 59.11 13.00 64.57
28.00 60.86 28.00 61.19 23.00 64.46
0-20 24.00 63.88 25.00 63.35 23.00 64.27
17.00 68.92 17.00 73.27 12.00 67.57
L1-B 28.00 58.20 28.00 62.24 18.00 68.24
20-40 20.00 60.74 24.00 64.65 25.00 65.61
18.00 64.45 14.00 71.53 16.00 67.84
24.00 65.58 33.00 56.14 25.00 62.48
0-20 20.00 67.45 26.00 56.11 15.00 75.71
20.00 66.68 17.00 75.15 13.00 76.47
L2-B
25.00 64.51 25.00 62.24 28.00 57.09
20-40 20.00 66.16 18.00 67.41 10.00 67.77
22.00 65.27 12.00 73.53 23.00 63.26
16.00 65.74 48.00 57.69 24.00 59.11
0-20 16.00 65.41 18.00 62.98 10.00 62.55
15.00 66.18 18.00 62.83 45.00 58.49
L1-H
25.00 61.59 28.00 58.91 7.00 64.40
20-40 26.00 61.96 14.00 68.04 48.00 56.59
16.00 69.72 23.00 65.15 23.00 62.13
14.00 62.42 29.00 53.05 28.00 54.62
0-20 23.00 59.39 17.00 62.96 22.00 58.84
26.00 59.25 10.00 72.41 19.00 65.08
L2-H
18.00 65.75 23.00 58.75 30.00 55.37
20-40 22.00 61.80 21.00 66.41 25.00 59.81
21.00 62.32 8.00 76.57 15.00 65.37
29

Lampiran 7 Grafik hubungan antara ketukan dengan kadar air batas mengalir tanah
pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng

Lokasi L2-T
Lokasi L1-T 80
100
70 KA = -0.34KT + 72.56
80 KA = -0.82KT + 80.07 R² = 0,99

Kadar Air (%)


Kadar Air (%)

R² = 0.98 KA = -0.82KT + 83.62 60


R² = 0.97 50 KA = -0.53KT + 77.57
60
KA = -1.64KT + 97.76 R² = 1.00 KA = -0.30KT + 64.64
R² = 1.00 40
KA = -0.19KT + 62.84 R² = 0.85
40 KA = -0.32KT + 72.12 30 R² = 0.90
R² = 0.97
KA = -1.07KT + 85.47 20 KA = -0.64KT + 75.71
20
R² = 0.89 R² = 0.95
KA = -0.80KT + 76.74 10 KA = -0.42KT + 67.97
0 R² = 0.98 R² = 0.83
0
0 10 20 30 40
Ketukan 0 10 20 30 40 50
Ketukan
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 3 (0-20 cm) Ulangan 1 (20-40 cm) Ulangan 3 (0-20 cm) Ulangan 1 (20-40 cm)
Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 3 (20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 3 (20-40 cm)

Lokasi L1-B Lokasi L2-B


80 100
70 KA = -0.73KT + 81.38
R² = 1.00 KA = -0.37KT + 74.48
80
Kadar Air (%)

60 R² = 0.83
Kadar Air (%)

KA = -0.54KT + 72.94
50 R² = 0.82 60 KA = -0.32xKT+ 72.53
KA = -0.29KT + 71.06 R² = 0.97
40 R² = 1.00 KA = -1.22KT + 93.04
KA = -0.28KT + 72.75 40 R² = 0.99
30 KA = -0.54KT + 73.77
R² = 0,88
KA = -0.67KT + 80.83 R² = 0.89
20 R² = 1.00 20 KA = -0.86KT + 83.58
KA = -1.13KT + 92.25 R² = 0.99
10 KA = -1.23KT + 93.67
R² = 0.99 0 R² = 0.81
0
0 10 20 30 40
0 10 20 30
Ketukan
Ketukan Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 3 (0-20 cm) Ulangan 1 (20-40 cm)
Ulangan 3 (0-20 cm) Ulangan 1 (20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 3 (20-40 cm)

Lokasi L1-H Lokasi L2-H


80 100
70 KA = -1.02KT + 84.08
80 R² = 0.99
Kadar Air (%)

60
Kadar Air (%)

50 KA = -0.60KT + 75.18 60
R² = 0.81 KA = -0.19KT + 66.07 KA = -0.28KT + 66.26
40 R² = 0.99 R² = 0.96
30 KA = -0.83KT + 82.89 KA = -0.61KT + 77.30 40
KA = -1.10KT + 84.75 KA = -0.65KT + 75.37
R² = 0.98 R² = 0.87 R² = 0.91 R² = 0.98
20
20
10 KA = -0.11KT + 62.93 KA = -0.17KT + 66.03 y = -1.04x + 85.31 KA = -1.00KT + 81.43
R² = 0.77 R² = 1.00 R² = 0.90 R² = 0.98
0 0
0 10 2030 40 50 60 0 10 20 30 40
Ketukan Ketukan
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 3 (0-20 cm) Ulangan 1 (20-40 cm) Ulangan 3 (0-20 cm) Ulangan 1 (20-40 cm)
Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 3 (20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 3 (20-40 cm)
Keterangan: KA=Kadar air; KT=Ketukan
30

Lampiran 8 Kadar air batas mengalir, kadar air batas melekat, kadar air batas
menggolek, indeks plastisitas (IP) dan jangka olah (JO) pada berbagai
penggunaan lahan dan kemiringan lereng

Batas Batas Batas


Kedalaman IP JO
Lokasi Ulangan Mengalir Melekat Menggolek
(cm) (%) (%)
(%) (%) (%)
1 59.60 49.18 45.16 14.44 4.02
0-20 2 58.65 50.15 46.03 17.06 4.12
3 63.09 47.74 43.62 15.03 4.12
L1-T
1 56.70 47.64 42.16 14.54 5.49
20-40 2 64.10 47.96 42.65 14.09 5.31
3 56.75 48.68 46.05 18.04 2.63
1 64.12 49.72 45.38 18.75 4.34
0-20 2 58.15 48.24 43.78 14.37 4.46
3 57.14 47.99 42.71 14.43 5.28
L2-T
1 64.20 49.91 46.79 17.41 3.12
20-40 2 59.70 49.03 45.30 14.40 3.73
3 57.47 48.75 43.01 14.46 5.74
1 63.09 54.27 48.84 14.25 5.43
0-20 2 64.06 52.18 47.68 16.38 4.50
3 63.79 54.44 49.69 14.10 4.75
L1-B
1 59.52 52.18 46.21 13.31 5.97
20-40 2 64.10 52.36 49.03 15.07 3.32
3 65.73 53.30 49.02 16.72 4.28
1 65.21 53.47 49.22 15.99 4.25
0-20 2 62.88 53.42 47.47 15.41 5.95
3 62.63 53.38 49.31 13.32 4.06
L2-B
1 64.45 52.20 49.14 15.31 3.06
20-40 2 62.06 51.28 46.30 15.76 4.98
3 60.17 50.96 45.32 14.85 5.64
1 60.17 53.40 46.99 13.18 6.41
0-20 2 61.69 53.36 46.13 15.56 7.23
3 60.20 52.87 46.66 13.53 6.21
L1-H
1 62.22 53.10 47.87 14.35 5.24
20-40 2 61.99 53.50 48.23 13.76 5.27
3 61.24 53.47 45.95 15.28 7.52
1 59.23 51.60 44.40 13.18 14.83
0-20 2 59.70 50.61 44.11 15.56 15.59
3 57.32 49.91 44.89 13.53 12.43
L2-H
1 58.52 49.68 44.54 14.35 13.98
20-40 2 59.26 50.13 44.54 13.76 14.72
3 59.10 50.43 44.00 15.28 15.10
31

Lampiran 9 Kadar air lapang pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng

Jarak dari Kadar Air (%)


Kedalaman
Lokasi Tanaman Ulangan 1 Ulangan 2
(cm)
(cm) Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3
- 0-20 43.48 42.38 41.64 42.88 40.38 38.22
L1-T
- 20-40 45.60 43.38 42.90 45.25 43.63 42.96
- 0-20 44.44 41.56 33.10 44.83 42.81 40.57
L2-T
- 20-40 51.01 48.37 45.74 46.37 45.14 38.27
- 0-20 52.93 46.91 42.75 51.55 49.16 41.89
L1-H
- 20-40 49.05 46.83 41.39 48.65 46.87 41.64
- 0-20 48.15 43.58 42.74 51.23 47.01 43.07
L2-H
- 20-40 46.15 42.80 43.82 49.47 46.82 43.54
0-20 58.00 53.11 48.10 57.69 50.47 47.43
50
20-40 49.63 48.69 47.65 49.48 49.44 46.29
0-20 59.39 57.75 54.53 64.64 57.70 49.32
L1-B 100
20-40 51.49 48.70 45.01 48.49 47.09 46.66
0-20 50.55 48.49 45.66 55.03 50.17 48.99
150
20-40 49.74 48.42 44.37 49.66 48.42 44.23
0-20 60.67 54.69 43.23 55.46 51.54 46.51
50
20-40 55.12 45.10 43.53 54.22 48.03 45.10
0-20 63.86 54.36 53.11 53.36 49.61 42.30
L2-B 100
20-40 49.25 47.00 42.23 55.32 51.63 42.76
0-20 53.39 50.21 43.44 57.42 46.24 44.53
150
20-40 52.34 45.07 44.49 53.04 51.62 45.76
32

Lampiran 10 Kekuatan geser tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng

Lokasi Jarak dari Kedalaman Kekuatan Geser Tanah (Kpa)


Tanaman (cm) Ulangan 1 Ulangan 2
(cm) Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3
L1-T - 0-20 28.40 29.60 30.00 23.20 25.20 29.20
- 20-40 26.00 34.80 30.80 32.00 34.80 34.80
L2-T - 0-20 30.80 34.40 54.40 31.20 32.80 31.60
- 20-40 33.60 42.00 43.20 40.40 50.80 53.60
L1-H - 0-20 34.00 38.40 42.80 28.40 33.60 38.00
- 20-40 37.20 44.80 49.20 39.20 42.80 52.00
L2-H - 0-20 40.00 43.20 44.00 29.20 33.60 34.00
- 20-40 31.60 37.60 43.00 44.00 44.80 50.80
L1-B 50 0-20 44.80 48.80 54.80 54.40 54.40 62.40
20-40 73.20 70.00 83.20 62.40 66.40 69.20
100 0-20 54.40 54.80 56.40 45.20 48.00 51.20
20-40 70.80 72.00 72.40 60.00 60.40 61.60
150 0-20 33.20 43.20 46.00 48.80 50.40 54.00
20-40 50.80 68.80 57.60 68.40 68.80 71.60
L2-B 50 0-20 54.00 56.80 56.40 61.20 48.00 62.80
20-40 61.20 71.20 75.20 47.60 66.80 71.20
100 0-20 37.20 44.80 51.60 37.20 42.00 46.40
20-40 50.80 49.20 64.00 54.00 58.40 77.60
150 0-20 40.00 46.80 53.60 26.40 48.00 51.60
20-40 35.60 54.00 54.40 25.60 31.60 53.20
33

Lampiran 11 Ketahanan penetrasi pada berbagai penggunaan lahan dan kemiringan lereng

Jarak dari Ketahanan Penetrasi tanah (Kg/cm2)


Kedalaman
Lokasi Tanaman Ulangan 1 Ulangan 2
(cm)
(cm) Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3
- 0-20 0.90 0.90 0.95 0.70 0.90 0.90
L1-T
- 20-40 0.90 0.95 0.95 0.95 1.00 1.05
- 0-20 0.85 1.05 1.40 0.85 0.95 1.10
L2-T
- 20-40 0.80 0.95 0.90 1.00 1.00 1.20
- 0-20 0.55 0.60 0.65 0.55 0.60 0.70
L1-H
- 20-40 0.75 0.65 0.85 1.00 1.00 1.05
- 0-20 0.55 0.80 0.60 0.50 0.55 0.70
L2-H
- 20-40 0.75 0.70 0.95 0.70 0.90 0.80
0-20 0.50 0.65 0.65 0.60 0.60 0.70
50
20-40 0.70 1.00 0.85 0.70 0.80 0.80
0-20 0.55 0.65 0.60 0.50 0.55 0.65
L1-B 100
20-40 0.75 1.00 0.80 0.80 0.80 0.85
0-20 0.55 0.50 0.65 0.50 0.55 0.60
150
20-40 0.70 0.65 0.75 0.80 0.60 0.85
0-20 0.55 0.70 0.80 0.50 0.70 0.70
50
20-40 0.6 1.00 0.90 0.65 0.75 0.85
0-20 0.50 0.55 0.65 0.70 0.55 0.75
L2-B 100
20-40 0.70 0.90 0.95 0.75 0.75 1.05
0-20 0.50 0.85 0.70 0.50 0.75 0.70
150
20-40 0.60 0.60 0.75 0.70 1.00 0.75
34

Lampiran 12 Hubungan ketahanan penetrasi dengan kadar air lapang pada tiga
kondisi kadar air berbeda di lokasi L1-T, L2-T, L1-H, L2-H, L1-B,
dan L2-B

Lokasi L1-T Lokasi L2-T


1.20 1.60

Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)


Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)

KP = -0.04KA + 2.81 1.40


1.00 R² = 0.95 KP = -0,05KA + 2,96
1.20 R² = 0,99
0.80 KP = -0.03KA + 1.98 1.00
R² = 0.65
0.60 0.80
KP = -0.04KA + 2.61 0.60 KP = -0,06KA + 3,48
0.40 R² = 0.79 R² = 0,99 KP = -0,02KA + 1,80
KP = -0.02KA + 1.80 0.40 R² = 0,43
0.20 R² = 0.97
0.20 KP = -0,03KA + 2,18
0.00 0.00 R² = 1,00
35.00 40.00 45.00 50.00 30.00 40.00 50.00 60.00
Kadar Air (%)
Kadar Air (%)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1 (20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)

Lokasi L1-H Lokasi L2-H


1.20 1.00
KP = -0.01KA + 1.06 0.90
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)

KP = -0.03KA + 1.83
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)

1.00 R² = 0.99 0.80 R² = 0.28


0.70
0.80 KP = -0.02KA + 1.34
R² = 0.99 0.60
0.60 0.50
0.40 KP = -0.02KA + 1.43
0.40 R² = 0,96
KP = -0.01KA + 1.37 0.30
R² = 0.94 0.20 KP = -0.02KA + 1.87
0.20 R² = 0.13 KP = -0.02KA + 1.67
KP = -0.02KA + 1.55 0.10
R² = 0.48 R² = 0.31
0.00 0.00
35.00 40.00 45.00 50.00 55.00 40.00 45.00 50.00 55.00
Kadar Air (%)
Kadar Air (%)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1 (20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)
Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)

Keterangan: KA=Kadar air; KP= Ketahanan penetrasi


35

Lokasi L1-B (Jarak 50 cm) Lokasi L1-B (Jarak 100 cm)


1.20

Ketahanan penetrasi (Kg/cm2)


Ketahanan penetrasi (Kg/cm2) 1.20 KP = -0.01KA + 1.13
KP = -0.02KA + 1.40 1.00 R² = 0.98
1.00 R² = 0.74
KP = -0.02KA + 1.55 0.80 KP = -0.01KA + 0.98
0.80 R² = 0.79 R² = 0.57
0.60 0.60
KP = -0.02KA + 1.88
R² = 0.15 KP = -0.004KA + 1.066
0.40 0.40 R² = 0.012
KP = -002KA + 1.52
R² = 0.78 0.20 y = -0.02x + 1.79
0.20
R² = 0.46
0.00 0.00
40.00 45.00 50.00 55.00 60.00 40.00 50.00 60.00 70.00

Kadar Air (%) Kadar Air (%)

Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)

Lokasi L2-B (Jarak 100 cm) Lokasi L1-B (Jarak 150 cm)
1.20
0.90
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)

KP = -0.01KA + 1.07 KA = -0.02KA + 1.65


1.00 R² = 0,81 0.80
R² = 0.52
KP = -0.01KA + 1.04 0.70
0.80 R² = 0.17 0.60
0.50 KP = -0.02KA + 1.80
0.60
0.40 R² = 0.22
KP = -0.03KA + 2.13 KP = -0.01KA + 1.22
0.40 R² = 0.92 KP = -0.02KA + 1.62 0.30
R² = 0.36
0.20 KP = -0.01KA + 1.31
0.20 R² = 0.99 R² = 0.89
0.10
0.00
0.00
40.00 45.00 50.00 55.00 60.00
40.00 50.00 60.00 70.00
Kadar Air (%)
Kadar Air (%)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)

Lokasi L2-B (Jarak 50 cm) Lokasi L2-B (Jarak 150 cm)


1.20
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)
Ketahanan Penetrasi (Kg/cm2)

1.20 KP = -0.01KA + 1.24


KP = -0.01KA + 1.40
1.00 R² = 0.17
1.00 KP = -0.02KA + 1.72 R² = 0.92
R² = 0.69
0.80 KP = -0.02KA + 1.46
0.80 R² = 0.86
0.60 0.60
KP = -0.03KA + 2.31 KP = -0.02KA + 1.67
0.40 R² = 0.87 0.40 R² = 0.99 KP = -0.02KA + 1.74
KP = -0.03KA + 2.32
0.20 R² = 0.94 0.20 R² = 0.34

0.00 0.00
40 50 60 70 40.00 45.00 50.00 55.00 60.00

Kadar Air (%) Kadar Air (%)

Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)
Keterangan: KA=Kadar air; KP= Ketahanan penetrasi
36

Lampiran 13 Hubungan kekuatan geser dengan kadar air lapang pada tiga kondisi
kadar air berbeda di lokasi L1-T, L2-T, L1-H, L2-H, L1-B, dan L2-B

Lokasi L1-T Lokasi L2-T


40 60
KG = -1.27KA + 77.49 KG = -1.22KA + 100.85
35 50 R² = 0.58
R² = 0.95

Kuat Geser (KPa)


Kuat Geser (KPa)

30
40
25 KG = -0.89KA + 67.01
R² = 0.97 30
20
KG = -1.32KA + 91.71 KG = -0.08KA + 35.39
15 R² = 0.04
R² = 0.92 20
10 KG = -2.15KA + 125.03
KG = -2.46KA + 138.51 10 R² = 0.99
5 KG = -1.82KA + 127.76
R² = 0.64
R² = 0.84
0 0
36 38 40 42 44 46 30 40 50 60
Kadar Air (%) Kadar Air (%)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1 (20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1 (20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)

Lokasi L1-H Lokasi L2-H


60 60
KG = -1.17KA + 101.22
KG = -0.85KA + 79.03 R² = 0.88
Kuat Geser (KPa)
Kuat geser (KPa)

R² = 0.99
40 40 KG = -0.73KA + 74.95
R² = 1.00
KG = -0.90KA + 76.26
R² = 0.89 KG = -2.33KA + 140.35
20 KG = -1.42KA + 108.90 20 R² = 0.49
R² = 0.85
KG = -0.59KA + 60.23
KG = -1.81KA + 127.46 R² = 0.83
R² = 1.00 0
0
40 45 50 55 40 45 50 55
kadar air (%) Kadar Air (%)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm)
Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)

Keterangan: KA=Kadar air; KG= Kekuatan geser tanah


37

Lokasi L1-B (Jarak 50 cm) Lokasi L1-B (Jarak 100 cm)


90 80
KG = -1.01KA + 103.11 70 KG = -0.42KA + 79.43
80
R² = 0.99
Kuat Geser (KPa)
R² = 0.98
70 60

Kuat Geser (KPa)


60 50
50 KG = -0.64KA + 90.18 40
R² = 0.53 y = -0,39x + 70,52
40 30 R² = 1.00
KG = -5.19KA+ 327.78
30 R² = 0.56 20 KG = -0.24KA + 83.33
20 KG = -1.53KA + 139.86 R² = 0.88 KG = -0.73KA + 95.22
10 R² = 0.70
10 R² = 0.67
0
0 40 50 60 70
40 45 50 55 60
Kadar Air (%)
Kadar Air (%)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)

Lokasi L1-B (Jarak 150 cm) Lokasi L2-B (Jarak 50 cm)


80 80
70 KG = -2.52KA + 162.32 70 KG = -0.11KA + 61.79
R² = 0.84 R² = 0.45
60
Kuat Geser (KPa)
60
Kuat Geser (KPa)

50 50
40 40 KG = -0.31KA + 73.02
y = -0,71x + 87,37 R² = 0.03
30 30
R² = 0.72 KG = -0.61KA + 98.51 KG = -1.13KA + 123.49
20 20 R² = 0.98
R² = 0.99
10 KG = -0.32KA + 74.15 10 KG = -2.67KA + 192.88
R² = 0.01 R² = 0.98
0 0
40 45 50 55 60 40 50 60 70
Kadar Air (%) Kadar Air (%)

Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)

Lokasi L2-B (Jarak 100 cm) Lokasi L2-B (Jarak 150 cm)
90 60
KG = -0.95KA + 97.65 KG = -1.31KA + 111.01
80
R² = 0.98 50 R² = 0.96
Kuat Geser (KPa)

Kuat Geser (KPa)

70
KG = -0.80KA + 80.62 40
60
R² = 0.96
50
30 KG = -1.95KA + 138.16
40 R² = 1.00
30 KG = -1.19KA + 119.96 20 KG = -2.45KA + 164.00
R² = 1.00
20 KG = -2.22KA + 157.65 R² = 1.00
R² = 0.81 10 KG = -3.76KA + 225.36
10
R² = 1.00
0 0
40 50 60 70 40 45 50 55 60
Kadar Air (%) Kadar Air (%)
Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm) Ulangan 1 (0-20 cm) Ulangan 2 (0-20 cm)
Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm) Ulangan 1(20-40 cm) Ulangan 2 (20-40 cm)
Keterangan: KA=Kadar air; KG= Kekuatan geser tanah
38

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Belitung Timur pada tanggal 28 September 1998 dari


pasangan Bazaro dan Armiwati. Penulis adalah putri bungsu dari tiga bersaudara
yaitu Agus Bastian Hadinata dan Ade Irma Yanti. Penulis mengawali pendidikan
di SD Negeri 34 Manggar (2004-2010). Penulis selanjutnya menyelesaikan
pendidikan di SMP Negeri 2 Manggar (2010-2013) dan SMA Negeri 1 Manggar
(2013-2016). Pada tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut
Pertanian Bogor dengan program studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian melalui jalur SNMPTN.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Fisika Tanah dan Pengelolaan Air pada tahun ajaran 2019/2020. Penulis
melaksanakan program Kuliah Kerja Profesi di Desa Cempaka, Kota Tegal pada
tahun 2019. Penulis juga aktif di organisasi sebagai staff Departemen Profesi dan
Keilmuan HMIT IPB pada periode kepengurusan tahun 2017/2018 dan 2018/2019.
Berbagai kepanitiaan juga diikuti oleh penulis seperti Masa Pengenalan Fakultas
Saung Tani 2017 sebagai staff, Staff pada pekan olahraga tanah (PORTAN) 2018,
Sekretaris umum pada pekan Olahraga Tanah (PORTAN) 2019, Staff Soil Festival
2019, dan Cross Country 2019.

Anda mungkin juga menyukai