Anda di halaman 1dari 13

KONTRIBUSI PADA PELAKSANAAN SILA KE-5 MELALUI

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI DAERAH TERPENCIL

Abstrak : Penelitian ini membahas kontribusi pada pelaksanaan Sila Ke-5 Pancasila melalui
pengembangan pendidikan di daerah terpencil di Indonesia. Dengan mengambil pendekatan studi
literatur, penelitian ini menggali isu-isu keadilan sosial dalam konteks pendidikan, khususnya di
daerah-daerah terpencil. Ideologi sebagai dasar negara memiliki peran krusial dalam membentuk
aturan dan kebijakan. Keadilan, sebagai nilai fundamental, menjadi pondasi institusi sosial, dan
absennya keadilan dapat merusak integritas suatu masyarakat. Pendidikan dianggap sebagai
cerminan nilai-nilai keadilan, namun tantangan aksesibilitas di daerah terpencil menjadi hambatan
utama. Literatur yang dipilih mencakup topik nilai-nilai keadilan, pendidikan, dan pengembangan
daerah terpencil. Analisis data dilakukan untuk mengidentifikasi pola dan hubungan antara satu
variabel dengan yang lainnya yang dipilih sebagai fokus penelitian, dengan harapan memberikan
pemahaman komprehensif tentang kondisi yang menggambarkan pendidikan di daerah terpencil.
Kondisi pendidikan di daerah terpencil, seperti yang terlihat di Kabupaten Yahukimo di Papua,
mencerminkan ketidakmerataan sumber daya manusia dan aksesibilitas. Kesenjangan ekonomi,
kesenjangan teknologi, dan diskriminasi dalam konteks pendidikan menjadi kendala utama. Solusi
yang diusulkan melibatkan perbaikan sistem pendidikan nasional, peningkatan kesejahteraan guru,
penanggulangan kesenjangan digital, dan pengembangan pendidikan non-formal. Pemanfaatan
teknologi informasi, peningkatan literasi digital guru, dan kolaborasi dengan pemerintah lokal
menjadi langkah penting dalam mengatasi tantangan tersebut.

Penelitian juga menyoroti urgensi pendidikan non-formal sebagai pelengkap dan pengganti
pendidikan formal di daerah terpencil. Program-program ini dapat meningkatkan kualitas dan
kesejahteraan masyarakat setempat, tetapi perlu didukung oleh pemerintah dan dinas pendidikan.

Dengan demikian, melalui pengembangan pendidikan di daerah terpencil, penelitian ini


berkontribusi pada pelaksanaan Sila Ke-5 Pancasila, yang menekankan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Langkah-langkah konkret seperti pengembangan teknologi, peningkatan
kualitas pendidikan formal dan non-formal, serta kolaborasi antar stakeholder diharapkan dapat
menciptakan perubahan positif dalam mewujudkan keadilan sosial melalui pendidikan

Kata Kunci : Pengembangan pendidikan, Pengembangan daerah terpencil, Sila ke lima


Pancasila

Abstract : This research discusses the contribution to the implementation of the Fifth Precept of
Pancasila through the development of education in remote areas in Indonesia. By taking a
literature study approach, this research explores issues of social justice in the context of education,
especially in remote areas. Ideology as the basis of the state has a crucial role in shaping rules and
policies. Justice, as a fundamental value, is the foundation of social institutions, and the absence of
justice can undermine the integrity of a society. Education is considered a reflection of justice
values, but accessibility challenges in remote areas are a major obstacle. The literature selected
covers the topics of justice values, education and remote area development. Data analysis was
conducted to identify patterns and relationships between one variable and another chosen as the
focus of the research, in the hope of providing a comprehensive understanding of the conditions
that describe education in remote areas. The condition of education in remote areas, as seen in
Yahukimo district in Papua, reflects inequalities in human resources and accessibility. Economic
disparities, technological gaps and discrimination in the context of education are the main
obstacles. The proposed solutions involve improving the national education system, improving
teacher welfare, tackling the digital divide and developing non-formal education. Utilizing
information technology, improving teachers' digital literacy and collaborating with local
governments are important steps in overcoming these challenges.

The research also highlights the urgency of non-formal education as a complement and substitute
for formal education in remote areas. These programs can improve the quality and welfare of local
communities but need to be supported by the government and education offices.
Thus, through the development of education in remote areas, this research contributes to the
implementation of the 5th Precept of Pancasila, which emphasizes social justice for all
Indonesians. Concrete steps such as technology development, improving the quality of formal and
non-formal education, and collaboration between stakeholders are expected to create positive
changes in realizing social justice through education.

Keywords: Education development, Remote area development, Fifth precept of Pancasila

Pendahuluan (Resh & Sabbagh, 2016) juga


mengutarakan bahwa ada keharusan
Ideologi bersifat fundamental dan untuk tersedianya tempat belajar dan
penting untuk sebuah negara sebagai tenaga pendidik sebagai sarana
institusi sosial, selain itu, ideologi ini pendidikan. Dapat dihubungkan
harus menjadi acuan bagi peraturan bahwa pendidikan sendiri merupakan
dan kebijakan-kebijakan yang akan satu alat penentu keadilan. Jika arah
diterapkan (Afkar, 2018.), keadilan pendidikan yang diterapkan sesuai
sendiri adalah nilai pertama dari dengan landasan keadilan itu sendiri,
institusi sosial (Rawls,1999), dengan maka sebuah institusi sosial dapat
tidak adanya keadilan, sebuah menempuh jalannya menuju
institusi sosial dapat disebut masyarakat yang lebih adil (Alba ,
memiliki kecacatan. Meskipun 2011) . Daerah terpencil menjadi
keadilan sendiri muncul dengan korban dari ketidakmerataan
sebuah urgensi bagi kita karena kita pendidikan, daerah tersebut
hidup dalam masyarakat dalam seringkali menghadapi tantangan
institusi tersebut, (Hume, 1740). aksesibilitas dan keterbatasan sumber
daya yang harus lebih diperhatikan,
Meski tidak ada bentuk pasti dari sehingga keadilan dalam pelaksanaan
keadilan dan akan dirasa sulit pendidikan dapat disambungkan ke
tercapai, sebuah bangsa tetap Sila ke-5 melalui pengembangan
memerlukan suatu pandangan, pendidikan di daerah terpencil
pedoman dan cita-cita. Karena jika sebagai sebuah usaha untuk
suatu bangsa tidak memilikinya, mengamalkan keadilan sosial bagi
mereka akan berada dalam bahaya seluruh rakyat Indonesia.
(Soekarno, 1989: 64),
Pendidikan bisa dianggap sebagai Filsafat yang dikembangkan wajib
salah satu cerminannya, tetapi, jika sesuai dengan pandangan hidup suatu
kita lihat, tidak semua orang bisa bangsa, sementara pendidikan
mendapatkan pendidikan di berperan menjadi mekanisme untuk
Indonesia, dan hal ini menjadi mengajarkan dan mewariskan
tantangan dalam menegakkan nilai-nilai filsafat tadi. Pendidikan
keadilan (Inanna, 2018) berfungsi menjadi forum yang
bertugas mendoktrin dan mewariskan
norma-tata cara berperilaku masyarakat daerah tersebut, tetapi
berdasarkan prinsip-prinsip falsafah juga sebagai upaya dalam
yang dipegang oleh forum mengurangi kesenjangan sosial dan
pendidikan dan pendidiknya sendiri pembangunan nasional. (Friere,
pada suatu rakyat. untuk memastikan 1970) menyebutkan bahwa
efektivitas pendidikan serta pendidikan adalah sarana untuk
prosesnya, diharapkan dasar-dasar membangun "kesadaran kritis" ,
filsafat serta ilmiah menjadi landasan kesadaran ini dapat dibangun sebagai
normatif dan panduan alat transformasi sosial dimana
pembinaan(Noor: 1988). transformasi bertahap ini menjadi
bagian dari agenda pengembangan
Pancasila adalah dasar pandangan pendidikan, Melalui pengembangan
dan pedoman hidup masyarakat pendidikan tersebut , diharapkan
Indonesia yang didalamnya berisi masyarakat di daerah terpencil dapat
lima dasar yang berisi arti dari jati memperoleh pengetahuan,
diri dan nilai dari bangsa Indonesia keterampilan, dan kesempatan yang
itu sendiri. Sila-sila pada Pancasila sama dengan masyarakat di daerah
mencerminkan perihal panduan perkotaan. Kontribusi pada
hidup berbangsa dan bernegara bagi pelaksanaan Sila ke-5 ini mencakup
masyarakat Indonesia secara berbagai aspek, seperti peningkatan
keseluruhan dan secara utuh. aksesibilitas pendidikan, peningkatan
Masuknya Pancasila menjadi suatu kualitas tenaga pendidik, dan
ideologi dan falsafah bangsa pengembangan kurikulum yang
Indonesia tidak bisa dipisahkan sesuai dengan kebutuhan lokal.
dengan peran Soekarno. dari Sutrisno
(2006), “Pancasila merupakan suatu
philosofische grondslag atau Tujuan
Weltanschauung yang diusulkan Berdasarkan latar belakang yang
Bung Karno pada depan sidang sebelumnya dipaparkan, Penelitian
BPUPKI 1 Juni 1945 sebagai dasar ini bertujuan untuk:
negara Indonesia yang kemudian 1. Mengkaji pendidikan dalam
merdeka.” Suatu masyarakat sendiri perspektif Pancasila
merupakan alasan lahirnya filsafat 2. Mengkaji kondisi pendidikan di
sebagai pandangan hidup mereka, daerah terpencil di Indonesia
yaitu artinya pedoman serta panduan 3. Mengkaji solusi yang dapat
yg melandasi semua aspek dalam diterapkan untuk pengembangan
kehidupan berbangsa, termasuk juga pendidikan di daerah terpencil di
dalam aspek pendidikan. Indonesia sebagai kontribusi pada
pelaksanaan sila ke-5 Pancasila
Urgensi pendidikan di daerah
terpencil bukan hanya berkaitan Melalui poin pembahasan yang akan
dengan peningkatan taraf hidup disampaikan, peneliti akan berfokus
pada beberapa aspek yang dirasa rekomendasi-upaya yang konkret dan
perlu diperhatikan untuk mencapai dapat diimplementasikan untuk
tujuan yang disebutkan. meningkatkan kualitas pendidikan di
wilayah tersebut. Pendekatan analisis
Metode ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi yang signifikan dalam
Metode penelitian yang digunakan merancang langkah-langkah strategis
dalam penulisan artikel ini adalah untuk pengembangan pendidikan
studi literatur, sebuah pendekatan yang berkelanjutan di daerah
yang dipilih dengan tujuan terpencil.
mendapatkan informasi yang relevan
dan secara mendalam mengenai Pendidikan dalam Perspektif
pendidikan dalam perspektif Pancasila
Pancasila, situasi pendidikan di Tertulis pada amanat
daerah terpencil di Indonesia, dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal
untuk mengidentifikasi solusi yang 31, bahwa: (1) Setiap warga negara
dapat diterapkan guna berhak mendapat pendidikan. (2)
pengembangan pendidikan di Setiap warga negara wajib mengikuti
wilayah tersebut. pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya. (3) Pemerintah
Dalam pemilihan literatur, peneliti mengusahakan dan
memilih sumber-sumber yang secara menyelenggarakan satu sistem
khusus berkaitan dengan topik pendidikan nasional, yang
nilai-nilai keadilan, pendidikan, dan meningkatkan keimanan dan
pengembangan daerah terpencil, ketakwaan serta akhlak mulia dalam
serta mencakup contoh kasus yang rangka mencerdaskan kehidupan
relevan. Pendekatan ini diharapkan bangsa, yang diatur dengan
dapat memberikan kerangka Undang-Undang. (4) Negara
pemahaman yang komprehensif memprioritaskan anggaran
terkait isu-isu tersebut. pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran
Data yang dikumpulkan melalui pendapatan dan belanja negara serta
literatur akan dianalisis secara teliti dari anggaran pendapatan dan
untuk mengidentifikasi pola dan belanja daerah untuk memenuhi
hubungan antara satu variabel kebutuhan penyelenggaraan
dengan yang lainnya yang dipilih pendidikan nasional. (5) Pemerintah
sebagai fokus penelitian. Melalui memajukan ilmu pengetahuan dan
analisis yang disebutkan, diharapkan teknologi dengan menjunjung tinggi
dapat diperoleh pemahaman yang nilai-nilai agama dan persatuan
mendalam tentang kondisi bangsa untuk kemajuan peradaban
pendidikan di daerah terpencil di serta kesejahteraan umat manusia.
Indonesia, serta menyusun
Dengan adanya pasal pada UUD terkhusus mereka yang berada di
tersebut, setiap warga negara daerah terpencil, yang sering
tentunya berhak mendapatkan menghadapi tantangan ekonomi dan
pendidikan yang layak. Namun pada kesenjangan sosial, yang dapat
kenyataannya, masih ada rakyat yang membatasi akses mereka terhadap
tidak terpenuhi hak pendidikannya, pendidikan yang berkualitas.
terutama mereka yang berada di Kurangnya perhatian dan sumber
daerah 3T (Terpencil, Tertinggal, daya dari pemerintah juga semakin
Terdepan). memperparah kesenjangan
pendidikan antara daerah perkotaan
Kondisi Pendidikan di Daerah dan daerah terpencil (Sari, 2014).
Terpencil
Bukan hanya kurangnya sumber daya
Contoh yang bisa dilihat adalah manusia, kemiskinan dan yang telah
kondisi pendidikan di daerah disebutkan sebelumnya, kesenjangan
terpencil dapat kita lihat di dalam teknologi informasi sebagai
Kabupaten Yahukimo di Papua, alat penunjang pendidikan juga
daerah tersebut memiliki 66 sekolah, terjadi di daerah terpencil di bagian
tetapi hanya memiliki 117 guru (Sari, timur Indonesia, (Nurulfa, et al.,
2014). Hal ini berarti bahwa setiap 2021) mengungkapkan bahwa di
sekolah di kabupaten tersebut hanya bagian timur Indonesia, para pelajar
memiliki kurang dari dua orang guru. umumnya mengalami kesusahan
Hal ini menunjukkan kurangnya untuk menggunakan fasilitas
tenaga pendidik sebagai salah satu pembelajaran daring karena
masalah yang dihadapi pendidikan di kurangnya pengetahuan tentang
daerah terpencil. Selain itu, penggunaan aplikasi penunjang
Ketidakseimbangan ini diperparah pembelajaran, mereka tidak
dengan aksesibilitas yang sulit dan mempunyai kemampuan ekonomi
gaji yang tertunda, sehingga banyak yang cukup untuk memiliki
tenaga pendidik yang enggan bekerja perangkat, juga tidak mendapatkan
di daerah terpencil. Akibatnya, koneksi internet. Siswa juga tidak
murid-murid di daerah-daerah memiliki kuota internet dan fasilitas
terpencil tersebut sering tidak pendukung lain yang memadai untuk
mendapatkan pendidikan berkualitas pembelajaran online.
yang menjadi hak mereka, seperti
yang dijamin oleh Undang-Undang
Dasar 1945, yang menyebutkan Diskriminasi juga terjadi dalam
bahwa setiap warga negara berhak konteks pendidikan, UU No. 39
mendapatkan pendidikan. Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, atau Undang Dasar Negara
Kemiskinan dan kesenjangan sosial Republik Indonesia, mengatur
juga terjadi di masyarakat Indonesia, hak-hak asasi manusia dan
mengidentifikasi berbagai jenis di daerah tersebut belum seperti
diskriminasi yang terjadi secara pendidikan sekolah-sekolah yang ada
langsung atau tidak langsung di kota-kota. Hal ini dapat termasuk
berdasarkan pemberantian oleh dalam bentuk diskriminasi jumlah
manusia. Pasal 1 poin 3, dari tenaga pendidik dan diskriminasi
undang-undang tersebut menyatakan pada sarana dan prasarana
bahwa diskriminasi adalah setiap penunjang. (Firdaus, 2018)
pembatasan, pelecehan, atau
pengucilan yang langsung maupun Diskriminasi tenaga pendidik dapat
tak langsung didasarkan pada terjadi ketika guru atau tenaga
pembatasan manusia atas dasar pendidik menolak untuk dimutasi ke
agama, suku, ras, etnik, kelompok, tempat yang terpencil karena lokasi
golongan, status sosial, status yang jauh dan sulit dijangkau,
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, fasilitas yang kurang memadai, atau
keyakinan, politik yang berakibat pandangan negatif terhadap daerah
pengurangan, penyimpangan, atau terpencil.
penghapusan pengakuan,
pelaksanaan, atau pengguna hak Sedangkan contoh diskriminasi
asasi manusia dan kebebasan dasar sarana dan prasarana terjadi ketika
dalam kehidupan baik individu adanya kekurangan guru, ruang
maupun kolektif dalam bidang kelas, peralatan penunjang, dan akses
politik, ekonomi, hukum, sosial, internet yang terbatas. Hal ini
budaya, dan aspek kehidupan menyebabkan pendidikan yang
lainnya. terlaksana di daerah tersebut tidak
maksimal. Murid tidak dapat belajar
Dalam konteks pendidikan, dengan optimal dan tidak dapat
diskriminasi mengacu pada mengembangkan potensi mereka
pelayanan yang tidak dapat adil secara maksimal.
terhadap individu maupun kelompok
tertentu, di mana layanan ataupun Solusi yang ditawarkan peneliti
program yang diterapkan, dibuat adalah memperbaiki sistem
berdasarkan kepentingan tertentu pendidikan nasional dan
yang diwakili oleh individu tersebut, mengembangkan kurikulum menjadi
seperti suku, ras, kelamin, agama, lebih inklusif dan dapat lebih mudah
atau kepercayaan (Firdaus, 2018) diakses, memprioritaskan pendidikan
sebagai isu utama dalam
Hal tersebut adalah faktor yang pembangunan negeri, meningkatkan
menunjukkan adanya diskriminasi kesejahteraan guru di daerah
pendidikan masyarakat terpencil terpencil. (Sari, 2014)
dapat terjadi di daerah-daerah Selain itu, perlu juga untuk
terpencil di mana pendidikan yang mengatasi kesenjangan digital
didapatkan siswa di sekolah-sekolah dengan menyediakan akses ke
teknologi penunjang pembelajaran pembelajaran dan kurangnya
dan internet bagi siswa, serta sosialisasi penggunaan internet yang
pendidikan dan dukungan pelatihan positif bagi siswa. (Maulana, et al.,
dalam menggunakan perangkat 2020)
digital. Hal ini dapat membantu
siswa yang tidak memiliki kuota Tantangan-tantangan tersebut dapat
internet yang memadai, fasilitas yang diatasi melalui berbagai kegiatan,
memadai untuk pembelajaran online. seperti pelatihan dan program
pendidikan intensif untuk guru,
Perlu juga diperhatikan pentingnya karyawan, dan siswa untuk
pengawasan pemerintah terhadap meningkatkan pemahaman dan
pendidikan di daerah terpencil dan kompetensi mereka dalam
perlunya peningkatan perhatian menggunakan perangkat TIK. Selain
terhadap pendidikan di itu, mempromosikan sosialisasi
daerah-daerah tersebut. Jurnal ini internet yang positif di kalangan
juga membahas konsep diskriminasi siswa dapat membantu mereka
dalam pendidikan dan dampaknya menavigasi dunia digital dengan
terhadap kualitas pendidikan di aman dan bertanggung jawab.
masyarakat terpencil. Jurnal ini Perlu juga memberi insentif kepada
menyerukan kolaborasi antara pendidik seperti pengakuan dan
pemerintah daerah dan pusat untuk penghargaan yang tertulis, bagi para
memastikan bahwa siswa di daerah pendidik dan membuat program
terpencil menerima pendidikan yang langkah signifikan dalam
berkualitas. (Firdaus, 2018) mengintegrasikan TIK ke dalam
praktik pengajaran mereka. Hal ini
Pengembangan Teknologi akan mendorong mereka untuk
Informasi mengadopsi metode dan teknologi
pengajaran baru dengan lebih mudah.
Permasalahan dan tantangan yang
dihadapi oleh sekolah di daerah 3T Lingkungan yang mendukung juga
adalah kurangnya infrastruktur dibutuhkan untuk menciptakan
penunjang, SDM yang belum siap, lingkungan yang mendukung inovasi
konten dan alat digital yang belum dan eksperimen dengan metode dan
memadai, kebijakan yang belum teknologi pengajaran yang baru. Hal
mendukung, minimnya sarana dan ini akan mendorong guru untuk
prasarana yang mendukung mengadopsi teknologi yang positif di
pembelajaran berbasis TIK, seperti ruang kelas mereka dan berkontribusi
listrik dan komputer, kurangnya pada peningkatan pendidikan secara
kecakapan guru dan karyawan dalam keseluruhan.
pengaplikasian perangkat lunak
seperti Excel dan Word untuk Hal ini menunjukkan bahwa
membuat laporan tentang pendayagunaan TIK untuk
pendidikan di wilayah terpencil menambah kesadaran masyarakat
masih menghadapi berbagai kendala untuk memberikan pendidikan pada
yang perlu diatasi anaknya ke jenjang yang lebih tinggi
Salah satu solusi yang diutarakan (Warsihna, 2013). Dengan hal
adalah memanfaatkan teknologi tersebut, pemanfaatan TIK dapat
informasi dan komunikasi (TIK) menjadi salah satu solusi dalam
untuk penunjang pendidikan di mengurangi kesenjangan sosial dan
daerah terpencil. Hasil kajiannya meningkatkan aksesibilitas
menunjukkan bahwa pemanfaatan pendidikan serta kualitas
TIK mampu mendorong guru untuk pembelajaran di wilayah terpencil.
meningkatkan kualitas pembelajaran,
memotivasi siswa untuk rajin ke Mengembangkan keterampilan
sekolah, dan mengajak partisipasi literasi digital guru juga diperlukan,
masyarakat untuk menyekolahkan pelatihan dan insentif untuk tenaga
anaknya yang lebih tinggi. pendidik dapat membantu mereka
menjadi lebih mahir dalam
Penggunaan TIK juga dapat menggunakan alat dan teknologi
diterapkan untuk sekolah-sekolah di digital untuk mengajar. Hal ini dapat
daerah 3T (Terpencil, Tertinggal, dan membantu mereka merancang dan
Terdepan) dengan menggunakan melaksanakan kegiatan pembelajaran
prinsip pemberdayaan, tumbuh dari online yang efektif (Nurulfa, et al.,
bawah, keberlangsungan, pendekatan 2021).
pembelajaran modern, dan
kemitraan. (Warsihna, 2013) Dengan demikian, Pemanfaatan TIK
untuk pendidikan di daerah terpencil
Selain itu, Pemanfaatan TIK untuk dapat menjadi upaya untuk
pendidikan di daerah terpencil dapat mengurangi kesenjangan sosial,
membantu dalam penyediaan akses meningkatkan aksesibilitas
pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan, dan meningkatkan
tenaga pendidik, dan pengembangan kualitas pembelajaran.
kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan lokal. Hal ini dapat Pengembangan Pendidikan
dilakukan melalui pembelajaran Non-Formal
berbasis e-learning, yang dapat
meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan non-formal memiliki
dan memungkinkan para pembelajar peran yang krusial dalam
untuk aktif terlibat dalam proses pengembangan pemberdayaan
pembelajaran. Pemanfaatan TIK juga masyarakat di Indonesia. Pendidikan
mampu mendorong tenaga pendidik non-formal dapat digunakan sebagai
untuk meningkatkan kualitas penunjang dalam meningkatkan
pendidikan di daerah mereka, pendidikan di daerah terpencil, serta
memotivasi murid untuk belajar , dan
krusial dalam membangun diimplementasikan dengan baik dan
masyarakat untuk menjadi lebih baik. tepat sasaran.

Dalam penelitiannya, (Shofwan, Shofwan menyatakan dalam


2019) menyatakan bahwa di pembahasannya bahwa:
Kabupaten Pati, program pendidikan 1. Perlu adanya identifikasi
non-formal telah memainkan peran kebutuhan dan prioritas,
utama dalam meningkatkan seperti analisis kebutuhan
pengembangan masyarakat terkait spesifik masyarakat dalam
dengan pendidikan dan kesetaraan, hal pendidikan, dan kegiatan
temuan studi ini adalah bahwa ekonomi yang sesuai dengan
program pendidikan non-formal kebutuhan dan potensi
memainkan peran penting dalam masyarakat. Hal ini dapat
meningkatkan pembangunan membantu dalam menentukan
masyarakat terkait pendidikan dan program pendidikan
kesetaraan, serta memberikan non-formal yang paling
keterampilan untuk meningkatkan relevan untuk memenuhi
perekonomian masyarakat di kebutuhan tersebut.
Kabupaten Pati. Program-program
ini berdampak positif pada 2. Kolaborasi dengan institusi
peningkatan pendidikan, lokal juga dapat dilakukan,
keterampilan, dan ekonomi seperti bekerja sama dengan
masyarakat. dinas pendidikan setempat,
lembaga pendidikan
Pendidikan non-formal menjadi non-formal, dan organisasi
sangat penting untuk membangun masyarakat untuk
masyarakat yang lebih baik dan memastikan bahwa program
harus didukung oleh pemerintah dan yang diimplementasikan
dinas pendidikan setempat. Studi ini sesuai dengan konteks lokal
menyarankan agar pemerintah dan memenuhi kebutuhan
memberikan dana hibah kepada yang telah diidentifikasi
lembaga pendidikan non-formal sebelumnya.
untuk meningkatkan kualitas dan
kelayakan pendidikan dan ekonomi, 3. Pencarian dana dan dukungan
yang hasil akhirnya akan pemerintah harus digencarkan
meningkatkan taraf hidup juga, pengalokasian dana dan
masyarakat. Studi ini juga sumber daya dibutuhkan
menekankan perlunya penelitian untuk mendukung lembaga
lebih lanjut untuk menentukan pendidikan non-formal dalam
program pendidikan non-formal melaksanakan
mana yang saat ini berjalan atau program-program ini. Hal ini
dapat membantu masyarakat
meningkatkan kualitas efektif dalam mendorong
pendidikan dan ekonomi, pengembangan masyarakat.
yang pada akhirnya mengarah
pada hasil yang lebih baik Sedangkan pada penelitian (Alfioni
bagi masyarakat. & Yuliani, 2022) Pendidikan
non-formal di Kota Padang Panjang
4. Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan melalui berbagai
kemajuan program kegiatan dan layanan, seperti
pendidikan non-formal juga pendidikan keterampilan hidup,
harus tetap secara teratur pendidikan anak usia dini,
untuk menilai efektivitasnya pendidikan kesetaraan, pendidikan
dalam memenuhi kebutuhan literasi, dan pendidikan keterampilan
dan prioritas yang telah dan pelatihan kerja. Pemerintah Kota
diidentifikasi. Hal ini dapat Padang Panjang menyediakan
membantu dalam membuat dukungan melalui pelatihan dan
penyesuaian dan perbaikan institusi pendidikan non-formal,
yang diperlukan pada seperti PAUD, SKB, dan LPK.
program. Program-program ini dilakukan
secara fleksibel dan elastis, serta
5. Meningkatkan kesadaran di dirancang untuk mengakomodasi dan
kalangan masyarakat tentang menerima keberadaan dan perubahan
pentingnya pendidikan dalam proses belajar-mengajar.
non-formal dan manfaat yang
ditawarkan. Hal ini dapat Hasil penelitian terhadap
membantu mendorong lebih pelaksanaan Program Pendidikan
banyak orang untuk Non Formal di Kota Padang Panjang
berpartisipasi dalam tersebut juga menunjukkan bahwa
program-program ini dan program tersebut telah berjalan
berkontribusi pada dengan baik. Terdapat peningkatan
keberhasilan mereka. yang signifikan dalam hal sarana,
prasarana, dan kualitas pendidikan
6. Mendorong lembaga yang lebih baik sejak sanggar
pendidikan non-formal untuk kegiatan belajar ditetapkan sebagai
berinovasi dan Satuan Pendidikan. Namun, studi ini
mengembangkan menemukan bahwa aspek sumber
program-program baru yang daya manusia masih belum optimal,
menjawab kebutuhan dimana jumlah instruktur yang
masyarakat yang terus dimiliki lembaga ini masih dirasa
berkembang. Hal ini dapat tidak memadai, dalam kasus ini,
membantu memastikan jumlah instruktur yang mereka miliki
bahwa program-program adalah 14 pendidik, termasuk tenaga
tersebut tetap relevan dan honorer. Dan dalam praktiknya,
jumlah ini tidak dapat
mengakomodasi jumlah siswa di Kesimpulan
Unit Pendidikan Non-Formal dan
menjadi faktor yang sangat Pendidikan merupakan satu dari
signifikan kebutuhan dasar manusia yang harus
diperhatikan negara, sebagai bentuk
Kurangnya sosialisasi juga disebut keadilan sosial. pada kenyataannya
sebagai hambatan oleh peneliti, masih ada hak keadilan yang tidak
pengetahuan masyarakat Kota terpenuhi di daerah terpencil
Padang Panjang tentang Program Indonesia, dimana masih terjadi
Pendidikan Non-Formal di kalangan kekurangan tenaga pendidik,
masyarakat dan juga kurangnya keterbatasan sarana dan prasarana
sosialisasi tentang pendaftaran calon dan diskriminasi pendidikan.
instruktur masih kurang optimal.
Kurangnya kesadaran dan Solusi yang peneliti tawarkan adalah
pemahaman tentang program ini dengan pemanfaatan dan
mengakibatkan minimnya jumlah pengembangan sarana dan prasarana
pendaftar dari calon instruktur, yang TIK dalam penyediaan akses
mengindikasikan ada keharusan pendidikan, peningkatan kualitas dan
untuk menyebarkan informasi lebih kuantitas tenaga pendidik, dan
baik dan lebih luas tentang program pengembangan kurikulum yang
ini. sesuai dengan kebutuhan daerah
lokal.
Jumlah lulusan dari Program
Pendidikan Non Formal tersebut Pendidikan non-formal juga harus
telah meningkat dari tahun ke tahun, dikembangkan karena dibutuhkan
dan program ini telah menunjukkan sebagai penunjang, bahkan pengganti
dampak positif bagi masyarakat, pendidikan formal. pendidikan
seperti individu yang menjadi non-formal dapat memberikan
wirausahawan dan pengembangan keterampilan dan pengetahuan yang
usaha bersama. Penelitian ini juga dibutuhkan oleh kebutuhan lokal
mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan adalah Dengan adanya upaya tersebut,
implementasi kebijakan, komunikasi pengembangan ini dapat disebut
yang terjadi, dan pemanfaatan sebagai kontribusi pancasila sila ke-5
sumber daya yang harus lebih sebagai penegakan keadilan sosial
optimal. bagi rakyat yang berada di daerah
terpencil.
Daftar Pustaka

Alba, C. (2011). Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Perguruan Tinggi.


Jurnal Sosioteknologi, 10(24), 1184–1190.

Alfioni, S., & Yuliani, F. (2022). Implementasi Program pada Satuan Pendidikan
Non Formal Kota Padang Panjang. Jurnal Humaniora Dan Ilmu Pendidikan, 1(2),
85–95. https://doi.org/10.35912/jahidik.v1i2.713

Freire, P. (1970) Pedagogy of the Oppressed. Herder and Herder, New York,
67-78.

Harrison, J. (1981). Hume’s Theory of Justice. Oxford University Press.

Inanna, I. (2018). PERAN PENDIDIKAN DALAM MEMBANGUN


KARAKTER BANGSA YANG BERMORAL. JEKPEND: Jurnal Ekonomi Dan
Pendidikan, 1(1), 27. https://doi.org/10.26858/jekpend.v1i1.5057

Jaka Warsihna, J. W. (2014). PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI


DAN KOMUNIKASI (TIK) UNTUK PENDIDIKAN DAERAH TERPENCIL ,
TERTINGGAL DAN TERDEPAN (3T). Jurnal Teknodik, 0(0), Hal. 235-245.
https://doi.org/10.32550/teknodik.v0i0.82

Maulana, I. T., Darwas, R., Rahimullaily, R., & Ningsih, S. R. (2020).


Peningkatan Kualitas Pendidikan di Daerah Terpencil Melalui Pelatihan dan
Penerapan IPTEKS. ETHOS: Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada
Masyarakat, 8(2). https://doi.org/10.29313/ethos.v8i2.5966

Noor Syam, Moh. (1986). Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan
Pancasila. Usaha Nasional.

Nurulfa, R., Motto, C. A., Dlis, F., Tangkudung, J., Lubis, J., & Junaidi. (2021).
Physical education survey during the covid-19 pandemic in Eastern Indonesia.
International Journal of Human Movement and Sports Sciences, 9(4), 668–675.
https://doi.org/10.13189/saj.2021.090410

RAWLS, J. (1971). Original Edition. Harvard University Press.


https://doi.org/10.2307/j.ctvjf9z6v
Resh, N., & Sabbagh, C. (2016). Justice and Education. In C. Sabbagh & M.
Schmitt (Eds.), Handbook of Social Justice Theory and Research (pp. 349–367).
Springer New York. https://doi.org/10.1007/978-1-4939-3216-0_19

Shofwan, I. (2019). The Impact of Non-Formal Education in Community


Development: A Case Study in Pati, Indonesia. In International Journal of
Innovation, Creativity and Change. www.ijicc.net (Vol. 5, Issue 5). www.ijicc.net

Soekarno. (1989). Pancasila dan Perdamaian Dunia. CV Haji Masagung. .

Sulfasyah, S., & Nur, H. (2016). Diskriminasi Pendidikan Masyarakat Terpencil.


Equilibrium: Jurnal Pendidikan Sosiologi, 4(2).

Sutrisno, S. (2006). Filsafat dan Ideologi Pancasila.

Sari, N. (n.d.). “KURANGNYA TENAGA PENDIDIK DI DAERAH TERPENCIL


INDONESIA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA SILA KE 5.” Pascasarjana
Universitas Negeri Malang.

Hume, D., & Beauchamp, T. L. (1751). An Enquiry Concerning the Principles of


Morals. Oxford University Press UK.

Anda mungkin juga menyukai