Anda di halaman 1dari 5

KHUTBAH JUMAT : Istidraj, Jebakan Kenikmatan yang Membinasakan

Sejenak, mari kita hentikan kesibukan kita untuk mengingat bahwa


setiap napas yang kita hirup, setiap langkah yang kita ambil, dan setiap
Khutbah I rezeki yang kita nikmati adalah rahmat-Nya yang tak terhingga. Mari
kita ungkapkan dengan ucapan ‘Alhamdulillahirabbil alamin’. Hal ini
dilakukan dengan harapan agar kita tidak terjerumus dalam lembah
istidraj.

Istidraj adalah pemanjaan agar lebih terjerumus kepada kehinaan,


demikian penjelasan Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Tafsir Al-
Qur’an Al-Majid Al-Nur.

Seseorang yang sedang diuji dengan istidraj akan mengira bahwa


berbagai kenikmatan yang dimiliki adalah kemuliaan dari Allah,
padahal Allah sedang menghinakan perlahan-lahan dan bahkan
membinasakan. Dia selalu berbuat maksiat dan tidak beribadah
namun Allah berikan kemewahan dunia. Allah memberikan harta yang
berlimpah padahal dia tidak pernah bersedekah. Allah karuniakan
rezeki berlipat-lipat padahal jarang shalat, tidak senang pada nasihat
ulama, dan terus berbuat maksiat.

Hidupnya dikagumi, dihormati, padahal akhlaknya rusak, langkahnya


diikuti, diteladani dan diidolakan, padahal bangga mengumbar dosa
dan maksiat. Dia sangat jarang diuji dengan sakit padahal dosa-
dosanya menggunung. Tidak pernah diberikan musibah padahal gaya
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah hidupnya penuh jumawa, meremehkan sesama, dan angkuh.

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah swt, Tuhan yang Allah berikan keluarga yang sehat dan cerdas padahal dia memberi
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Hari ini, kita berkumpul di makan dari harta hasil yang haram. Hidup bahagia penuh canda tawa
majelis Jumat ini untuk bersama-sama beribadah dan merenungi padahal banyak orang yang dia zalimi. Kariernya terus menanjak
nikmat serta anugerah yang telah dikaruniakan kepada kita. padahal banyak hak orang yang diinjak-injak. Semakin tua semakin
makmur padahal berkubang dosa sepanjang umur.
Dalam Al-Qur’an Allah mengingatkan:

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan Kami


biarkan mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara
yang tidak mereka ketahui.Dan Aku akan memberikan tenggang waktu
kepada mereka. Sungguh, rencana-Ku sangat teguh” (QS Al-‘Araf [7]:
182-183).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah


“Dari Uqbah ibn Amir dari Nabi saw, beliau bersabda: ‘Jika kamu
Istidraj itu berasal dari (istadraja-yastadriju- melihat Allah memberikan kemewahan dunia kepada hamba-Nya yang
istidrâjan) yang berakar kata dari (daraja) yang secara bahasa suka melanggar perintah-Nya, maka itulah yang disebut istidraj.”
berarti tangga, meningkat, sedikit demi sedikit, tahap demi tahap, Kemudian beliau membaca firman Allah surat al-An`am ayat 44: “Maka
ataupun perlahan-lahan. Sedangkan secara istilah istidraj berarti tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada
kenikmatan materi yang diberikan kepada seseorang yang secara lahir mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk
semakin bertambah, tetapi kenikmatan yang bersifat batin semakin mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah
dikurangi atau dicabut, sementara ia tidak menyadarinya. diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-
Secara lahiriah kemewahan duniawi Allah berikan, namun secara konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (HR. Ahmad)
batiniah perintah ketakwaan (ittaqullah) ia abaikan. Uraian tersebut Buya Hamka, dalam Tafsir Al-Azhar jilid 3, menjelaskan bahwa istidraj
diperkuat oleh Rasulullah saw melalui hadits yang berbunyi: menurut QS Al-An’am ayat 44 bermakna dikeluarkan dari garis lurus
kebenaran tanpa disadari. Allah swt memperlakukan apa yang dia
kehendaki, dibukakan segala pintu kesenangan hingga orang tersebut
lupa diri.
Bila dianalogikan, ibaratnya tidak ingat bahwa sesudah panas, pasti
ada hujan; sesudah lautan tenang, gelombang pasti datang. Mereka
dibiarkan berbuat maksiat dengan hawa nafsunya hingga tersesat jauh.
Lalu, siksaan Allah datang sekonyong-konyong.

Allah melakukan pembiaran atas maksiat yang dia lakukan. “Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa
Memberikan banyak kesenangan yang melalaikan hingga pada pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi
saatnya Allah akan mencabut semua kesenangan sampai dia mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka
termangu dalam penyesalan yang terlambat. Hal ini juga terjadi pada hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka
zaman dahulu, istidraj menimpa pada diri Fir’aun dan Qarun. azab yang menghinakan” (QS Ali-Imran: 178).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Fir’aun diberikan kekuasaan tetapi tetap jumawa. Akhirnya Allah Istidraj bisa terjadi kepada siapa saja, baik orang awam maupun ahli
tenggelamkan ia karena kepongahannya. Ia menjadi manusia yang ibadah. Orang mukmin akan merasa takut dengan istidraj, yakni
sombong dan menentang bahkan mengaku sebagai Tuhan. Akhirnya ia kenikmatan semu yang sejatinya murka Allah SWT. Namun sebaliknya,
mati ditenggelamkan di dalam laut bersama pasukannya ketika orang-orang yang tidak beriman akan beranggapan bahwa kesenangan
mengejar Nabi Musa. yang mereka peroleh merupakan sesuatu yang layak didapatkan.
Qarun adalah salah satu orang yang hidup pada zaman Nabi Musa as. Biasanya, istidraj diberikan kepada orang-orang yang mati hatinya.
Awalnya ia adalah orang miskin yang tidak punya apa-apa. Kemudian Mereka adalah orang yang tidak merasa bersedih atas ketaatan yang
diajarkan kepadanya oleh Nabi Musa tentang cara mengelola emas. ditinggalkan dan tidak menyesal atas kemaksiatan yang terus
Dalam waktu singkat, ia pun menjadi kaya raya dengan mempunyai dilakukan.
banyak emas dan harta melimpah. Akan tetapi, lambat laun ia mulai
lupa kepada Allah. Secara psikologis, orang yang tertimpa istidraj, perilakunya sangat
terlena dengan semua yang ia punya, sehingga lupa bahwa semuanya
Qarun dengan kelalaiannya pun dibinasakan dengan ditelan bersama hanyalah titipan sementara. Dia lupa bersyukur atas nikmat yang
harta-hartanya. Makanya, kalau hari ini ada yang menemukan harta diberikan, begitu juga dia gemar melakukan kemaksiatan tanpa
tertimbun dalam tanah, orang-orang akan menyebutnya sebagai harta merasa berdosa.
karun, dengan dinisbatkan kepada harta Qarun yang ditelan bumi.
Sebagaimana firman Allah SWT:
Dan menganggap nikmat yang Allah Swt berikan merupakan sebuah “Takutlah pada perlakuan baik Allah kepadamu di tengah durhakamu
anugerah dan kebaikan untuknya. Ketika hal ini terjadi, maka akan yang terus-menerus terhadap-Nya. Karena, itu bisa jadi sebuah istidraj,
berakibat nantinya mendapatkan siksaan dari arah yang tidak disangka seperti firman-Nya, ‘Kami meng-istidraj-kan mereka dari jalan yang
-sangka. Maka dari itu, kita perlu meminta pertolongan kepada Allah mereka tak ketahui’.”
SWT dan juga mengasah keimanan agar terus meningkat sehingga
menyadari hakikat nikmat dan siksaan. Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa ketika
seseorang mendapatkan kenikmatan, baik nikmat materi maupun non
Cara termudah untuk membedakan kesenangan yang datangnya dari materi, hendaklah ia bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh zat
kemurahan Allah dengan istidraj adalah ketakwaan. Jika orang pemberi nikmat, dan bukannya lupa kepada-Nya. Dan segera bersyukur
tersebut taat dalam beribadah, bisa jadi nikmat yang diterima adalah kepada-Nya, baik secara lisan, perbuatan maupun keyakinan dalam
kemurahan Allah. Begitupun sebaliknya, apabila orang tersebut lalai hati. Realisasi syukur itu bisa berupa semakin rajin beribadah,
dalam ibadah bisa jadi itu merupakan istidraj. bersedekah maupun perilaku-perilaku yang bermanfaat bagi orang lain.

Bagi siapa saja yang saat ini sedang diliputi kebahagiaan, sedang Begitu bahayanya istidraj, sampai-sampai Umar bin Khattab pernah
merasakan rezeki yang lancar, kenaikan jabatan atau pun kebahagiaan berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu menjadi
lainnya, kiranya perlu mawas diri dan waspada karena bisa jadi saat ini mustadraj (orang yang ditarik dengan berangsur-angsur ke arah
dia sedang teridentifikasi mengalami istidraj. kebinasaan).”

Bagaimana cara mengenalinya? Berikut ini adalah ciri-ciri istidraj yakni:


(1) nikmat dunia yang semakin bertambah, namun keimanannya
semakin menurun, (2) mendapat kemudahan hidup meski terus
menerus bermaksiat, (3) rezeki selalu bertambah, meski terus lalai
dalam ibadah, (4) semakin kaya, namun semakin menjadi kikir, dan (5)
jarang sakit, namun kerap berlaku sombong.

Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Syekh Ibnu Athaillah as
-Sakandari dalam al-Hikam, yakni:
Khutbah II

Anda mungkin juga menyukai