meriks toleran ada batasan : selalu ada konflik dan batasan (lgbt dll), contingent rely sama
view mereka sendiri.
ide2 kasih sayang dan iba masih ada., identitas dll dan lainnya.
Atheis itu : Masyarakat ga percaya adanya tuhan, dewa , entitas apapun yang lebih tinggi
dari manusia , mereka percaya kalau segala sesuatu terjadi based on hard work. , Kalo
religius. Masyarakat ada kepercayaan sendiri kalo sesuatu mungkin terjadi karena kehendak
tuhan, (bukan berarti mereka ga hardwork)
Kayak gimana?
a. Ya some agama ada view sendiri → ini malah penting as identity juga.
b. Batasan2 ini malah penting di society → di ateis itu semua orang setuju dan lainnya.
dan batasan2 ini kan di society juga diimplementasi berdasarkan gimana society itu
sendiri saat itu.
Religius dan Toleran → Mereka masih open minded → Diskusi tentang hal2 yang mungkin
dilihat kurang religius (lgbt) masih ada dikita dan rights mereka masih bisa diperjuangkan
SQ : rely on materialism , gaharus . Agama itu provide → ilusi untuk semua ada yang ngatur.
(Ateis itu materialistic), [hustle culture etc].
meriks toleran ada batasan : selalu ada konflik dan batasan (lgbt dll), contingent rely sama
view mereka sendiri.
2. Kenapa masyarakat religius dan toleran membuat society yang kurang toxic?
a. SQ saat ini , orang dituntut semakin individualis, → KArena kapitalisme dll. →
Ateisme yang lebih rely sama materialism, sukses itu bikin masyarakat makin toxic,
standar makin kuat antar individu
b. Hustle Culture → kamu dipaksa selalu ada yang paling baik , ini jadi salah satu
based on conflict yang lebih besar. , Perselisihan lebih besar di GOV
c. Based on batasan (racism dan lainnya itu dari agama, kalo kamu gaboleh
membeda2kan satu sama lain hanya based on color, ada ayat dan kitab yang secara
eksplisit bilang hal ini. religius jadinya dipaksa mereka harus percaya hal ini
d. DI GOV, untuk dapatkan hal tersebut, kamu based on competition
—--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Steph
Bidasan:
1. Melihat sesuatu yg paling benar itu tidak ekslusif, apabila tiadapun konflik agamis di
sisi pemerintah akan tetap ada konflik2 ideologis seperti kapitalisme dan komunisme,
di mana org2 yg pro kapitalisme dan pasar bebas juga bisa saja tidak akan mau
membantu aktor2 yg rentan, ateis juga tidak sama dgn open minded kan, spektrum
akan selalu ada. Kita bisa lihat ada ateis yang liberal di status quo seperti Neil
DeGrasse Tyson, tapi ada juga ateis yang konservatif dan anti LGBT seperti Richard
Dawkins yang masih bilang kalau transexual dan gender yg non-biner itu tidak sesuai
dgn sains kan, yg selalu bilang kalau sex dan gender hanya ada dua. Jadi kalaupun
tidak ada konflik agama di sisi pemerintah, konflik berdasarkan sains ataupun
ideologi juga masih ada. Justru akan lebih parah karena sifatnya terpolarisasi
sehingga ada bentrok antara nilai2 sayap kanan ekstrem, dan sayap kiri ekstrem.
2. Kedua, karakterisasi dari pemerintah itu sudah melanggar fiat di debat ini, mereka
mendeskripsikan seakan orang ateis adlah orang yg cinta damai dan org beragama
itu memiliki kecenderungan untuk konflik. Padahal, toleran berarti kita mau
mendengar opini lain, dan yg paling penting adalah tidak ada orang yg tersakiti, ini
adalah harm principle. Jadi kami tidak mengerti kenapa mereka ngeframe kalau
orang tidak akan dibantu hanya karena tidak berasal dari agama yg sama, padahal
justru poin dari toleran. Meski worst case di kami adalah pergerakan sosial akan
stuck, paling tidak mereka tidak diganggu dan tidak dirugikan karena di dunia kami
mereka bersifat toleran yg akan kami jelaskan lebih lanjut nantinya.
3. Individual fulfillment di sisi pemerintah justru jauh lebih buruk, karena mereka
tertekan dan tidak punya safety net psikologis, sehinga mereka tidak akan pernah
merasa pendapatan mereka cukup, mengkomaprasi hidup mereka, dll, mereka
teralienasi oleh kapitalisme jd individualistik dan ga mau bantu minoritas.
Kita hidup di dunia yang sangat hiperkompetitif dan kapitalistik, sehingga satu2nya cara
yang bisa menyeimbangkan kesulitan duniawi adalah dengan agama. Ini adalah mosi
preferensi, sehingga apabila kami dapat mmbuktikan kalau dunia yang orang2nya religius
toleran itu lebih baik daripada dunia dengan masyarakat ateis, maka kami dapat
memenangkan perdebatan ini.
Karakterisasi religius toleran: artinya mereka mempercayai agama, namun tidak
memaksakan agama mereka pada orang lain, pemikiran mereka terbuka, mau mendengar
feedback, dsb.
Karakterisasi ateis: orang-orang yang tidak mempercayai konsep bahwa ada makhluk yg
mahakuasa yg dapat mengatur segalanya seperti Tuhan maupun dewa.
Argumen
1. Masyarakat ateis akan menjadi masyarakat yg sangat materialistik, sehingga akan
terfokus pada pencapaian yang sifatnya duniawi seperti uang, harta, dan kekayaan.
Karena absennya konsep Tuhan dan agama, akhirnya mereka tidak akan memiliki
bahu untuk bersandar. Kalaupun pada skenario terbaik akan tetap ada support
system seperti teman, sahabat & keluarga, ataupun psikolog, ini akhirnya tidak akan
efektif karena peer pressure untuk mencapai hal2 yg sifatnya materialistik akan
sangat besar. Misalkan ekspektasi untuk bisa jadi freshgrad dengan gaji 2 digit, dll.
Di sisi kami, karena masyarakat yang sifatnya masih religius, setidaknya ketika
mereka merasa tertekan mereka bisa berdoa yang akhirnya menenangkan diri
mereka, memberi mereka motivasi karena dalam agama misalnya di kristen ada
slogan ora et labora yg artinya berdoa dan bekerja. Sehingga, kalaupun posisi
mereka terpuruk setidaknya mereka tetap bisa mencari secercah kebahagiaan lewat
agama, agama dapat bekerja sebagai eskapisme mereka. Eskapisme di dunia ateis
yg materialis akan lebih buruk: narkoba & alkohol, ini sangat mgkin terjadi →
kenapa? krn tidak ada aturan agama yg mengikat mereka dan prevensi mereka utk
melakukan hal2 yg lebih dapat merugikan diri mereka bukan.
Kita memberi harapan dan kebahagiaan.