Anda di halaman 1dari 7

LEMBAR TUGAS MANDIRI PBL-2

MODUL DERMATOMUSKULOSKELETAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SULTAN
AGENG TIRTAYASA
Jalan Jendral Sudirman Km. 3 Cilegon
Oleh : Shakila Nur Khalisa/ 8881210020

Nama : Shakila Nur Khalisa


NPM : 8881210020
Kelompok: C

PBL 2 : Masalah Ayi di Perantauan

Ayi, perempuan berusia 22 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan bercak merah perih dan gatal
pada kedua tangan. Keluhan tersebut mulai dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya terasa perih
disertai gatal pada kedua telapak tangan, diikuti dengan timbul bercak merah bersisik. Keluhan tersebut
semakin meluas hingga ke seluruh area sela jari dan pinggir jari tangan. Pasien sempat mengobati keluhan
dengan minum obat CTM yang dibeli di warung, merendam tangan dengan larutan kalium permanganat,
dan setelahnya mengoles tangan bergantian dengan minyak zaitun dan minyak gosok, namun bercak
semakin merah dan perih. Selain itu, pasien juga merasa mengantuk akibat minum obat CTM dan keadaan
tersebut sangat mengganggu pasien dalam bekerja. Dalam satu bulan terakhir bercak merah semakin
menebal, bersisik, teraba kasar, beberapa bercak menggelap, dan di sekitar bercak terdapat luka berbentuk
garis yang terasa sangat perih. Keadaan ini membuat Nn.Ayi sulit untuk terus bekerja, padahal dia
membutuhkan uang untuk membayar sewa kos dan mengirimkan dana ke orang tuanya di kampung setiap
bulan.
Ayi pergi merantau dan bekerja sebagai petugas kebersihan di salah satu apartemen di Jakarta sejak 4
bulan yang lalu. Keluhan bercak merah disertai perih pada kedua tangan dirasakan pasien semenjak satu
bulan bekerja, keluhan dirasakan memberat saat shift bekerja dan berkurang saat libur. Pasien
menjelaskan bahwa pekerjaannya meliputi membersihkan jendela, pintu, lift, lantai ruangan kantor, lobby,
dan kamar mandi; serta mencuci piring dan gelas di pantry. Bekerja di bagian ini memang membuat
tangan sering berkontak dengan air dan bahan pembersih, sehingga keadaannya sering lembab dan basah
(wet work/ pekerjaan basah). Ayi tidak pernah menggunakan sarung tangan saat bekerja karena merasa
risih. Terkait pandemi COVID-19 ini, Ayi juga dituntut untuk meningkatkan frekuensi membersihkan
beberapa bagian apartemen, gagang pintu dan tombol lift, dan juga harus sering mencuci tangan dengan
sabun atau memakai hand sanitizer sebagai bagian dari protokol kesehatan.
Ayi tidak memiliki riwayat alergi. Selama tinggal di Jakarta, Ayi indekos di dekat apartemen tempatnya
bekerja, dan uang sewa kos sudah termasuk biaya cuci baju dan pemeliharaan kebersihan kamarnya.

BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan Menaker kep.men.No.1/MEN/1981, penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.1 Berdasarkan Peraturan Presiden No 7 Tahun 2019,
penyakit tersebut meliputi jenis penyakit: yang disebabkan pajanan factor yang timbul dari aktivitas
pekerjaan; berdasarkan system target organ; kanker akibat kerja;dan spesifik lainnya.2 Dimana terdapat 30
jenis penyakit akibat kerja yang wajib dilaporkan jika terjadi.1 Mulai dari saluran napas hingga kulit.
Penyakit akibat kerja bisa terjadi jika terpapar bahaya kesehatan kerja (health hazard) yang meliputi:
bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya ergonomi,bahaya biologi, dan bahaya psikologi. Jika dikaitkan pada
pemicu yang merupakan kelainan dermato (kulit) kemungkinan bahaya berasal dari paparan bahan kimia
yang bisa bersifat iritatif dan menimbulkan alergi. Berdasarkan Peraturan Presiden No 7 Tahun 2019,
penyakit kulit akibat kerja terdiri dari 3 jenis penyakit, yaitu:
1. Dermatosis kontak alergika dan urtikaria yang disebabkan oleh faktor penyebab alergi lain yang
timbul dari aktivitas pekerjaan yang tidak termasuk dalam penyebab alergi lain yang timbul dari
aktivitas pekerjaan yang tidak termasuk dalam penyebab lain;
2. Dermatosis kontak iritan yang disebabkan oleh zat iritan yang timbul dari aktivitas pekerjaan,
tidak termasuk dalam penyebab lain; dan
3. Vitiligo yang disebabkan oleh zat penyebab yang diketahui timbul dari aktivitas pekerjaan, tidak
termasuk dalam penyebab lain.2

BAB II
PEMBAHASAN
TATALAKSANA PENANGANAN PAK (PENYAKIT AKIBAT KERJA) PADA KULIT
Berdasarkan gejala-gejala yang muncul dalam pemicu dugaan terkuat pada kasus ini adalah dermatitis
kontak. Dimana dermatitis kontak ini menjadi 50% penyakit yang dialami berkaitan dengan penyakit
akibat kerja (PAK). Oleh karena itu, pembahasan akan berfokus pada tatalaksana penanganan untuk
dermatitis kontak baik itu dermatitis kontak iritan maupun dermatitis kontak alergen.
Dermatitis Kontak
A. Non Farmakologi Dermatitis Kontak Iritan3
1. Mencuci daerah yang terkena iritan sesegera mungkin untuk mengurangi waktu kontak iritan
dengan kulit.
2. Edukasi untuk menghindari bahan-bahan yang berpotensi menyebabkan respon iritasi pada
kulit.
3. Penggunaan baju pelindung, sarung tangan, dan peralatan pelindung lainnya dan diganti
secara berkala.
4. Menggunakan krim untuk menghalangi kulit (barrier cream)sebelum melakukan kontak
dengan bahan iritan.
B. Non Farmakologi Dermatitis Kontak Alergen 3

Tatalaksana untuk Dermatitis kontak alergen (DKA) yaitu dengan membersihkan area
yang terkena alergen dengan mengompres menggunakan air hangat (32,3oC) atau lebih
dingin. Mencuci area yang terpapar dengan sabun hipoalergenik dan tidak menggosok
pada bagian yang ruam.
C. Farmakologi Dermatitis Kontak3
a. Dermatitis kontak yang akut
Penanganan dermatitis kontak yang akut dapat diberikan obat topikal berupa kompres
larutan garam fisiologis pada lesi akut yang basah. Selain itu, dapat diberikan
kortikosteroid ringan (hidrokortison 12.5%) sebagai anti inflamasi, imunosupresi, dan
vasokonstriksi jika lesi sudah mengering. Pada dermatitis kontak yang akut dapat juga
diberikan pengobatan sistemik berupa antihistamin yaitu reseptor antagonis HI sebagai
pilihan pertama. Apabila lesi berat dan luas areanya, dapat diberikan kortikosteroid
seperti prednison atau prednisolon dan antibiotik jika terjadi infeksi sekunder seperti
amoksisilin atau eritromisin.
b. Dermatitis kontak yang kronik
Pengobatan untuk dermatitis kontak yang kronik dapat diberikan kortikosteroid yang
mempunyai efek lebih poten seperti desoksimetason 0,025%. Sedangkan untuk
pengobatan sistemik dapat diberikan antihistamin.
Selain tatalaksana di atas adapun tatalaksana untuk dermatitis kontak alergen dan dermatitis kontak iritan
berdasarkan PPK PERDOSKI tahun 2017.4
Dermatitis Kontak Alergen
A. Non Farmakologi4
1. Identifikasi dan menghindari/menghentikan bahan yang menjadi alergen tersangka.
2. Penggunaan alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, apron, sepatu bot.* Pada
beberapa kondisi oklusif akibat penggunaan sarung tangan terlalu lama dapat memperberat
gangguan sawar kulit.
B. Farmakologi4
1. Sistemik: simtomatis sesuai gejala dan gambaran klinis
a. Derajat sakit berat: dapat ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison 20
mg/hari dalam jangka pendek (3 hari).
2. Topikal: sesuai dengan sajian klinis
a. Basah (madidans): kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan NaCl 0,9%
b. Kering : beri krim kortikosteroid potensi sedang sampai tinggi, misalnya mometason
furoat, flutikason propionat, klobetasol butirat.
c. Jika kronik, berikan inhibitor kalsineurin atau kortikosteroid potensi kuat atau
fototerapi. atau obat imunosupresif sistemik misalnya azatioprin atau siklosporin.
Bila ada superinfeksi oleh bakteri: antibiotika topikal/sistemik
d. Tindak lanjut : DKA yang mengenai telapak tangan (hand dermatitis) dapat sangat
menyulitkan untuk melaksanakan tugas sehari-hari sehingga dianjurkan pemakaian
APD yang sesuai dan pemberian emolien
3. Edukasi4
a. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan penyakit
yang akan lama walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan pekerjaan,
perawatan kulit.
b. Edukasi mengenai penggunaan alat pelindung diri yang sesuai dengan jenis
pekerjaan, bila dermatitis berhubungan dengan kerja.
c. Edukasi mengenai perawatan kulit sehari-hari dan penghindaran terhadap alergen
berdasarkan hasil uji tempel.
Dermatitis Kontak Iritan
A. Non Farmakologikal4
1. Identifikasi dan menghindari/menghilangkan kontak dengan bahan iritan.
2. Penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya sarung tangan apron, sepatu bot. Pada
beberapa kondisi oklusif akibat penggunaan sarung tangan terlalu lama dapat memperberat
gangguan sawar kulit.
3. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan penyakit yang
akan lama walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan pekerjaan, perawatan
kulit.
B. Farmakologi4
1. Sistemik: simtomatis sesuai gejala dan gambaran klinis
a. Derajat sakit berat: dapat ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison 20
mg/hari dalam jangka pendek (3 hari).
2. Topikal: sesuai dengan sajian klinis
Pelembap setelah bekerja/after work cream. Disarankan pelembab yang kaya kandungan
lipid, petrolatum

a. Basah (madidans): kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan NaCl 0,9%
b. Kering : beri krim kortikosteroid potensi sedang, misalnya fluosinolon asetonid.
c. Jika berjalan kronik, dapat diberikan mometason furoate intermiten.
d. Jika kronik, berikan inhibitor kalsineurin atau kotrikostreoid potensi kuat atau
fototerapi. atau obat imunosupresif sistemik misalnya azatioprin atau siklosporin.
Bila ada superinfeksi oleh bakteri: antibiotika topikal/sistemik.
3. Edukasi4
a. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan penyakit
yang akan lama walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan pekerjaan,
perawatan kulit.
b. Edukasi mengenai penggunaan alat pelindung diri yang sesuai dengan jenis
pekerjaan, bila dermatitis berhubungan dengan kerja.
c. Edukasi mengenai perawatan kulit sehari-hari dan pencegahan paparan terhadap
iritan yang dicurigai.
Urtikaria
Urtikaria adalah penyakit kulit yang ditandai dengan urtika berbatas tegas, dikelilingi oleh daerah
berwarna kemerahan, dan terasa gatal yang dapat terjadi dengan atau tanpa angioedema. Urtika terdiri
dari tiga gambaran klinis, yaitu: (i) edema di bagian sentral dengan ukuran bervariasi, hampir selalu
dikelilingi oleh eritema, (ii) disertai oleh gatal atau kadang sensasi seperti terbakar, dan (iii) berakhir
cepat, kulit kembali ke kondisi normal biasanya dalam waktu 1-24 jam.4 Urtikaria ini biasa ditemui di
kelainan kulit lainnya termasuk dermatitis kontak (iritan atau alergik).
A. Tatalaksana
1. Prinsip
Atasi keadaan akut terutama pada angioedema karena dapat terjadi obstruksi saluran napas.
Dapat dilakukan di unit gawat darurat bersama-sama dengan/atau dikonsulkan ke Spesialis
THT.
2. Topikal
Bedak kocok dibubuhi antipruritus mentol dan kamfer.
3. Sistemik
Urtikaria akut
- Antihistamin (AH-1) generasi dua (non-sedatif).
- Bila dengan AH nonsedatif tidak berhasil maka diberikan AH-1 generasi satu
(sedatif).
Urtikaria kronik
- Terapi lini pertama:Antihistamin H1 generasi kedua (non-sedatif).
- Terapi lini kedua: Jika gejala menetap setelah 2 minggu, antihistamin H1 generasi
kedua (non sedatif) dapat dinaikkan dosisnya 2-4 kali.
- Terapi lini ketiga: Bila gejala masih menetap sampai 1-4 minggu, ditambahkan:
● Antagonis leukotrien (montelukast) ,atau siklosporin atau omalizumab.
● Jika terjadi eksaserbasi gejala dapat diberikan kortikosteroid sistemik dengan
dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari, tidak boleh lebih dari 10 hari.
Vitiligo
A. Non farmakologi
1. Menghindari trauma fisik yang dapat menyebabkan lesi depigmentasi baru pada lokasi
trauma.4
2. Menghindari stress.4
3. Menghindari paparan sinar matahari berlebihan.4
B. Medikamentosa
1. Lini Pertama
- Topikal: kortikosteroid topikal, calcineurin inhibitor (takrolimus,, pimekrolimus).4
- Fototerapi: narrowband ultraviolet B, excimer lamp (laser 308 nm).4
- Fotokemoterapi: kombinasi psoralen dengan phototherapy ultraviolet A.4
2. Lini Kedua
- Topikal: kombinasi kortikosteroid topikal dengan analog vitamin D3 topikal.4
- Sistemik: betametason 5 mg dosis tunggal, dua hari berturut-turut per minggu selama
16 minggu. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menahan penyebaran lesi aktif dan
progresif pada VNS yang akut/aktif) 4
- Excimer lamp4
- Fotokemoterapi
● Kombinasi psoralen dengan phototherapy ultraviolet A (PUVA).
● Kombinasi NBUVB dengan calcineurin inhibitor topikal.
● Kombinasi NBUVB dengan kortikosteroid sistemik.4
3. Lini Ketiga
Tindakan pembedahan dapat dilakukan seperti:
- Minipunch grafting.
- Split-skin graft.
- Suction blister epidermal grafts (SBEG).4
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa kondisi yang dialami Ayi adalah penyakit akibat
kerja (PAK) pada kulit. Sebagaimana tercantum pada Peraturan Presiden No 7 Tahun 2019, penyakit kulit
akibat kerja terdiri dari 3 jenis penyakit, yaitu dermatitis kontak alergi dan urtikaria, dermatitis kontak
iritan, dan vitiligo yang disebabkan oleh zat penyebab yang diketahui timbul dari aktivitas pekerjaan. Dari
gejala yang dijabarkan pemicu, kemungkinan besar kondisi yang dialami oleh Ayi adalah dermatitis
kontak iritan. Hal itu terjadi akibat seringnya frekuensi Ayi terpapar zat iritan seperti sabun dan hand
sanitizer. Oleh karena itu, tatalaksana yang tepat dilakukan kepada Ayi adalah tatalaksana untuk
dermatitis kontak iritan (DKI), baik secara farmakologi maupun non farmakologi.

Referensi
1. Republik Indonesia.PER.01/MEN/1981.Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 1981;1-7.
2. Republik Indonesia. Perpres Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Penyakit Akibat Kerja. [Internet].
Diakses pada 29 Nov 2022. Tersedia pada:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/101622/perpres-no-7-tahun-2019#:~:text=Peraturan%20
Presiden%20ini%20mengatur%20tentang,didiagnosis%20menderita%20penyakit%20akibat%20k
erja.
3. Pramantara I, Brathiarta i. Dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja garmen. E-Jurnal Medika
Udayana [Online]. 2014: 97-108. Web. 29 Nov 2022. Tersedia pada:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/7722
4. Syarief H, dkk. Panduan praktik klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia.
PERDOSKI. Salemba:Jakarya. 2017. Tersedia pada:
https://perdoski.id/uploads/original/2017/10/PPKPERDOSKI2017.pdf

Anda mungkin juga menyukai