Anda di halaman 1dari 3

Nama : Lidya Ayu Ningrum

NPM : 203300516059
Mata Kuliah : Hukum Lingkungan (R.01)

Soal!
1. Terangkan hal-hal pokok yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1994 tentang Ratifikasi.
Konvensi mengenai Keanekaragaman Hayati.
2. Terangkan hal-hal pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.
3. Terangkan pula hal-hal pokok yang diatur dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982; Zona
Ekonomi Eksklusif; dan Konvensi Rio de Janeiro.
4. Perhatikan Aspek Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumber Daya Laut dan Pantai.
Sebutkan unsur-unsur pokok yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya laut.
5. Uraikan pula pentingnya aspek kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya kelautan.

Jawaban!
1. Konvensi ini adalah hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (The Earth Summit) yang
diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brazil, 3 – 14 Juni 1992. Ketentuan yang tercantum
dalam konvensi ini menyangkut aspek lingkungan yang cukup komprehensif, terutama
menyangkut keanekaragaman hayati. Dalam Pasal 1 Konvensi ini dinyatakan bahwa
tujuan seperti tertuang dalam ketetapan-ketetapannya, ialah konservasi keanekaragaman
hayati, pemanfaatan komponen-komponennya secara berkelanjutan, dan membagi
keuntungan yang dihasilkan dari pendayagunaan sumber daya genetik secara adil dan
merata, termasuk melalui akses yang memadai terhadap sumber daya genetik dan dengan
alih teknologi yang tepat guna, dan dengan memperhatikan semua hak atas sumber-sumber
daya dan teknologi itu, maupun dengan pendanaan yang memadai. Pasal 3 mengatur
mengenai Prinsip sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan asas-asas hukum
internasional bahwa setiap negara mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber-
sumber dayanya sesuai dengan kebijakan pembangunan lingkungannya sendiri, dan
tanggungjawab untuk menjamin bahwa kegiatan-kegiatannya yang dilakukan di dalam
yurisdiksinya atau kendalinya tidak akan menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan
negara lain atau kawasan di luar batas yurisdiksi nasionalnya. Pasal 6 mengatur janji bagi
setiap Negara peserta untuk mengembangkan strategi nasional, rencana atau program untuk
pelestarian dan pendayagunaan berkelanjutan dari keanekaragaman hayati. Di samping itu,
juga menetapkan agar dalam setiap kebijaksanaan, rencana dan program sektoral sejauh
mungkin memadukan pelestarian dan pendayagunaan berkelanjutan keanekaragaman
hayati. Pasal 7 mengatur tentang identifikasi dan pemantauan untuk kepentingan
pelestarian pendayagunaan berkelanjutan termasuk pemantauan untuk melakukan
tindakana segera untuk penyelamatan keanekaragaman hayati.
2. Pemerintah dalam melindungi lingkungan laut beserta sumber daya alam telah menetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan /atau
Perusakan laut. Peraturan Pemerintah ini adalah instrumen yang memuat larangan kegiatan
yang dapat menimbulkan pencemaran laut atau kerusakan laut. Di samping itu, PP ini juga
memuat kewajiban bagi setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan : (1) untuk
melakukan pencegahan terjadinya pencemaran laut; (2) memenuhi persyaratan mengenai
baku mutu lingkungan laut; (3) melakukan pencegahan kerusakan laut; (4) melakukan
penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan laut yang diakibatkan oleh kegiatannya;
(5) melakukan pemulihan mutu laut; (6) memberitahukan kepada pejabat yang berwenang
terdekat dan/atau instansi yang bertanggung jawab dalam hal terjadi keadaan darurat; (7)
mendapat izin Menteri untuk melakukan dumping ke laut; (8) mengizinkan pengawas
memasuki lingkungan kerjanya dan membantu terlaksananya tugas pengawasan tersebut;
memberikan keterangan dengan benar, baik secara lisan maupun tertulis apabila hal itu
diminta oleh pengawas; memberikan dokumen dan/atau data yang diperlukan oleh
pengawas untuk melakukan pengambilan contoh limbah atau barang lainnya yang
diperlukan pengawas; dan mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan gambar
dan/atau melakukan pemotretan di lokasi kerjanya; (9) menyampaikan laporan hasil
pemantauan yang telah dilakukan oleh instansi yang bersangkutan; (10) menanggung biaya
penanggulangan pencemaran dan /atau perusakan laut serta biaya pemulihannya yang
diakibatkan kegiatan usahanya.
3. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985, sejak tanggal 31 Desember 1985
Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Implikasi dari ratifikasi tersebut Indonesia secara otomatis terikat dengan berbagai
kewajiban di samping berbagai hak-hak yang terdapat di dalamnya. Masalah wilayah
kelautan merupakan hal yang esensial bagi negara Republik Indonesia karena berkaitan
dengan masalah kedaulatan. Dalam konteks kewenangan untuk mengambil dan
memanfaatkan sumber daya alam dalam ZEE, luasnya area yang menjadi yurisdiksi negara
pantai sangat ditentukan oleh bagaimana negara pantai yang bersangkutan menetapkan
batas-batas laut wilayahnya. Hak-hak negara pantai tersebut ditetapkan antara lain dalam
Pasal 56 UNCLOS. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia mengatur ketentuan pidana mengenai perlindungan lingkungan
hidup. Ketentuan-ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 16, 17 dan 18. Konferensi
Tingkat Tinggi Bumi yang dilaksanakan di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun 1992
menyatakan bahwa penanganan masalah lingkungan harus dilakukan dengan pendekatan
yang holistik dan mencakup matra ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pembangunan
lingkungan diarahkan pada perspektif jangka panjang dari generasi ke generasi. Untuk
itulah maka diperlukan adanya konsepsi pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) dengan tujuan memelihara keberlanjutan sumber daya alam dan lingkugan
demi menjalankan fungsinya sebagai sistem penunjang kehidupan.
4. Dewan Hankamnas, BPP Teknologi, dan perundang-undangan RI telah menetapkan antara
lain sejumlah 12 unsur yang terkait dalam pengelolaan sumber daya laut, yaitu : (1)
Perikanan; (2) Perhubungan Laut; (3) Industri dan Maritim; (4) Pertambangan dan Energi;
(5) Wisata Bahari; (6) Tenaga Kerja Maritim; (7) Pendidikan Maritim; (8) Masyarakat
Bahari dan Pesisir; (9) Hukum dan Penataan Maritim; (10) Penerangan Bahari; (11) Survei,
Pemetaan, dan Iptek Maritim; (12) Sumber Daya laut, Lingkungan dan Pesisir. Hemat
penulis bahwa selain kelembagaan di atas peran lembaga legislatif juga memiliki peran
yang sangat besar dalam menyukseskan pengelolaan sumber daya kemaritiman ini.
Sebagian besar departemen (kementerian) dalam struktur pemerintahan dewasa ini yang
mempunyai kepentingan di wilayah pantai dan laut, antara lain Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, Kementerian Pertahahanan dan Keamanan,
Kepolisian, dan Kementerian Perhubungan.
5. Sebagian besar departemen (kementerian) dalam struktur pemerintahan dewasa ini yang
mempunyai kepentingan di wilayah pantai dan laut, antara lain Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, Kementerian Pertahahanan dan Keamanan,
Kepolisian, dan Kementerian Perhubungan. Dalam penanganan kepentingan masing-
masing Kementerian membentuk aparat-aparat yang mempunyai hubungan kerja vertikal
dan kerja sama secara horizontal. Khusus instansi pemerintah, kerja sama antar lembaga
secara terpadu ini di antaranya dapat diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan alokasi sumber
daya hayati, pemberian izin pemanfaatan, dan pengawasan terhadap pemanfaatan. Sisi lain
yang rupanya sangat berperan dalam lingkup ini adalah dukungan lembaga legislatif.
DPRD memiliki kedudukan yang sangat strategik dalam mendukung pemberdayaan SDA
kemaritiman. DPRD di daerah memiliki kekuasaan untuk menetapkan sejumlah peraturan
daerah yang diperlukan, mengalokasikan anggaran yang cukup, serta melakukan
pengawasan yang efektif dalam rangka pembangunan sektor kemaritiman ini. Oleh karena
itu sangat diharapkan penyamaan persepsi dan ayunan langkah ke depan DPRD bersama
dengan pemerintah daerah untuk membangunan sektor kelautan yang memiliki daya saing
yang cukup kuat di daerah.

Anda mungkin juga menyukai