Anda di halaman 1dari 42

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Pemanasan

Pemanasan adalah praktik yang dilakukan oleh banyak atlet sebelum

melakukan aktivitas fisik (Anderson et al., 2014). Pemanasan pada umumnya

dilakukan sebelum latihan atau aktivitas fisik dengan keyakinan bahwa latihan ini

akan meningkatkan kinerja latihan dan mencegah atau meminimalisir cedera yang

kemungkinan timbul (Takizawa, 2012: 455).

Pemanasan direncanakan untuk meningkatkan penampilan fisik, menjaga

kesehatan dan atau meningkatkan kebugaran. Pemanasan pada umumnya dipakai

dalam rangkaian program pengajaran olahraga atau latihan fisik. Pada dasarnya

pemanasan ini mempersatukan aspek fisiologis dan psikologis yang diarahkan

kepada tugas latihan berikutnya. Atau dapat dikatakan pemanasan sangat berguna

untuk mempersiapkan tubuh secara fisik dan psikologis. Pemanasan merupakan

aspek terpenting dalam sesi latihan. Para pelaku olahraga perlu melakukannya

dengan benar untuk memaksimalkan performa dan memperkecil risiko cedera.

Pemanasan juga membantu pelaku olahraga berkonsentrasi pada sesi yang

berlangsung. Pemanasan yang baik merupakan hal yang fundamental dalam

memastikan sesi latihan yang produktif.

Perlu diketahui, peregangan bukan pemanasan, namun ini adalah bagian

yang sangat penting dari pemanasan. Pemanasan secara harfiah adalah proses

menaikkan suhu tubuh inti. Pemanasan dapat melakukan lebih dari sekadar

xviii
melemaskan otot-otot yang kaku bila dilakukan dengan benar, itu sebenarnya

dapat meningkatkan kinerja. Di sisi lain, pemanasan yang tidak tepat atau tidak

ada pemanasan sama sekali, dapat meningkatkan risiko cedera dalam melakukan

aktivitas fisik. Tujuan pemanasan (menurut Kurz) adalah untuk peningkatan

kesadaran, peningkatan koordinasi, peningkatan elastisitas dan kontraktilitas otot,

dan efisiensi yang lebih besar dari sistem pernafasan dan kardiovaskular (Alter,

2018).

Para ahli mengklaim bahwa pemanasan dinamis bisa lebih meningkatkan

kinerja daripada pemanasan statis. Meskipun demikian, beberapa penelitian

sebelumnya tidak dapat menunjukkan efek negatif dari pemanasan statis.

Perbedaan ini dapat dikaitkan dengan usia dan status latihan subjek, durasi

pemanasan, intensitas dan volume, serta faktor-faktor lain seperti durasi latihan

dalam sehari. Pemanasan statis adalah aktivitas pasif dan karena itu kemungkinan

tidak menghasilkan peningkatan suhu otot, sedangkan pemanasan dinamis adalah

aktivitas aktif, yang dapat menghasilkan peningkatan suhu otot (Ben Maaouia,

2018: 11-12).

Pemanasan ini terdiri dari sekelompok latihan gerakan yang dilakukan

pada saat hendak melakukan aktivitas olahraga. Dengan melakukan latihan

tersebut diharapkan akan memberikan penyesuaian pada kondisi tubuh dari

keadaan istirahat (rileks) sebelum melakukan aktivitas olahraga. Latihan

pemanasan tersebut diharapkan dapat memperbaiki penampilan serta mengurangi

kemungkinan terjadinya cedera dengan cara mengerahkan baik kondisi mental

maupun fisik (Alter, 2018).

xix
Pemanasan yang divariasikan dalam pembelajaran PJOK sangatlah tepat

diberikan bagi siswa di sekolah. Agar siap untuk aktivitas fisik yang kuat, siswa

memerlukan pemanasan dinamis yang mengaktifkan dan secara efektif

mempersiapkan otot untuk apa yang akan datang dan memungkinkan siswa untuk

fokus pada tugas yang ada (Walter, 2011). Bentuk-bentuk pemanasan yang

menarik dapat dikemas dalam sebuah permainan. Kesiapan mereka ditandai oleh

semangat mereka yang meningkat naik akibat kegiatan pemanasan.

Pemanasan harus dilakukan dengan sebaik mungkin, terlebih pemanasan

yang divariasikan dalam bentuk bermain, karena permainan apapun yang

dilakukan akan menuntut pesertanya untuk bergerak cepat dan bersifat terus

menerus. Pengaruh yang ditimbulkan pelaku, akan berkembangnya kemampuan

dalam hal kecepatan dan kekuatannya, serta tidak kalah pentingnya adalah

kelincahan dan daya tahannya, termasuk daya tahan kecepatan (speed endurance).

Pemanasan dalam setiap pembelajaran harus memperhatikan petunjuk

pelaksanaan pemanasan. Pemanasan yang baik hendaknya memperhatikan hal-hal

berikut: pemanasan cukup dilakukan sekitar 10 menit, pilihlah kegiatan yang

mudah di atur dan melibatkan semua siswa dalam waktu yang sama, variasikan

setiap kegiatan pemanasan dengan memperkenalkan satu atau beberapa kegiatan

baru, dan berhentilah pada puncak kegiatan sehingga peserta akan kembali

antusias pada pembelajaran berikutnya.

2. Bentuk-bentuk Pemanasan

Bentuk-bentuk pemanasan dapat dikelompokkan dalam tiga kategori

(Alter, 2018), diantaranya:

xx
a. Passive Warm-up

Pemanasan pasif merupakan pemanasan dengan menggunakan peralatan

khusus. Di sini melibatkan berbagai peralatan dengan beberapa cara dari luar

untuk menaikkan temperatur tubuh, termasuk di dalamnya diatermi

(aliran/arus/getaran listrik untuk memanaskan jaringan dalam) pemanasan yang

ditempelkan, mandi uap, mandi sauna dan pancuran panas atau mandi air panas.

Meskipun tidak banyak atlet yang mempraktikannya, namun penampilan atau

kinerja fisik akan meningkat di bandingkan dengan tanpa pemanasan sama sekali

jika suhu tubuh cukup meningkat dengan metode ini. Keuntungan yang diperoleh

dari pemanasan pasif adalah bahwa ada kemungkinan berkurangnya kerusakan

akibat menipisnya cadangan energi, karena jumlah kegiatannya yang tidak

seberapa.

b. General Warm-up

Pemanasan umum merupakan teknik pemanasan yang sering digunakan.

Pemanasan ini menggunakan beberapa gerakan yang bervariasi dan secara tidak

langsung berhubungan dengan gerakan yang dipakai dalam olahraga itu sendiri.

Yang termasuk dalam pemanasan ini adalah gerakan calisthenics, jalan cepat,

jogging, dan lompat tali. Proses pemanasan dengan intensitas latihan harus

ditingkatkan secara bertahap, yaitu untuk meningkatkan kapasitas kerja organisme

melalui augmentasi fungsional sistem syaraf otonom, yang selanjutnya proses

metabolisme berlangsung secara menyeluruh akan terjadi dengan lebih cepat.

Akibatnya aliran darah akan meningkat, suhu tubuh naik dan ini akan merangsang

pusat pernafasan, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan suplai O2 pada

xxi
organisme. Peningkatan suplai O2 dan aliran darah akan melebarkan potensi kerja

organisme, yang dapat membantu pelaku olahraga melakukan unjuk kerja secara

lebih efektif. Seiring dengan meningkatnya temperatur tubuh dari gerakan yang

dilakukan juga diikuti meningkatnya temperatur kelompok-kelompok otot secara

efektif.

Alat yang umumnya dipakai dalam pemanasan adalah kegiatan otot itu

sendiri, di mana atlet melakukan beberapa bentuk latihan dan dengan berpakaian

olahraga, kering dan hangat. Pemanasan yang efektif di mulai dari intensitas

rendah ke menengah serta dalam waktu yang relative lama. Sedangkan untuk

menentukan waktu yang optimal seseorang harus mengukur suhu tubuhnya

sendiri, dalam latihan biasanya dilihat dari keringat yang timbul. Dengan keringat

dapat dikatakan suhu tubuh telah naik dari organ dalam, untuk itu pemanasan

sudah dapat diakhiri atau selesai.

Aktivitasnya biasanya berbeda dengan olahraga yang akan dilakukan.

Jogging, kalestenik, lompat tali atau bersepeda merupakan contoh untuk

pemanasan umum. Pada umumnya pelaku olahraga sudah dapat melakukan

pemanasan yang dirasa mencukupi, khususnya pada kelompok cabang olahraga

klasifikasi sedang, sedangkan untuk figure olahraga berat dan membahayakan

seperti skating, loncat indah, anggar, dan peloncat ski sering melakukan

pemanasan yang khusus (utama) dan konsentrasi tinggi. Waktu pemanasan

hendaknya antara 15-30 menit atau bahkan lebih lama lagi dan diakhiri 5-10 menit

untuk aktivitas pemanasan khusus. Namun demikian, waktu untuk pemanasan

xxii
akan dipengaruhi oleh persiapan fisik, daya tahan umum, daya tahan khusus, dan

suhu lingkungan.

Suhu lingkungan akan berpengaruh terhadap waktu yang digunakan,

intensitas, dan waktu yang diperlukan sampai dia dapat berkeringat. Keringat

mungkin akan keluar setelah beberapa menit (12’) dari keadaan aktivitas yang

tidak terputus-putus. Jika suhu lingkungan luar berada pada 8º C atau bahkan

suhunya 10º C, waktu 9 menit sudah cukup untuk berkeringat, suhu lingkungan

luar 14º C, waktu 6 - 6,5 menit melakukan latihan pemanasan keringat sudah akan

keluar. Sedangkan apabila suhu luar 16º C, keringat akan keluar dalam waktu 1

menit. Pemanasan yang dilakukan secara intensif dan tidak terputus-putus,

keringat akan keluar setelah 2-3 menit, namun demikian hal ini belum dapat

memberikan jaminan, bahwa potensi fungsional seseorang telah mencapai taraf

yang mencukupi.

Walaupun sudah banyak petunjuk-petunjuk umum maupun urutan-urutan

tubuh yang dapat dipertimbangkan selama pemanasan, yang lebih pentimg adalah

kecepatan pelaksanaannya harus lebih rendah dibandingkan dengan latihan inti

atau pertandingan serta bentuk latihanya harus khusus, artinya memiliki kesamaan

dengan teknik yang akan ditampilkan. Frekuensi dan jumlah pengulangan bentuk

latihan atau teknik tertentu harus diatur sesuai dengan suhu lingkungannya,

spesifik dengan cabang olahraga serta taraf persiapan fisiknya. Pemanasanan

harus dimulai dengan berlari-lari pelan serta beberapa variasi (ke samping, ke

belakang, tetapi pada umumnya ke depan), yang dapat mempercepat sirkulasi

xxiii
darah, juga dapat memacu suhu tubuh meningkat lebih tinggi pada seluruh tubuh

terutama pada otot.

Selama fase ini, pelaku olahraga juga harus mempersiapkan mental serta

psikologisnya sendiri dalam menghadapi latihan inti atau pertandingan, mencoba

membuat gambaran teknik dengan melakukannya secara mental, sama halnya

dengan memotivasi diri untuk aspek-aspek yang sangat sulit.

c. Formal Warm-up

Pemanasan khusus ini meliputi gerakan-gerakan yang menirukan gerakan-

gerakan yang digunakan dalam aktivitas olahraga yang sesungguhnya, dengan

intensitas yang berkurang. Di sini melibatkan latihan tertentu yang gerakannya

sama dengan kejadian yang sesungguhnya, tetapi intensitasnya dikurangi, sebagai

contoh: pelari jarak jauh melakukan pemanasan dengan berlari kecil sampai

sedang, dan perenang berenang sedikit sampai sedang. Pemanasan khusus

berkonsentrasi pada otot syaraf di bagian tubuh yang akan digunakan pada

aktivitas selanjutnya yang lebih keras. Hal ini juga akan meningkatkan temperatur

bagian tubuh (terutama pada otot dan jaringan penghubungnya) yang langsung

terlihat pada aktivitas tersebut. Pemanasan khusus juga memungkinkan

pengulangan gerakan yang akan dipakai dalam otot syaraf tersebut, sehingga

sangat bermanfaat untuk penampilan fisik yang melibatkan ketremapilan atau

koordinasi khusus.

Pemanasan khusus, tujuannya adalah mengarahkan kepada jenis yang

sangat menonjol dari suatu kerja yang dilakukan dalam latihan intinya, fase

pengarahan pada pemanasan ini tidak hanya ditunjukan pada persiapan mentalnya

xxiv
saja atau koordinasi dari bentuk latiahan tertentu, tetapi juga mempersiapkan

sistim syaraf pusatnya dan meningkatkan kapasitas kerja organismenya. Hal

tersebut dapat direalisasikan melalui pengulangan elemen tekniknya dan bentuk

latihan pemanasan khusus yang digunakan, sangat tergantung pada jenis bentuk

latihan yang ada pada bagian inti atau pertandingan. Pesenam, pegulat, atlet

skating, pelempar atau pelompat, mungkin melakukan elemen teknik tertentu

sebagai bagian dari serangkaian pemanasannya. Hal yang sama terjadi pada

perenang, pelari atau pendayung, mungkin akan mengulang-ulang startnya atau

wind sprint dengan irama serta intensitas yang pendek, bahkan bisa sama dengan

apa yang dituntut diakhir pemanasan khusus.

Sepanjang waktu yang digunakan dalam pemanasan, salah satu patokan

dikatakan bahwa volume kerja lebih tinggi atau lebih lama pada suatu

pertandingan, maka lebih lama pula pemanasan yang dilakukan. Kenyataannya

untuk memperoleh pemanasan yang tepat, seseorang membutuhkan persiapan

fisik umum yang baik dan daya tahan umumnya. Hanya yang benar-benar fit,

yang dapat melakukan pemanasan selama 20-30 menit. Pada pokoknya,

pemanasan digunakan khusus selama musim persiapan sebagai alat untuk

mengembangkan persiapan fisik umumnya.

3. Manfaat Pemanasan

Kebanyakan orang yang melakukan aktivitas fisik secara teratur,

sependapat bahwa ia memiliki alasan bahwa apa yang ia lakukan menyebabkan

badan merasa lebih enak. Sehingga mereka dapat dikatakan lebih mementingkan

xxv
kesehatan oleh aktivitas fisik yang teratur. Maka perlu diketahui, dengan melihat

manfaat pemanasan dari segi fisiologis, psikologis, dan pencegahan cedera.

a. Fisiologis.

Secara fisiologis, pemanasan aktif meningkatkan suhu tubuh dan otot,

mempercepat kinetika oksigen, meningkatkan metabolisme anaerob, dan

meningkatan tingkat konduksi saraf. Pemanasan aktif juga memberikan manfaat

pada kinerja olahraga berikutnya, seperti peningkatan aliran darah dan pengiriman

oksigen ke otot-otot yang bekerja, ketinggian konsumsi oksigen awal, dan

mengurangi kekakuan otot (Anderson, 2014: 89).

Sebagai akibat dari pemanasan yang dilakukan, suhu tubuh akan

meningkat yang merupakan salah satu faktor yang memudahkan dalam unjuk

kerja. Kurang lebih 30 tahun yang lalu pemanasan dilakukan tanpa menekankan

pada peregangan. Belakangan ini pemanasan dan peregangan merupakan bagian

integral dari persiapan untuk menghadapi latihan yang lebih keras. Oleh sebab itu,

pelaku olahraga dapat memperbaiki kerja motoriknya, dan selama pemanasan

akan dapat memberi motivasi pada dirinya atau dimotivasi dan didorong

pelatihnya dalam menanggulangi tugas-tugas yang menantang. Apabila seseorang

melakukan latihan dinamis pada temperatur tubuh yang berbeda, kemampuan

kerja fisiknya cenderung meningkat pada temperatur tubuh yang lebih tinggi.

Pemanasan terasa sangat bermanfaat pada aktivitas maksimal dengan waktu

pendek misalnya, melempar, melompat, dan angkat beban.

Menurut Zenal Arifin (2014: 668) “Dengan pemanasan detak jantung dan

sirkulasi darah akan meningkat secara perlahan, jika sirkulasi darah meningkat suplai

xxvi
nutrisi dan oksigen otot akan meningkat”. Mekanisme fisiologis yang terlibat dalam

proses pemanasan hampir semuanya tergantung pada temperatur. Selanjutnya

yang ditingkatkan adalah:

1) Meningkatkan laju metabolik (pada titik sekuler) dengan cara menurunkan

tingkat kritis untuk terjadinya reaksi kimia yang penting. Hal ini berarti

penggunaan substrat akan efisien dan keadaan ini penting bagi penyediaan

energi yang dibutuhkan untuk aktivitas fisik.

2) Lebih mempercepat dan menyempurnakan disosiasi oksigen dari

hemoglobin.

3) Memperbesar pelepasan oksigen dari miolobin.

4) Mengurangi kekentalan protoplasma otot sehingga meningkatkan efisiensi

mekanis (temperatur yang lebih rendah akan meningkatkan kekentalan,

sehingga menyebabkan otot terasa seret dan lemah).

5) Mempercepat dan menguatkan kontraksi otot.

6) Memperbesar kepekaan reseptor syaraf dan kecepatan transmisi dari impuls

syaraf (fungsi sistem syaraf meningkat). Hal ini penting bagi atlet yang

menggeluti olahraga yang membutuhkan gerakan tubuh yang sangat

kompleks.

7) Merangsang pelebaran pembuluh darah sehingga meningkatkan aliran darah

pada tempat tertentu. Sebagai contoh aliran darah ke otot yang sedang bekerja

akan meningkat, disebabkan meningkat pula temperatur di otot tersebut.

Pengiriman substrat yang dibutuhkan dan pembuangan sisa metabolik ke dan

dari otot yang bekerja akan bertambah. Pemanasan dengan intensitas cukup

xxvii
dapat menyebabkan penggeseran awal dari aliran darah. Aliran darah ke alat

dalam berkurang dan ke otot rangka akan bertambah.

b. Psikologis

Meskipun aspek psikologis dari pemanasan belum diteliti namun terlihat

bahwa:

1) Pelaku olahraga yang melakukan pemanasan cenderung lebih siap mental

untuk menghadapi event tersebut (terutama bila mereka menggunakan

pemanasan dengan metode khusus) yang merupakan pengulangan gerakan

seperti pada event yang sesungguhnya.

2) Pemanasan bisa menjadi ajang yang pas untuk melepas kecemasan.

3) Pelaku olahraga tertentu memanfaatkan periode pemanasan untuk

berkonsentrasi. Hal ini penting untuk menyulut dan meningkatkan agresivitas.

Sehingga secara psikologis dia telah siap untuk menghadapi tugas yang

harus dilaksanakannya. Hal ini menegaskan apa yang diyakini oleh para

olahragawan atau pelaku selama ini bahwa, pemanasan dapat menjaga diri dari

kemungkinan gangguan medis.

c. Pencegahan Cedera

Peningkatan temperatur jaringan yang dihasilkan selama pemanasan akan

mengurangi kejadian dan kemungkinan cedera pada otot. Sebagai contoh:

elastisitas otot tergantung dari baik buruknya aliran darah. Otot yang tidak panas,

volume darahnya rendah sehingga lebih rentan terhadap cedera atau kerusakan

dibanding dengan otot yang volume darahnya tinggi. Luas gerak sekitar sendi juga

meningkat pada temperatur yang lebih tinggi karena meningkatnya ekstensibilitas

xxviii
dari tendon, ligamen, dan jaringan ikat yang lain. Merupakan hal penting agar

seseorang mempertimbangkan event yang berurutan untuk meningkatkan

kelentukan dengan peregangan rutin. Kelentukan harus dilakukan setelah

pemanasan agar: (1) mendapatkan hasil terbaik dan (2) mengurangi risiko cedera

akibat peregangan. Kerusakan jaringan ikat bisa terjadi apabia dilakukan

peregangan yang berlebihan pada saat temperatur jaringan relatif rendah.

Sehingga bagi mereka yang melakukan olahraga harus tetap melakukan

pemanasan lebih dahulu, agar terhindar dari kemungkinan cedera.

Dari pemaparan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pemanasan adalah

kegiatan persiapan tubuh untuk meningkatkan frekuensi jantung dan penguluran

otot yang bertujuan mempersiapkan emosional, fisiologis, dan psikologis untuk

melakukan berbagai macam latihan.

4. Denyut Nadi dalam Pemanasan

Denyut nadi adalah denyutan arteri dari gelombang darah yang mengalir

melalui pembuluh darah sebagai akibat dari denyutan jantung. Denyut nadi sering

diambil di pergelangan tangan untuk memperkirakan denyut jantung (Timo

Scheunemann, 2012).

Pada orang yang sehat, saat sedang istirahat maka denyut jantung yang

normal adalah sekitar 60-100 denyut per menit. Jika didapatkan denyut jantung

yang lebih rendah saat sedang istirahat, pada umumnya menunjukkan fungsi

jantung yang lebih efisien dan lebih baik kebugaran kardiovaskularnya, ujar

Edward R. Laskowski, M.D., seorang physical medicine and rehabilitation

specialist. Laskowski menambahkan ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi

xxix
jumlah denyut jantung seseorang, yaitu aktivitas fisik atau tingkat kebugaran

seseorang, suhu udara disekitar, posisi tubuh (berbaring atau berdiri), tingkat

emosi, ukuran tubuh serta obat yang sedang dikonsumsi.

Dari denyut nadi dapat diketahui intensitas atau seberapa keras seseorang

melakukan latihan. Atau seberapa keras jantungnya bekerja. Secara umum, yang

perlu diperhatikan dalam olahraga adalah frekuensi dan intensitas. Frekuensi

adalah berapa kali seminggu seseorang melakukan olahraga, sedangkan intensitas

dilihat dari denyut nadi.

Denyut nadi maksimal adalah denyut nadi yang dapat dilakukan pada saat

melakukan aktivitas maksimal. Untuk menentukan denyut nadi maksimal

digunakan rumus 220 - umur. Dalam olahraga, diberikan 3 (tiga) tingkatan

kebutuhan, yaitu :

a. Untuk kesehatan: 50-70% denyut nadi maksimal

b. Untuk kebugaran: 70-80% denyut nadi maksimal

c. Untuk atlet: 80-100% denyut nadi maksimal

Menurut dr. Ade Tobing, Sp.KO. dari bagian llmu Kedokteran Olahraga

FKUI-RSCM, mengetahui denyut nadi merupakan dasar untuk melakukan latihan

fisik yang benar dan terukur. Salah satu metode yang dianggap efektif untuk

menentukan denyut nadi adalah Formula Karvonen. Menurut metode ini, denyut

nadi dapat diukur melalui pembuluh arteri radialis yang ada di pergelangan tangan

atau pembuluh arteri carotis yang ada di leher. Tetapi, yang umum digunakan

adalah melalui pergelangan tangan. Cara Menghitungnya adalah:

xxx
1) Tempel dan tekankan (jangan terlalu keras) tiga jari (telunjuk, tengah, dan

manis) salah satu tangan pada pergelangan tangan yang lain, temukan denyut

nadi, lalu barulah mulai menghitung.

2) Hitunglah denyut nadi selama 6 detik, kemudian hasilnya dikalikan 10.

Zona latihan atau tingkat intensitas di mana seseorang bisa berolahraga

adalah 70% - 85% dari denyut nadi maksimal. Terkait dalam penelitian ini,

pemanasan dianggap cukup apabila telah terjadi perubahan-perubahan antara lain:

suhu tubuh naik 1-2º C, keluar keringat di dahi, punggung, dan tangan, serta detak

jantung meningkat 60% dari detak jantung maksimal.

Berdasarkan pembahasan di atas, pemanasan merupakan salah satu bagian

dasar dari program permulaan yang terdiri dari sekelompok aktivitas fisik yang

dilakukan pada saat hendak melakukan latihan. Pemanasan ini umumnya dipakai

dalam rangkaian program pengajaran olahraga atau latihan fisik, pada dasarnya

adalah suatu bentuk mempersatukan aspek fisiologis dan psikologis yang

diarahkan kepada tugas latihan berikutnya.

5. Hakikat Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan

Siswoyo (2013) menyatakan bahwa pendidikan adalah proses sepanjang

hayat dan perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan

segenap potensi dalam rangka pemenuhan semua komitmen manusia sebagai

individu, sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan. Menurut pengertian

tersebut dalam suatu lingkup pendidikan seorang siswa harus mengembangkan

potensi yang dimiliki sehingga ada perubahan yang signifikan bagi dirinya dan

lingkungan sekitar dalam perubahan ke arah yang lebih baik. Berdasarkan apa

xxxi
yang menjadi hakikat fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan

kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia (Undang-

Undang No. 20 Tahun 2003).

UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


(Sisdiknas, Pasal 1): 2 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.

PJOK pada penjelasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal

37 dituliskan bahwa, bahan kajian pendidikan jasmani, dan olahraga dimaksudkan

untuk membentuk karakter siswa agar sehat jasmani dan rohani, serta

menumbuhkan rasa sportivitas. PJOK ditekankan untuk mendorong pertumbuhan

fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran,

penghayatan nilai-nilai (sikap mental, emosional, sportivitas, spiritual, dan sosial),

serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan

dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.

Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari pendidikan secara keseluruhan, yang dalam pelaksanaannya

mengutamakan aktivitas jasmani. Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan

bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk

mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir

secara kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran, dan tindakan

moral melalui aktivitas jasmani dan olahraga.

xxxii
a. Pengertian Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan

Menurut Husdarta (2011: 18) menyatakan bahwa “pendidikan jasmani

adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang

terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan”. Oleh karena itu, pendidikan jasmani

merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan umum yang di mana

pendidikan jasmani bertujuan untuk membantu anak agar tumbuh dan

berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu menjadi

manusia seutuhnya.

Berbeda dengan pendapat Lutan (dalam Husdarta, 2011), bahwa

pendidikan jasmani adalah wahana untuk mendidik anak. Selain itu pendidikan

jasmani merupakan alat untuk membina anak muda agar kelak anak mampu

membuat keputusan terbaik tentang aktivitas jasmani yang dilakukan dan

menjalani pola hidup sehat di sepanjang hayatnya.

PJOK merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik,

perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran,

penghayatan nilai-nilai (sikap spiritual, sosial, mental, dan emosional), serta

pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan

perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. Selain itu pendidikan

jasmani merupakan alat untuk membina anak muda agar kelak anak mampu

membuat keputusan terbaik tentang aktivitas jasmani yang dilakukan dan

menjalani pola hidup sehat di sepanjang hayatnya.

Tidak ada pendidikan yang tidak mempunyai sasaran pedagogik, dan tidak

ada pendidikan yang lengkap tanpa adanya pendidikan jasmani, karena gerak

xxxiii
sebagai aktivitas fisik adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan

dirinya sendiri yang berkembang secara alamiah, berkembang searah dengan

kemajuan zaman. Melalui pendidikan jasmani anak didik akan memperoleh

pengalaman untuk mengembangkan kreatifitas, inovasi, keterampilan, dan

kebugaran jasmani, kebiasaan hidup sehat, memiliki pengetahuan, dan

pemahaman terhadap gerak manusia.

PJOK yang diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu

memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam berbagai

pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih yang

dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk

membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus

membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat.

Di Inggris dan Amerika Serikat, olahraga dan pendidikan jasmani

memiliki tradisi yang kuat, termasuk keyakinan bahwa olahraga dan pendidikan

jasmani membantu pengembangan karakter pada masa muda (Dichter, 2012: 789).

Pendidikan jasmani menyediakan tempat yang tepat di mana anak-anak dapat

belajar mengatur berbagai emosi (misalnya, minat, kegembiraan, kegembiraan,

kebahagiaan, kebanggaan, kejutan, kebosanan, kecemasan, malu, rasa bersalah,

malu, sedih, takut, jijik, marah, putus asa) selama interaksi mereka dengan siswa

lain (Lu, 2014: 29). Bisa dikatakan, pendidikan jasmani secara keseluruhan tidak

hanya mempengaruhi aspek fisik saja, tetapi dengan pendidikan jasmani

seseorang mampu mengembangkan kepribadian secara menyeluruh.

xxxiv
b. Tujuan Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan

Tujuan dari kelas pendidikan jasmani adalah untuk melibatkan siswa

dalam aktivitas fisik sedang hingga kuat untuk setidaknya 75% dari waktu kelas

(Adkins, 2017). Sementara, Otsuka, et.all (2015) menyebutkan bahwa, salah satu

tujuan pendidikan jasmani adalah menyuguhkan peluang kepada siswa untuk

mengembangkan kemampuan motoriknya. Sehingga, pendidikan jasmani,

olahraga, dan kesehatan di sekolah bertujuan agar membuat badan menjadi sehat

dan bugar serta perkembangan dalam hal pola hidup sehat. Selanjutnya menurut

(Sum, 2012: 8), tujuan pendidikan jasmani adalah untuk mempelajari

keterampilan dan pengetahuan olahraga, untuk meningkatkan kebugaran fisik, dan

untuk menumbuhkan nilai-nilai moral dan moral yang sangat baik.

Pendidikan jasmani perlu diadakan sehingga tujuan bisa tercapai, karena

menurut semboyan mens sana in corpore sano, dengan pengertian di dalam tubuh

yang sehat diharapkan terdapat jiwa yang sehat. Dengan semboyan itulah, antara

jasmani dan rohani tidak bisa dipisahkan. Memotivasi siswa untuk terlibat dalam

kegiatan fisik bisa dibilang salah satu tantangan paling berat yang dihadapi oleh

guru pendidikan jasmani (Hill, 2018). Dauenhauer (2017) menyatakan bahwa,

guru pendidikan jasmani dapat mengelompokkan siswa selama di kelas

berdasarkan tingkat kinerja dan memberikan pengalaman belajar yang lebih maju

kepada siswa yang berkinerja lebih tinggi, atau memberikan lebih banyak

pengalaman belajar yang diarahkan pada anak sehingga siswa memiliki pilihan

untuk maju dengan langkah mereka sendiri.

xxxv
Menurut Knothe (2018) dalam pendidikan jasmani sekolah menengah,

mengelola stresor adalah komponen afektif yang sangat penting yang harus selalu

dimasukkan guru dalam unit pengajaran mereka. Pendidikan jasmani tidak

terbatas hanya pada pemahaman aktivitas fisik, tetapi pemahaman yang lebih luas

yang mengintegrasikan pikiran dengan tubuh, termasuk bidang-bidang seperti

ranah kognitif dan ranah afektif. Pendekatan semacam itu penting dalam

pendidikan jasmani, karena setiap siswa diperlakukan sebagai makhluk utuh, yang

memungkinkan orang tersebut untuk mengalami dirinya sendiri daripada sebagai

fisik yang terpisah (Stolz, 2013: 950).

Lutan (dalam Husdarta, 2011), menyebutkan bahwa pendidikan jasmani

memberikan kesempatan kepada siswa untuk:

1) Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan


aktivitas jasmani, perkembangan estetika, dan perkembangan sosial.
2) Mengembangkan kepercayaan diri dan mampu untuk menguasai
keterampilan gerak dasar yang akan mendorong partisipasinya dalam
aneka aktivitas jasmani.
3) Memperoleh dan mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang
optimal untuk melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dan
terkendali.
4) Mengembangkan nilai-nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas
jasmani baik secara berkelompok maupun perorangan.
5) Partisipasi dalam pendidikan jasmani yang dapat mengembangkan
keterampilan sosial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif
dalam hubungan antara orang.
6) Menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktivitas jasmani, termasuk
permainan olahraga
Pendidikan jasmani memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan potensi dalam diri siswa yang berwujud aktivitas jasmani. Di

samping itu, jika dilihat dari segi pengajar, guru pendidikan jasmani memerlukan

keterampilan manajerial khusus untuk lingkungan pengajaran (yaitu di luar

xxxvi
ruangan, kolam renang, atau gimnasium) untuk menjaga lingkungan belajar yang

aman dan sehat serta untuk meningkatkan pembelajaran siswa (Cardina, 2018).

Kegiatan jasmani bertujuan mengembangkan individu secara organik,

neuro muscular, intelektual, dan emosional. Pendidikan ini berpusat pada siswa

dengan sasaran perkembangan individu yang menggunakan otot-otot besar yang

tidak diberikan oleh usaha-usaha pendidikan lain dengan sistematika

pengembangan aspek psikomotor, afektif maupun kognitif. Pendidikan jasmani

juga merupakan suatu sarana atau wadah untuk mendidik siswa melalui aktivitas

fisik agar dapat berkembang dengan baik. Selain itu, pendidikan jasmani juga

mendidik siswa melalui rohani sehingga siswa memiliki kepribadian yang baik

pula. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani

adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang

terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan.

Tujuan mata pelajaran PJOK untuk jenjang pendidikan SMA adalah

sebagai berikut:

1) Mendidik anak untuk mencapai kedewasaan yang memadai menjadi warga

negara yang baik, produktif, memiliki karakter positif, serta bertaqwa atas

dasar keimanan yang kuat kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2) Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai

disiplin, percaya diri, sportif, jujur, bertanggung jawab, kerjasama dalam

melakukan aktivitas jasmani.

3) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam pengembangan dan

pemeliharaan kebugaran jasmani, kesehatan, dan kesejahteraan.

xxxvii
4) Memahami konsep gerak dan menerapkannya dalam berbagai aktivitas

jasmani.

5) Mengembangkan pola gerak dasar dan keterampilan untuk diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari, suasana kompetitif, dan rekreasional.

6) Mengembangkan kesadaran tentang arti penting aktivitas fisik untuk mencapai

pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta gaya hidup aktif sepanjang hayat.

c. Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan

Ruang lingkup materi mata pelajaran PJOK SMA/MA/SMK/MAK adalah

sebagai berikut:

1) Aktivitas Permainan Bola Besar, misalnya: keterampilan gerak permainan

sepak bola, bola voli, bola basket, bola tangan dan/atau permainan tradisonal

dan sederhana lainnya.

2) Aktivitas Permainan Bola Kecil, misalnya: keterampilan gerak permainan

rounders, kasti, softball, dan/atau permainan tradisonal dan sederhana lainnya.

3) Aktivitas Atletik, misalnya: keterampilan gerak jalan, lari, lompat, dan lempar,

dan/atau permainan tradisonal dan sederhana lainnya.

4) Aktivitas Beladiri, misalnya: olahraga dan seni bela diri pencak silat, karate,

taekwondo, dan/atau olahraga dan seni beladiri lainnya.

5) Aktivitas Pengembangan Kebugaran Jasmani, meliputi pengembangan

komponen kebugaran berkaitan dengan kesehatan dan keterampilan, serta

pengukuran dengan instrumen terstandar.

6) Aktivitas Senam Lantai, meliputi: aktivitas keterampilan gerak.

xxxviii
7) Aktivitas Gerak Berirama, meliputi: keterampilan gerak langkah, gerak dan

ayunan lengan, musikalitas serta apresiasi terhadap kualitas estetika gerakan,

tarian kreatif dan rakyat.

8) Aktivitas Air, meliputi: keterampilan gerak salah satu gaya renang,

keselamatan dan pertolongan di air dengan dan tanpa alat serta

kegawatdarutan.

9) Kesehatan, meliputi: prinsip pergaulan sehat, NAPZA, aktivitas fisik secara

teratur, HIV/AIDS, dan PMS.

Melalui pendidikan jasmani, peserta didik disosialisasikan ke dalam

aktivitas jasmani termasuk keterampilan berolahraga. Oleh karena itu, tidaklah

mengherankan apabila banyak yang meyakini dan mengatakan bahwa pendidikan

jasmani merupakan bagian dari pendidikan menyeluruh, dan sekaligus memiliki

potensi yang strategis untuk mendidik.

d. Fungsi Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan

Fungsi Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan antara lain sebagai

berikut:

1) Aspek Organik

a) Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat

memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan

untuk pengembangan keterampilan.

b) Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga maksimum yang

dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot.

xxxix
c) Meningkatkan daya tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok otot

untuk menekan kerja dalam waktu yang lama.

d) Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk

melakukan aktivitas yang berat secara terus menerus dalam waktu yang

relatif lama.

e) Meningkatkan fleksibilitas, yaitu: rentang gerak dalam persendian yang

diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi

cidera.

2) Aspek Neuromuskuler

a) Meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot.

b) Mengembangkan gerak dasar lokomotor, seperti: berjalan, berlari,

melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, menderap/

mencongklang, berguling, menarik.

c) Mengembangkan gerak dasar non-lokomotor, seperti: mengayun, melengok,

meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung, membongkok.

d) Mengembangkan gerak dasar manipulatif, seperti: memukul, menendang,

menangkap, menghentikan, melempar, mengubah arah, memantulkan,

menggulirkan, memvoli.

e) Mengembangkan komponen fisik, seperti: kekuatan, daya tahan, kelentukan,

kecepatan, keseimbangan, ketepatan, power.

f) Mengembangkan kemampuan kinestetik seperti: rasa gerak, irama, waktu

reaksi dan koordinasi.

xl
g) Mengembangkan potensi diri melalui aktivitas jasmani dan olahraga,

seperti: sepakbola, softball, bolavoli, bolabasket, bolatangan, baseball,

atletik, tennis, tennis meja, beladiri dan lain sebagainya.

h) Mengembangkan aktivitas jasmani di alam bebas melalui berbagai kegiatan,

seperti: menjelajah, mendaki, berkemah, dan lainnya.

3) Aspek Perseptual

a) Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat.

b) Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat atau

ruang, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada di depan, belakang,

bawah, sebelah kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya.

c) Mengembangkan koordinasi gerak visual, yaitu: kemampuan

mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak yang melibatkan

tangan, tubuh, dan atau kaki.

d) Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis dan dinamis), yaitu:

kemampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis.

e) Mengembangkan dominasi (dominancy), yaitu: konsistensi dalam

menggunakan tangan atau kaki kanan/kiri dalam melempar atau menendang.

f) Mengembangkan lateralitas (laterility), yaitu: kemampuan membedakan

antara sisi kanan atau kiri tubuh dan diantara bagian dalam kanan atau kiri

tubuhnya sendiri.

4) Aspek Kognitif

a) Mengembangkan kemampuan menemukan sesuatu, memahami,

memperoleh pengetahuan dan mengambil keputusan.

xli
b) Meningkatkan pengetahuan tentang peraturan permainan, keselamatan, dan

etika.

c) Mengembangkan kemampuan penggunaan taktik dan strategi dalam

aktivitas yang terorganisasi.

d) Meningkatkan pemahaman bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya

dengan aktivitas jasmani.

e) Menghargai kinerja tubuh, penggunaan pertimbangan yang berhubungan

dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan

dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya.

5) Aspek Sosial

a) Menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan dimana berada.

b) Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam

kelompok.

c) Belajar berkomunikasi dengan orang lain.

d) Mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi ide dalam

kelompok.

e) Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai

anggota masyarakat.

f) Mengembangkan rasa memiliki dan tanggungjawab di masyarakat.

g) Menggunakan waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat.

6) Aspek Emosional

a) Mengembangkan respon positif terhadap aktivitas jasmani.

b) Mengembangkan reaksi yang positif sebagai penonton.

xlii
c) Melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat.

d) Memberikan saluran untuk mengekpresikan diri dan kreativitas.

7) Aspek Rehabilitasi

a) Terapi dan koreksi terhadap kelainan sikap tubuh.

b) Rehabilitasi terhadap cacat fisik dan penyakit fisik yang bersifat sementara.

c) Mengkoordinasikan berbagai hambatan melalui aktivitas jasmani.

Berdasarkan pembehasan di atas, pembelajaran penjas mengandung

aktivitas jasmani, olahraga, dan kesehatan. Di mana tujuan utama PJOK adalah

meningkatkan life-long physical activity dan mendorong perkembangan fisik,

psikologis, dan sosial peserta didik. Jika ditelaah lebih lanjut, tujuan ini

mendorong perkembangan motivasi diri untuk melakukan aktivitas fisik,

memperkuat konsep diri, belajar bertanggung jawab, dan keterampian kerjasama.

6. Hakikat Pembelajaran PJOK

a. Pengertian Pembelajaran

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional pasal 1 ayat 20: 3 dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses

interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar. Schunk (2012: 5), menyatakan bahwa pembelajaran merupakan

perubahan yang bertahan lama dalam perilaku, atau dalam kapasitas berperilaku

dengan cara tertentu, yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk

pengalamanlainnya.

xliii
Dimyati dan Mudjiono (2013) menyatakan bahwa pembelajaran adalah

kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat

belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Konsep pembelajaran merupakan suatu proses di mana lingkungan

seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan seseorang turut serta

dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan

respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari

pendidikan (Syaiful, 2011).

Ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran yaitu:

1) Rencana, merupakan penataan ketenagaan, material dan prosedur, yang

merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus.

2) Ketergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran

yang serasi dalam suatu keseluruhan. Setiap unsur bersifat esensial, dan

masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.

3) Tujuan, sistem pembelajaran memiliki tujuan tertentu yang dibuat oleh

manusia dan sistem yang alami (natural). Sistem yang dibuat manusia, seperti

sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya

memiliki tujuan. Sistem alami (natural) seperti: sistem ekologi, sistem

kehidupan hewan, memiliki unsur-unsur yang ketergantungan satu sama lain,

disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi tidak mempunyai tujuan

tertentu. Tujuan sistem menuntut proses merancang sistem. Tujuan utama

sistem pembelajaran agar siswa belajar. Tugas seorang perancang sistem ialah

mengorganisasi tenaga, material, dan prosedur agar siswa dapat belajar secara

xliv
efisien dan efektif. Proses mendesain sistem pembelajaran, perancang

membuat rancangan untuk memberikan kemudahan dalam upaya mencapai

tujuan sistem pembelajaran tersebut.

Pembelajaran adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja dan bertujuan

yang berfokus kepada kepentingan, karakteristik dan kondisi agar siswa dapat

belajar dengan efektif dan efisien. Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat

ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram

dan terencana serta suatu perubahan dari peristiwa atau situasi yang dirancang

sedemikian rupa dengan tujuan memberikan bantuan atau kemudahan dalam

proses belajar mengajar sehingga bisa mencapai tujuan pembelajaran.

b. Pengertian Model

Model pada hakikatnya merupakan visualisasi atau kerangka konseptual

yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Metzler (2011: 17)

menyatakan “someone demonstrates the way others should act or think-to be a

model by example”. Model dapat mendemonstrasikan suatu cara berpikir kepada

orang lain dengan memberikan contoh. Model biasanya digunakan untuk hal-hal

yang bersifat menggambarkan sesuatu kejadian atau yang bersifat memprediksi

keputusan yang akan diambil.

Rahyubi (2012: 251) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah

kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan

pembelajaran. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan.

xlv
Model dapat diartikan sebagai suatu desain yang disederhanakan dari

suatu sistem kegiatan dan dapat mewakili sistem yang sesungguhnya. Dari

beberapa pengertian model menurut para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa

model adalah suatu bentuk dari konsep atau desain yang dapat mewakili suatu

sistem untuk dijadikan suatu pedoman dalam kegiatan.

c. Pengembangan Pembelajaran

Pengembangan model diartikan sebagai proses rekayasa desain konseptual

dalam upaya peningkatan fungsi dari model yang telah ada sebelumnya, melalui

penambahan komponen yang dianggap dapat meningkatkan kualitas pencapaian

tujuan yang hendak dicapai baik tujuan proses maupun tujuan hasil.

Pengembangan model juga dapat diartikan sebagai upaya memperluas atau

memperbanyak dan mewujudkan potensi, untuk membawa suatu keadaan secara

bertingkat kepada suatu keadaan yang lebih lengkap, lebih besar atau lebih baik.

Pengembangan diartikan untuk menyempurnakan suatu program yang

telah atau sedang dilaksanakan menjadi program baru yang lebih baik.

Pengembangan program baru disusun berdasarkan pada pengalaman

penyelenggaraan program yang sudah dilaksanakan, kebutuhan individu atau

kelompok, serta sesuai dengan perkembangan dan perubahan lingkungan.

Teori pengembangan model pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan

proses pembelajaran. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Menurut Rahyubi

(2012: 251-252) tujuan pembelajaran seharusnya memiliki prinsip-prinsip dasar

dalam mengembangkan model, yaitu: (1) syntax, adalah langkah-langkah

xlvi
operasional pembelajaran, (2) social system, adalah suasana dan norma yang

berlaku dalam pembelajaran, (3) principles of reaction, merupakan gambaran

bagaimana seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa,

(4) support system, merupakan segala sarana, bahan, atau lingkungan belajar yang

mendukung pembelajaran, dan (5) instructional and nurturant effects, adalah hasil

belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar (instructional

effects) dan hasil belajar di luar yang disasar (nurturant effects).

Berdasarkan pembahasan di atas, model pembelajaran PJOK berkembang

berdasarkan orientasi dan model kurikulumnya. Model pembelajaran lebih sering

dilihat sebagai pilihan guru untuk melihat manfaat dari pendidikan jasmani

terhadap siswa.

7. Hakikat Permainan

a. Pengertian Permainan

Salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada usia 12-17 tahun

adalah seorang anak mampu untuk menyesuaikan diri dengan teman sebayanya.

Untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan anak harus berkomunikasi dan

berinteraksi dengan teman sebayanya selama masa remaja, salah satu caranya

adalah dengan melibatkan permainan. Sebuah permainan ringan adalah untuk

mengidentifikasi suatu fenomena sosial secara bersamaan (Ellwood, 2018).

Karena belajar sosial bergantung pada kesempatan berhubungan dengan anggota

kelompok teman sebaya dan karena hal ini terjadi dalam kegiatan bermain. Laas

(2016) menyatakan, permainan menyediakan elemen interaktif ini dan itu,

merupakan faktor penting dalam daya tariknya.

xlvii
Permainan membuat anak menguasai kecemasan dan konflik. Karena

tekanan-tekanan terlepaskan di dalam permainan, dan anak dapat mengatasi

masalah-masalah kehidupan. Schwartman mengatakan bahwa permainan adalah

suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan

kegiatan itu sendiri. Sederhananya, Suits mengatakan bahwa, permainan adalah

upaya sukarela untuk mengatasi hambatan yang tidak perlu (dalam Casey, 2015:

6). Terlebih, para ahli percaya bahwa siswa dapat melakukan dengan mahir dalam

permainan tanpa banyak keahlian teknis (Harvey, 2016).

Bermain adalah bentuk aktivitas jasmani lainnya yang memiliki makna

aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai

hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus

selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani,

meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan di dalam keduanya.

Dari kata bermain lalu lahir kata benda permainan, yang dengan tetap

mengelompokkannya ke dalam garis lurus yang bersifat fisikal, permainan

diartikan sebagai aktivitas fisik yang di dalamnya sudah mengandung unsur-unsur

yang menyenangkan. Unsur ini dapat berupa kompetisi, imaginasi atau fantasi,

termasuk adanya modifikasi aturan. Melalui kegiatan bermain, anak belajar

mengembangkan kemampuan emosi dan sosial, sehingga diharapkan muncul

emosi dan perilaku yang tepat sesuai dengan konteks yang dihadapi dan diterima

oleh norma sosial (Mashar, 2011: 125).

Permainan memungkinkan anak melepaskan energi fisik yang berlebihan

dan membebaskan perasaan-perasaan terpendam. Dorongan dalam permainan

xlviii
meliputi keingintahuan dan hasrat akan informasi tentang sesuatu yang baru atau

tidak biasa. Permainan adalah suatu alat bagi anak-anak untuk menjelajahi dan

mencari informasi baru secara aman, sesuatu yang mungkin anak tidak lakukan

bila tidak ada suatu permainan. Permainan mendorong perilaku penjelajahan ini

dengan menawarkan anak-anak kemungkinan-kemungkinan kebaruan (novelty),

kompleksitas, kejutan, dan keanehan.

Konsep permainan telah banyak diterapkan dalam pendidikan untuk

meningkatkan minat belajar, motivasi, dan retensi pengetahuan. Selain itu,

permainan memberikan keuntungan termasuk interaktivitas, kesenangan, dan

fleksibilitas tingkat kesulitan atau jumlah pemain (Lu, 2018: 1).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa permainan

adalah suatu hal yang menyenangkan dan mengasyikan bagi anak untuk dapat

mempelajari sesuatu, dengan sebuah permainan anak akan belajar suatu hal tanpa

disadari akan tetapi selalu diingat dan disimpan dalam memorinya karena sifat

yang menyenangkan dan membantu anak mencapai perkembangan. Dengan

permainan, anak tidak akan merasa bosan dan selalu antusias untuk mempelajari

suatu hal yang belum diketahui.

b. Prinsip-prinsip Pemilihan Permainan

Pemilihan permainan yang akan diberikan kepada siswa hendaknya perlu

memperhatikan beberapa pertimbangan. Apabila seorang guru dalam memilih dan

mengevaluasi sebuah permainan yang akan diberikan kepada siswa, perlu

memperhatikan beberapa hal, diantaranya: keterampilan yang diperlukan, jumlah

anak yang ikut atau berpartisipasi, kompleksitas, panjangnya/lamanya permainan,

xlix
dan kemajuan. Anak harus menerima umpan balik yang positif dari pengalaman

permainan yang dilakukan. Apabila dalam melakukan permainan, anak merasa

bosan dan tidak senang, maka evaluasi segera dilakukan untuk mengetahui

kelemahan dan kekurangan permainan tersebut. Johnson (2017), memberitahu

bahwa permainan yang berfokus pada taktik dan strategi sangat membantu dalam

pembelajaran permainan.

Pill (2014), membuat orang senang belajar bentuk permainan yang

terstruktur atau terkondisi yang ditentukan oleh aturan dan batasan tugas. Dalam

memilih sebuah permainan, perlu memperhatikan poin-poin yang harus

diterapkan, yaitu: permainan harus bersifat menyenangkan, permainan harus

menyediakan aktivitas untuk semua anak secara maksimal, meningkatkan

pengembangan keterampilan gerak yang dibutuhkan, dan atau mengembangkan

serta memelihara kebugaran, dan mencakup keseluruhan peserta dan bukan

pengurangan peserta permainan.

Diperlukan beberapa tambahan sebagai petunjuk dan pertimbangan dalam

memilih permainan, diantaranya: 1) penggunaan kemajuan permainan, dari bentuk

permainan yang kecil kemudian ke sebuah tim permainan, 2) ketika melakukan

pemilihan permainan, diperlukan peningkatan/kemajuan jumlah dan kompleksitas

peraturan serta strategi, 3) menggunakan situasi permainan untuk evaluasi dan

meningkatkan perilaku afektif dan juga kecakapan keterampilan gerak, 4)

keamanan harus sebagai dasar yang harus dipertimbangkan, 5) tempatkan anak ke

dalam sebuah formasi dan buatlah petunjuk bila dimungkinkan, 6) meskipun

partisipasi sangat ditekankan, jika partisipasi anak perlu dikurangi, disarankan

l
hanya satu atau dua putaran, dan 7) hindari penekanan yang berlebihan dalam

sebuah kompetisi.

c. Bentuk-bentuk Permainan

Beberapa bentuk permainan yaitu eksploratif, konstruktif, destruktif, dan

kreatif.

1) Bermain eksploratif

Bermain eksploratif meliputi eksplorasi diri dan juga eksplorasi

lingkungan atau dunia seseorang. Proses mengeksplorasi badan, pikiran, dan

perasaan, melalui gerakan, penglihatan, pendengaran, dan perabaan, anak

mengeanl dunianya. Dunia anak mencakup diri sendiri, ruangan, serta benda-

benda di sekelilingnya.

2) Bermain konstruktif

Bermain konstruktif dapat mengikuti proses eksplorasi material. Anak

terlibat membentuk dan menggabungkan objek-objek. Anak bereksperimen

dengan balok-balok kayu dari berbagai bentuk dan ukuran dan dengan bahan-

bahan lain, seperti tongkat, batu, biji-bijian, tanah liat, dan pasir. Dengan

menumpuk, memasang, mencocokkan, mencari keseimbangan antara bagian-

bagian, anak membuat rumah, menara, benteng, dan sebagainya.

3) Bermain destruktif

Anak bereksperimen dengan benda-benda yang diperlakukan secara

destruktif, yaitu melempar, memecahkan, menendang, menyobek-nyobek atau

membanting sesuatu. Suara dari sesuatu yang runtuh, roboh, jatuh, pecah dan

sebagainya memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi anak, anak akan

li
menyusun suatu menara dan merobohkannya kembali. Anak dapat merusak

sesuatu karena anak ingin tahu bagaimana sesuatu bekerja.

4) Bermain kreatif

Bermain kreatif dapat mengikuti tahap eksperimen dengan material untuk

membuat benda-benda. Dalam bermain kreatif, anak-anak menggunakan

imajinasinya, pikirannya, dan pertimbangannya untuk menciptakan sesuatu atau

membuat kombinasi-kombinasi baru dari komponen-komponen alat permainan

atau menggunakan bahan-bahan tidak terpakai lagi. Dengan material yang

tersedia, anak menggambar, melukis, membuat pola-pola sebagai ungkapan

perasaannya.

d. Teori Permainan

Adapun teori permainan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh dalam

Mutiah (2010), yaitu:

1) Teori surplus energi yang dikemukakan oleh Friedrich Schiller dan Herbert

Spencer yang mengatakan bahwa mengapa ada perilaku bermain karena ada

surplus energi. Maksudnya adalah bahwa anak itu bermain, karena di dalam

diri anak tersimpan tenaga lebih, sehingga harus disalurkan. Sehingga sangat

wajar bila anak sangat aktif dalam bergerak atau bermain, karena itu

merupakan salah satu cara mereka mengapresiasikan tenaga yang ia miliki.

2) Teori praktis dikemukakan oleh Karl Groos yang meyakini bahwa permainan

berfungsi untuk memperkuat insting yang dibutuhkan guna kelangsungan

hidup di masa yang akan datang.

lii
3) Teori kognitif Jean Piaget mengemukakan teori yang terperinci mengenai

perkembangan intelektual anak, bahwa anak menciptakan sendiri pengetahuan

mereka tentang dunianya melalui interaksi mereka, mereka berlatih

menggunakan informasi-informasi yang sudah mereka dengar sebelumnya

dengan menggabungkan informasi baru dengan keterampilan yang sudah

dikenal, mereka juga menguji pengalamannya dengan gagasan-gagasan baru.

e. Manfaat Permainan

Menurut Santrock (2013), permainan memiliki banyak manfaat,

permainan juga memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan kehidupan

anak. Permainan meningkatkan hubungan dengan teman sebaya, mengurangi

tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah dan

memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang secara potensial

berbahaya. Permainan meningkatkan kemungkinan bahwa anak akan berbicara

dan berinteraksi dengan satu sama lain. Selama interaksi ini, anak-anak

mempraktikkan peran-peran yang akan mereka laksanakan di masa depan.

f. Tipe-tipe Permainan

Tipe-tipe permainan yang dikemukakan oleh Bergen (dalam Santrock,

2013) sebagai berikut:

1) Permainan sensorimotor ialah perilaku yang diperlihatkan untuk memperoleh

kenikmatan dan melatih perkembangan sensorimotor.

2) Permainan praktis melibatkan pengulangan perilaku yang terjadi ketika

sejumlah keterampilan baru sedang dipelajari, atau ketika dituntut untuk

liii
memiliki penguasaan fisik ataupun mental dan mengoordinasi keterampilannya

yang diperlukan untuk permainan atau olahraga.

3) Permainan sosial ialah permainan yang melibatkan interaksi sosial dengan

teman-teman sebaya.

4) Permainan konstruktif mengkombinasikan kegiatan sensorimotor yang

berulang dengan representasi gagasan-gagasan simbolis. Permainan konstruktif

terjadi ketika melibatkan diri dalam suatu kreasi atau konstruksi suatu produk

atau suatu pemecahan masalah ciptaan sendiri.

5) Games adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan aturan

dan seringkali bersifat kompetitif dengan satu orang atau lebih.

Berdasarkan pembahasan di atas, permainan untuk pemanasan adalah

suatu permulaan dalam melakukan ativitas fisik yang divariasikan melalui

kegiatan bermain. Permainan yang disajikan dengan semenarik mungkin, serta

tidak menghilangkan esensi dari pemanasan tersebut.

8. Karakteristik Siswa SMA

Usia siswa SMA termasuk dalam usia remaja, di mana usia remaja

merupakan salah satu fase dalam rentang perkembangan manusia yang terentang

sejak anak masih dalam kandungan sampai meninggal (life span development).

Masa remaja berlangsung dari usia 13 tahun hingga 16 tahun (Izzaty, 2008).

Sukintaka (1991) menyatakan anak tingkat sekolah menengah atas mempunyai

karakteristik sebagai berikut:

a. Jasmani

1) Laki-laki maupun putri ada pertumbuhan memanjang.

liv
2) Membutuhkan pengaturan istirahat yang baik.

3) Sering menampilkan kecanggungan dan koordinasi yang kurang baik sering

diperlihatkan.

4) Merasa mempunyai ketahanan dan sumber energi tak terbatas.

5) Mudah lelah, tetapi tidak dihiraukan.

6) Mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat.

7) Anak laki-laki mempunyai kecepatan dan kekuatan otot yang lebih baik dari

anak perempuan.

8) Kesiapan dan kematangan untuk keterampilan bermain menjadi baik.

b. Psikis atau mental

1) Banyak mengeluarkan energi untuk fantasinya.

2) Ingin menentukan pandangan hidupnya.

3) Mudah gelisah karena keadaan yang remeh.

c. Sosial

1) Ingin tetap diakui dalam kelompoknya.

2) Mengetahui moral dan etika kebudayaannya.

3) Persekawanan yang tetap makin berkembang.

Keterampilan gerak telah siap untuk diarahkan kepada permainan besar

atau olahraga prestasi. Bentuk penyajian pembelajaran sebaiknya dalam bentuk

permainan beregu, komando tugas, dan lomba.

Berdasarkan pembahasan di atas, pemanasan permainan adalah pemanasan

berbentuk bermain yang dihubungkan dengan materi yang akan

disajikan/diajarkan dalam pembelajaran PJOK, serta disusun secara sistematis

lv
berdasarkan tingkat kesulitan tertentu yang disesuaikan dengan tahap

pertumbuhan dan perkembangan siswa SMA. Permainan yang diberikan kepada

siswa adalah permainan yang menantang dan menyenangkan, serta merangsang

perkembangan motorik.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang telah dilakukan dan relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Belka Farlin (2016). Pengembangan model warming up berbasis permainan

tradisional pada peserta didik smp. Metode penelitian ini adalah penelitian

pengembangan yang mengacu pada model pengembangan dari Borg & Gall.

Berdasarkan hasil dan pembahasan, produk yang dihasilkan berupa model

permainan yaitu permainan Depan Belakang, Pukat Ikan, dan Menggumpulkan

Modal.

2. Aris Setiawan (2015). Pengembangan model permainan untuk pemanasan

dalam pembelajaran tolak peluru kelas VIII SMP Negeri 2 Sutojayan

Kabupaten Blitar. Penelitian pengembangan ini menggunakan metode Borg

dan Gall, penelitian ini bertujuan untuk menemukan jalan keluar dari

permasalahan yang ada yaitu dengan mengembangkan model-model permainan

untuk pemanasan dalam pembelajaran tolak peluru. Berdasarkan hasil dan

pembahasan, produk yang dihasilkan berupa buku panduan model permainan

untuk pemanasan dalam pembelajaran tolak peluru.

3. Penelitian Putra (2013). Pengaruh Pemanasan melalui Permainan Tradisional

terhadap Motivasi Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Dari hasil

pengujian diperoleh bahwa t hitung 23.79 lebih besar dari tl α (2.002), kriteria

lvi
pengujian adalah tolak Ho jika t > tl – α pada taraf nyata α = 0.05 dengan (dk)

= 52. Dalam hal ini t hitung berada pada daerah penolakan Ho. Jadi Ho ditolak

dan H1 diterima yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari permainan

pemanasan tradisional terhadap motivasi siswa dalam pembelajaran pendidikan

jasmani.

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan paparan di atas, dalam hal ini penulis mencoba memberikan

kerangka pemikiran yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Adapun

kerangka pemikiran itu adalah sebagai berikut:

Materi pembelajaran tentunya mempunyai tiga aspek yang harus

terlaksana di dalam Rencana Proses Pembelajaran (RPP). Aspek tersebut meliputi

kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Kegiatan pendahuluan biasanya terdapat

beberapa komponen seperti berdoa sebelum memulai kegiatan, absensi,

pemanasan, dan penyampaian materi ajar oleh guru.

Pada proses pembelajaran PJOK, pemanasan merupakan bagian yang amat

penting karena kegiatan pemanasan bertujuan untuk meningkatkan suhu tubuh

dan meningkatkan aliran darah ke otot, membuatnya lebih lentur dan

kemungkinan cedera lebih kecil saat melakukan aktivitas inti. Salah satu cara

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran adalah dengan melakukan inovasi.

Pemanasan yang menarik dalam pembelajaran PJOK sangatlah tepat diberikan

bagi siswa di sekolah menengah atas. Bentuk-bentuk pemanasan yang menarik

dapat dikemas dalam sebuah permainan.

lvii
Melihat perlunya diadakan pengembangan dan modifikasi dalam

pemanasan. Modifikasi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode

penyampaian, bentuk latihan, dengan tidak mengurangi tujuan dari pemanasan,

maupun fasilitas sarana dan prasarana yang disesuaikan dengan kemampuan

sekolah yang ada, sehingga berbagai bentuk pemanasan permainan maupun dapat

diterima dengan mudah oleh siswa, menyenangkan, menarik, dan dapat

memotivasi siswa dalam melakukan pemanasan.

Dalam mengembangkan dan memodifikasi pemanasan dengan model

permainan. Salah satu contohnya dapat dikembangkan dengan permainan

sederhana, yaitu : tembak aku, lempar aku, operan beranting, lompat katak, harus

berkumpul, dan lempar tikus.

Langkah sederhana yang dilakukan dalam proses pengembangannya,

yaitu: 1. peneliti melakukan kajian awal dengan menganalisis kebutuhan,

melakukan pengumpulan informasi lebih lanjut dengan melakukan studi

pendahuluan mengenai permasalahan di lapangan; 2. peneliti mulai menetapkan

rancangan pengembangan model untuk memecahkan masalah yang telah

ditemukan pada tahap awal; 3. peneliti melakukan validasi rancangan

pengembangan model oleh pakar yang ahli dalam bidangnya serta dilakukan

revisi terhadap produk awal sampai menunjukkan bahwa produk awal tersebut

valid dan layak diujicobakan; 4. uji coba produk skala kecil dalam

pelaksanaannya didokumentasikan yang kemudian diobservasi ahli serta

dilakukan revisi terhadap produk; 5. proses pada tahap uji coba lapangan skala

besar serupa dengan proses yang dilakukan pada tahap uji coba skala kecil serta

lviii
dilakukan revisi terhadap produk; 6. proses revisi produk dilakukan untuk

mendapat masukan dari para ahli agar menghasilkan produk final.

Setiap rencana yang akan dilaksanakan tentunya terdapat suatu maksud

dan tujuan. Dalam hal ini Lutan (dalam Husdarta, 2011: 179) menyatakan

mengenai tujuan memodifikasi dalam pembelajaran pendidikan jasmani, yaitu :

a) Siswa memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran,

b) Meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi, dan

c) Siswa dapat melakukan pola gerak secara benar.

Pendekatan modifikasi ini dimaksudkan agar materi yang ada di dalam

kurikulum dapat tersampaikan dan disajikan sesuai dengan tahap-tahap

perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor siswa, sehingga pembelajaran

pendidikan jasmani di sekolah dapat dilakukan dengan baik.

Berdasarkan pembahasan di atas, pemanasan dalam bentuk permainan

adalah suatu kegiatan permulaan pada pembelajaran PJOK yang divariasikan ke

dalam sebuah permainan yang bertujuan untuk menyiapkan diri secara fisik dan

psikologis sebelum melakukan kegiatan inti.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka berpikir di atas, maka

pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana proses pengembangan model

pemanasan dalam bentuk permainan pada pembelajaran PJOK bagi siswa SMA?

lix

Anda mungkin juga menyukai