3. PENULISAN PENDAHULUAN
(LATAR BELAKANG DAN RUMUSAN MASALAH
SERTA TUJUAN)
A. KONSEP/PENGERTIAN:
Penulisan rumusan masalah memuat (1) variabel yang akan dibahas, (2)
kaitan antarvariabel (jika lebih dari satu variabel), (3) bentuk pertanyaan yang jelas.
Penulisan tujuan memuat pernyataan yang jelas tentang sesuatu yang akan
dicapai setelah kegiatan tertentu dilaksanakan. Formulasi penulisan tujuan mengikuti
rumusan masalah, yaitu dengan merubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan.
B. CONTOH:
Penulisan Pendahuluan:
Salah satu aspek dalam kemampuan berbahasa adalah bagaimana seseorang
mengungkapkan pemikirannya tentang penilaian terhadap suatu karya sastra.
Pemikiran tersebut mengarah kepada analisis kritis terhadap suatu karya sastra yang
mengandung aspek sosial dan budaya. Beberapa aspek tersebut sangat dibutuhkan
dalam pembangunan masyarakat secara keseluruhan.
Tuntutan akan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dalam bidang
Kritik Sastra menjadi keharusan, baik dikaitkan dengan prioritas pembangunan
nasional maupun perkembangan bidang itu sendiri. Secara konseptual, kualifikasi
personal yang diharapkan tersebut adalah kemampuan menganalisis masalah yang
berkaitan dengan bidang kritik sastra. Kualifikasi seperti itu diajarkan di jurusan
Bahasa Indonesia FPBS IKIP di Indonesia, dengan sebutan mata kuliah Kritik Sastra.
Prestasi belajar Kritik Sastra merupakan perolehan kemampuan setelah
mengikuti proses belajar. Kemampuan tersebut disebut dengan kemampuan
belajar. Gagne (1989) menamakan istilah tersebut “kapabilitas belajar”. Dalam
bidang Kritik Sastra mengandung kemampuan yang oleh Bloom disebut
dengan evaluasi (Block & Anderson, 1975). Kemampuan kognitif yang
dikemukakan oleh Bloom tersebut identik dengan kemampuan informasi
verbal, intelektual dan strategi kognitif. Informasi verbal dinamakan juga
pengetahuan deklaratif yang ditandai oleh kemampuan seseorang menyatakan
atau menyebutkan nama, fakta dan generalisasi.
Kemampuan intelektual disebut juga pengetahuan prosedural, yaitu
kemampuan mahasiswa dalam mengendalikan lingkungan secara simbolik.
Strategi kognitif merupakan kemampuan mahasiswa mengelola dirinya sendiri
untuk melakukan proses pemecahan masalah, termasuk dalam bidang Kritik
Sastra, seperti melakukan kritik sastra. Dengan demikian, prestasi belajar
Kritik Sastra merupakan kemampuan deklaratif, prosedural dan strategi
kognitif untuk melakukan kegiatan kritik terhadap suatu karya sastra tertentu.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa di bidang
tersebut sangat rendah. Pengamatan di jurusan Bahasa Indonesia FPBS IKIP
Bandung menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa memperoleh nilai rendah.
Jika diasumsikan bahwa hasil penilaian dosen tersebut menggambarkan kualifikasi
mahasiswa, maka dapat diduga bahwa sebagian besar mahasiswa di perguruan tinggi
tersebut mempunyai kemampuan kritik sastra rendah.
Rendahnya kemampuan kritik sastra sebagaimana disebutkan di atas diduga
karena mahasiswa memiliki inteligensi rendah. Pengertian inteligensi dalam
penelitian ini mengacu kepada pendapat yang dikemukakan oleh Lefrancois (1991).
Pengertian pertama disebut “Pandangan Psikometrik”, yaitu mengacu kepada
asimilasi dan akomodasi serta menghasilkan struktur kognitif baru), dan pemrosesan
informasi (berdasarkan pada proses yang terjadi di dalam pengetahuan).
Di samping tinjauan definitif sebagaimana diungkapkan di muka,
penjelasan yang lebih dalam tentang inteligensi dapat dilakukan melalui
perincian komponen yang memunculkan inteligensi. Gage dan Berliner (1984)
menyatakan bahwa inteligensi muncul dalam kemampuan melakukan abstraksi
(ide, simbol, keterkaitan, konsep dan prinsip) lebih daripada sesuatu yang
konkret (alat mekanik dan aktivitas sensori). Di samping itu inteligensi
ditandai oleh kemampuan untuk belajar, khususnya kemampuan untuk belajar
dan menggunakan abstraksi, lebih daripada kemampuan untuk belajar dari
pengalaman nyata (nonsimbolik). Inteligensi juga dapat dilihat dari
kemampuan untuk memecahkan masalah dalam situasi baru.
Inteligensi memuat kemampuan kognitif seseorang tentang
lingkungannya secara keseluruhan (rumah, media massa, tetangga, museum
dan lain-lain) dalam percakapan keluarga, membaca buku dan surat kabar,
menonton televisi dan di sekolah. Di samping itu, inteligensi mengandung
beberapa tipe kemampuan dan keterampilan berpikir pada tingkatan yang
bervariasi. Misalnya, kemampuan membaca dan menguasai alinea tentang
bahan verbal yang kompleks dan kemampuan penalaran aritmatika
sebagaimana terdapat dalam pembelajaran di sekolah.
Inteligensi juga mengandung kemampuan membedakan beberapa
gambar, memecahkan masalah, mengidentifikasi analogi dan mengaplikasikan
prinsip yang terdapat pada kaitan antara dua kata atau gambar geometris.
Bahkan secara lebih luas inteligensi mengandung pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan sebagai hasil dari interaksi informal dan tidak diatur dengan
budaya di mana seseorang tinggal.
Komponen inteligensi secara lengkap terdapat pada teori komponensial.
Komponen tersebut adalah metakomponen (ketrampilan dalam merencanakan,
memonitor, dan mengevaluasi aktivitas kognitif), komponen performansi
(proses yang digunakan dalam menyelesaikan tugas, seperti pengkodean,
penalaran induktif, dan mengingat), dan komponen akuisisi pengetahuan (pro-
ses yang digunakan untuk memperoleh informasi baru, seperti pengkodean,
kombinasi, dan komparasi secara terpilih.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini faktor Inteligensi didudukkan sebagai
variabel bebas yang berhubungan dengan hasil belajar Kritik Sastra. Dengan
demikian rumusan masalah penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan positif
antara Inteligensi dengan Hasil Belajar Kritik Sastra mahasiswa Jurusan Bahasa
Indonesia FPBS IKIP Bandung? Jika hubungan antara Inteligensi dengan Hasil
Belajar Kritik Sastra mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia FPBS IKIP Bandung
ditemukan, maka dapat dilakukan usaha untuk meningkatkan hasil belajar Kritik
Sastra melalui seleksi inteligensi calon mahasiswa.
C. LATIHAN:
Penulisan Pendahuluan: