Anda di halaman 1dari 10

METODE PENELITIAN

ETNOMETODOLOGI

DISUSUN OLEH :

ANDI TENRI GADING NA A031171011


DIAN SARI A031171703
NURUL ALIZAH A031171026
FARAH FADHILAH KHUMAIRA A031171329

DEPARTEMEN AKUNTANSI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Etnometodologi” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap
pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.
Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun
isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , kami selaku penyusun menerima segala
kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Makassar, 20 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN

PENDEKATAN UNTUK MEMPELAJARI KESEHARIAN……………………


Analisis Indeksikalitas………………………………………………………………..
Analisis Refleksivitas…………………………………………………………………
Analisis Aksi Kontekstual…………………………………………………………….
Penyajian Common Sense Knowledge of Social Structure…………………………
PENJABARAN ETNOMETODOLOGI SEBAGAI RISET AKUNTANSI ...........
MELAMPAUI ETNOMETODOLOGI: KRITIS, POSMODERNIS
ATAU RELIGIUS …………………………………………………………………….
PEMBAHASAN

A. Pendekatan untuk Mempelajari Keseharian

Etnometodologi adalah metodologi yang sekuler, karena kebenaran induktif semata


menjadi kebenaran pengetahuan. Jika anda adalah seorang etnometodologis yang sedang
memahami keseharian LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), misalnya
maka anda menganggap bahwa keberadaan LGBT itu semua benar, hanya perlu dipahami
dan tidak perlu dikritisi atau benahi. Jika anda seorang etnometodologis sejati, anda tidak
akan boleh menyalahkan perilaku para penganut LGBT melalui wahyu Tuhan. Kebenaran
ilmu hanya berbasis kebenaran empiris.

Ada beberapa kata kunci yang harus ditelaah di sini untuk dapat membedakan
bagaimana etnometodologi berbeda dengan etnografi.

 Pertama, “everyday activities” atau aktivitas keseharian. Jadi fokus studi


etnometodologi adalah aktivitas yang bersifat rutin.
 Kata kunci kedua adalah “members’ method”. Hal ini merujuk pada anggota
kelompok, bukan individual, serta cara mereka dalam melakukan aktivitas
keseharian. Jadi, peneliti tidak bolehg menentukan fokus pada individu semata,
namun harus mencari keterkaitan individu dengan kelompoknya saat ia
melakukan aktivitas.
 Ketiga adalah “visibly rational and reportable for practical purposes” yang
merujuk pada pencarian justifikasi rasional mengapa suatu aktivitas dilakukan.
 Keempat, “accountable”. Nah, kata ini yang sering muncul dalam berbagai tesis
dan disertasi yang mengklaim menggunakan etnometodologi sebagai
“akuntabilitas” atau terjemahan kasarnya penanggungjawaban.
Suatu aktivitas akan menjadi account-able jika aktivitas tersebut dipahami sebagai
aktivitas yang dialami dan dapat diobservasi oleh seluruh anggota kelompok lalu
direproduksi kembali akibat kesepakatan tersebut.

Dalam mempelajari aktiivitas keseharian yang disepakati bersama anggota


kelompok Garfinkel (1967) menetapkan tiga tahap analisis.
Tahap Pertama: Analisis Indeksikalitas
Halaman indeks biasanya akan memberikan daftar panjang berbagai tema secara
alfabetis dan mengarahkan Anda pada halaman-halaman tertentu (tidak selalu pada satu
halaman saja) di mana tema tersebut muncul dalam buku. Jika kemudian anda telusuri
halamannya, anda akan menemukan penjelasan pada buku tersebut tergantung pada
konteks apa yang dibicarakan. Halaman yang satu tidak selalu menjelaskan hal yang sama
seperti pada halaman lain. Inilah indeksikalitas. Etnometodologis memahami bahwa apa
yang kita lakukan tidak mungkin lepas dengan lingkungan sekitar kita, atau dengan kata
lain, kita membutuhkan persetujuan anggota kelompok kita untuk melakukan tndakan
tertentu.
Pencarian tema dilandasi dengan asumsi bahwa ungkapan atau utterence. sangat
relatif pada sang pengungkap dan sangat dibatasi oleh waktu dan tempat. Kegagalan
untuk mengidentifikasi bahwa indeksikalitas bukanlah fakta yang objektif, namun
subjektif pada ruang dan waktu, adalah kegagala dari sains positivis (Garfinkel 1967:6).

Tahap Kedua: Analisis Refleksivitas


Setelah peneliti mengamati dan menemukan ekspresi indeksikalitas, ia harus
mampu menelaah refleksivitas dari ekspresi tersebut. Refleksivitas di sini sedikit berbeda
dari refleksivitas yang telah dibahas di Bab II. Refleksivitas yang dimaksud adalah
“uninteresting essential reflexivity of account” (Garfinkel 1967:7).
Etnometodologis harus mencari tahu bagaimana individu-individu, dalam
“ketidaktertarikan” mereka untuk membahas tindakan mereka, selalu melakukan studi
tentang apa yang terjadi di sekitar mereka. Tugas etnometodologis adalah mengembalikan
ketertarikan informan untuk mendiskusikan alasan-alasan logis dan proses bagaimana ia
melakukan pencarian alasan-alasan tersebut.
Artinya jika peneliti menggunakan etnometodologi, pastikan dalam metode
penelitian peneliti menjabarkan proses pencarian sociological reasoning ini yang
meliputi:
1. Diri informan
2. Kesadaran mendalam informan
3. Kesepakatan kelompok informan
Tahap Ketiga : Analisis Aksi Kontekstual

Tahap ketiga studi etnometodologi adalah menungkapkan aktivitas keseharian


bersifat praktis yang dapat dikenali (recognizable) dan dapat dilaporkan (visible).
Mahkota penelitian etnometodologi adalah suatu penjelasan tentang keteraturan dan
keterkaitan antara ekpresi indeksikalitas, rasionalisasi atas ekspresi indeksikalitas dan
akhirnya berakhir berakhir pada sebuah aksi indeksikalitas. Sifat aksi yang dapat dikenali
dan dapat dilaporkan inilah yang menjadi bentuk akuntabilitas. Jadi, akuntabilitas di
etnometodologi tidak sama dengan konsep akuntabilitas atau pertanggungjawaban yang
kita kenal di akuntansi. Aksi dalam etnometodologi selalu merujuk pada aksi
organizationallydemonstrable atau aksi organizational akibat interaksi antar anggota
kelompok/komunitas/organisasi. Gambar 1.1 menjelaskan bagaimana order atau
keteraturan ini tercapai.

Gambar 1.1 Order antara ekspresi dan aksi indeksikalitas


\
Ekspresi Indeksikalitas Rasionalisasi Aksi Indeksikalitas
Organisasi (Studi Refleksivitas) Organisasi

Merupakan tugas seorang etnometodologis untuk mengangkat ke permukaan aksi-


aksi pada lingkup waktu dan tempat tertentu dan membuatnya “terlihat”.

Tahap Keempat : Penyajian Common Sense Knowledge of Social Structure


Etnometodologi yang dilakukan dengan baik akan memberikan gambaran tentang
indeks-indeks yang dilakukan dalam keseharian dan kesepakatan komunitas. Pemahaman
relasi indeks dan refleksivitas akan mengungkap aksi indeksikalitas yang terbentuk, dan
bagaimana aktivitas dilakukan. Akhirnya, pemahaman ini akan mengarah pada budaya
umum atau common culture sebagai :
B. Penjabaran Etnometodologi sebagai Riset Akuntansi
Ada suatu “kesalahan” umum dalam penajbaran metodologi yang sedemikian
sering dilakukan sehingga tidak lagi dianggan sebagai suatu kesalahan. Ini mungkin
sudah n menjadi background expectancies dari para peneliti (di Indonesia). Banyak dari
mahasiswa dan mungkin bahkan dosen yang, saat menyajikan metodologi penelitian,
terjebak dalam pembahasan normative definitf tenatng apa yang dimaksud dengan
paradigm, metode penelitian kualitatif, dan lain-lain.
Dalam bukunya, Ari kamayanti menyampaikan bahwa ia selalu meminta
mahasiswa untuk menyajikan bab metode penelitian sebagai sebuah costum made
method. Artinya, seandainya metode penelitian tersebut dibaca oleh orang lain, mereka
hanya akan merelasikan metode penelitian dengan isu penelitian yang sedang ditelaah.
Sederhananya, pastikan bahwa metode penelitian Anda tidak akan dapat di-copas oleh
orang lain untuk penelitian mereka karena begitu terikatnya pembahasan tentang
metodologi dengan isu penelitisan yang dibuat. Ini yang ia sebutkan sebagai
emmbeddedness between methodology and research issues.
Penyajian etnometodologi sebagai sebuah metodologi riset akuntansi sebaiknya
juga menggunakan rumus yang sama. Pastikan penyajian metodologi yang dimiliki unik
dan hanya milik anda. Ari Kamayanti juga mengutip dua paragraph sebuah penelitian
etnometodologi yang dianggap tersaji dengan baik.

C. Melampaui Etnometodologi: Kritis, Posmodernis atau Religius


Beberapa peneliti telah mengaitkan etnometodologi dengan cara pandan kritis.
Salah satunya adalah Freund & Abrams (1976). Mereka berpendapat bahwa Marxisme
dan Etnometodologi dapat diintegrasikan.
Tampak pada penjelasan Freud & Abrams (1976) bahwa penelitian
etnometodologi dapat berpihak dan netral (uncommitment), dan bahwa dengan mengubah
tujuan penelitian dari memahami aktivitas keseharian menuju mengubah dunia,
mengkonstruksi humanisme baru, maka etnometodologi kritispun dapat dilakukan.
Jika etnometodologi interpretif berhenti pada pemahaman common sense
knowledge of social structure, maka etnometodologi kritis akan menganggap keberadaan
struktur sosial yang ditemui sebagai sebuah hasil supresi ideologi dominan. Dalam kasus
Freud & Abrams (1976), mereka menggunakan teori dari Marx tentang kapitalisme dan
menganggap bahwa karena etnometodologi sebenarnya juga merupakan kritis atas
positivisme, sinergi keduanya akan menghasilkan metodologi yang lebih baik untuk
melakukan perubahan melalui pemahaman akan keseharian sebagai suatu bentuk
dominasi.
Bagaimana dengan etnometodologi postmodern? untuk postmodern alternatif
(lihat kembali bab 1), etnometodologi yang menghasilkan pemahaman atas aktivitas
keseharian digunakan untuk melakukan dekonstruksi sang lain. Paradigma postmodern
menolak penunggalan atas kebenaran (penegetahuan) lalu melakukan dekonstruksi atau
redefenisi atas kebenaran tersebut. Jika hal ini ditarik ke tataran etnometodologi, maka
common sense knowledge of social structure yang dianggap mapan tersebut “ditantang”
kebenarannya. Bahkan etnometodologi postmodern bahkan tidak akan menghasilkan
sebuah pola “common”jika dengan mengakui pola tersebut berarti mengakui penunggalan
kebenaran.
Etnometodologi bahkan dapat diekstensi dalam paradigma religius. Paradigma
interpretif mengambil kebenaran empiris berdasarkan proses induktif. Paradigma
interpretif tidak melakukan penghakiman apakah suatu struktur sosial baik atau buruk. Ia
mengambil posisi netral. Paradigma kritis berkutat pada perebutan materi; sehingga
keadilan yang ada pada sebuah masyarakat diukur dari distribusi materi. Pemilik materi
terbanyak adalah kelas yang mendominasi, sedangkan pemilik materi sedikit adalah kelas
didominasi. Oleh karena itu paradigma kritis erat dengan konsep historical materialsm-
nya. Postmodern justru meletakkan nilai pada relativitasnya. Di sinilah perbedaan
mendasar paradigma religius menggunakan penunggalan nilai, yaitu nilai-nilai transenden
ilahiyah untuk menkonstruksi kebenaran.
Jika menggunakan etnometodoogi religius, tentukan terlebih dahulu nilai religius
apa yang akan dihasilkan. Ini bertolak belakang dari penelitian induktif yang secara an
sich menganggap data yang diambil dari lapangan sebagai kebenaran. Bahkan anda
berhak melakukan konstruksi struktur sosial yang ditemui tidak sesuai dengan interpretasi
anda akan wahyu ilahiyah atas struktur sosial ideal.
KESIMPULAN
Studi etnometodologi adalah studi yang berfokus pada pencarian makna aktivitas
keseharian yang disepakati oleh anggota komunitas. Inilah yang sangat membedakan
etnografi dengan etnometodologi. Etnometodologi dimulai dengan analisis indeksikalitas
yang mencari ungkapan atau dan bahasa tubuh yang muncul diantara komunitas.
Bahasa/ungkapan ini sangat khas dan kontekstual. Tahap kedua adalah melakukan analisis
refleksivitas yang mengungkapkan hal-hal yang dianggap pelaku/informan “tidak menerik”
bagi pelaku/informan yang melandasi terjadinya suatu aktivitas.
Tahap ketiga adalah melakukan analisis aksi indeksikalitas. Di sini peneliti
mengungkapkan aksi yang terlihatdan dianggap rasional bagi komunitas, yang merupakan
hasil dari analisis indeksikalitas dan refleksivitas. Kesemuanya ini mengarah pada tahap
terakhir,tahap keempat, dimana peneliti menyajikan common sense knowledge of social
structures.
Seperti metodologi yang lain, etnometodologipun dapat berubah sesuaikebutuhan.
Kaum kritis pernah menggunakan etnometodologi dan menggabungkannya dengan teori
social kritis dan Karl Marx. Tanpa ekstensi, maka etnometodologi (murni)hanya mampu
mengungkapkan, tidak mengubah atau mengontruksi.
DAFTAR PUSTAKA
Kamayanti, A. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif Akuntansi: Pengantar
Religiositas Keilmuan. Jakarta: Yayasan Rumah Peneleh

Anda mungkin juga menyukai