Disusun Oleh :
Kelompok 6
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
2019
PRESPEKTIF PENELITIAN DALAMA AKUNTANSI ( RESEARCH PRESPECTIVE IN
ACCOUNTING )
Menyusun hukum-hukum umum yang melingkupi perilaku dari peristiwa-peristiwa atau objek-
objek empiris yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan tersebut, dan karenannya
memungkinkan kita menyatukan pengetahuan yang kita miliki dari peristiwa-peristiwa yang
diketahui secara terpisah dan untuk membuat prediksi yang dapat diandalkan akan pristiwa-
peristiwa yang mmasih belum diketahui.
Untuk mengetahui fungsi di atas, model ilmu engetahuan alam, termasuk pengambilan sampel
yang cermat, pengukuran yang akurat, secara perancangan dan analisis yang baik dari hipotesis-
hipotesis yang didukung oleh teori, secara umum dipergunakan sebagai model yang mendukung
suatu penelitian yang baik. Hal tersebut di atas kini mendapat penolakan, yang mengarah kepada
timblnya perdebatan metodologi ideografis versus nomotesis.
Debat ini tetap terjadi selama bertahun-tahun, kadang kala dengan penamaan lain seperti
“penelitian kualitatif versus kuatitatif” atau “penyelidikan dari dalam versus penyelidikan dari
luar”. Perbedaan antara nomotesis dan ideografis tumbuh dari perbedaan-perbedaan yang terjadi
pada asumsi yang mendasari ilmu-ilmu pengetahuan sosial. Pendekatan subjectif dari ilmu sosial
menonjolkan sebuah asumsi nominalisme untuk onologi, suatu asumsi antipositivisme bagi
epistemologi, sebuah asumsi voluntarisme dari sifat manusia dan akhirnya, suatu asumsi
ideografis bagi metodologi. Sedangkan pendekatan objektif menonjolkan suatu ontologi
nomotetis.
Kedua pendekatan-nomotesis versus ideografi, atau penyelidikan dari luar versus penyelidikan
dari dalam-berbeda jika dilihat dari segi cara penyelidikannya, jenis tindakan organisasionalnya
jenis penyelidikan organisasionalnya dan peran dari peneliti. Metode ideografis tertarik untuk
mengetahui kekhusussan sebagai salah satu persyaratan praktis, yang merupakan “pengetahuan
mengenai bagaimana untuk bertindak dengan tepat dalam berbagai jenis situasi khusus.” Metode
nomotetis tertarik dengan pengembangan teori pegetahuan universal.
Perbedaan antara dua cara penyelidikan di atas akan palig tepat diterjemahakan ke dalam bahasa
lain dengan menggunakan dua kata kerja terpisah untuk membedakan dua cara untuk mengetahui
sesuatu: pengetahuan mengenai dan perkenalan dengan Bahasa Prancis menggunakan
kata savoir dan connaitre; bahasa jerman menggunakan kata wissen dan kennen dan dalam
bahasa latin disebut seirre dan nosere.
Meskipun kedua pendekatan tersebut diperbolehkan dalam literatur, bukan suau hal yang
berlebihan jika dinyatakan bahwa pendekatan nomotesis telah mendominasi penelitian di bidang
akuntansi dengan pencarian hukum-hukum umum, variabel-variabel universal dan sejumlah
besar subjek yang dilakukan. Yang menjadi permasalahan selama ini adalah ketelitian
metodologis, akurasi, dan kridibilitas, bahkan meskipun ia sering kali tidak relevan dengan
kenyataan organisasi dan akuntansi yang ada. Para peneliti akuntansi hendaknya memperhatikan
semakin banyaknya keberatan yang muncul dan ditujukan bagi ilmu pengetahuan alam pada
khususnya dan nomotesis pada umumnya. Sebagai ontoh, Orlando Behling mengemukakan akan
lima sasaran kunci dari penggunkan model ilmu pengetahuan alam yang digunakan dalam
penelitian ilmu sosial dan dapat diterapkan dalam penelitian akuntansi yaitu:
1. Setiap organisasi, kelompok dan manusia kesemuanya pada tingkat tertentu akan memiliki
perbedaan satu sama lain. Jadi pengembangan hukum umum yang benar presisi dalam
perilaku organisasi adalah suatu hal yang mustahil untuk dilakukan.
2. Fenomena ketertarikan dari pada peneliti terhadap perilaku organisasiunal dan teori organisasi
sifatnya fana. Tidak hanya “fakta” dari peristiwa-peristiwa sosial akan berubah seiring dengan
waku, namun “hukum-hukum” yang mengaturnya pun ikut mengalami perubahan. Penelitian
ilmu alam kurang mampu untuk menangkap fenomena yang berubah sedemikian cepat.
3. Tidak seperti senyawa-senyawa kimi dan hal-hal lain yang menjadi perhatian dari para
peneliti ilmu alam. Orang-orang yang menyusun organisasi, artinya adalah organisasi itu
sendiri, akan dapat berperilaku secara berbeda jika mereka mengetahui akan adanya hipotesis-
hipotesis penelitian mengenai mereka.
4. Kurang sesuai dengan kenyataan. Variabel-variabel yang memanipulasi dan mengendalikan di
dalam penelitian organisasional mengubah fenomena yang sedang dipelajari. Oleh karenanya
para peneliti tidak dapat meyamarkan kenyataan dengan studi-studi yang mereka lakukan
karena fenomena yang mereka amati pasti akan berbeda lawannya di dunia nyata.
5. Perbedaan epistemologis. Meskipun memahami penyebab dan dampak melalui penelitian
ilmu alam adalah suatu cara yang tepat untuk “mengetahui” fenomena-enomena fisik,
terhadap jenis “pengetahuan” lain yang tidak dapat disentuh oleh pendekatan ini dan
merupakan suatu hal yang lebih penting bagi perilaku organisasional dan teori organisasional.
Luthans dan Davis mempertanyakan “asumsi kesamaan” yang diterapkan oleh nomtesis, yaitu
pemeriksaan secara selektif atas banyak subjek menurut asumsi teoritis interaktif dari perilaku-
orang-linhkungan, dari orang yang nyata berinteraksi dengan organisasi yang nyata, ideografi
diusulkan sebagai suatu pendekatan yang bermanfaat dengan menggunakan rancangan
eksperimental kasus tunggal yang intensif dan ukuran pengamatan secara langsung.
Yang menjadi hal utama bagi suatu bagian pendekatan ideografis terhadap studi-studi perilaku
organisasional interaktif di dalam suatu lingkungan yang alami yang dimaksudkan untuk
memeriksa dan menarik kesimpulan dan menguji hipotesis-hipotesis spesifik adalah rancangan
eksperimental kasus tunggal yang insentif dan metode-metode langsung seperti pengamatan
partisipan yang sistematis. Ketika telah dipahami dan diperiksa dengan mendalam, ternayata
rancangan dan metode-metode ini dapat bertahan dengan sama baikya terhadap kriteria evaluatif
yang sama bagi peneliti ilmiah yangsaat ini sedang digunakan oleh para peneliti ilmiah yang saat
ini sedang digunakan oleh para peneliti berbasis nomotetis.
Etnologi pradigma dimulai ketika pengamat, yang telah telah terlatih atau familiar dengan
pendekatan antropologis, turun dari kapal, kereta api, pesawat, subwway atau bus dengan
persiapan untuk tinggal selama waktu yang lama dengan kopor yang penuh dengan buku-buku
catatan kosong, alat perekan, dan sebuah kamera. Etnografi paradigmatis berakhir ketika
sejumlah besar data yang telah dicatat, di-fail, disimpan, dicek dan dicek ulang disusun menurut
satu atau beberapa gaya interpretasi dan diterbitkan untuk para audiensi ilmiah ataupun umum.
Para peneliti di bidang akuntansi yang tertarik dengan metode etnografis seharusnya memiliki
keterlibatan langsung yang terus-menerus dan berlangsung lama dalam lingkungan
organisasional yang sedang diteliti. Mereka membutuhan pengamatan lapangan untuk melihat
struktur di dalam dan juga perilaku di permukaan dari mereka-mereka yang berbeda di dalam
organisasi trsebut. Menurut ulassan John Van Maanen, mereka perlu:
1. Memisahkan konsep-konsep urutan pertama atau fakta-fakta dari suatu penyelidikan
etnografis dan konsep-konsep urutan edua atau teori-teori yang digunakan oleh seorang analis
untuk menyusun dan menjelaskan fakta-fakta yersebut;
2. Membedakan antara data penyaji yang mendokumentasian “aliran percakapan dan aktivitas
spontan yang terjadi dan diamati oleh etnografer ketika sedang berada di lapangan” dan data
penyajian yang “berhubungan dengan tampilan-tampilan yang oleh para informan berusaha
untuk dijaga di mata pekerja lapangan, pihak luar dan pihak asing secara umum, rekan-rekan
sekerja, teman sejawat yang dekat dan akrab, dan sampai beberapa tingkat tertentu, dari
mereka sendiri.
3. Secara terus-menerus menilai kebenaran dari informasi lisan untuk mengungkapkan
kebonhongan area-area yang tidak diketahui, dan beragam asumsi-asumsi yang diterima
begitu saja.
Fenomonologi memiliki skala yang lebih luas daripada pengamatan partisipan dan etnografi
dengan menekankan pada pencarian kenyataan seperti yang “telah ada” di dalam struktur
kesadaran universal bagi umat manusia. Hermert Spiegelberg menguraikan tujuh langkah dari
fenomenologi berikut ini untuk memandu para peneliti:
Meskipun perdebatan mengenai ideografi versus nomotesis akan terus berlangsung di berbagai
literatur ilmu-ilmu sosial, terbentuk suatu pemikiran khusus yang merekomendasikan
digunakannya banyak metode. Hal ini secara umum dijabarkan sebagai metodologi konvergen,
multimetode, validasi konvergen, atau apa yang telah disebut sebagai “triangulasi”. Bahkan,
orang yang mengawali berdebatan ini, Allport, mengemukakan bahwa metode0metode ideogrfis
dan nomotesis telah “saling mengerjakan hal yang sama dan memberikan keyakinan yang lebih
tinggi akan hasil yang diperoleh, (2) membantu untuk menyingkapkan dimensi yang
menyimpang atau di luar kuadrat dari sebuah fenomena, (3) mengarah pada terjadinya sintesa
atau integrasi teori-teori dan (4) menjadi suatu tes yang sangat penting.
Suatu garis yang menghubungkan semua manfaat ini adalah peran penting yang diminkan oleh
metode kualitatif dalam triangulasi. Penelitian yang dilakukan kemungkinan akan memberikan
suatu pendekatan yang menguntungkan terhadap situasi, yang memungkinkan akan memberikan
suatu kedekatan yang menguntungkan terhadap situasi, yang memungkinkan adanya sensitivitas
yang lebih tinggi terhadap banyak sumber data. Data kualitatif dan fungsi analisis berfungsi
sebagai [erekat yang menyatukan interpretasi dari hasil-hasil multimetode. Dalam satu aspek
tertentu, data kualitatif digunakan sebagai sebuah titik tanding penting bagi metode kuantitatif.
Sedangkan dari aspek lain, analisis mendapat keuntungan dari persepsi yang diambil dari
pengalaman pribadi dan pengamatan langsung. Sehingga masuklah peneliti yang licik yang
menggunakan data kuantitatif untuk memperkaya dan memperjelas gambarnya.
Arti dari semua hal di atas bagi praktik penelitian adalah pada akhir ia harus mengambil pilihan
di antara ketiga pilihan berikut ini:
Sifat Masyarakat
Salah satu asumsi mengenai sifat masyarakat adalah terjadinya perdebatan konflik yang
teratur (order-conflict) atau lebih tepatnya adalah perubahan aturan radikal (regulation-radical
change). Sosiologi aturan (sociology of regulation) berusaha menjelaskan tentang masyarakat
dengan berfokus pada kesatuan dan keeratannnya dan kebutuhan akan aturan~aturan.
Sebaliknya, sosiologi perubahan radikal berusaha menjelaskan tentang masyarakat dengan
berfokus pada perubahan radikal, konflik struktural yang dalam, bentuk-bentuk dominasi, dan
pertentangan struktural pada masyarakat modern.
Paradigma fungsional dalam akuntansi melihat fenomena akuntansi sebagaii hubungan dunia
nyata yang konkrit yang memiliki keberaturan dan hubungan sebab akibat yang dapat diterima
dengan disertai penjelasan permanfaatan ilmiah.
Sebagai tambahan, tatanan sosial, seperti yang didefinisikan oleh struktur pasar dan perusahaan
yang masih ada, telah diterima begitu saja, dengan tanpa adanya acuan kepada dominasi ataupun
konflik. Kedua pandangan fenomena akuntansi maupun alam sosial digunakan untuk
mengembangkan teori – teori yang diasumsikan bebas nilai dan bukannya terkait secara historis.
Seperti dalam fungsionalisme struktural, paradigma fungsional dalam akuntansi berfokus pada
penetapan fungsi – fungsi ini adalah “prasyarat fungsional’’ atau “keharusan fungsional’’ dari
adaptasi, pencapaian sasaran, integrasi dan latensi atau pemeliharaan pola. Untuk mencapai
keharusan – keharusan tersebut, maka didefinisikan struktur struktur atau elemen – elemen
akuntansi.
Seperti dalam teori sistem, paradigma fungsionalis dalam akuntansi berfokus pada baik
pencarian representasi analogis dari sistem akuntansi maupun suatu analis sistem.
Interaksionisme dengan fokusnya pada hubungan dan interaksi dengan manusia diekspresikan
dalam bentuk akuntansi keprilakuan.
Objektivitas dengan komitmennya kepada model dan metode yang digunakan dalam ilmu – ilmu
alam adalah cara utama dalam penelitian dan pembuatan teori akuntansi. Bahkan empirisme
abstrak sebagai suatu judul cocok sekali dengan kebanyakan penelitian akuntansi empiris yang
telah diterbitkan. Terdapat suatu desakan yang pasti untuk mengembangkan sebuah model yang
mendalam dari fenomena akuntansi di tengah – tengah absennya variabel – variabel yang
membingungkan dan ketergantungan metodologis pada metode – metode hipotesis – deduktif.
Pandangan fungsionalis dalam akuntansi menandai apa yang secara umum diterima sebagai
suatu penelitian akuntansi konvensional. Asumsi – asumsi yang dominan meliputi hal – hal
berikut: ‘’teori dipisahkan dari pengamatan yang dapat digunakan untuk memverifikasi
ataupun menyalahkan sebuah teori. Perhitungan hipotesis – deduktif dari penjelasan ilmiah
dapat diterima. Sedangkan metode kuantitatif dari analisis dan mengumpulkan data yang
memungkinkan adanya generalisasi adalah metode yang lebih disukai.
Peran akuntansi dalam analisis birokrasi yang klasik dari Weber sebagai salah satu cara
dominasi, analisis ‘’iron low oligarchy’’ (oligarki hukum besi) dari Robert Michael, dan analisis
organisasi dari Marxis akan muncul sebagai alat dominasi yang berkuasa untuk dipahami sebagai
bagian yang penting dari sebuah proses diminasi yang lebih luas didalam masyarakat secara
keseluruhan.
Para akuntansi strukturalis memiliki pandangan yang obbjektif atas alam sosial namun juga
berfokus pada kecenderungan – kecenderungan terjadinya kontradiksi dan krisis yang
ditimbulkan pada proses akuntansi. Tidak seperti humanis radikal yang menekankan pada
fenomena superstruktural seperti ideologi dan kesadaran yang menyimpang, strukturalis radikal
dalam akuntansi akan berfokus pada hubungan antara akuntansi dan ekonomi hubunngan politis
dan dominasi.
Strukturalis Marxis seperti Althusser dan Nicos Poulantzas telah menekankan otonomi relatif
dari struktur – struktur politis dan ideologis dari basis ekonomi yang mendasari sebagai suatu
hubungan kemodel – model Marxis klasik yang terlalu deterministis. Sehubungan dengan
akuntansi perusahaan, pendekatan ini akan berfokus kepada kebebasan relatif dari berbagai
praktik, kebijakan, dan teori akuntansi dari kekuatan politis yang ekonomi yang nyata.
Perkembanhgan akuntansi dapat dilihat sebagai sebuah proses sui generis, atau didefinisikan dari
dalam.
Kedua penekanan di atas meningkatkan pembatasan pada praktik dan pengajaran akuntansi.
Seperti yang telah di perhatikan oleh anthony tinker dan rekan-rekannya, penekanan yang
pertama menimbulkan pertanyaan tentang afiliasi golongan dari individu dan peran yang
dimainkan oleh akuntan dalam konflik antargolongan, dan penekanan yang kedua mengarah
pada penghindaran pertanyaan-pertanyaan subjektif tentang nilai dan mengonfirmasikan data
akuntansi kepada harga pasar yang objektif.68 Motifasi di balik peran sebagai seorang sejarawan
dijelaskan sebagai berikut:
Citra akuntan ini yang sering kali dilihat sebagai ‘’sejarawan’’ yang tidak memihak dan tidak
berbahaya-tumbuh dari adanya keinginan untuk melepaskan tanggung jawab yang diemban oleh
para akuntan untuk membentuk ekspektasi subjektif di mana, selanjutnya, ekspentasi tersebut
akan memengaruhi keputusan-keputusan tentang alokasi sumber daya dan distribusi laba di
antara dan didalam masing-masing golongan. Keterkaitan dengan fakta-fakta historis ini
memberikan suatu lapisan tipis objektivitas semu yang memungkinkan akuntan untuk
menyatakan bahwa mereka hanya sekedar mencatat- dan tidak ikut ambil bagian- dalam konflik-
konflik sosial.
Ekonomi marginal dan akuntansi konvesional yang didasarkan pada nilai dan laba ekonomi yang
berhubungan, dikaitkan dengan nilai dari kemungkinan konsumsi di masa datang yang diperoleh
dari taksiran nilai sekarang (present value) dari aliran arus kas mereka. Hal ini telah memberikan
alasan yang menarik untuk menilai untuk menilai beberapa aktiva akuntansi berdasarkan konsep
nilai sekarang dan untuk membandingkan proyek-proyek dengan melihat nilai sekarang yang
mereka miliki. Namun Tinker telah menunjukkan bahwa dalam membandingkan proyek-proyek
investasi modal alternatif, akuntansi berdasarkan ekonomi marginal tidak memberikan suatu
solusi yang unik.
Perbandingan tersebut akan tergantung pada pemilihan tingkat suku bunga. Proyek yang paling
dibutuhkan bagi suatu masyarakat hanya dipastikan dengan menggunakan satu tingkat suku
bunga tertentu, yang cocok bagi perusahaan yang menggunakan biaya modalnya sebagai tingkat
bunga. Akan tetapi, dengan melihat berbedanya biaya modal untuk tiap-tiap perusahaan, maka
perhitungannya pun akan tidak dapat ditentukan. Hal ini menjadi alasan untuk menguntungkan
secara sosial jika dibandingkan dengan proyek yang lain. Namun solusi ini ditentang oleh apa
yang dikenal sebagai kontroversi cambridge. Pada dasarnya, ditunjukkan bahwa penjelasan
marginalis bersifat tautologis. Hal ini dirangkum sebagai berikut:
Kita mulai dengan menanyakan bagaimana tingkat laba ditentukan dan jawabannya akan
mangacu kepada jumlah modal dan produk pendapatan marginalnya. Kita kemudian
menanyakan bagaimana hal tersebut ditentukan dan jawabannya adalah dengan mengonsumsikan
suatu pembagian dari laba di masa datang dan mendiskontokan pengembalian modal dengan
tingkat suku bunga pasar. Semua yang telah dikemukakan di atas adalah bahwa tingkat suku
bunga pasar merupakan fungsi suku bunga pasar (dan adanya asumsi distribusi laba).
Begitu pula, D.J.Cooper menunjukan bahwa tingkat suku bunga pasar bergantung pada
penawaran dan permintaan modal moneter, yang selanjutnya akan bergantung pada tingkat suku
bunga pasar. Singkatnya, ekonomi marginal ditampilkan sebagai tautologis atau tidak
terderminasi.
A. Metodologi Penelitian
Teori Akuntansi dapat dikembangkan dengan menggunakan beberapa metodologi
penelitian. Metodologi yang biasa digunakan diantaranya adalah:
(1) pendekatan deduktif;
(2) pendekatan induktif;
(3) pendekatan pragmatis;
(4) pendekatan etis; dan
(5) pendekatan perilaku.
Selain itu, ada metode tambahan yakni metode ilmiah dalam penyelidikan, yang
merupakan penggabungan antara pendekatan induktif dan deduktif, sebagai pedoman penelitian
dalam pengembangan teori akuntansi.
a. Bentuk lemah
Berdasarkan teori ini, harga historis menyediakan perkiraan tidak bias mengenai harga
masa depan dari saham, dan beberapa studi mendukung pendapat ini. Hal ini menjelaskan bahwa
perubahan harga terjadi akibat pengetahuan investor mengenai pendapatan yang mungkin
didapatkan atau kesempatan investasi alternatif. Berdasarkan bentuk lemah, investor tidak bisa
mendapatkan pengembalian/keuntungan lebih berdasarkan pengetahuan sederhana atas harga
saham sebelumnya.
b. Bentuk semi kuat
Perbedaan antara bentuk lemah, semi kuat, dan kuat EMH terletak pada jumlah informasi
yang dikumpulkan dalam menentukan harga saham. Pada bentuk semi lemah, harga lampau
saham dan semua informasi yang disampaikan ke publik diperlukan dalam menentukan harga
saham.
c. Bentuk kuat
Berdasarkan bentuk kuat EMH, semua informasi termasuk trend harga saham, informasi
tersedia untuk publik, dan informasi dari dalam digunakan dalam penentuan harga saham.
Bentuk ini menyebabkan akuntan mempertimbangkan semua informasi termasuk informasi
eksternal dan internal.
D. Kesimpulan
Sejumlah pendekatan penelitian tersedia untuk membantu dalam mengembangkan teori-teori
akuntansi dan penggunaannya. Pendekatan deduktif membutuhkan penentuan sasaran dan
kemudian diteruskan ke praktek yang lebih spesifik. Pendekatan induktif diawali pengamatan
dan kemudian membuat kesimpulan dari pengamatan tersebut. Pendekatan pragmatis
mengidentifikasikan masalah dan kemudian menghasilkan solusi yang berguna. Pendekatan etis
menekankan pada konsep kebenaran, keadilan dan kejelasan. Akhirnya, penelitian akuntansi
perilaku mempelajari bagaimana orang-orang dipengaruhi oleh laporan dan fungsi akuntansi.
Beberapa teori mengenai outcome masalah akuntansi disajikan. Analisis fundamental mencoba
agar dapat membuat masing-masing investor mengetahui kesalahan harga saham. Penelitian
Pasar Efisien mempelajari informasi apa yang berharga bagi investor dan bentuk dampak dari
pengungkapan terhadap nilai dari informasi. Teori agensi mempelajari bagaimana keuntungan
individu dari rangkaian tertentu suatu tindakan. Model penilaian aktiva modal menjelaskan
bagaimana investor bisa meminimalisir risiko dan memaksimalkan keuntungan. Penelitian
pemrosesan informasi manusia mempelajari bagaimana masing-masing individu menggunakan
dan memproses informasi. Terakhir, penelitian sudut pandang krisis mempertanyakan beberapa
asumsi ekonomi yang telah disepakati yang didapat akuntan.