Anda di halaman 1dari 173

DISERTASI

DAMPAK POLUTAN AMBIEN PARTIKULAT


PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER
DI PUSKESMAS KOTA PALEMBANG

MARSIDI
20013681418001

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU LINGKUNGAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

DAMPAK POLUTAN AMBIEN PARTIKULAT


PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER
DI PUSKESMAS KOTA PALEMBANG

DISERTASI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


Doktor Ilmu Lingkungan

Oleh :

MARSIDI
20013681418001

Palembang, 1 Juli 2019

Promotor

Prof. Dr. dr. M.T. Kamaluddin, Sp.FK., M.Sc.


NIP. 195209301982011001

Kopromotor I Kopromotor II

Prof. Dr. dr. Fauziah N. Kurdi, Sp.KFR., MPH. Dr. Novrikasari, SKM, M.Kes.
NIP. 194604261971102001 NIP. 197811212001122002

Mengetahui,
Direktur Program Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Amin Rejo, M.P.


NIP. 19610114199011001
ii
iii
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSUTUJUAN PUBLIKASI

Yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Marsidi
NIM : 20013681418001
Judul : Dampak Polutan Ambien Partikulat pada Penyakit Jantung Koroner
di Puskesmas Kota Palembang

Memberikan izin kepada Promotor dan Kopromotor seerta Universitas


Sriwijaya utuk mempublikasikan hasil penelitian saya untuk kepentingan
akademik. Apabila dalam waktu satu tahun tidak mempublikasikan karya
penelitian saya, dalam kasus ini saya setuju untuk menempatkan Promotor sebagai
penulis korespondensi (Corresponding Author).
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa ada paksaan
dari siapapun.

Palembang, 27 Juni 2019

Marsidi
20013681418001

v
RIWAYAT HIDUP

Marsidi, dilahirkan di Kota Palembang pada tanggal 16 Maret 1968


merupakan anak kedua dari Ayahanda Muhammad Said (alm) dan Ibunda Norma.
Memiliki 1 saudara pria bernama Marzuki (alm) dan 3 saudara wanita, yaitu
Marlinawati, Zulminawati dan Ernawati. Menikah pada bulan Agustus 1990
dengan Fenny Y. dan dikaruniai 2 anak pria (Muhammad Khaidir, lahir pada
bulan Agustus 1991 dan Hamdy Ahmad Taha, lahir pada bulan Desember 1994),
pada bulan Juni 2006 berpisah. Menikah kembali pada bulan Maret 2008 dengan
Titin Hariani dan dikaruniai 1 anak pria (Muhammad Martawan, lahir pada bulan
Maret 2013).
Riwayat pendidikan dasar, lulus SD Pertamina 7 di Plaju tahun 1981, SMP
Muhammadiyah 3 di Plaju tahun 1984, STM Negeri 2 di Palembang tahun 1987.
Pendidikan tinggi, lulus Sarjana Teknik Industri-Universitas Islam Indonesia di
Yogyakarta tahun 1993, Magister Teknik Industri di Institut Teknologi Bandung
di Bandung tahun 1999.
Riwayat pekerjaan sebagai dosen sejak awal bekerja, dimulai dari Program
Studi Teknik Industri-Universitas Tridinanti di Palembang tahun 1994-2006,
Program Studi Teknik Industri-Universitas Bina Darma di Palembang tahun 2006-
2008, Twintech International College University di Kuala Lumpur-Malaysia tahun
2008-2010, STIK Bina Husada di Palembang tahun 2010-Sekarang.
Publikasi yang telah dilakukan berkaitan dengan disertasi ini adalah:
1. Correlation of Climate to Particulate Matter in Palembang. Pollution
Research. 37 (2) : 279-284. (2018). Scopus Q4.
2. Correlation of Particulate Matter to Coronary Heart Disease in Palembang.
Asian Jr. of Microbiol. Biotech. Env. Sc. 20 (2) : 296-299. (2018). Scopus Q4.

vi
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
penulisan laporan penelitian disertasi ini. Izinkanlah saya mengucapkan terima
kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian laporan
penelitian disertasi ini. Rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih saya
sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Anis Saggaf, MSCE., sebagai Rektor Universitas Sriwijaya
beserta seluruh jajarannya.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Amin Rejo, M.P., sebagai Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sriwijaya beserta seluruh jajarannya, yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan kepada saya dalam menempuh pendidikan program
S3 ini.
3. Ibu Prof. Dr. Ir. Nurhayati, M.Sc., sebagai Ketua Program Studi S3 Ilmu
Lingkungan yang meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mendorong
penyelesaian disertasi.
4. Bapak Prof. Dr. dr. M.T. Kamaluddin, Sp.FK., M.Sc., Ibu Prof. Dr. dr.
Fauziah Nuraini Kurdi, Sp.KFR., MPH dan Ibu Dr. Novrikasari, SKM,
M.Kes., sebagai promotor dan kopromotor yang telah banyak meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk bimbingan, arahan kepada saya dalam
penyusunan laporan disertasi.
5. Ibu Prof. Dr. Nuzulia Irawati, M.S., sebagai penguji tamu yang memberikan
koreksi dan masukan untuk penyempurnaan laporan disertasi.
6. Semua tim penguji internal yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
untuk bimbingan kepada saya dalam penyusunan laporan disertasi.
7. Semua Dosen Pengajar di Program Studi S3 Ilmu Lingkungan Universitas
Sriwijaya yang memberikan ilmu pengetahuannya.
8. Bapak Dr. dr. Chairil Zaman, M.Sc., sebagai Ketua STIK Bina Husada beserta
jajarannya yang telah memberikan kesempatan menempuh studi S3.
9. Ibu Merzha Agmalinda sebagai staf administrasi program Studi S3 yang telah
membantu selama proses menyelesaikan studi.
10. Semua pihak dan institusi yang telah membantu sehingga penelitian disertasi
ini dapat diselesaikan.
11. Teman seangkatan 2014 yang telah membantu dan memberi dukungan kepada
saya sehingga dapat menyelesaian pendidikan program S3 ini.
Akhirnya dengan rendah hati saya sampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang tidak sempat saya sebutkan satu
persatu yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam usaha
menyelesaikan laporan disertasi ini.

Palembang, 27 Juni 2019


Marsidi

vii
RINGKASAN
DAMPAK POLUTAN AMBIEN PARTIKULAT PADA PENYAKIT
JANTUNG KORONER DI PUSKESMAS KOTA PALEMBANG
Karya Tulis Ilmiah berupa Disertasi, 1 Juli 2019

Marsidi, dibimbing oleh M.T. Kamaluddin, Fauziah N. Kurdi dan


Novrikasari

The Impact of Ambient Particulate Pollutant to Coronary Heart Disease of


Puskesmas in Palembang

xviii + 95 halaman, 21 tabel, 22 gambar, 7 lampiran

Polutan ambien partikulat PM yang bersumber dari kegiatan transportasi diduga


kuat menyebabkan penyakit jantung koroner pada penduduk di kota-kota besar.
Oleh karena itu, diperlukan kajian dampak yang ditimbulkannya. Penelitian ini
bertujuan untuk menyelidiki korelasi antara polutan ambien partikulat dengan
penyakit jantung koroner.
Penelitian ini mempunyai 3 tahap, yaitu:1) Mengukur temperatur, kelembaban
relatif, konsentrasi partikulat, dan menghitung jumlah pasien penyakit jantung
koroner (PJK) yang berkunjung ke puskesmas kota Palembang. Selanjutnya
menguji signifikansi hubungan antara temperatur dan kelembaban relatif terhadap
PM2.5, menguji signifikansi hubungan konsentrasi partikulat tehadap PJK di Kota
Palembang; 2) Menghitung komposisi partikulat dan menentukan unsur kimia
logam penyebab PJK; 3) Menentukan faktor risiko PJK dan faktor risiko
dominannya. Semua tahapan penelitian menggunakan rancangan potong lintang.
Pengukuran temperatur, kelembaban relatif dan konsentrasi PM2.5 memakai
peralatan portable laser particle counter CEM-DT-96 dan menghitung jumlah
pasien PJK yang berkunjung ke 39 puskesmas kota Palembang. Pengukuran
komposisi partikulat di 6 puskesmas dengan pengumpulan debu TSP memakai
peralatan portable HVAS Staflex, selanjutnya analisis komposisi debu memakai
alat SEM-EDS Ametek di FT-UI. Sedangkan analisis faktor risiko memakai data
jumlah kunjungan pasien lebih dari 6 puskesmas.
Hasil penelitian tahap 1 adalah: a) rerata (standar deviasi) untuk temperatur adalah
30,9(1,9)0C, kelembaban relatif adalah 73,9(5,0)% dan partikulat PM2.5 adalah
10,3(3,9)ug/m3. Terdapat korelasi yang sangat lemah dan tidak signifikan antara
konsentrasi partikulat PM2.5 dengan temperatur (r=-0,059; p>0,05) dan
kelembaban nisbi (r=0,058; p>0,05) di Puskesmas Kota Palembang; b) median
(min-maks) untuk kunjungan pasien PJK pada tahun 2017 adalah 2,0(0-218)
orang. Terdapat korelasi yang lemah dan tidak signifikan antara konsentrasi
partikulat PM2.5 dengan PJK (r=-0,181; p>0,05) di Puskesmas Kota Palembang.
Lemahnya korelasi dapat disebabkan oleh paparan PM2.5 masih dibawah ambang
batas yang ditetapkan oleh WHO (25µg/m3) dan jumlah pasien yang berkunjung
ke puskesmas hanya sedikit diatas 50 orang (7 puskesmas atau 17,9%), hanya 15
puskesmas yang terdapat pasien dalan jumlah kecil (dibawah 50 orang) atau
38,5% dan 17 puskesmas tidak ada sama sekali (43,6%). Disimpulkan bahwa PJK

viii
disebabkan bukan oleh PM2.5, tetapi oleh faktor lain (diabetes, hipertensi dan tidak
olahraga).
Hasil penelitian tahap 2 adalah: a) Komposisi elemen logam partikulat TSP di
Puskesmas Kota Palembang adalah sebanyak 9 jenis elemen atau unsur logam,
yaitu elemen Si, Na, Al, Fe, K, Ca, Mg, Ba dan Zn; b) Persentase terbesar dari
komposisi elemen logam partikulat, yaitu logam silika (Si) sebanyak 28,78%,
yang dapat membentuk senyawa silika dioksida (SiO2) yang berbentuk kristal
yang dapat berdampak pada PJK melalui proses inflamasi yang menyebabkan
akumulasi lemak dan aterosklerosis di arteri jantung.
Hasil penelitian tahap 3 adalah: a) Hasil Uji Bivariat dengan Khai Kuadrat faktor
risiko PJK dengan Diabetes terhadap variabel bebas berhubungan sangat
signifikan (p<0,0001); b) Hasil Uji Multivariat dengan Regresi Logistik Biner
Ganda diperoleh faktor risiko dominan PJK yang menderita Diabetes adalah
Hipertensi, dengan risiko 32 kali tejadinya hipertensi dibanding yang tidak
hipertensi.
Disimpulkan bahwa Polutan Ambien Partikulat PM2.5 tidak berkorelasi signifikan
pada PJK, sedangkan unsur kimia logam pada partikulat berdampak pada PJK
adalah silika, selanjutnya faktor risiko dominan PJK adalah Hipertensi.

Kata Kunci: Temperatur, Kelembaban Relatif, Partikulat Ambien PM2.5, Faktor


Risiko, Penyakit Jantung Koroner.

Kepustakaan: 205 (1999-2019)

ix
SUMMARY
THE IMPACT OF AMBIENT PARTICULATE POLLUTANT TO CORONARY
HEART DISEASE OF PUSKEMAS IN PALEMBANG
Scientific Paper in the form of Dissertation, 1 July 2019

Marsidi, Supervised by M.T . Kamaluddin, Fauziah N. Kurdi and


Novrikasari

Dampak Polutan Ambien Partikulat Pada Penyakit Jantung Koroner


di Puskesmas Kota Palembang

xviii + 95 pages, 21 tables, 22 images, 7 attachments

The ambient particulate pollutants which is coming from several activities such as
transportation potentially initiate and cause the coronary heart disease (CHD),
especially in the city with high population and transportation. Therefore, the
comprehensive study should be made to see the impact of ambient particulate
pollutants to the occurance of CHD. This research aims to investigate the
correlation between ambient particulate pollutants to CHD.
The research is separated into three stages began with measuring the ambient
temperature, relative humidity, particulate concentration, and the number of
patients of CHD who visited the primary health center (Puskesmas) Palembang in
the specific studied area. The second stages were conducted by analyzing the
significance or correlation among these ambient parameters including ambient
temperature and relative humidity to the concentration of particulate matter 2.5
(PM2.5). The correlation is further tested by seeing the significance relationship
between particulate concentration and CHD occurances. After finding the
significant relationship, the research was continued by analyzing the composition
of particulate matter and determine the most particulate matter which potentially
intiate the coronary heart disease. After finding the most possibly chemical
matters, the reseach is then conducted by determining the risk of particulate matter
to the occurance of coronary heart disease. Temperature, relative humidity and the
concentrations of PM2.5 were measured using portable equipment laser particle
counter CEM-DT-96. Furthermore, the number of patients who visit Puskesmas
for checking their CHD problem was conducted by regularly visiting 39
Puskesmas in Palembang. Moreover, the particulate matters were detected by
collecting dust near 6 Puskesmas with TSP equipment portable HVAS Staflex and
instrumentally analyzed using Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive
X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS). The risk factors of occurance particulate
matter were determined by taking the data of patient number in Puskemas
(retrieved from 6 Puskesmas).
The results of the first research showed that the average temperature in the studied
area is 30.9(1.9)0C with relative humidity of 73.9(5.0)% and particulate matter
(PM2.5) concentration is approximately 10.3(3.9)ug/m3. There was a very weak
correlation and does not have a significant between the concentration of
particulate matter PM2.5 with temperature (r =-0.059; p>0.05) and relative
humidity (r = 0.058; p>0.05) in the puskesmas Palembang. The median (min-max)
x
for CHD patient visits in 2017 is 2.0(0-218). There is a weak correlation and does
not have a significant between the concentration of particulate matter PM2.5 and
the occurance of coronary heart disease (r =-0.181; p>0.05) in the studied area.
The weak correlations was because of the concentration of PM2.5 is still below the
threshold set by WHO (25µg/m3). The other reason was caused by the low
number of patients who visit the puskesmas where only 7 Puskesmas were visited
by 50 people or more (17.9%). There were 38.5% of Puskesmas visited below 50
patients in which the rest of puskesmas (17 Puskesmas) did not have any patient
(43.6%) during the research period. In addition, the further investigation
confirmed that most of coronary heart disease was not initiated by the exposion of
PM2.5, but generated by other factors such as diabetes, hypertension and less
exercise.
The results of the second research showed that on dust presensing on Puskesmas
resulted that there were 9 metal elements contained which were Si, Al, Na, K, Fe,
Ca, Mg, Ba, Br and Zn. The highest concentration was silica (Si) which detected
as much as 28.78%. The presence of Si come from SiO2 and it can impact on the
coronary heart disease (CHD) through the inflammation process and accumulate
on lipid and atherosclerosis in the arteries of the heart.
The results stage of the third research found that the independent variable was
highly significant with diabetes with p<0.0001. Furthermore, the multivariate
binary logistics regression test provided an additional information in which the
CHD with diabetic patient had 32 times of possibilities to get hypertension
compared to the patient who did not have hypertension background.
It was concluded that ambient particulate pollutants PM2.5 did not correlate
significantly on the CHD, whereas metal chemical element on particulate impact
on the PJK is silica, the dominant risk factor for subsequent CHD was
hypertension.

Key words: temperature, relative humidity, ambient particulate matter PM2.5, risk
factors, coronary heart disease (CHD).

Citation: 205 (1999-2019)

xi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ……………………………………………..….. i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………..…… ii
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………..……..…. iii
HALAMAN PERNYATAAN INTEGRITAS …………………………. iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……..…. v
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………..…… vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………..…… vii
RINGKASAN ……………………………………………………..…… viii
SUMMARY ………………………………………………………..….. x
DAFTAR ISI ……………………………………………………..…….. xii
DAFTAR TABEL ………………………………………………..…….. xv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………..………. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………..………. xvii
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………..………… xviii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………….……… 1
1.2 Perumusan Masalah ………………………………………..……… 5
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………..……… 6
1.4 Hipotesa Penelitian ………………………………………..………. 7
1.5 Manfaat Penelitian …………………………………………..…….. 7
1.6 Kebaruan Penelitian ………………………………………….…… 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polutan Ambien Partikulat …………………………………..……. 8
2.2 Temperatur Ambien, Kelembaban Relatif dan Partikulat …..……. 12
2.3 Komposisi Unsur Kimia Logam Dari Emisi Partikulat Lalu Lintas 13
2.4 Penyakit Kardiovaskular Akibat Partikulat Ambien ……………… 14
2.5 Penyakit Jantung Koroner Akibat Partikulat Ambien …………….. 24
2.6 Patogenesis Aterosklerosis ………………………………......…… 26
2.7 Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner ……………….………… 32
2.7.1 Umur ……………………………………………...……….. 33
2.7.2 Jenis Kelamin ……………………………………………… 33
2.7.3 Riwayat Keluarga …………………………………………. 34
2.7.4 Hipertensi ………………………………………………….. 34
2.7.5 Diabetes …………………………………………………… 36
2.7.6 Obesitas …………………………………………………… 36
2.7.7 Tidak Olahraga ……………………………………………. 37
2.7.8 Merokok …………………………………………………… 38
2.8 Puskesmas ………………………………………………………… 39
2.9 Penelitian Terkait …………………………………………………. 39
2.10 Kerangkah Teori ………………………………………….………. 43
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Penelitian Tahap 1 ……………………………………….……….. 46
3.1.1 Rancangan Penelitian ………………………….………….. 46
3.1.2 Alat dan Bahan ………………………………….………… 46
3.1.3 Sampel dan Lokasi Penelitian ……………….……………. 46
xii
3.1.4 Variabel Penelitian ……………………………….………. 46
3.1.5 Definisi Operasional ……………………………..……….. 47
3.1.6 Pengumpulan dan Pengolahan Data ………….…………... 47
3.1.7 Analisa Data …………………………………..………….. 47
3.2 Penelitian Tahap 2 ……………………………………..…………. 48
3.2.1 Rancangan Penelitian …………………………..…………. 48
3.2.2 Alat dan Bahan …………………………………………….. 48
3.2.3 Sampel dan Lokasi Penelitian ………………………...…… 48
3.2.4 Variabel Penelitian ………………………………………… 48
3.2.5 Definisi Operasional ………………………………………. 48
3.2.6 Pengumpulan dan Pengolahan Data ………………………. 48
3.2.7 Analisa Data ………………………………………………. 49
3.3 Penelitian Tahap 3 ………………………………………………… 49
3.3.1 Rancangan Penelitian ……………………………………… 49
3.3.2 Alat dan Bahan ……………………………………………. 49
3.3.3 Sampel dan Lokasi Penelitian …………………………….. 49
3.3.4 Kreteria Inklusi dan Eksklusi ……………………………… 50
3.3.5 Variabel Penelitian ………………………………………… 50
3.3.6 Definisi Operasional ………………………………………. 50
3.3.7 Pengumpulan dan Pengolahan Data ………………………. 50
3.3.8 Analisa Data ………………………………………………. 50
3.4 Keterbatasan Penelitian ……………………………………….….. 51
3.5 Tahapan Penelitian ……………………………………………….. 52
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Diskripsi Wilayah Penelitian ……………………………………. 53
4.2 Penelitian Tahap 1 ………………………………………………. 57
4.2.1 Hubungan Temperatur dan Kelembaban relatif dengan
Partikulat di Puskesmas Kota Palembang ………….……. 57
4.2.2 Hubungan PJK dengan Partikulat di Puskesmas Kota
Palembang ………………………………………….……. 64
4.3 Penelitian Tahap 2 …………………………………………….… 68
4.3.1 Komposisi TSP Ambien di Puskesmas Kota Palembang 68
4.3.2 Patogenesis Silika pada PJK ………………………….…. 75
4.4 Penelitian Tahap 3 …………………………………………..…… 83
4.4.1 Faktor Risiko PJK di Puskesmas Kota Palembang ……… 83
4.4.2 Analisis Faktor Risiko Dominan PJK di Puskesmas Kota
Palembang ………………………………………….……. 88
4.4.2.1 Hipertensi ……………………………………….. 89
4.4.2.2 Obesitas …………………………………………. 90
4.4.2.3 Riwayat Keluarga ………………………………. 90
4.4.2.4 Tidak Olahraga …………………………………. 91
4.4.2.5 Merokok ……………………………………..… 92
4.5 Model Konseptual Partikulat PM2.5 dan PJK ……………..……. 92
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan …………………………………………………….…. 94
5.2 Saran …………………………………………………………… 95
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 96

xiii
DAFTAR TABEL

Halaman
2.1 Standar NAB (μg/m ) untuk PM oleh beberapa Negara dan
3
10
Institusi.
2.2 Hasil pengukuran rerata kualitas udara tahunan (μg/m3) pada
16 kota tahun 2014 di Indonesia ……………………………. 11
2.3 Taksiran Kenaikan Persentase Tingkat Resiko Relatif untuk
PK Kematian dari Meta-analisis dan studi-studi Multicity
dengan perubahan Eksposur Harian dengan peningkatan PM2.5
sebesar 10μg/m3 …………………………………………….. 19
2.4 Ringkasan Lintasan Biologis dan Mekanisme Spesifik,
Eksposur Pencemaran Udara yang Mempengaruhi Sistem
Kardiovaskular ………………………………………………... 21
2.5 Ringkasan Hasil Studi Kohort Peningkatan Kematian dalam
persen Akibat PJK untuk 10 ug/m3 PM2.5 ……………………. 26
2.6 Penelitian Terkait Konsentrasi PM …….……………………. 41
2.7 Penelitian Terkait Komposisi Kimia PM …………………… 42
2.8 Penelitian Terkait Faktor Risiko PJK ……………………… 43
3.1 Definisi Operasional Parameter Pengukuran Penelitian Tahap 1 47
3.2 Definisi Operasional Parameter Pengukuran Penelitian Tahap 2 48
3.3 Definisi Operasional Parameter Pengukuran Penelitian Tahap 3 51
4.1 Hasil analisis Univariat data temperatur, kelembaban relatif
dan partikulat ………………………………………………….. 62
4.2 Uji Pearson untuk Temperatur dan Kelembaban Relatif dengan
Partikulat ……………..……………………………………….. 62
4.3 Hasil analisis univariat data partikulat dan PJK ……………… 66
4.4 Uji Spearman untuk PJK dengan Partikulat ………………….. 66
4.5 Distribusi frekuensi faktor risiko PJK di 6 Puskesmas Kota
Palembang tahun 2017 ……………………...………………… 84
4.6 Distribusi frekuensi faktor risiko PJK di Puskesmas Kota
Palembang tahun 2017 ……………………………...………… 86
4.7 Hasil uji kontigensi faktor risiko PJK di Puskesmas Kota
Palembang …………………………………………………….. 86
4.8 Hasil analisis Chi-Square faktor risiko pada Pasien PJK yang
terdapat diabetes di Puskesmas Kota Palembang …………….. 87
4.9 Hasil uji regresi logistik biner pada faktor risiko PJK di
Puskesmas Kota Palembang ……………………………………… 88

xiv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
2.1 Kategori Ukuran Partikulat ………………………………… 10
2.2 Persentase Tingkat Eksposur Polutan Ambien PM2.5 untuk
wilayah tahun 2016 ……………………………….………. 11
2.3 Penyakit yang berkaitan dengan polusi udara ambien pada
tahun 2012 ……………………………………………….. 15
2.4 Tren Faktor Risiko Global Penyakit. (A) Rangking Penyakit, (B)
Kematian akibat Polutan Partikulat Ambien PM2.5 ………………… 17
2.5 Perkiraan risiko yang diberikan oleh beberapa studi kohort
untuk setiap kenaikan 10μg/m3 pada PM2.5 …………..……… 20
2.6 Jalur biologi dimana PM2.5 menyebabkan kejadian PK ……… 23
2.7 Hipotesis Respon Proses Kejadian Aterosklerosis ………… 29
2.8 Komplikasi Trombosis di Aterosklerosis …………………… 31
2.9 Amplifikasi Cascades meningkatkan IL-1 yang terlibat dalam
aterotrombosis ……………………………………………….. 31
2.10 Jalur Bahaya Kesehatan Lingkungan ………………………. 43
2.11 Kerangkah Teori ……………………………………………. 44
3.1 Tahapan Penelitian …………………………………………. 52
4.1 Lokasi 39 Puskesmas Kota Palembang ……………………… 55
4.2 Lokasi Pengambilan Partikulat TSP di 6 Puskesmas Kota
Palembang …………………………………………………… 56
4.3 Hasil Pengukuran Temperatur di Puskesmas Kota Palembang 57
4.4 Hasil Pengukuran Kelembaban Relatif di Puskesmas Kota
Palembang …………………………….……………………… 58
4.5 Profil Temperatur dan Kelembaban Relatif Bulan Februari dan
Maret 2019. ……..………………………………………... 59
4.6 Hasil Pengukuran PM2.5 di Puskesmas Kota Palembang …… 61
4.7 Data Pasien Baru PJK di Puskesmas Kota Palembang Tahun
2017 …………………………………………………………. 65
4.8 Komposisi Partikulat (Wt(%)) di 6 Puskesmas Kota
Palembang …………………………………………………….. 69
4.9 Mekanisme akumulasi lipid pada vaskular …………………… 82
4.10 Sinyal Bahaya Indra Inflammasome dan mengaktifkan IL-1β
oleh Caspase-1 yang dapat diakibatkan oleh eksposur partikel
silika …………………………………………………………... 82
4.11 Distribusi frekuensi (%) faktor risiko pasien PJK di 6
Pusksmas Kota Palembang tahun 2017 ……………………… 85
4.12 Model Konseptual Lingkungan tentang Partikulat dan PJK … 93

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Spesifikasi Peralatan ………………………………………… 109
2 Hasil SEM-EDS TSP di 6 Puskesmas Kota Palembang ……. 111
3 Data Pengukuran Temperatur, Kelembaban Relatif, PM2.5 dan
Jumlah Kunjungan Pasien PJK tahun 2017 di Puskesmas Kota
Palembang …………………………………………………….... 117
4 Data Faktor Risiko PJK di 6 Puskesmas Kota Palembang Tahun
2017 ……………………………………………………………. 121
5 Hasil Uji Statistik Penelitian Tahap 1 …….…………………… 137
6 Hasil Uji Statistik Penelitian Tahap 3 …………………………. 138
7 Dokumentasi Kegiatan Penelitian …………………………… 154

xvi
DAFTAR SINGKATAN

ACAT : Acyltransferase
AHA : American Heart Association
ALRI : Acute Lower Respiratory Infection
ANS : Automatic Nervous System
APHEA : Air Pollution and Health: A European Approach
ATDSR : Agency for Toxic Substances and Disease Registry
ATP : Adenosine Triposphate
B : B lymphocytes
B[a]P : Benzo [a] Pyrene
BHF : British Heart Fondation
BP : Blood Pressure
CD : Cluster of Differentiation
CNS : Central Nervous System
COMEAP : Committee on the Medical Effects of Air Pollutants
CO : Carbon Monoxide
COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease
ER : Endoplasmic Reticulum
ET : Endothelin
GBD : Global Burden of Disease
HDL : High-density lipoprotein
HEI : Health Effects Institute
HMS : Harvard Medical School
HPAA : Hypothalamic Pituitary Adrenal Axis
IL : Interleukin
IFN : Interferon
IRF : Interferon Regulatory Factor
IOSH : Institute of Occupational Safety and Health
JAK : Janus kinase 1
LDL : Low-density lipoprotein
MyD88 : Myeloid Differentiation primary response 88
NAB : Nilai Ambang Batas
nCEH : netral Cholesteryl Ester Hydrolase
NADPH : Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate Hydrogen
NK : Natural Killer
NKT : Natural Killer T
NLRP : Nucleotide-binding oligomerization domain-like receptors
NOx : Nitrogen Oxides
NOAEL : No-Observed-Adverse-Effect Level
RNS : Reactive Nitrogen Species
NO2 : Nitrogen Dioksida
O3 : Ozone
TF : Tissue Factor
TNF : Tumor Nuclear Factor
xvii
Treg : T regulator
PAH : Polycyclic Aromatic Hydrocarbon
PCR : Polymerase Chain Reaction
PDGF : Platelet-derived growth factor
PELs : Permissible Exposure Limits
PH : Penyakit Hipertensi
PJK : Penyakit Jantung Koroner
PK : Penyakit Kardiovaskular
PM : Particulate Matter
PM0.1 : Particulate Matter diameter under 0.1µm (ultrafine particle)
PM2.5 : Particulate Matter diameter under 2.5µm (fine particle)
PM10 : Particulate Matter diameter under 10µm
PP : Peraturan Pemerintah
PS : Penyakit Strok
PNS : Parasympathetic Nervous System.
ROS : Reactive Oxygen Species
TGF : Transforming Growth Factor
TRP : Tryptophan
TSP : Total Suspended Particulate
TWA Total Weight Average
Si : Silica
SiO2 : Silica Dioxide
SiNPs : Silica Nano Particles
SNS : Sympathetic Nervous System.
SOx : Sulfur Oxides
SO2 : Sulfur Dioxide
NOAEL : No Observed Adverse Effects Level
US-EPA : United States-Environmental Proctection Agency
US-OSHA : United States-Occupational Safety and Health Administration
VOC : Volatile Organic Compound
WHO : World Health Organization
WSDH : Washington State Department of Health

xviii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencemaran (polusi) lingkungan hidup merupakan pencemaran akibat
masuknya zat, energi, dari komponen lain ke dalam lingkungan sehingga mutu
lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak
dapat memenuhi fungsinya (KMK no. 1407, 2002; Undang Undang no. 32, 2009).
Sedangkan polusi udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya (KMK no. 1407, 2002; PermenLH no. 12, 2010). Sumber
polutan adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar
ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
(PermenLH no. 12, 2010). Sedangkan sumber polusi udara merupakan hasil dari
proses buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dalam memenuhi
kebutuhannya, dari sektor produksi maupun sektor transportasi (Vallero, 2014).
Bertambahnya jumlah manusia menyebabkan terjadinya pertambahan buangan
yang mencemari udara, sehingga akan meningkatkan zat pencemar dan berkorelasi
meningkatkan jumlah orang yang mengalami gangguan dan penyakit akibat polusi
udara (Vallero, 2014; WHO, 2016).
Polutan gas berkontribusi untuk sebagian besar variasi komposisi atmosfer
dan terutama karena pembakaran bahan bakar fosil (Vallero, 2014). Nitrogen
oksida (NOx) yang cepat bereaksi dengan ozon atau radikal dalam membentuk
Nitrogen dioksida (NO2). Selain itu, ozon di lapisan atmosfer yang lebih rendah
dibentuk oleh serangkaian reaksi yang melibatkan NO2 dan senyawa organik yang
mudah menguap, seperti senyawa organik volatil (VOC), prosesnya distimulus oleh
cahaya matahari. Sedangkan Karbon monoksida (CO) merupakan produk dari
pembakaran tidak sempurna. Sumber utama lain dari polusi udara adalah
transportasi jalan. Selanjutnya Sulfur Dioksida (SO2) merupakan hasil dari
pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur (terutama batu bara dan
minyak bumi) dan peleburan bijih yang mengandung sulfur yang menyebabkan

1 Universitas Sriwijaya
2

terjadinya peningkatan perubahan komposisi secara progresif dalam atmosfer.


Polutan udara, seperti CO, SO2, NOx, VOC, Ozon (O3), logam berat, dan partikel
terhirup (PM2.5 dan PM10) merupakan polutan yang berbeda dalam komposisi
kimianya, sifat reaksi, emisi, waktu disintegrasi dan waktu eksposur dalam jangka
panjang atau pendek (Vallero, 2014). Diketahui bahwa polusi udara dipengaruhi
juga oleh suhu dan kelembaban (Vallero, 2014; Sun et al., 2015), dimana terdapat
korelasi yang signifikan antara temperatur dan kelembaban relatif dengan
konsentrasi partikulat PM10 (Giri et al., 2008; Frietas et al., 2009). Demikian juga
Hu et al. (2006) menyatakan bahwa PM2.5 berhubungan dengan temperatur dan
kelembaban relatif.
Eksposur polutan udara pada manusia terutama melalui inhalasi (sistem
pernafasan) dan menelan (sistem pencernaan), sementara rute minor eksposur
melalui kontak dengan kulit. Polusi udara memberikan kontribusi untuk sebagian
besar pada kontaminasi makanan dan air, yang di konsumsi dalam beberapa kasus
rute utama polutan. Melalui saluran pencernaan dan pernafasan, penyerapan
polutan dapat terjadi dimana sejumlah zat beracun dapat ditemukan dalam sirkulasi
darah dan tersimpan ke jaringan yang berbeda. Sedangkan proses eliminasi terjadi
pada tingkat tertentu oleh proses ekskresi (Kampa and Castanas, 2008; Vallero,
2014; WHO, 2016).
Panduan kualitas udara dari WHO tahun 2005 memberikan panduan global
ambang batas polusi udara sebagai faktor yang menimbulkan risiko kesehatan.
Pedoman yang berlaku di seluruh dunia dan berdasarkan evaluasi bukti ilmiah telah
menentukan jenis polutan udara sebagai berikut: Partikulat (PM2.5 dan PM10), O3,
CO, NO2 dan SO2 (WHO, 2005; WHO, 2016), dan jenis polutan udara ini menjadi
standar polusi udara di Indonesia (PP no. 41, 1999; KMK no 1407, 2002), dan
digunakan oleh Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Polusi
udara memiliki efek dalam bentuk akut maupun kronis yang mempengaruhi
kesehatan manusia melalui sejumlah sistem yang berbeda pada organ. Mulai dari
efek ringan, seperti iritasi pernapasan bagian atas (ISPA), sampai efek berat seperti
pernapasan kronis dan penyakit jantung, termasuk kanker paru-paru, infeksi saluran
pernafasan akut pada anak-anak dan bronkitis kronis pada orang dewasa.
Sedangkan pada penderita penyakit jantung dan paru-paru akan memberatkan

Universitas Sriwijaya
3

penyakitnya. Selain itu, eksposur polutan dalam jangka pendek dan jangka panjang
juga telah dikaitkan dengan kematian dini dan harapan hidup yang berkurang (Pope
et al., 2004; Kampa and Castanas, 2008; WHO, 2016; Wang et al., 2019).
Menurut WHO (2018a) polusi udara lebih dari 80% telah melebihi ambang
batas di daerah perkotaan, sementara semua wilayah kota-kota berpenghasilan
rendah di dunia merupakan kota yang paling terkena dampak yang terkena polusi
udara. Menurut pedoman kualitas udara WHO (2016) bahwa database kualitas
udara perkotaan tahun 2012, 98% dari kota-kota di negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah dengan jumlah penduduk lebih dari 100 ribu jiwa sebagai
kota tidak memenuhi syarat. Sedangkan 56% dari kota-kota di negara-negara
berpenghasilan tinggi. Dalam dua tahun terakhir, database hasil pengukuran tingkat
polusi udara kota yang meliputi 3.000 kota di 103 negara, mempunyai dampak
kesehatan hampir dua kali lipat (WHO, 2016). Terjadinya penurunan kualitas udara
perkotaan, akan meningkatkan risiko kesehatan, seperti strok (Oudin et al., 2010)
penyakit jantung (Brunekref, 2010), kanker paru-paru (Raaschou-Nielsen et al.,
2016), dan penyakit pernafasan akut dan kronis, termasuk asma (WHO, 2016).
Laporan WHO memberikan komposisi penyakit yang menyebabkan kejadian
meninggal akibat polusi udara di dunia pada tahun 2012 sekitar 7 juta orang, dengan
kasus tertinggi adalah Penyakit Kardiovaskular (Strok dan Penyakit Jantung
Koroner), Penyakit Paru Obstruksi Kronis (COPD), Kanker Paru dan Penyakit
Pernafasan Bawah Akut (ALRI) (WHO, 2016).
Terdapat bukti yang kuat bahwa PM berdiameter kurang 2,5 μm (PM2.5)
sebagai bagian dari TSP sebagai polusi udara utama yang menjadi ancaman terbesar
bagi kesehatan publik secara global dan karena itu menjadi fokus perhatian
kebanyakan secara ilmiah dan regulasinya. PM2.5 adalah merupakan kompleks
senyawa berasal dari berbagai sumber yang cukup kecil untuk terdeposit jauh
didalam jalur pernafasan yang dapat menimbulkan sejumlah respon biologis yang
merugikan kesehatan (Brook et al., 2018). Beberapa studi epidemiologi yang
mencakup studi jangka pendek dan jangka panjang telah menunjukkan hubungan
positif dan signifikan secara statistik antara tingginya tingkat pencemaran dan
kejadian Penyakit Kardiovaskular (PK), yang sebagian besar muncul dari negara
maju, dan penyebab utama kematian di dunia (WHO, 2016). Laporan WHO

Universitas Sriwijaya
4

(2018b) juga memberikan informasi bahwa dari total Penyakit Tidak Menular
(PTM) di Indonesia, persentase tertinggi jumlah penderitanya (35%) adalah PK.
Ada hubungan kuantitatif antara eksposur konsentrasi tinggi partikulat PM2.5 dan
peningkatan angka kesakitan atau meninggal. Polusi udara PM2.5 merupakan faktor
risiko untuk mortalitas PK penyebab spesifik melalui mekanisme seperti radang
paru dan peradangan sistemik, mempercepat aterosklerosis, dan mengubah fungsi
otonom jantung (Pope et al., 2004; Pope et al., 2006; Brook et al., 2010; Brook et
al., 2018). Sedangkan eksposur jangka panjang polusi udara PM2.5 dikaitkan dengan
peningkatan risiko kematian akibat PK (Thurston et al., 2015; Brook et al., 2018;
Munzel et al., 2018; Rajagopalan et al., 2018; Wang et al., 2019). Wang et al.
(2019) menegaskan bahwa temuannya dapat memberikan dukungan untuk peran
patofisiologi aterosklerosis pada koroner akibat paparan polusi udar, dapat
dikaitkan dengan PJK. Sebaliknya, ketika konsentrasi partikulat berkurang akan
juga menurunkan angka kematian dengan menganggap faktor lain tetap sama
(WHO, 2016). Pedoman WHO menunjukkan bahwa dengan mengurangi
pencemaran partikulat PM2.5 sebanyak 20-70µg/m3, dapat menurunkan kematian
akibat polusi udara sekitar 15% (WHO, 2016).
Risiko polutan partikulat dipengaruhi juga oleh komposisi kimia yang
dikandungnya (WHO, 2013a; WHO, 2016). Beberapa elemen dari partikulat,
seperti Ba, Cr, Cu, Co, Zn dan Pb berhubungan dengan polusi lalu lintas, termasuk
aditif berbasis logam juga terdapat dalam bahan bakar dan minyak pelumas.
Sebagai contoh, elemen Ba dalam bahan bakar diesel digunakan sebagai penekan
asap, Mn digunakan sebagai bahan anti-ketukan, sementara Zn, Ca, Mg, dan elemen
aditif lainnya berbasis logam digunakan untuk meminimalkan efek merusak dari
sisa kompleks akibat pembakaran, dan logam kompleks yang tetap tersimpan di
ruang pembakaran mesin dan menyebabkan korosi (Chaparro et al., 2010; Byeon
et al., 2015). Elemen-elemen ini sebelumnya telah dilaporkan dalam penelitian
terkait lalu lintas lain (Zhang et al., 2014; Yang et al., 2016), termasuk elemen Si
(Araujo et al, 2014; Cheng et al., 2014).
Selama dekade terakhir, penelitian di negara maju menunjukkan bahwa
polusi udara sebagai penentu PK (Gersh et al., 2010). Negara-negara di Asia,
khususnya China dan India, terbebani oleh penyakit PK yang dapat menyebabkan

Universitas Sriwijaya
5

kematian (Celermajer et al., 2012). Faktor penentu utama PK termasuk Penyakit


Jantung Koroner (PJK) adalah faktor gaya hidup, diet, riwayat keluarga, faktor
keturunan, konsumsi rokok dan alkohol (KMK no. 854, 2009; Simon and
Vijayakumar, 2013; Kementerian kesehatan RI, 2014; WHO, 2016; HMS, 2016a).
Sedangkan PJK di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit
jantung koroner di Indonesia sebesar 0,5% (883.447 orang) pada tahun 2013,
estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi
Jawa Barat sebesar 0,5% (160.812 orang), sedangkan Provinsi Maluku Utara
memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebesar 0,2% (1.436 orang).
Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Selatan sebesar 0,4% (21.919 orang).
Berdasarkan kelompok umur diketahui bahwa PJK dengan umur dibawah 55 tahun
sebanyak 1,3% (425.813 orang) dan berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa
pria sebesar 0,4 % (352.618 orang) dan wanita sebesar 0,5% (442.674 orang)
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama adalah Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang mengutamakan upaya promotif dan
preventif dalam mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kecamatan (PMK no. 75, 2014). Sedangkan manajemen puskesmas
berdasarkan pada pedoman yang telah dibuat oleh Kementerian Kesehatan (PMK
no. 44, 2016). Sejak tahun 2016 ditetapkan adanya standar pelayanan minimal bagi
penderita hipertensi, termasuk PJK (PMK no. 43, 2016). Puskesmas menjadi
fasilitas pelayanan kesehatan pertama yang berhubungan langsung dengan
masyarakat sehingga dapat memberikan informasi lebih banyak tentang kondisi
kesehatan masyarakat, termasuk penderita PJK. Oleh karena itu, penelitian pada
puskesmas perlu dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah


Polusi udara partikel PM2.5 yang merupakan bagian TSP adalah faktor risiko
untuk mortalitas PK penyebab spesifik melalui mekanisme peradangan sistemik
yang mempercepat aterosklerosis arteri jantung (Pope et al., 2004; Brook et al.,
2010; Brook et al., 2018). Eksposur jangka panjang polusi udara PM2.5 dikaitkan

Universitas Sriwijaya
6

dengan peningkatan risiko kematian akibat PK, termasuk PJK (Thurston et al.,
2015; Brook et al., 2018; Munzel et al., 2018; Rajagopalan et al., 2018; Wang et
al., 2019). Polusi udara PM2.5 merupakan kondisi terkini yang timbul akibat
kemajuan dalam pembangunan dari suatu daerah, khususnya di kota-kota besar.
Kota Palembang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Selatan dan salah satu kota
besar di Indonesia, dengan aktifitas sektor industri dan trasportasi yang tinggi
berdampak pada meningkatnya polusi udara PM ambien. Peningkatan konsentrasi
polutan akibat kemacetan maupun penambahan jumlah kendaraan akan
meningkatkan gas buang dan partikel logam dari knalpot kendaraan, gesekan ban
terhadap jalan (WHO, 2013a; Cheng et al., 2014; WHO, 2016). Konsentrasi polutan
ambien PM dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban relatif (Hu et al., 2006;
Vallero, 2014; Huang et al., 2016), khususnya PM2.5 (Huang et al., 2016; Brook et
al., 2018). Polutan ambien PM2.5 merupakan salah satu bentuk polutan yang
berdampak pada pada PJK (Pope et al., 2004; Hoffmann et al., 2006; Cosselman et
al., 2015; Brooks et al., 2018; Rajagopalan et al., 2018; Munzel et al., 2018). PJK
memiliki beberapa faktor risiko, semakin banyak faktor risiko yang dimiliki akan
memperbesar kemungkinan PJK (Lanas et al., 2013; Kementerian Kesehatan RI,
2014; HMS, 2016a; WHO, 2018b). Oleh karena itu, beberapa masalah yang
dikemukakan adalah:
a. Adakah korelasi yang signifikan antara konsentrasi partikulat PM2.5 dengan
temperatur dan kelembaban nisbi di Puskesmas Kota Palembang?.
b. Adakah korelasi yang signifikan antara konsentrasi partikulat PM2.5 dengan PJK
di Puskesmas Kota Palembang?.
c. Apa unsur kimia logam partikulat TSP penyebab PJK di Puskesmas Kota
Palembang?
d. Apa faktor risiko dominan PJK di Puskesmas Kota Palembang?.

1.3 Tujuan Penelitan


a. Menentukan signifikansi korelasi antara konsentrasi partikulat PM2.5 dengan
temperatur dan kelembaban nisbi di Puskesmas Kota Palembang.
b. Menentukan signifikansi korelasi antara konsentrasi partikulat PM2.5 dengan
PJK di Puskesmas Kota Palembang.

Universitas Sriwijaya
7

c. Menentukan unsur kimia logam partikulat TSP penyebab PJK di Puskesmas


Kota Palembang.
d. Menentukan faktor risiko dominan PJK di Puskesmas Kota Palembang.

1.4 Hipotesa Penelitan


a. Ada korelasi yang signifikan antara konsentrasi partikulat PM2.5 dengan
temperatur dan kelembaban nisbi di Puskesmas Kota Palembang.
b. Ada korelasi signifikan antara konsentrasi partikulat PM2.5 dengan PJK di
Puskesmas Kota Palembang.
c. Terdapat unsur kimia logam partikulat TSP penyebab PJK di Puskesmas Kota
Palembang.
d. Ada faktor risiko dominan PJK di Puskesmas Kota Palembang.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada kajian keilmuan tentang
partikulat ambien terhadap PJK. Mendapatkan unsur kimia partikulat TSP
penyebab PJK. Mendapatkan faktor risiko dominan penyebab PJK. Selanjutnya
penelitian ini dapat memberikan petunjuk dalam pengendalian polutan udara,
khususnya Partikulat Ambien PM2.5.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


a. Penelitian ini dilakukan pada lokasi di Puskesmas Kota Palembang.
b. Mengkaji korelasi antara temperatur, kelembaban relatif dengan partikulat
PM2.5.
c. Mengkaji korelasi antara partikulat PM2.5 dengan PJK.
d. Menentukan unsur kimia logam partikulat TSP penyebab PJK.
e. Menentukan faktor risiko dominan penyebab PJK.

1.7 Kebaruan Penelitian


Penelitian ini merupakan kajian pertama kali di Indonesia dengan lokasi pada
puskesmas dengan kajian yang menghubungkan paparan Partikulat Ambien PM2.5
dan unsur kimia logam partikulat terhadap PJK.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polutan Ambien Partikulat


Partikulat adalah padatan ataupun cairan di udara dalam bentuk asap, debu
dan uap yang berdiameter sangat kecil (mulai dari kurang dari 1 mikron sampai
dengan 500 mikron), yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama.
Disamping mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap
kedalam sistem pernafasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernafasan dan
kerusakan paru-paru (Brook, 2008; Brook et al., 2010; Vallero, 2014; Brook et al.,
2018).
Partikel yang terhisap kedalam sistem pernafasan akan disisihkan tergantung
dari diameternya, dimana partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran
pernafasan atas, sedangkan partikel kecil yang dapat terhirup (inhalable) akan
masuk ke paru-paru dan bertahan didalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel
inhalable adalah partikel dengan diameter di bawah 10μm (PM10) (Brook, 2008;
Brook et al., 2010;Vallero, 2014; Brook et al., 2018). PM10 dibagi atas kategori
partikulat kasar (coarse) mempunyai ukuran diameter antara 2,5µm sampai dengan
10µm, halus (fine) mempunyai ukuran diameter kurang dari 2,5µm dan sangat halus
(ultrafine) berdiameter kurang dari 0,1µm (Brook, 2008; Vallero, 2014; Brook et
al, 2018). Sedangkan partikel yang berukuran kurang dari 100 µm adalah Total
Suspended Particulate (TSP) (Vallero, 2014; US-EPA, 2015).
Partikel inhalable juga dapat merupakan partikulat sekunder yang terbentuk
di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di
atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOx.
Umumnya partikel sekunder berukuran kurang dari 2,5µm, dimana proporsi
komposisi utama dari PM2.5 adalah amonium nitrat, amonium sulfat, natrium nitrat
dan karbon organik sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan
reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas
yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya
(Brook, 2008; Vallero, 2014).

8 Universitas Sriwijaya
9

Partikel inhalable yang bersifat asam (sulfat dan nitrat) lebih berbahaya
daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam karena akan bereaksi langsung di
dalam sistem pernafasan. Partikel logam berat dan mengandung senyawa karbon
dapat mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi pembawa pencemar toksik lain
yang berupa gas atau semigas karena menempel pada permukaannya. Partikel
Timbal (Pb) termasuk ke dalam partikel inhalable yang diemisikan dari gas buang
kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung Pb dalam bentuk
partikel kasar (Coarse) yang berukuran antara 2,5 sampai 10 mikrometer (µm).
Partikulat juga merupakan sumber utama kabut asap (haze) yang menurunkan
visibilitas (Brook, 2008; Vallero, 2014; Brook et al., 2018).
Gambar 2.1 menjelaskan tentang campuran kompleks dari polusi udara.
Pembakaran dari bahan bakar (batubara, minyak, gas, diesel) yang berasal dari
sumber yang bervariasi (industri, jalan raya, pembangkit listrik, kapal) yang
memproduksi polutan gas dan partikel. Partikel sangat halus (Ultrafine particles
=UFP) dengan diameter berukuran kurang dari 0,1µm (PM0.1) secara umum berada
di udara hanya beberapa jam dengan konsentrasi tertinggi dari jarak kurang dari
400m dari sumber pembakaran (jalan raya, diesel). Partikel halus (Fine
particles=FP) berdiameter kurang dari 2.5 μm (PM2.5) dimana berdiameter lebih
kecil dari diameter rambut manusia. Dengan sumber beragam, baik dari
pembakaran (logam, jenis karbon) atau hasil reaksi tahap kedua atau sekunder di
atmosfir dalam bentuk nitrat dan sulfat. PM2.5 dapat berada di udara selama
beberapa hari dan dapat terbawa sampai beberapa kilometer dari sumbernya, dan
dipengaruhi oleh faktor geografi dan meteorologi (Vallero, 2014; Brook et al.,
2018).
Terdapat standar nilai ambang batas untuk PM2.5 yang dikeluarkan oleh
beberapa negara dan institusi, dapat dilihat pada tabel 2.1. Rita et al. (2014)
melakukan pengukuran PM2.5 pada 16 kota di Indonesia. Hasil penelitiannya
ditampilkan pada tabel 2.2. Nilai tertinggi rerata PM2.5 dari 16 lokasi penelitian
tahun 2014 terdapat di Kota Pekanbaru mencapai angka 28,03µg/m3, hal ini
disebabkan karena adanya kejadian kebakaran hutan yang sangat besar pada tahun
tersebut. Sedangkan kota-kota besar di pulau jawa telah melebihi ambang batas
mutu lingkungan, seperti di Serpong, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan

Universitas Sriwijaya
10

Surabaya. Tingginya paparan partikulat PM2.5 karena kota-kota tersebut


mempunyai aktivitas transportasi yang tinggi. Sedangkan Kota Balikpapan
merupakan kota dengan nilai terendah dengan PM2.5 sebesar 5,42µg/m3. Nilai
Ambang Batas (NAB) PM2.5 tahunan diatur didalam Peraturan Pemerintah no. 41
tahun 1999 sebesar 15 µg/m3, sedangkan NAB PM2.5 harian belum diatur.

CO, carbon monoxide; NOx, nitrogen oxides; O3, ozone; PAH, polycyclic aromatic hydrocarbon; SOx, oxides of sulfur.

Gambar 2.1. Kategori Ukuran Partikulat. (Brook et al., 2018)

Tabel 2.1. Standar NAB (µg/m3) untuk PM oleh beberapa Negara dan Institusi.
PM2.5
Negara/Institusi
Harian Tahunan
WHO 25 10
Uni Eropa --- 25
Amerika Serikat 35 12
Australia 25 8
Tiongkok 35 15
India 60 40
Indonesia --- 15

Universitas Sriwijaya
11

Tabel 2.2. Hasil Pengukuran rerata kualitas udara tahunan (µg/m3) pada 16 kota
tahun 2014 di Indonesia.
Kota PM2.5 Status (WHO PM2.5 AQG)
Pekanbaru 28,03 Diatas NAB
Jakarta 19,95 Diatas NAB
Bandung 19,45 Diatas NAB
Serpong 19,13 Diatas NAB
Surabaya 16,69 Diatas NAB
Semarang 15,60 Diatas NAB
Denpasar 14,21 Diatas NAB
Yogyakarta 14,09 Diatas NAB
Mataram 12,42 Diatas NAB
Makasar 11,44 Diatas NAB
Medan 10,40 Diatas NAB
Palangka Raya 7,34 Dibawah NAB
Menado 5,67 Dibawah NAB
Ambon 6,65 Dibawah NAB
Jayapura 6,56 Dibawah NAB
Balikpapan 5,42 Dibawah NAB
Sumber: Rita et al. (2014)

Afr : Africa ; Amr : Americas ; Emr : Eastern Mediterranean ; Eur : Europe ; Sear : South-East Asia, Wpr : Western Pacific ; LMIC :low-
and middle-income countries ; HIC : high-income countries. PM2.5 : particulate matter with an aerodynamic diameter of 2.5 μm. WHO AQG :
WHO Air Quality Guidelines.

Gambar 2.2. Persentase Tingkat Eksposur Polutan Ambien PM2.5 berdasarkan


wilayah tahun 2016. (WHO, 2018a)

Universitas Sriwijaya
12

Berdasarkan laporan WHO (2018a) tentang eksposur rerata tahunan dari


polutan ambien tahun 2016 berdasarkan wilayah, diketahui bahwa persentase
eksposur polutan ambien PM2.5 yang melebihi ambang batas tertinggi ada di Afrika
dan Eastern Mediterranean. Sedangkan terendah di wilayah Amerika dengan
pendapatan penduduk yang tinggi. Berdasarkan standar kualitas udara WHO,
kualitas untuk semua wilayah yang memenuhi ambang batas hanya sebesar 9%
saja. Wilayah asia tenggara yang memenuhi nilai ambang batas hanya sebesar 2%
saja (gambar 2.2). Indonesia termasuk yang melebihi nilai ambang batas yang
ditentukan WHO. Kota Jakarta sebagai kota terpolusi PM2.5 nomor 252 dari 500
kota di dunia (2018a).

2.2 Temperatur Ambien, Kelembaban Relatif dan Partikulat


Temperatur cuaca mengacu pada temperatur udara saat ini dimana
temperatur keseluruhan dari udara luar yang mengelilingi benda. Dengan kata lain,
temperatur ambien udara adalah sama dengan temperatur udara biasa. Ketika
didalam ruangan, temperaturnya disebut temperatur kamar (Corbit, 2004).
Sedangkan kelembaban relatif dinyatakan dalam persen dan bisa dihitung dari data
psikometrik (Corbit, 2004; Hadjimitsis et al., 2013). Kelembaban relatif
menunjukkan keadaan mutlak kelembaban relatif terhadap kelembaban maksimum
yang diberikan pada temperatur yang sama (Corbit, 2004). Hadjimitsis et al. (2013)
mendapatkan hasil bahwa Cyprus memiliki rerata kelembaban relatif adalah 60 –
80% di musim dingin dan 40-60% di musim panas. Pada tahun 2017, Indonesia
mempunyai temperatur antara 18oC sampai 36oC, dengan kelembaban relatif antara
38% sampai 100% (BPS Indonesia, 2018). Provinsi Sumatera Selatan mempunyai
temperatur antara 24oC sampai 34oC, dengan kelembaban relatif antara 56% sampai
96% (BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2018). Sedangkan Kota Palembang
mempunyai temperatur antara 24oC sampai 34oC, dengan kelembaban relatif antara
78% sampai 88% (BPS Kota Palembang, 2018).
Frietas et al. (2009) melakukan penelitian di Portugal dan diperoleh hasil
bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan (p <
0,001) antara temperatur dan kelembaban relatif dengan konsentrasi partikulat
PM10. Hu et al. (2006) melakukan penelitian di Beijing untuk mengukur antara

Universitas Sriwijaya
13

konsentrasi PM terhadap kondisi temperatur dan kelembaban relatif yang tinggi


diperoleh bahwa PM, khususnya partikulat PM2.5 berhubungan dengan temperatur
dan kelembaban relatif. Huang et al. (2016) melakukan penelitian di Beijing dan
memperoleh hasil bahwa pada tahun 2012-2013 nilai rerata (standar deviasi)
temperatur adalah 11,9(11,2)oC, sedangkan untuk kelembaban relatif adalah
56,1(17,5)%. Selanjutnya dari pengujian korelasi antara temperatur dengan
kelembaban relatif diperoleh hasil yang signifikan (r=0,36; p<0,05). Hasil korelasi
ini menyatakan bahwa setiap kenaikan temperatur akan turut menaikkan
kelembaban relatif. Demikian juga korelasi antara kelembaban relatif dengan
partikulat PM2.5 (r=0,04; p<0,05) dan PM10 (r=0,24; p<0,05), dimana setiap
kenaikan kelembaban relatif akan meningkatkan konsentrasi partikulat. Tetapi
sebaliknya, temperatur dengan partikulat PM2.5 (r=-0,05; p<0,05) dan PM10 (r=-
0,03; p<0,05), dimana setiap kenaikan temperatur akan menurunkan konsentrasi
partikulat. Hasil ini diperkuat oleh Giri et al. (2008) melakukan penelitian di
Kathmandu Tibet dan mendapatkan korelasi negatif yang signifikan antara PM10
dengan temperatur (r=-0,358; p<0,01) dan kelembaban relatif (r=-0,359; p<0,01).
Disimpulkan bahwa meningkatnya curah hujan menyebabkan temperatur dan
kelembaban relatif berkorelasi negatif dengan konsentrasi PM10.

2.3 Komposisi Unsur Kimia Logam Dari Emisi Partikulat Lalu Lintas
Menurut WHO (2013a) dan Vallero (2014) bahwa emisi partikulat (PM)
dari lalu lintas jalan berasal dari knalpot, keausan ban, kampas rem dan resuspensi
dari debu jalan. Karakter substansial yang dikeluarkan dari fisik dan kimiawi PM
pada masing-masing sumber berbeda, faktor emisi ini sangat bervariasi antar lokasi
dan waktu. Selanjutnya diketahui bahwa resuspensi debu jalan tergantung pada
beberapa faktor, seperti permukaan jalan, kelembaban, intensitas lalu lintas dan
kecepatan angin ( Chaparro et al., 2010; Chirino at al., 2015; Jandacka et al., 2017;
Khodeir et al., 2012; Tasic et al., 2006). Turbulensi lalu lintas yang dihasilkan akan
meningkatkan jumlah resuspensi seiring dengan kecepatan dan berat kendaraan
(Amato et al., 2017). Penggunaan pasir sebagai bahan pengurang gesekan pada
jalan licin, serta sebagai bahan pembersihan, juga berpengaruh pada jumlah
resuspensi partikel yang dihasilkan. Partikulat kasar (coarse) atau PM2.5-10 menjadi

Universitas Sriwijaya
14

lebih cepat terbentuk dibanding emisi daripada partikel halus (fine) atau PM2.5 dan
konsentrasi coarse tertinggi umumnya ditemukan di pinggir jalan. Emisi primer
jalan raya dari PM dapat dicirikan oleh parameter yang berbeda, dimana partikulat
PM0.1 mendominasi jumlah konsentrasi partikel di udara ambien, tetapi hampir
tidak berkontribusi pada massa. Di lokasi yang tercemar, partikel terutama terdiri
dari bahan karbon, yaitu unsur karbon dan senyawa organik. Untuk komposisi
kimia, buangan emisi primer PM terutama terdiri dari campuran unsur karbon dan
senyawa organik, logam berat dan belerang. Ban juga mengandung bahan karbon,
sementara rem menghasilkan banyak logam berat. Komponen mineral berasal dari
keausan jalan akibat gesekan ban dan resuspensi.
Partikulat PM2.5 yang dihasilkan oleh berbagai sumber memiliki
karakteristik komposisi unsur, seperti profil fraksi industri terdapat logam berat dan
beracun yang berisi Cd, Cr, Pb, Ni, dan Zn, dan profil pembakaran batubara
terkandung signifikan unsur Al dan Si, Fe, Ca, K dan Ti. Sejumlah profil berisi
signifikan unsur logam Fe dan Si, dan profil pembakaran biomassa, pembakaran
bahan bakar fosil, dan emisi industri mengandung K dalam jumlah yang tinggi.
Profil unsur partikel rem signifikan memiliki unsur Fe, Mg, dan Ba (Liang, 2013),
Si dari suspensi jalan raya (Brook, 2008; Cheng et al., 2014).

2.4 Penyakit Kardiovaskular Akibat Partikulat Ambien


Menurut WHO (2013a), eksposur partikulat ambien (PM) dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, seperti Penyakit Pernafasan
(Asma dan Kanker Paru) dan Penyakit Kardiovaskular. Ada bukti yang cukup
tentang efek dari paparan jangka pendek PM10 pada penyakit pernafasan, tetapi
untuk kematian disebabkan oleh akibat paparan jangka panjang. PM2.5 merupakan
faktor risiko yang lebih kuat dibandingkan dengan PM10. Kematian harian
diperkirakan naik 0,2 sampai 0,6% per 10µg/m3 dari PM10. Sedangkan paparan
jangka panjang dari PM2.5 terkait dengan peningkatan risiko jangka panjang
kematian kardiopulmoner sebesar 6% sampai 13% per 10µg/m3 PM2.5.
Penyakit Kardiovaskuler (PK) adalah penyakit yang disebabkan gangguan
fungsi jantung dan pembuluh darah. Ada banyak macam PK, tetapi yang paling
umum dan paling terkenal adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Penyakit
Strok (PS) (WHO, 2016). Lebih jelas dilihat pada gambar 2.3.

Universitas Sriwijaya
15

Afr : Africa ; Amr : Americas ; Emr : Eastern Mediterranean ; Eur : Europe ; Sear : South-East Asia ; Wpr : Western Pacific ; LMIC : Low-
and middle-income countries ; HIC : High-income countries

Gambar 2.3. Penyakit yang berkaitan dengan Polusi Udara Ambien pada Tahun
2012. (WHO, 2016)

Orang dengan PK atau berisiko tinggi pada PK (karena adanya satu atau lebih
faktor risiko seperti Penyakit Hipertensi (PH), Diabetes, Hiperlipidemia atau
penyakit yang sudah mapan) memerlukan deteksi dini dan penanganan dengan
menggunakan konseling dan obat-obatan, sesuai kebutuhan (WHO, 2011). PK
adalah istilah umum untuk sejumlah patologi terkait, yang umumnya didefinisikan
sebagai PJK, PS, Penyakit Arteri Perifer, Penyakit Jantung Rematik dan Penyakit
Jantung Bawaan serta Tromboemboli Vena. PK secara global menyumbang 31%
mortalitas, sebagian besar dalam bentuk PJK dan PS (WHO, 2018b), sedangkan di
Indonesia pada tahun 2016 sebanyak 35% (WHO, 2018b).
Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular
(PTM) terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian “dini” tersebut terjadi
di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Secara global PTM penyebab
kematian nomor satu setiap tahunnya adalah PK, termasuk di Indonesia (WHO,
2011). Pada tahun 2016 terdapat lebih dari 57 juta orang meninggal karena PTM
(71% dari seluruh kematian) dengan prevalensi kematian akibat PK sebesar 31%
dari total prevalensi PTM yang menyebabkan kematian di dunia (WHO, 2018b).
Pada tahun 2013 diperkirakan sebanyak 17,3 juta kematian disebabkan oleh PK.

Universitas Sriwijaya
16

Lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi sebelum usia 60 tahun dan seharusnya
dapat dicegah. Kematian “dini” yang disebabkan oleh Penyakit Jantung terjadi
sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi sampai dengan 42% terjadi di negara
berpenghasilan rendah. Komplikasi PH menyebabkan sekitar 9,4 juta kematian di
seluruh dunia setiap tahunnya. PH menyebabkan setidaknya 45% kematian karena
Penyakit Jantung dan 51% kematian karena PS (WHO, 2013b). Kematian yang
disebabkan oleh PK, terutama PJK dan PS diperkirakan akan terus meningkat
mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030 (WHO, 2018b).
PK menyumbang hampir 34% dari semua kematian di Inggris, sementara
jumlahnya sekitar 40% di Uni Eropa (Nichols et al., 2004). Saat ini 80% kematian
akibat PK terjadi di negara berkembang dan diperkirakan menjadi penyebab utama
kematian di sebagian besar negara berkembang pada tahun 2030, yang
persentasenya lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit menular (WHO, 2013b).
PK merupakan penyebab kematian utama dan kehilangan tahun-tahun kehidupan
secara global (WHO, 2017). Selanjutnya WHO memperkirakan bahwa lebih dari
75% PK prematur dapat dicegah, dengan memperbaiki faktor risiko dapat
membantu mengurangi beban PK yang meningkat pada individu dan penyedia
layanan kesehatan (WHO, 2011). Sementara usia merupakan juga faktor risiko
yang diketahui untuk berkembangnya PK, sehingga pengurangan risiko ini sangat
penting dilakukan (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Studi INTERHEART menjelaskan efek faktor risiko PK termasuk
Dislipidaemia, Merokok, PH, Diabetes, Obesitas Perut. Sementara efek
perlindungan PK ditunjukkan dari konsumsi buah dan sayuran, dan aktivitas fisik
reguler. Faktor risiko ini konsisten di seluruh populasi dan tingkat sosio-ekonomi
yang diteliti, membantu menetapkan kemungkinan pendekatan seragam terhadap
pencegahan primer PK di seluruh dunia (WHO, 2011). Selanjtnya diproyeksikan
trend mortalitas 2008-2030 dari WHO untuk penyakit utama pada Penyakit
Menular dan Penyakit Tidak Menular, yang tertinggi adalah PK (WHO, 2018b).

Universitas Sriwijaya
17

Gambar 2.4. Tren Global Faktor Risiko Penyakit, (A) Jenis Penyakit, (B) Kematian
Akibat PM2.5. (Munzel et al., 2018)

Universitas Sriwijaya
18

Mortalitas dan data pendaftaran di rumah sakit untuk infark miokard (MI),
kongestif gagal jantung dan peningkatan aritmia jantung berkaitan dengan kenaikan
konsentrasi partikulat (Wargo et al., 2006). Peningkatan konsentrasi PM2.5 dan
polusi udara terkait lalu lintas di wilayah metropolitan di seluruh dunia, terkait
dengan perkembangan gangguan arteri koroner sebagai faktor konsisten terjadinya
percepatan aterosklerosis. Penelitian ini mendukung kasus upaya global dalam
pengurangan polusi udara untuk pencegahan PK (Kaufman et al., 2016; COMEAP,
2017). Global Burden of Disease (GBD) menyatakan bahwa polusi udara ambien
partikulat PM2.5 merupakan faktor risiko global di peringkat kelima pada tahun
2015, dengan jumlah kematian kardiovaskular untuk sebagian besar kematian,
khususnya PJK yang mengalami peningkatan persentasenya setiap tahun (lihat
gambar 2.4) (Munzel et al., 2018).
Hubungan polutan partikulat dengan PK telah dikaji oleh Brooks et al. (2010;
2018), Martinelli et al. (2013), Cosselman et al. (2015), Pope et al. (2015), Dehbi
et al. (2017), Xu et al. (2017), Dabass et al. (2015; 2018) dan Wang et al. (2019).
Eksposur diameter PM2.5 selama jangka pendek, beberapa jam sampai beberapa
minggu bisa memicu mortalitas terkait PK dan kejadian nonfatal, sedangkan
eksposur jangka panjang (beberapa tahun) meningkatkan risiko mortalitas
kardiovaskular ke tingkat yang lebih besar dan mengurangi harapan hidup (Brook
et al., 2010; Wang et al., 2019). Penduduk yang terpapar lebih tinggi oleh PM
beberapa bulan sampai beberapa tahun, terjadi kenaikan tingkat PM dikaitkan
dengan kenaikan angka mortalitas kardiovaskular, begitu juga sebaliknya. Banyak
mekanisme patologis dijelaskan secara biologis terhadap temuan ini. Keseluruhan
hasil penelitian konsisten dengan hubungan kausal antara eksposur PM2.5 terhadap
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (Brooks et al., 2010; Cosselman et al.,
2015; Wang et al., 2019).
Beberapa penelitian juga telah dilakukan di luar Amerika Serikat, termasuk
proyek Polusi Udara dan Kesehatan di Eropa (APHEA) yang meneliti efek
mortalitas terkait PM setiap hari di berbagai kota (Katsouyanni et al., 2003; Samoli
et al., 2007). Polusi udara PM dikaitkan secara signifikan dengan angka mortalitas
harian kardiovaskular (Dehbi et al., 2017; Munzel et al., 2018; Wang et al., 2019).
Beberapa rangkaian penelitian, juga telah mengkonfirmasi peningkatan yang serupa

Universitas Sriwijaya
19

pada mortalitas kardiovaskular yang terkait dengan eksposur PM jangka pendek di


China (Wong et al., 2008a) dan Thailand (Wong et al., 2008b). Bukti keseluruhan
dari analisis deret waktu (time-series) dilakukan di seluruh dunia sejak publikasi
pertama yang diberikan oleh American Heart Association (AHA) (Brook et al.,
2004), kemudian dilakukan publikasi keduanya (Brook et al., 2010), menegaskan
adanya asosiasi lemah namun konsisten antara peningkatan mortalitas dan
peningkatan jangka pendek dari PM2.5 kira-kira sama dengan 0,4% sampai 1,0%.
Penurunan angka mortalitas harian (mortalitas kardiovaskular secara khusus)
karena penurunan 10µg/m3 di PM2.5 selama 1 sampai 5 hari sebelumnya.

Tabel 2.3. Taksiran Kenaikan Persentase Tingkat Resiko Relatif untuk PK Kematian dari Meta-
analisis dan studi-studi Multicity dengan perubahan Eksposur Harian dengan peningkatan
PM2.5 sebesar 10µg/m3.
Penulis Lokasi % kenaikan
(95% CI)
COMEAP (2006) Inggris 1,4 (0,7-2,2)
HEI (2013) 6 kota di AS 1,3 (0,3-2,4)
Franklin et al. (2007) 27 kota di AS 0,9 (0,1-2,0)
Ostro et al. (2010) California AS 0,6 (0,0- 1,1)
Zanobetti et al. (2009) 112 kota di AS 0,85 (0,46-1,24)

Ada banyak penelitian time-series atau case-crossover yang mengevaluasi


hubungan antara rawat inap akibat PK dan perubahan polusi udara dalam jangka
pendek. Tabel 2.3 menyajikan perbandingan perkiraan kenaikan persentase risiko
relatif pada rawat inap di rumah sakit untuk PK secara umum yang dipublikasikan
oleh proyek Committee on the Medical Effects of Air Pollutants (COMEAP, 2006)
dan hasil dari banyak studi pada banyak kota untuk menunjukkan konsistensi efek.
Gambar 2.5 memberikan bukti keseluruhan dari studi kohort menunjukkan
rerata perkiraan peningkatan 10% mortalitas akibat meningkatnya eksposur rerata
jangka panjang 10µg/m3 dari PM2.5. Risiko mortalitas yang secara khusus terkait
dengan PJK tampaknya meningkat ke tingkat yang sama atau mungkin lebih besar,
berkisar antara 3% sampai 76%. Rentang perkiraan risiko yang lebih luas ini
dibandingkan dengan efek jangka pendek yang diamati dalam deret waktu dari
beberapa studi kohort menunjukkan risiko mortalitas kardiovaskular yang lebih
besar daripada pada pengamatan kelompok sebelumnya (Miller et al., 2007; Puett
et al., 2008). Studi ini memungkinkan karakterisasi resiko kardiovaskular akibat
eksposur jangka panjang PM lebih baik. Dibandingkan dengan mortalitas

Universitas Sriwijaya
20

kardiovaskular, ada sedikit bukti untuk mendukung peningkatan risiko kejadian


kardiovaskular nonfatal yang terkait dengan eksposur PM2.5 di antara studi kohort
yang ada, karena banyak dari penelitian tidak secara khusus menyelidiki hasil yang
nonfatal, dan beberapa penelitian melaporkan hubungan yang tidak bermakna
(Miller et al., 2007; Puett et al., 2008).

CPD (penyakit kardiopulmoner); CVD (PK); IHD (PJK).

Gambar 2.5. Perkiraan risiko yang diberikan oleh beberapa studi kohort untuk
setiap kenaikan 10µg/m3 pada PM2.5. (Brook et al., 2010).

Tabel 2.4. Ringkasan Lintasan Biologis dan Mekanisme Spesifik, Eksposur polutan amben PM2.5
yang Mempengaruhi Sistem Kardiovaskular.
Jalur "perantara" umum dimana inhalasi PM dapat memicu efek Tingkat bukti
ekstrapulmonal pada sistem kardiovaskular. studi mekanistik
 Jalur 1: Perubahan keseimbangan atau aktivitas sistemik ANS **
 Jalur 2: Respon respons proinflamasi sistemik ***
 Jalur 3: PM dan konstituen terkait langsung dengan sirkulasi sistemik *
Mekanisme biologis spesifik secara langsung memicu kejadian
kardiovaskular
 Disfungsi vaskular atau vasokonstriksi **
 Peningkatan trombosis atau potensial koagulasi **
 Tekanan darah arteri meningkat **
 Meningkatnya aterosklerosis atau kerentanan plak **
 Aritmia *
Sumber: Brook et al. (2018), Rajagopalan et al., 2018).
*** Menunjukkan bukti mekanistik keseluruhan yang kuat.
** Menunjukkan bukti mekanistik moderat secara keseluruhan.
* Menunjukkan beberapa bukti mekanistik namun terbatas atau lemah.

Universitas Sriwijaya
21

Bagaimana mekanisme terjadinya PK oleh polutan partikulat disajikan oleh


Brook et al. (2010; 2018) dalam gambar 2.6. Terdapat 3 jalur perantara yang umum
dan tanggapan biologis spesifik yang dapat menyebabkan kejadian
kardiovaskular. Tabel 2.4 memberikan garis besar tentang tingkat bukti yang
mendukung jalur perantara umum dan mekanisme spesifik, dimana eksposur PM
dapat memunculkan kejadian kardiovaskular. Pada tingkat molekuler, stres
oksidatif sebagai penyebab kardiovaskular oleh PM (Simon and Vijayakumar,
2013; Martinelli, et al., 2013; Brook et al., 2018; Rajagopalan et al., 2018; Munzel
et al., 2018).
Tingkat fisiologis secara terpadu banyak penelitian mendukung keberadaan 3
jalur umum tersebut, seperti pada Gambar 2.6 yang merupakan penyederhanaan
proses biologis yang rumit. Peradangan sistemik (melalui jalur 2), kemungkinan
memerlukan stres oksidatif atau radang paru anterior sebagai pemicunya. Jalur yang
lainnya, termasuk ketidakseimbangan ANS (melalui jalur 1), dan PM mencapai
sirkulasi sistemik (melalui jalur 3). Meskipun logam terkait PM tertentu, mungkin
bisa melakukan translokasi ke aliran darah, tetapi beberapa penelitian mendapatkan
hasil negatif dalam hal ini (Jeon and Lee, 2016). Banyak masalah yang terkait
dengan jalur ini dan memerlukan penjelasan (Rao et al., 2018), termasuk relevansi
dosis yang diberikan pada organ kardiovaskular, konsekuensi modifikasi penyusun
partikel setelah interaksi dengan jaringan paru atau cairan dan komponen plasma,
alat transportasi dalam sirkulasi (misalnya protein terikat atau didalam sel) dalam
penyerapan PM (Furuyama et al., 2009). Kemungkinan juga terjadi peningkatan
beberapa mediator vasoaktif atau molekul yang memiliki efek buruk pada jaringan
kardiovaskular (seperti ET-1) yang dapat terjadi di paru-paru dan sirkulasi sistemik
tanpa memerlukan peradangan paru sebelumnya(Upadhyay et al., 2008).
Wallenborn et al. (2007) menyatakan bahwa paparan ambient partikel (PM)
respirable telah dikaitkan dengan peningkatan risiko PK. Translokasi langsung
terkait PM logam dari paru-paru ke sirkulasi sistemik. Terkait dengan sedikit
peningkatan paparan logam yang penting, seperti seng dan mangan, juga
diperhatikan dalam jaringan extrapulmonary. Elemen timbal terdeteksi dalam hati
hanya setelah 24 jam terpapar. Unsur-unsur silikon dan aluminium, tidak terdeteksi
dalam jaringan extrapulmonary meskipun terjadi penurunan di paru pada

Universitas Sriwijaya
22

mucociliary clearance. Banyak jalur biologis juga diketahui menunjukkan interaksi


timbal balik (misalnya, peradangan dengan trombosis atau koagulasi dan fungsi
otonom). Jalur ini juga cenderung aktif pada titik waktu yang berbeda (efek
kardiovaskular yang lebih cepat dari ketidakseimbangan otonom daripada
peradangan sistemik) dan kemungkinan sangat berbeda dalam kaitannya dengan
lamanya eksposur yang berbeda dan menyebabkan kajian kardiovaskular yang
berbeda (Brook et al., 2010).
Gambar 2.6 menjelaskan bahwa PM2.5 yang dihirup akan terdeposit dalam
jaringan paru (alveolus) dan berinteraksi dengan sel-sel lokal (makrofag, sel
dendrit, sel-sel endotel alveolar) dan mengubah struktur endogen (membran sel,
surfaktan lipid, antioksidan). Mediator stres oksidatif (radikal bebas) langsung
dihasilkan oleh senyawa partikulat (logam, organik spesies) atau diproduksi dari
proses sekunder (dimodifikasi oleh fosfolipid) yang diaktifkan oleh sistem enzim
selular (NADPH oksidase) yang dapat meningkatkan respons peradangan lokal.
Pada jalur 1, dampak partikel dihirup dan/atau stres oksidatif di berbagai aferen
saraf (potensial reseptor T [TRP]) dan dengan cepat mengubah keseimbangan
sistem saraf pusat (CNS), sistem saraf otonom (ANS) dimana biasanya aktivitas
saraf simpatik (SNS) lebih aktif dari aktivitas sistem saraf parasimpatik (PNS).
Sedangkan pada jalur 2, banyak mediator peradangan dan stres oksidatif yang
dihasilkan di paru-paru (sitokin, sel-sel kekebalan tubuh yang diaktifkan, lipid
teroksidasi) masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan kemudian membawa sinyal
bahaya ini pada jaringan kardiovaskular. Selanjutnya di jalur 3, partikel nano (10
– 30 nm) atau komponen partikel menembus paru-paru dan dibawa dalam sel
kekebalan atau lipoprotein atau langsung menuju sirkulasi sistemik. Bahan kimia
berbahaya (spesies karbon organik atau logam) masuk ke jaringan kardiovaskular
dan menimbulkan respon inflamasi stres oksidatif tanpa memerlukan sinyal untuk
ditransmisikan secara tidak langsung melalui jalur 2.

Universitas Sriwijaya
23

BP, blood pressure; HPAA, hypothalamic pituitary adrenal axis; PM, particulate matter;
UFP, ultrafine particles.

Gambar 2.6. Jalur Biologi dimana PM2.5 menyebabkan kejadian PK. (Brook et al.,
2018)

Karakteristik kimia dan ukuran PM yang dihirup juga dapat menentukan jalur
yang diaktifkan. Berbeda dengan partikel nano (PM0.1) atau beberapa komponen
partikel atau bahan kimia dari partikel halus (PM2.5) dan kasar (PM2.5-10). Partikel
yang lebih besar tidak mungkin dibawa ke sirkulasi ke tingkat yang lebih besar.
Oleh karena itu, lebih cenderung memerlukan jalur perantara untuk menyebabkan
efek ekstra pulmoner (Brook et al., 2010). Mungkin juga komponen permukaan
yang terikat dapat dikirim ke dalam sirkulasi, sedangkan partikel yang lebih besar
berfungsi sebagai sarana untuk mengirimkan partikel kedalam aveoli paru (Brook
et al., 2010; Cosselman et al., 2015; Brook et al., 2018; Rajagopalan et al., 2018).
Respons fisiologis hyperacute yang terjadi beberapa menit sampai beberapa
jam setelah inhalasi PM kemungkinan dimediasi terutama melalui jalur 1 dan 3. Hal
ini termasuk perubahan yang dimediasi oleh ANS (tekanan darah tinggi, aritmia,
dan vasokonstriksi), bersama dengan efek langsung dari partikel PM yang beredar
pada trombosit (perubahan procoagulant dan trombotik) dan endotelium (stres

Universitas Sriwijaya
24

oksidatif dan vasokonstriksi), merupakan mekanisme dominan yang bertanggung


jawab atas pemicu kejadian kardiovaskular akut (Brook et al., 2010; Cosselman et
al., 2015).
Efek bermakna secara klinis hanya terjadi pada pasien yang rentan, yang
ditandai oleh individu dengan "kerentanan plak" dalam kasus sindrom koroner akut
atau strok, "kerentanan myocardium" atau "kerentanan sirkulasi" pada pasien gagal
jantung yang berisiko mendapatkan beban berlebih dari peredaran darah. Di sisi
lain, konsekuensi biologis peradangan sistemik, seperti sel darah putih yang
diaktifkan dan sitokin yang meningkat (melalui jalur 2), biasanya memerlukan
waktu yang lebih lama. Efek kedua terakhir adalah induksi lingkungan akibat
kerentanan kronis yang mengarah pada kerentanan plak aterosklerotik, potensi
koagulasi atau trombotik dan aritmia yang meningkat, dan keseimbangan
vasomotor basal terganggu yang mempengaruhi individu untuk kejadian
kardiovaskular di masa depan (Brook et al., 2010; Rajagopalan et al., 2018).
Dengan faktor risiko kerentanan terhadap tindakan biologis akut (melalui
jalur 1 dan 3) akibat eksposur polusi udara PM. Dilakukan pemisahan hipotetis efek
biologis dari eksposur PM akut atau kronis dan ke jalur yang lebih luas berguna
untuk memahami jalur potensial. Namun, ada masalah tumpang tindih antara
mekanisme dan waktu respon fisiologis. Hal ini paling tepat disampaikan sebagai
pengaruh tindakan eksposur, seperti aktivasi platelet yang beredar oleh
pengendapan partikel atau radang paru-paru (jalur yang bergantung pada P selectin,
histamin, atau IL-6) yang dapat terjadi dalam hitungan jam dan lebih cepat daripada
konsekuensi khas peradangan lainnya (perkembangan aterosklerosis). Dengan
adanya plak koroner yang rentan atau terkikis akibat eksposur polusi udara jangka
panjang, kecenderungan prothrombotik mendadak ini bisa memicu kejadian
iskemik akut (sendiri atau bersamaan dengan efek jangka pendek lainnya oleh
eksposur PM melalui jalur 1 dan 3) (Brook et al., 2010).

2.5 Penyakit Jantung Koroner Akibat Partikulat Ambien


Proses dasar penyakit dalam pembuluh darah yang mengakibatkan PJK dan
PS dikenal sebagai aterosklerosis, yang berhubungan untuk sebagian besar PK
(WHO, 2011). Selanjutnya WHO (2011) menjelaskan bahwa aterosklerosis adalah

Universitas Sriwijaya
25

proses patologis yang kompleks di dinding pembuluh darah yang berkembang


selama bertahun-tahun. Aterosklerosis akibat bahan lemak dan kolesterol yang
disimpan dalam lumen intima berukuran menengah dan besar di pembuluh darah
arteri. Endapan plak ini menyebabkan permukaan bagian dalam pembuluh darah
menjadi berubah dan lumen menjadi sempit, sehingga sulit bagi darah mengalir
melaluinya sehingga berdampak pada pembuluh darah menjadi kurang lentur.
Akhirnya, plak bisa pecah, memicu pembentukan bekuan darah (trombosis) di arteri
koroner yang dapat menyebabkan serangan jantung, jika berkembang di otak akan
dapat menyebabkan strok.
Menurut WHO (2011; 2018b), Brook et al. (2010), Yatera et al. (2008) dan
Martinelli, et al (2013) bahwa faktor yang menyebabkan proses aterosklerosis
dikenal sebagai faktor risiko, yaitu: faktor risiko perilaku (penggunaan tembakau,
fisik tidak aktif, diet yang tidak sehat (kaya garam, lemak dan kalori, penggunaan
alkohol berbahaya), faktor-faktor risiko metabolik seperti hipertensi, diabetes,
peningkatan lipid darah (misalnya kolesterol dan obesitas), faktor risiko lain
(kemiskinan dan status pendidikan yang rendah, umur, jenis kelamin, warisan
genetik, faktor psikologis, dan kelebihan homosistein). Ada bukti ilmiah yang kuat
bahwa faktor risiko perilaku dan metabolik memainkan peran kunci pada proses
aterosklerosis (Brook et al., 2018; Rajagopalan et al., 2018; Munzel et al., 2018).
Jumlah kematian akibat PJK pada negara maju mengalami penurunan,
dimana data kematian akibat PJK dari Tahun 1980 sampai dengan Tahun 2008 di
negara maju mengalami penurunan setiap tahun. Penurunan tertinggi terjadi pada
Negara Finlandia dan terendah pada Negara Spanyol. Sedangkan jumlah penderita
PJK tertinggi adalah Negara Belgia dan terendah adalah Negara Perancis (WHO,
2011), sedangkan pada negara berkembang terjadi peningkatan setiap tahunnya
(WHO, 2011; 2018b).
Di antara studi kohort yang memberikan hasil yang relevan, menemukan
adanya hubungan antara peningkatan risiko mortalitas PJK dengan eksposur jangka
panjang terhadap peningkatan kadar PM2.5 (Pope et al., 2004; Jerrett et al., 2005;
Krewski, 2009; Pope, 2014; Pope et al., 2015). Peristiwa PJK menyumbang risiko
relatif sebesar 1,18 (95 % CI; 1,14-1,23) dan risiko absolut untuk mortalitas pada
peningkatan eksposur PM2.5 per 10µg/m3 (Pope et al., 2004), dimana analisis

Universitas Sriwijaya
26

kelangsungan hidup dari data Medicare AS untuk 196.000 korban MI akut di 21


kota menunjukkan risikonya. Zanobetti and Schwartz (2009) menunjukkan bahwa
peningkatan risiko kematian untuk semua dan penyebab spesifik yang terkait
dengan PM2.5 mempunyai risiko lebih tinggi dari PM10. Data dari studi Worcester
Heart Attack juga menemukan bahwa eksposur jangka panjang terhadap polusi
udara terkait lalu lintas dikaitkan dengan peningkatan risiko MI akut (Tonne et al.,
2009; 2016).

Tabel 2.5. Ringkasan Hasil Studi Kohort Peningkatan Kematian dalam Persen Akibat PJK untuk
10 µg/m3 PM2.5.
Penulis Periode Lokasi Persentase kenaikan
Follow-Up (95% CI)
ACS, extended I, 1982–1998 Region Timur dan 18 (14–23)
Pope et al. (2002, 2004) tengah di AS
ACS, Jerrett et al. (2005) 1982–2000 Los Angeles 39 (12–73)
ACS, extended II, 1982–2000 Region Timur dan 24 (20–29)
Krewski (2009) tengah di AS

Berbagai studi time-series juga melaporkan peningkatan penerimaan PJK di


rumah sakit yang terkait dengan konsentrasi tinggi dengan waktu jangka pendek
polusi udara PM (Dominici et al., 2006). Dalam studi Medicare AS, pengurangan
PM2.5 sebanyak 10mg/m3 diperkirakan mengurangi PJK di 204 wilayah sebanyak
1.523 kasus per tahun (95% CI, 69 – 2.976) (Dominici et al., 2006). Beberapa
penelitian juga menemukan hubungan positif antara peningkatan PM atau eksposur
lalu lintas selama periode singkat beberapa jam (Murakami and Ono, 2006; Brook
et al., 2010; Wang et al., 2019) atau beberapa hari dengan peningkatan risiko MI
(Sullivan et al., 2005; Pope et al., 2006). Secara umum, dengan analisis case-
crossover terjadi peningkatan risiko akut untuk kejadian PJK yang diamati secara
konsisten, bahkan secepat 1 sampai 2 jam setelah terpapar PM tinggi (Murakami
and Ono, 2006).

2.6 Patogenesis Aterosklerosis


Wang and Nakayama (2010), Wang and Bennett (2012), Wang et al. (2013),
Wang and Butani (2017), Yu et al. (2013), Simon and Vijakumar (2013), Ramji
and Davies (2015), Taleb (2017), Zhou et al. (2018), Libby (2002; 2006; 2012;
2015), Libby et al. (2009, 2010, 2018), Libby and Theroux (2005), Crea and Libby

Universitas Sriwijaya
27

(2017) dan Libby and Ebert (2018) mengkaji patogenesis aterosklerosis. Wang and
Nakayama (2010), Wang and Bennett (2012), Wang et al. (2013), Wang and
Butany (2017) dan Taleb (2017) menyatakan bahwa aterosklerosis adalah penyakit
inflamasi dalam dinding arteri yang bertanggung jawab pada kejadian reaksi bahaya
vaskular, termasuk penyakit arteri koroner, infark miokard, strok dan penyakit arteri
perifer, dimana kekebalan bawaan dan adaptif memainkan peran penting dalam
pengembangan aterosklerosis. Yu et al. (2013) menjelaskan bahwa aterosklerosis
adalah penyakit kronis yang ditandai oleh pengendapan kolesterol yang berlebihan
dalam arteri intima. Sel busa makrofag memainkan peran penting pada terjadinya
dan perkembangan aterosklerosis.
Simon and Vijakumar (2013) menyatakan bahwa aterosklerosis adalah
immunoinflammatory kronis, penyakit arteri fibroproliferatif berukuran besar dan
menengah yang dipicu oleh lipid. Aterosklerosis adalah penyebab paling umum
PJK, penyakit arteri perifer, dan penyakit arteri karotid. Ramji and Davies (2013)
menyatakan bahwa aterosklerosis merupakan gangguan kronis inflamasi arteri,
bertanggung jawab untuk sebagian besar kematian. Penyakit ini dimulai oleh
aktivasi endotel oleh berbagai faktor risiko yang mengarah ke kemokin yang
dimediasi oleh perekrutan sel kekebalan. Libby (2017) dan Zhou et al. (2018)
mengatakan bahwa aterosklerosis diinfiltrasi oleh Inflammasome yang telah
diidentifikasi memainkan peran sentral dalam patologis perkembangan penyakit
ini.
Yu et al. (2013) menjelaskan bahwa pembentukan sel-sel busa ini dikaitkan
dengan ketidakseimbangan kolesterol yang masuk, esterifikasi dan yang keluar.
CD36 dan pengikat reseptor kelas A (SR-A) terutama bertanggung jawab untuk
penyerapan kolesterol lipoprotein yang dihasilkan oleh makrofag. Asil koenzim A
sebagai kolesterol acyltransferase-1 (ACAT1) dan netral cholesteryl ester
hydrolase (nCEH) mengatur esterifikasi kolesterol. ATP mengikat kaset
pengangkut A1(ABCA1), ABCG1 dan reseptor pengikat BI (SR-BI) yang
memainkan peran penting dalam makrofag mengeluarkan kolesterol. Ketika aliran
masuk dan esterifikasi meningkatkan kolesterol dan/atau aliran keluar yang
menurun, makrofag akhirnya berubah menjadi sel-sel busa yang mengandung
banyak lemak, sel-sel yang prototipikal di plak aterosklerosis. Simon and

Universitas Sriwijaya
28

Vijakumar (2013) menyatakan bahwa lesi aterosklerosis terdiri dari komponen


selular yang terutama berisi dari sel otot polos dan makrofag, matriks jaringan ikat
lipid ekstraseluler dan lipid intraseluler yang terkumpul dalam makrofag,
mengubahnya menjadi sel busa (foam cell). Akibat lesi aterosklerosis berevolusi
sebagai hasil rangsangan inflamasi, dengan akibat pelepasan sitokin, sintesis
matriks jaringan ikat, proliferasi sel otot polos dan mengumpulkan makrofag dan
lipid. Ramji and Davies (2015) menyatakan bahwa penyerapan lipoprotein
dimodifikasi oleh makrofag bersama dengan kolesterol cacat yang dikeluarkan
menimbulkan sel busa yang terkait dengan lapisan lemak pada tahap awal penyakit.
Selanjutnya plak kompleks yang dihasilkan dari sel busa, terjadi migrasi dan
proliferasi ke sel-sel otot polos pembuluh darah dan selanjutnya menimbulkan
respons peradangan, menjadi plak tidak stabil oleh matriks ekstraseluler yang
diproduksi oleh sel otot polos dan destabilisasi oleh matriks metalloproteinase dari
makrofag. Plak tidak stabil yang pecah dan terjadinya trombosis menyebabkan
komplikasi klinis seperti infark miokard. Sitokin terlibat dalam semua tahap
aterosklerosis dan memiliki pengaruh besar pada patogenesis PK.
Taleb (2017) menjelaskan bahwa secara khusus, makrofag yang merupakan
pengganti sel-sel kekebalan bawaan, memiliki efek proaterogenik yang penting.
Selain itu, respon imun adaptif yang dipengaruhi oleh sel T memainkan peran
penting dalam aterosklerosis. Selanjutnya Libby (2017) dan Zhou et al. (2018)
menjelaskan bahwa Inflammasome NLRP3, zat utama dalam respon imun bawaan,
memerlukan pencetus dan sinyal aktivasi untuk inisiasi peradangan. Dibuktikan
bahwa NLRP3 inflammasome bisa mengerahkan efek inflamasi dengan
merangsang sekresi sitokin pro-inflamasi (yaitu, IL-1β, IL-18) atau dapat
menyebabkan pyroptosis, sebuah proses kematian sel yang diprogram. Pentingnya
inflammasome NLRP3 dalam penyakit jantung telah diselidiki secara luas.

Universitas Sriwijaya
29

Gambar 2.7. Hipotesis Respon Proses Kejadian Aterosklerosis. (Silbernagl and


Lang, 2000).

Universitas Sriwijaya
30

Proses patogenesis aterosklerosis lebih sederhana dijelaskan oleh gambar


2.7. Kerusakan endotel bisa menjadi proses utama dan dapat menyebabkan
pembentukan plak yang biasanya berkembang dan terjadi stres mekanik yang tinggi
(vessel bifurcation), hal ini juga menjadi faktor risiko hipertensi. Reaksinya adalah
peningkatan pengambilan lipid di dinding pembuluh darah serta adhesi monosit dan
thrombocytes (2, 3) yang dibantu oleh HoCys. Monosit menembus ke dalam intima
dan berubah menjadi makrofag (4). Hal ini membebaskan O2 radikal yang reaktif,
terutama anion superoksida-O2-(juga dibantu oleh HoCys), yang berefek merusak
pada sel-sel endotel dan menonaktifkan terbentuk NO endotelium yang menuju
endotel dan otot-otot pembuluh darah: NO + O2- => ONOO- (5). Hal ini
mengakibatkan tidak ada tindakan penghambatan trombosit dan monosit adhesi ke
efek endotelium serta antiproliferative dan vasodilating pada otot-otot pembuluh
darah yang mendukung terbentuknya spasms (7). Bahkan dalam tahap awal
aterosklerosis, radikal O2 mengubah oksidasi dari LDLs yang telah memasuki
endotelium (7). LDLs yang teroksidasi merusak endotel dan menginduksi ekspresi
molekul adhesi yang memungkinkan otot-otot pembuluh darah berkembang biak.
Oksidasi juga mengakibatkan perubahan ikatan LDLs (8). Keadaan ini tidak dapat
lagi dikenal oleh reseptor ApoB 100 (reseptor pengikat) yang terkandung dalam
jumlah besar dalam makrofag. Akibatnya, terjadi pagositosis LDLs dalam jumlah
besar dan berubah menjadi sel busa (foam) yang menetap di intima (9).
Lipoprotein(a) dapat teroksidasi dan terjadi pagositosis dengan cara yang sama.
Secara bersamaan, faktor chemotactic monosit dan trombosit memicu migrasi sel
otot polos dari media ke intima (6), dirangsang untuk berkembang biak oleh PDGF
dan faktor pertumbuhan lain (dari makrofag, trombosit, endotel yang rusak dan sel-
sel otot sendiri). Selanjutnya berubah menjadi sel-sel busa (foam) karena
penyerapan LDLs teroksidasi (10). Akhirnya membentuk matriks ekstraseluler
(kolagen, elastin, proteoglycans) yang juga memberikan kontribusi terhadap
pembentukan plak (atheroma).

Universitas Sriwijaya
31

Gambar 2.8. Komplikasi Trombosis di Aterosklerosis. (Libby and Ridker, 2006)

Gambar 2.9 Amplifikasi Cascades meningkatkan IL-1 yang terlibat dalam


aterotrombosis. (Libby, 2017)

Universitas Sriwijaya
32

Libby (2013; 2015; 2016; 2017), Libby and Pasterkamp (2015), Libby et al.
(2016; 2018) menjelaskan proses terjadinya trombosis (pembekuan darah) akibat
terbukanya (rupture) fibrous cap pada endotel yang menyebabkan keluarnya sel
busa (foam cells) yang bergabung dengan fibrinogen sehingga terjadinya trombosis,
bila terjadi di arteri jantung sebagai penyebab PJK. Bagaimana mekanisme
terjadinya akumulasi aterotrombosis dijelaskan oleh Libby and Ridker (200-6),
lebih jelas lihat gambar 2.8.
Interleukin-1 dapat menginduksi ekspresi gen sendiri di berbagai jenis sel,
termasuk yang terlibat dalam aterosklerosis. Gambar 2.9 menjelaskan amplifikasi
loop umpan balik positif yang meningkatkan IL-1 di lokasi peradangan. Il-1 juga
meningkatkan produksi IL-6 oleh berbagai jenis sel. IL-6 menengahi respon fase
akut melalui organ hati dengan menghasilkan protein didalam pertahanan dirinya
yang meningkatkan trombosis dan menghambat fibrinolisis.

2.7 Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner


Kondisi atau kebiasaan yang meningkatkan risiko PJK dan serangan jantung
dan meningkatkan kejadian memburuknya kondisi kesehatan jantung disebut faktor
risiko PJK. PJK juga disebut penyakit arteri koroner yang disebabkan oleh
aterosklerosis, suatu kondisi di mana suplai darah yang kaya oksigen ke otot jantung
dihambat oleh suatu zat lilin yang disebut plak yang terbangun di dalam dinding
koroner arteri yang menyebabkan tejadinya penyempitan dan mengurangi aliran
darah ke otot jantung yang berakibat pada berkurangnya aliran darah, dapat
menyebabkan nyeri dada ketika saat sedang aktif. Bila area plak terpecah (rupture)
menimbulkan bekuan darah pada permukaan plak yang dapat memblokir aliran
darah kaya oksigen yang menuju bagian dari otot arteri jantung, selanjutnya aliran
darah diblokir ke otot jantung yang menyebabkan serangan jantung (Silbernagi and
Lang, 2000; Loscalzo, 2010; BHF, 2014; HMS, 2016a; Libby, 2002; 2006; 2017).
Simon and Vijakumar (2013) menyatakan bahwa faktor-faktor risiko
konvensional PJK memberikan kontribusi hanya 50% dari total risiko PJK
(termasuk hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, riwayat keluarga, merokok, dll).
Sedangkan 50% lagi merupakan faktor risiko lain dari PJK, perlu dilakukan dengan
terencana secara klinis, studi biokimia dan genetik pada pasien dengan PJK dan
subyek yang berada pada risiko berkembangnya PJK.

Universitas Sriwijaya
33

Ada banyak faktor risiko PJK yang diketahui, baik faktor risiko yang dapat
dikontrol dan yang tidak dapat dikontrol (Gus et al., 2002; Torpy et al., 2009;
Viera et al., 2010; Plank et al., 2012; Lanas et al., 2013; Sekhri et al., 2014; HMS,
2016a; Hajar, 2017; Ke et al. 2018; WHO, 2018b; Pencina et al., 2018). Faktor
risiko yang dapat dikontrol adalah kolesterol, hipertensi, diabetes, obesitas,
merokok, kurangnya aktivitas fisik (olahraga), diet yang tidak sehat dan stres.
Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dikontrol adalah usia, jenis kelamin, dan
riwayat keluarga yang mempunyai PJK (Silbernagi and Lang, 2000; Torpy et al.,
2009; KMK no. 854, 2009; Loscalzo, 2010; BHF, 2014; HMS, 2016a; Hajar,
2017). Sedangkan faktor risiko dari lingkungan adalah polusi udara (HMS, 2016a;
WHO, 2018b).
Banyak orang memiliki setidaknya satu faktor risiko PJK. Risiko PJK dan
serangan jantung meningkat dengan jumlah faktor-faktor risiko yang dimiliki. Juga,
beberapa faktor risiko menyebabkan risiko lebih besar pada PJK dan serangan
jantung daripada yang lain, seperti merokok dan diabetes (Torpy et al., 2009; HMS,
2016a; Hajar, 2017). Banyak faktor risiko untuk PJK mulai selama masa kanak-
kanak karena banyak anak-anak kelebihan berat badan dan tidak mendapatkan
cukup aktivitas fisik.
Faktor risiko yang dikaji dalam tulisan ini adalah faktor risiko yang tidak
dapat diubah, yaitu umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko
yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes, obesitas, tidak olahraga dan
merokok.
2.7.1 Umur
Pada usia 40 tahun, laki-laki mulai meningkat risiko PJK, sedangkan pada
wanita sekitar usia 45 tahun (Silbernagi and Lang, 2000; Torpy et al., 2009;
Loscalzo, 2010; WSDH, 2013; HMS, 2016a). Kebanyakan orang memiliki
beberapa penumpukan plak di arteri jantung pada saat berusia 70-an tahun. Namun,
hanya sekitar 25 persen dari orang-orang memiliki nyeri dada, serangan jantung,
atau tanda-tanda lain dari PJK (HMS, 2016a).
2.7.2 Jenis Kelamin
Beberapa faktor risiko PJK dapat berbeda pada wanita dibandingkan pada
pria. Sebagai contoh, estrogen menyediakan perlindungan wanita terhadap PJK,

Universitas Sriwijaya
34

sedangkan diabetes meningkatkan risiko PJK lebih pada wanita dibandingkan pada
pria (Silbernagi and Lang, 2000; Loscalzo, 2010). Beberapa faktor risiko untuk
penyakit jantung hanya mempengaruhi wanita, seperti preeklamsia, suatu kondisi
yang dapat berkembang selama kehamilan. Preeklamsia dikaitkan dengan
peningkatan resiko penyakit jantung, termasuk PJK, serangan jantung, kegagalan
jantung dan PH. Wanita preeklamsia meningkatkan risiko bila terdapat diabetes
atau obesitas (WSDH, 2013; HMS, 2016a).
2.7.3 Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang memiliki PJK adalah faktor risiko untuk PJK,
khususnya jika ayah atau saudaranya didiagnosis sebelum usia 55, atau seorang ibu
atau saudaranya terdiagnosa sebelum usia 65 (Torpy et al., 2009; WSDH, 2013;
HMS, 2016a).
Ada unsur genetik untuk penyakit kardiovaskular, berarti kondisi riwayat
keluarga dianggap menjadi faktor risiko. Hal ini terjadi jika ayah atau saudara
seseorang menderita PK sebelum usia 55, atau ibu atau kakak mereka terjadi
sebelum usia 65. Pendapat ini diperkuat oleh peneliti lain bahwa riwayat keluarga
yang memiliki PJK adalah faktor risiko untuk PJK, khususnya jika ayah atau
saudara didiagnosis sebelum usia 55, atau seorang ibu atau saudara terdiagnosa
sebelum usia 65 (Torpy et al., 2009; HMS, 2016a). Riwayat keluarga yang ada
hipertensi, kolesterol tinggi dan diabetes tipe 2 juga dapat meningkatkan
kemungkinan seseorang menjadi PJK. Riwayat keluarga yang memiliki penyakit
jantung tidak berarti tidak dapat menghindari PK, tapi membuatnya lebih besar
kemungkinannya. Melakukan gaya hidup sehat umumnya direkomendasikan untuk
membantu mengurangi risiko PK pada orang dengan kecenderungan genetik untuk
kondisi teresebut (HMS, 2016a). Sisti et al. (2017) menyatakan terdapat hubungan
positif yang signifikan antara kolesterol dengan faktor-faktor risiko PJK (riwayat
keluarga, IMT, diet dan olahraga).
2.7.4 Hipertensi
Tekanan darah adalah tekanan mendorong darah di dinding arteri sebagai
upaya jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Jika tekanan darah naik dan tetap
tinggi dari waktu ke waktu, dapat merusak organ jantung dan menyebabkan
penumpukan plak. Tekanan darah di atas 140/90 mmHg meningkatkan risiko PJK.

Universitas Sriwijaya
35

Hanya salah satu dari dua ukuran tekanan darah berada diatas normal untuk
menempatkan risiko serangan jantung dan PJK yang lebih besar. Hipertensi adalah
tekanan darah diatas normal, untuk tekanan darah atas (sistolik) adalah lebih besar
dari 140 mmHg, sedangkan untuk tekanan darah bawah (diastolik) adalah lebih
besar dari 90 mmHg (Torpy et al., 2009; WSDH, 2013; HMS, 2016a).
Orang dengan hipertensi kemungkinan besar juga memiliki kadar kolestrol
darah yang tinggi. Kolesterol darah yang tinggi adalah suatu kondisi di mana darah
memiliki terlalu banyak kolesterol (plak) dan lemak darah. Perjalanan kolesterol
(lipoprotein) melalui aliran darah dalam jumlah kecil. Dua jenis utama kolesterol
lipoprotein di tubuh, jenis pertama adalah Low-Density Lipoproteins (LDL) disebut
kolesterol"buruk" karena membawa kolesterol ke jaringan, termasuk arteri jantung,
dimana tingkat kolesterol LDL yang tinggi meningkatkan risiko PJK. Sedangkan
jenis kedua adalah High-Density Lipoproteins (HDL) disebut kolesterol "baik"
karena membantu membuang kolesterol dari arteri sehingga jika tingkat kolesterol
HDL rendah menimbulkan risiko PJK (HMS, 2016a). Egan et al. (2013)
menyatakan bahwa peluang signifikan untuk mencapai tujuan pencegahan PJK
nasional di Amerika Serikat dengan meningkatkan kontrol hipertensi dan
hiperkolesterol secara bersamaan. Banyak faktor yang mempengaruhi kadar
kolesterol seperti setelah menopause pada perempuan menyebabkan kadar
kolesterol LDL cenderung naik, dan kadar kolesterol HDL cenderung turun. Kadar
kolesterol dipengaruhi oleh faktor lain seperti umur, jenis kelamin, diet dan
aktivitas fisik (Torpy et al., 2009; Hajar, 2017; Pencina et al., 2018).
Anak-anak dan orang dewasa lebih mungkin untuk mempunyai PH jika
terjadi kelebihan berat badan atau memiliki diabetes. Meningkatnya risiko PJK dari
makanan yang tinggi lemak jenuh dan kolesterol akan meningkatkan kolesterol
LDL, seperti diet yang tidak sehat. Makanan yang tinggi natrium (garam) perlu
dibatasi, dimana konsumsi garam yang tinggi dapat meningkatkan risiko PH (Torpy
et al., 2009; Pencina et al., 2018). Mengurangi konsumsi gula dari kalori tambahan
tanpa nutrisi yang dapat menyebabkan menambah berat badan. Banyak makanan
penutup, buah-buahan kalengan dikemas dalam sirup, minuman buah dan minuman
bersoda memberikan gula tambahan (WSDH, 2013; HMS, 2016a).

Universitas Sriwijaya
36

2.7.5 Diabetes
Diabetes adalah penyakit dimana tingkat gula darah tubuh terlalu tinggi,
diketahui ada dua jenis diabetes, yaitu tipe 1 dan jenis 2. Pada diabetes tipe 1,
tingkat gula darah tubuh tinggi karena tubuh tidak membuat insulin cukup. Insulin
adalah hormon yang membantu memindahkan gula darah ke dalam sel, di mana
akan digunakan untuk energi. Pada diabetes tipe 2, tingkat gula darah tubuh tinggi
terutama karena tubuh tidak menggunakan insulin dengan benar. Seiring waktu,
tingkat gula darah tinggi dapat menyebabkan penumpukan peningkatan plak di
arteri. Memiliki diabetes berisiko ganda terkena PJK (WSDH, 2013; HMS, 2016a;
Pencina et al., 2018).
Kelebihan berat badan atau obesitas meningkatkan risiko diabetes tipe 2.
Dengan cara yang sederhana melalui penurunan berat badan dan aktivitas fisik yang
moderat, orang yang memiliki prediabetes dapat menunda atau mencegah diabetes
tipe 2 dan juga dapat menurunkan risiko PJK dan serangan jantung. Berat badan
dan aktivitas fisik juga dapat membantu kontrol diabetes (WSDH, 2013; HMS,
2016a; Pencina et al., 2018). Bahkan anak-anak dapat menjadi diabetes tipe 2
karena kelebihan berat badan. Diabetes tipe 2 berkembang dari waktu ke waktu dan
kadang-kadang tidak memiliki gejala. Perlunya mengukur kadar gula darah diuji
secara teratur untuk memeriksa diabetes dan prediabetes (HMS, 2016a).
2.7.6 Obesitas
Kegemukan (kelebihan berat badan) dan obesitas mengacu pada berat badan
yang lebih tinggi daripada apa yang dianggap sehat untuk ketinggian tertentu. Lebih
dari dua-pertiga dari orang dewasa amerika kegemukan, dan hampir satu dari tiga
orang dewasa ini mengalami obesitas. Ukuran paling berguna pada kegemukan dan
obesitas adalah indeks massa tubuh (IMT) (HMS, 2016a). Definisi tentang
kegemukan atau kelebihan berat badan mempunyai perberdaan antara anak-anak
dan remaja dengan orang dewasa, karena anak-anak masih tumbuh. Risiko PJK dan
serangan jantung meningkat bila mengalami kegemukan dan obesitas (WSDH,
2013; HMS, 2016a).
Koopman et al. (2016) menyatakan bahwa obesitas berhubungan dengan
kejadian morbiditas dan mortalitas PJK. Pendapat ini diperkuat oleh Departemen
Kesehatan Washington, dimana kelebihan berat badan ini dikaitkan dengan

Universitas Sriwijaya
37

peningkatan risiko risiko PJK antara pria dan wanita, baik sendiri maupun dalam
kombinasi dengan kondisi faktor risiko PJK. Sebuah studi tahun 2010 menunjukkan
bahwa lebih dari sepertiga dari PJK baru didiagnosis dikaitkan dengan obesitas.
Pada tahun 2011, 27% (±1%), orang dewasa di Washington memiliki indeks massa
tubuh yang menunjukkan obesitas (WSDH, 2013).
2.7.7 Tidak Olahraga (kurang aktivitas fisik)
Orang-orang yang tidak aktif hampir dua kali lebih mungkin untuk terkena
PJK dibanding orang-orang yang aktif. Kurangnya aktivitas fisik dapat
memperburuk faktor risiko PJK lain, seperti kolesterol dan kadar trigliserida,
hipertensi, diabetes dan prediabetes, kegemukan dan obesitas (HMS, 2016a).
Anak-anak dan orang dewasa perlu melakukan aktivitas fisik sebagai bagian
dari rutinitas sehari-hari mereka, karena tidak cukup aktif disebabkan oleh waktu
yang lama (jam) dihabiskan di depan TV dan komputer yang melakukan kegiatan
kerja, sekolah, dan rekreasi, seperti kebanyakan orang Amerika. Beberapa ahli
menyarankan bahwa anak-anak dan remaja harus mengurangi waktu di layar karena
membatasi waktu untuk kegiatan fisik (WSDH, 2013; HMS, 2016a).
Direkomendasikan untuk anak-anak dan remaja harus menghabiskan tidak lebih
dari 2 jam sehari menonton TV atau menggunakan komputer (kecuali untuk
pekerjaan sekolah). Salah satu hal yang paling penting dilakukan untuk jantung
tetap sehat adalah aktif secara fisik (WSDH, 2013; HMS, 2016a).
Dua kali kemungkinan untuk mengalami PJK pada orang yang secara fisik
tidak aktif daripada orang yang aktif. Kurangnya aktivitas fisik yang cukup pada
intensitas sedang sebagai faktor risiko untuk terjadinya PJK, seperti juga kolesterol,
tekanan darah tinggi atau merokok (Boras et al., 2002). Fisik tidak aktif adalah
faktor penting risiko untuk PK, karena tidak berolahraga secara teratur
meningkatkan kemungkinan orang untuk kelebihan berat badan, memiliki tekanan
darah tinggi dan kondisi lain yang membuat lebih mungkin untuk terkena PK.
Untuk mendapatkan manfaat kesehatan yang besar, disarankan orang dewasa
lakukan setidaknya 150 menit untuk olahraga per minggu.
Pasien dengan angina tidak stabil, tidak memenuhi syarat untuk olahraga
kompetitif atau aktivitas fisik biasa lainnya. Begitu juga pasien dengan stabil
angina, ischemia atau pasca PCI/CABG dan latihan dengan kemungkinan tinggi

Universitas Sriwijaya
38

untuk dapat memicu PJK tidak memenuhi syarat untuk jenis olahraga kompetitif.
Olahraga rekreasional juga dibatasi untuk pasien pasca MI dengan risiko tinggi
terjadinya PK, harus selalu didorong mengisi waktu senggang untuk aktivitas fisik
(WSDH, 2013; Anderson et al., 2016; HMS, 2018a.). Pedersen and Saltin (2015)
menyatakan bahwa olahraga terbukti beberapa kasus terapi dengan olahraga sama
efektifnya dengan perawatan medis dan dalam situasi khusus lebih efektif atau
menambah efeknya pada kesehatan. Pernyataan ini diperkuat oleh Eijsvogels and
Maessen (2017) bahwa intensitas adekuat dalam berolahraga dikaitkan dengan
risiko kematian yang terendah, menunjukkan bahwa pasien mendapat manfaat
paling banyak dari jenis latihan ini. Wawasan baru ini memberi tahu tentang
regimen olahraga yang efektif untuk pencegahan sekunder. Walaupun demikian,
pasien dan dokter harus mengingat bahwa olahraga dengan adekuat merupakan cara
terbaik.
2.7.8 Merokok
Risiko PJK dan serangan jantung meningkat dengan merokok tembakau atau
terpapar asap rokok dalam jangka panjang. Penumpukan plak di arteri jantung dan
peningkatan risiko gumpalan darah terbentuk di arteri dapat dipicu oleh rokok
(Silbernagi and Lang, 2000; Loscalzo, 2010; HMS, 2016a). Plak dapat memblokir
dan mempersempit arteri dan menyebabkan serangan jantung. Merokok
meningkatkan risiko PJK karena menurunkan kadar kolesterol baik (HDL)
(Silbernagi and Lang, 2000; Loscalzo, 2010; HMS, 2016a). Semakin tinggi jumlah
rokok yang digunakan akan semakin besar risiko serangan jantung. Orang yang
merokok dua hingga tiga kali lebih mungkin meninggal karena penyakit jantung
daripada bukan perokok (HMS, 2016a). Berhenti merokok dapat memberikan
manfaat, terjadi tidak peduli berapa lama atau berapa banyak telah merokok. Risiko
penyakit jantung yang terkait dengan rokok mulai menurun segera setelah berhenti
merokok, dan terus menurun dari waktu ke waktu (Silbernagi and Lang, 2000;
Loscalzo, 2010; HMS, 2016a).Orang tua dapat membantu mencegah anak-anak
mereka dari rokok dengan tidak merokok. Berbicara dengan anak tentang bahaya
kesehatan dari merokok dan cara untuk mengatasi tekanan untuk merokok (WSDH,
2013; MHS, 2016a).

Universitas Sriwijaya
39

Merokok tembakau secara signifikan meningkatkan kemungkinan terkena


PJK. Merokok dapat merusak dan menyempitkan arteri, lebih mungkin membuat
angina pektoris dan serangan jantung. Angina pektoris adalah suatu kondisi yang
ditandai dengan rasa sakit atau ketidaknyamanan di tengah dada, disebabkan oleh
otot jantung yang tidak mendapatkan darah yang cukup. Nikotin juga membuat
jantung berdetak lebih cepat dan meningkatkan tekanan darah, berarti jantung harus
bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Semakin tinggi jumlah
rokok yang digunakan dapat semakin besar risiko serangan jantung. Segera setelah
berhenti merokok, manfaat kesehatan seperti meningkatnya sirkulasi dan sistem
kekebalan tubuh. Berhenti merokok memberikan manfaat, terjadi tidak peduli
berapa lama atau berapa banyak telah merokok, dimana risiko penyakit jantung
yang terkait dengan rokok mulai menurun segera setelah berhenti merokok, dan
terus menurun risiko dari waktu ke waktu (Boras et al., 2002; HMS, 2016a).

2.8 Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama yang mengutamakan upaya promotif dan
preventif dalam mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kecamatan (PMK no 75, 2014). Sejak tahun 2016 ditetapkan adanya
standar pelayanan minimal bagi penderita hipertensi, termasuk PJK (PMK no 43,
2016). Sedangkan pedoman manajemen puskesmas ditetapkan pada PMK
selanjutnya (PMK no 44, 2016). Pemerintah melalui kementerian kesehatan
menerbitkan Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (KMK
No. 854, 2009) sebagai standar dalam manajemen kesehatan, khususnya di
puskesmas.

2.9 Penelitian Terkait


Penelitian ini merupakan kajian dengan lokasi pada puskesmas di Kota
Palembang, dimana puskesmas sebagai tempat layanan pertama dalam pemberian
pelayanan dan rujukan kesehatan kepada masyarakat di Indonesia, dengan kajian
yang menghubungkan paparan partikel ambien PM2.5 dan unsur kimia logam

Universitas Sriwijaya
40

dengan PJK, dan faktor risiko dominan PJK. Beberapa penelitian terkait dengan
penelitian ini disajikan pada tabel 2.6, 2.7, dan 2.8 dibawah ini.

Tabel 2.6. Penelitian Terkait Konsentrasi PM


No. Judul/Penulis/Tahun Metode
1 Air Pollution and Gambaran dari penelitian besar tentang dampak PM2.5 pada kesehatan
Cardiometabolic Disease: An cardiometabolic dan garis besar kunci pertanyaan-pertanyaan ilmiah yang ada.
Update and Call for Clinical
Trials. Brook et al. 2018
2 Effects of gaseous and solid Memberikan ikhtisar yang terbaru dari dampak polutan partikulat dan gas pada
constituents of air pollution on fungsi endotel di studi manusia dan hewan.
endothelial function. Munzel et
al. 2018
3 Systemic inflammatory markers Analisis cross sectional dengan data peserta Survey Kesehatan Nasional dan
associated with cardiovascular pemeriksaan Gizi Dewasa (NHANES) (2000-2008) dilakukan dengan hubungan
disease and acute and chronic CDC WONDER data Meteorologi dan model data downscaler polusi udara US-
exposure to fine particulate EPA untuk sensus traktat di benua Amerika Serikat.
matter air pollution (PM2.5)
among US NHANES adults with
metabolic syndrome. Dabass et
al., 2018
4 Acute exposure to fine Data rawat inap Harian PJK diperoleh dari asuransi kesehatan Biro Shanghai
particulate matter and (SHIB) dari 1 Januari 2013-21 Desember 2014. Konsentrasi rata-rata harian
cardiovascular hospital polusi udara serta data Meteorologi yang diperoleh dari database dari pusat
emergency room visits in pemantauan lingkungan Shanghai (SEMC) selama periode waktu yang sama, dan
Beijing, China. Xu et al. 2017 semua data dianalisis menggunakan standar metodologi epidemiologi. Model
linear umum (GLM) disesuaikan dengan waktu tren, kondisi cuaca, dan
kebijakan asuransi medis digunakan untuk memperkirakan efek langsung dan
tertunda PMS pada rawat inap PJK, dan efek dari PM juga diperiksa berdasarkan
jenis kelamin, kelompok umur dan variasi musiman.
5 Relationships Between Fine Studi kohort, dengan data 669 046 peserta dari American Cancer Society
Particulate Air Pollution, pencegahan , kanker II, terkait dengan model konsentrasi PM2.5. Model bahaya
Cardiometabolic Disorders, and regresi Cox proporsional yang digunakan untuk memperkirakan yang disesuaikan
Cardiovascular Mortality. Pope bahaya rasio kematian dari penyakit PK dan cardiometabolic yang didasarkan
et al. 2015 pada sertifikat informasi kematian.

Tabel 2.6. Lanjutan


No. Negara Hasil Jurnal
1 Dunia Membahas relevansi dari uji untuk mengevaluasi strategi level pribadi untuk American Journal of
mencegah efek berbahaya dari PM2.5, dan untuk skala besar hasil percobaan Hypertension.
untuk memungkinkan terbitnya rekomendasi berbasis bukti resmi tentang 31(1): 10 pages.
mereka penggunaan yang tepat dalam menanggulangi polusi udara global
2 Dunia Bukti kausal mekanistik jalur dari studi manusia maupun hewan yang European Heart
mendukung berbagai jalur umum hypothesized dan mengkaji dampaknya Journal. 39:3543–
pada individu dan kolektif fungsi vaskular. 3550
3 Amerika Dalam studi nasional ini pertama efek polusi udara PM 2.5 pada kadar penanda Environmental
Serikat peradangan terkait penyakit kardiovaskuler pada orang dewasa dengan Research. 161:485–
sindrom metabolik, tingkat CRP yang ditemukan secara signifikan meningkat 491
dalam orang-orang dengan meningkatnya partikel halus pada lag hari 0.
Sepertiga dari orang dewasa dengan sindrom metabolik, dampak kesehatan
PM2.5 meningkat pada populasi yang sensitif.
4 China Total 188.198 rawat inap PJK tercatat selama 2013 – 2014 di Shanghai, Cina. Int. J. Environ. Res.
Selama periode ini, konsentrasi rata-rata partikel halus PM10 dan PM2.5 adalah Public Health.
76 ug/m3 dan 56,3 ug/m3. Efek dari PM terkuat pada hari-hari ketika terjadi 14(168): 11 pages.
kenaikan 10 ug/m3 peningkatan PM2.5 dan PM10, yang berasosiasi dengan
peningkatan rawat inap PJK sebesar 0,25% dan 0,57%.
5 Amerika Polusi yang menyebabkan resiko kematian PK diamati untuk orang-orang Circ Res. 116:108-
Serikat dengan dan tanpa ada gangguan cardiometabolic. paparan Jangka panjang 115.
juga dapat berkontribusi untuk pengembangan atau eksaserbasi gangguan
cardiometabolic, meningkatkan risiko PK, dan mortalitas penyakit
cardiometabolic

Universitas Sriwijaya
41

Tabel 2.7. Penelitian Terkait Komposisi kimia PM


No. Judul/Penulis/ Tahun Metode
1 Magnetic Studies and SEM- Laporan pada studi magnetik, pemindaian mikroskop elektron (SEM), X-ray
X-ray EDS Analyses of Road energi x dispersif spektroskopi (EDS) dan analisa kimia dari partikel-partikel yang
Sediments, Soils and Vehicle- berasal dari kendaraan yang dikumpulkan dari sumber-sumber primer dan
Derived Emissions. Chaparro sekunder sebagai partikel terdapat di jalan dan tanah.
et al. 2010
2 Sampling and composition of Sampling dan komposisi PM10 dikumpulkan dari zona industri (IZ), dan zona
airborne particulate matter komersial (CZ) di Kota Meksiko
(PM10) from two locations of
Mexico City. Chirino at al.
2015
3 The contribution of road Untuk mengidentifikasi logam dalam sampel partikel dengan menggunakan metoda
traffic to particulate matter spektroskopi, dan metode plasma mass spectrometry (ICP-MS)
and metals in air pollution in
the vicinity of an urban road.
Jandacka et al. 2017
4 Source apportionment and Dilakukan beberapa minggu pada titik sampling di Jeddah pada bulan Juni dan
elemental composition of September, 2011, dan sampel dianalisis dengan fluoresensi X-ray (XRF).
PM2.5 and PM10 in Jeddah
City, Saudi Arabia. Khodeir
et al. 2012
5 Physico-Chemical Sampel aerosol harian dikumpulkan di empat episode musiman di tiga tempat
Characterization of PM10 and sampling di daerah perkotaan Belgrade dalam periode 2002-2004. Menggunakan
PM2.5 in the Belgrade Urban sampel pada filter Teflon murni dengan menggunakan Mini-Vol air sampler
Area. Tasic et al. 2006 (Airmetrics Co, Inc; laju aliran 5 L/min) dan dianalisis dengan SEM JEOL JSM-
5300 dan mikro sistem energi Dispersif X-ray (EDX).

Tabel 2.7. Lanjutan


No. Negara Hasil Jurnal
1 Spanyol Unsur C, O, Na, Mg, Al, Si, S, K, Ca, V, Ba, Ti, Cr, Mn, Fe, Cu, Zn dan Pb Stud. Geophys.
terdeteksi oleh analisis EDS Geod. 54:33−650
2 Meksiko Dilaporkan beberapa senyawa yang paling representatif dari PM 10, yang Data in Brief.
mencakup PAHs, endotoksin dan aluminum(Al), Silicon(Si), fosfor (P), 4:353–356
sulfur (S), chlorine(Cl), potassium(K), calcium(Ca), titanium(Ti),
chrome(Cr), manganese(Mn), iron(Fe), Nickel(ni), copper(Cu), zinc(Zn) dan
lead(Pb).
3 Slovakia Kendaraan diesel dan emisi pembakaran dari lalu lintas jalan telah Transportation
diidentifikasi sebagai dua sumber utama partikel. Hasil mengungkapkan Research Part D.
bahwa non-pembakaran emisi, yang berhubungan dengan elemen Na, Fe, 50: 397–408
Mn, Ni, Zn, Mo, Sb, Cd dan Pb, adalah kontributor besar, diikuti oleh emisi
pembakaran dari kendaraan diesel, yang berhubungan dengan elemen Mg,
Ca dan Ba.
4 Arab Saudi Baik PM2.5 dan PM10 bersumber dari (1) pembakaran minyak pelumas yang Atmospheric
bercirikan tinggi Ni dan V; (2) suspensi dari tanah yang ditandai oleh Pollution Research.
tingginya konsentrasi Ca, Fe, Al, dan Si; dan (3) sumber dari campuran 3:331-340.
industri. sedangkan sumber lain dari PM2.5 adalah sumber lalu lintas (4) yang
diidentifikasi oleh kehadiran Pb, Br dan Se; (5) sumber dari campuran
industri lain; sementara PM10 dari aerosol laut.
5 Serbia Penggunaan gabungan analisis mikro dan metode statistik untuk Acta Chim. Slov.
mengidentifikasi beberapa kelompok partikel seperti: jelaga, sulfat, kaya 53:401–405
partikel Si, kaya logam dan biologis.

Universitas Sriwijaya
42

Tabel 2.8. Penelitian Terkait Faktor Risiko PJK


No. Judul/Penulis/Tahun Metode
1 Divergent trends in Analisis kohort untuk menentukan kajian tingkat nasional dan daerah untuk
ischaemic heart disease mortalitas kardiovaskular dan tren oleh jenis kelamin dan kelahiran menggunakan
and stroke mortality in penyebab kematian dipastikan oleh verbal otopsi dari 2001 sampai 2013 antara 2
India from 2000 to 2015: a sampai dengan 4 juta rumah tangga. Tingkat kematian akibat PJK dan strok dengan
nationally representative menerapkan proporsi kematian dari PBB untuk memperkirakan dan
mortality study . Ke et al. memproyeksikan dari tahun 2000 sampai 2015 di India.
2018
2 Prevalence of Risk Factors Analisis cross-sectional, dengan studi 1.066 orang dewasa yang lebih tua dari 20
for Coronary Artery tahun di negara bagian Brasil, Rio Grande do Sul. Menyelidiki faktor risiko: riwayat
Disease in the Brazilian keluarga, hipertensi, kolesterol dan glikemia tinggi, kelebihan berat badan/obesitas,
State of Rio Grande do merokok dan gaya hidup.
Sul. Gus et al. 2002
3 Global Risk of Coronary Analisis kohort, mengkaji risiko global dari PJK dengan perhitungan risiko mutlak
Heart Disease: Assessment mengalami PJK (misalnya, kematian, infark miokard) selama jangka waktu tertentu.
and Application. Viera et Hal ini didasarkan pada sebuah persamaan empiris yang menggabungkan faktor risiko
al. 2010 utama, seperti tekanan darah dan kadar kolesterol.
4 Prevalence of risk factors Analisis cross-sectional dengan populasi studi terdiri dari pegawai pemerintah di
for coronary artery berbagai bagian dari India (n = 10 642 pria dan n = wanita 1966; umur 20-60 tahun)
disease in an urban Indian dan terdiri dari berbagai kelompok etnis yang hidup dalam kondisi lingkungan yang
Population . Sekhri et al. berbeda. Responden diambil dari 20 kota di seluruh 14 negara bagian, dan di satu
2014 wilayah. Semua individu yang dipilih mengisi kuesioner yang terperinci, dilakukan
pemeriksaan medis dan pengukuran anthropometric. Sampel darah diambil untuk
glukosa darah dan estimasi profil serum lipid, dan mencatat EKG saat istirahat.
5 Coronary Heart Disease Menganalisis faktor-faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular konvensional dalam
and Risk Factors in Latin suatu wilayah, dan variasi pola dan tingkat faktor risiko secara internasional.
America. Lanas et al. 2013

Tabel 2.8. Lanjutan


No. Negara Hasil Jurnal
1 India Kematian pada PJK dan strok meningkat secara nasional di bagian timur laut Lancet Glob Health.
yang lebih tinggi pada orang dewasa yang lahir pada tahun 1970 ke atas, 6:914–23
daripada di dekade sebelumnya. Proporsi yang besar dan berkembang dari
data PJK nasional diperoleh bahwa kematian PJK dan strok yang tinggi,
dimana sebelumnya di diagnosis menderita PK, tetapi menggunakan
pengobatan rendah.
2 Brasil Prevalensi faktor risiko untuk: 1) gaya hidup adalah 71,3%; 2) riwayat Arq Bras Cardiol.
keluarga adalah 57,3%; 3) kelebihan berat badan/obesitas (indeks massa 78(5): 484-90.
tubuh > 25) adalah 54,7%; 4) perokok adalah 33,9%; 5) hipertensi adalah
31,6% (> 140 90mmHg) dan 14,4% ( > 160 95mmHg); 6) tinggi glikemia (>
126 mg/dL) adalah 7%; 7) kolesterol (> 240 mg/dL) adalah 5,6%.
3 Amerika Banyak alat dan metode tersedia untuk memperkirakan risiko global, Am Fam Physician.
Serikat termasuk beberapa berbasis Web. Di Amerika Serikat, alat-alat yang 82(3):265-274
berdasarkan studi jantung Framingham disarankan penggunaannya.
4 India Studi menunjukkan bahwa 4,6% populasi studi memiliki riwayat keluarga BMJ Open.
PJK. Prevalensi keseluruhan diabetes adalah 16%. Hipertensi sebanyak 4:e005346
21%. Prevalensi dyslipidemia dengan memiliki total kolesterol tinggi/high
density lipoprotein rasio adalah signifikan tinggi, dengan 45,6% dari subjek
studi yang secara keseluruhan, 78,6% subyek memiliki dua atau lebih faktor
risiko untuk PJK.
5 Amerika Kegemukan dan obesitas meningkat. Dalam survei Nasional Meksiko 2012, GLobal Heart. 8(4):
Latin kelebihan berat badan atau obesitas ditemukan pada 64,9% laki-laki dan 341-348
73% perempuan, sangat terkait dengan sedentarism. Kelainan dyslipidemia
paling khas di daerah adalah kolesterol HDL yang rendah, diikuti oleh
tingginya kolesterol LDL dan kadar trigliserida. Prevalensi Nasional untuk
diabetes melitus berkisar dari 2,8% sampai 9,4% dan merokok tembakau
dari 12,8% sampai 42%. Menurut data INTERHEART (studi dari faktor
risiko untuk pertama mengalami infark miokard di 52 negara dan lebih dari
27.000 subyek) untuk Amerika Latin, disebabkan oleh risiko tertinggi untuk
infark miokard yang terkait dengan obesitas pada abdomen, dyslipidemia,
dan merokok.

Universitas Sriwijaya
43

2.10 Kerangkah Teori


Kerangkah teori tentang mekanisme peran partikulat PM2.5 terhadap PK,
khususnya PJK dijelaskan oleh Brook et al. (2018) dan Munzel et al. (2018),
selanjutnya disederhanakan memakai model dari Corvalan et al. (2000), kemudian
dibuat kerangkah teorinya.
Gambar 2.10 menjelaskan bahwa hubungan proses antara lingkungan dan
kesehatan yang menjelaskan paparan pada lingkungan dan bahayanya pada
manusia. Bahaya ini dapat berbagai bentuk dalam beberapa dari alam, sedangkan
sebagian besar berasal dari kegiatan dan intervensi manusia. Dalam semua kasus,
efek kesehatan hanya muncul jika manusia yang terpapar dengan sering di tempat
dan waktu tertentu sehingga menimbulkan bahaya.

Industry and Domestic Waste


Transport Agriculture
Energy activities Management

Emissions

Environmental concentration
Air Water Food Soil

Human distribution and activities

Exposure
External Exposure

Dose

Health effects
Early (subclinical)

Moderate (clinical)

Advanced (permanent)

Gambar 2.10. Jalur Bahaya Kesehatan Lingkungan (Corvalan et al., 2000)

Universitas Sriwijaya
44

Jalur kesehatan lingkungan paling jelas terlihat dalam kasus paparan polusi.
Kebanyakan polusi lingkungan merupakan produk dari kegiatan manusia, yang
dilepaskan ke lingkungan dalam berbagai cara, dan kemudian tersebar dan
menumpuk di media lingkungan yang berbeda (udara, air, tanah, makanan). Akibat
paparan yang terjadi mengkontaminasi pada manusia dalam salah satu dari media
lingkungan ini. Berbagai efek kesehatan yang mungkin terjadi kemudian, dari efek
yang kecil seperti subklinis yang menimbulkan penyakit bahkan sampai
menyebabkan kematian, tergantung pada bahaya intrinsik polutan, keparahan
paparan dan kerentanan dari individu yang bersangkutan.
Gambar 2.11. merupakan kerangkah teori yang dibangun dari model dasar
Corvalan et al. (2000). Partikulat ambien PM2.5 terhirup melalui proses inhalasi ke
dalam paru-paru, melalui translokasi melalui pembuluh darah menuju jantung.

Faktor Risiko Faktor Risiko Faktor Risiko


(Lingkungan) (Tidak Dapat Diubah) (Dapat Diubah)
 Polusi Udara  Jenis Kelamin  Hipertensi
o Partikulat PM2.5  Usia  Diabetes
 Riwayat Keluarga  Obesitas
 Genetik/Ras  Kolestrol
 Tidak Olahraga
Paru  Merokok
Inhalasi  Stres

Pembuluh Darah
Translokasi

Pembuluh Darah Arteri Koroner PENYAKIT JANTUNG KORONER


Inflamasi dan Aterosklerosis (PJK)

Gambar 2.11. Kerangkah Teori tentang Dampak PM2.5 dan Faktor Risiko pada PJK.
(HMS, 2016a; Brook et al., 2018; Munzel et al., 2018; WHO, 2018b)

PM2.5 masuk ke pembuluh darah arteri yang ada di jantung, masuk ke arteri
melalui endothelium masuk ke intima, menyebabkan terjadinya peradangan atau
inflamasi, selanjutnya membentuk sel busa (foam cell) dan terjadi penumpukan

Universitas Sriwijaya
45

plak di arteri, aliran darah ke otot jantung berkurang akibat penyempitan


pembulkuh darah yang berakibat berkurangnya aliran darah, sehingga dapat
menyebabkan nyeri dada saat sedang aktif. Bila area plak terpecah (rupture) dapat
menyebabkan bekuan darah terbentuk pada permukaan plak yang dapat memblokir
aliran darah kaya oksigen yang menuju bagian dari otot arteri jantung sehingga
aliran darah diblokir ke otot jantung yang menyebabkan serangan jantung.
Terdapat faktor risiko yang dapat memperparah kesehatan jantung, baik dari
faktor diri yang tidak dapat diubah (jenis kelamin, usia, riwayat keluarga dan
genetik) maupun yang dapat diubah (hipertensi, diabetes, obesitas, kolestrol, tidak
olahraga dan merokok), serta faktor risiko lingkungan (polutan PM2.5).

Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODE PENELITIAN

Penelitian ini memiliki 3 tahapan penelitian, penelitian 1 terdiri dari a)


mengukur temperatur dan kelembaban relatif, b) mengukur konsentrasi partikulat
PM2.5, c) menghitung jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK), d) mengukur
hubungan temperatur dan kelembaban relatif dengan PM2.5, f) mengukur hubungan
konsetrasi partikulat dengan PJK. Penelitian 2 terdiri dari a) menentukan komposisi
unsur logam pada partikulat TSP, b) menentukan elemen logam penyebab PJK.
Penelitian 3 terdiri dari a) menganalisis faktor risiko PJK, b) menentukan faktor
risiko dominan PJK, c) rekomendasi model kebijakan konseptual lingkungan.

3.1. Penelitian 1
3.1.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian potong lintang.
3.1.2 Alat dan Bahan
Penelitian 1 mengukur temperatur, kelembaban relatif dan konsentrasi
partikulat dengan alat penghitung partikel (particle counter) yang telah dilengkapi
dengan termometer dan higrometer. Selanjutnya menghitung kunjungan pasien PJK
di Puskesmas Kota Palembang.
3.1.3 Sampel dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan data pengukuran dan data kunjungan pasien PJK
pada 39 puskesmas di kota Palembang.
3.1.4 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan pada penelitian 1 adalah temperatur, kelembaban
relatif, PM2.5 dan kunjungan pasien PJK.

46 Universitas Sriwijaya
47

3.1.5 Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Parameter Pengukuran Penelitian 1


No. Parameter Definisi
1 Temperatur Temperatur Udara Ambien
2 K. Relatif Kelembaban Relatif Ambien
3 PM2.5 Partikulat berukuran diameter kurang dari 2.5µm
4 PJK Gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena
penyumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah koroner akibat kerusakan
lapisan dinding pembuluh darah (Aterosklerosis)
PJK: Penyakit Jantung Koroner.

Tabel 3.1. Lanjutan


No. Parameter Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Nilai Normal Skala Ukur
1 Temperatur Termometer CEM-DT96 0C --- Interval
2 Kelembaban Higrometer CEM-DT96 % --- Interval
Relatif
2 PM2.5 Laser CEM-DT96 µg/m3 < 25 Interval
Particle
counter
5 PJK Kuesioner checklist 0. Tidak --- Nominal
1. Ya

3.1.6 Pengumpulan dan Pengolahan Data


Data temperatur dan kelembaban relatif, dan konsentrasi partikulat diperoleh
melalui pengukuran pada 39 puskesmas di Kota Palembang menggunakan alat
penghitung partikel portabel (Particle Counter Portable) CEM-DT-96 yang dibeli
baru (telah terkalibrasi internal perusahaan karena pada saat akan dilepas ke
konsumen telah dilakukan uji kualitas produk, termasuk hasil pengukuran).
Pengukuran dimulai pada pukul 09.00 WIB sampai 15.00 WIB (waktu operasional
puskesmas). Lokasi pengambilan sampel adalah di parkiran kendaraan pengunjung
puskesmas dengan melakukan pengukuran sebanyak 3 kali (pagi, siang dan sore)
dan diambil rerata sebagai nilai yang digunakan dalam perhitungan selanjutnya.
3.1.7 Analisa Data
Penelitian 1 menggunakan analisis uji korelasi didasarkan pada distribusi data. Uji
normalitas memakai metode Kolmogorov-smirnov. Uji Pearson digunakan bila
data berdistribusi normal, Uji Spearman bila data berdistribusi tidak normal
(Dahlan, 2011; Rosner, 2011; Pagano and Gauvreau, 2018) dan melihat nilai r dan
p untuk mengukur korelasi dan signifikansi (p<0,05) antara temperatur dan
kelembaban relatif dengan partikulat PM2.5, juga antara PJK dengan partikulat
PM2.5.

Universitas Sriwijaya
48

3.2. Penelitian 2
3.2.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian potong lintang.
3.2.2 Alat dan Bahan
Penelitian 2 memakai alat HVAS dust sampler untuk mengumpulkan debu
TSP yang akan dianalisis komposisinya. Selanjutnya menentukan elemen kimia
penyebab PJK.
3.2.3 Sampel dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan data pengukuran debu partikulat TSP pada 6
puskesmas di Kota Palembang.
3.2.4 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah komposisi logam
partikulat TSP.
3.2.5 Definisi Operasional

Tabel 3.2. Definisi Operasional Parameter Pengukuran Penelitian 2


No. Parameter Definisi
1 TSP Partikel udara yang berukuran kurang dari 100 µm
2 At(%) Persentase jumlah Atom pada partikulat
TSP: Total Suspended Particulate, EDS-Wt(%): persentase elemen logam partikel.

Tabel 3.2. Lanjutan


No. Parameter Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Nilai Normal Skala Ukur
1 TSP High Volume Staflex Dust Debu TSP --- ---
Air Sampler Sampler
FTIA-2
2 Wt(%) X-ray SEM-EDS % Interval
Ametek

3.2.6 Pengumpulan dan Pengolahan Data


Data debu partikulat TSP diambil dengan alat pengumpul debu (dust sampler)
High Volume Air Sampler (HVAS) merek Staflex yang dibeli baru (telah
terkalibrasi internal perusahaan karena pada saat akan dilepas ke konsumen telah
dilakukan uji kualitas produk, termasuk hasil pengukuran). Pengambilan debu pada
6 puskesmas di Kota Palembang. Lokasi dipilih dengan pertimbangan bahwa lokasi
tersebut dapat mewakili dari puskesmas yang ada di Kota Palembang. Puskesmas

Universitas Sriwijaya
49

Plaju mewakili wilayah daerah industri yang ada di plaju sebagai tempat
pengolahan penyulingan minyak dan industri pengolahan karet. Puskesmas
Kertapati mewakili tempat industri pengemasan semen dan transportasi kereta api.
Puskesmas Merdeka mewakili titik tengah Kota Palembang. Puskesmas Alang
Alang Lebar mewakili kegiatan transportasi yang tinggi (jalan menuju dan dari luar
daerah menuju ke lampung dan ke jambi). Puskesmas Talang Betutu mewakili
daerah transportasi udara karena dekat Bandara Sultan Mahmud Badaruddin 2 dan
kegiatan transportasi tanah yang diangkut untuk penimbunan. Sedangkan
Puskesmas Boom Baru mewakili kegiatan transportasi laut karena dekat dengan
pelabuhan laut dan tingginya transportasi kontainer menuju dan dari pelabuhan.
Disana terdapat juga pengolahan dan penyimpanan minyak sawit. Debu yang
berhasil dikumpulkan melalui filter dilipat dua dimasukkan ke amplop kertas dan
dimasukkan ke plastik, esok hari dikirim ke FT-UI untuk dilakukan uji SEM-EDS.
Hasilnya diperoleh 2 minggu kemudian. Selanjutnya diolah data EDS dalam persen
atom (Wt(%)) untuk digunakan dalam analisis komposisi kimia logam partikulat.
Kegiatan selanjutnya menentukan elemen logam dari TSP penyebab PJK.
3.2.7 Analisa Data
Penelitian 2 ini menggunakan analisis SEM dan EDS untuk menentukan
persentase komposisi elemen logam partikulat TSP, juga analisis elemen logam
yang berdampak pada PJK.

3.3. Penelitian 3
3.3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian potong lintang.
3.3.2 Alat dan Bahan
Penelitian 3 memakai alat checklist untuk mengumpulkan data faktor risiko
PJK di puskesmas yang telah ditentukan berdasarkan pada hasil penelitian tahap 1.
3.3.3 Sampel dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan data PJK penelitian Tahap 1. Dipilih puskesmas
di Kota Palembang yang memiliki banyak penderita PJK, dengan mengambil
puskesmas yang memiliki lebih dari 50 orang penderita PJK, yaitu Puskesmas

Universitas Sriwijaya
50

Sukarami, Puskesmas Merdeka, Puskesmas OPI, Puskesmas Basuki Rahmat,


Puskesmas Pakjo dan Puskesmas Alang Alang Lebar.
3.3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan pada penelitian faktor risiko PJK, yaitu Umur, Jenis
Kelamin, Riwayat Keluarga, Hipertensi, Diabetes, Tidak Olahraga dan Merokok.
Standar yang digunakan dalam definisi operasional adalah KMK no. 854 tahun
2009 tentang pedoman pencegahan dan pengendalian penyakit jantung dan
pembuluh darah.
3.3.5 Kreteria Inklusi dan Eksklusi
Kreteria inklusi untuk PJK adalah orang yang tercatat sebagai pasien baru
PJK yang tercatat di Puskesmas Kota Palembang tahun 2017 yang berdasarkan
kreteria pada KMK no 854 tahun 2009. Kreteria eksklusi adalah pasien yang selain
dari kreteria inklusi.
3.3.6 Definisi Operasional
Definisi operasional dapat dilihat pada tabel 3.3.
3.3.7 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Checklist diberikan pada petugas PTM di puskesmas untuk diisi, dengan
bentuk checklist yang dapat dilihat pada lampiran. Faktor risiko yang digunakan
adalah umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga sebagai faktor yang tidak dapat
diubah, sedangkan faktor risiko hipertensi, diabetes, tidak olahraga dan merokok
sebagai faktor yang dapat diubah. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya
diolah menjadi data yang telah ditabulasi dalam bentuk tabel.
3.3.8 Analisa Data
Penelitian 3 menggunakan analisis uji kontigensi karena jenis data nominal
untuk melihat nilai kontigensi (c) dan p untuk mengukur kontigensi antar faktor
risiko yang digunakan untuk menentukan faktor risiko dependen pada uji khai
kuadrat (chi square) (Dahlan, 2011; Rosner, 2011), kemudian dilanjutkan dengan
uji regresi logistik biner karena jenis data kategori dikotomi (Agresti, 2002; Hosmer
et al., 2013; Pagano and Gauvreau, 2018) untuk menentukan faktor risiko dominan
PJK.

Universitas Sriwijaya
51

Tabel 3.3. Definisi Operasional Variabel Pengukuran Penelitian 3


No. Variabel Definisi
1 Umur Tahun kelahiran berdasarkan KTP
2 Jenis Gender yang terdapat dalam KTP
Kelamin
3 Riwayat Adanya penderita PJK di lingkup keluarga yang sedarah.
Keluarga
4 Hipertensi Tekanan darah diatas normal
5 Diabetes Kondisi gula darah tubuh diatas normal
6 Obesitas Berat badan yang berlebihan
7 Tidak Tidak melakukan aktivitas fisik (olahraga) yang dilakukan setiap hari
Olahraga sebelum terkena PJK
8 Merokok Kebiasaan merokok yang dilakukan sebelum terkena PJK

Tabel 3.3. Lanjutan


No. Variabel Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur Ukur
1 Umur Kuesioner Checklist 0. Muda, < 55 tahun Nominal
1. Tua, ≥ 55 tahun
2 Jenis Kuesioner Checklist 0. Pria Nominal
Kelamin 1. Wanita
3 Riwayat Kuesioner Checklist 0. Tidak, tidak ada yang PJK Nominal
Keluarga 1. Ya, ada yang PJK
4 Hipertensi Kuesioner Checklist 0. Tidak, < 140/90 mmHg Nominal
1. Ya, ≥ 140/90 mmHg
5 Diabetes Kuesioner Checklist 0. Tidak, < 200 mg/dl Nominal
1. Ya, ≥ 200 mg/dl
6 Obesitas Kuesioner Checklist 0. Tidak, IMT ≤ 27 kg/m2 Nominal
1. Ya, IMT > 27 kg/m2
7 Tidak Kuesioner Checklist 0. Tidak, Rajin Olahraga Nominal
Olahraga 1. Ya, Tidak Olahraga
8 Merokok Kuesioner Checklist 0. Tidak, Tidak Merokok Nominal
1. Ya, Merokok

3.4 Keterbatasan Penelitian


Pelaksanaan penelitian terdapat beberapa keterbatasannya, antara lain:
 Pengukuran konsentrasi partikulat PM2.5 dilakukan di tempat parkir kendaraan,
tanpa mempertimbangkan faktor kecepatan angin dengan alasan pengukuran
dilakukan pada ground level, sehingga kecepatan angin cukup rendah dimana
hasil pengukuran tidak besar pengaruhnya pada hasil pengukuran.
 Pengumpulan debu partikulat dengan HVAS portable dilakukan di tempat parkir
kendaraan dengan inlet mengarah ke jalan raya, dengan tanpa
mempertimbangkan jarak alat dengan jalan raya, sehingga hasilnya mungkin
kurang akurat.

Universitas Sriwijaya
52

 Penghitungan jumlah pasien baru PJK di Puskesmas didasarkan pada data Dinas
Kesehatan Kota Palembang yang bersumber dari 39 Puskesmas Kota
Palembang. Pengumpulan data faktor risiko PJK di puskesmas dibantu oleh
petugas PTM yang mengelola data Penyakit Tidak Menular, peneliti tidak
melakukan pemeriksaan langsung pada pasien PJK.
 Faktor risiko PJK adalah faktor risiko pada responden yang telah mengalami
PJK. Pengujian faktor risiko PJK dilakukan pada antar faktor (inter korelasi).
Tidak dibandingkan dengan responden yang bukan PJK (case-control).

3.5 Tahapan Penelitian

Penelitian 1 Penelitian 2

c) Mengukur temperatur dan a) Menentukan komposisi partikulat TSP,


kelembaban relatif, konsentrasi b) Menentukan elemen logam penyebab PJK
partikulat PM2.5,
d) Menghitung jumlah pasien
Penyakit Jantung Koroner (PJK),
e) Mengukur hubungan temperatur
Penelitian 3
dan kelembaban relatif dengan
konsentrasi partikulat PM2.5, a) Menentukan faktor risiko PJK,
f) Mengukur hubungan konsentrasi b) Menentukan faktor risiko dominan PJK
partikulat dengan PJK

Rekomendasi model kebijakan konseptual lingkungan


Gambar 3.1 Tahapan Penelitian

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian terdiri dari 3 tahapan, penelitian tahap 1 adalah analisis


hubungan suhu dengan kelembaban relatif di Kota Palembang, analisis hubungan
suhu dan kelembaban relatif dengan konsentrasi partikulat ambien PM2.5 di Kota
Palembang, analisis hubungan konsentrasi partikulat ambien PM2.5 dengan jumlah
kunjungan pasien Penyakit Jantung Koroner di Puskesmas Kota Palembang.
Penelitian tahap 2 adalah analisis komposisi unsur kimia logam partikulat ambien
TSP di Kota Palembang dan unsur kimia logam dari partikulat penyebab PJK.
Penelitian tahap 3 adalah analisis faktor risiko dominan PJK.

4.1 Diskripsi Wilayah Penelitian


Kota Palembang merupakan ibu kota dari Provinsi Sumatera Selatan yang
terdiri dari 18 kecamatan, dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak
1.558.494 jiwa, tahun 2015 sebanyak 1.580.517 jiwa, tahun 2016 sebanyak
1.602.071 jiwa dan tahun 2017 sebanyak 1.623.099 jiwa (BPS Kota Palembang,
2018). Tahun 2014 digunakan sebagai basis data, maka diketahui bahwa tahun
2015 mengalami pertambahan penduduk sebanyak 22.023 jiwa atau 1.4%, tahun
2016 mengalami pertumbuhan penduduk sebanyak 43.577 jiwa atau 2,8% dan
tahun 2017 mengalami pertumbuhan penduduk sebanyak 64.605 jiwa atau 4,1 %.
Kota Palembang secara geografis, terletak pada 2°59′27.99″LS dan
104°45′24.24″BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah 358,55 km² dengan
ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Kota Palembang berbatasan
dengan Kabupaten Banyuasin di sebelah utara, barat dan timur, Kabupaten Ogan
Ilir dan Muara Enim di sebelah selatan. Lokasi Kota Palembang dilalui oleh jalan
Lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera yang
mempunyai iklim tropis dengan angin lembab relatif yang berkecepatan antara
2,3 km/jam sampai 4,5 km/jam dengan temperatur kota antara 23,4oC sampai
31,7oC. Curah hujan per tahun antara 2.000 mm - 3.000 mm dengan kelembaban
relatif udara antara 75 - 89% dengan rata-rata penyinaran matahari sebanyak 45%.
Topografi tanah relatif datar dan rendah, sebagian kecil tanahnya terletak pada

53 Universitas Sriwijaya
54

tempat yang agak tinggi di bagian utara kota, sedangkan sebagian besar tanah
adalah daerah berawa sehingga pada saat musim hujan daerah tersebut tergenang.
Ketinggian rata-rata antara 0 – 20 m dpl (BPS Kota Palembang, 2018).
Penelitian tahap 1, wilayah kajian adalah semua puskemas yang ada di Kota
Palembang, memiliki sebanyak 39 Puskesmas (Dinas Kesehatan Kota Palembang,
2018). Lokasi 39 puskesmas dapat dilihat pada gambar 4.1. Pada setiap kecamatan
ada 1 puskesmas atau lebih, seperti pada Kecamatan Plaju dan Alang-Alang Lebar
ada 1 puskesmas, sedangkan kecamatan yang memiliki lebih dari 1 puskesmas
adalah Kecamatan Seberang Ulu I terdapat 5 Puskesmas, Kecamatan Ilir Barat I ada
4 puskesmas, Kecamatan Ilir Timur II ada 5 puskesmas.
Penelitian tahap 2, wilayah kajian adalah 6 puskesmas yang mewakili zona
kajian industri dan transportasi sebagai lokasi yang dipilih dengan pertimbangan
bahwa lokasi tersebut dapat mewakili dari puskesmas yang ada di Kota Palembang.
Lokasi 6 puskesmas dapat dilihat pada gambar 4.2. Puskesmas Plaju mewakili
wilayah daerah industri, dimana terdapat tempat pengolahan dan penyulingan
minyak mentah (Pertamina) dan industri pengolahan karet (Hoktong). Puskesmas
Kertapati mewakili tempat industri dan transportasi dimana terdapat pengemasan
semen yang dikrim dari PT. Semen Baturaja di OKU dan transportasi stasiun kereta
api (PT. KA). Puskesmas Merdeka mewakili titik tengah Kota Palembang, dimana
terdapat kantor walikota dan beberapa dinas yang ada di Kota Palembang.
Puskesmas Alang Alang Lebar mewakili kegiatan transportasi yang tinggi (jalan
menuju dan dari luar daerah menuju ke lampung dan ke jambi) dan terdapat
beberapa zona pergudangan. Puskesmas Talang Betutu mewakili daerah
transportasi udara karena dekat Bandara Sultan Mahmud Badaruddin 2 dan
kegiatan transportasi tanah yang diangkut untuk penimbunan. Sedangkan
Puskesmas Boom Baru mewakili kegiatan transportasi laut karena dekat dengan
pelabuhan laut dan tingginya transportasi kontainer menuju dan dari pelabuhan dan
terdapat juga pengolahan dan penyimpanan minyak sawit.
Penelitian tahap 3, mengambil 6 puskesmas yang mempunyai jumlah
penderita baru pasien PJK yang berjumlah lebih dari 50 orang pada tahun 2017.
Puskemas tersebut adalah Puskesmas Sukarami, Puskesmas Merdeka, Puskesmas
OPI, Puskesmas Pakjo, Puskesmas Basuki Rahmat dan Alang Alang Lebar.

Universitas Sriwijaya
55

Gambar 4.1. Lokasi 39 Puskesmas Kota Palembang.

Universitas Sriwijaya
56

Gambar 4.2. Lokasi Pengambilan Partikulat TSP di 6 Puskesmas Kota


Palembang.

Universitas Sriwijaya
57

4.2 Penelitian Tahap 1


4.2.1 Hubungan Temperatur dan Kelembaban Relatif dengan Partikulat
Lokasi puskesmas yang ada di laporan Dinas Kesehatan Kota Palembang
dapat dilihat pada gambar 4.1. Data hasil pengukuran temperatur, kelembaban
relatif dan PM2.5 pada 39 puskesmas yang dilakukan pada Bulan Februari dan
Maret 2019 disajikan pada gambar 4.3, 4.4 dan 4.5. Diketahui bahwa temperatur
tertinggi terjadi di Puskesmas Sabokingking (35,5oC) dan terendah di Puskesmas
OPI dan Padang Selasa (27,3oC). Sedangkan kelembaban relatif tertinggi ada di
Puskesmas OPI (85,1%) dan terendah ada di Puskesmas Sabokingking (61,5%).
Menurut BMKG (2019a; 2019b), data cuaca pada Bulan Februari dan Maret
2019 diketahui bahwa temperatur rerata pada Bulan Februari adalah 27,0oC dengan
temperatur terendah adalah 23,2oC dan tertinggi adalah 34,4oC, sedangkan pada
Bulan Maret 2019 adalah temperatur rerata adalah 27,4oC dengan temperatur
terendah adalah 22,1oC dan tertinggi adalah 35,5oC. Kelembaban relatif rerata pada
pada Bulan Februari 2019 adalah 91% dengan nilai terendah adalah 84% dan
tertinggi adalah 99%, sedangkan pada Bulan Maret adalah 91% dengan nilai
terendah adalah 78% dan tertinggi adalah 99%. Untuk lebih jelas dilihat pada
Gambar 4.5. Terdapat perbedaan hasil pengukuran dengan BMKG karena beberapa
hal. Pertama adalah hasil pengukuran merupakan pada Ground Level (±1.5m dari
permukaan tanah) sedangkan alat BMKG pada ketinggian diatas 3m, sehingga hasil
pengukuran terdapat perbedaan. Kedua adalah hasil pengukuran dilakukan pada
hari kerja senin sampai sabtu (dari tanggal 6 Februari 2019 sampai dengan 22 Maret
2019), sedangkan data BMKG dilakukan setiap hari. Ketiga adalah pengukuran
dilakukan dengan cara on the spot pada pagi, siang dan sore hari, sehingga
pengumpulan data dilakukan hanya 3 kali saja, sedangkan data BMKG dilakukan
real time selama 24 jam.

Universitas Sriwijaya
58

Temperatur (oC)
Karya Jaya 30.3
Alang Alang Lebar 31.4
OPI 27.3
Talang Betutu 32.0
Sukarami 29.4
Sosial 29.7
Punti Kayu 30.5
Sematang Borang 32.2
Multi Wahana 32.6
Sei Selincah 32.8
Kalidoni 34.4
Bukit Sangkal 33.3
11 Ilir 28.9
5 Ilir 31.9
Sabokingking 35.5
Kenten 32.2
Boom Baru 31.0
Sekip 33.0
Basuki Rahmat 32.3
Talang Ratu 27.9
Dempo 29.4
Ariodillah 30.6
23 Ilir 30.3
Merdeka 29.7
Sei Baung 29.6
Padang Selasa 27.3
Pakjo 30.1
Kampus 28.5
Plaju 31.0
Taman Bacaan 31.2
Nagaswidak 33.3
Keramasan 29.5
Kertapati 33.0
7 Ulu 31.9
4 Ulu 29.5
1 Ulu 32.7
Pembina 30.1
Gandus 29.9
Makrayu 29.1

Gambar 4.3 Hasil Pengukuran Temperatur di Puskesmas Kota Palembang.

Universitas Sriwijaya
59

Kelembaban Relatif (%)


Karya Jaya 79.4
Alang Alang Lebar 76.6
OPI 85.1
Talang Betutu 71.4
Sukarami 78.0
Sosial 77.3
Punti Kayu 74.9
Sematang Borang 70.7
Multi Wahana 69.8
Sei Selincah 69.0
Kalidoni 65.2
Bukit Sangkal 68.2
11 Ilir 77.0
5 Ilir 71.0
Sabokingking 63.5
Kenten 69.6
Boom Baru 73.3
Sekip 68.1
Basuki Rahmat 71.9
Talang Ratu 81.8
Dempo 73.3
Ariodillah 76.7
23 Ilir 74.0
Merdeka 75.4
Sei Baung 78.3
Padang Selasa 81.2
Pakjo 74.7
Kampus 81.0
Plaju 69.7
Taman Bacaan 74.1
Nagaswidak 69.5
Keramasan 74.5
Kertapati 68.6
7 Ulu 70.6
4 Ulu 78.7
1 Ulu 67.4
Pembina 73.6
Gandus 76.8
Makrayu 80.9

Gambar 4.4. Hasil Pengukuran Kelembaban Relatif di Puskesmas Kota Palembang

Universitas Sriwijaya
60

Bulan Februari 2019

Bulan Maret 2019

Gambar 4.5. Profil Temperatur dan Kelembaban Relatif Bulan Februari dan Maret
2019. (BMKG, 2019a; 2019b)

Universitas Sriwijaya
61

PM2.5 (ug/m3)
Karya Jaya 11.9
Alang Alang Lebar 4.9
OPI 18.1
Talang Betutu 13.6
Sukarami 8.2
Sosial 11.6
Punti Kayu 12.9
Sematang Borang 9.9
Multi Wahana 8.2
Sei Selincah 15.8
Kalidoni 6.4
Bukit Sangkal 10.4
11 Ilir 16.7
5 Ilir 8.6
Sabokingking 12.6
Kenten 18.8
Boom Baru 10.9
Sekip 18.7
Basuki Rahmat 8.7
Talang Ratu 9.6
Dempo 9.0
Ariodillah 16.6
23 Ilir 7.7
Merdeka 6.8
Sei Baung 4.1
Padang Selasa 10.9
Pakjo 9.0
Kampus 10.1
Plaju 8.2
Taman Bacaan 5.4
Nagaswidak 5.1
Keramasan 10.6
Kertapati 10.4
7 Ulu 9.9
4 Ulu 9.2
1 Ulu 5.8
Pembina 10.6
Gandus 5.3
Makrayu 12.1

Gambar 4.6. Hasil Pengukuran PM2.5 di Puskesmas Kota Palembang.

Universitas Sriwijaya
62

Data hasil pengukuran temperatur dan kelembaban relatif dan konsentrasi


partikulat dalam bentuk univariat disajikan oleh tabel 4.1. diketahui bahwa rerata
dan simpangan baku temperatur ambien adalah 30,9(1,9)oC dengan nilai minimum
adalah 27,3oC dan nilai maksimum adalah 35,5oC, kelembaban relatif adalah
73,9(5,0)% dengan nilai minimum adalah 63,5% dan nilai maksimum adalah
85,1%, partikulat PM2.5 adalah 10,4(4,0)µg/m3 dengan nilai minimum adalah
4µg/m3 dan nilai maksimum adalah 19µg/m3. Hasil uji normalitas dengan metode
Kolmogorov-Smirnov diperoleh bahwa data temperatur, kelembaban relatif dan
partikulat berdistribusi normal, karena data berbentuk interval maka dalam
pengujian korelasi menggunakan rerata dan standar deviasi pada uji korelasi
pearson pada tabel 4.2, diperoleh bahwa korelasi antara temperatur dengan
kelembaban relatif terdapat korelasi negatif yang sangat kuat dan signifikan (r=-
0,931; p<0,01), keeratan korelasi sebessar 93,1%. Hal ini menjelaskan bahwa setiap
kenaikan dari temperatur akan menurunkan kelembaban relatif. Hasil ini sama
dengan BMKG dimana setiap terjadinya kenaikkan temperatur akan menurunkan
kelembaban relatif.

Tabel 4.1. Hasil Univariat data Temperatur, Kelembaban Relatif dan Partikulat.
Variables Mean SD Median Min Max
Temperatur (oC) 30,9 1,9 30,6 27,3 35,5
Kelembaban Relatif (%) 73,9 5,0 74,0 63,5 85,1
PM2.5 (µg/m3) 10,3 3,9 10,0 4,1 18,9

Tabel 4.2. Uji Pearson untuk Temperatur dan Kelembaban Relatif dengan Partikulat.
Variabel Kelembaban Relatif PM2.5
Temperatur -0,931** -0.059
Kelembaban Relatif 0,058
**p<0,01

Tabel 4.2 adalah hasil uji korelasi untuk PM2.5 dengan temperatur terdapat
korelasi negatif yang lemah dan tidak signifikan (r=-0,059;p>0,05) dan kelembaban
relatif terdapat korelasi positif yang lemah dan tidak signifikan (r=0,058;p>0,05).
Hasil ini menunjukkan bahwa temperatur dan kelembaban relatif tidak
mempengaruhi konsentrasi partikulat PM2.5 secara signifikan. Hasil ini diduga
karena tingkat korelasi yang sangat lemah antara PM2.5 dengan temperatur (5,9%)
dan kelembaban relatif (5,8%). Hasil ini berbeda dengan hasil dari Huang (2016) di

Universitas Sriwijaya
63

Kota Beijing bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara temperatur
dengan partikulat PM2.5 (r=-0,05;p<0,05), sedangkan untuk kelembaban relatif
dengan partikulat PM2.5 terdapat korelasi positif yang signifikan (r=0,04;p<0,05).
Walupun demikian, terjadi korelasi yang sangat lemah antara PM2.5 dengan
temperatur (5%) dan kelembaban relatif (4%), sehingga hasilnya terdapat
perubahan yang kecil dimana nilainya tidak signifikan. Hasil ini menunjukkan
bahwa setiap kenaikan temperatur akan menurunkan konsentrasi partikulat, tetapi
untuk kelembaban relatif berbeda, dimana setiap kenaikannya akan meningkatkan
konsentrasi partikulat. Hasil ini agak berbeda dengan Giri et al (2008) di
Kathmandu yang mendapatkan korelasi negatif signifikan antara PM10 dengan
temperatur (r=-0,36; p<0,01) dan kelembaban relatif (r=-0,54; p<0,01). Hasil ini
menunjukkan bahwa temperatur dan kelembaban relatif yang meningkat akan
menurunkan konsentrasi PM10. Terjadinya hasil yang berbeda dengan penelitian
sebelumnya untuk kelembaban relatif karena kota ini berada di gunung, sehingga
berdampak pada berat partikulat yang meningkat akibat partikulat yang banyak
mengandung air dan akan berdampak pada penurunan konsentrasi PM.
Frietas et al. (2009) melakukan penelitian di Portugal dan diperoleh hasil
bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan (p <
0.001) antara temperatur dan kelembaban relatif dengan konsentrasi partikulat
PM10. Penelitian di Beijing memperoleh hasil bahwa pada tahun 2012-2013 nilai
rerata(standar deviasi) temperatur adalah 11,9(11,2)oC, sedangkan untuk
kelembaban relatif adalah 56,1(17,5)%. Selanjutnya dari pengujian korelasi antara
temperatur dengan kelembaban relatif diperoleh hasil yang signifikan (r=0,36;
p<0,05) (Huang, 2016). Hasil korelasi ini menyatakan bahwa setiap kenaikan
temperatur akan turut menaikkan kelembaban relatif. Disimpulkan bahwa
meningkatnya curah hujan menyebabkan temperatur dan kelembaban relatif
berkorelasi negatif dengan rerata konsetrasi PM.
Gambar 4.5 diperoleh informasi bahwa konsentrasi dari partikulat PM2.5 tidak
melampaui ambang batas yang dikeluarkan WHO untuk hasil pengukuran harian,
dimana ambang batas untuk PM2.5 adalah 25µg/m3. Puskesmas dengan lokasi
berada di pinggir jalan yang merupakan jalan utama menuju ke pusat kota
Palembang ataupun sebaliknya dengan tingkat lalu lintas kendaraan yang tinggi

Universitas Sriwijaya
64

mempunyai tingkat paparan yang lebih tinggi dibanding puskesmas dengan tingkat
lalu lintas yang rendah. Sebagai contoh pada Puskesmas Kenten dan Sekip,
mempunyai nilai PM2.5 masing-masing 18,8µg/m3 dan 18,7µg/m3. Sedangkan
Puskesmas Sei Baung dan Gandus masing-masing mempunyai nilai 4,1µg/m3 dan
5,3µg/m3 . Oleh karena itu, dapat diduga bahwa tingginya paparan partikulat PM2.5
akibat tingginya aktivitas transportasi di daerah tersebut. Terdapat hal menarik pada
konsentrasi PM2.5 di Puskesmas Alang Alang Lebar (AAL) berada di jalur jalan
yang tinggi intensitas kendaraan yang melewatinya, tetapi memiliki konsentrasi
yang masih dibawah ambang batas (4,9µg/m3). Hal ini disebabkan oleh lokasi
puskesmas berada cukup jauh dari jalan dan dilingkupi oleh pohon-pohon yang
tinggi sehingga dapat memperlambat kecepatan angin yang membawa partikel debu
jalan.
Rita et al. (2014) melaporkan bahwa ibukota provinsi di pulau jawa
mempunyai nilai PM2.5 telah melebihi nilai ambang batas, seperti Jakarta, Bandung,
Semarang dan Surabaya. Sedangkan untuk kota yang berada diluar pulau jawa
adalah Pekanbaru, Denpasar, Mataram dan Medan. Tingginya paparan partikulat
PM2.5 karena kota-kota tersebut mempunyai aktivitas transportasi yang tinggi.
Amato et al. (2016) melakukan monitoring lalu lintas yang terletak di jalan
lingkar dengan jumlah 220.000 kendaraan/hari, diperoleh bahwa kontribusi dari
emisi debu jalan diperkirakan 13% dari rata-rata tahunan PM10, sementara
partikulat dari knalpot kendaraan memberikan kontribusi partikulat dari lalu lintas
sebanyak 60% dari PM10. Selanjutnya Amato et al. (2017) menjelaskan bahwa
kecepatan kendaraan berpengaruh positif terhadap paparan PM, dimana
mengurangi kecepatan kendaraan berpengaruh pada penurunan paparan PM. Oleh
karena itu, diperlukan pembatasan kecepatan kendaraan untuk mengurangi
konsentrasi paparan partikulat.
4.2.2 Hubungan PJK dengan Partikulat di Puskesmas Kota Palembang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit dengan kondisi ketika
pembuluh darah jantung (arteri koroner) tersumbat oleh timbunan lemak yang
membuat aliran darah ke jantung berkurang. Arteri koroner adalah pembuluh darah
yang mengalirkan darah kaya oksigen ke jantung (WHO, 2011).

Universitas Sriwijaya
65

Pasien Baru PJK (n)


Karya Jaya 0
Alang Alang Lebar 51
OPI 116
Talang Betutu 0
Sukarami 218
Sosial 2
Punti Kayu 10
Sematang Borang 11
Multi Wahana 0
Sei Selincah 0
Kalidoni 45
Bukit Sangkal 2
11 Ilir 0
5 Ilir 15
Sabokingking 0
Kenten 1
Boom Baru 4
Sekip 0
Basuki Rahmat 69
Talang Ratu 0
Dempo 14
Ariodillah 13
23 Ilir 0
Merdeka 206
Sei Baung 15
Padang Selasa 61
Pakjo 64
Kampus 0
Plaju 30
Taman Bacaan 0
Nagaswidak 0
Keramasan 1
Kertapati 0
7 Ulu 3
4 Ulu 0
1 Ulu 0
Pembina 5
Gandus 0
Makrayu 0

Gambar 4.7. Data Pasien Baru PJK di Puskesmas Kota Palembang Tahun 2017

Universitas Sriwijaya
66

Tabel 4.3. Hasil Univariat Data Partikulat dan PJK.


Variabel Mean SD Median Min Max
PM2.5 (µg/m3) 10,3 3,9 10,0 4,1 18,8
PJK (n) 24,1 51,1 2,0 0 218

Tabel 4.4. Uji Spearman untuk PJK dengan Partikulat.


Variabel PM2.5
PJK -0,181

Gambar 4.7 memberikan informasi bahwa jumlah pasien PJK di puskesmas


yang tertinggi dengan jumlah lebih dari 50 orang terdapat di Puskesmas Sukarami
sebanyak 218 penderita, selanjutnya Puskesmas Merdeka sebanyak 206 orang,
Puskesmas OPI sebanyak 116, Puskesmas Basuki Rahmat terdapat 69 orang,
Puskesmas Pakjo sebanyak 64 orang, Puskesmas Padang Selasa sebanyak 61 orang
dan Puskesmas AAL sebanyak 51 orang. Data yang berhasil didapatkan tentang
konsentrasi partikulat dan jumlah penderita PJK yang terdapat pada puskesmas di
Kota Palembang ditampilkan pada tabel 4.3. Data hasil pengukuran konsentrasi
partikulat dan PJK dalam bentuk univariat disajikan oleh tabel 4.3, diketahui bahwa
median partikulat PM2.5 adalah 10,0µg/m3 dengan nilai minimum adalah 4,1µg/m3
dan nilai maksimum adalah 18,8µg/m3, jumlah pasien PJK adalah 2,0 orang dengan
nilai minimum adalah 0 orang dan nilai maksimum adalah 218 orang. Kemudian
ditentukan bagaimana korelasi yang ada pada kedua variabel tersebut. Dengan data
pada PM2.5 berdistribusi normal, sedangkan data PJK mempunyai distribusi tidak
normal, sehingga digunakan uji korelasi spearman. Hasil pengujian ditampilkan
pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 memberikan informasi korelasi antara PJK dengan PM2.5, bahwa
terdapat korelasi negatif yang sangat lemah dan tidak signifikan (r=-0,181; p >
0,05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan
antara PJK dengan PM2.5 di Kota Palembang. Lemahnya hubungan antara PJK
dengan PM diduga karena tingkat paparan PM masih dibawah ambang batas yang
ditentukan oleh WHO, dimana untuk nilai rerata PM2.5 hasil pengukuran
10,4µg/m3, dimana WHO menetapkan NAB rerata PM2.5 harian sebesar 25µg/m3.
Tidak adanya korelasi dengan PJK dapat juga disebabkan oleh jumlah pasien PJK
di puskesmas hanya terdapat di beberapa puskesmas (7 puskesmas mempunyai

Universitas Sriwijaya
67

pasien lebih dari 50 orang), sebagian besar tidak ada pasien PJK di puskesmas (17
puskesmas), sedangkan puskemas lain ada sedikit jumlah pasien (15 puskesmas)
(lihat gambar 4.7). Hasil ini berbeda dengan penelitian lain, dimana Brooks et al.
(2010; 2018), Adam et al. (2015), Cosselman et al. (2015) dan Dehbi et al. (2017)
menyelidiki hubungan polutan partikulat dengan PK. Eksposur PM2.5 selama
jangka pendek, beberapa jam sampai beberapa minggu dapat memicu mortalitas
terkait PK dan kejadian nonfatal, sedangkan Brook et al. (2010)dan Wang et al.
(2019) menyatakan bahwa eksposur jangka panjang (beberapa tahun)
meningkatkan risiko mortalitas kardiovaskular ke tingkat yang lebih besar dan
mengurangi harapan hidup.
Menurut Libby (2002; 2006; 2017) bahwa peran PM diduga menyebabkan
peradangan menuju peristiwa aritmia akut kardiovaskular, gagal jantung dan infark
miokard. Ada bukti-bukti yang jelas untuk PM yang dihirup manusia bisa ada pada
sirkulasi darah maupun mediator untuk terjadinya proinflamasi yang signifikan
dari jaringan paru-paru yang meradang, maupun koagulabiliti darah. Secara
keseluruhan, data menunjukkan bahwa tanggapan PM jangka pendek terhadap
inflamasi tidak selalu terdeteksi. Brook et al. (2010) menduga proses inflamasi
dapat disebabkan oleh aktivasi platelet yang beredar oleh pengendapan partikel atau
radang paru-paru yang dapat terjadi dalam hitungan jam dan lebih cepat daripada
konsekuensi khas peradangan lainnya, seperti perkembangan aterosklerosis.
Dengan adanya plak di koroner yang rentan atau terkikis akibat eksposur polusi
udara jangka panjang, kecenderungan prothrombotik mendadak ini bisa memicu
kejadian iskemik akut (sendiri atau bersamaan) dengan efek jangka pendek lainnya
dari eksposur PM. Data Medicare AS untuk 196.000 korban MI akut di 21 kota
menunjukkan risikonya, diman studi kohort menemukan adanya hubungan antara
peningkatan risiko mortalitas PJK dengan eksposur jangka panjang terhadap
peningkatan kadar PM2.5 (Pope et al., 2004; Jerrett et al., 2005; Krewski, 2009;
Pope, 2014). Peningkatan eksposur per 10µg/m3 di PM2.5 dan risiko absolut untuk
peristiwa mortalitas PJK (Pope et al., 2004; Pope, 2014). Selanjutnya Zanobetti and
Schwartz (2005) mendapatkan bahwa eksposur PM10 yang lebih tinggi dapat
memperburuk pada orang pasca kejadian MI (mortalitas, MI berikutnya, atau
masuk pertama untuk gagal jantung kongestif). Data dari studi Worcester Heart

Universitas Sriwijaya
68

Attack juga menemukan bahwa eksposur jangka panjang terhadap polusi udara
terkait lalu lintas dikaitkan dengan peningkatan risiko MI akut (Tonne et al., 2007;
2009). Selanjutnya Anderson et al. (2012) dan Tonne et al. (2016) membuktikan
bahwa kebanyakan polutan udara berkaitan positif dengan kematian dan kunjungan
ke rumah sakit. Asosiasi terbesar dengan kematian per interquartile range (IQR)
adalah terjadi peningkatan dari polutan partikel.
Disimpulkan bahwa PM dianggap berkontribusi terhadap penyakit jantung
dan serebrovaskular melalui mekanisme peradangan sistemik, aktivasi langsung
dan tidak langsung koagulasi dan translokasi ke sirkulasi sistemik. Data
menunjukkan PM berefek pada sistem kardiovaskular. Populasi mengalami paparan
PM jangka panjang memiliki tingkat signifikan lebih tinggi kejadian sakit dan
kematian akibat PK. Eksposur partikulat halus PM2.5 dalam jangka pendek dengan
paparan yang tinggi dapat meningkatkan kejadian kardiovaskular. Sedangkan efek
PM pada penyakit serebrovaskular tidak kuat didukung data.

4.3 Penelitian Tahap 2


Penelitian pada tahap 2 adalah terdiri dari 3 kegiatan. Kegiatan 1 adalah
menentukan komposisi unsur logam penyusun partikel dari debu TSP di puskesmas
kota Palembang. Kegiatan 2 adalah menyusun patogenesis unsur logam penyebab
inflamasi dan penyebab PJK.
4.3.1 Komposisi PM Ambien di Kota Palembang
Pengumpulan partikulat TSP dilakukan pada 6 lokasi puskesmas dengan alat
pengumpul sampel debu (dust sampler), lokasi puskesmas tersebut dapat dilihat
pada gambar 4.2, selanjutnya dilakukan pengujian komposisi unsur logam memakai
metode uji EDS, diperoleh hasil dan disajikan pada gambar 4.8, unsur atau elemen
logam yang terdeteksi sebanyak 9 jenis elemen atau unsur, yang disusun dari
persentase terbesar sampai dengan persentase terkecil. Elemen tersebut adalah
Silika (Si), Natrium (Na), Aluminium (Al), Besi (Fe), Kalium (K), Kalsium (Ca),
Magnesium (Mg), Barium (Ba) dan Seng (Zn).

Universitas Sriwijaya
69

Gambar 4.8. Komposisi Elemen Logam pada Partikulat TSP (Wt(%)) di Puskesmas
Kota Palembang.

Elemen logam yang terdapat pada semua puskesmas adalah Si, Na, Al, K, Ca,
dan Fe. Komposisi terbesar untuk elemen Si ada di Puskesmas AAL, elemen Na di
Puskesmas Kertapati, elemen Al di Puskesmas Boom Baru, elemen Fe di
Puskesmas AAL, elemen K di Puskesmas Kertapati, elemen Ca di Puskesmas
Talang Betutu. Selanjutnya ada elemen yang tidak ada di semua puskesmas, tetapi
ada di puskesmas tertentu saja, seperti elemen terbesar Ba terdapat di Puskesmas
Boom Baru, elemen terbesar Zn ada di Puskesmas Merdeka, elemen terbesar Mg di
Puskesmas Talang Betutu.
Hal yang menarik dari hasil komposisi partikel di kota Palembang adalah
tidak ditemukannya elemen Pb (Timbal) sebagai bahan campuran bahan bakar
minyak (BBM) di SPBU, hal ini berarti Pb tidak lagi digunakan dalam campuran
BBM sejak dikeluarkannya jenis pertalite.

Universitas Sriwijaya
70

Penelitian Amato (2011) di Kota Zürich dari empat sumber pengumpul debu
jalan, diperoleh elemennnya adalah Pb selain elemen logam Cr, Mn, Cu, Zn, Mo,
Sn, Cs, Ba dan Bi. Demikian juga dengan Samiksha et al. (2017) menguji 45 sampel
dari 9 jalan beraspal dan 6 tidak beraspal yang terletak di sekitar Bhopal, India.
Hasilnya memperoleh elemen logam Pb, selain Sb, Cu, Zn, Co. Secara umum, debu
jalan diperkaya oleh polutan antropogenik. Karbon organik dan elemen karbon
(OC/EC) di PM10 dan PM2.5 ukuran fraksinya 50-75% lebih tinggi debu jalan tidak
beraspal dibandingkan dengan debu di jalan beraspal.
Partikel PM2.5 yang dihasilkan oleh berbagai sumber memiliki karakteristik
komposisi unsur, seperti profil fraksi industri terdapat logam berat dan beracun
berisi Cd, Cr, Pb, Ni, dan Zn dan profil pembakaran batubara terkandung signifikan
unsur logam Al, Si, Fe, Ca, K dan Ti. Sejumlah profil berisi signifikan unsur logam
Fe dan Si, dan profil pembakaran biomassa, pembakaran bahan bakar fosil, dan
emisi industri mengandung K dalam jumlah yang tinggi. Profil partikel rem
signifikan memiliki unsur Fe, Mg, Si dan Ba (Brook, 2008; Liang, 2013 dan Amato
et al., 2016). Selanjutnya diketahui bahwa komponen utama dari PM adalah logam,
senyawa organik berbentuk karbon organik (OC) termasuk bahan-bahan biologis
inorganik, seperti karbon hitam (BC) dan unsur karbon (EC), dan sulfat, nitrat,
amonium, dan ion-ion lainnya. Sumber dan komposisi partikel berukuran besar
umumnya berbeda dari partikel yang lebih kecil, seperti PM2.5–10 yang terdiri
sebagian besar larutan kerak-berasal mineral, bahan biologis (seperti serbuk sari,
endotoxins, jamur, dan bakteri), dan garam laut. Sedangkan PM2.5 berasal terutama
dari sumber pembakaran yang termasuk partikel dengan inti karbon (hidrokarbon
dan logam), hidrokarbon, dan partikel sekunder yang terbentuk dari oksida sulfur
dan nitrogen (Brook, 2008 dan Adams et al., 2015).
Penelitian Lippman (2007) dan Lippmann et al. (2013) menjelaskan bahwa
pembakaran bahan bakar fosil merupakan sumber kategori paling konsisten
dikaitkan dengan efek jangka pendek dan jangka panjang dari paparan PM2.5.
Komponen yang berasal dari kategori sumber residu pembakaran minyak dan lalu
lintas paling erat dikaitkan dengan efek jangka pendek; dan komponen dari
pembakaran batubara merupakan kategori yang lebih erat kaitannya dengan efek
jangka panjang. Selanjutnya Lippmann (2014) juga mengidentifikasi komponen

Universitas Sriwijaya
71

yang paling erat terkait dengan kunjungan pendaftaran pasien di rumah sakit setiap
hari dari lalu lintas (OC, EC, Cu) dan residu minyak (Ni dan V). Sedangkan untuk
setiap kejadian kematian harian, berasal dari pembakaran batubara (S, O, Se, dan
As).
Unsur terbesar dari penyusun komposisi unsur logam partikulat pada
puskesmas di Kota Palembang adalah silika (Si) dengan nomor unsur 14 dengan
persentase sebesar 28,78%. Bila unsur kimia Si bereaksi dengan unsur Oksigen
akan menjadi senyawa Silikon Dioksida (SiO2). Hasil ini sesuai dengan ATDSR
(2017), jika diukur berdasarkan massanya, silika membentuk 27,7% massa kerak
bumi dan merupakan unsur kedua yang paling melimpah di kerak bumi setelah
oksigen (ATDSR, 2017). Sumber elemen Silika di Kota Palembang berasal dari
jalan cor dan jembatan, konstruksi gedung dan tanah di sekitar jalan. Puskesmas
Alang Alang Lebar merupakan lokasi yang tertinggi kandungan elemen silika pada
penyusun partikulat TSP, karena terdapat jalan raya yang di cor memakai bahan
semen dan dilalui oleh kendaraan dengan intensitas tinggi, baik kendaraan roda dua,
roda empat maupun jenis truk dan bus dengan kecepatan kendaraan yang tinggi,
dimana kecepatan tinggi kendaraan akan meningkatkan eksposur partikulat (Amato
et al., 2017). Terdapat pada beberapa lokasi jalan tidak diaspal dengan baik serta
terdapat beberapa lubang pada jalan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
penambalan jalan dengan cara di cor dan di aspal dengan memperhitungkan
kekuatan jalan tersebut yang dilewati oleh kendaraan besar dan berat dengan
intensitas tinggi, agar jalan tersebut dapat bertahan lama. Menurut IOSH (2015)
sumber silika terbanyak berasal dari bebatuan (90%), sedangkan terendah dari
marble (butiran batu kapur atau dolomit). Silika merupakan komponen utama pada
pasir, juga dapat bersumber dari pertanian, pantai, debu jalan dari jalan beraspal
dan tak beraspal (ATDSR, 2017). Silika biasanya ditemukan dalam bentuk mineral
silikat yang kompleks, dan lebih jarang lagi dalam bentuk silikon dioksida
(ATDSR, 2017).
Kristal silika murni amat sangat jarang ditemukan di alam. Silika merupakan
metaloid, siap untuk memberikan atau berbagi 4 atom terluarnya, sehingga
memungkinkan banyak ikatan kimia. Meski silika bersifat relatif inert seperti
karbon, silika masih dapat bereaksi dengan halogen dan alkali encer. Kebanyakan

Universitas Sriwijaya
72

asam (kecuali asam nitrat dan asam hidrofluorat) tidak bereaksi dengan silika.
Silika dengan 4 elektron valensinya mempunyai kemungkinan untuk bergabung
dengan elemen atau senyawa kimia lainnya pada kondisi yang sesuai. Silikon
dioksida adalah padatan tahan panas berbentuk kristal dengan mineral yang paling
umum adalah quartz. Pada mineral quartz, setiap atom silika dikelilingi oleh empat
atom oksigen yang menjembatani atom silikon lainnya untuk membentuk kisi tiga
dimensi (ATDSR, 2017). Silika (silikon dioksida) adalah komponen dasar dari
tanah, pasir, granit dan konstituen utama dari lebih dari 95 persen batu yang dikenal.
Ada silikon dioksida berbentuk non kristal dan kristal. Silika kristal ini juga dikenal
sebagai silika bebas. Partikel debu yang cukup kecil (respirable) dari kristal silika
dapat menembus jauh ke dalam paru-paru yang dapat menyebabkan kerusakan
paru-paru. Kekhawatiran masyarakat atas pekerjaan pembangunan dan
pemeliharaan jalan dengan menggunakan produk dari batu yang mengandung
silika. Secara khusus, penduduk yang tinggal dekat dengan jalan raya terpapar silika
kristal berasal dari lalu lintas kendaraan (US-OSHA, 2016; ASTDR, 2017).
Penelitian inflamasi oleh partikel silika telah dilakukan oleh Duffin et al.
(2007), Freire et al. (2013), Katsuki et al. (2014), Maser et al. (2015, Petrick et al.
(2014), dan Chan et al. (2018). Freire et al. (2013) menggunakan model hewan
tikus yang diinduksi secara kimia dengan silika menyebabkan peradangan kronis
berupa silikosis sehingga menjadi kanker paru-paru. Peradangan paru-paru
diinduksi silika menyebabkan peningkatan insiden kanker paru-paru pada tikus,
perlakuan dengan N-nitrosodimethylamine sebagai karsinogen yang ditemukan
dalam asap tembakau. Analisis histologis dan molekul mengungkapkan bahwa
peradangan kronis berkontribusi seiring tumorigenesis paru-paru melalui induksi
preneoplastik sehingga terjadi perubahan dalam sel-sel epitel paru-paru. Selain itu,
silika memediasi peradangan yang dihasilkan oleh mikro imunosupresif
menyebabkan peningkatan ekspresi sel yang mengalami kematian protein 1 (PD-
1), mengubah faktor pertumbuhan-β1, protein chemotactic monosit 1 (MCP-1),
limfosit-aktivasi gen 3 (LAG3), dan forkhead kotak P3 (FOXP3), serta adanya
regulasi sel T. Akhirnya, K-RAS mutasi profil tumor bermutasi dan berubah dalam
lingkungan inflamasi. Katsuki et al. (2014) melakukan studi tentang hubungan
antara ukuran silika amorf dan aktivitas inflamasi. Terlepas dari ukuran diameter,

Universitas Sriwijaya
73

silika partikel pada tikus berasal dari sumsum tulang makrofag melalui aktivitas
yang bergantung pada jalur sitoskeleton, dan disebabkan oleh aktivasi caspase-1,
tapi tidak oleh caspase-11. Dari catatan, diameter silika partikel 30nm-1.000nm
diinduksi pada destabilisasi lisosomal, kematian sel dan sekresi IL-1b pada tingkat
nyata lebih tinggi daripada silika partikel berukuran 3.000nm-10.000nm. Hasil
dengan metode vitro, silika partikel 30nm pada intra-trakea tikus menyebabkan
radang paru-paru yang lebih parah daripada silika partikel 3000nm, yang dinilai
dari pengukuran sitokin pro-inflamasi dan neutrofil infiltrasi dalam cairan
bronchoalveolar lavage tikus, dan analisis mikro-computed tomography. Hasil ini
diperkuat oleh Maser et al. (2015) yang melakukan pengamatan radang paru-paru
pada kedua kelompok tes (15nm dan 55nm) SiO2 dengan temuan yang lebih jelas
pada induksi dengan 15nm daripada ukuran 55nm. Studi ini menunjukkan bahwa
SiO2 dengan ukuran partikel yang berbeda dapat menginduksi efek genotoksik
dalam sel paru-paru secara in vitro pada konsentrasi yang relatif tinggi.
Petrick et al. (2014) melakukan penyelidikan efek aterogenik secara in vitro
pada silikon dioksida (SiO2), sel J774.1 sebagai kultur makrofag (murine cell line)
diinkubasi dengan nanopartikel SiO2 (diameter 512 nm, 0 – 20 mg/mL), diikuti oleh
cytotoxicity selular, stres oksidatif, Total Gliserida (TG) dan analisis metabolisme
kolesterol. Peningkatan dosis SiO2 menyebabkan peningkatan yang signifikan pada
stres oksidatif (hingga 164%), cytotoxicity (hingga 390% diukur dengan rilis laktat
dehidrogenase (LDH)), dan di konten TG (sampai dengan 63%) pada makrofag
diamati dibandingkan dengan sel-sel kontrol. Terjadi peningkatan massa kolesterol
makrofag yang lebih kecil (hingga 22%). Akumulasi TG pada makrofag tidak
disebabkan oleh penurunan sel dalam sekresi TG atau meningkatnya biosintesis
TG, tetapi hasil dari inaktivasi hidrolisis sekunder TG untuk aktivitas penurunan
lipase dan kedua lipase adiposa trigliserida (ATGL) sebanyak 42% dan ekspresi
protein hormon-sensitif lipase (HSL) sebanyak 25%.
Chan et al. (2018) melakukan studi tentang tol reseptor 4 (TLR4)-terkait jalur
sinyal yang diteliti pada makrofag U937 yang diberi perlakuan silika. Tingkat
ekspresi TLR4 diukur dengan kuantitatif PCR maupun Western blot test.
Konfirmasi keterlibatan MyD88 TIRAP dan NFκB p65 cascade dilakukan dengan
Western blot test. Sekresi sitokin IL-1β, IL-6, IL-10 dan TNFα diukur oleh enzim

Universitas Sriwijaya
74

yang berhubungan dengan immunosorbent assay. Hasil menunjukkan bahwa TLR4


dan jalur MyD88/TIRAP terkait dengan paparan silika pada makrofag berbeda pada
U937. Ekspresi protein TLR4, MyD88/TIRAP diregulasi ketika makrofag berbeda
pada U937 yang terpapar silika. Namun, pregulation dilemahkan ketika inhibitor
pada TLR4 dan TAK-242. Pada waktu inkubasi paparan silika yang berbeda,
ditemukan bahwa NFκB p65 cascade diaktifkan selama 10-60 menit. Pelepasan
sitokin IL-1β, IL-6, IL-10 dan TNFα itu disebabkan oleh paparan silika dan
menginduksi IL-1β, IL-6 dan TNFα yang mendorong penambahan TAK-242.
Kesimpulannya, penelitian ini menunjukkan bahwa TLR4 dan jalur terkait
MyD88/TIRAP yang disebabkan oleh silika menyebabkan peradangan di makrofag
U937 yang berbeda. Hilir NFκB p65 cascade diaktifkan dalam 1 jam ketika
makrofag U937 terkena silika. Oleh karena itu, jalur sinyal yang terlibat dalam
mekanisme silikkosis sepenuhnya dapat dijelaskan.
Freire et al. (2013) menyatakan terdapat beberapa perubahan molekul awal
yang terkait karsinogenesis di mikro inflamasi kronis di paru-paru dan
menyediakan informasi tentang mekanisme yang mendasari pembentukan dan
preneoplastik lesi di silikosis paru-paru. Hasil ini diperkuat oleh Katsuki et al.
(2014) yang menunjukkan bahwa ukuran partikel silika berdampak pada respon
imun, dimana submicron partikel silika merangsang respon inflamasi yang lebih
tinggi daripada partikel silika berukuran lebih dari 1.000 nm. Hal ini menjelaskan
bahwa partikel silika tidak hanya berkemampuan untuk menyebabkan aktivasi
caspase-1 tetapi juga cytotoxicity. Demikian juga Petrick et al. (2014) dan Chan et
al. (2018) menyatakan bahwa partikel silika menunjukkan efek pro-atherogenic
pada makrofag seperti yang diamati pada cytotoxicity, peningkatan stres oksidatif
dan akumulasi TG.
Disimpulkan bahwa eksposur silika dapat menyebabkan penyakit silikosis,
sebagai penyakit paru-paru yang sulit disembuhkan yang telah mempengaruhi
jutaan pekerja dalam pekerjaannya yang berbahaya. Hal ini disebabkan oleh
paparan kronis debu yang mengandung kristal silika yang dapat menyebabkan
kematian sel oleh apoptosis, fibrosis dan produksi sitokin.

Universitas Sriwijaya
75

4.3.2 Patogenesis Silika pada PJK


Jutaan pekerja di Amerika Serikat terpapar silika kristal respirable dalam
berbagai industri, termasuk konstruksi, sandblasting, dan pertambangan. Silikosis
adalah penyakit yang paling erat terkait dengan pekerjaan terpapar debu,
merupakan penyakit ireversibel tetapi dapat dicegah. Paparan silika kristal
respirable berhubungan dengan pengembangan silikosis, kanker paru-paru, TBC
paru-paru dan penyakit saluran pernafasan. Paparan ini mungkin juga berhubungan
dengan pengembangan gangguan autoimun, penyakit ginjal kronis dan dampak
kesehatan yang merugikan lainnya (US-OSHA, 2016).
Liu et al. (2013) menyatakan bahwa pekerja yang terkena dari usia 20 sampai
65 tahun tereksposur silika pada 0,1mg/m3, dengan risiko yang dihadapi (sampai
umur 75 tahun) adalah 0,51%. Temuan ini mengkonfirmasi bahwa silika sebagai
karsinogen manusia dan menyatakan bahwa batas paparan dibolehkan (PELs) saat
ini di banyak negara tidak cukup untuk melindungi pekerja dari kanker paru-paru.
Selanjutnya Liu et al. (2014) menyatakan bahwa PELs untuk silika kristal di banyak
negara sebesar (0,1mg/m3), termasuk Indonesia (PMK no. 70, 2016). Oleh karena
itu, US-OSHA (2016) menyarankan PELs sebesar 50µg/m3 untuk melindungi
pekerja dari bahaya kesehatan silika kristal, sedangkan ACGIH menentukan PELs
silika sebesar 25 µg/m3 (IOSH, 2015). Kontrol kadar silika di udara ambien dan
penggunaan peralatan perlindungan pribadi harus ditekankan untuk digunakan
dalam bekerja.
Liu et al. (2013; 2014; 2017) melakukan kajian dampak paparan silika pada
manusia. Liu et al. (2013) menyelidiki dengan metode kohort di Cina (tahun 1960
– 2003) pada 34.018 pekerja tanpa paparan karsinogenik sebagai confounders.
Analisis eksposur-respon dan penilaian risiko digunakan model bahaya
proporsional Cox. Selama 34,5 tahun tindak lanjut, 546 kematian akibat kanker
paru-paru diidentifikasi. Analisis kategoris dengan eksposur kuartil kumulatif silika
(menggunakan lag 25 tahun) yang menghasilkan rasio bahaya masing-masing
dibandingkan dengan kelompok yang tidak terpajan sebesar 1,26; 1,54; 1,68 dan
1,70. Menanggapi paparan tren monoton yang diamati antara non-silikosis (P <
0,001). Analisis menggunakan splines menunjukkan tren serupa. Efek gabungan
dari silika dan rokok adalah lebih aditif dan berdampak multiplikatif. Selanjutnya

Universitas Sriwijaya
76

Liu et al. (2014) melakukan identifikasi 2.846 kematian dari penyakit jantung
selama 35 tahun. Eksposur-respon tren positif yang diamati untuk pemaparan
kumulatif silika yang terkait dengan kematian dari total penyakit jantung (rasio
bahaya quartiles meningkat dari paparan kumulatif silika dibandingkan dengan
kelompok yang tidak terpapar = 0,89; 1,09; 1,32; 2,10; P < 0,001) dan penyakit
jantung-paru (0,92; 1,39; 2,47; 5,46; P < 0,001). Tren positif tersebut tetap antara
pekerja dengan kedua kelompok dan tingkat paparan silika yang tinggi dan rendah.
Ada sebuah tren yang positif untuk PJK antara pekerja dengan tingkat paparan yang
rendah, dengan kuartil sebesar 1,04; 1,13; 1,52 dan 1,60; (P < 0,001). Disimpulkan
bahwa paparan silika kristal pada tingkat rendah telah dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas dari penyakit jantung, termasuk penyakit jantung- paru dan
PJK, sedangkan paparan dari silika kristal pada tingkat tinggi terutama berkaitan
dengan peningkatan kematian dari penyakit jantung-paru.
Liu et al. (2017) menyelidiki sekelompok pekerja Cina sebanyak 44.807
orang yang telah bekerja di tambang logam atau pabrik keramik selama minimal 1
tahun (1 Januari 1960 s/d 31 Desember 1974), dan diikuti sampai tahun 2003.
Digunakan 3 PELs (0,05mg/m3; 0,10mg/m3 dan 0,35mg/m3). Paparan kumulatif
silika ditaksir dengan menghubungkan matriks paparan dengan riwayat kerja setiap
responden. Untuk tingkat eksposur 0,10mg/m3, model bahaya Cox proporsional
menunjukkan secara signifikan peningkatan risiko kematian dari semua penyakit
untuk setiap jenis paparan silika, rasio bahaya (HR) untuk neoplasma ganas = 1,06;
kanker paru = 1,08; PJK = 1,09; penyakit jantung-paru = 1,08; dan penyakit
pernafasan = 1,20. Tingkat paparan 0,05mg/m3 dan 0,35mg/m3 menghasilkan
asosiasi serupa. Tingkat paparan rendah jangka panjang (PELs) silika dikaitkan
dengan peningkatan total dan resiko khusus pada penyebab kematian tertentu. Hasil
diatas memperkuat hasil penelitian sebelumnya oleh Weiner et al. (2007) pada
pekerja tambang yang telah diidentifikasi dalam sensus Nasional Swedia tahun
1970. Kelompok total (n = 11. 896) yang diikuti dari 1970 hingga 31 Desember
1995 dan dikaitkan dengan register kematian. Kelompok kontrol terdiri semua
pekerja pria yang diidentifikasi dalam sensus yang sama. Hasilnya diperoleh bahwa
ada peningkatan risiko karena kematian PJK diamati antar pekerja tambang.
Disimpulkan bahwa adanya kemungkinan hubungan antara eksposur debu silika

Universitas Sriwijaya
77

dan PJK, tetapi peningkatan risiko dari kematian PJK tidak dapat dijelaskan oleh
kebiasaan merokok, tetapi mungkin dapat berkaitan dengan shift kerja.
Percobaan paparan pada hewan zebrafish telah dilakukan oleh Duan et al.
(2015; 2016; 2018) dengan melakukan studi eksplorasi efek toksik dan mekanisme
paparan dosis rendah partikel nano silika (SiNPs) pada hewan zebrafish. Duan et
al. (2015) menguji fungsi jantung di embrio zebrafish melalui microinjection
intravena. Tingkat dosis SiNPs didasarkan pada pengamatan efek buruk (NOAEL)
dari penilaian malformation di embrio zebrafish. Fenotipe toksisitas jantung
terutama disebabkan oleh SiNPs pada perikardial edema dan bradikardia tapi tidak
berpengaruh pada blok atrioventrikular. SiNPs menginduksi stres oksidatif pada
keseluruhan embrio dan neutrophil yang dimediasi peradangan jantung zebrafish.
Sel-sel inflamasi yang diamati di atrium jantung diberi SiNPs pada zebrafish
melalui pemeriksaan histopatologis. Selain itu, ekspresi protein TNNT2, penanda
kontraksi jantung di jaringan telah turun dibandingkan dengan kelompok kontrol
yang menggunakan immunohistochemistry. SiNPs menghambat kalsium yang
menandakan jalur dan kontraksi otot jantung melalui penurunan gen terkait,
kalsium terkait saluran gen dan regulatory gen troponin C untuk jantung. Selain itu,
tingkat protein TNNT2 menurun sesuai dengan dosis yang diberikan. Disimpulkan
bahwa SiNPs berakibat disfungsi jantung melalui neutrophil yang memediasi
peradangan jantung dan kontraksi jantung dalam embrio zebrafish.
Duan et al. (2016) melakukan studi yang bertujuan untuk menentukan apakah
gabungan paparan partikel nano silika (SiNPs) tingkat rendah dan benzo [a] pyrene
(B[a]P) mempunyai toksisitas kardiovaskular daripada eksposur tunggal untuk
SiNPs atau B[a]P. Analisis FTIR dan TGA menunjukkan bahwa sistem gabungan
paparan memiliki penyerapan tinggi dan stabilitas termal. Embrio yang terkena
SiNPs atau B[a]P tidak menunjukkan toksisitas jantung fenotipe di tingkat NOAEL.
Tetapi, embrio yang turut terkena SiNPs dan B[a]P menunjukkan terjadinya
perikardial edema dan bradikardia. Sementara generasi ROS tetap tidak
terpengaruh, paparan kedua polutan menginduksi peradangan neutrofil yang
signifikan dan menyebabkan agregasi eritrosit caudal vena embrio. Pemaparan
gabungan SiNPs dan B[a]P secara signifikan meningkatkan ekspresi gen
proinflamasi dan procoagulant. Studi ini untuk pertama kalinya menunjukkan

Universitas Sriwijaya
78

respon peradangan dan hiperkoagulasi darah dipicu oleh kombinasi dari SiNPs dan
B[a]P di tingkat paparan yang rendah. Selanjutnya Duan et al. (2018) melakukan
eksplorasi respon peradangan-koagulasi dan efek SiNPs dalam sel-sel endotel dan
embrio zebrafish. Untuk penelitian secara in vitro, mitokondria yang bengkak dan
autophagosome diamati dengan analisis ultra, diketahui bahwa organisasi
Sitoskeleton terganggu oleh SiNPs dalam sel endotel vaskular. Pelepasan
proinflamasi dan procoagulasi Sitokin meningkat secara nyata yang bergantung
pada dosis. Untuk studi in vivo, berdasarkan NOAEL untuk seleksi dosimetri, dan
menggunakan dua transgenik zebrafish, diinduksi SiNPs mengalami peradangan
neutrofil dan gangguan sel-sel vaskular endotel. Dengan dosis yang lebih tinggi dari
NOAEL, SiNPs secara signifikan dapat menurunkan kecepatan aliran darah,
menunjukkan hiperkoagulasi darah di embrio zebrafish dan terjadi kenaikan
agregasi eritrosit di zebrafish terpapar SiNPs. Analisis microarray digunakan untuk
gen untuk respon peradangan dan koagulasi dari SiNPs pada zebrafish, dan
JAK1/TF menandakan jalur lebih lanjut yang diverifikasi oleh qRT PCR dan
Western blot assays. Diperoleh bahwa SiNPs bisa menyebabkan respon peradangan
dan koagulasi dan efeknya melalui penanda jalur JAK1/TF. Disimpulkan bahwa
SiNPs berakibat disfungsi jantung melalui neutrophil yang dimediasi peradangan
jantung dan kontraksi jantung, peradangan dan hiperkoagulasi darah yang dipicu
oleh kombinasi dari SiNPs dan B[a]P di tingkat paparan yang rendah, serta bisa
menginduksi respon peradangan dan koagulasi.
Guerrero-Beltran et al. (2017) melakukan studi tentang toksisitas pada
kardiomiosit tikus yang diinduksi SiO2 dengan ukuran diameter partikel 7nm atau
670nm, dievaluasi mekanisme kematian sel kardiomiosit dewasa yang diisolasi
yang terpapar selama inkubasi 24 jam. Partikel SiO2 menunjukkan dosis efek
sitotoksik tergantung dengan konsentrasi dengan toksisitas bergantung pada ukuran
partikel, untuk 7nm (99,5 ± 12,4µg/ml) dan 670nm (1.500µg/ml). SiO2
meningkatkan stres oksidatif, yang mengarah ke disfungsi mitokondria. Mekanisme
dari cardiotoxicity SiO2 berpotensi memainkan peran penting dalam mekanisme
patofisiologi gagal jantung, aritmia dan kematian mendadak. Guo et al. (2018) dan
Du et al. (2019) melakukan studi toksisitas partikel yang berukuran nano pada
kardiomiosit dari tikus yang terpapar partikel nano silika. Tikus secara acak dibagi

Universitas Sriwijaya
79

menjadi kelompok kontrol normal dan tiga kelompok terpapar (2, 5 dan 10 mg/kg-
berat badan) dengan intratracheally yang terpapar oleh partikel nano silika 60 nm.
Diperoleh hasil bahwa tingkat silika secara signifikan meningkat di jantung dan
serum, dan enzim saat infark miokard pada tikus yang terpapar, bergantung pada
dosis. Disimpulkan bahwa partikel nano silika dapat memasuki sistem peredaran
darah melalui paru-paru, dan didistribusikan ke jantung menyebabkan PK. Chen et
al. (2018) dan Du et al. (2019) menyatakan bahwa partikel nano menyebabkan
apoptosis melalui jalur mitokondria, termasuk partikel nano silika yang berperan
penting dalam kerusakan jantung pada tikus yang diamati. Lee et al. (2019)
menyatakan bahwa SiNPs masuk melalui membran sel-sel endotel, menuju ke
intraseluler tingkat ROS, oksidase NADPH (NOx), sumber ROS non-mitokondria
yang meningkat, menghasilkan superoksida melalui pengurangan oksigen yang
dimediasi oleh donor elektron NADPH. ROS diturunkan dari NOx berkontribusi
pada stres ER dan mengaktifkan respon protein (UPR), menghasilkan IRE1α dari
BiP respon protein. Selanjutnya, resultan trans-utophosphorylation menginduksi
apoptosis sel menjadi mati. Selain itu, SiNPs 20nm menginduksi aktivasi
autophagy, independen dari ROS, melalui PI3K/AKT/eNOS/nitrat oksida.
Autophagy disebabkan oleh 20nm SiNP yang menyebabkan nekrotik dan terjadi
kerusakan vaskular.
Bagaimana mekanisme terjadinya aterosklerosis penyebab PJK dijelaskan
dengan baik oleh Libby (2000; 2001; 2002; 2006; 2012; 2015; 2017), Libby and
Theroux (2005), Jaffer et al. (2006), Packard and Libby (2008), Libby et al. (2009;
2010) dan Crea and Libby (2017). Libby (2002) melakukan percobaan pada hewan
tikus, dijelaskan bahwa dyslipidaemia beberapa mekanisme inflamasi pembentukan
atheroma, dimana perekrutan dan ekspresi Leukosit sebagai sitokin pro-
inflamatorik sebagai ciri awal aterogenesis, dan kerusakan pembentukan mediator
inflamasi dan atheroma pada tikus. Selain itu, jalur inflamasi mempromosikan
trombosis pada tahap akhir dan ditakuti terjadi komplikasi aterosklerosis
bertanggung jawab untuk infarksion miokard (MI) dan strok. Libby (2002; 2006)
menjelaskan peran peradangan di aterosklerosis yang memberikan kerangka
mekanistik untuk memahami manfaat klinis terapi penurun lipid dan
mengidentifikasi pemicu untuk peradangan dan menguraikan rincian jalur mungkin

Universitas Sriwijaya
80

terjadinya inflamasi. Hasil ini diperkuat oleh penelitian lain (Buckley and Ramji,
2015). Jaffer et al. (2006) melakukan studi pencitraan molekuler atas aterosklerosis
diperoleh bahwa pencitraan merupakan strategi yang dapat menjelaskan aspek
biologis utama pada aterosklerosis, termasuk aktivitas makrofag, aktivitas protease,
lipoprotein, apoptosis, dan angiogenesis. Libby (2015) dan Libby et al. (2018)
menyatakan beberapa pendekatan pencitraan molekul akan menjadi tambahan
berarti yang penting bagi pengelolaan klinis berisiko tinggi pada aterosklerosis.
Packard and Libby (2008), Libby (2017) dan Crea and Libby (2017)
menjelaskan bahwa protein C-reaktif (CRP) sebagai inflamasi biomarker terbaik.
Selain itu, ligan CD40 yang larut, adiponectin, interleukin 18 dan matriks
metalloproteinase 9 yang dapat memberikan informasi tambahan untuk stratifikasi
dan prediksi resiko cardiovascular. Ulasan ini menjelaskan biologi aterotrombosis
dan bukti-bukti yang mendukung peran biomarker inflamasi dalam memprediksi
peristiwa biologis yang utama dari kardiovaskular. Konsep keterlibatan peradangan
di aterosklerosis telah memacu penemuan dan adopsi inflamasi biomarker sebagai
prediksi resiko cardiovascular. Selanjutnya Libby (2006), Libby and Ridker (2006)
dan Libby et al. (2009; 2010) menjelaskan bahwa kerusakan endotel menyebabkan
agregasi trombosit dan pelepasan trombosit sebagai peemicu proliferasi sel otot
polos dalam arteri intima. Sel-sel ini kemudian akan menguraikan matriks
ekstraseluler yang akan mengumpulkan lipoprotein dan membentuk plak
aterosklerosis. Sel otot polos vaskular (SMC) menjadi lesi, diidentifikasi oleh sel
kekebalan dan menjadi mediator di atheromata, akibat dari peradangan dalam
penyakit ini. Berbagai jalur independen peradangan sekarang menunjukkan bukti
sebagai kunci peraturan proses yang menghubungkan beberapa faktor risiko untuk
aterosklerosis dan komplikasinya dengan berubah biologi arteri. Kekebalan bawaan
dan adaptif dalam aterogenesis, saling mempengaruhi dan terjadi stimulasi
keseimbangan dan penghambatan jalur yang mengatur partisipasi dalam
pembentukan atheroma dan komplikasinya. Selanjutnya Libby et al. (2010) dengan
studinya telah menunjukkan bahwa inflamasi monosit makrofag terakumulasi
dalam pembentukan plak dan menghasilkan pro-inflamasi sitokin. Limfosit T dapat
berkontribusi terhadap proses inflamasi yang mempromosikan trombosis oleh
rangsangan produksi kolagen (penurunan proteinases dan faktor jaringan

Universitas Sriwijaya
81

procoagulant). Pemicu peradangan akan menyebabkan pembentukan,


perkembangan, dan berakibat plak pecah. Modulator peradangan yang berasal dari
jaringan adiposa viseral membangkitkan produksi reaktan fase akut di hati, terlibat
dalam thrombogenesis dan stabilitas bekuan. Selain itu, tingkat C- reaktif protein
meningkat dengan peningkatan jaringan adiposa viseral. Jaringan adiposa pada
percobaan pada tikus, obesitas berisi peningkatan jumlah makrofag dan limfosit T,
peningkatan limfosit T aktivasi dan ekspresi peningkatan γ interferon (IFN-γ).
Kekurangan IFN-γ tikus mengurangi produksi sitokin-sitokin inflamasi dan sel
inflamasi akumulasi di jaringan adipose. Serangkaian percobaan lain secara in vitro
dan in vivo pada tikus menegaskan bahwa adiponectin, adipocytokine, kadar
plasma yang turun pada obesitas, bertindak sebagai modulasi antiinflamasi endogen
sebagai kekebalan bawaan dan adaptif pada aterogenesis.
Dengan demikian, penelitian Libby et al. (2010; 2012; 2018) mendapatkan
bukti eksperimental yang mendukung peran kunci untuk peradangan sebagai
penghubung antara faktor risiko aterosklerosis dan biologi yang mendasari
komplikasi dari penyakit ini. Project percobaan JUPITER mendukung utilitas klinis
penilaian status inflamasi dalam memandu intervensi untuk membatasi kejadian
kardiovaskular. Libby et al. (2010), Mizuno et al. (2011) dan Jamkhande et al.
(2014) menyatakan bahwa peradangan sebagai awal dari sebuah konsep teoritis ke
utilitas klinis yang praktis dalam penilaian risiko dan target terapi untuk
aterosklerosis. Selanjutnya Libby (2017) menjelaskan tentang peran partikel silika
pada aterosklerosis, gambar 4.11 menjelaskan tentang transkripsi gen IL-1β
menghasilkan proIL-1β, Protein 33-kDa yang kekurangan aktivitas biologis,
dimana sebelumnya mengalami pembelahan oleh enzim yang dikenal sebagai ICE
atau caspase-1 yang dapat diakibatkan oleh partikel silika, menghasilkan bentuk
aktif sitokin dengan berat molekul 17 kDa yang mengaktifkan pro-interleukin-18.
Dari beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa partikel silika,
khususnya berukuran nano dapat menyebabkan PJK melalui mekanisme inflamasi.
SiNPs meningkatkan akumulasi lipid berdasarkan stimulasi oxLDL. Tingkat
ekspresi gen yang terlibat dalam masuknya atau keluarnya kolesterol menunjukkan
ekspresi secara signifikan peran dari CD36 dan SRA, yang diatur oleh ekspresi ATP
dalam mengikat kaset A1 (ABCA1), ABCG1, dan SRB1 pada oxLDL dan SiNPs

Universitas Sriwijaya
82

oleh makrofag. SiNPs menyebabkan akumulasi lipid di sel makrofag melalui


fasilitasi masuknya dan keluarnya kolesterol.

OxLDL + SiNPs

Raw264.7 cells

ER stress

Impaired Cholestrol Homeostatis


 Influx: Increased CD36, SR1
 Efflux: Decreased ABCA1, ABCG1, SRB1

Gambar 4.9. Mekanisme akumulasi lipid pada vaskular. (Guo et al., 2018)

Gambar 4.10. Sinyal Bahaya Indra Inflammasome dan mengaktifkan IL-1β oleh
Caspase-1 yang dapat diakibatkan oleh eksposur partikel silika. (Libby,
2017)

Respon Endoplasmic reticulum (ER) yang memproduksi, modifikasi, dan


perpindahan lipid dipicu oleh perlakuan oxLDL, sementara SiNPs menambah stres
ER. Hasilnya menunjukkan bahwa SiNPs menyebabkan pembentukan sel busa
(foam) yang dirangsang oleh makrofag yang diinduksi oleh oxLDL yang dimediasi

Universitas Sriwijaya
83

oleh signal ER stress. Pengendapan partikel akan meningkatkan pembentukan sel


busa yang membentuk plak pada intima sehingga terjadi aterosklerosis di pembuluh
darah arteri pada jantung. Bila area plak terpecah (rupture) dapat menyebabkan
bekuan darah (trombosis) terbentuk pada permukaan plak yang dapat memblokir
aliran darah kaya oksigen yang menuju bagian dari otot arteri jantung sehingga
aliran darah diblokir ke otot jantung yang menyebabkan serangan jantung.

4.4 Penelitian Tahap 3


Penelitian pada tahap 3 ini terdiri dari 2 kegiatan, yaitu 1, menganalisis
hubungan antar faktor risiko PJK dengan uji kontigensi dan menentukan faktor
risiko PJK sebagai variabel dependen untuk analisis uji chi square dan 2, regresi
logistik biner ganda untuk menentukan faktor risiko dominan PJK.
4.4.1 Faktor Risiko PJK di Puskesmas Kota Palembang.
Data yang diperoleh disajikan pada Gambar 4.14 merupakan pasien baru PJK
dimana terdapat beberapa faktor risiko PJK pada diri mereka. Diketahui bahwa
pasien PJK dibawah 55 tahun sebanyak 230 orang dan diatas atau sama dengan 55
tahun sebanyak 494 orang. Pasien PJK berjenis kelamin pria sebanyak 394 orang
dan wanita sebanyak 330 orang. Pasien PJK yang tidak mengalami hipertensi
sebanyak 69 orang dan mengalami hipertensi sebanyak 655 orang. Pasien PJK yang
tidak menderita diabetes sebanyak 448 orang dan menderita diabetes sebanyak 236
orang. Pasien PJK yang tidak mengalami obesitas sebanyak 578 orang dan
mengalami obesitas sebanyak 146 orang. Pasien PJK yang aktif fisik atau
berolahraga sebanyak 122 orang dan yang tidak berolahraga sebanyak 602 orang.
Pasien PJK yang tidak merokok sebanyak 537 orang dan merokok sebanyak 187
orang. Hasil uji hubungan kontigensi antar faktor risiko yang ditampilkan pada
tabel 4.5 diperoleh bahwa faktor risiko diabetes sebagai faktor yang signifikan
berhubungan dengan semua faktor risiko yang ada. Oleh karena itu, faktor risiko
diabetes dijadikan faktor risiko terikat atau dependen pada analisis khai kuadrat (chi
square) dan regresi logistik biner ganda. Sehingga faktor risiko dependen adalah
pasien PJK yang mempunyai Diabetes.

Universitas Sriwijaya
84

Hasil diatas diperkuat oleh Boras et al. (2002), Leon and Maddox (2015) dan
Koopman et al. (2016) menyatakan bahwa diabetes berhubungan dengan kejadian
morbiditas dan mortalitas PJK. Pendapat ini diperkuat oleh Departemen Kesehatan
Washington bahwa orang dewasa dengan diabetes memiliki tingkat kematian PJK
sekitar 2 – 4 kali lebih tinggi daripada orang dewasa tanpa diabetes (WSDH, 2013).
Studi ini juga menunjukkan bahwa pra-diabetes dikaitkan dengan peningkatan
risiko PK. Selanjutnya bahwa penyakit jantung adalah penyebab utama kematian
pada orang diabetes dengan tipe 1 dan tipe 2. PJK adalah penyebab kematian yang
terjadi lebih dari setengah dari semua pasien diabetes. Pasien dengan diabetes tetapi
tanpa faktor risiko lain dari aterosklerosis konvensional memiliki risiko kematian
dari PJK sebanyak 2-4 kali. Penderita diabetes tipe 2 biasanya memiliki faktor
risiko lain seperti hipertensi atau hiperlipidemia, sehingga lebih meningkatkan
risiko kardiovaskular. Wanita dengan diabetes memiliki risiko meningkat, dengan
risiko kematian kardiovaskular 7,5 kali dibandingkan dengan perempuan tanpa
diabetes. Orang yang mengalami infark miokard (MI) berada pada peningkatan
risiko mortalitas atau kejadian serangan jantung. Operasi bypass arteri koroner
(CABG) dan percutaneous balon dengan coronary angioplasty (PTCA) terkait
dengan mortalitas jangka panjang yang lebih besar pada pasien diabetes daripada
orang tanpa diabetes.

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi faktor risiko pasien PJK di 6 Pusksmas Kota
Palembang tahun 2017.
No. Variabel Kategori Sukarami Merdeka OPI BR Pakjo AAL
n % n % n % n % n % n %
<55 tahun 75 34,4 22 11,2 67 57,8 30 43,5 13 20,3 22 43,1
1 Umur
>55 tahun 143 65,6 183 88,8 49 42,2 39 56,5 51 79,7 29 56,9
Jenis Pria 119 54,6 123 59,7 44 37,9 44 63,8 30 46,9 34 66,7
2
Kelamin Wanita 99 45,4 83 40,3 72 62,1 25 36,2 34 53,1 17 33,3
Tidak 2 00,9 13 06,3 11 09,5 69 110 34 53,1 9 17,6
3 Hipertensi
Ya 216 99,1 193 93,7 105 90,5 0 0 30 46,9 42 82,4
Tidak 130 59,6 173 84,0 58 50,0 53 76,8 29 45,3 45 88,2
4 Diabetes
Ya 88 40,4 33 16,0 58 50,0 16 23,2 35 54,7 6 11,8
Tidak 182 83,5 164 79,6 112 96,4 41 59,4 41 64,1 38 74,5
5 Obesitas
Ya 36 16,5 42 20,4 4 03,6 28 40,6 23 35,9 13 25,5
Riwayat Tidak 163 74,8 126 61,2 105 90,5 18 26,1 26 40,6 50 98,0
6
Keluaga Ya 55 25,2 80 38,8 11 09,5 51 73,9 38 59,4 1 02,0
Tidak Tidak 198 90,8 155 75,2 110 87,9 43 62,3 64 100 42 82,4
7 Ya
Olahraga 20 09,2 51 24,8 6 12,1 26 37,7 0 0 9 17,6
Tidak 192 88,1 126 61,2 102 94,8 34 49,3 42 65,6 41 80,4
8 Merokok
Ya 26 11,9 80 38,8 14 05,2 35 50,7 22 34,4 10 19,6

Universitas Sriwijaya
85

Tabel 4.5 dan gambar 4.11, hasil uji univariat berupa distribusi frekuensi (%)
pada 6 kecamatan diperoleh bahwa umur responden lebih atau sama dengan 55
tahun terbanyak di Puskesmas Merdeka (88,8%), Jenis Kelamin wanita terbanyak
ada di Puskesmas OPI (62,1%), Jumlah responden yang mengalami hipertensi
terbanyak ada di Puskesmas Sukarami (99,1%), Penderita diabetes terbanyak ada
di Puskesmas Pakjo (54,7%).

Faktor Risiko PJK (%)


100.0

80.0

60.0

40.0

20.0

0.0
0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1
Umur Jenis Hipertensi Diabetes Obesitas Riwayat Tidak Merokok
Kelamin Keluaga Olahraga

Sukarami Merdeka OPI Basuki Rahmat Pakjo Alang Alang Lebar Total

Gambar 4.11. Distribusi frekuensi (%) faktor risiko pasien PJK di 6 Pusksmas Kota
Palembang tahun 2017.

Responden yang mengalami obesitas, riwayat keluarga, tidak berolahraga dan


kebiassaan merokok terbanyak terdapat di Puskesmas Basuki Rahmat, nilai
persentase masing-masing adalah (40,6%), (73,9%), t (37,7%) dan (50,7%). Dari
hasil klasifikasi diatas diperoleh bahwa Puskesmas Basuki Rahmat merupakan
lokasi yang memiliki jumlah terbanyak (4 dari 8) atau 50% dari kreteria faktor
risiko PJK (obesitas, riwayat keluarga, tidak berolahraga dan merokok). Hasil ini
perlu mendapatkan perhatian Dinas Kesehatan Kota Palembang pada Puskesmas
Basuki Rahmat yang berhubungan dengan faktor risiko PJK tersebut, karena 3
faktor risiko PJK tersebut (obesitas, tidak berolahraga dan merokok) merupakan

Universitas Sriwijaya
86

faktor risiko yang dapat diubah atau dikendalikan, sedangkan 1 faktor risiko
(riwayat keluarga) merupakan faktor risiko yang tidak dapat dikontrol atau diubah.
Faktor risiko PJK yang dimiliki semakin banyak oleh responden akan
berdampak meningkatkan risiko kejadian PJK, seperti dinyatakan oleh HMS
(2016b), WSDH (2013), Brook et al. (2018) dan Rajagopalan et al. (2018).
Sedangkan Pedersen and Saltin (2015), HMS (2016b) dan BHF (2016) menyatakan
bahwa latihan atau olahraga merupakan bagian dari pengobatan yang penting untuk
dilakukan (exercise is medicine).

Tabel 4.6. Hasil uji frekuensi faktor risiko pasien PJK di Pusksmas Kota Palembang
tahun 2017.
No. Variabel Kategori Frekuensi Persentase
0 (< 55 Tahun) 230 31,8
1 Umur
1 (>=55 Tahun) 494 68,2
0 (Pria) 394 54,4
2 Jenis Kelamin
1 (Wanita) 330 45,6
0 (Tidak) 69 9,5
3 Hipertensi
1 (Ya) 655 90,5
0 (Tidak) 488 67,4
4 Diabetes
1 (Ya) 236 32,6
0 (Tidak) 578 79,8
5 Obesitas
1 (Ya) 146 20,2
0 (Tidak) 488 67,4
6 Riwayat Keluaga
1 (Ya) 236 32,6
0 (Tidak) 612 84,5
7 Tidak Olahraga
1 (Ya) 112 15,5
0 (Tidak) 537 74,2
8 Merokok
1 (Ya) 187 25,8

Tabel 4.7. Hasil uji Kontigensi faktor risiko PJK di Puskesmas Kota Palembang.
Riwayat Tidak
Diabetes Umur Jenis K Hipertensi Obesitas
Keluarga Olahraga
Diabetes
Umur 0,095**
Jenis K 0,108** 0,055
Hipertensi 0,327** 0,011 0,052
Obesitas 0,185** 0,091* 0,031 0,013
Riwayat K 0,143** 0,012 0,120** 0,144** 0,034
Tidak Olah. 0,133** 0,003 0,008 0,022 0,006 0,037
Merokok 0,146** 0,043 0,462** 0,023 0,053 0,040 0,070
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Universitas Sriwijaya
87

Selanjutnya dilakukan analisis hubungan antar faktor risiko pasien PJK


menggunakan uji hubungan kontigensi, hasilnya disajikan pada tabel 4.7. Hasil uji
menunjukkan bahwa faktor risiko diabetes merupakan faktor yang berhubungan
secara signifikan (p<0,01) pada semua faktor risiko. Oleh karena itu, faktor risiko
diabetes dijadikan faktor variabel terikat (dependent) pada langkah analisis
selanjutnya.

Tabel 4.8. Hasil uji Chi-Square faktor risiko pada Pasien PJK dengan Diabetes di
Puskesmas Kota Palembang.
Diabetes(Y)
Faktor Risiko Tidak Ya Jumlah p
n % n % n %
Umur < 55 tahun 140 69,9 90 39,1 230 31,8
0,01
(X1) ≥ 55 tahun 348 70,4 146 29,6 494 68,2
Jenis Kelamin Pria 284 72,1 110 27,9 394 54,4
0,003
(X2) Wanita 204 61,8 126 38,2 330 45,6
Hipertensi Tidak 12 17,4 57 82,6 69 9,5
0,000
(X3) Ya 476 72,7 179 27,3 655 90,5
Obesitas Tidak 364 63,0 214 37,0 578 79,8
0,000
(X4) Ya 124 84,9 22 15,1 146 20,2
Riwayat Keluarga Tidak 306 62,7 128 37,3 488 67,4
0,000
(X5) Ya 182 77,1 54 22,9 236 32,6
Tidak Olahraga Tidak 396 64,7 216 35,3 612 84,5
0,000
(X6) Ya 92 82,1 20 17,9 112 15,5
Merokok Tidak 340 63,3 197 36,7 537 74,2
0,000
(X7) Ya 148 79,1 39 20,9 187 25,8
Jumlah 488 67,4 236 32,6 724 100,0

Memiliki diabetes adalah faktor risiko untuk terjadinya PK karena kadar


glukosa tinggi yang dapat merusak dinding arteri dan membuat penumpukan lemak
(plak) dan jika lemak ini terjadi di koroner arteri dapat menyebabkan PJK dan
serangan jantung (WSDH, 2013). Pendapat ini diperkuat oleh Leon and Maddox
(2015) bahwa komposisi plak mungkin berbeda pada penderita diabetes dan
berdampak pada risiko koroner, dimana jaringan koroner dari penderita diabetes
berisi sejumlah besar lemak yang kaya atheroma dan infiltrasi makrofag lebih kuat
yang dikaitkan dengan risiko lebih tinggi plak pecah (rupture) dan lebih sering
terjadinya trombosis koroner.
Kegiatan selanjutnya adalah dilakukan analisis khai kuadrat untuk
mengetahui signifikasi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel terikat adalah pasien PJK yang menderita diabetes, sedangkan variabel
bebas adalah umur, jenis kelamin, hipertensi, obesitas, riwayat keluarga dan

Universitas Sriwijaya
88

merokok. Hasil uji khai kuadrat disajikan pada tabel 4.8. Dari hasil uji khai kuadrat
diperoleh bahwa semua faktor risiko mempunyai nilai p dibawah 0,25. Sehingga
semua faktor risiko tersebut dimasukkan kedalam perhitungan uji statistik regresi
logistik biner ganda pada kegiatan selanjutnya untuk menentukan faktor risiko
dominan PJK (Dahlan, 2011).

4.4.2 Analisis Faktor Risiko Dominan di Puskesmas Kota Palembang


Dengan menggunakan metode proses pengolahan backward wald stepwise,
hasil lengkap ada di lampiran, sedangkan hasil akhir ditampilkan pada tabel 4.9.
Dari hasil uji regresi logistik pada step ketiga diperoleh bahwa nilai uji simultan
(Nagelkerke R2) adalah 0,341 atau model dapat menjelaskan 34,1% dari semua
faktor risiko, sedangkan sisanya sebanyak 65,9% disebabkan oleh faktor diluar
model, selanjutnya dari uji parsial pada semua variabel faktor risiko diketahui
memiliki nilai p yang siginifikan (p < 0,0001). Oleh karena itu, faktor risiko
Hipertensi, Obesitas, Riwayat Keluarga, Tidak Olahraga dan Merokok menjadi
variabel independen yang digunakan dalam model.

Tabel 4.9. Hasil uji regresi logistik biner ganda faktor risiko PJK di Puskesmas
Kota Palembang.
Model Summary
Step -2 Log likelihood Nagelkerke R2
3 711,151 0,341

Variabel Koefisien p OR OR (%) IK 95%


Hipertensi
(X3) 3,474 0,000 32,25 97,0 15,17 – 68,58
Obesitas
(X4) 1,774 0,000 5,90 85,5 3,29 – 10,57
Riwayat Keluarga
Step (X5) 1,470 0,000 4,35 81,3 2,75 – 6,88
3 Tidak Olahraga
(X6) 1,138 0,000 3,12 75,7 1,71 – 5,52
Merokok
(X7) 1,231 0,000 3,42 77,4 2,12 – 5,67
Constant -5,584 0,000 --- --- ---

Sehingga bentuk persamaan regresi logistik biner ganda yang dapat dibuat
adalah:
Y=Ln [P/(1-P)]= -5,584 + (3,474*X3)+(1,774*X4)+(1,470*X5)+(1,138*X6)+(1,231*X7)

Universitas Sriwijaya
89

4.4.2.1 Hipertensi (X3)


Hasil OR diperoleh nilai 32,25, maka data menjelaskan bahwa orang yang
berpenyakit hipertensi berpeluang 32 kali menderita diabetes dibanding yang tidak
hipertensi. Hasil ini diperkuat oleh Departemen Kesehatan Washington bahwa
orang-orang dengan hipertensi memiliki 2- 4 kali lebih besar risiko terjadi PJK
daripada mereka yang tidak memiliki hipertensi (WSDH, 2013).
Hipertensi, adalah faktor lain yang berperan untuk PK, termasuk gagal
jantung, stroke dan serangan jantung. Hasil studi Franklin and Wong (2013)
memakai Framingham Heart Study mendapatkan bukti bahwa DBP <70 mm Hg
dengan SBP 120 mmHg dikaitkan dengan risiko PK yang setara dengan
peningkatan tambahan sekitar 20 mmHg dalam SBP, sehingga semakin mendukung
bahwa kekakuan arteri besar sebagai faktor risiko PK pada orang tua. Tekanan
darah tinggi sering dikaitkan dengan kelebihan berat badan, fisik yang tidak aktif,
asupan tinggi garam atau alkohol atau riwayat keluarga, tetapi dalam beberapa
kasus mungkin ada alasan yang jelas. Perubahan gaya hidup dapat membantu untuk
mengurangi tekanan darah tinggi (WSDH, 2013 ).
Memiliki diabetes adalah faktor risiko untuk terjadinya PK karena kadar
glukosa tinggi yang dapat merusak dinding arteri dan membuat penumpukan plak
dan jika plak ini terjadi di koroner arteri dapat menyebabkan PJK. Sedangkan
hipertensi adalah tekanan darah diatas normal, untuk tekanan darah atas (sistolik)
adalah lebih besar dari 140 mmHg, sedangkan untuk tekanan darah bawah
(diastolik) adalah lebih besar dari 90 mmHg. Hanya salah satu dari dua ukuran
tekanan darah berada diatas normal memperbesar risiko serangan jantung dan PJK.
Terdapat hubungan erat antara diabetes dan hipertensi yang ditunjukkan oleh
proses patofisiologi sehingga dapat disimpulkan bahwa hipertensi dan diabetes
terkait dengan peningkatan risiko PJK. Epidemi diabetes tumbuh di negara maju
maupun berkembang. Diabetes dikenal berhubungan dengan hipertensi. Kehadiran
satu faktor risiko ini meningkatkan risiko yang lain. Terdapat hubungan erat antara
diabetes dan hipertensi yang ditunjukkan oleh proses patofisiologi sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipertensi dan diabetes terkait dengan peningkatan risiko PK
(Govindarajan et al., 2006; Plank et al., 2012).

Universitas Sriwijaya
90

Terdapat teknologi sederhana untuk memantau kesehatan jantung, melalui


diagnosa variabilitas denyut jantung (Heart Rate Variability) melalui ujung jari.
Huikuri et al. (1999) dan Huikuri and Makikallio (2001) telah membuktikan
kemampuan HRV dalam mendiagnosa penyakit jantung, khususnya PJK. Medicore
(2013) telah membuat alat HRV yang telah sesuai standar AHA.
4.4.2.2 Obesitas (X4)
Hasil OR diperoleh nilai 5,90, maka data mengatakan bahwa orang yang
mengalami obesitas berpeluang hampir 6 kali menderita diabetes dibanding yang
tidak obesitas.
Koopman et al. (2016) menyatakan bahwa obesitas berhubungan dengan
kejadian morbiditas dan mortalitas PJK. Sebuah studi tahun 2010 menunjukkan
bahwa lebih dari sepertiga dari PJK baru didiagnosis dikaitkan dengan obesitas.
Pada tahun 2011, 27% (±1%), orang dewasa di Washington memiliki indeks massa
tubuh yang menunjukkan obesitas (WSDH, 2013). Pendapat ini diperkuat oleh
departemen kesehatan Washington. Kelebihan berat badan ini dikaitkan dengan
peningkatan risiko risiko PJK antara pria dan wanita, baik sendiri maupun dalam
kombinasi dengan kondisi faktor risiko PJK (HMS, 2016a).
4.4.2.3 Riwayat Keluarga (X5)
Hasil OR diperoleh nilai 4,35, maka dapat dikatakan bahwa orang yang
mempunyai riwayat keluarga berpeluang 4 kali menngalami diabetes dibanding
yang tidak mempunyai riwayat keluarga.
Riwayat keluarga yang ada hipertensi, kolesterol tinggi dan diabetes tipe 2
juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang menjadi PJK. Riwayat keluarga
yang memiliki penyakit jantung tidak berarti tidak dapat menghindari PK, tapi
membuatnya lebih besar kemungkinannya. Melakukan gaya hidup sehat umumnya
direkomendasikan untuk membantu mengurangi risiko PK pada orang dengan
kecenderungan genetik untuk kondisi teresebut (HMS, 2016a).
Ada unsur genetik untuk penyakit kardiovaskular, berarti kondisi riwayat
keluarga dianggap menjadi faktor risiko. Hal ini terjadi jika ayah atau saudara
seseorang menderita PK sebelum usia 55, atau ibu atau kakak mereka terjadi
sebelum usia 65. Pendapat ini diperkuat oleh peneliti lain bahwa riwayat keluarga
yang memiliki PJK adalah faktor risiko untuk PJK, khususnya jika ayah atau

Universitas Sriwijaya
91

saudara didiagnosis sebelum usia 55, atau seorang ibu atau saudara terdiagnosa
sebelum usia 65 (Torpy et al., 2009; HMS, 2016a).
Sisti et al. (2017) menyatakan terdapat hubungan positif yang signifikan
antara kolesterol yang berbeda (TC, LDL dan HDL) dengan faktor-faktor risiko
PJK (riwayat keluarga, IMT, diet dan olahraga).
4.4.2.4 Tidak Olahraga (X6)
Hasil OR diperoleh nilai 3,12, maka dapat dikatakan bahwa orang yang tidak
melakukan olahraga (tidak aktifitas fisik) berpeluang 3 kali mengalami diabetes
dibanding yang berolahraga. Orang yang berolahraga dapat menurunkan
kemungkinan untuk terkena PJK dengan diabetes.
Pasien dengan angina tidak stabil, tidak memenuhi syarat untuk olahraga
kompetitif atau aktivitas fisik biasa lainnya. Begitu juga pasien dengan stabil
angina, ischemia atau pasca PCI/CABG dan latihan dengan kemungkinan tinggi
untuk dapat memicu PJK tidak memenuhi syarat untuk jenis olahraga kompetitif.
Olahraga rekreasional juga dibatasi untuk pasien pasca MI dengan risiko tinggi
terjadinya PK, harus selalu didorong mengisi waktu senggang untuk aktivitas fisik
(WSDH, 2013; Anderson et al., 2016; HMS, 2018a.).
Pedersen and Saltin (2015) menyatakan bahwa olahraga terbukti beberapa
kasus terapi dengan olahraga sama efektifnya dengan perawatan medis dan dalam
situasi khusus lebih efektif atau menambah efeknya pada kesehatan. Fisik tidak
aktif adalah faktor penting risiko untuk PK, karena tidak berolahraga secara teratur
meningkatkan kemungkinan orang untuk kelebihan berat badan, memiliki tekanan
darah tinggi dan kondisi lain yang membuat lebih mungkin untuk terkena PK.
Untuk mendapatkan manfaat kesehatan yang besar, disarankan orang dewasa
lakukan setidaknya 150 menit untuk olahraga per minggu. Dua kali kemungkinan
untuk mengalami PJK pada orang yang secara fisik tidak aktif daripada orang yang
aktif. Kurangnya aktivitas fisik yang cukup pada intensitas sedang sebagai faktor
risiko untuk terjadinya PJK, seperti juga kolesterol, tekanan darah tinggi atau
merokok (Boras et al., 2002).
Pernyataan ini diperkuat oleh Eijsvogels and Maessen (2017) bahwa
intensitas kuat olahraga dikaitkan dengan risiko kematian terendah. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien mendapat manfaat paling banyak dari jenis latihan ini.

Universitas Sriwijaya
92

Wawasan baru ini memberi tahu tentang intensitas olahraga yang efektif untuk
pencegahan sekunder. Walaupun demikian, pasien dan dokter harus ingat bahwa
sedikit olahraga itu baik, lebih banyak lebih baik, dan paling banyak adalah yang
terbaik. Menurut HMS (2016c; 2018a) latihan pernafasan sebagai olahraga ringan,
seperti yoga dan taichi dapat meningkatkan kesehatan, sedangkan HMS (2018b)
memberikan bentuk latihan khusus untuk jantung. Selanjutnya HMS (2016b)
menyatakan latigan yoga dan taichi dapat menurunkan tingkat stres sebagai salah
satu faktor risiko PJK.
4.4.2.5 Merokok (X7)
Hasil OR diperoleh nilai 3,42, maka data menjelaskan bahwa orang yang
merokok berpeluang mengalami 3 kali diabetes dibanding yang tidak merokok.
Berhenti merokok memberikan manfaat, terjadi tidak peduli berapa lama atau
berapa banyak telah merokok, dimana risiko penyakit jantung yang terkait dengan
rokok mulai menurun segera setelah berhenti merokok, dan terus menurun risiko
dari waktu ke waktu (HMS, 2016a). Merokok tembakau secara signifikan
meningkatkan kemungkinan terkena PJK. Merokok dapat merusak dan
menyempitkan arteri, lebih mungkin membuat angina pektoris dan serangan
jantung. Angina pektoris adalah suatu kondisi yang ditandai dengan rasa sakit atau
ketidaknyamanan di tengah dada, disebabkan oleh otot jantung yang tidak
mendapatkan darah yang cukup. Nikotin juga membuat jantung berdetak lebih
cepat dan meningkatkan tekanan darah, berarti jantung harus bekerja lebih keras
untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Semakin tinggi jumlah rokok yang
digunakan dapat semakin besar risiko serangan jantung. Segera setelah berhenti
merokok, manfaat kesehatan seperti meningkatnya sirkulasi dan sistem kekebalan
tubuh. Dokter dan profesional kesehatan lainnya dapat menawarkan saran
mengenai cara untuk berhenti merokok (Boras et al., 2002).

4.5 Model Konseptual Partikulat Ambien PM2.5 dan PJK


Dari hasil 3 tahapan penelitian diperoleh bahwa partikulat ambien tidak
menyebabkan PJK, tetapi oleh faktor lain (hipertensi dan diabetes), walaupun
banyak hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan partikulat dengan PJK,
khususnya PM2.5. Paparan elemen partikulat TSP yang tertinggi adalah Silika (Si)

Universitas Sriwijaya
93

yang dapat bersumber dari proses Cor Jalan dan Jembatan, dan Konstruksi Gedung.
Oleh karena itu, diperlukan penebalan Aspal pada Jalan Cor untuk meminimalkan
paparan silika. Terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan PJK, baik
faktor yang dapat dikontrol (hipertensi, diabetes, obesitas, kurang olahraga dan
merokok) maupun yang tidak dapat dikontrol (riwayat keluarga). Faktor risiko yang
dapat dikontrol dengan pengaruhnya yang kuat adalah hipertensi pada pasien PJK
dengan diabetes. Sehingga faktor risiko diabetes dan hipertensi perlu lebih
diperhatikan dalam pengendalian pada PJK.
Direkomendasikan bagi para pejabat yang berkaitan dengan lingkungan untuk
dapat memantau secara kontinyu dan mengendalikan polutan ambien lebih baik
dengan penambahan ruang terbuka hijau dengan pepohonan yang dapat
memperlambat pergerakan partikulat dan menangkap partikulat di daun pohon
tersebut. Sedangkan rekomendasi bagi pejabat dibidang Jalan untuk meningkatkan
ketebalan aspal untuk mengurangi paparan silika. Rekomendasi untuk bidang
kesehatan untuk mensosialisasi dan menggalakkan olahraga, dimana olahraga
terbukti beberapa kasus terapi dengan olahraga sama efektifnya dengan perawatan
medis dan dalam situasi khusus lebih efektif atau menambah efeknya pada
kesehatan, seperti senam pernafasan yang mempunyai efek meditasi untuk
menurunkan risiko PJK yang kuat hubungannya (hipertensi dan diabetes).

Polutan Ambien Partikulat Penyakit Jantung Koroner


PM2.5

Ruang
Terbuka Faktor Risiko PJK Dominan Kualitas
Hijau (Hipertensi dan Diabetes) Hidup

Jalan Cor Puskesmas


Penebalan Aspal Olahraga
(Senam Pernafasan)

Dinas Dinas Dinas


Lingkungan Hidup Pekerjaan Umum Kesehatan
Kota Palembang Kota Palembang Kota Palembang

Gambar 4.12. Model Konseptual Lingkungan tentang Partikulat terhadap PJK.

Universitas Sriwijaya
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab 4 sebelumnya,
diperoleh beberapa simpulan, yaitu:
a. Terdapat korelasi yang sangat lemah dan tidak signifikan antara konsentrasi
partikulat PM2.5 dengan temperatur (r=-0,059;p>0,05) dan kelembaban nisbi
dan (r=0,058;p>0,05) di Puskesmas Kota Palembang.
b. Terdapat korelasi yang lemah dan tidak signifikan antara konsentrasi partikulat
PM2.5 dengan PJK (r=-0,181;p>0,05) di Puskesmas Kota Palembang.
Lemahnya korelasi dapat disebabkan oleh paparan PM2.5 masih dibawah nilai
ambang batas yang ditetapkan oleh WHO (25µg/m3) dan jumlah pasien yang
berkunjung ke puskesmas hanya sedikit diatas 50 orang (hanya 7 puskesmas
atau 17,9%), hanya 15 puskesmas yang terdapat pasien dalan jumlah kecil
(dibawah 50 orang) atau 38,5% dan 17 puskesmas tidak ada sama sekali
(43,6%). Disimpulkan bahwa PJK disebabkan bukan oleh PM2.5, tetapi oleh
faktor lain (hipertensi, diabetes dan tidak olahraga).
c. Komposisi elemen logam partikulat TSP adalah sebanyak 9 jenis elemen atau
unsur logam, persentase terbesar sampai terkecil adalah elemen Si, Na, Al, Fe,
K, Ca, Mg, Ba dan Zn di Puskesmas Kota Palembang. Persentase terbesar
adalah logam silika (Si) sebanyak 28,7%, yang dapat membentuk senyawa
silika dioksida (SiO2) yang berbentuk kristal. Partikel silika, khususnya
berukuran nano dapat menyebabkan PJK melalui mekanisme inflamasi yang
disebabkan oleh aktivasi platelet yang beredar oleh pengendapan partikel yang
meningkatkan plak sehingga terjadi aterosklerosis di pembuluh darah arteri
pada jantung. Bila area plak terpecah (rupture) dapat menyebabkan bekuan
darah terbentuk (thrombosis) pada permukaan plak di endothelial yang dapat
memblokir aliran darah kaya oksigen yang menuju bagian dari otot arteri
jantung sehingga aliran darah diblokir ke otot jantung yang menyebabkan
serangan jantung.

94 Universitas Sriwijaya
95

d. Faktor risiko dominan PJK yang menderita Diabetes adalah Hipertensi, dengan
risiko 32 kali tejadinya hipertensi dibanding yang tidak hipertensi. Memiliki
diabetes adalah faktor risiko untuk terjadinya PK karena kadar glukosa tinggi
yang dapat merusak dinding arteri dan membuat penumpukan plak dan jika plak
ini terjadi di koroner arteri dapat menyebabkan PJK. Sedangkan hipertensi
adalah tekanan darah diatas normal, untuk tekanan darah atas (sistolik) adalah
lebih besar dari 140 mmHg, sedangkan untuk tekanan darah bawah (diastolik)
adalah lebih besar dari 90 mmHg. Hanya salah satu dari dua ukuran tekanan
darah berada diatas normal memperbesar risiko serangan jantung dan PJK.
Terdapat hubungan erat antara diabetes dan hipertensi yang ditunjukkan oleh
proses patofisiologi sehingga dapat disimpulkan bahwa hipertensi dan diabetes
terkait dengan peningkatan risiko PJK.

5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
a. Diperlukan pengukuran kontinyu dalam pemantauan polutan udara di Kota
Palembang, khususnya partikulat PM2.5.
b. Diperlukan penambahan ruang terbuka hijau untuk meminimalkan pergerakan
polutan udara di Kota Palembang, khususnya partikulat.
c. Diperlukan pengukuran sederhana dan mudah untuk mendeteksi awal penyakit
jantung, misalnya pengukuran variasi denyut jantung (Heart Rate Variability).
d. Diperlukan upaya sosialisasi lebih gencar pada masyarakat untuk melakukan
olahraga, khususnya senam pernafasan.
e. Diperlukan pemeriksaan darah pasien yang mengalami PJK untuk mengetahui
kandungan logam silika pada tubuhnya.
f. Diperlukan pelapisan aspal lebih tebal pada jalan cor untuk meminimasi polutan
silika di jalan.

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Adams, K., Greenbaum, D.S., Shaikh,R. van Erp, A.M. and Russell, A.G. 2015.
Particulate matter components, sources, and health: Systematic approaches to
testing effects. Journal of the Air & Waste Management Association,
65(5):544–558.
Agresti, A., 2002. Categorical Data Analysis. New York: John Wiley & Sons.
Amato, F., Pandolfia, M., Morenoa, T., Furgerb, M., Peya, J., Alastueya, A., N.
Bukowieckib, A., Querola, X, et al., 2011. Sources and variability of
inhalable road dust particles in three European cities. Atmospheric
Environment. 45: 6777-6787.
Amato, F., Favez, O., Pandolfi, M., Alastuey, A., Querol, X., Moukhtar, S., Sciare,
J., et al., 2016. Traffic induced particle resuspension in Paris: emission factors
and source contributions. Atmospheric Environment. S1352-2310(16)30030-
9
Amato, F., Bedogni, M., Padoan, E., Queroll, X., Ealo, M., Rivas, I., 2017.
Characterization of Road Dust Emissions in Milan: Impact of Vehicle Fleet
Speed. Aerosol and Air Quality Research. 17: 2438–2449.
Anderson, L., Oldridge, N., Thompson, D.R., Zwisler, A-D., Rees, K., Martin, N.,
et al., 2016. Exercise-Based Cardiac Rehabilitation for Coronary Heart
Disease. Cochrane Systematic Review and Meta-Analysis. Journal of The
American College of Cardiology. 67(1):1–12.
Araujo, I.P.S., Costa, D.B. and de Moraes, R.J.B., 2014. Identification and
Characterization of Particulate Matter Concentrations at Construction
Jobsites. Sustainability. 6:7666-7688.
ATSDR, 2017. Toxicological Profile for Silica. Agency for Toxic Substances and
Disease Registry. Division of Toxicology and Human Health Sciences.
Environmental Toxicology Branch. Atlanta: U.S. Department of Health and
Human Services.
BHF, 2014. Atherosclerosis- your quick guide. London: British Heart Foundation.
BMKG, 2019a. Buletin BMKG bulan Maret 2019 . Stasiun Klimatologi Kelas I
Palembang. P a l e m b a n g : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
BMKG, 2019b. Buletin BMKG bulan April 2019 . Stasiun Klimatologi Kelas I
Palembang. P a l e m b a n g : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
BPS Indonesia, 2018. Statistik Indonesia 2018. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2018. Provinsi Sumatera Selatan Dalam Angka
2018. Palembang: Badan Pusat Statistik.
BPS Kota Palembang, 2018. Palembang Dalam Angka 2018. Palembang: Badan
Pusat Statistik.
Boras, J., Pavliæ-Renar, I., Car, N. and Metelko, Z., 2002. Diabetes and Coronary
Heart Disease. Endocrinology and Metabolic Diseases. 31(4):199-208.
Brook, R.D., Franklin, B., Cascio, W., Hong, Y., Howard, G., Lipsett, M., et al.,
2004. Air pollution and cardiovascular disease: a statement for healthcare
professionals from the Expert Panel on Population and Prevention Science of
the American Heart Association. Circulation. 109:2655–2671.
Brook, R.D., 2008. Cardiovascular effects of air pollution. Clin Sci (Lond).
115:175–187.

96 Universitas Sriwijaya
97

Brook, R.D., Urch, B., Dvonch, J.T., Bard, R.L., Speck, M., Keeler, G., et al., 2009.
Insights Into the Mechanisms and Mediators of the Effects of Air Pollution
Exposure on Blood Pressure and Vascular Function in Healthy Humans.
Hypertension. 54:659-667.
Brook, R.D., Rajagopalan, S., Pope, C.A., Brook, J.R., Bhatnagar, A., Diez-Roux,
A.V., et al., 2010. Particulate Matter Air Pollution and Cardiovascular
Disease. An Update to the Scientific Statement From the American Heart
Association. Circulation. 121:2331-2378.
Brook, R.D., Appel, L.J., Rubenfire, M., Ogedegbe, G., Bisognano, J.D., Elliott,
W.J., et el., 2013. Beyond Medications and Diet: Alternative Approaches to
Lowering Blood Pressure. An Update to the Scientific Statement From the
American Heart Association. Hypertension. 61:1-24.
Brook, R.D., Newby, D.E. and Rajagopalan, S., 2018. Air Pollution and
Cardiometabolic Disease: An Update and Call for Clinical Trials. American
Journal of Hypertension. 31(1): 10pp.
Brunekreef, B., 2010. Air Pollution and Human Health : From Local to Global
Issues. Procedia Social and Behavioral Sciences, 41, 6661–6669.
Buckley, M.L. and Ramji, D.P., 2015. The influence of dysfunctional signaling and
lipid homeostasis in mediating the inflammatory responses during
atherosclerosis. Biochimica et Biophysica Acta. 1852:1498–1510.
Byeon, S.H., Willis, R. and Peters, T.M., 2015. Chemical Characterization of
Outdoor and Subway Fine (PM2.5–1.0) and Coarse (PM10–2.5) Particulate Matter
in Seoul (Korea) by Computer-Controlled Scanning Electron Microscopy
(CCSEM). Int. J. Environ. Res. Public Health. 12:2090-2104.
Celermajer, D.S., Chow, C.K., Marijon, E.,_ Anstey, N.M., and Woo, K.S., 2012.
Cardiovascular Disease in the Developing World: Prevalences, Patterns, and
the Potential of Early Disease Detection. J Am Coll Cardiol. 60:1207–16.
Chan, J.Y.W., Tsui, J.C.C., Law, P.T.W., So, W.K.W., Leung, D.Y.P., Sham,
M.M.K., et al., 2018. Regulation of TLR4 in silica-induced inflammation: An
underlying mechanism of silicosis. Int. J. Med. Sci. 15(10):986-991.
Chaparro, M.A.E., Marie, D.C., Gogorza, C.S.G., Navas, A. and Sinito, A.M.,
2010. Magnetic Studies and Scanning Electron Microscopy - X-Ray Energy
Dispersive Spectroscopy Analyses of Road Sediments, Soils and Vehicle-
Derived Emissions. Stud. Geophys. Geod. 54:633−650.
Chen, L., Wu, L-Y. and Yang, W-X., 2018.Nanoparticles induce apoptosis via
mediating diverse cellular pathways. Nanomedicine (Lond.). 10.2217/nnm-
2018-0167.
Cheng, H., Li, M., Zhao, C., Li, K., Peng, M., Qin, A., et al., 2014. Overview of
trace metals in the urban soil of 31 metropolises in China. Journal of
Geochemical Exploration. 39:31–52.
Chirino, Y.I., Sánchez-Pérez, Y., Osornio-Vargas, A.R., Rosas, I. and García-
Cuellar, C.M., 2015. Sampling and composition of airborne particulate matter
(PM10) from two locations of Mexico City. Data in Brief. 4:353–356.
COMEAP, 2006. Cardiovascular Disease and Air Pollution: A Report by the
Committee on the Medical Effects of Air Pollutant’s Cardiovascular Sub-
Group. Committee on the Medical Effects of Air Pollutants. London, UK:
Department of Health, National Health Service.

Universitas Sriwijaya
98

COMEAP, 2017. The Effects of Long-Term Exposure to Ambient Air Pollution


onCardiovascular Morbidity: Mechanistic Evidence. Committee on the
Medical Effects of Air Pollutants. London, UK: Department of Health,
National Health Service.
Corbitt, R.A. 2004. Standard Handbook of Environmental Engineering. Second
Edition. New York: McGraw-Hill.
Corvalan, C., Briggs, D. and Zielhuis, G. 2000. Decision-Making in Environmental
Health. From Evidence to Action. New York: Taylor & Francis.
Cosselman, K.E., Navas-Acien, A., and Kaufman, J.D., 2015. Environmental
factors in cardiovascular disease. Nature Cardiology Review. Advance Online
Publication. 16 pp.
Crea, F. and Libby, P., 2017. Acute Coronary Syndromes: The Way Forward From
Mechanisms to Precision Treatment. Circulation. 136:1155–1166.
Dabass, A., Talbott, E.O., Venkat, A., Rager, J., Marsh, G.M., Sharma, R.K., et al.,
2015. Association of exposure to particulate matter (PM2.5) air pollution
andbiomarkers of cardiovascular disease risk in adult NHANESparticipants
(2001–2008). Article in Press. Int. J. Hyg. Environ. Health. xxx:xxx–xxx.
Dabass, A., Talbott, E.O., Rager, J.R., Marsh, G.M., Venkat. A., Holguin, F., et al.,
2018. Systemic inflammatory markers associated with cardiovascular disease
and acute and chronic exposure to fine particulate matter air pollution (PM2.5)
among US NHANES adults with metabolic syndrome. Environmental
Research. 161:485–491.
Dahlan, M.S., 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Dehbi, H.M., Blangiardo, M., Gulliver, J., Fecht, D., de Hoogh, K., Al-Kanaani,
Z., et al., 2017. Air pollution and cardiovascular mortality with over 25 years
follow-up: A combined analysis of two British cohorts. Environ Int. 99: 275–
281.
Dinas Kesehatan Kota Palembang, 2018. Profil Dinas Kesehatan Kota Palembang
Tahun 2017. Palembang: Dinas Kesehatan Kota Palembang.
Dominici, F., Peng, R.D., Bell, M.L., Pham, L., McDermott, A., Zeger, S.L., et al.,
2006. Fine particulate air pollution and hospital admission for cardiovascular
and respiratory diseases. JAMA. 295:1127–1134.
Du, Z., Chen, S., Cui, G., Yang, Y., Zhang, E., Wang, Q., Lavin, M., et al., 2019.
Silica nanoparticles induce cardiomyocyte apoptosis via the mitochondrial
pathway in rats following intratracheal instillation. International Journal of
Molecular Medicine. 43:1229-1240.
Duan, J., Yu, Y., Li, Y., Li, Y., Liu, H., Jing, L., et al., 2015. Low-dose exposure
of silica nanoparticles induces cardiac dysfunction via neutrophil-mediated
inflammation and cardiac contraction in zebrafish embryos. Nanotoxicology,
Early Online: 1–11.
Duan, J., Yu, Y., Li, Y., Wang, Y., and Sun, Z., 2016. Inflammatory response and
blood hypercoagulable state induced by low level co-exposure with silica
nanoparticles and benzo[a]pyrene in zebrafish (Danio rerio) embryos.
Chemosphere. 151:152-162.
Duan, J., Liang, S., Yu, Y., Li, Y., Wang, L., Wu, Z., et al., 2018. Inflammation–
coagulation response and thrombotic effects induced by silica nanoparticles
in zebrafish embryos. Nanotoxicology. 12(5):470–484.

Universitas Sriwijaya
99

Duffin, R., Tran,L., Brown,D., Stone,V., Donaldson, K., 2007. Proinflammogenic


effects of low-toxicity and metal nanoparticles in vivo and in vitro:
highlighting the role of particle surface area and surface reactivity. Inhal.
Toxicol. 19, 849-856.
Egan, B.M., Li, J., Qanungo, S. and Wolfman, T.E., 2013. Blood Pressure and
Cholesterol Control in Hypertensive Hypercholesterolemic Patients. National
Health and Nutrition Examination Surveys 1988–2010. Circulation. 128:29-
41.
Eijsvogels and Maessen, M.F.H., 2017. Exercise for Coronary Heart Disease
Patients: Little Is Good, More Is Better, Vigorous Is Best. JACC. 70(14): 701
– 703.
Fiolet, A.T.L, Nidorf, S.M., Mosterd, A., and Cornel, J.H., 2019. Colchicine in
Stable Coronary Artery Disease. Clinical Therapeutics. 41(1):30-40.
Fossati, S., Baccarelli, A., Zanobetti, A., Hoxha, M., Vokonas, P.S., Wright, R.O.,
and Schwartz, J., 2014. Ambient particulate air pollution and microRNAs in
elderly men. Epidemiology. 25(1): 68–78.
Franchini, M., Guida, A., Tufano, A. and Coppola A., 2012. Air pollution, vascular
disease and thrombosis: linking clinical data and pathogenic mechanisms.
Journal of Thrombosis and Haemostasis. 10: 2438–2451.
Franklin, M., Zeka, A. and Schwartz, J., 2007. Association between PM2.5 and all-
cause and specific-cause mortality in 27 US communities. Journal of
Exposure Science and Environmental Epidemiology. 17:279–287.
Franklin, S.S. and Wong, N.D., 2013. Hypertension and Cardiovascular Disease:
Contributions of the Framingham Heart Study. Global Heart. 8(1):49-57.
Freire, J., Ajona, D., de Biurrun, G., Agorreta, J., Segura, V., Guruceaga, E., et al.,
2013. Silica-induced Chronic Inflammation Promotes Lung Carcinogenesis
in the Context of an Immunosuppressive Microenvironment. Neopasia.
15(8):913–924.
Freitas, M.C., Pacheco, A.M.G., Verburg, T.G. and Wolterbeek, H.T., 2010.
Effect of particulate matter, atmospheric gases, temperature, and humidity on
respiratory and circulatory diseases’ trends in Lisbon, Portugal. Environ
Monit Assess. 162:113–121.
Furuyama, A., Kanno, S., Kobayashi, T., and Hirano, S., 2009. Extrapulmonary
translocation of intratracheally instilled fine and ultrafine particles via direct
and alveolar macrophage-associated routes. Arch Toxicol. 83:429–437.
Gersh, B.J., Sliwa, K., Mayosi, B.M., and Yusuf, S., 2010. The epidemic of
cardiovascular disease in the developing world: global implications.
European Heart Journal. 31: 642–648.
Giri, D., Murthy, V. K. and Adhikary, P.R., 2008. The Influence of Meteorological
Conditions on PM10 Concentrations in Kathmandu Valley. Int. J. Environ.
Res. 2(1): 49-60.
Govindarajan, G., Sowers, J.R. and Stump, C.S., 2006. Hypertension and Diabetes
Mellitus. European Cardiovascular Disease. 7 pages.
Guerrero-Beltran, C.E, Bernal-Ramírez, J., Lozano, O., Oropeza-Almazan, Y.,
Castillo, E.C., Garza, J.R., Garcia, N., Vela, J., et al., 2017. Silica
nanoparticles induce cardiotoxicity interfering with energetic status and Ca2
handling in adult rat cardiomyocytes. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 312:
H645–H661.

Universitas Sriwijaya
100

Guo, C., Ma, R., Liu, X., Chen, T., Li, Y., Yu, Y., et al., 2018. Silica nanoparticles
promote oxLDL-induced macrophage lipid accumulation and apoptosis via
endoplasmic reticulum stress signaling. Science of the Total Environment.
631–632:570–579.
Gus, I., Fischmann, A. and Medina, C., 2002. Prevalence of Risk Factors for
Coronary Artery Disease in the Brazilian State of Rio Grande do Sul. Arq
Bras Cardiol. 78(5):484-90.
Hadjimitsis, D., 2013. Remote Sensing of Environment: Integrated Approaches.
Crosia: Open Intech.
Hajar, R., 2017. Risk Factors for Coronary Artery Disease: Historical Perspectives.
Heart Views.18:109-14.
HEI, 2013. Understanding the Health Effects of Ambient Ultrafine Particles.
Boston: Health Effects Institute.
HMS, 2016a. Diseases of the Heart - Special Health Report. Harvard Medical
School. Harvard Health Publications. Boston: Harvard University.
HMS, 2016b. Stress Management - Special Health Report. Harvard Medical
School. Harvard Health Publications. Boston: Harvard University.
HMS, 2016c. An Introduction to Yoga - Special Health Report. Harvard Medical
School. Harvard Health Publications. Boston: Harvard University.
HMS, 2018a. An Introduction to Tai Chi - Special Health Report. Harvard Medical
School. Harvard Health Publications. Boston: Harvard University.
HMS, 2018b. Cardio Exercise - Special Health Report. Harvard Medical School. Harvard
Health Publications. Boston: Harvard University.
Hoffmann, B., Moebus, S., Stang, A., Beck, E-B., Dragano, N., Stephan
Mohlenkamp, S., et al., 2006. Residence close to high traffic and prevalence
of coronary heart disease. European Heart Journal. 278:7 pp.
Hosmer, D.W, Lemeshow, S. and Sturdivant, R.X., 2013. Applied Logistic
Regression. New Jersey: John Wiley & Sons.
Hu, M., Liu, S., Wu, Z.J., Zhang, J., Zhao, Y.L., Wehner, B, et al., 2006. Effects of
high temperature, high relative humidity and rain process on particle size
distributions in the summer of Beijing. Huan Jing Ke Xue. 27(11):2293-8.
Huang, F., Luo, Y., Guo, Y., Tao, L., Xu, Q., Wang, C., et al., 2016. Particulate
Matter and Hospital Admissions for Stroke in Beijing, China: Modification
Effects by Ambient Temperature. J Am Heart Assoc. 16(5):e003437.
Huikuri, H.V., Jokinen, V., Syvanne, M., Nieminen, M.S., Airaksinen, K.E.J.,
Markku J. Ikaheimo, M.J., et al., 1999. Heart Rate Variability and
Progression of Coronary Atherosclerosis. Arterioscler Thromb Vasc Biol.
19:1979-1985.
Huikuri, H.V. and Makikallio, T.H., 2001. Heart rate variability in ischemic heart
disease. Autonomic Neuroscience: Basic and Clinical. 90:95–101
IOSH. 2015. Respirable Crystalline Silica: The Facts. Leicestershire-UK:
Institution of Occupational Safety and Health.
Jaffer, F.A., Libby, P. and Ralph Weissleder, R., 2006. Molecular and Cellular
Imaging of Atherosclerosis. J Am Coll Cardiol. 47:1328 –1338.
Jandacka, D., Durcanska, D. and Bujdos, M., 2017. The contribution of road traffic
to particulate matter and metals in air pollution in the vicinity of an urban
road. Transportation Research Part D. 50:397–408.

Universitas Sriwijaya
101

Jamkhande, P.G., Chandak, P.G., Dhawale, S.C., Barde, S.R., Tidke, P.S., et al.,
2014. Therapeutic approaches to drug targets in atherosclerosis. Saudi
Pharmaceutical Journal. 22:179–190.
Jeon, Y-M. and Lee, M-Y., 2016. Airborne nanoparticles (PM0.1) induce autophagic
cell death of human neuronal cells. J. Appl. Toxicol. 11 pages.
Jerrett, M., Burnett, R.T., Ma, R., Pope, C.A., Krewski, D., Newbold, K.B., et al.,
2005. Spatial analysis of air pollution and mortality in Los Angeles.
Epidemiology. 16:727–736.
Kampa, M. and Castanas, E., 2008. Human health effects of air pollution.
Environmental Pollution. 151:362-367.
Katsouyanni, K., Touloumi, G., Samolu, E., Petasakis, Y., Analitis, A., Le Tertre,
A., et al., 2003. Sensitivity analysis of various models of short-term effects
of ambient particles on total mortality in 29 cities in APHEA2. In: Revised
Analyses of Time-Series of Air Pollution and Health. Boston, Mass: Health
Effects Institute.
Katsuki, S., Matoba, T., Koga, J., Nakano, K. and Egashira, K., 2017. Anti-
inflammatory Nanomedicine for Cardiovascular Disease. Frontiers in
Cardiovascular Medicine. 4(87):13 pp.
Kaufman, J.D., Adar, S.D., Barr, R.G., Budoff, M., Burke. G.L., Curl, C.L., et al.,
2016. Association between air pollution and coronary artery calcification
within six metropolitan areas in the USA (the Multi-Ethnic Study of
Atherosclerosis and Air Pollution): a longitudinal cohort study. Lancet.
388(10045):696-704.
Ke, C., Gupta, R., Xavier, D., Prabhakaran, D., Mathur, P., Kalkonde, Y.V., et al.,
2018. Divergent trends in ischaemic heart disease and stroke mortality in
India from 2000 to 2015: a nationally representative mortality study. Lancet
Glob Health. 6: e914–23
Kementerian Kesehatan RI., 2014. Situasi Kesehatan Jantung. Pusat Data dan
Informasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Khodeir, M., Shamy, M., Alghamdi, M., Zhong, M., Sun, H., Costa, M.,et al., 2012.
Source apportionment and elemental composition of PM2.5 and PM10 in
Jeddah City, Saudi Arabia. Atmospheric Pollution Research. 3:331-340.
KMK no. 1407, 2002. Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
KMK No. 854, 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Koopman, C., Vaartjes, I., Blokstra, A., Verschuren, W.M.M., Visser, M., Deeg,
D.J.H., et al., 2016. Trends in risk factors for coronary heart disease in the
Netherlands. BMC Public Health.16(835):8 pp.
Krewski, D. 2009. Extended Analysis of the American Cancer Society Study of
Particulate Air Pollution and Mortality. Ottawa: Health Effects Institute.
Lanas, F., Seron, P. and Lanas, A., 2013. Coronary Heart Disease and Risk Factors
in Latin America. Global Heart. 8(4): 341-348.
Lee, K., Lee, J., Kwak, M., Cho, Y-L., Hwang, B., Cho, M.J., et al., 2019. Two
distinct cellular pathways leading to endothelial cell cytotoxicity by silica
nanoparticle size. J Nanobiotechnol.17(24):14pp.

Universitas Sriwijaya
102

Leon, B.M. and Maddox, T.M., 2015. Diabetes and cardiovascular disease:
Epidemiology, biological mechanisms, treatment recommendations and
future research. World J Diabetes. 6(13): 1246-1258.
Liang, J., 2013. Chemical Modeling for Air Resources: Fundamentals,
Applications, and Coloborative Analysis. Zhejiang: Zhejiang University
Press.
Libby, P., 2002. Inflammation in atherosclerosis. Nature. 420:868-974.
Libby, P. and Theroux, P., 2005. Pathophysiology of Coronary Artery Disease.
Circulation. 2005;111:3481-3488.
Libby, P., 2006. Inflammation and cardiovascular disease mechanisms. Am J Clin
Nutr. 83(suppl):456S– 460S.
Libby, P. and Ridker, P.M., 2006. Inflammation and Atherothrombosis: From
Population Biology and Bench Research to Clinical Practice. Am Coll
Cardiol. 48:A33– 46.
Libby, P., Ridker, P.M. and Hansson, G.K., 2009. Inflammation in Atherosclerosis:
From Pathophysiology to Practice. Am Coll Cardiol. 54:2129–2138.
Libby, P., Okamoto, Y., Rocha, Z. and Folco, E., 2010. Inflammation in
Atherosclerosis: Transition From Theory to Practice. Circ J. 74:213-220.
Libby, P., 2012. Inflammation in Atherosclerosis. Arterioscler Thromb Vasc Biol.
32:2045-2051.
Libby, P., 2015. ALX-chemy: adding spice to the inflammatory soup of
atherosclerosis. Cardiovascular Research. 105:3–5.
Libby, P., 2017. Interleukin-1 Beta as a Target for Atherosclerosis Therapy:
Biological Basis of CANTOS and Beyond. J Am Coll Cardiol. 70(18):2278–
89.
Libby, P. and Ebert, B.L., 2018. CHIP (Clonal Hematopoiesis of Indeterminate
Potential) Potent and Newly Recognized Contributor to Cardiovascular Risk.
Circulation. 38:666–668.
Libby, P., Loscalzo, J., Ridker, P.M., Farkouh, M.E., Hsue, P.Y., Fuster, V., et al.,
2018. Inflammation, Immunity, and Infection in Atherothrombosis. J Am Coll
Cardiol. 72(17):2071–81.
Lippmann, M., 2007. Semi-continuous speciation analyses for ambient air
particulate matter: An urgent need for health effects studies. Journal of
Exposure Science and Environmental Epidemiology. 19:235–247.
Lippmann, M.., Chen, L.C., Gordon, T., Ito, K., Thurston, G.D., 2013. National
Particle Component Toxicity (NPACT) Initiative: integrated epidemiologic
and toxicologic studies of the health effects of particulate matter components.
Res Rep Health Eff Inst. 177:5-13.
Lippman, M., 2014. Toxicological and epidemiological studies of cardiovascular
effects of ambient air fine particulate matter (PM2.5) and its chemical
components: coherence and public health implications. Crit Rev
Toxicol. 44(4):299-347.
Liu, Y., Steenland, K., Rong, Y., Hnizdo, E., Huang, X., Zhang, H., et al., 2013.
Exposure-Response Analysis and Risk Assessment for Lung Cancer in
Relationship to Silica Exposure: A 44-Year Cohort Study of 34,018Workers.
Am J Epidemiol. 178(9):1424–1433.

Universitas Sriwijaya
103

Liu, Y., Rong, Y., Steenland, K., Christiani, D.C., Huang, X., Wu, T. and Chen,
W., 2014. Long-term Exposure to Crystalline Silica and Risk of Heart Disease
Mortality. Epidemiology. 25: 689–696.
Liu, Y., Zhou, Y., Hnizdo, E., Shi, T., Steenland, K., He, X., et al., 2017. Total
and Cause-SpecificMortality Risk Associated With Low-Level Exposure to
Crystalline Silica: A 44-Year Cohort Study From China. American Journal
of Epidemiology. 10 pp.
Loscalzo, J., 2010. Cardiovascular Medicine. New York: The McGraw-Hill
Companies.
Martinelli, N., Olivieri, O. and Girelli, D., 2013. Air particulate matter and
cardiovascular disease: A narrative review. European Journal of Internal
Medicine. 24:295–302.
Maser, E., Schulz, M., Sauer, UG., Wiemann, M., Ma-Hock, L., Wohlleben, W., et
al., 2015. In vitro and in vivo genotoxicity investigations of differently sized
amorphous SiO2 nanomaterials. Mutation Research. 794:57–74.
Medicore, 2013. Heart Rate Variability Analysis System: Clinical Information.
Korea: Medicore.
Miller, K.A., Siscovick, D.S., Sheppard, L., Shepherd, K., Sullivan, J.H., Anderson,
G.L., et al., 2007. Long-term exposure to air pollution and incidence of
cardiovascular events in women. N Engl J Med. 356:447–458.
Mills, N.L., Amin, N., Robinson, S.D., Anand, A., Davies, J., Patel, D., et al., 2006.
Do inhaled carbon nanoparticles translocate directly into the circulation in
humans? Am J Respir Crit Care Med. 173:426–431.
Mizuno, Y., Jacob, R.F. and Manson, R.P., 2011. Inflammation and the
Development of Atherosclerosis. J Atheroscler Thromb. 18:351-358.
Munzel, T., Gori, T., Al-Kindi, S., Deanfield, J., Lelieveld, J., Daiber, A., et al.,
2018. Effects of gaseous and solid constituents of air pollution on endothelial
function. European Heart Journal. 39:3543–3550.
Murakami, Y. and Ono, M., 2006. Myocardial infarction deaths after high level
exposure to particulate matter. J Epidemiol Community Health. 60:262–266.
Nichols, G,A, Gullion, C.M., Koro, C.E., Ephross, S.A. and Brown, J.B., 2004.
The Incidence of Congestive Heart Failure in Type 2 Diabetes. Diabetes
Care. 27:1879–1884.
Omori, T., Fujimoto, G., Yoshimura, I., Nitta, H. and Ono, M., 2003. Effects of
Particulate Matter on Daily Mortality in 13 Japanese Cities. J Epidemiol.
13:314-322.
Ostro, B., Lipsett, M., Reynolds, P., Goldberg, D., Hertz, A., Garcia, C., et al.,
2010. Long-Term Exposure to Constituents of Fine Particulate Air Pollution
and Mortality: Results from the California Teachers Study. Environ Health
Perspect. 118:363–369.
Oudin, A., Strömberg, U., Jakobsson, J. Stroh, E. and Björk, J., 2010. Estimation
of Short-Term Effects of Air Pollution on Stroke Hospital Admissions in
Southern Sweden. Neuroepidemiology. 34:131–142.
Packard, R.R.S. and Libby, P., 2008. Inflammation in Atherosclerosis: From
Vascular Biology to Biomarker Discovery and Risk Prediction. Clinical
Chemistry. 54(1):24-38.
Pagano, M. and Gauvreau, K., 2018. Principles of Biostatistics. Boca Raton: CRC
Press.

Universitas Sriwijaya
104

Pedersen, B.K. and Saltin, B., 2015. Exercise as medicine - evidence for prescribing
exercise as therapy in 26 different chronic diseases. Scand J Med Sci
Sports. 25(Suppl 3):1-72.
Pencina, M.J., Navar, A.M., Wojdyla, D., Sanchez, R.J., Khan, I., Elassal, J., et al.,
2018. Quantifying Importance of Major Risk Factors for Coronary Heart
Disease. Circulation. xx:xxx-xxx.
Peraturan Pemerintah no. 41., 1999. Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta.
PermenLH no. 12, 2010. Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di
Daerah. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup.
Petrick, L., Rosenblat, M., Paland, N. and Aviram, M., 2014. Silicon Dioxide
Nanoparticles Increase Macrophage Atherogenicity: Stimulation of Cellular
Cytotoxicity, Oxidative Stress, and Triglycerides Accumulation.
Environmental Toxicology. 11 pp.
Plank, B.G., Doling, M.J. and Knight, P.A., 2012. Coronary Artery Disease.
London: Springer-Verlag.
PMK no. 75, 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.
PMK no. 43, 2016. Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
PMK no. 44, 2016. Pedoman Manajemen Puskesmas. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
PMK no. 70, 2016. Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Industri. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Pope, C.A., Burnett, R.T., Thun, M.J., Calle, E.E., Krewski, D., Ito, K., et al., 2002.
Lung cancer, cardiopulmonary mortality, and long-term exposure to fine
particulate air pollution. JAMA. 287:1132–1141.
Pope, C.A., Burnett, R. T., Thurston, G. D., Thun, M. J., Calle, E. E., Krewski, D.,
et al., 2004. Cardiovascular Mortality and Long-Term Exposure to Particulate
Air Pollution. Circulation, 109, 71–77.
Pope, C.A., Muhlestein, J.B., May, H.T., Renlund, D.G., Anderson, J.L. and
Horne, B.D., 2006. Ischemic Heart Disease Events Triggered by Short-Term
Exposure to Fine Particulate Air Pollution. Circulation. 14:2443-2448.
Pope, C.A., 2014. Ischaemic heart disease and fine particulate air pollution. Heart.
0:1–2.
Pope, C.A., Muhlestein, J.B., Anderson, J.L., Cannon, J.B., Hales, N.M., Meredith,
K.G., et al., 2015. Short-Term Exposure to Fine Particulate Matter Air
Pollution Is Preferentially Associated With the Risk of ST-Segment Elevation
Acute Coronary Events. J Am Heart Assoc. 4:e002506. 10 pp.
Puett, R.C., Schwartz, J., Hart, J.E., Yanosky, J.D., Speizer, F.E., Suh, H., et al.,
2008. Chronic particulate exposure, mortality, and coronary heart disease in
the nurses’ health study. Am J Epidemiol. 168:1161–1168.
Raaschou-Nielsen, O., Beelen, R., Wang, M., Hoek, G., Andersen, Z. J., Hoffmann,
B., et al., 2016. Particulate matter air pollution components and risk for lung
cancer. Environment International. 87: 66–73.
Rajagopalan, S., Al-Kindi, S.G. and Brook, R.D., 2018. Air Pollution and
Cardiovascular Disease. JACC State-of-the-Art Review. Journal of The
American College of Cardiology. 72(17):17 pp.

Universitas Sriwijaya
105

Ramji, D.P. and Davies, T.S., 2015. Cytokines in atherosclerosis: Key players in all
stages of disease and promising therapeutic targets. Cytokine & Growth
Factor Reviews. 26:673–685.
Rosner, B., 2011. Fundamentals of Biostatistics. Boston: Brooks/Cole.
Rao, X., Zhong, J., Brook, R. D. and Rajagopalan, S., 2018. Effect of Particulate
Matter Air Pollution on Cardiovascular Oxidative Stress Pathways.
Antioxidants & Redox Signaling, 28(9):797–818.
Ridker,P.M., Hennekens,C.H., Buring,J.E., Rifai,N. 2000. C-reactive protein and
other markers of inflammation in the prediction of cardiovascular disease in
women. N. Engl. J. Med. 342, 836-843.
Ridker P.M. and Luscher T.F. 2014. Anti-inflammatory therapies for
cardiovascular Disease. European Heart Journal. 35:1782–1791.
Rita, Hamonangan, E., Lahtiani, S. dan Lestiani, D.D., 2014. Kualitas Udara (PM10
dan PM2.5) Untuk Melengkapi Kajian Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.
Artikel Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan
Laboratorium Lingkungan (P3KL2)–Badan Penelitian Pengembangan dan
Inovasi-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kawasan
Puspiptek Serpong.
Saber, A.T., Jacobsen, N.R., Jackson, P., Poulsen, S.S., Kyjovska, Z.O.,
Halappanavar, S., et al., 2014. Particle-induced pulmonary acute phase
response may be the causal link between particle inhalation and
cardiovascular disease. WIREs Interdiscip. Rev. Nanomed. Nanobiotechnol.
6:517-531.
Samiksha, S., Raman, R.S., Nirmalkar, J., Kumar, S. and Sirvaiya, R., 2017. PM10
and PM2.5 chemical source profiles with optical attenuation and health risk
indicators of paved and unpaved road dust in Bhopal, India. Environmental
Pollution. xxx :1-9.
Samoli, E., Touloumi, G., Schwartz, J., Anderson, H.R., Schindler, C., Forsberg,
B., et al., 2007. Short-term effects of carbon monoxide on mortality: an
analysis within the APHEA project. Environ Health Perspect. 115:1578–
1583.
Sekhri, T., Kanwar, R.S., Wilfred, R., Chugh, P., Chhillar, M., R Aggarwal, R.,
et al., 2014. Prevalence of risk factors for coronary artery disease in an urban
Indian Population. BMJ Open. 4:e005346. 8 pp.
Silbernagl, S. and Lang, F., 2000. Color Atlas of Pathophysiology. New York:
Thieme.
Simon, A.S. and Vijayakumar, T., 2013. Molecular Studies on Coronary Artery
Disease—A Review. Ind J Clin Biochem. 28(3):215–226.
Sinharay, R., Gong, J., Barratt, B., Ohman-Strickland, P., Ernst, S., Kelly, F.,
Chung, K. F., et al., 2017. Respiratory and cardiovascular responses to
walking down a traffic-polluted road compared with walking in a traffic-free
area in participants aged 60 years and older with chronic lung or heart disease
and age-matched healthy controls: A randomised, crossover study. Lancet.
S0140-6736(17)32643-0; 12 pp.
Sisti, L.G., Dajko, M., Campanella, P., Shkurti, E., Ricciardi, W. and de Waure, C.,
2017. The effect of multifactorial lifestyle interventions on cardiovascular
risk factors: A systematic review and metaanalysis of trials conducted in the

Universitas Sriwijaya
106

general population and high risk Groups. Accepted Manuscript. Preventive


Medicine. 37 pp.
Sullivan, J., Sheppard, L., Schreuder, A., Ishikawa, N., Siscovic, D. and Kaufman,
J., 2005. Relation between short-term fine-particulate matter exposure and
onset of myocardial infarction. Epidemiology. 16:41–48.
Sun, C., Yuan Luo, Y. and Li, J., 2018. Urban traffic infrastructure investment and
air pollution: Evidence from the 83 cities in China. Journal of Cleaner
Production. Accepted Manuscript. 33 pp.
Tasic, M., Duric-Stanojevic, B., Rajsic, S., Mijic, Z., Novakovic, V., 2006. Physico-
Chemical Characterization of PM10 and PM2.5 in the Belgrade Urban Area.
Acta Chim. Slov. 53:401–405.
Thurston, G. D., Ahn, J., Cromar, K. R., Shao, Y., Reynolds, H. R., Jerrett, M., et
al., 2015. Ambient Particulate Matter Air Pollution Exposure and Mortality
in the NIH-AARP Diet and Health Cohort. Environmental Health
Perspectives. (January), 31 pages.
Thurston, G.D. and Newman, J.D., 2018. Walking to a pathway for cardiovascular
effects of air pollution. thelancet.com. 391:291-292.
Tonne, C., Melly, S., Mittleman, M., Coull, B., Goldberg, R., and Schwartz, J.,
2007. A case-control analysis of exposure to traffic and acute myocardial
infarction. Environ Health Perspect. 115:53–57.
Tonne, C., Yanosky, J., Gryparis, A., Melly, S., Mittleman, M., Goldberg, R.,
Schwartzn J., et al., 2009. Traffic particles and occurrence of acute
myocardial infarction: a case–control analysis. Occup Environ Med. 66:797–
804.
Tonne, C., Halonen, J.I., Beevers, S.D., Dajnak, D., Gulliver, J., Kelly, F.J.,
Anderson, H.R., et al., 2016. Long-term traffic air and noise pollution in
relation to mortality and hospital readmission among myocardial infarction
survivors. International Journal of Hygiene and Environmental Health.
19:72–78.
Torpy, J.M., Burke, A.E. and Class, R.M., 2009. Coronary Heart Disease Risk
Factors. JAMA. 302(21): 1 pp.
Undang-Undang no. 32, 2009. Pengendalian Lingkungan Hidup. Jakarta.
Upadhyay, S., Stoeger, T., Harder, V., Thomas, R.F., Schladweiler, M.C.,
Semmler-Behnke, M., et al., 2008. Exposure to ultrafine carbon particles at
levels below detectable pulmonary inflammation affects cardiovascular
performance in spontaneously hypertensive rats. Part Fibre Toxicol. 5(19):18
pp.
US-EPA, 2015. Particulate Matter Emissions. Washington: United States of
Environmental Protection Agency.
US-OSHA, 2016. Occupational Exposure to Respirable Crystalline Silica. Federal
Register Vol. 81, No. 58. United States of Occupational Safety and Health
Administration. Washington: US-Department of Labor.
Vallero, D., 2014. Fundamentals of Air Pollution. London: Elsevier.
Viera, A.J. and Sheridan, S.L., 2010. Global Risk of Coronary Heart Disease:
Assessment and Application. Am Fam Physician. 2010;82(3):265-274.
Venkantram, A. and Schulte, N., 2018. Urban Transportation and Air Pollution.
Amsterdam: Elsevier.

Universitas Sriwijaya
107

Wallenborn, J.G., McGee, J.K., Schladweiler, M.C., Ledbetter, A.D. and


Kodavanti, U.P., 2007. Systemic Translocation of Particulate Matter–
Associated Metals Following a Single Intratracheal Instillation in Rats.
Toxicological Sciences. 98(1):231–239.
Wang, Z. and Nakayama, T., 2010. Inflammation, a Link between Obesity and
Cardiovascular Disease. Mediators of Inflammation. Article ID 535918, 17
pp.
Wang, J.C. and Bennett, M., 2012. Aging and Atherosclerosis. Mechanisms,
Functional Consequences, and Potential Therapeutics for Cellular
Senescence. Circ Res. 111:245-259.
Wang, G., Jiang, R., Zhao, Z. and Song, W., 2013. Effects of ozone and fine
particulate matter (PM2.5) on rat system inflammation and cardiac function.
Toxicology Letters. 217:23– 33.
Wang, T. and Butany, J., 2017. Pathogenesis of Atherosclerosis. Diagnostic
Hispathology. 23(11): 473-478.
Wang, M., Hou, Z-H,; Xu, H., Liu, Y., Budoff, M.J., Szpiro, A.A., et al., 2019.
Association of Estimated Long-term Exposure to Air Pollution and Traffic
Proximity With a Marker for Coronary Atherosclerosis in a Nationwide Study
in China. JAMA Network Open. 2019;2(6):e196553.
Wargo, J., Wargo, L. and Alderman, N., 2006. The Harmful Effects of Vechile
Exhaust. North Haven: Environment & Human Health, Inc.
WHO, 2011. Global Atlas on cardiovascular disease-prevention and control.
Geneva: World Health Organization.
WHO. 2013a. Health effects of particulate matter. WHO Regional Office for
Europe UN City, Copenhagen: World Health Organization.
WHO, 2013b. A global brief on hypertension: Silent killer, global public health
crisis. Geneva: World Health Organization.
WHO, 2016. Ambient Air Pollution. Geneva: World Health Organization.
WHO, 2017. Cardiovascular diseases (CVDs). Factsheet. Geneva: World Health
Organization.
WHO, 2018a. Exposure to ambient air pollution from particulate matter for 2016.
Geneva: World Health Organization.
WHO, 2018b. Noncommunicable Diseases. Country Profiles 2018. Geneva: World
Health Organization.
Wong, B.W., Meredith A., Lin D., and McManus, B.M., 2012. The Biological Role
of Inflammation in Atherosclerosis. Canadian Journal of Cardiology.
28:631–641.
Wong, C.M., Ou, C.Q., Chan, K.P., Chau, Y.K., Thach, T.Q., Yang, L., et al.,
2008a. The effects of air pollution on mortality in socially deprived urban
areas in Hong Kong, China. Environ Health Perspect. 116:1189 –1194.
Wong, C.M., Vichit-Vadakan, N., Kan, H., and Qian, Z., 2008b. Public Health and
Air Pollution in Asia (PAPA): a multicity study of short-term effects of air
pollution on mortality. Environ Health Perspect. 116:1195–1202.
WSDH, 2013. Coronary Heart Disease. Washington: Washington State
Department of Health.
Xu, Q., Wang, S., Guo, Y., Wang, C., Huang, F., Li, X., et al., 2017. Acute exposure
to fine particulate matter and cardiovascular hospital emergency room visits
in Beijing, China. Environmental Pollution. 220:317-327.

Universitas Sriwijaya
108

Yang, Y., Vance, M., Tou, F., Tiwari, A., Liu, M. and Hochella, M.F., 2016.
Nanoparticles in road dust from impervious urban surfaces: distribution,
identification, and environmental implications. Environ. Sci.: Nano. 3:534-
544.
Yatera, K., Hsieh, J., Hogg, J.C., Tranfield, E., Suzuki, H., Shih, C.H., et al., 2008.
Particulate matter air pollution exposure promotes recruitment of monocytes
into atherosclerotic plaques. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 294:H944–
H953.
Yu, X-H., Fu, Y-C., Zhang, D-W., Yin, K. and Tang, C-K., 2013. Foam cells in
atherosclerosis. Clinica Chimica Acta. 424:245–252.
Zanobetti, A. and Schwartz, J., 2005. The Effect of Particulate Air Pollution on
Emergency Admissions for Myocardial Infarction: A Multicity Case-
Crossover Analysis. Environ Health Perspect. 113:978–982.
Zanobetti, A. and Schwartz, J., 2007. Particulate air pollution, progression, and
survival after myocardial infarction. Environ Health Perspect. 115:769 –775.
Zanobetti, A. and Schwartz, J., 2009. The Effect of Fine and Coarse Particulate Air
Pollution on Mortality: A National Analysis. Environ Health Perspect.
117:898–903.
Zhang, D., Pan, X., Lee, D-J., 2014. Potentially harmful metals and metalloids in
the urban street dusts of Taipei City. Article in Press. Journal of the Taiwan
Institute of Chemical Engineers. xxx:xxx–xxx.
Zhou, W., Chen, C., Chen, Z., Liu, L., Jiang, J., Wu, Z., et al., 2018. NLRP3: A
Novel Mediator in Cardiovascular Disease. Journal of Immunology Research.
Article ID 5702103, 8 pp.

Universitas Sriwijaya
109

Lampiran 1. Spesifikasi Peralatan Pengukuran.

CEM Mini Particle Counter DT-96


Particle Counter with 2.0" color TFT LCD display provides fast, easy and accurate readings for particle
counter & particle mass concentration with air temperature & relative humidity measurements.
Specifications Particle Counter
Channel : 2.5,10um
Mass Concentration : PM2.5:0~500ug/m3; PM10:0~500ug/m3
Resolution : 1µg/m3
Air Temperature Measure
Air Temp Range : 0 to 50℃/32 to 122℉
Basic Accuracy : ±1℃/2℉
Humidity Range : 0 to 100% RH
: ±5%RH @ 0 to 20% RH and 80 to 100% RH
Basic Accuracy
: ±3.5% RH @20 to 80% RH

Universitas Sriwijaya
110

Lampiran 1. Lanjutan.

STAFLEX® TFIA-2
Series High Volume Air Samplers
Specifications :

0-2 cubic meters per minute ( cmm), flow range Spot or continuous monitoring

Built-in rotometer for instantaneous flow reading Includes 4 " ( 10.16 cm) diameter filter holder
assembly

For use in normal, non-explosive atmospheres

Complete accessories available for use with Total Suspended Particulate ( TSP) , PM10 and PM2.5
Systems for U.S. EPA compliance-f feature includes built in flow adjuster - CDT Time feature allows
to turn " OFF " or " ON " after a preset time or for use as an Elapsed Time Indicator).

220-240 Volts AC/ DC, 50-60 Hz

Universitas Sriwijaya
111

Lampiran 2. Hasil SEM-EDS


Microanalysis Report 5/11/2018 Alang Alang Lebar

Element Wt%
OK 28.29
Na K 07.63
Al K 04.02
Si K 36.66
KK 04.34
Ca K 02.92
Ba L 10.21
Zn K 05.93

Element Wt%
OK 48.36
Na K 05.61
Al K 07.58
Si K 27.56
KK 04.11
Ca K 00.92
Ba L 04.67
Zn K 01.19

Element Wt%
OK 50.86
Na K 02.36
Mg K 02.91
Al K 02.86
Si K 41.01

Element Wt%
OK 47.94
Na K 03.59
Al K 06.72
Si K 37.04
KK 01.23
Ca K 01.29
Fe K 02.39

Universitas Sriwijaya
112

Lampiran 2. Lanjutan
Microanalysis Report 5/30/2018 Merdeka

Element Wt%
OK 40.48
Na K 10.97
Al K 04.71
Si K 31.87
KK 02.28
Ca K 02.47
Ba L 04.54
Zn K 02.67

Element Wt%
OK 40.45
Na K 10.54
Br L 08.37
Si K 30.29
KK 02.09
Ca K 01.20
Ba L 03.73
Ce L 00.79
Fe K 02.55

Element Wt%
OK 41.26
Na K 11.19
Br L 07.70
Si K 31.43
KK 02.27
Ca K 01.61
Ba L 04.53

Element Wt%
CK 23.77
NK 08.06
OK 36.98
Na K 07.41
Al K 02.28
Si K 16.40
Cl K 00.39
KK 01.33
Ca K 00.97
Ba 02.41

Universitas Sriwijaya
113

Lampiran 2. Lanjutan
Microanalysis Report 5/30/2018 Boom Baru

Element Wt%
OK 37.05
Na K 09.24
Al K 05.23
Si K 37.30
KK 03.43
Ca K 02.09
Ba L 05.66

Element Wt%
CK 09.64
OK 44.98
Na K 00.90
Al K 18.87
Si K 22.09
Fe K 03.51

Element Wt%
OK 29.13
Na K 08.16
Al K 05.27
Si K 41.63
KK 03.90
Ca K 03.36
Ba L 08.54

Element Wt%
CK 11.84
OK 41.99
Na K 08.00
Al K 05.47
Si K 24.95
KK 02.02
Ca K 01.32
Ba L 03.13
Fe K 01.28

Universitas Sriwijaya
114

Lampiran 2. Lanjutan
Microanalysis Report 5/30/2018 Plaju

Element Wt%
CK 09.38
OK 44.87
Na K 05.63
Mg K 01.33
Al K 07.30
Si K 23.64
PK 00.86
KK 01.63
Ca K 03.08
Fe K 02.27
Element Wt%
CK 06.65
OK 49.75
Na K 07.35
Mg K 00.47
Al K 07.61
Si K 21.91
PK 01.48
KK 01.10
Ca K 02.13
Fe K 01.55

Element Wt%
CK 04.67
OK 36.72
Na K 07.75
Mg K 00.46
Al K 05.41
Si K 35.10
PK 00.00
KK 04.37
Ca K 03.73
Fe K 01.78

Element Wt%
CK 05.51
OK 49.55
Na K 09.10
Mg K 00.63
Al K 04.83
Si K 26.66
KK 02.03
Ca K 01.12
Fe K 00.58

Universitas Sriwijaya
115

Lampiran 2. Lanjutan
Microanalysis Report 5/30/2018 Kertapati

Element Wt%
OK 42.09
Na K 10.75
Al K 04.39
Si K 32.11
KK 02.67
Ca K 02.39
Ba L 05.60

Element Wt%
OK 36.43
Na K 09.02
Mg K 03.35
Al K 05.29
Si K 29.87
KK 05.52
Ca K 01.46
Fe K 08.01
Co K 01.05

Element Wt%
OK 45.39
CK 19.34
Na K 05.35
Mg K 00.40
Al K 05.89
Si K 18.90
KK 00.80
Ca K 02.43
Fe K 01.34
Co K 00.17

Element Wt%
OK 25.61
NaK 31.25
AlK 02.25
SiK 15.49
ClK 20.68
KK 01.20
CaK 00.99
BaL 02.54

Universitas Sriwijaya
116

Lampiran 2. Lanjutan
Microanalysis Report 5/30/2018 Talang Betutu

Element Wt%
OK 42.39
Na K 05.35
Mg K 05.47
Al K 06.07
Si K 24.15
KK 03.27
Ca K 01.20
Ba L 03.63
Fe K 03.31

Element Wt%
OK 38.82
Na K 08.42
Al K 04.30
Si K 34.36
KK 03.37
Ca K 03.13
Ba L 07.60

Element Wt%
OK 34.94
Na K 21.01
Al K 04.10
Si K 18.18
Cl K 16.94
KK 01.30
Ca K 01.79
Fe K 01.71

Element Wt%
OK 43.65
Na K 11.36
Al K 04.27
Si K 32.14
Cl K 00.37
KK 02.23
Ca K 02.16
Ba L 03.82

Universitas Sriwijaya
117

Lampiran 3. Data Pengukuran Temperatur, K. Relatif dan Jumlah Pasien PJK


Temperatur (oC)
No. Nama Puskesmas Pagi Siang Sore Rerata
1 Makrayu 26.7 27.1 33.4 29.1
2 Gandus 27.4 29.9 32.4 29.9
3 Pembina 27.9 30.7 31.7 30.1
4 1 Ulu 30.9 34.1 33.2 32.7
5 4 Ulu 27.8 30.3 30.5 29.5
6 7 Ulu 28.6 31.1 35.9 31.9
7 Kertapati 28.7 34.8 35.5 33.0
8 Keramasan 27.5 32.1 28.8 29.5
9 Nagaswidak 34.3 36.7 28.8 33.3
10 Taman Bacaan 31.0 33.7 28.8 31.2
11 Plaju 30.2 31.2 31.7 31.0
12 Kampus 25.6 31.3 28.5 28.5
13 Pakjo 27.7 31.6 30.9 30.1
14 Padang Selasa 26.7 26.2 29.1 27.3
15 Sei Baung 25.1 30.6 33.0 29.6
16 Merdeka 26.8 30.7 31.5 29.7
17 23 Ilir 28.4 30.9 31.5 30.3
18 Ariodillah 26.0 33.4 32.2 30.6
19 Dempo 25.3 33.8 29.0 29.4
20 Talang Ratu 24.8 27.4 31.3 27.9
21 Basuki Rahmat 30.1 33.0 33.8 32.3
22 Sekip 29.2 35.0 34.7 33.0
23 Boom Baru 26.4 37.6 29.1 31.0
24 Kenten 28.2 35.5 33.0 32.2
25 Sabokingking 31.2 37.6 37.6 35.5
26 5 Ilir 29.4 31.7 34.4 31.9
27 11 Ilir 26.2 32.1 28.5 28.9
28 Bukit Sangkal 32.5 33.6 33.7 33.3
29 Kalidoni 34.8 32.8 35.7 34.4
30 Sei Selincah 31.6 32.8 34.1 32.8
31 Multi Wahana 28.8 35.5 33.6 32.6
32 Sematang Borang 30.1 32.5 34.0 32.2
33 Punti Kayu 25.1 31.9 34.5 30.5
34 Sosial 25.9 31.3 31.8 29.7
35 Sukarami 26.7 31.1 30.4 29.4
36 Talang Betutu 29.0 33.5 33.5 32.0
37 OPI 25.3 27.4 29.2 27.3
38 Alang-alang Lebar 28.3 33.6 32.4 31.4
39 Karya Jaya 28.1 32.9 30.0 30.3

Universitas Sriwijaya
118

Lampiran 3. Lanjutan

Kelembaban Relatif (%)


No. Nama Puskesmas Pagi Siang Sore Rerata
1 Makrayu 85.6 86.1 70.9 80.9
2 Gandus 83.8 76.8 69.9 76.8
3 Pembina 76.4 73.8 70.4 73.6
4 1 Ulu 74.7 62.6 64.9 67.4
5 4 Ulu 86.0 76.6 73.5 78.7
6 7 Ulu 82.0 72.1 57.9 70.6
7 Kertapati 80.9 65.3 59.6 68.6
8 Keramasan 83.9 75.0 64.6 74.5
9 Nagaswidak 67.1 60.3 81.1 69.5
10 Taman Bacaan 79.0 65.3 78.2 74.1
11 Plaju 74.8 67.7 66.6 69.7
12 Kampus 91.1 76.3 75.5 81.0
13 Pakjo 81.1 72.9 70.0 74.7
14 Padang Selasa 82.9 85.5 75.1 81.2
15 Sei Baung 90.5 75.5 68.9 78.3
16 Merdeka 86.7 71.1 68.5 75.4
17 23 Ilir 81.4 73.5 66.9 74.0
18 Ariodillah 87.2 70.9 72.0 76.7
19 Dempo 85.5 60.2 74.2 73.3
20 Talang Ratu 90.6 83.9 70.9 81.8
21 Basuki Rahmat 78.9 70.5 66.3 71.9
22 Sekip 80.0 64.4 60.0 68.1
23 Boom Baru 85.0 55.6 79.2 73.3
24 Kenten 82.8 60.9 65.1 69.6
25 Sabokingking 75.3 59.4 55.6 63.5
26 5 Ilir 81.5 67.4 64.1 71.0
27 11 Ilir 83.5 70.2 77.2 77.0
28 Bukit Sangkal 73.6 65.5 65.4 68.2
29 Kalidoni 65.2 71.1 59.2 65.2
30 Sei Selincah 75.0 66.5 65.5 69.0
31 Multi Wahana 82.4 61.2 65.7 69.8
32 Sematang Borang 78.2 69.2 64.6 70.7
33 Punti Kayu 85.6 72.7 66.3 74.9
34 Sosial 87.1 73.5 71.3 77.3
35 Sukarami 85.1 75.6 73.3 78.0
36 Talang Betutu 81.9 67.5 64.6 71.4
37 OPI 90.5 86.5 78.5 85.1
38 Alang-alang Lebar 87.1 69.0 73.6 76.6
39 Karya Jaya 87.3 74.6 76.3 79.4

Universitas Sriwijaya
119

Lampiran 3. Lanjutan

PM2.5 (ug.m-3)
No. Nama Puskesmas Pagi Siang Sore Rerata
1 Makrayu 17 15 4 12.1
2 Gandus 5 6 6 5.3
3 Pembina 11 7 13 10.6
4 1 Ulu 6 5 7 5.8
5 4 Ulu 18 7 3 9.2
6 7 Ulu 18 6 6 9.9
7 Kertapati 12 12 7 10.4
8 Keramasan 12 12 8 10.6
9 Nagaswidak 7 3 6 5.1
10 Taman Bacaan 7 4 5 5.4
11 Plaju 6 8 11 8.2
12 Kampus 22 3 6 10.1
13 Pakjo 12 8 7 9.0
14 Padang Selasa 11 14 8 10.9
15 Sei Baung 4 4 4 4.1
16 Merdeka 10 5 5 6.8
17 23 Ilir 10 9 4 7.7
18 Ariodillah 30 4 16 16.6
19 Dempo 14 5 8 9.0
20 Talang Ratu 15 7 6 9.6
21 Basuki Rahmat 16 5 5 8.7
22 Sekip 21 15 20 18.7
23 Boom Baru 15 8 10 10.9
24 Kenten 14 7 35 18.8
25 Sabokingking 16 8 14 12.6
26 5 Ilir 13 6 7 8.6
27 11 Ilir 21 8 21 16.7
28 Bukit Sangkal 7 6 18 10.4
29 Kalidoni 4 5 11 6.4
30 Sei Selincah 34 7 6 15.8
31 Multi Wahana 15 4 5 8.2
32 Sematang Borang 16 5 9 9.9
33 Punti Kayu 24 13 2 12.9
34 Sosial 16 12 7 11.6
35 Sukarami 18 4 3 8.2
36 Talang Betutu 27 5 9 13.6
37 OPI 33 14 7 18.1
38 Alang-alang Lebar 4 2 9 4.9
39 Karya Jaya 23 8 5 11.9

Universitas Sriwijaya
120

Lampiran 3. Lanjutan
Jumlah Kunjungan Paasien Baru PJK Tahun 2017
No. Nama Puskesmas Pria Wanita Total
1 Makrayu 0 0 0
2 Gandus 0 0 0
3 Pembina 5 0 5
4 1 Ulu 0 0 0
5 4 Ulu 0 0 0
6 7 Ulu 1 2 3
7 Kertapati 0 0 0
8 Keramasan 1 0 1
9 Nagaswidak 0 0 0
10 Taman Bacaan 0 0 0
11 Plaju 12 18 30
12 Kampus 0 0 0
13 Pakjo 30 34 64
14 Padang Selasa 29 32 61
15 Sei Baung 7 8 15
16 Merdeka 113 83 206
17 23 Ilir 0 0 0
18 Ariodillah 8 5 13
19 Dempo 6 8 14
20 Talang Ratu 0 0 0
21 Basuki Rahmat 44 25 69
22 Sekip 0 0 0
23 Boom Baru 3 1 4
24 Kenten 0 1 1
25 Sabokingking 0 0 0
26 5 Ilir 6 9 15
27 11 Ilir 0 0 0
28 Bukit Sangkal 0 2 2
29 Kalidoni 20 25 45
30 Sei Selincah 0 0 0
31 Multi Wahana 0 0 0
32 Sematang Borang 4 7 11
33 Punti Kayu 7 3 10
34 Sosial 2 0 2
35 Sukarami 99 119 218
36 Talang Betutu 0 0 0
37 OPI 44 72 116
38 Alang-alang Lebar 34 17 51
39 Karya Jaya 0 0 0

Universitas Sriwijaya
121

Lampiran 4. Data Pasien Baru PJK di 6 Puskesmas Palembang Tahun 2017


NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. T.O. MER.
1 S T 1 66 1 0 0 1 0 0
2 S C 1 48 0 1 0 0 0 1
3 S F 2 43 0 1 0 1 0 0
4 S S 2 46 1 1 0 0 0 0
5 S F 2 70 1 0 0 1 0 0
6 S DA 2 65 1 0 0 1 0 0
7 S S 1 50 1 0 0 1 0 0
8 S DA 1 55 1 0 0 1 0 0
9 S M 2 72 1 0 0 1 0 0
10 S MR 2 67 1 1 0 0 0 0
11 S E 2 54 1 0 1 1 0 0
12 S M 1 72 1 0 0 0 0 0
13 S DA 1 65 1 0 0 0 0 0
14 S A 2 60 1 1 0 0 0 0
15 S S 2 59 1 0 0 1 0 0
16 S M 1 78 1 0 0 0 0 1
17 S A 1 67 1 0 0 1 0 0
18 S A 2 74 1 0 0 1 0 0
19 S Y 1 53 1 0 0 0 0 0
20 S E 2 63 1 0 0 0 0 0
21 S M 1 72 1 0 0 0 0 0
22 S F 1 66 1 0 0 0 0 0
23 S K 2 59 1 0 0 1 0 0
24 S J 1 65 1 0 1 0 0 1
25 S H 2 75 1 0 0 0 0 0
26 S A 1 69 1 0 0 0 0 0
27 S M 2 58 1 1 0 0 0 0
28 S I 1 51 1 0 0 0 0 1
29 S J 1 62 1 0 0 0 0 0
30 S S 1 65 1 0 0 0 0 0
31 S T 1 45 1 1 0 0 0 0
32 S P 2 55 1 1 0 0 0 0
33 S H 2 52 1 0 0 1 0 0
34 S M 2 48 1 1 0 0 0 0
35 S P 1 60 1 0 1 0 0 0
36 S W 1 51 1 0 0 0 0 1
37 S F 1 57 1 0 0 0 0 1
38 S A 1 67 1 0 0 1 0 0
39 S H 1 55 1 1 0 0 0 0
40 S R 2 56 1 0 1 1 0 0
41 S A 2 55 1 0 0 1 0 0
42 S Y 2 65 1 0 1 0 0 0
43 S S 2 52 1 1 0 0 0 0
44 S H 2 50 1 0 0 1 0 0
45 S TS 2 50 1 0 0 1 0 0
46 S E 2 50 1 0 0 1 0 0
47 S E 2 50 1 0 0 1 0 0
48 S B 1 56 1 0 0 0 0 1
49 S S 1 56 1 0 0 0 0 1
50 S M 2 60 1 0 0 1 0 0

Universitas Sriwijaya
122

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. T.O. MER.
51 S E 2 55 1 0 0 1 0 0
52 S Y 2 55 1 0 0 1 0 0
53 S Y 2 60 1 0 1 0 0 0
54 S S 1 65 1 1 0 0 0 0
55 S H 1 55 1 1 0 0 0 0
56 S Y 2 45 1 0 0 1 0 0
57 S S 2 52 1 1 0 0 0 0
58 S S 2 57 1 1 0 0 0 0
59 S S 1 60 1 1 0 0 0 1
60 S R 2 60 1 1 0 0 0 0
61 S A 2 67 1 0 0 1 0 0
62 S H 2 57 1 0 1 0 0 0
63 S R 2 63 1 1 0 0 0 0
64 S S 2 56 1 1 0 0 0 0
65 S M 2 63 1 0 0 1 0 0
66 S N 2 66 1 0 1 0 0 0
67 S AR 1 65 1 0 0 1 0 1
68 S S 2 58 1 1 0 1 0 0
69 S R 2 58 1 1 0 0 0 0
70 S R 2 67 1 0 1 0 0 0
71 S R 2 66 1 0 1 1 0 0
72 S R 2 51 1 1 0 0 0 0
73 S M 2 60 1 1 0 0 0 0
74 S AS 1 48 1 1 0 0 0 0
75 S M 2 50 1 1 0 0 0 0
76 S AU 1 63 1 0 0 1 0 0
77 S N 2 45 1 0 1 0 0 0
78 S S 2 75 1 1 0 0 0 0
79 S H 2 57 1 0 0 1 0 0
80 S H 2 46 1 0 0 1 0 0
81 S S 2 60 1 0 1 0 0 0
82 S S 1 56 1 1 0 0 0 0
83 S M 2 52 1 1 0 0 0 0
84 S M 2 79 1 0 0 0 1 0
85 S D 2 50 1 0 0 1 0 0
86 S SM 1 70 1 0 1 0 0 0
87 S S 1 55 1 0 0 0 0 1
88 S S 1 60 1 1 0 0 0 0
89 S S 1 52 1 1 0 0 0 0
90 S P 2 65 1 1 0 0 0 0
91 S PO 1 67 1 0 0 0 0 0
92 S Y 2 49 1 0 0 1 0 0
93 S A 1 66 1 0 0 1 0 0
94 S A 1 60 1 0 1 0 0 0
95 S D 1 45 1 1 0 0 0 0
96 S S 2 44 1 1 0 0 0 0
97 S M 2 69 1 0 1 0 0 0
98 S N 2 66 1 0 0 0 1 0
99 S R 2 58 1 1 0 0 0 0
100 S R 1 62 1 1 0 0 0 0

Universitas Sriwijaya
123

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. T.O. MER.
101 S R 2 60 1 0 0 1 0 0
102 S A 2 58 1 0 0 0 1 0
103 S R 2 45 1 0 0 0 1 0
104 S S 2 56 1 0 1 0 0 0
105 S M 2 54 1 0 0 0 1 0
106 S M 2 53 1 1 0 0 0 0
107 S Y 1 51 1 1 0 0 0 0
108 S R 2 57 1 0 1 0 0 0
109 S R 2 50 1 1 0 0 0 0
110 S P 1 57 1 1 0 0 0 0
111 S Y 2 49 1 0 0 1 1 0
112 S M 2 67 1 1 0 0 0 0
113 S R 2 51 1 1 0 1 0 0
114 S R 1 45 1 0 0 1 0 0
115 S M 1 46 1 0 1 0 0 0
116 S P 2 65 1 1 0 0 0 0
117 S W 2 56 1 1 0 0 0 0
118 S E 2 64 1 1 0 0 0 0
119 S S 1 57 1 0 0 0 0 1
120 S S 1 69 1 0 0 1 0 0
121 S S 2 55 1 1 0 0 0 0
122 S MY 1 65 1 0 0 0 0 1
123 S N 2 54 1 0 0 1 0 0
124 S S 2 58 1 0 1 0 0 0
125 S MS 1 57 1 1 0 0 0 0
126 S R 1 54 1 1 0 0 0 0
127 S D 1 56 1 0 1 0 0 0
128 S MS 1 49 1 0 0 0 0 1
129 S H 2 59 1 0 0 1 0 0
130 S W 1 51 1 0 0 1 0 0
131 S H 1 60 1 0 1 0 0 0
132 S D 2 51 1 0 0 0 1 1
133 S R 1 61 1 1 0 0 0 0
134 S D 1 67 1 1 0 0 0 0
135 S D 1 70 1 0 1 0 0 0
136 S A 2 62 1 1 1 0 0 0
137 S F 2 54 1 1 0 0 0 0
138 S S 1 69 1 1 0 0 0 0
139 S A 1 60 1 1 0 0 0 0
140 S TS 2 58 1 1 0 0 0 0
141 S S 1 65 1 0 0 0 0 1
142 S I 1 69 1 0 1 1 0 0
143 S S 1 61 1 0 1 0 0 0
144 S S 1 57 1 1 0 0 0 0
145 S N 2 56 1 0 1 0 0 0
146 S S 2 57 1 0 1 1 0 0
147 S T 1 65 1 0 1 0 0 0
148 S S 1 55 1 1 0 0 0 0
149 S S 2 60 1 0 0 1 0 0
150 S R 1 57 1 0 0 1 0 0

Universitas Sriwijaya
124

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. T.O MER.
151 S M 1 56 1 0 0 1 0 0
152 S S 1 69 1 1 0 0 0 0
153 S R 1 50 1 0 0 0 0 1
154 S A 1 55 1 1 0 0 0 1
155 S K 1 58 1 1 0 0 0 0
156 S S 2 62 1 0 0 1 0 0
157 S S 1 75 1 0 0 0 0 1
158 S S 1 63 1 0 1 0 0 0
159 S S 1 63 1 0 0 1 0 0
160 S N 2 54 1 0 0 1 0 0
161 S R 1 71 1 1 0 0 0 0
162 S P 1 61 1 0 0 0 0 1
163 S M 1 59 1 1 0 0 0 0
164 S R 1 64 1 1 0 0 0 0
165 S AR 1 60 1 1 0 0 0 0
166 S A 1 55 1 0 1 0 0 0
167 S Y 1 69 1 1 0 0 0 0
168 S A 1 66 1 1 0 0 0 0
169 S S 2 54 1 1 0 0 0 0
170 S A 1 65 1 0 0 0 0 1
171 S K 1 56 1 0 0 0 1 0
172 S T 1 65 1 0 0 1 0 0
173 S S 1 55 1 1 0 0 0 0
174 S S 1 53 1 1 0 0 0 0
175 S F 1 56 1 1 0 0 0 0
176 S U 1 55 1 0 0 0 1 0
177 S K 1 58 1 1 0 0 0 0
178 S S 1 60 1 1 0 0 0 0
179 S F 1 56 1 0 1 0 0 0
180 S H 1 67 1 0 0 0 0 1
181 S F 1 54 1 0 0 0 1 0
182 S A 2 59 1 0 0 0 1 0
183 S S 2 65 1 1 0 0 0 0
184 S R 2 48 1 1 0 0 0 0
185 S D 1 63 1 0 1 0 0 0
186 S S 1 51 1 0 0 0 1 0
187 S M 2 69 1 1 0 0 0 0
188 S H 1 65 1 0 0 0 1 0
189 S S 1 54 1 1 0 0 0 0
190 S S 1 55 1 1 0 0 0 0
191 S S 1 60 1 0 1 0 0 0
192 S A 1 68 1 0 0 0 0 1
193 S H 2 48 1 0 0 0 1 0
194 S A 2 67 1 1 0 0 0 0
195 S S 1 51 1 0 0 1 1 0
196 S S 1 54 1 1 0 0 0 0
197 S J 1 48 1 1 0 0 0 0
198 S B 1 60 1 0 0 0 1 0
199 S A 2 58 1 0 0 0 1 0
200 S R 1 65 1 1 0 0 0 0

Universitas Sriwijaya
125

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. T. OLAH. MER.
201 S R 2 65 1 0 1 0 0 0
202 S U 1 45 1 0 1 0 0 0
203 S S 1 49 1 1 0 0 0 0
204 S D 2 55 1 1 0 0 0 0
205 S D 1 57 1 1 0 0 0 0
206 S M 1 60 1 0 0 1 0 0
207 S RP 1 65 1 1 0 0 0 0
208 S A 1 69 1 0 0 0 1 0
209 S CS 1 68 1 0 0 0 0 1
210 S S 1 56 1 0 1 0 0 0
211 S MY 1 45 1 1 0 0 0 0
212 S K 2 61 1 1 0 0 0 0
213 S A 1 65 1 1 0 0 0 0
214 S E 1 65 1 0 0 1 0 0
215 S T 1 59 1 0 0 0 1 1
216 S A 1 75 1 0 0 0 0 1
217 S R 2 58 1 1 0 0 0 0
218 S F 1 60 1 0 0 0 1 0
219 M C 2 68 1 0 0 1 0 0
220 M H 1 51 1 0 0 0 0 1
221 M H 2 80 1 0 1 0 0 0
222 M A 1 70 1 0 0 0 0 1
223 M AK 1 80 1 0 0 0 0 1
224 M S 1 85 1 0 0 1 0 0
225 M W 2 81 1 1 0 0 0 0
226 M R 2 81 1 0 0 1 0 0
227 M Y 1 75 1 0 0 1 0 0
228 M AT 1 71 1 0 1 0 1 1
229 M F 2 85 1 0 0 0 1 0
230 M M 2 62 1 0 0 0 1 0
231 M M 2 51 1 1 0 1 0 0
232 M SA 2 68 1 0 0 0 1 0
233 M E 2 51 1 0 0 1 1 0
234 M M 2 68 1 0 0 1 1 0
235 M T 2 74 1 0 0 1 1 0
236 M AR 2 76 1 0 0 1 1 0
237 M C 1 75 1 0 0 0 0 1
238 M S 2 75 1 0 0 0 1 0
239 M R 2 66 1 0 0 0 1 0
240 M AA 1 68 1 0 0 0 1 1
241 M AD 1 78 1 0 0 0 1 1
242 M CH 1 63 1 0 0 0 1 0
243 M N 2 62 1 0 0 1 0 0
244 M MR 2 67 1 0 0 0 1 0
245 M Z 1 66 1 0 0 0 1 0
246 M H 1 64 1 0 0 0 0 1
247 M M 2 74 1 0 0 0 1 0
248 M R 1 50 1 0 0 1 0 1
249 M AH 1 70 1 0 0 0 0 1
250 M B 1 79 1 0 0 0 0 1

Universitas Sriwijaya
126

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. OLAH. MER.
251 M AS 1 75 0 1 0 0 0 1
252 M MS 1 77 1 0 0 0 0 1
253 M M 1 61 1 0 0 1 0 1
254 M Y 1 65 1 0 0 1 0 0
255 M Y 2 64 0 1 0 1 0 0
256 M A 2 58 0 1 0 0 1 0
257 M N 1 60 1 0 0 1 0 0
258 M N 1 38 1 1 0 0 0 1
259 M H 2 67 1 1 0 0 1 0
260 M RZ 2 48 1 0 0 0 1 0
261 M M 1 69 1 0 0 0 0 1
262 M H 2 67 1 0 0 1 0 0
263 M L 2 60 1 0 0 1 0 0
264 M N 2 63 1 0 0 1 0 0
265 M NM 2 57 1 0 0 1 0 0
266 M S 2 67 1 0 0 1 0 0
267 M A 1 55 1 0 0 1 0 1
268 M B 2 67 1 0 0 1 0 0
269 M U 1 61 1 0 0 0 1 1
270 M B 1 80 1 0 0 0 1 1
271 M S 1 68 1 0 0 1 0 1
272 M SM 2 57 1 0 0 1 0 0
273 M H 2 63 1 0 0 1 0 0
274 M R 2 69 1 0 0 1 0 0
275 M AM 1 78 1 0 0 1 0 0
276 M N 1 57 1 0 0 1 1 1
277 M T 1 60 1 0 0 0 1 0
278 M Z 2 56 1 0 0 1 1 1
279 M A 1 48 1 0 0 0 0 1
280 M I 1 68 1 0 0 0 0 1
281 M H 1 79 1 0 0 1 0 1
282 M W 2 62 1 0 0 1 0 0
283 M R 2 68 1 0 0 0 0 0
284 M HH 1 67 1 0 0 0 0 0
285 M M 2 66 1 0 0 1 0 0
286 M D 2 55 1 0 0 1 0 0
287 M D 2 51 1 0 1 1 0 0
288 M A 1 61 1 0 0 0 0 1
289 M R 2 58 0 1 1 1 1 0
290 M B 1 73 1 1 0 0 0 1
291 M B 1 59 1 0 0 0 0 1
292 M S 2 62 1 0 0 0 0 0
293 M AM 1 58 1 0 0 0 0 0
294 M T 1 60 1 0 0 1 0 1
295 M S 2 55 1 0 0 1 0 0
296 M MP 1 75 1 0 0 1 0 1
297 M K 1 84 1 0 0 1 0 1
298 M E 2 57 1 0 0 1 0 0
299 M M 2 60 1 0 0 0 1 0
300 M K 2 77 1 0 0 0 1 0

Universitas Sriwijaya
127

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. OLAH. MER.
301 M AH 1 62 1 0 0 0 0 1
302 M A 1 62 1 0 0 0 0 1
303 M A 2 57 0 1 0 1 0 0
304 M J 1 58 1 0 0 0 0 1
305 M M 2 63 1 1 0 0 1 0
306 M B 1 63 0 0 1 1 0 0
307 M B 1 73 1 1 0 0 0 0
308 M R 2 54 1 0 0 1 1 0
309 M S 2 73 1 0 1 1 1 0
310 M N 2 72 0 0 0 1 1 0
311 M S 1 69 1 0 0 1 0 1
312 M A 1 69 1 0 0 0 0 1
313 M S 1 63 1 0 0 0 0 1
314 M R 2 67 1 0 0 0 0 0
315 M R 2 69 1 0 0 1 0 0
316 M SH 2 72 1 0 1 0 0 0
317 M P 2 53 1 0 1 1 0 0
318 M D 1 74 1 0 0 0 0 0
319 M N 2 73 1 0 0 0 0 0
320 M R 1 75 1 0 0 0 0 1
321 M N 2 60 0 1 0 1 0 0
322 M P 2 58 1 0 1 0 0 0
323 M N 2 58 1 0 1 0 0 0
324 M S 2 52 1 0 1 0 0 0
325 M EA 1 52 1 0 0 0 0 1
326 M H 2 80 0 1 0 1 0 0
327 M S 1 64 1 0 0 0 0 0
328 M T 2 66 1 0 0 0 0 0
329 M N 2 77 0 1 0 1 0 0
330 M A 2 62 1 0 1 0 0 0
331 M E 1 41 1 0 0 0 1 1
332 M B 2 76 0 1 0 1 0 0
333 M Z 1 62 1 0 0 0 0 1
334 M Z 2 71 1 0 0 1 0 0
335 M A 2 62 0 0 0 1 0 0
336 M S 1 62 1 0 0 1 0 1
337 M R 2 62 1 0 1 0 0 0
338 M S 2 70 1 1 0 1 0 0
339 M SH 2 68 1 0 1 0 0 0
340 M M 1 71 1 0 1 0 0 1
341 M M 1 60 1 0 0 1 1 1
342 M H 1 60 1 0 0 0 1 1
343 M M 1 76 1 0 0 0 1 1
344 M I 1 56 1 0 0 0 0 1
345 M T 2 60 1 1 1 0 0 0
346 M N 2 61 1 1 1 0 0 0
347 M R 1 61 1 0 0 0 0 1
348 M S 1 57 1 0 1 0 0 1
349 M R 1 61 1 0 0 1 0 1
350 M M 1 85 1 0 0 0 1 1

Universitas Sriwijaya
128

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. OLAH. MER.
351 M N 2 52 1 1 0 0 0 0
352 M F 2 55 1 1 1 0 0 0
353 M T 2 70 1 1 0 0 0 0
354 M E 2 57 1 0 1 0 1 0
355 M H 2 64 1 0 0 1 0 0
356 M R 2 64 1 0 0 1 0 0
357 M M 1 60 1 0 0 0 0 1
358 M R 1 63 1 0 0 0 0 1
359 M K 2 65 1 0 1 0 0 0
360 M R 2 51 1 0 0 1 0 0
361 M M 2 60 1 0 0 1 0 0
362 M H 2 62 1 1 0 0 0 0
363 M M 2 65 1 0 1 0 1 0
364 M N 2 62 1 0 1 0 0 0
365 M MD 1 68 1 1 0 1 1 0
366 M N 2 63 1 0 0 0 0 0
367 M S 2 60 1 0 0 1 1 0
368 M HS 1 60 1 0 0 0 0 1
369 M Y 2 61 1 0 1 0 0 0
370 M S 1 57 1 0 0 0 0 1
371 M T 1 71 1 0 1 0 1 1
372 M S 1 75 1 0 0 0 1 0
373 M A 1 66 1 1 0 0 0 1
374 M Z 1 68 1 0 1 1 0 0
375 M H 1 53 1 0 0 0 1 0
376 M T 1 68 0 0 0 0 1 0
377 M A 1 55 1 0 0 0 1 0
378 M A 1 71 1 0 0 0 0 1
379 M MR 1 67 1 0 1 0 1 1
380 M Z 1 71 1 0 0 0 0 1
381 M H 1 70 1 0 0 0 1 0
382 M MA 1 68 1 0 0 0 1 0
383 M T 1 58 1 0 1 1 0 0
384 M Y 1 68 1 0 0 0 0 1
385 M M 1 77 1 0 0 1 1 1
386 M A 1 58 1 1 0 0 0 1
387 M S 1 74 1 0 0 1 0 0
388 M I 1 68 1 0 0 1 1 0
389 M H 1 63 1 0 1 1 0 0
390 M H 1 63 1 0 0 1 1 0
391 M B 1 68 1 0 0 1 1 0
392 M D 1 68 1 0 1 0 0 0
393 M S 1 62 1 0 1 0 0 0
394 M S 1 62 1 0 0 0 0 1
395 M H 1 61 1 0 0 1 1 0
396 M R 1 63 1 0 0 0 0 1
397 M S 1 65 1 1 0 1 1 0
398 M S 1 60 1 0 1 0 1 0
399 M S 1 60 1 0 1 0 0 0
400 M M 1 69 1 0 0 0 0 1

Universitas Sriwijaya
129

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. OLAH. MER.
401 M MT 1 65 1 0 0 0 0 1
402 M A 1 70 1 0 0 0 0 1
403 M AP 1 53 1 0 0 0 0 1
404 M F 1 71 1 0 1 0 0 1
405 M S 1 68 1 0 1 0 0 1
406 M S 1 68 1 0 1 0 0 1
407 M AH 1 56 1 0 0 1 0 1
408 M S 1 51 1 0 0 0 1 0
409 M SH 1 74 1 0 1 0 1 0
410 M A 1 73 1 0 1 0 0 0
411 M S 1 69 1 1 0 1 1 0
412 M U 1 67 1 1 0 0 1 1
413 M R 1 73 1 0 0 0 0 1
414 M K 1 63 1 0 1 1 0 1
415 M N 1 59 1 1 0 0 0 0
416 M M 1 69 1 1 0 0 0 1
417 M M 1 69 1 1 0 0 0 0
418 M L 1 57 1 0 0 0 0 0
419 M S 1 63 1 0 0 0 0 1
420 M Z 1 57 1 0 1 1 0 0
421 M ES 1 57 1 0 1 1 0 0
422 M M 1 75 1 0 1 1 0 0
423 M MS 1 66 1 1 0 0 1 1
424 M J 1 74 1 0 0 0 1 1
425 O R 2 39 1 1 0 1 1 0
426 O D 2 50 0 1 1 0 1 0
427 O H 2 44 1 0 0 1 0 0
428 O R 1 36 1 0 0 0 1 1
429 O F 1 30 0 1 0 0 1 1
430 O N 2 33 0 1 0 1 0 0
431 O R 1 55 1 1 0 0 0 1
432 O S 1 47 1 1 0 0 0 1
433 O R 2 68 1 1 0 0 0 0
434 O R 2 63 1 1 0 0 0 0
435 O I 2 56 1 1 0 0 0 0
436 O L 2 72 0 1 0 0 0 0
437 O S 1 70 0 1 0 0 0 1
438 O B 2 40 0 1 0 0 0 0
439 O U 1 58 0 1 0 0 0 0
440 O D 1 47 0 1 0 1 0 1
441 O W 2 71 1 1 0 0 0 0
442 O M 2 51 1 0 0 0 0 0
443 O N 1 65 1 1 0 0 0 0
444 O P 2 54 1 1 0 1 0 0
445 O M 2 47 1 1 0 1 0 0
446 O N 2 52 0 1 0 0 0 0
447 O J 1 45 0 1 0 0 1 1
448 O S 1 39 1 1 0 0 0 1
449 O Z 1 69 1 1 0 0 0 1
450 O J 1 44 1 0 0 0 0 1

Universitas Sriwijaya
130

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. OLAH. MER.
451 O R 2 47 1 1 0 0 0 0
452 O R 2 46 0 1 0 1 0 0
453 O S 2 60 1 1 0 0 0 0
454 O N 2 57 1 1 0 0 0 0
455 O R 2 63 1 0 0 0 0 0
456 O F 2 54 1 0 0 0 0 0
457 O S 2 70 1 0 0 0 0 0
458 O J 1 55 1 1 0 0 1 1
459 O H 2 65 1 0 0 0 0 0
460 O H 2 62 1 0 0 0 0 0
461 O R 2 56 1 0 0 0 0 0
462 O S 2 50 1 0 0 0 0 0
463 O S 2 57 1 1 0 0 0 0
464 O N 2 82 1 0 0 0 0 0
465 O F 2 57 1 1 0 0 0 0
466 O S 1 62 1 0 0 0 0 0
467 O S 1 52 1 0 0 0 0 0
468 O H 1 56 1 0 0 0 0 0
469 O R 2 56 1 0 0 0 0 0
470 O H 2 79 1 0 0 0 0 0
471 O K 2 63 1 1 0 0 0 0
472 O M 1 63 1 0 0 0 0 0
473 O E 2 42 1 0 0 0 0 0
474 O D 1 46 1 1 0 0 0 0
475 O N 1 67 1 0 0 1 0 1
476 O R 2 42 1 0 0 0 0 0
477 O S 1 45 1 1 0 1 0 0
478 O H 2 40 1 1 0 0 0 0
479 O N 2 45 1 1 0 0 0 0
480 O A 2 44 1 1 0 1 0 0
481 O S 2 41 1 1 0 0 0 0
482 O NR 1 43 1 0 0 0 0 0
483 O M 2 46 1 0 0 0 0 0
484 O M 2 41 1 1 0 0 0 0
485 O R 1 42 1 0 0 0 0 0
486 O M 2 40 1 1 0 0 0 0
487 O L 1 55 1 1 0 0 0 0
488 O R 1 53 1 0 1 0 0 1
489 O N 1 56 1 0 1 0 0 0
490 O MN 1 68 1 0 0 0 0 0
491 O S 2 55 1 0 0 0 0 0
492 O M 1 65 1 0 0 0 0 0
493 O S 2 51 1 0 0 0 0 0
494 O R 2 43 1 0 0 1 0 0
495 O S 1 55 1 0 0 0 0 1
496 O D 1 59 1 0 0 0 0 0
497 O S 1 48 1 0 0 0 0 0
498 O M 1 46 1 0 0 0 0 0
499 O D 1 44 1 1 0 0 0 0
500 O S 1 60 1 0 0 0 0 0

Universitas Sriwijaya
131

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. OLAH. MER.
501 O W 2 61 1 0 0 0 0 0
502 O N 2 52 1 1 0 0 0 0
503 O R 1 59 1 1 0 0 0 0
504 O R 1 46 1 1 0 0 0 0
505 O R 1 55 1 1 0 0 0 0
506 O M 2 52 1 0 0 0 0 0
507 O S 2 59 1 0 0 0 0 0
508 O SM 1 55 1 0 0 0 0 0
509 O K 2 68 1 1 0 0 0 0
510 O R 1 55 1 0 0 0 0 0
511 O T 1 41 1 0 0 0 0 0
512 O S 2 53 1 0 0 0 0 0
513 O M 2 57 1 0 0 0 0 0
514 O H 2 76 1 1 0 0 0 0
515 O R 2 46 1 0 0 0 0 0
516 O S 1 50 1 1 0 0 0 0
517 O F 2 51 1 0 0 0 0 0
518 O Y 2 88 1 0 0 0 0 0
519 O S 2 70 1 1 0 0 0 0
520 O I 2 51 1 0 0 0 0 0
521 O W 2 73 1 1 0 0 0 0
522 O K 2 52 1 0 0 0 0 0
523 O M 2 52 1 1 0 0 0 0
524 O P 1 81 1 0 0 0 0 0
525 O R 2 52 1 1 0 0 0 0
526 O M 1 69 1 1 1 0 0 0
527 O Z 2 53 1 1 0 0 0 0
528 O W 2 68 1 0 0 0 0 0
529 O I 2 76 1 0 0 0 0 0
530 O B 1 53 1 0 0 0 0 0
531 O S 2 53 1 0 0 0 0 0
532 O T 1 58 1 1 0 0 0 0
533 O P 2 60 1 0 0 0 0 0
534 O N 2 46 1 0 0 0 0 0
535 O R 2 47 1 0 0 0 0 0
536 O N 2 57 1 0 0 0 0 0
537 O R 2 55 1 1 0 0 0 0
538 O T 2 48 1 1 0 0 0 0
539 O K 2 59 1 1 0 0 0 0
540 O W 2 61 1 1 0 0 0 0
541 B Z 1 62 1 1 0 1 0 1
542 B S 1 79 1 0 0 1 0 1
543 B N 1 50 1 0 1 1 0 1
544 B S 1 47 1 0 0 0 0 1
545 B I 1 65 1 0 0 1 0 1
546 B S 1 68 1 0 0 0 0 1
547 B CN 1 73 1 0 0 1 0 1
548 B T 1 53 1 0 0 1 0 0
549 B S 1 70 1 1 1 0 1 0
550 B A 1 71 1 0 0 1 0 0

Universitas Sriwijaya
132

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. OLAH. MER.
551 B S 1 48 1 1 0 0 1 1
552 B F 1 63 1 0 0 1 0 1
553 B S 1 50 1 1 0 0 1 1
554 B FU 1 47 1 0 0 1 0 1
555 B S 1 48 1 0 0 1 0 1
556 B F 1 53 1 0 1 0 1 1
557 B M 1 54 1 0 1 1 0 1
558 B DJ 1 64 1 1 0 1 1 1
559 B T 1 43 1 0 1 1 0 1
560 B U 1 59 1 0 1 0 0 1
561 B R 1 48 1 0 0 1 0 0
562 B S 1 52 1 1 1 0 0 1
563 B T 1 42 1 0 0 1 1 1
564 B F 1 34 1 0 1 1 0 1
565 B A 1 80 1 0 0 0 1 0
566 B Z 1 62 1 1 0 1 0 0
567 B S 1 69 1 0 1 0 1 1
568 B P 1 67 1 0 0 1 0 1
569 B S 1 35 1 0 0 1 0 1
570 B M 1 69 1 1 1 1 0 0
571 B H 1 67 1 0 0 0 1 1
572 B S 1 63 1 0 1 1 0 1
573 B R 1 50 1 0 1 1 0 1
574 B S 1 70 1 1 0 1 0 0
575 B S 1 69 1 0 0 1 1 1
576 B MA 1 52 1 0 0 0 1 1
577 B HB 1 75 1 0 0 1 1 1
578 B CN 1 38 1 0 1 1 1 1
579 B R 1 43 1 0 0 1 0 1
580 B S 1 45 1 0 0 1 0 1
581 B T 1 74 1 0 1 0 1 1
582 B Z 1 62 1 0 0 1 1 1
583 B DJ 1 75 1 0 0 1 1 1
584 B R 1 69 1 0 1 1 1 0
585 B M 2 69 1 0 1 1 1 0
586 B K 2 75 1 1 0 1 0 0
587 B H 2 44 1 0 0 1 0 0
588 B M 2 49 1 0 0 1 1 0
589 B R 2 40 1 0 1 1 0 0
590 B S 2 62 1 1 1 0 1 0
591 B S 2 69 1 0 0 1 1 0
592 B N 2 48 1 0 1 1 0 0
593 B R 2 60 1 1 1 1 1 0
594 B T 2 72 1 0 1 1 1 0
595 B SA 2 66 1 0 1 1 0 0
596 B F 2 64 1 0 1 0 1 0
597 B DM 2 36 1 0 0 1 0 0
598 B R 2 64 1 0 0 1 0 0
599 B R 2 62 1 1 1 0 0 0
600 B S 2 60 1 0 0 1 1 0

Universitas Sriwijaya
133

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. OLAH. MER.
601 B N 2 64 1 0 1 1 0 0
602 B R 2 64 1 1 0 1 0 0
603 B N 2 52 1 1 1 0 1 0
604 B S 2 49 1 0 0 1 0 0
605 B S 2 50 1 0 0 1 0 0
606 B M 2 51 1 1 0 1 0 0
607 B I 2 57 1 0 1 1 0 0
608 B H 2 62 1 0 0 1 0 0
609 B S 2 48 1 0 1 0 0 0
610 P ER 2 50 1 0 1 0 0 1
611 P AU 1 54 0 1 0 1 0 0
612 P S 1 59 1 1 0 0 0 1
613 P MU 1 50 0 1 0 0 0 1
614 P F 1 56 0 1 0 0 0 1
615 P TS 2 67 1 0 0 1 0 0
616 P N 2 59 1 0 0 1 0 0
617 P GN 1 55 1 0 0 1 0 0
618 P I 2 62 0 1 0 1 0 0
619 P MH 2 72 1 0 0 1 0 0
620 P S 1 69 0 1 0 1 0 0
621 P MT 1 70 1 1 1 1 0 1
622 P S 2 63 0 1 1 1 0 0
623 P SA 1 64 1 0 0 0 0 1
624 P BH 1 69 0 1 0 0 0 1
625 P I 2 69 1 0 0 1 0 0
626 P U 1 76 0 1 0 1 0 1
627 P JA 2 83 1 0 1 0 0 0
628 P A 2 57 0 1 0 1 0 0
629 P R 1 77 0 0 1 0 0 1
630 P R 2 60 0 1 0 1 0 0
631 P R 2 59 0 1 0 1 0 0
632 P B 2 80 1 0 0 1 0 0
633 P E 1 70 0 1 1 0 0 1
634 P N 2 62 1 0 0 1 0 0
635 P MD 2 54 0 0 1 0 0 0
636 P SH 1 62 1 0 0 1 0 1
637 P JA 1 55 1 0 0 1 0 1
638 P BH 2 69 0 1 0 1 0 0
639 P M 1 67 1 0 0 0 0 1
640 P E 2 60 1 0 1 0 0 0
641 P S 1 64 1 0 0 0 0 1
642 P MM 2 51 0 1 0 0 0 0
643 P S 2 74 0 1 1 1 0 0
644 P SR 1 55 0 0 1 1 0 0
645 P S 1 67 0 0 1 1 0 0
646 P A 2 56 1 1 0 0 0 0
647 P NH 2 78 1 0 1 0 0 0
648 P UC 1 65 0 1 0 0 0 1
649 P L 2 50 0 1 0 1 0 0
650 P GN 2 60 0 1 0 1 0 0

Universitas Sriwijaya
134

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. OLAH. MER.
651 P TR 1 70 1 0 0 1 0 1
652 P S 1 69 0 1 0 1 0 1
653 P P 2 57 1 0 0 1 0 0
654 P E 2 70 1 0 1 0 0 0
655 P ER 1 69 0 1 0 1 0 1
656 P M 2 70 0 1 0 1 0 0
657 P AL 1 69 1 0 1 0 0 0
658 P BS 1 75 0 1 1 0 0 0
659 P LN 2 50 1 1 0 0 0 0
660 P RR 2 57 1 1 0 0 0 0
661 P FT 2 58 0 1 0 1 0 0
662 P S 1 58 0 1 0 1 0 1
663 P A 1 51 1 0 1 1 0 1
664 P MK 1 63 0 1 0 1 0 0
665 P BF 2 80 1 0 1 1 0 0
666 P MH 1 69 1 0 1 1 0 1
667 P N 2 61 0 1 1 1 0 0
668 P R 2 65 0 1 1 0 0 0
669 P AH 2 58 1 0 1 0 0 0
670 P M 2 63 1 0 1 0 0 0
671 P S 1 69 0 1 0 1 0 0
672 P SS 2 55 0 1 1 0 0 0
673 P KH 1 51 0 1 0 1 0 1
674 A Y 2 58 1 0 0 0 0 0
675 A SR 1 59 1 0 0 0 0 0
676 A R 2 66 1 0 0 0 0 0
677 A S 2 60 1 0 1 0 0 0
678 A DN 1 74 1 0 0 0 0 1
679 A EH 1 54 1 0 1 0 0 1
680 A SY 1 77 1 0 1 0 0 0
681 A J 1 54 1 0 0 0 0 0
682 A R 2 64 1 0 0 0 0 0
683 A S 1 57 1 0 1 0 0 0
684 A Y 1 69 1 0 0 0 0 1
685 A SB 1 56 1 0 0 0 0 0
686 A A 1 44 1 0 0 0 0 0
687 A AW 1 50 1 0 0 0 0 0
688 A SW 2 48 1 0 0 0 0 0
689 A P 1 53 0 1 0 0 0 1
690 A AM 1 62 1 0 0 0 0 0
691 A A 1 76 1 0 1 0 0 0
692 A J 1 58 0 1 0 0 0 1
693 A M 1 48 1 0 0 0 0 0
694 A ES 1 53 1 0 1 0 0 0
695 A N 2 56 0 1 0 0 1 0
696 A MD 1 60 1 0 0 0 1 0
697 A RM 1 67 1 0 1 0 0 1
698 A S 1 60 1 1 0 0 0 0
699 A MH 1 45 1 0 0 0 0 1
700 A A 1 60 1 0 0 0 0 0

Universitas Sriwijaya
135

Lampiran 4. Lanjutan
NO. PUS. NAMA J.K. UMUR HIP. DIA. OBES. R.K. OLAH. MER.
701 A H 1 48 1 0 0 0 1 0
702 A Y 2 32 0 0 1 0 0 0
703 A O 1 52 1 0 1 0 0 0
704 A A 2 53 1 0 1 0 1 0
705 A A 1 60 1 0 0 0 0 1
706 A L 2 50 0 1 0 0 0 0
707 A DN 2 44 1 0 0 0 0 0
708 A Z 1 45 0 0 0 0 1 0
709 A R 1 40 1 0 0 0 1 0
710 A N 1 34 1 0 0 1 0 0
711 A S 2 56 1 0 0 0 0 0
712 A M 2 57 0 1 0 0 0 0
713 A BZ 2 56 1 0 1 0 0 0
714 A AA 1 51 1 0 0 0 0 0
715 A MS 1 49 0 0 0 0 1 0
716 A K 1 61 1 0 0 0 0 1
717 A ML 1 63 1 0 0 0 0 0
718 A BS 2 56 1 0 0 0 0 0
719 A F 2 54 1 0 1 0 1 0
720 A T 2 70 1 0 0 0 0 0
721 A MA 1 60 1 0 1 0 0 0
722 A RR 1 67 1 0 0 0 0 0
723 A A 1 59 0 0 0 0 0 1
724 A R 2 53 1 0 0 0 1 0

Universitas Sriwijaya
136

Lampiran 5. Uji Statistik Tahap 1

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
T 39 100.0% 0 0.0% 39 100.0%
RH 39 100.0% 0 0.0% 39 100.0%
PM 39 100.0% 0 0.0% 39 100.0%
PJK 39 100.0% 0 0.0% 39 100.0%

Statistics
T RH PM PJK
Valid 39 39 39 39
N
Missing 0 0 0 0
Mean 30.905 73.867 10.341 24.51
Median 30.600 74.000 9.900 2.00
Std. Deviation 1.8957 4.9636 3.8664 51.089
Minimum 27.3 63.5 4.1 0
Maximum 35.5 85.1 18.8 218

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
T .087 39 .200* .981 39 .744
RH .077 39 .200* .987 39 .919
PM .135 39 .071 .943 39 .046
PJK .343 39 .000 .542 39 .000

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Correlations
T RH PM
Pearson Correlation 1 -.931** -.059
T Sig. (2-tailed) .000 .720
N 39 39 39
Pearson Correlation -.931** 1 .058
RH Sig. (2-tailed) .000 .726
N 39 39 39
Pearson Correlation -.059 .058 1
PM Sig. (2-tailed) .720 .726
N 39 39 39

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
PM PJK
Correlation Coefficient 1.000 -.181
PM Sig. (2-tailed) . .270
N 39 39
Spearman's rho
Correlation Coefficient -.181 1.000
PJK Sig. (2-tailed) .270 .
N 39 39

Universitas Sriwijaya
137

Lampiran 6. Uji Statistik Tahap 3

Uji Kontigensi

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
U*D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
JK * D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
H*D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
O*D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
RK * D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
M*D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
T1 * D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%

Symmetric Measures
U*D Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .095 .010
N of Valid Cases 724
JK * D Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .108 .003
N of Valid Cases 724
H*D Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .327 .000
N of Valid Cases 724
O*D Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .185 .000
N of Valid Cases 724
RK * D Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .143 .000
N of Valid Cases 724
M*D Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .146 .000
N of Valid Cases 724
T1 * D Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .133 .000


N of Valid Cases 724
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Universitas Sriwijaya
138

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
JK * U 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
H*U 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
O*U 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
RK * U 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
M*U 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
T1 * U 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%

Symmetric Measures
JK * U Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .055 .142
N of Valid Cases 724
H*U Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .011 .769
N of Valid Cases 724
O*U Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .091 .014
N of Valid Cases 724
RK * U Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .012 .737
N of Valid Cases 724
M*U Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .043 .243
N of Valid Cases 724
T1 * U Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .003 .926
N of Valid Cases 724
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Universitas Sriwijaya
139

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
H * JK 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
O * JK 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
RK * JK 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
M * JK 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
T1 * JK 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%

Symmetric Measures
H * JK Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .052 .158
N of Valid Cases 724
O * JK Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .031 .408
N of Valid Cases 724
RK * JK Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .120 .001
N of Valid Cases 724
M * JK Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .462 .000
N of Valid Cases 724
T1 * JK Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .008 .829
N of Valid Cases 724
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
O*H 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
RK * H 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
M*H 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
T1 * H 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%

O*H Value Approx. Sig.


Nominal by Nominal Contingency Coefficient .013 .732
N of Valid Cases 724
RK * H Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .144 .000
N of Valid Cases 724
M*H Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .023 .529
N of Valid Cases 724
T1 * H Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .022 .558
N of Valid Cases 724
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Universitas Sriwijaya
140

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
RK * O 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
M*O 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
T1 * O 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%

Symmetric Measures
RK * O Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .034 .364
N of Valid Cases 724
M*O Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .053 .156
N of Valid Cases 724
T1 * O Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .006 .881
N of Valid Cases 724
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
M * RK 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
T1 * RK 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%

Symmetric Measures
M * RK Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .040 .281
N of Valid Cases 724
T1 * RK Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .037 .323
N of Valid Cases 724
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
T1 * M 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%

Symmetric Measures
T1 * M Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .070 .058
N of Valid Cases 724
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Universitas Sriwijaya
141

Frequency Table (6 Puskemas)

Sukarami
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
1.00 75 34.4 34.4 34.4
Valid 2.00 143 65.6 65.6 100.0
Total 218 100.0 100.0

JK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
1.00 119 54.6 54.6 54.6
Valid 2.00 99 45.4 45.4 100.0
Total 218 100.0 100.0

Hip
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 2 .9 .9 .9
Valid 1.00 216 99.1 99.1 100.0
Total 218 100.0 100.0

Dia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 130 59.6 59.6 59.6
Valid 1.00 88 40.4 40.4 100.0
Total 218 100.0 100.0

Obe
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 182 83.5 83.5 83.5
Valid 1.00 36 16.5 16.5 100.0
Total 218 100.0 100.0

RK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 163 74.8 74.8 74.8
Valid 1.00 55 25.2 25.2 100.0
Total 218 100.0 100.0

Merokok
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 192 88.1 88.1 88.1
Valid 1.00 26 11.9 11.9 100.0
Total 218 100.0 100.0

T1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 198 90.8 90.8 90.8
Valid 1.00 20 9.2 9.2 100.0
Total 218 100.0 100.0

Universitas Sriwijaya
142

Frequency Table

Merdeka
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
1.00 23 11.2 11.2 11.2
Valid 2.00 183 88.8 88.8 100.0
Total 206 100.0 100.0

JK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
1.00 123 59.7 59.7 59.7
Valid 2.00 83 40.3 40.3 100.0
Total 206 100.0 100.0

Hip
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 13 6.3 6.3 6.3
Valid 1.00 193 93.7 93.7 100.0
Total 206 100.0 100.0

Dia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 173 84.0 84.0 84.0
Valid 1.00 33 16.0 16.0 100.0
Total 206 100.0 100.0

Obe
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 164 79.6 79.6 79.6
Valid 1.00 42 20.4 20.4 100.0
Total 206 100.0 100.0

RK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 126 61.2 61.2 61.2
Valid 1.00 80 38.8 38.8 100.0
Total 206 100.0 100.0

Merokok
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 126 61.2 61.2 61.2
Valid 1.00 80 38.8 38.8 100.0
Total 206 100.0 100.0

T1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 155 75.2 75.2 75.2
Valid 1.00 51 24.8 24.8 100.0
Total 206 100.0 100.0

Universitas Sriwijaya
143

Frequency Table

OPI
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
1.00 67 57.8 57.8 57.8
Valid 2.00 49 42.2 42.2 100.0
Total 116 100.0 100.0

JK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
1.00 44 37.9 37.9 37.9
Valid 2.00 72 62.1 62.1 100.0
Total 116 100.0 100.0

Hip
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 11 9.5 9.5 9.5
Valid 1.00 105 90.5 90.5 100.0
Total 116 100.0 100.0

Dia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 58 50.0 50.0 50.0
Valid 1.00 58 50.0 50.0 100.0
Total 116 100.0 100.0

Obe
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 112 96.6 96.6 96.6
Valid 1.00 4 3.4 3.4 100.0
Total 116 100.0 100.0

RK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 105 90.5 90.5 90.5
Valid 1.00 11 9.5 9.5 100.0
Total 116 100.0 100.0

Merokok
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 102 87.9 87.9 87.9
Valid 1.00 14 12.1 12.1 100.0
Total 116 100.0 100.0

T1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 110 94.8 94.8 94.8
Valid 1.00 6 5.2 5.2 100.0
Total 116 100.0 100.0

Universitas Sriwijaya
144

Frequency Table

Basuki Rahmat

Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
1.00 30 43.5 43.5 43.5
Valid 2.00 39 56.5 56.5 100.0
Total 69 100.0 100.0

JK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
1.00 44 63.8 63.8 63.8
Valid 2.00 25 36.2 36.2 100.0
Total 69 100.0 100.0

Hip
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1.00 69 100.0 100.0 100.0

Dia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 53 76.8 76.8 76.8
Valid 1.00 16 23.2 23.2 100.0
Total 69 100.0 100.0

Obe
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 41 59.4 59.4 59.4
Valid 1.00 28 40.6 40.6 100.0
Total 69 100.0 100.0

RK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 18 26.1 26.1 26.1
Valid 1.00 51 73.9 73.9 100.0
Total 69 100.0 100.0

Merokok
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 34 49.3 49.3 49.3
Valid 1.00 35 50.7 50.7 100.0
Total 69 100.0 100.0

T1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 43 62.3 62.3 62.3
Valid 1.00 26 37.7 37.7 100.0
Total 69 100.0 100.0

Universitas Sriwijaya
145

Frequency Table

Pakjo

Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
1.00 13 20.3 20.3 20.3
Valid 2.00 51 79.7 79.7 100.0
Total 64 100.0 100.0

JK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
1.00 30 46.9 46.9 46.9
Valid 2.00 34 53.1 53.1 100.0
Total 64 100.0 100.0

Hip
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 34 53.1 53.1 53.1
Valid 1.00 30 46.9 46.9 100.0
Total 64 100.0 100.0

Dia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 29 45.3 45.3 45.3
Valid 1.00 35 54.7 54.7 100.0
Total 64 100.0 100.0

Obe
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 41 64.1 64.1 64.1
Valid 1.00 23 35.9 35.9 100.0
Total 64 100.0 100.0

RK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 26 40.6 40.6 40.6
Valid 1.00 38 59.4 59.4 100.0
Total 64 100.0 100.0

Merokok
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 42 65.6 65.6 65.6
Valid 1.00 22 34.4 34.4 100.0
Total 64 100.0 100.0

T1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid .00 64 100.0 100.0 100.0

Universitas Sriwijaya
146

Frequency Table

Alang Alang Lebar

Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
1.00 22 43.1 43.1 43.1
Valid 2.00 29 56.9 56.9 100.0
Total 51 100.0 100.0

JK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
1.00 34 66.7 66.7 66.7
Valid 2.00 17 33.3 33.3 100.0
Total 51 100.0 100.0

Hip
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 9 17.6 17.6 17.6
Valid 1.00 42 82.4 82.4 100.0
Total 51 100.0 100.0

Dia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 45 88.2 88.2 88.2
Valid 1.00 6 11.8 11.8 100.0
Total 51 100.0 100.0

Obe
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 38 74.5 74.5 74.5
Valid 1.00 13 25.5 25.5 100.0
Total 51 100.0 100.0

RK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 50 98.0 98.0 98.0
Valid 1.00 1 2.0 2.0 100.0
Total 51 100.0 100.0

Merokok
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 41 80.4 80.4 80.4
Valid 1.00 10 19.6 19.6 100.0
Total 51 100.0 100.0

T1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00 42 82.4 82.4 82.4
Valid 1.00 9 17.6 17.6 100.0
Total 51 100.0 100.0

Universitas Sriwijaya
147

Frequency Table (Total)


U
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
<55 tahun 230 31.8 31.8 31.8
Valid >55 tahun 494 68.2 68.2 100.0
Total 724 100.0 100.0

JK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Pria 394 54.4 54.4 54.4
Valid Wanita 330 45.6 45.6 100.0
Total 724 100.0 100.0

H
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Tidak 69 9.5 9.5 9.5
Valid Ya 655 90.5 90.5 100.0
Total 724 100.0 100.0

D
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Tidak 488 67.4 67.4 67.4
Valid Ya 236 32.6 32.6 100.0
Total 724 100.0 100.0

O
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Tidak 578 79.8 79.8 79.8
Valid Ya 146 20.2 20.2 100.0
Total 724 100.0 100.0

RK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Tidak 488 67.4 67.4 67.4
Valid Ya 236 32.6 32.6 100.0
Total 724 100.0 100.0

M
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Tidak 537 74.2 74.2 74.2
Valid Ya 187 25.8 25.8 100.0
Total 724 100.0 100.0

T1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
tidak 612 84.5 84.5 84.5
Valid ya 112 15.5 15.5 100.0
Total 724 100.0 100.0

Universitas Sriwijaya
148

Crosstabs (Chi Square)


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
U*D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
JK * D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
H*D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
O*D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
RK * D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
T1 * D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%
M*D 724 100.0% 0 0.0% 724 100.0%

Crosstab
U*D D Total
Tidak Ya
Count 140 90 230
<55 tahun
% within U 60.9% 39.1% 100.0%
U
Count 348 146 494
>55 tahun
% within U 70.4% 29.6% 100.0%
Count 488 236 724
Total
% within U 67.4% 32.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.550a 1 .010
Continuity Correctionb 6.121 1 .013
Likelihood Ratio 6.452 1 .011
Fisher's Exact Test .013 .007
Linear-by-Linear Association 6.540 1 .011
N of Valid Cases 724
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 74.97.
b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab
JK * D D Total
Tidak Ya
Count 284 110 394
Pria
% within JK 72.1% 27.9% 100.0%
JK
Count 204 126 330
Wanita
% within JK 61.8% 38.2% 100.0%
Count 488 236 724
Total
% within JK 67.4% 32.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 8.609a 1 .003
Continuity Correctionb 8.149 1 .004
Likelihood Ratio 8.595 1 .003
Fisher's Exact Test .004 .002
Linear-by-Linear Association 8.597 1 .003
N of Valid Cases 724
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 107.57.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sriwijaya
149

Crosstab
H*D D Total
Tidak Ya
Count 12 57 69
Tidak
% within H 17.4% 82.6% 100.0%
H
Count 476 179 655
Ya
% within H 72.7% 27.3% 100.0%
Count 488 236 724
Total
% within H 67.4% 32.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 86.824a 1 .000
Continuity Correctionb 84.326 1 .000
Likelihood Ratio 82.030 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 86.704 1 .000
N of Valid Cases 724
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.49.
b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab
O*D D Total
Tidak Ya
Count 364 214 578
Tidak
% within O 63.0% 37.0% 100.0%
O
Count 124 22 146
Ya
% within O 84.9% 15.1% 100.0%
Count 488 236 724
Total
% within O 67.4% 32.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 25.573a 1 .000
Continuity Correctionb 24.584 1 .000
Likelihood Ratio 28.422 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 25.538 1 .000
N of Valid Cases 724
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 47.59.
b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab
RK * D D Total
Tidak Ya
Count 306 182 488
Tidak
% within RK 62.7% 37.3% 100.0%
RK
Count 182 54 236
Ya
% within RK 77.1% 22.9% 100.0%
Count 488 236 724
Total
% within RK 67.4% 32.6% 100.0%

Universitas Sriwijaya
150

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 15.041a 1 .000
Continuity Correctionb 14.393 1 .000
Likelihood Ratio 15.586 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 15.021 1 .000
N of Valid Cases 724
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 76.93.
b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab
T1 * D D Total
Tidak Ya
Count 396 216 612
tidak
% within T1 64.7% 35.3% 100.0%
T1
Count 92 20 112
ya
% within T1 82.1% 17.9% 100.0%
Count 488 236 724
Total
% within T1 67.4% 32.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 13.101a 1 .000
Continuity Correctionb 12.320 1 .000
Likelihood Ratio 14.316 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 13.083 1 .000
N of Valid Cases 724
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 36.51.
b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab
M*D D Total
Tidak Ya
Count 340 197 537
Tidak
% within M 63.3% 36.7% 100.0%
M
Count 148 39 187
Ya
% within M 79.1% 20.9% 100.0%
Count 488 236 724
Total
% within M 67.4% 32.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 15.819a 1 .000
Continuity Correctionb 15.106 1 .000
Likelihood Ratio 16.703 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 15.797 1 .000
N of Valid Cases 724
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 60.96.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sriwijaya
151

Binary Logistic Regression

Case Processing Summary


Unweighted Casesa N Percent
Included in Analysis 724 100.0
Selected Cases Missing Cases 0 .0
Total 724 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 724 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding


Original Value Internal Value
Tidak 0
Ya 1

Categorical Variables Codings


Frequency Parameter
coding
(1)
Tidak 612 1.000
TO
Ya 112 .000
Pria 394 1.000
JK
Wanita 330 .000
Tidak 69 1.000
H
Ya 655 .000
Tidak 578 1.000
O
Ya 146 .000
Tidak 488 1.000
RK
Ya 236 .000
Tidak 537 1.000
M
Ya 187 .000
<55 tahun 230 1.000
U
>55 tahun 494 .000

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b
Observed Predicted
D Percentage
Tidak Ya Correct
Tidak 488 0 100.0
D
Step 0 Ya 236 0 .0
Overall Percentage 67.4

a. Constant is included in the model.


b. The cut value is .500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -.726 .079 83.955 1 .000 .484

Universitas Sriwijaya
152

Variables not in the Equation


Score df Sig.
U(1) 6.550 1 .010
JK(1) 8.609 1 .003
H(1) 86.824 1 .000
Variables O(1) 25.573 1 .000
Step 0
RK(1) 15.041 1 .000
M(1) 15.819 1 .000
TO(1) 13.101 1 .000
Overall Statistics 180.880 7 .000

Block 1: Method = Backward Stepwise (Wald)

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step 206.926 7 .000
Step 1 Block 206.926 7 .000
Model 206.926 7 .000
Step -1.636 1 .201
Step 2a Block 205.290 6 .000
Model 205.290 6 .000
Step -2.340 1 .126
Step 3a Block 202.950 5 .000
Model 202.950 5 .000

a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.

Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Nagelkerke R
Square Square
1 707.176a .249 .347
2 708.811a .247 .344
3 711.151a .244 .341

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test


Step Chi-square df Sig.
1 30.962 8 .000
2 27.573 8 .001
3 32.626 6 .000

Classification Tablea
Observed Predicted
D Percentage
Tidak Ya Correct
Tidak 410 78 84.0
D
Step 1 Ya 85 151 64.0
Overall Percentage 77.5
Tidak 440 48 90.2
D
Step 2 Ya 127 109 46.2
Overall Percentage 75.8
Tidak 381 107 78.1
D
Step 3 Ya 52 184 78.0
Overall Percentage 78.0
a. The cut value is .500

Universitas Sriwijaya
153

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
U(1) .297 .196 2.295 1 .130 1.346 .916
JK(1) -.268 .210 1.625 1 .202 .765 .507 1.155
H(1) 3.461 .386 80.213 1 .000 31.859 14.937 67.951
O(1) 1.732 .300 33.253 1 .000 5.653 3.138 10.185
Step 1a RK(1) 1.495 .236 39.980 1 .000 4.460 2.806 7.090
M(1) 1.049 .273 14.792 1 .000 2.854 1.672 4.869
TO(1) 1.154 .309 13.930 1 .000 3.172 1.730 5.816
Constant -5.395 .560 92.853 1 .000 .005
U(1) .300 .196 2.352 1 .125 1.350 .920 1.981
H(1) 3.466 .385 81.029 1 .000 31.993 15.044 68.040
O(1) 1.723 .300 32.965 1 .000 5.600 3.110 10.084
Step 2a RK(1) 1.459 .234 38.868 1 .000 4.302 2.719 6.805
M(1) 1.202 .245 24.141 1 .000 3.325 2.059 5.371
TO(1) 1.140 .309 13.641 1 .000 3.127 1.708 5.727
Constant -5.610 .536 109.580 1 .000 .004
H(1) 3.474 .385 81.437 1 .000 32.253 15.168 68.582
O(1) 1.774 .298 35.415 1 .000 5.895 3.286 10.573
RK(1) 1.470 .234 39.432 1 .000 4.349 2.749 6.881
Step 3a M(1) 1.231 .244 25.482 1 .000 3.424 2.123 5.522
TO(1) 1.138 .308 13.687 1 .000 3.120 1.708 5.702
Constant -5.584 .536 108.359 1 .000 .004

a. Variable(s) entered on step 1: U, JK, H, O, RK, M, T1.

Variables not in the Equation


Score df Sig.
Variables JK(1) 1.628 1 .202
Step 2a
Overall Statistics 1.628 1 .202
U(1) 2.359 1 .125
Variables
Step 3b JK(1) 1.685 1 .194
Overall Statistics 3.979 2 .137

a. Variable(s) removed on step 2: JK.


b. Variable(s) removed on step 3: U.

Universitas Sriwijaya
154

Lampiran 7. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Pengukuran Temperatur, Kelembaban Relatif dan PM2.5 di Puskesmas Plaju

Pengukuran Temperatur, Kelembaban Relatif dan PM2.5 di Puskesmas 7 Ulu

Pengukuran Temperatur, Kelembaban Relatif dan PM2.5 di Puskesmas


Keramasan

Universitas Sriwijaya
155

Lampiran 7. Lanjutan

Pengumpulan Debu Partikulat TSP di Puskesmas Alang Alang Lebar

Pengumpulan Debu Partikulat TSP di Puskesmas Talang Betutu

Pengumpulan Debu Partikulat TSP di Puskesmas Merdeka

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai