Anda di halaman 1dari 38

Takdir Gadis Pembalap

Malam sepi, angin malam sedikit sejuk, terlihat awan yang semula terang benderang, penuh bintang,
dan menyinari langit malam kini telah berubah warna menjadi abu-abu, menandakan akan segera turun
hujan. Namun semua itu tidak membuat gadis bernama Zaira putus asa, ia berusaha melarikan diri
untuk mengikuti balap motor ilegal, semangatnya tak tergoyahkan karena ia akan melawan musuh
besarnya, yang akan menjadi hal baik untuk Kesempatannya.

"Wah ZAAA, kamu serius tidak?! Ini mau dimulai!"ucap Prilly teman Zaira.

"Sabar donggg! Aku sedang berusaha keluar rumah agar tidak ketahuan ayahku" kata Zaira sambil
memikirkan strategi untuk keluar rumah tanpa sepengetahuan ayahnya. Ia pun mempunyai rencana
untuk keluar rumah melalui jendela kamarnya.

Dengan hati-hati, gadis itu turun dari jendela kamarnya, tanpa sengaja menyebabkan pot bunga di
dekatnya terjatuh. Untungnya, kecerobohannya tidak membangunkan penghuni rumah, dan dia dengan
cepat melarikan diri, termotivasi oleh keinginan untuk menerima usulan lawannya: terlibat dalam balap
motor yang bisa dibilang liar.

Meninggalkan tempat itu dengan sepeda motor yang sudah terparkir didepan rumah. Agar tidak
menimbulkan gangguan yang dapat mengganggu orang yang ada dirumah, ia dengan nekat mendorong
sepeda motornya dengan sangat hati-hati agar tidak terdengar oleh ayahnya. Namun, kehati-hatiannya
terbukti sia-sia karena suara yang dalam dan bergema tiba-tiba menghentikan kemajuannya.

Zaira seorang wanita muda yang memiliki paras yang sangat cantik sekali. Namun, sikap dan
kelakuannya sangat berbeda dengan kakak perempuannya, zaira seorang gadis yang menyukai
kebebasan, balap motor, dan bersosialisasi di klub, berbeda dengan kakaknya dalam hal menunjukkan
pemahaman dan penghargaan yang mendalam terhadap masalah agama.

“ ZAIRAAA!!!” teriak ayahnya dari depan pintu.

Seketika Zaira menengok kearah pintu, ia melihat ayahnya sedang berdiri didepan pintu dengan raut
wajah yang sangat tidak mengenakan.

“ MAU KEMANA KAMU?! Ucap ayahnya sambil berjalan kearahnya.


Zaira terlanjur menancap gas dan melajukan motornya dengan sangat cepat. Sang ayah tak tinggal
diam, ia langsung menuju ke garasi untuk mngambil mobilnya dan mengejar Zaira dengan perasaan
marah. Namun, ayahnya kehilangan jejak Zaira. Tetapi, sang ayah terus mencari Zaira.

Di lokasi tersendiri, khususnya di kawasan terlarang balap motor, terdapat banyak penonton yang ingin
menyaksikan tontonan tersebut. Zaira, dengan wajahnya yang memukau, menyeringai penuh percaya
diri, yakin sepenuhnya akan kemampuannya untuk tampil sebagai pemenang kali ini.

Balap motorpun akan segera dimulai. Tetapi, sang ayah menghampiri Zaira sambil berkata “ ZAIRA
PULANG SEKARANG ATAU AYAH AKAN USIR KAMU DARI RUMAH MALAM INI JUGA” dengan
raut wajah yang tidak mengenakan.

“PULANG! Atau kamu tidak ada mendapatkan warisan sepeserpun dan ayah akan mencabut semua
fasilitas kamu yang sudah ayah berikan”. Ucap ayah dan langsung pergi meninggalkan lokasi balap
tersebut. Zaira pun langsung pergi begitu saja meninggalkan area balap motor tersebut.

Tidak lama kemudian Kedatangan Zaira ke rumah diiringi suara sepeda motor yang terdengar dari
depan rumahnya, membuatnya tak punya pilihan selain menahan celotehan orang tuanya yang tak
terelakkan, suka atau tidak suka. setelah Zaira membuka pintu.

Kedua orang tuanya duduk di sofa ruang tamu, menunggunya dengan penuh semangat, saat Zaira
menghampiri mereka dengan perasaan takut. Dengan nada yang tidak sesuai dengan karakternya, Ayah
memerintahkan, "Duduklah”.

“Dah mau jadi anak durhaka kamu, HAH?!"ucap ayahnya dengan nada yang tinggi dan keras. sontak
Zaira terkejut begitupun dengan Kakaknya, Bunda Zaira.

Belum sempat zaira menyelesaikan ucapan maafnya, Ayah tiba-tiba memotong kalimat Zaira,
menyebabkan Zaira menundukkan pandangannya dengan sikap pasrah, membuatnya bertanya-tanya
apakah dia benar-benar yang bertanggung jawab atas situasi ini.

"Ayah telah berulang kali menasehati kamu zaira kalau perempuan itu tidak baik bepergian di malam
hari, terutama di dini hari apalagi untuk mengikuti balap liar itu. perempuan itu lebih baik untuk tetap
berada di dalam rumah, karena meninggalkan rumah dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari
kekuatan jahat". Ucap ayah.
“ Mulai besok kamu akan berangkat ke pesantren, Ayah sudah mengurus semuanya, dan Ayah tidak mau
mendengar kata penolakan dari kamu, kalau sampai Ayah mendengarnya langsung dari mulut kamu,
Ayah tidak akan segan-segan mencoret nama kamu dari kartu keluarga!" jelas sang Ayah berbicara
membuat membuat Zaira terdiam mencerna semua perkataan yang Ayahnya bicarakan.

"WHAT! PESANTREN? Zaira gak salah dengar kan yah? ayah taukan kalau Zaira itu tidak suka yang
namanya peraturan dan hidup serba diatur, Zaira menyukai kebebasan, tapi kenapa Ayah tega mau
bawa Zaira ke tempat yang sudah jelas akan banyak peraturannya”. Ucap Zaira dengan perasaan kesal.

"Ini sudah menjadi keputusan Ayah, kalau Ayah dengar kata penolakan langsung dari mulut kamu,
silahkan pintu rumah terbuka lebar untuk kamu pergi dari rumah ini dan siap-siap saja seperti yang
ayah katakana tadi ayah akan mencoret kamu dari kartu keluarga sekaligus tidak akan mendapatkan
warisan dari ayah dan juga fasilitas kamu akan ayah cabut!" tegas Ayah.

Zaira menatap sang Ayah dengan rasa tidak percaya, keinginan Zaira cuma satu, yaitu tanpa adanya
sebuah peraturan yang tidak akan membuat kehidupannya bebas. Zaira tidak menyukai itu. Ia
mengepalkan tangannya dengan perasaan campur aduk, mulutnya kelu untuk berbicara sehingga tak
sadar bahwa Bunda menghampirinya.

"Nak, percayalah, kami semua menginginkan yang terbaik untuk Zaira. Kami merasa gagal sebagai orang
tua dan lalai menjagamu. Maafkan kami nak. Dengarkan bunda, kami sangat menyayangimu, jadi bunda
dan ayah ingin kamu bersekolah di pesantren. Kehidupan pesantren tidak begitu menakutkan. Nak,
banyak hal yang bisa dipelajari di sana. Salah satunya adalah kamu bisa mendapat teman baru dan
lingkungan baru. Percayalah nak." Nasehat bundanya kepada Zaira.

"Tapi aku tidak bisa melakukan ini, aku tidak menyukainya!" ucap Zaira kepada bundanya.

"Kembalilah ke kamarmu! Kemasi barang-barangmu untuk besok. bundamu juga sudah membelikanmu
gamis untuk keperluan sehari-hari di pesantren!"ucap Ayah dengan nada sedikit lebih tinggi.

"Baik oke! Zaira akan menerimanya"Setelah mengatakan itu, dia langsung menuju kamar dengan
suasana hati yang rumit. Kemudian bundanya mengejar Zaira untuk membantunya mengemas barang-
barang yang akan dibawanya besok. Tapi sesampainya di kamar Zaira, bunda melihat Zaira sedang
tiduran diatas kasur king size nya. Bukannya mengemasi barang-barang yang akan dibawa besok tetapi
ia tiduran dengan memainkan gadgetnya. Wajahnya masih menunjukkan eksprei kesalnya.
Bunda bertanya, “kok malah rebahan si zaaa?

Tanpa menanggapi pertanyaan bundanya, Zaira diam-diam pergi dan berjalan menuju lemari. Mengambil
kopernya, dia mulai mengemas semua pakaiannya ke dalam koper. Namun, bukan jubahnya yang
ditempatkan di dalam koper, melainkan pakaian yang biasanya dikenakan oleh gadis itu – pakaian yang
kurang sopan dan kasual. Tindakan tak terduga ini membuat mata bundanya terbelalak keheranan.

“Mengapa kamu harus membawa pakaian yang kurang bahan seperti itu, pakaian itu tidak pantas untuk
dipakai dipesantren dan tidak sopan padahal bunda sudah membelikanmu jubah, Nak?

"Aku kegerahan bunnn, tidak terbiasa memakai pakaian serba panjang ituuu” ucap Zaira kepada
bundanya.

Ibu Zaira mewanti-wantinya, menekankan pentingnya menutup aurat seorang wanita yang sudah
memasuki usia remaja. Ia menjelaskan bahwa intensitas panas dunia tidak ada apa-apanya jika
dibandingkan dengan api neraka yang menghanguskan. Lebih baik, sarannya, menahan panasnya dunia ini
daripada menghadapi panasnya neraka yang tak tertahankan, yang suhunya tujuh puluh kali lipat
melebihi suhu dunia.

Sangat tersentuh hati Zaira ketika bundanya mengatakan hal tersebut membuat ia terdiam membisu.

Bundanya menasehati Zaira bahwa Dalam agama Islam, wanita dianggap sebagai permata berharga
yang patut mendapat perhatian dan penghormatan tertinggi. Keluhuran mereka ditekankan sedemikian
rupa sehingga mereka diwajibkan untuk menyembunyikan daerah intim mereka ketika mereka
memasuki usia dewasa, menjamin ketenangan pikiran mereka dan menjaga mereka dari gangguan yang
tidak diinginkan. Ada jeda singkat ketika sang ibu merenungkan kata-katanya. Bunda mengatakan
bahwa hal tersebut sudah ada difirman Allah yaitu Al-Qur’an tepatnya pada surah An-Nur ayat 31
yang berbunyi.

‫َو ُقْل ِّلْلُم ْؤ ِم ٰن ِت َيْغ ُضْض َن ِم ْن َاْبَص اِرِهَّن َو َيْح َفْظَن ُفُرْو َج ُهَّن َو اَل ُيْبِد ْيَن ِزْيَنَتُهَّن ِااَّل َم ا َظَهَر ِم ْنَها َو ْلَيْض ِرْبَن ِبُخ ُم ِر ِهَّن َع ٰل ى ُجُيْو ِبِهَّۖن َو اَل ُيْبِد ْيَن ِزْيَنَتُهَّن ِااَّل ِلُبُعْو َلِتِهَّن‬

‫َاْو ٰا َبۤا ِٕىِهَّن َاْو ٰا َبۤا ِء ُبُعْو َلِتِهَّن َاْو َاْبَنۤا ِٕىِهَّن َاْو َاْبَن ۤا ِء ُبُع ْو َلِتِهَّن َاْو ِاْخ َو اِنِهَّن َاْو َبِنْٓي ِاْخ َو اِنِهَّن َاْو َبِنْٓي َاَخ ٰو ِتِهَّن َاْو ِنَس ۤا ِٕىِهَّن َاْو َم ا َم َلَك ْت َاْيَم اُنُهَّن َاِو الّٰت ِبِع ْيَن َغْي ِر ُاوِلى‬
‫اِاْل ْر َبِة ِم َن الِّر َج اِل َاِو الِّطْفِل اَّلِذ ْيَن َلْم َيْظَهُرْو ا َع ٰل ى َعْو ٰر ِت الِّنَس ۤا ِء ۖ َو اَل َيْض ِرْبَن ِبَاْر ُج ِلِهَّن ِلُيْع َلَم َم ا ُيْخ ِفْيَن ِم ْن ِزْيَنِتِهَّۗن َو ُتْو ُبْٓو ا ِاَلى ِهّٰللا َجِم ْيًعا َاُّي َه اْلُم ْؤ ِم ُن ْو َن َلَع َّلُك ْم‬

‫ُتْفِلُحْو َن‬
Terjemahan :

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa)
terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka,
atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para
perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki
(tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang
beriman, agar kamu beruntung.” (Q.S An-Nur ayat 31).
Zaira merasa tersindir dengan nasehat bundanya sehingga ia berkata “ bunda nyindir Zaira?
“ini bukan sindiran nak, tapi ini nasihat yang bisa bunda berikan kepada kamu. Bunda hanya mempunyai
satu permintaan dari kamu Zaira, bunda minta kamu untuk menutup aurat zaaa.” Ucap bunda kepada
Zaira agar tidak salah paham.
Zaira menjawab nasihat bundanya “ maaf bunda Zaira gak janji untuk menutup aurat, karna Zaira
takut gak bakal istiqomah”
Bundanya pun menjawab “jika niat kamu lillahi ta’ala karna Allah, maka Allah akan dipermudah untuk
menjalankan keistiqomahan itu, memang menurut kamu tidak mudah tapi tidak dengan Allah”
“ iya udah, stop dulu bun. Zaira mau tidur”. Ucapan Zaira membuat bundanya beristighfar sambil
mengelus dadanya.
Meskipun adzan berkumandang di udara pagi, seorang gadis muda tetap tertidur dengan damai di
tempat tidur king size-nya yang luas. Pintu kamarnya terbuka, memperlihatkan siluet seorang wanita
berusia paruh baya, tangannya menempel erat di pinggulnya saat dia mengamati putrinya yang terus
tertidur. Bertekad untuk membangunkan anaknya yang masih tertidur, wanita paruh baya itu terus
mendekati tempat tidur putrinya.
“Zaira, bangunlah, anakku,” seru ibundanya, mendesaknya untuk bangkit. “Kita harus menunaikan salat
subuh bersama-sama sebelum kamu berangkat ke pesantren. Ini adalah kesempatan terakhirmu untuk
salat di rumah bersama ayahmu dan aku. Akankah kamu membiarkan waktu berharga ini berlalu begitu
saja?
Zaira samar-samar bisa mendengar suara bundanya, namun dia ragu untuk membuka kelopak matanya.
Walaupun bundanya berupaya keras untuk membangunkan Zaira, dia tetap tidak tanggap. “Jika kamu
tidak bangun, bunda akan membuang semua pakaian terbukamu” ibunya memperingatkan dengan nada
mengancam.
Dalam keadaan mengantuk di pagi hari seperti biasa, Zeline menanggapi ancaman jenaka dari bundanya,
"Bunda, ini mengganggu orang tidur saja!”
“kamu itu udah bunda bangunin dari tadi tapi kamu ga bangun-bangun, ayo cepet nanti waktu subuhnya
habis, ayahmu juga sudah menunggumu dari tadi untuk shalat berjama’ah” kata bunda.

“yaudah bunda sama ayah aja yang shalat, Zaira mau lanjut tidur. Zaira mengantuk bunda!” ucap Zaira
dengan nada tinggi.

Bunda pun mengeluarkan nasihatnya untuk anaknya “astaghfirllah Zairaaa… keras sekali kepalamu nak,
ingat kita sebagai umat islam jika meninggalkan shalat dengan sengaja itu dosa nya sangat-sangat
besar dan lebih besar dosanya dari membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan
minum minuman keras. Allah telah menyebutkannya dalam surah Maryam ayat 59 yang mempunyai arti
kemudia datanglah setelah mereka (generasi) penggati yang mngabaikan shalat dan mengikuti hawa
nafsu. Mereka kelak akan tersesat.” Ucap bunda Zira sambil menatapnya dengan tajam.

Setelah bunda mengatakan hal tersebut, Zaira langsung beranjak dari kasurnya dan menuju kamar
mandi.

Saat matahari terbit, sinarnya yang hangat menyelimuti kota Bnadung yang ramai, memenuhi udara
dengan melodi merdu kicauan burung dan lambaian lembut dedaunan hijau. Embun pagi yang berkilauan
menciptakan pemandangan yang menyejukkan bagi yang melihatnya. Di tengah suasana hening itu,
Bunda Zaira rajin menyiapkan sarapan, inderanya selaras dengan suasana damai. Tiba-tiba, suara
langkah kaki mendekat menarik perhatiannya.

“Assalamu’alaikum, selamat pagi bun, Zaira mana bunnn” sapa ayah kemudian duduk dikursi.

“Wa’alaikumsalam, pagi juga yah, Zaira ada dikamarnya” sautan bunda.


“suruh turun cepat bun, bentar lagi kita akan berangkat” kata ayah.

Ceklekkk

Saat pintu kamar Zaira terbuka, sang bunda muncul, berjalan menuju anaknya yang kembali tertidur
setelah salat subuh. Melihat Zaira masih mengenakan mukena, sang bunda hanya menggelengkan kepala
menanggapi kebiasaan anaknya yang terus-menerus seperti itu.

“Zaira kok tidur lagi? Barang-barangnya sudah siap semua kan zaa?” Tanya bunda sambil menggerakkan
tubuh Zaira.

Zaira pun langsung mendudukkan dirinya setelah mendengar perkataan bunda. Zaira berkata “Bunnn
bujuk ayah dongg, jangan sekarang kepesantrennya mendadak bangettt Zaira belom siap bunn”

Respon bundapun hanya tersenyum tipis sembari berkata “ sudahh ganti bajumu sekarang bunda sama
ayah tunggu dibawah”.

Setelah Zaira berada diruang makan, satu-satunya suara yang memenuhi ruangan hanyalah benturan
sendok. Sementara yang lain menikmati makanan mereka dengan sungguh-sungguh, Zeline tanpa sadar
mengaduk makanannya, tenggelam dalam pikirannya sendiri, mengabaikan untuk benar-benar makan.
Hal ini mendorong ibu untuk menanyakan perilaku anaknya.

“Kenapa dari tadi ga dimakan-makan zaa? Kasian loh makanannya, apa ga kasian sama bunda juga yang
udah masak dari pagi tadi”.

“Anjir sapi terbang!” latahnya mulut zaira

Si ayah pun menegurnya “Bisa gak nak gak usah ngucapin kata gak pantes”.

Zaira pun mengelaknya “lohhh, apanya yang salah yah? ini bahasa gaul”.

“Bahasa gaul si bahasa gaul, tapi jangan terlalu meremehkan dosa kecil, karna itu bisa jadi dosa besar”.
Kata ayah sambil menatap Zaira.

“Udah jangan berantem didepan rezeki gak baik loh, mending ayo lanjut makan daripada nanti kita
terlambat berangkat”. Lerai bunda sehingga membuat Zaira dan ayah berhenti berdebat.

“ Gak mau, aku sudah gak nafsu makan lagi, mau kekamar saja“ ucap Zaira sambil merautkan alisnya.
Saat dia berjalan menuju kamarnya, bunda dan ayahnya yang duduk di meja makan saling bertukar
pandang dan menggelengkan kepala, karena kelakuan anak mereka yang nakal.

Tak lama kemudian, Zaira ditemani ibunya dengan rajin memeriksa barang-barang yang perlu dikemas
untuk pendaftarannya di pesantren mendatang, sementara itu ayahnya dengan sabar menunggu
penyelesaiannya di teras sambil asyik membaca koran.

“Barang-barangnya yang mau dibawa apa sudah semua nak? atau ada yang kurang”

“Udah kok bun” kata Zaira “Oh ya bun, Zaira boleh tanya sesuatu gak?”

“Boleh nak, Tanya apa?”

“Bunda sejak kapan membelikan gamis ini untuk Zaira? Kok Zaira gak tau bunda belinya, kalau tau pasti
Zaira ikut belinya dan mending Zaira beli celana jeans sama kaos aja kan ga bakal gerah”.

Respon bunda hanya tersenyum tipis mendengar perkataan anaknya.

Zaira kemudian menuju ke lemari dan mengambil gamis yang tertinggal di kamarnya, dan beberapa
menit kemudian Zaira sudah siap, mengenakan gamis berwarna coklat susu dengan sorban kasmir yang
senada dengan warna gamisnya. Itu dipasang di bahunya tanpa peniti.

"Kalau aku pakai baju seperti itu, apa kata teman-temanku? Itu terlalu kuno, dan banyak pakaian modis
di zaman modern yang tidak bisa menandingi pakaian ini. Kuno sekali! "Zaira berpikir dalam hati.

Ia turun ke bawah dengan membawa kopernya dan melihat orang tuanya menunggu di teras rumah,
langkah mereka terasa berat karena ia harus meninggalkan rumah ini dan dunia luar untuk tinggal di
tempat yang sangat ia benci karena peraturan. Setelah mengatakan itu, dia berjalan menuju kedua
orang tuanya.

Setelah meletakkan barang-barang Zaira di bagasi, ia dengan sigap masuk ke dalam mobil dan duduk di
kursi belakang, dengan teliti memasang sabuk pengamannya. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan,
ayah segera menginjak pedal gas. Selama perjalanan, Zaira mengalami rasa kebingungan sehingga
mendorongnya untuk mengambil kembali novel yang dibawanya. Begitu mulai membaca halaman
pertama, tanpa disangka bunda menoleh ke belakang dan mendapati Zaira sedang asyik membaca buku
itu.

“Kamu bawa novel nak?” Bunda bertanya


“Iya” jawab Zaira tanpa menoleh sedikitpun kearah bunda.

"Peraturan di pesantren santri di larang membawa buku novel kecuali kitab," kata bunda Zaira hanya
memutar bola matanya malas, sudah ia duga.

"Terserah Zaira dong bun, kalo novelnya di sita ya gampang, Zaira bisa beli lagi, kan uang ayah
banyak."

"Jangan harap kamu! Walaupun kamu di Pesantren tetap aja uang jajan kamu akan ayah potong, itu
sebagai hukumannya!" ucap ayah sambil menyetir.

"Gak bisa gitu dong, Yah!" bantah Zaira kepada ayahnya.

Beberapa jam kemudian, mobil yang Zaira tumpangi tiba di depan gerbang Pondok Pesantren Nurul
Hikmah, Bandung. Ayah membunyikan klakson mobil dan membuka kaca mobilnya meminta agar pintu
gerbang segera dibukakan, dengan sigapnya terlihat seorang satpam menghampiri dan membuka
gerbang seraya menyapa Ayah dengan ramah seperti telah mengenal satu sama lain.

"Assalamu'alaikum Pak Aziz, monggo (silahkan)," sapa satpam itu dengan ramah.

"Wa'alaikumussalam, iya pak terimakasih,"

"Ini udah sampai mana, Bun?" tanya Zaira karena ia tertidur selama di perjalanan.

"Kita sudah sampai, nak," balas Bunda sehingga membuat Zaira menganggukkan kepalanya lucu karena
wajahnya masih khas orang bangun tidur.

Kemudian ia mengucek-ucek matanya barangkali ada belek yang bersembunyi. Kan kalau ada orang yang
melihatnya gak lucu.

“Busetttttttt ini pesantren besar banget, mana udara disini sejuk sekali” batin Zaira

"Nggak-nggak, jangan begini zaa, tempat ini gak cocok buat lo yang anak berandalan!" Zaira tak sadar
menggelengkan kepalanya sehingga membuat Ayah yang sedari tadi memperhatikannya melontarkan
pertanyaan kepadanya.

"Kamu kenapa, nak?"


"H-hah? N-nggak papa kok, Yah," jawab Zaira sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ya udah ayo turun, mau diam aja disini?"

Sial! Ia tidak menyadarinya.

"Ishh sabar napa!" ucap Zaira membrenggut kesal.

Mereka berjalan menuju ke arah ndalem, tetapi saat di tengah jalan mereka bertemu dengan gadis
cantik yang berpakaian syar'i terlihat usianya dibawah Zaira dan gadis itu bertanya kepada mereka
dengan sopan.

"Assalamu'alaikum, maaf bapak dan ibu mau bertemu dengan Abah sama Ummah, ya?" suara merdu nan
lembut membuat mereka terkagum-kagum dengan gadis yang ada didepannya.

"Wa'alaikumussalam, oh iya nak, kami ingin bertemu dengan beliau," ucap bunda.

"Baik, kalau begitu mari saya antar," ujar gadis itu dengan sopan.

Setelah mereka sampai di halaman ndalem gadis itu mempersilahkan ketiganya masuk dan menyuruhnya
untuk duduk terlebih dahulu karena ia akan memanggil Abah dan Ummahnya.

"Silahkan masuk dan duduk dulu, pak buk, sebentar saya panggilkan Abah sama Ummah dulu." setelah
itu langsung pergi meninggalkan mereka.

Zaira menggerutu kesal dalam hati karena sedari tadi keberadaannya tidak dianggap.

Beberapa menit kemudian, seorang pria dan wanita paruh baya datang menghampiri dan menyambut
kedatangan mereka dengan hangat.Mereka mengesampingkan rasa rindu karena sudah lama tidak
bertemu dan tampak bahagia seolah tak pernah terjadi. Sudah lama tidak bertemu. Berbeda dengan
Zaira, dia justru muak dengan drama tersebut dan mengalami masa-masa sulit sejak pertama kali
masuk pesantren yang tidak dianggapnya dan kini dia terjebak dalam drama ayahnya dan kyai
pesantren.

"Heran gue, padahal dari tadi gue disini!" gerutunya.

"Masya Allah, ini anak ente Ta? Yang katanya mau mondok disini?" tanya Abah.
"Iya Li, ini anak bungsu saya namanya Zaira, mau belajar disini," jawab ayah, Zaira mendengar namanya
disebut pun tersenyum kikuk.

"Masya Allah, ayune pasti atine mboten kalah ayu, rek (Masya Allah, cantiknya pasti hatinya tidak
kalah cantik, nak)." ucap Ummah.

"Maaf, Zaira gak ngerti bahasa jawa," Zaira tersenyum canggung.

"Artinya nak Zaira cantik pasti hatinya juga tidak kalah cantik," kata Ummah.

"Oh, emang udah dari lahir Nyai, Zaira udah cantik," dengan percaya dirinya ia mengucapkan kalimat
itu sehingga membuat Bunda menyenggol lengannya.

"Nak Zaira mau belajar disini?"

Zaira mengangguk pelan, "Iya Kyai,"

"Panggil Abah saja, nak. Panggil Nyai Khadijah juga Ummah saja." ucap Abah Ali.

"Niatkan belajar disini karena Allah SWT nak, buat kedua orang tuamu bangga atas prestasi kamu
disini." ujar Ummah Khadijah.

"Insya Allah, ummah."

"Li, saya titip anak saya, kalau dia nakal hukum saja gak usah sungkan-sungkan kami ridho," ucap ayah
membuat Zaira membulatkan matanya, apa-apaan ini?!

"Kamu tenang saja, kami pasti akan menjaga anakmu dengan baik disini, insya allah." kata Abah.

"aira, ayah sama bunda pamit pulang ya nak, kamu belajar istiqamah menutup aurat dan belajarnya
yang rajin, jangan membuat ulah yang bikin Abah dan Ummah menjadi repot karena mempunyai santri
yang suka bikin ulah, buktikan sama ayah dan bunda kamu bisa!" kata ayah.

"Jangan tinggalin Zaira, Zeline gak mau tinggal disini, Zaira gak bakalan betah Yah, Bun, tolong."
rengeknya.

"Kok gitu? Gak malu di liatin sama Abah dan Ummah?" goda bunda.

"Ya sudah kami pamit ya nak," ucap Bunda


"Ya udah terserah!"

"Saya pamit Ali, Khadijah, tolong bimbing anak kami,"

Tak lupa sang Ayah menciumi wajah Zaira, ia pun menerimanya. Kemudian beralih kepada Bunda, ia
memeluk erat Bundanya.

"Kami pamit, assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam." jawab mereka serentak.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." ucap seseorang dari luar kamar asrama.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." jawab ketika santri yang sedari tadi sibuk dengan
kitabnya.

Oh, Ning Fira. Monggo Ning mlebet rumiyin (silahkan Ning masuk dulu)," kata Azkiya mempersilahkan
Ning Fira dan Zaira untuk masuk.

"Maaf sebelumnya saya mengganggu waktu belajar mbak semuanya, saya mengantar mbak Zaira, teman
baru kalian, insyaallah. Mohon bantuannya nggih, Mbak." ujar Ning Fira di angguki oleh ketiganya.

"Masya Allah, siap Ning, syukran." ucap Dhila.

"Ya sudah kalau begitu saya izin pamit," Ning Fira beralih ke arah Zaira, "Mbak, Fira tinggal dulu
nggih, nanti kalau mbak butuh sesuatu jangan sungkan bilang ke Fira kalau tidak sama teman asrama
mbak yang baru." katanya.

Kemudian Ning Fira langsung melenggang pergi keluar dari kamar asrama yang kini akan ditempati oleh
Zaira tidak lupa juga ia mengucapkan salam.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam," jawab mereka serempak.

Kini mereka bertiga menuju ke arah Zaira sembari tersenyum sebagai tanda penyambutan karena
Zaira telah menjadi teman baru mereka.

"Kenalin aku Azkiya, yang disebelah aku Kaila dan yang satunya Dhila," kata Azkiya sambil tersenyum
yang berada dihadapan Zaira.
"Gue Zaira,"

"Kamu orang Jakarta, ya?" tanya Kaila.

"Iya, udah daripada lo semua tanya-tanya gak jelas, mendingan bantuin gue," kata Zaira kepada ketiga
teman barunya.

Mereka yang mendengar respon Zaira yang mungkin ia merasa lelah karena telah menempuh perjalanan
yang cukup jauh mereka mengurungkan niatnya untuk bertanya lagi, kemudian mereka menyuruh Zaira
istirahat terlebih dahulu, tetapi sebelum mengistirahatkan badannya dahulu ia merapikan pakaian yang
berada di koper yang ia bawa dengan dibantu oleh ketiga teman barunya. Saat sedang merapikan
pakaiannya teman asramanya tidak sengaja melihat Zaira membawa buku novel dalam kopernya.

"za, lo bawa buku novel, ya?" Dhila bertanya, yang juga berasal dari Jakarta tetapi berbeda daerah
dengan Zaira.

"Gak boleh zaa, nanti kamu bisa kena hukuman," kini Azkiya yang angkat bicara.

“Yaelahh, bodo amat, kalau dihukum ya gue yang nanggung, kenapa jadi lo yang ribet!" geram Zaira,
belum satu jam ia berada di pesantren saja ia langsung mendapatkan sebuah peraturan yang membuat
dirinya kesal.

"Kita sebagai teman lo harus saling mengingatkan ketika diantara kita melakukan kesalahan." kata
Dhila kepada Zaira.

"Ya terus gue harus apa? Lagian gue udah terlanjur bawa!"

Azkiya kemudian mengusulkan agar Zaira menyimpan novelnya terlebih dahulu ditengah-tengah
tumpukan baju yang Zaira bawa, Zaira pun harus menyetujuinya atas usulan teman barunya.

"Tapi jangan kamu baca ya, nanti ketahuan sama pihak keamanan," peringat Kaila.

"Sorry, gue gak janji,"

Ketiga teman barunya hanya menghela nafas, sungguh teman barunya yang satu ini sepertinya begitu
keras kepala, semoga saja mereka selalu berteman baik. Setelah beberes mereka menyuruh Zaira
untuk beristirahat sebentar sebelum melakukan shalat ashar, karena masih ada waktu untuk istirahat.
"Ya udah, mendingan lo tidur dulu karena habis perjalanan jauh pasti badan lo pegal-pegal, nanti kalau
udah waktunya shalat gue bangunin deh," kata Dhila.

"Tapi gue udah tidur di mobil,"

"Ya udah lo rebahan dulu aja," ucap Dhila yang hanya di angguki oleh Zaira.

Suara murottal seseorang dari dalam masjid telah menggelegar di seluruh penjuru Pesantren Nurul
Hikmah, semua para santri tengah bersiap-siap untuk pergi ke masjid melaksanakan shalat ashar
berjama'ah, sedangkan Zaira, kini ia sedang tidur nyenyak dikamar asramanya seakan suara murottal
yang menggelegar di seluruh sudut Pesantren tidak menggangu dirinya.

"Ck, katanya cuma rebahan tapi nyatanya malah tidur!" kata Dhila sembari berkacak pinggang.

"Bangunin aja Dhil bentar lagi adzan soalnya," usul Azkiya.

"Bangun Lin, terus kamu mandi biar gak ketinggalan shalat jama'ah, nanti kalau telat bisa-bisa
dihukum," ucap Dhila sedikit keras, tepat mengucapkannya ditelinga Zaira sehingga

mampu mengusik tidur nyenyak Zaira.

Zaira yang merasa tidurnya diusik oleh teman sekamarnya pun membuka matanya perlahan,
mengumpulkan nyawanya dan memposisikan dirinya yang awalnya berbaring menjadi duduk serta
memandang malas kedua teman sekamarnya karena telah mengganggu waktu tidur siangnya.

"Ganggu aja lo pada, kalo kalian mau shalat ya sana shalat aja gak usah ngajak-ngajak, badan gue masih
pegel pengin lanjut tidur," ucapnya dengan nada khas orang bangun tidur.

"Emang kenapa kalau kita ngajak lo zaa? Toh... kita juga mengajak kepada kebaikan." ujar Dhila, namun
dihiraukan oleh Zaira.

"Gue? Bodo amat."

"Astaghfirullah, jangan seperti itu Zaa, lagian kan ini sudah menjadi kewajiban kita, lebih tepatnya
bukan kewajiban tetapi shalat adalah kebutuhan bagi umat muslim. Shalat itu diibaratkan seperti tiang
agama Islam, jika shalat kita bolong-bolong
atau bahkan kita jarang menunaikannya, otomatis tiang itu akan menjadi roboh bukan? Begitupun
sebaliknya, jika kita jaga shalat kita dengan baik, maka tiang itu akan berdiri kokoh, wallahu'alam
bishawab." jelas Azkiya dan dibenarkan oleh Dhila.

"Iya-iya gue shalat! Puas kalian?!" ucapnya dan setelah itu ia langsung melenggang pergi keluar kamar
asramanya dan langsung menuju ke kamar mandi, tetapi saat ia akan membuka pintu kamar asramanya
ia dikejutkan dengan kedatangan Kaila.

“Loh Zaira? Baru bangun?"

"Yang lo liat emang apa dodol!"

Setelah berkata seperti itu ia melanjutkan langkahnya, tetapi langkahnya terhenti karena panggilan
dari Azkiya sedangkan Zaira membalikkan badannya dengan malas.

"Sialan! Apalagi sih?!"

"Kamu mau mandi gak bawa baju ganti sama handuk?" Azkiya bertanya.

Zaira menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan langsung mengambil pakaiannya yang sudah rapi di
lemari dan mengambil handuknya. Saat ia sampai di kamar mandi ia terperanjat kaget karena melihat
antriannya sepanjang antrian pembeli bakso dipertigaan komplek perumahannya. Sungguh ini membuat
dirinya kesal, ia tidak suka menunggu, karena menunggu tanpa kepastian itu tidak mengenakkan. Eaaa

"Buset, antrian sepanjang ini kapan gue mandinya?" Batin …

Makan malam sudah tiba, kini Zaira dan ketiga temannya duduk di bangku dan meja makan yang sama.
Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, lebih tepatnya Zaira, tetapi mereka memilih tidak
peduli, tak menunggu waktu yang lama, kemudian makan malam sudah siap disajikan, mereka sudah ada
makanan, Zaira hanya menatapnya malas.

"Kok lauknya gini sih? Gak ada daging atau ayam gitu?" protes Zaira.

"Gak ada Zaa, kalo ada biasanya satu Minggu satu kali, kaya ada jadwalnya gitu setiap menu makanan,"
kata Azkiya.

"Iya bener apa kata Kiya Zaa, ini menu nya gak selalu kaya gini kok ada ayamnya juga," kata Dhila.
"Silahkan dimakan sampai habis ya jangan ada yang tersisa, Kiya kamu yang memimpin doa ya," ujar
Ustadzah yang masih terlihat muda bernama, Ustadzah…

Azkiya yang disuruh pun langsung memimpin doa, "Bismillahirrahmanirrahim, untuk mengawali makan
malam hari ini alangkah baiknya kita berdoa terlebih dahulu, berdoa mulai," ucapnya. "Berdoa selesai."

Setelah selesai makan malam mereka berempat langsung menuju kamar asramanya dan bersiap untuk
tidur karena besok ada kegiatan mengaji kitab. Tak berselang lama, kemudian mereka tiba.

Kaila yang melihat Zaira hanya diam sembari menikmati angin malam lewat jendela kamar asramanya
pun bertanya, "Kamu gak nyiapin buat besok, za?"

Zaira mengernyit bingung, "Emang besok ada apa?"

"Besok kan kamu hari pertama belajar disini dan kebetulan besok ada kajian kitab bersama Ustadz
Fahri," sambung Dhila.

"Oh,"

"Kok oh doang?"

"Ya terus gue harus apa?!"

"Lo harus berangkat lah." kata Dhila.

"Gak!"

"Kenapa?"

"Males, oh iya jangan lupa bilangin sama pak ustadz nya kalo gue izin ya, awas kalau lo pada bilang gue
bolos!"

"za jangan gitu, kamu itu disini belum ada sehari, masa kamu gak mau masuk dihari pertama kamu?
Jangan sampai kamu menyesal dikemudian hari karena kamu malas belajar, za." kata Azkiya
menasehati Zaira.

"Mulai lagi ceramahnya, bisa gak sih lo sehari aja gak usah ceramahin gue, bisa gak?!"

"Bisa, tapi kalau lo ngikutin peraturan di pesantren ini," timpal Dhila.


"Ayolah za, mau ya," bujuk Kaila.

" iya-iya gue ikut, puas lo pada?!"

"Alhamdulilah," ucap mereka bertiga serentak.

"Ya udah sana gih siapin semuanya, atau perlu

kita bantu?" tawar Azkiya.

"Gak usah, gue bisa sendiri."

"Oke!"

Keesokan harinya Zaira tengah bersiap untuk pergi ke kelas, ia menatap dirinya di pantulan cermin, ia
merasa penampilan nya berubah menjadi seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya, ia memakai
gamis berwana dusty pink dengan hijab pashmina warna putih yang dililitkan ke lehernya tanpa
menggunakan pengait. Kalau teman-temannya tau pasti ia akan ditertawakan karena sudah zaman
modern tapi pakaiannya ketinggalan zaman.

"Seorang Zaira mendadak memakai pakaian kek ibu-ibu gini?" monolognya.

"Fiks kalo si Diva liat gue pake ginian pasti tu anak ketawain gue, bodo amatlah gak lama lagi juga gue
udah gak tinggal disini lagi,"

Saat ia sedang asik menatap dirinya di pantulan cermin tiba-tiba Azkiya datang sembari menepuk
pundaknya sehingga mengagetkan Zaira.

"Kamu cantik kok pake gamis apalagi kalo kerudungnya menutupi dada kecantikannya nambah," ujarnya.

"Heh dodol kalau datang tuh pake salam jangan ngagetin!"

"Hehe maaf aku lupa, Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam,"

"Kamu udah siap Zaa?"


"Lo ga liat gue udah siap gini? Mata lo dimana si Ki, copot ya?" ucapnya sehingga membuat Azkiya
mendelik ke arah Zaira.

"Astaghfirullah, gak gitu juga Zaa," ujarnya

dengan kesal. "Ya udah ayo kita berangkat, tapi sebelum berangkat kamu benerin kerudung kamu dulu
ya jangan dililitkan ke leher, bentar gue ada pentul." ucap Azkiya setelah itu ia langsung mengambil
pentul nya.

"Ribet banget sih!"

"Ribet? Jadilah seorang muslimah yang cara berpakaiannya diatur oleh agama bukan dunia."

timpal Dhila yang datang bersama Kaila.

"Gak usah sok alim deh lo pada!"

"Bukannya kita sok alim Zaa, tetapi kita harus mengingatkan bahwa itu salah, dan itu termasuk ciri-ciri
wanita yang tidak bisa mencium bau surga." kata Azkiya.

Deg!

Zaira sudah kalah telak!

"Oke gue ngaku kalah debat dengan kalian, puas?!" setelah itu ia langsung pergi begitu saja
meninggalkan mereka.

"Zaira kerudungnya dibenerin dulu itu!" ucap Kaila sedikit berteriak namun Zaira tidak menghiraukan.
Mereka juga menyusul Zaira yang sudah berjalan duluan.

Kini mereka berempat berjalan menuju ke kelasnya sambil memegang kitab, saat mereka berada
ditengah jalan mereka bertemu dengan santri yang kemarin berdebat dengan Zaira saat dikamar
mandi.

"Ehhh ketemu lagi sama si songong," ucap santri itu yang bernama Sheila, Zaira hanya memutar bola
matanya malas karena meladeni orang stres itu gak akan ada habisnya dan langsung melenggang pergi
dan disusul eh ketiga temannya.
"Dasar bocah songong, awas aja lo!" ucapnya.

Tibanya mereka didepan kelas, tepat bel masuk juga telah berbunyi. Mereka akhirnya masuk ke kelas,
Zaira duduk bersama Azkiya sedangkan Dhila bersama Kaila. Seorang laki-laki masuk dengan baju Koko
dan sarungnya serta kopiah hitam yang terpasang di kepalanya memberikan kesan yang tegas nan
berwibawa. Pria itu adalah Ustadz Fahri.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, kaifahaluki?"

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Khair tadz (Baik tadz)," jawab santri serentak.

"Untuk santriwati baru, Silahkan perkenalkan diri," ucap Ustadz Fahri.

Kemudian Zaira berdiri dari duduknya, "Perkenalkan nama gue Zaira asal Jakarta."

"Silahkan duduk kembali, Zaira, semoga anti dapat istiqomah menjadi tholabul ilmi." Zaira duduk
kembali ke kursinya tetapi Azkiya membisikkan sesuatu di telinganya.

"Zaa, jangan pakai Lo-gue sama Ustadz Fahri, gak sopan." ucapnya tepat disamping telinga Zaira.

"Terserah gue dong. Ustadz nya juga gak komen. kenapa jadi lo yang komen?!" Azkiya tidak menjawab
ucapan Zaira karena ucapan Ustadz Fahri yang menghentikan pembicaraan mereka.

"Baik langsung saja pembelajarannya saya mulai." ucap Ustadz Fahri.

Beberapa jam kemudian pembelajaran Ustadz Fahri telah selesai. "Alhamdulilah, pembelajarannya saya
cukupkan sampai disini ya, jika ada yang mau bertanya silahkan." Tiba-tiba ada seorang santri
mengangkat

tangannya, ternyata santri itu tak lain ialah Zaira.

"Ustadz udah punya pacar belum?" tanya Zaira

membuat semua santri membulatkan matanya termasuk ketiga temannya, namun ia malah santai saja
sambil memainkan pulpennya. "Kamu santri baru ya?"

"Ehh si ustadz malah balik nanya," ia menjeda ucapannya. "Iya ustadz emang kenapa? Mau jadi pacar
Zaira ya tadz?"
Ustadz Fahri menggelengkan kepalanya. "Kamu mau ngajak saya berbuat zina?"

"Zina? Itu nama orang tadz?"

Azkiya yang berada disampingnya pun menyenggol lengannya, "Hustt jangan kek gitu Lin kamu gak
sopan!" bisiknya ditelinga Zaira.

"Suka-suka gue dong."

"Zina itu adalah perbuatan maksiat, perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT." jelasnya namun. tak
membuat Zaira puas.

"Kan Zaira ngajaknya pacaran bukan zina."

"Itu sama saja karena mendekati zina, kalo masih belum jelas buka Q.S Al-Isra Ayat 32, atau mau

saya bacakan?" Ustadz Fahri menjeda ucapannya sejenak sebelum menutup pembelajaran hari ini.

"Emang artinya apa?"

"Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫وال تقربوا الرلى اله كان فاحشة " وساء سبيال‬

"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan

yang buruk." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 32)" Ustadz Fahri mengambil nafasnya sebelum melanjutkan
ucapannya. "Jadi, disitu sudah jelas, bahkan sangat jelas kalau pacaran itu hal yang mendekati zina dan
ini adalah perbuatan maksiat," "Rasulullah pernah bersabda: "Seluruh umatku

akan diampuni dosanya kecuali mujahir." yaitu orang-orang yang secara terang-terangan menunjukkan
kemaksiatan mereka." jelas Ustadz Fahri.

"Ustadz saya mau bertanya, apa siksaan untuk orang tua yang anaknya berpacaran?" tanya salah satu
santri.

"Yaitu Malaikat Zabaniyah yang ada di neraka naik ke kubur orangtuanya dengan membawa
batu(kerikil) panas. Batu itu diletakkan di tangan orangtua yang anaknya berpacaran tersebut. Dan
membuat otaknya mendidih dan hancur. Wallahu'alam bishawab."

Seketika Zaira tertegun dengan Ustadz Fahri, bukan, bukan tertegun karena ceramah yang
diberikannya, melainkan suara dan aura wajahnya yang membuat Zaira tertegun.

"Buset calon suami gue," "Ya sudah jika tidak ada yang ingin bertanya saya

tutup pembelajaran kita hari ini, dan semoga apa yang kita pelajari hari ini dapat bermanfaat baik di
dunia maupun di akhirat." ucapnya, "Saya akhiri Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab santri serentak.

"Eh ustadz kok malah pergi, ishh gimana sih!" ia membrenggut kesal, karena Ustadz Fahri tidak

menganggapi ucapan Zaira.

"Udah-udah, lagian lo pertanyaannya aneh ngajak Ustadz Fahri pacaran, ya dia pasti gak bakalan jawab
lah Zaa." ujar Dhila.

"Masalah buat lo!" ucapnya sehingga membuat ketiga temannya geleng-geleng kepala.

Ya udah mendingan sekarang kita ke asrama " siap-siap buat shalat Dhuhur." ucap Azkiya melerai
keduanya, sedangkan Kaila kini tengah sibuk dengan urusannya sendiri.

Saat ditengah jalan mereka berempat tidak sengaja bertemu dengan Sheila dkk, mereka menatap
remeh Zaira dan ketiga temannya, namun Zeira dan ketiga temannya tidak peduli dengan itu dan
langsung melanjutkan langkahnya

"Akhirnya bisa rebahan juga," gumam Zaira seraya memejamkan matanya.

"Ayok Zaa siap-siap buat shalat Dhuhur," ajak Azkiya.

"Bentar,"

"Ya udah, aku mau keluar sebentar tapi saat aku masuk kamu sudah siap ya Zaa,"

"Aishh iya-iya bawel!"


Beberapa menit kemudian, Azkiya masuk kedalam namun Zaira masih menidurkan dirinya diatas
ranjang sambil memejamkan mata ia menggelengkan kepalanya melihat teman barunya yang satu ini,
sedangkan Dhila dan Kaila tengah bersiap-siap.

"Assalamu'alaikum, Zaira masih tidur?"

"Masih Kiya dari tadi kita udah coba buat bangunin tapi Zaira tidurnya kek kebo." ujar Dhila.

"Iya bener kata Dhila dari tadi kita udah bangunin tapi gak berhasil."

"Jangan gitu dia temen kita loh,"

"Iya-iya maaf," ucap Dhila dan Kaila serentak.

Kemudian Azkiya menghampiri Zaira yang kini tengah tidur nyenyak diatas ranjang untuk mencoba
membangunkannya.

"Zaa bangun yuk bentar lagi adzan dhuhur nanti kita telat." ucap Azkiya pelan mencoba untuk
membangunkan Zaira, namun ia tak kunjung bangun juga.

"Bangun, udah waktunya sholat dhuhur." ucapnya kembali sambil menggerak-gerakkan tubuhnya.

"Dasar kek kebo banget dah, apa kita kerjain aja ya?" ucap Dhila tiba-tiba ia mendapatkan sebuah ide.

"Jangan macam-macam Dhil." ucap Azkiya.

"Nggak macam-macam kok, cuma satu macam doang hehe,"

"Bukannya itu sama aja ya Dhil?" Kaila bertanya kepada Dhila dengan wajah polosnya membuatnya lucu
tetapi tidak dengan Dhila

"Beda dodol, ya udah gak usah dibahas gue punya ide dan lo diam aja!" peringatnya.

"ZAIRA NOVEL LO DIAMBIL SAMA KEAMANAN PESANTREN!" teriaknya disamping telinga Zaira
sehingga membuat sang empu terlonjak kaget.

"Mana?" tanya Zaira dengan wajah linglungnya, tak lama kemudian ia tersadar.

"Sialan! Lo bertiga bohongin gue ya?"


"Hehe maaf lagian lo susah buat dibangunin," acp Dhila menyengir tanpa dosa.

"Serah lo pada,"

"Ya udah lo sekarang siap-siap gih,"

"Hm"

Setelah shalat dhuhur mereka kembali ke asrama, tetapi tidak dengan Zaira. Ia merasa bosan di
asrama jadi ia memilih untuk berjalan-jalan diarea pesantren untuk menghilangkan rasa bosannya.

"Mau kemana Zaa?" tanya Kaila.

"Keluar."

"Mau gue temani Zaa?" kini giliran Dhila yang bertanya.

"Gak usah,"

"Oh ya udah hati-hati ya."

"Hm,"

la berjalan menuju ke taman belakang pesantren, tetapi saat ia sedang berada ditengah jalan ia tidak
sengaja mendengar pembicaraan para santri yang sepertinya tengah membicarakan seseorang.

"Eh katanya ya Gus Zeeran mau pulang loh," ucap salah satu santri.

"Yang bener? Gus Zeeran udah lulus dong?" ucap santri yang satunya. "Kamu tahu dari siapa kalo Gus
Zeeran mau pulang?"

"Tadi aku tidak sengaja denger dari mbak ndalem."

"Owalah semoga aja benar, dan ngajar dikelasku,"

"Semoga sesuai ekspektasi ya,"

Seperti itulah pembicaraan para santri mengenai putra sulung pemilik pesantren yang kini ia tinggali.

"Gus Zeeran? Siapa dia?" batin Zaira.


Ia menggelengkan kepalanya, mengapa ia memikirkannya? Toh ia juga tidak kenal dengan Gus Zeeran.
Dan ia melanjutkan langkahnya, saat ia sedang bersenandung kecil tiba-tiba ada Sheila datang.

"Ehh ketemu lagi sama lo!" ucapnya sambil mencolek dagu Zaira. "Ketemu orang yang belagu sama lo
cuma bikin mood gue hancur aja!"

"Gak usah nyentuh gue, tangan lo terlalu kotor buat gue paham lo!" ucapnya sehingga membuat Sheila
menarik kerudungnya, Zaira yang tak siap pun ia terhuyung kebelakang serta kerudungnya lepas dan
menampilkan rambut pirangnya, Untungnya tidak ada santri putra karena ini berada dikawasan santri
putri..

"Kenapa lo gak terima sama ucapan gue?" ucap Zaira. "Dasar tukang baperan!"

la tak terima atas perbuatan Sheila akhirnya Zaira membalas juga, sehingga terjadi tragedi tarik-
menarik antara Zaira dan Sheila. Para santri mencoba untuk melerai keduanya tetapi santri itu malah
didorong keras oleh Zaira sehingga mereka memilih untuk melaporkannya ke Ustadzah.

"Aduh sakit bego!"

"Lo duluan yang mancing emosi gue setan!"

bukannya Zaira berhenti malah semakin kesetanan seperti orang kerasukan.

Kemudian ada Ustadzah Zainab yang terkenal. dengan galaknya datang untuk melerai keduanya.
Ustadzah Zainab istighfar karena aurat santrinya kelihatan, untungnya disini kawasan santri putri.

"ASTAGHFIRULLAH, STOP KALIAN ATAU KALIAN MAU SAYA HUKUM BERAT?" teriak Ustadzah
Zainab sehingga membuat keduanya berhenti.

"Kalian ikut keruangan saya sekarang!" ucapnya kepada mereka berdua, kemudian Ustadzah Zainab
menunjuk kearah Zaira. "Dan kamu! Cepat pakai kerudungnya jangan sampai ada

santri putra yang liat aurat kamu!" Kemudian keduanya mengikuti Ustadzah Zainab

dari belakang, namun mereka tetap saja tidak berhenti saling menyalahkan satu sama lain.
Sesampainya di ruangan keduanya menunduk takut karena wajah garangnya Ustadzah Zainab.
"Kenapa kalian membuat keributan dipesantren?"

"Dia duluan Ustadzah yang mulai," tunjuk Sheila kearah Zaira, yang ditunjuk pun merasa tak terima.

"Woyy wayang golek! Jangan main ngefitnah orang aja lo!" ucapnya tak terima. "Dia yang duluan
mancing emosi saya Ustadzah."

"CUKUP! jangan tuduh-tuduhan, kalian berdua salah semua jadi kalian harus dihukum!"

"APA!" teriak mereka berdua.

"Berani ya kalian teriak dihadapan saya!"

"M-maaf Ustadzah," ucap Sheila.

"Kalian saya hukum dilapangan sambil hormat dihadapan tiang bendera sampai waktu ashar tiba dan
jangan lupa kalian harus memakai kalung tali rafiah." ucap Ustadzah Zainab sontak mereka berdua
membulatkan matanya.

"Yang bener aja Ustadzah? Lumuten nanti yang ada!" Zaira tidak terima.

"Berani menolak hukuman akan saya

tambahkan!"

"Baik Ustadzah,"

"Gini banget nasib gue, mana pake rapiah beginian lagi!" Batin Zaira

Hari ini adalah hari dimana putra sulung pemilik pesantren akan pulang, hari yang telah dinanti-nanti
para kaum hawa yang mengidolakan Gus Zeeran, mereka tidak sabar untuk menyambut Gus mereka dan
banyak santri yang sedang berlalu lalang untuk menyiapkan acara kecil-kecilan untuk menyambut Gus
Zeeran.

Zaira dan ketiga temannya juga sedang berada di ndalem, mereka ikut membantu menyiapkannya,
sedangkan Abah dan Ummah, mereka sedang menjemput anak sulungnya di bandara, kecuali Ning Fira
yang menolak untuk ikut menjemput, karena ia ingin membantu-bantu di ndalem serta sedang
menyiapkan suprise untuk sang kakak.
Terlihat Zaira sedang mendekor ruang tamu, sedangkan ketiga temannya berada di bagian dapur. Ning
Fira tidak sengaja melihat Zaira yang sepertinya kelelahan sehingga Ning Fira menghampiri Zaira yang
sedang mengusap keringatnya.

"Akhirnya selesai, cape juga ternyata, lagian. kenapa sih harus ngadain acara kek gini, emang dia
seistimewa apa?" gerutunya dalam diam.

"Assalamu'alaikum mbak?"

"Wa'alaikumussalam, ada apa lo kesini?"

"Mbak cape ya?"

"Udah tau pake nanya!"

"Fira ambilkan minum sebentar ya," ucap Ning Fira.

"Yang dingin, dan jangan pake lama udah gerah banget nih gue,"

"lya mbak, ya udah Fira pergi dulu, ya," ucapnya setelah itu langsung melenggang pergi ke dapur.

Sembari menunggu Ning Fira datang membawakan minuman, ia menuju keluar untuk duduk dibawah
pohon yang berada di halaman ndalem. Semilir angin yang membuatnya. perlahan-lahan jadi mengantuk
sehingga tidak sadar ia telah tertidur dengan posisi duduk. Saat sudah masuk ke alam mimpi tiba-tiba
ada seseorang yang menepuk pundaknya sehingga membuat Zaira terperanjat kaget.

"Anjir!" umpatnya, membuat seseorang yang menepuk pundaknya meringis merasa bersalah.

"Lain kali kalau datang tuh pake salam, jangan suka ngagetin orang, untung gue gak punya riwayat
penyakit jantung!" ucapnya asal ceplos.

"Maaf mbak gak sengaja beneran deh," ucap Ning Fira merasa bersalah.

"Mana minumnya?"

"Oh ini mbak," Ning Fira menyerahkan es teh kepada Zaira.

"Ahh segarnya," ucap Zaira sembari geleng-geleng kepala.


Zaira tak sengaja menangkap basah Ning Fira yang sedari tadi memperhatikannya ia melontarkan
pertanyaan, apa Ning Fira menginginkan es teh yang Zaira minum?.

"Mau lo?" tanya Zaira.

"Buat mbak aja," Ning Fira menggelengkan kepalanya.

"Mbak beneran betah tinggal disini kan?" tiba-tiba Ning Fira menanyakan tentang itu kepada Zaira,
sontak ia menolehkan kepalanya ke arah samping tepat kepada Ning Fira.

"Sebenarnya sih nggak ya, malah gue pengin cepat bebas dari penjara ini, udah muak gue sama
peraturan disini!"

"Mbak gak mau bikin kedua orang tua mbak sedih. kan? Manut perintah kedua orang tua mbak selagi
itu baik, jika tidak mbak suatu saat nanti akan menyesal." nasihat Ning Fira.

"Ya terserah lo mau ngomong apa!"

Kemudian keduanya saling diam karena pikiran mereka masing-masing, sehingga suara Ning Fira
memecahkan keheningan diantara mereka berdua.

"Mbak lagi mikirin apa?" Ning Fira bertanya.

"Lagi mikir cara buat kabur dari sini," ucapnya ngasal sehingga membuat Ning Fira membulatkan.

matanya.

"Astaghfirullah, kenapa mbak berikiran seperti itu?"

"Karena tempat ini gak cocok buat gue yang anak berandalan yang sudah jauh dari tuhannya." ucapnya
membuat Ning Fira menggelengkan kepalanya.

"Jangan ngomong gitu, semua orang memiliki masa lalu yang kelam, tapi mereka bisa bangkit dari masa
lalu itu dan menjadikannya sebagai pelajaran untuk merubah dirinya menjadi lebih baik lagi di masa
depan," kata Ning Fira.

"Dosa gue terlalu banyak, gak usah sok nasehatin gue!"


"Mbak percaya kan Allah itu maha pengampun? Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat
daripada orang yang shalih tapi

sombong, aku percaya mbak pasti bisa."

"Ya terserah lo mau ngomong apa, gue tetap berada pada pendirian gue sendiri!" ucapnya setelah itu
langsung meninggalkan Ning Fira.

"Jangan kabur mbak, kasihan kedua orang tua mbak Zeline," ucap Ning Fira sedikit berteriak tetapi
Zeline hiraukan.

Keesokan harinya Zaira merasa gabut dan ia memilih untuk membaca novelnya yang ia sembunyikan di
dalam lemari, saat ia sedang asik membaca novelnya didekat jendela kamarnya, tiba-tiba pintu dibuka
dari luar begitu saja oleh seseorang. Parahnya lagi seseorang itu tidak mengucapkan salam atau apa.
Membuat Zaira mendecak pelan.

"Woy kalau masuk ke kamar orang jangan sembarangan lah, minimal salam kek, lo orang Islam kan?"
ucap Zaira dengan nada tinggi.

"Berani-beraninya kamu berteriak didepan saya?!" ucap orang itu.

"Lah? Emang situ siapa, ngapain juga gue harus takut!" Zaira malah berbalik tanya.

"Kami petugas keamanan pesantren yang akan menggeledah kamar asrama semua santri," ucap
seseorang yang tiba-tiba sudah berada disampingnya.

"Oh, keamanan pesantren,"

Keamanan pesantren itu tidak merespon perkataan Zaira karena melihat sebuah buku yang dipegang
oleh Zaira, dan ternyata buku yang dipegang oleh Zaira adalah buku novel, tunggu, novel?

"Novel siapa itu?" tanya keamanan pesantren itu.

"Ini? Ya punya gue lah emang punya siapa lagi,"

"Sini novelnya! Udah tau peraturan pesantren dilarang bawa novel kenapa malah melanggar peraturan
tersebut?"

"Ya terserah gue dong, apa urusan lo?"


"Jelas ini menjadi urusan saya, kalau kamu. Jiat belajar disini kamu harus siap dengan segala peraturan
di pesantren bukan malah melanggarnya!" katanya sambil berusaha mengambil novel yang berada di
tangan Zaira, ia yang tak terima membrenggut kesal karena novelnya berhasil diambil.

"Gak usah banyak ceramah lo! Gue emang gak ada niat buat belajar disini, tempat yang paling

gue benci!" ucap Zaira berapi-api.

"Kalau memang gak niat kenapa kamu sudah berada disini?"

"Gak usah basa-basi, cepet balikin novel gue!"

"Tidak bisa! Novel ini akan saya bakar!"

Tepat saat keamanan pesantren memeriksa lemari Zaira, keamanan tersebut menemukan empat buah
novel lagi, keamanan pesantren tersebut membulatkan matanya.

"ASTAGHFIRULLAH, INI SEMUA PASTI PUNYA KAMU KAN?!"

"KALO IYA KENAPA? MAU DIAMBIL JUGA? AMBIL SANA PUNYA BEKAS ORANG KOK MAU!"

"Baru kali ini saya bertemu dengan seorang santri yang berani melawan saya, pasti kamu santri baru
kemarin yang bikin ulah, kan?"

"Ya ampun ternyata gue terkenal di pesantren ya, padahal gue baru masuk pesantren dua hari tiba-
tiba langsung terkenal aja!"

"Dasar santriwati aneh, terkenal karena bikin ulah aja bangga!"

Setelah keamanan pesantren selesai menggeledah kamar, ketiga teman barunya datang dan
menghampiri Zaira.

"Zaa tadi ada pemeriksaan, novel kamu aman?" tanya Dhila.

"Aman apanya, novel gue mau dibakar!"

"Itu konsekuensi yang harus kamu terima Lin kalau kamu bawa barang itu ke pesantren." kata Dhila.

"Gue udah tau!"

"Kalau udah tau kenapa kamu masih membawanya?" tanya Kaila.


"Terserah gue dong!" ketusnya setelah itu langsung keluar dari kamar.

Setelah keluar dari kamar seperti biasa kini Zaira berjalan menuju taman belakang pesantren di otak
kecilnya terlintas sebuah ide untuk kabur dari Pesantren, saat ia sampai disini ia melihat tembok
dibelakang pesantren yang tidak terlalu tinggi sehingga bisa ia naiki, namun ia harus memanjat pohon
terlebih dahulu untuk memeriksa keadaan disekitarnya, tetapi saat ia sedang menjalankan aksinya ada
suara bariton yang terpaksa ia harus berhenti.

"Ekhem, ngapain kamu disitu? Mau kabur?" ucap seorang pemuda yang umurnya lebih tua darinya
dengan nada dingin dan wajah datarnya.

la terbelalak kaget tiba-tiba ada suara seseorang dibelakangnya yang menghentikan aksinya dan mau
tidak mau ia harus turun kebawah lagi.

"Bukan urusan lo! Lagian lo siapa?" ketusnya.

"Jodoh lo dimasa depan yang masih tersimpan. rapat di Lauhul Mahfudz."

“Ishh, omong kosong!" ucapnya.

"Gak percaya? Suatu saat akan saya buktikan!" tegas lelaki itu.

"Dihh ogah banget gue punya suami yang modelan kek lo!"

"Yakin? Kalau kamu naksir, saya tidak bertanggung jawab." ucapnya seketika membuat Zaira ingin
memuntahkan semua isi dalam perutnya.

"Amit-amit, yang ada gue nanti darah tinggi mulu karena lo!"

Pemuda tersebut mengalihkan pembicaraan, "Itu model kerudung kamu model baru atau model
mencekik leher? Kok seperti mau simulasi sekaratul maut!" sindir pemuda itu yang masih senantiasa
menundukkan pandangannya. "Sialan! Mau lo apa si Bambang!?.

"Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫نائها النبي قل ألزواجك وبنتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من‬

‫جال ييبهن ذلك أدنى أن يعرفن فال يؤذين " وكان هللا غفوًرا َّر ِح يًم ا‬
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu. anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin,
Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka
lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang." (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 59)"

ia menjeda ucapannya. "Udah jelaskan ayat itu mengatakan tentang apa?

Jadi sekarang turunin kerudung kamu!"

"ishh, malah ceramah lo! Jangan ngatur-ngatur gue, hidup-hidup gue bukan hidup lo kenapa jadi lo yang
ribet!"

"Dasar gadis aneh, kamu ikut keruangan saya sekarang!"

" Ngapain? Ogah banget gue!"

"Mau ikut saya sekarang atau hukuman kamu

saya beratkan?" Zaira sontak membulatkan matanya sungguh pria yang berada didepannya ini sangat
menyebalkan.

"Ya udah sana kalau berani, emang gue salah apa harus dihukum!"

"Ya udah sekarang kamu saya hukum untuk menghafalkan hadist sebanyak 500 hadits dalam. jangka
waktu satu minggu!"

"Dih atas dasar apa lo ngehukum gue? Buat salah aja gue kaga, dasar lelaki aneh!"

"Mau pilih yang mana? Ikut keruangan saya atau hukuman?"

"Iya-iya gue ikut lo, puas?!"

Kemudian Zaira mengikuti pria itu dibelakangnya dan menghentakkan kakinya karena kesal,
sesampainya di ruangan pria itu ia langsung duduk begitu saja tanpa ada yang menyuruhnya.

"Siapa yang nyuruh duduk?" ucapnya dingin dengan sorot matanya tajam sehingga membuat Zaira
nyalinya menciut.

"Ribet banget lo!


"Karena kamu tadi mencoba untuk kabur dari pesantren, kamu saya hukum menghafal satu juz dan
setorkan ke saya, saya beri waktu kamu dua Minggu untuk menghafalnya," ucapnya membuat Zaira
membulatkan matanya.

"Yang benar aja lo! Iqra aja gue belum lulus gimana gue mau menghafalnya!"

"Gak ada alasan buat usaha dan saya tidak suka dengan penolakan! Atau hukumannya mau saya tambah
lagi?" sontak Zaira langsung menggelengkan kepalanya.

"Dan satu lagi, tuh kerudung kamu bisa diturunin? Atau kamu mau saya nikahin?" tanya lelaki itu
membuat Zaira membulatkan matanya serta bergidik ngeri. "Tapi bohong, jangan kepedean kamu!"

"Dasar ya lo mau gu-"

"Mau apa? Sana keluar!"

"Iya-iya puas lo!" ketusnya.

"Dasar orang gajelas tiba-tiba kasih hukuman ke orang, emang dia siapa seenaknya aja sama gue!"
Batin Zaira.

"Silahkan bisa keluar dari ruangan saya."

"Sialan! Awas aja tu orang gue tandain lo ya udah ngasih hukuman eh malah diusir!" gumamnya.

"Ngomong apa kamu?"

"E-eh nggak ngomong apa-apa kok," ucapnya langsung melenggang pergi dari ruangan pria itu.

Ya pria itu adalah putra sulung dari pemilik pesantren yaitu Gus Arkana Zeeran Al-Husain, yang tanpa
sadar mengeluarkan banyak kalimat, tidak seperti biasanya.

Sudah dua minggu Zaira tinggal di pesantren, hari demi hari telah ia lalui, tidak ada hari yang ia tidak
berbuat ulas, pasti ada saja ulahnya. Mengapa begitu? Karena ia ingin menarik perhatian Abah Ali agar
beliau tidak sanggup melihat Zaira terus-menerus berbuat ulah, sehingga ia akan dikeluarkan dari
pesantren.
Kini Zaira sedang berada di ruangan Gus Zeeran nampaknya ia sedang berdebat dengan Gus Zeeran
entah karena apa, sekarang Zeline sudah tau siapa lelaki kemarin yang bertemu dengannya dibawah
pohon besar belakang pesantren, lebih tepatnya ketahuan karena mau kabur.

Agus plis gue gak pernah belajar ngaji, jadi gue gak tahu cara menghafalnya gimana!"

"Nama saya Zeeran bukan Agus!" la menjeda ucapannya, "Kenapa kamu gak minta bantuan sama teman
asrama kamu? Dan kenapa kamu juga gak bilang sama saya kamu gak bisa ngaji!"

"Heh Gus, kuping lo budeg apa gimana? waktu itu gue udah bilang kalo gue gak bisa ngaji!"

"Jaga ucapan kamu! Saya tidak suka dengan cara bicara kamu yang tidak sopan sama saya, apalagi pakai
Lo-gue!"

"Terserah gue dong, emang lo siapa gue yang berhak ngatur hidup gue?!"

"Memang saya bukan siapa-siapa kamu, tapi seharusnya kamu harus bisa menjaga adab ketika
berbicara dengan orang yang umurnya lebih diatas kamu," ucap Gus Zeeran, membuat Zaira
membulatkan matanya malas.

"Ceramah lagi, iya-iya gu- eh maksudnya saya minta maaf Gus," ketusnya.

"Karena kamu tidak bisa membaca ayat

Al-Qur'an, sebagai gantinya mulai besok kamu harus belajar mengaji bersama Ustadzah Zainab,"

"HAH! MAKSUDNYA AP-"

"Tidak ada kata penolakan! Dan sekali lagi saya bilang, jaga ucapan kamu Zaira!"

Zaira mendengus kesal, "Iya maaf, tapi yang benar aja Gus saya belajar sama Ustadzah Zainab? Yang
ada nanti saya setiap hari malah darah tinggi." ucapnya frustasi.

"Mau diajar Ustadzah Zainab atau dengan saya?"

"Ih apa-apaan jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan deh!"

"Ya sudah, silahkan keluar dari ruangan saya,


jangan lupa jadwal mengajinya sehabis ashar, saya akan terus memantau kamu, jika kamu meninggalkan
jadwal mengaji kamu hukuman kamu akan saya tambah, kecuali jika kamu sedang udzur!" jelas Gus
Zeeran.

Setelah mendengar ucapan Gus Zeeran ia tak bisa mengelak lagi darinya karena jika keputusannya
sudah deal tidak akan ada penolakan dan ia hanya mendengus pelan

"Sekarang bisa pergi, tidak baik jika lawan jenis terlalu lama berduaan di ruangan yang sepi,"

"Ishh iya-iya gue keluar sekarang puas lo!"

"Berani berkata seperti itu lagi saya tambah hukuman kamu!"

"Iya maaf khilaf," ucapnya dan langsung melenggang pergi tanpa mengucapkan salam sehingga membuat
Gus Zeeran menggelengkan kepalanya.

Zaira berjalan menuju asramanya dengan menghentak-hentakan kakinya karena masih kesal dengan si
Agus kulkas, sekarang Zaira sudah memiliki panggilan baru untuk Gus Zeeran, karena menurutnya
selain menyebalkan dia juga sikapnya dingin seperti kulkas seribu pintu terhadap semua orang,
makanya Zaira memanggilnya dengan sebutan Agus Kulkas.

"Habis dari mana aja lo Lin?" Dhila bertanya.

"Ruangan Agus kulkas,"

Mereka bertiga bingung dengan ucapan Zaira, apa itu Agus kulkas? Apakah ada merk Kulkas keluaran
terbaru sehingga mereka tidak mengetahuinya karena terlalu sibuk belajar agama di pesantren atau
bagaimana?

"Agus kulkas? Itu merk Kulkas keluaran terbaru ya Lin?" kini yang bertanya bukan Dhila tetapi

Kaila.

"heh markonah mana ada merk Kulkas begituan ngaco banget lo!"

"Terus apa dong?" tanya Dhila.

"Idola lo itu yang berasal dari kutub utara!"


"Maksud lo, Gus Zeeran?" Dhila bertanya.

"Udah tau nanya!" ucapnya.

"Emang kenapa Zaa? Kok lo gak ngerasa seneng? Kalo gue nih ya yang ada diposisi lo, gue udah seneng
banget," ucap Dhila dengan heboh dan Zaira hanya menatapnya dengan malas.

"Seneng dari mananya si Dhilabong! Yang ada gue darah tinggi mulu”

"Ya udah mendingan kita balik ke asrama aja," lerai Azkiya.

Kini Zaira baru selesai meninggalkan kelas dan seperti biasa ia tidak akan langsung pergi ke asrama,
melainkan ia akan jalan-jalan ke sekitaran pesantren, kalau tidak ia akan mendudukkan dirinya dibawah
pohon besar dibelakang pesantren. Saat ia sedang berada didepan gerbang pesantren ia tidak sengaja
melihat seseorang yang tidak asing baginya, orang itu merasa diperhatikan oleh dirinya kemudian
langsung melambaikan tangannya kearah Zaira, lalu ia menghampiri orang tersebut.

"Loh lo Arsen kan?" ucapnya kaget, bagaimana Arsen tau kalo ia sedang ada di pesantren ini. "Ngapain
lo disini? Mau mondok juga ya?" tanya Zaira beruntun.

Didalam klub ternama di daerah Jakarta terdapat dua orang gadis yang sepertinya tengah menunggu
kedatangan seseorang, tapi gadis satunya tidak mengetahui siapa seseorang yang akan datang,
pasalnya sahabatnya tidak ingin memberitahunya.

"Div, sebenarnya kita mau nunggu siapa sih? Dari tadi orangnya gak dateng-dateng tuh," tanya gadis
yang bernama Zaira.

"Udah tenang aja, bentar lagi juga mereka sampai tuh," ucap Diva, sehingga matanya menangkap
seseorang yang sedari ia tunggu bersama sahabatnya.

"Woy! Disini," ucap Diva sedikit berteriak sembari melambaikan tangannya, Zaira pun menoleh ke
belakang, ternyata orang yang mereka tunggu sudah datang, Zaira kira yang datang hanya seorang
saja, tapi mereka datang berempat.

"Dari mana aja lo pada?! Gue sama sahabat gue sampai lumutan cuma buat nungguin lo pada!"

"Sorry, nona manis tadi di jalan ada insiden sedikit," ucap pemuda yang bernama Bara.

"Ya udah sekarang lo pada duduk, udah gue pesenin juga makanan buat kalian semua,"
"Aduhayy nonaku sayang, kok kamu baik banget sih sama kita," kata Bara, sehingga ia mendapat
pukulan maut dari lelaki yang berada disampingnya yang sedari tadi hanya menyimak, lelaki itu bernama
Arsen, sang ketua geng motor Xervanos.

"Jijay gue denger ucapan yang keluar dari mulut lo bar!" ucap Dhila ketus. "Oh iya gue lupa mau kenalin
sahabat gue ke kalian, gara-gara lo si bar!"

"Loh kenapa gue, cantik?"

"Diem lo!"

"Mampus lo diulti sama Mak lampir!" ejek lelaki yang bernama Kevaro.

"Oke guys, kenalin ini sahabat gue namanya Zaira, dan Zaira mereka semua teman gue, yang berada
disamping itu namanya Alvaro, terus sampingnya Kevaro, sampingnya Kevaro si play boy kelas kakap
namanya Bara, terus yang terakhir disamping Bara namanya Arsen, ketua geng motor Xervanos dan
mereka semua adalah anggota inti." jelas Diva memperkenalkan mereka semua.

"Hallo, nona cantik," ucap Bara melambaikan tangannya sembari memberikan kedipan mata.

"Gak usah ganjen lo!" ucap Arsen.

"Maaf bos,"

"Gue Zaira, salam kenal,"

Kemudian ada sebuah tangan yang mengulur dihadapan Zeline meminta untuk berjabat tangan.

"Gue Arsen," ucap lelaki itu tanpa berkedip melihat Zaira, sehingga suara seseorang mampu
menyadarkan mereka berdua, pasalnya mereka berjabat tangan dengan waktu yang lama.

"Ekhm, gercep amat bos!"

"Diem lo!"

"Emang mau kemana?"


"Lo gak betah kan disini? Makanya ayo cepetan kabur, gue lagi bantuin lo sekarang!" ucapnya membuat
Zeline melongo, bagaimana Arsen tau kalo ia tidak betah berada disini dan dari mana Arsen tahu jika
dirinya berada disini?

"Kalau gak mau, ya udah gue mau cabut sekarang," ia langsung menghidupkan mesin motornya, saat ia
hendak menancapkan gasnya tiba-tiba suara Zeline membuatnya mengurungkan niatnya.

"E-eh gue mau ikut lo,"

"Ya udah sekarang lo naik!"

Motor Arsen sudah tidak terlihat lagi didepan gerbang pesantren, saat di perjalan Zeline tidak
berhenti bicara sehingga membuat Arsen malas menanggapi pertanyaan Zeline. Ditengah jalan Zeline
masih bertanya-tanya kenapa Arsen bisa tahu kalau dia ada di pesantren siapa yang memberi tahunya?

"Ar, lo tahu dari mana gue ada disini?" tanya Zeline, namun Arsen hanya diam saja tanpa menjawab
sepatah kata pun membuat Zeline membrenggut kesal, karena selama diperjalanan ia bertanya
kepadanya ia hanya menjawab singkat atau dengan dehaman.

"Jawab gue Ar, gue berasa ngomong sama tembok seribu lapis!" Ia mengerucutkan bibirnya kesal,
Arsen tidak sengaja melihat raut muka kesal Zeline di spion kaca motornya, membuat Arsen yang tidak
sengaja melihatnya merasa lucu.

"Gak penting."
"Ya udah kalau gitu turunin gue disini sekarang!"

Arsen tidak menggubris perkataan Zeline, ia tetap fokus mengendarai motornya sesekali ia mencuri-
curi pandang kepada Zeline yang selama ini telah mengganggu pikirannya. Dan nafsunya yang ingin
memiliki Zeline sepenuhnya kini kian membuncah.

"Turunin gue sekarang atau gue lompat dari motor lo!"

Arsen menghela nafas pasrah karena ancaman Zeline yang ingin lompat dari motornya dan terpaksa ia
memberhentikan motornya dipinggir jalan.

"Gitu dari tadi kek, jadi gue gak perlu buang-buang tenaga gue buat ngegas ke lo!"

"Ck, kenapa lo minta turunin disini? lo emang mau pulang naik apa? Emang lo bawa duit buat naik
kendaraan?"

Zeline membenarkan ucapan Arsen, memang benar Zeline kabur tidak membawa uang sepeserpun atau
ponsel yang ia sembunyikan didalam kopernya, bagaimana nasibnya jika ia tidak menuruti perintah
Arsen untuk ikut bersamanya?

"Ya udah ayo jalan

Anda mungkin juga menyukai