MODUL VIII
MASS BALANCE
KELOMPOK-12
Angeline Natalia 2106730835
Arzetti Puspa Dewi 2106633701
Haqal Aufarassya Anwar 2006576823
Universitas Indonesia
2
batch reactor pada umumnya lebih kecil dibandingkan continous flow namun batch reactor
memiliki biaya operasi yang lebih tinggi (Reynolds, 1996).
Reaktor yang memiliki continous flow dibagi menjadi tiga tipe yaitu plug-flow reactor,
dispersed plug-flow reactor dan continously stirred tank reactor (CSTR). Reaktor dengan aliran
continous flow dapat dipoerasikan sebagai sistem steady state atau sistem unsteady-state.
Seringkali, reaktor continous flow dianggap sebagai proses steady state dengan aliran influen dan
komposisinya stabil terhadap perubahan waktu. Untuk menentukan kinetika reaksi suatu reaktor
continous flow, pengujian lab dengan aliran batchwise dapat digunakan (Reynolds, 1996).
Reaktor plug-flow pada umumnya didesain dengan bentuk tabung panjang dan memiliki
influen secara terus menerus. Reaktan yang mengalir melalui reaktor tersebut bergerak dengan
arah aksial dan keluar pada ujung tabung sebagai effluen. Kondisi ideal reaktor ini adalah ketika
tidak terjadi pengadukan dalam tabung, dimana komposisi reaktan berubah sesuai dengan arah
aliran. Reaktor dispersed plug-flow memiliki aliran yang serupa dengan tipe plug flow. Hal yang
membedakan dengan reaktor plug flow adalah desain yang lebih pendek dan lebar menghasilkan
waktu retensi yang lebih sedikit dan efisiensi pengolahan yang lebih rendah. Jenis reaktor terakhir
yaitu continously stirred tank reactor (CSTR) terdiri dari tanki yang memiliki pengadukan dengan
influen dan effluen yang terus mengalir. Pada umumnya reaktor CSTR memiliki bentuk
melingkar, kotak, atau persegi panjang dari tampak atas. Pengadukan pada reaktor CSTR sangat
penting untuk memastikan seluruh reaktan dan cairan yang berada di dalam reaktor
dihomogenkan secara sempurna. Dikarenakan pengadukan ini, komposisi effluen serupa dengan
komposisi yang berada di dalam reaktor. Seringkali reaktor CSTR dipasang secara seri untuk
memastikan pengolahan yang lebih baik (Reynolds, 1996).
Universitas Indonesia
3
Sedangkan, saat pengukuran jumlah oksigen cairan dalam wadah, tidak adanya aliran
menyebabkan oksigen terlarut hanya berkumpul di satu titikk dalam wadah tersebut. Oleh karena
itu, nilai oksigen terlarut dalam air wadah umumnya akan cenderung lebih banyak daripada yang
berada di dalam aliran (Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, 2021)
(Heryansyah, 2021).
• Pengendapan
Proses pengendapan atau settling menyebabkan adanya perubahan kecepatan aliran
akibat adanya partikel yang mengendap. Selain itu, massa partikel juga akan mempengaruhi
proses kesetimbangan massa yang terjadi dalam tangki/aerator (Heriyantol, 2010).
Universitas Indonesia
4
dianggap basa dan pH di bawah 7 dianggap asam. Berikut merupakan figur yang menjelaskan pH
cairan pada umumnya (EPA, 2021).
Universitas Indonesia
5
semakin tinggi suhu maka semakin tinggi pula kemampuan oksigen untuk terlarut sehingga
meningkatkan DO pada badan air. Selain itu, suhu dapat mempengaruhi pH melalui proses self-
ionization dimana semakin tinggi suhu semakin tinggi produksi ion hidrogen dan hidroksida
dalam air (EPA, 2021).
Bahan:
- Air keran 1000 mL dan 2000 mL
- Air limbah dari Danau Mahomi 1000 mL
- Aquades
1.4 Prosedur Kerja
A. Persiapan praktikum
Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia
7
Universitas Indonesia
8
Berikut merupakan data awal sampel air tanah dan air limbah sebelum pencampuran ke
dalam gelas beaker 3.
Tabel 3. Data Awal Sampel Air Tanah Gelas Beaker 3 Sebelum Pencampuran
Waktu Temperatur
pH DO (mg/L)
(menit) (°C)
0 5.54 6.68 26.1
Sumber: (Analisa Penulis, 2023)
Berikut merupakan hasil pengamatan sampel air limbah sebelum pencampuran.
Tabel 4. Data Awal Sampel Air Limbah Gelas Beaker 3 Sebelum Pencampuran
Waktu Temperatur
pH DO (mg/L)
(menit) (°C)
0 5.78 26.6 2.28
Sumber: (Analisa Penulis, 2023)
Kemudian diperoleh pula hasil pengamatan beserta diagram mass balance gelas beaker
3 yang berisi campuran sampel air tanah dan air limbah dengan perlakuan aerator
Tabel 5. Data Hasil Pengamatan Gelas Beaker 3 (Campuran dengan Aerasi)
Waktu Temperatur
pH DO (mg/L)
(menit) (°C)
0 6.05 26 4.92
10 6.38 26 7.5
20 6.9 25.8 7.96
30 6.98 25.5 7.22
40 7.39 25.5 7.3
50 7.53 25.3 7.18
60 7.66 25.3 7.48
Sumber: (Analisa Penulis, 2023)
Universitas Indonesia
9
Dari berbagai hasil pengamatan yang diperoleh, praktikan kemudian dapat membuat
grafik hubungan pH, suhu, dan kandungan oksigen terlarut terhadap waktu untuk ketiga
pengujian air sampel sehingga dapat dianalisa hubungan tiga parameter terhadap perlakuan
yang telah diberikan. Berikut merupakan grafik hubungan pH terhadap waktu untuk ketiga
pengujian sampel
Berikut merupakan grafik hubungan antara suhu terhadap waktu untuk ketiga pengujian
air sampel
Universitas Indonesia
10
Berikut merupakan grafik hubungan antara DO terhadap waktu untuk ketiga pengujian
air sampel
Universitas Indonesia
11
stopwatch akan membantu dalam mencatat waktu reaksi. Bahan yang digunakan dalam
eksperimen ini melibatkan sampel air tanah beruapa air keran dan air limbah yang diambil dari
Danau Mahoni UI.
Pada awal praktikum, praktikan memulai dengan menuangkan 1000 mL air limbah ke
glass beaker 3. Setelah itu, dilakukan pengukuran pH, DO, dan suhu menggunakan pH meter, DO
meter, dan termometer. Untuk pengukuran pH, praktikan membersihkan ujung pH meter dengan
air suling, melapnya, dan memasukkan ujung pH meter ke dalam larutan, kemudian menunggu
hingga alat berbunyi setelah menekan tombol. Pengukuran DO dilakukan dengan mencuci ujung
DO meter, mengelapnya, dan memasukkan ujung DO meter ke dalam larutan sambil diaduk
hingga nilai DO stabil. Setelah itu, praktikan melakukan pengukuran suhu menggunakan
termometer dengan cara memasukkan termometer ke dalam larutan dan menunggu hingga suhu
stabil.
Selanjutnya, praktikan menuangkan 2000 mL air tanah ke glass beaker 1 dan 2,
melakukan pengukuran pH, DO, dan suhu, serta mengaduk agar larutan homogen. Proses ini
dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai batas tertentu pada gelas beaker. Setelah itu, praktikan
menambahkan 1000 mL air tanah ke glass beaker 3 yang berisi air limbah, mengaduk hingga
homogen, dan melakukan pengukuran pH, DO, dan suhu sebagai kondisi awal sebelum aerasi.
Praktikan kemudian memasang aerator pada glass beaker 2 dan 3 dengan menghubungkannya ke
stop kontak dan menyelipkan selangnya ke dalam glass beaker. Selama 60 menit, praktikan secara
berkala melakukan pengukuran pH, DO, dan suhu setiap 10 menit untuk mengamati perubahan
kondisi ketiga glass beaker selama proses aerasi. Praktikan mencatat seluruh data hasil pegukuran
agar dapat digunakan untuk pengolahan data dan menganalisis hasil percobaan.
Universitas Indonesia
12
60 menit menjadi 7,49 mg/L. Selanjutnya, pada sampel 3 (sampel pencampuran air tanah dan air
limbah) yang diberi perlakukan aerasi, nilai awal DO yang diperoleh adalah 4,92 mg/L. Setelah
dilakukan aerasi selama 10 menit, didapatkan nilai DO sebesar 4,92 mg/L. Kemudian, pada menit
ke 20 dan 30, nilai DO mengalami peningkatan menjadi 7,5 mg/L dan 7,96 mg/L. Namun, pada
menit ke 30, nilai DO menurun menjadi 7,22 mg/L. Setelah dilakukan pengujian kembali di menit
ke-40, diperoleh nilai DO sebesar 7,3 mg/L. Pada menit ke-50, nilai DO mengalami penurunan
kembali menjadi 7,18 mg/L. Pada pengujian menit ke-60, nilai DO cenderung meningkat
sehinnga didapatkan nilai 7,48 mg/L.
Data-data pengujian parameter DO tersebut menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi nilai
DO terhadap waktu karena terjadi peningkatan dan juga penurunan. Terdapat beberapa faktor lain
yang dapat mempengaruhi nilai DO, seperti suhu air, tekanan udara, salinitas, pergerakan massa
air, dan juga udara (Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, 2021).
Perubahan DO yang terjadi antara gelas beaker tanpa perlakuan dengan gelas beaker yang
diberikan perlakuan aerasi membuktikan bahwa proses aerasi membantu pembentukan oksigen
terlarut di dalam air karena berdasarkan data yang didapatkan peningkatan DO dari menit ke-0
sampai dengan menit ke-60 paling efektif terjadi pada gelas beaker yang diberikan perlakuan
aerasi.
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
dalam pengambilan data. Kesalahan yang mungkin terjadi selanjutnya adalah alat pengujian
parameter yang mengalami error, pH meter dan DO meter yang tidak terkalibrasi dengan baik
sehingga hasil pengukuran tidak akurat, dan alat yang tidak berfungsi dengan baik. Selain itu, ada
kemungkinan kesalahan lain, seperti sampel yang terkontaminasi dengan sampel lainnya selama
pengujian parameter akibat kelalaian praktikan dalam membersihkan alat pengujian. Kesalahan
dari sisi alat juga dapat terjadi, seperti alat yang tidak bersih, yang dapat mengakibatkan sampel
terkontaminasi dan hasil pembacaan alat uji menjadi tidak akurat. Oleh karena itu, penting untuk
selalu memperhatikan prosedur dan menjaga kebersihan alat agar hasil praktikum dapat menjadi
lebih akurat.
Berdasarkan percobaan yang sudah dilakukan maka saran yang dapat diberikan untuk
praktikum mass balance adalah sebagai berikut.
1. Praktikan dapat lebih teliti lagi dalam menggunakan alat uku, seperti DO meter, pH
meter, dan thermometer agar hasil percobaan yang diperoleh lebih akurat.
2. Memperbanyak alat praktikum yang ada di laboratorium khususnya DO meter agar
praktikan tidak perlu menunggu terlalu lama dan bergantian dengan kelompok lain yang
mempengaruhi interval waktu yang tidak sesuai dengan seharusnya.
Universitas Indonesia
15
Chang, R. (2004). Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Erlangga.
EU Research & Innovation. (2011). Guide to best practices for ocean acidification research and
data reporting.
Universitas Indonesia
16
3.4 Lampiran
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
Universitas Indonesia