Disusun Oleh:
1. Nayla Rizka (10621051)
2. Nor Latifah (10621052)
3. Nur Azizah Amanda (10621053)
4. Nur Faiz Hidayat (10621054)
5. Nur Lathifa Prabawati (10621055)
6. Nur Marhaenis Setyowati (10621056)
7. Oktavian Vicky Wahyuda Pratama (10621057)
8. Prasada Lazuardi Putra (10621058)
9. Pratidhina Setyawan Putri (10621059)
10. Putri Fahmadhea Islam (10621060)
Fasilitator:
Drg. Yanuar Kristanto
SKENARIO KASUS.....................................................................................................3
KERANGKA KONSEP...............................................................................................10
TUJUAN PEMBELAJARAN......................................................................................11
PEMBAHASAN............................................................................................................11
KESIMPULAN.............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................20
SKENARIO KASUS
Sindy berusia 16 tahun bersekolah di SMA favorit di Kota Kediri Sindy merupakan anak
dari keluarga berada, tetapi untuk kebutuhan makanan harian Sindy selalu memilih makanan
yang dia sukai Sindy tidak menyukai sayur dan buah Belakangan ini nafsu makannya semakin
menurun karena muncul sariawan yang sangat nyeri pada pipi kanan bagian dalam Sariawan
yang dikeluhkan muncul berulang, berpindah-pindah, dan muncul ketika Sindy mengalami
menstruasi Sindy kemudian memeriksakan sariawannya ke Dokter Gigi terdekat. Dari hasil
anamnesis tidak ada riwayat febris dan trauma. Pemeriksaan ekstraoral ditemukan limfadenopati
Pemeriksaan intraoral ditemukan bentukan lesi ulser soliter, berbentuk bulat diameter 3 mm, dan
terdapat halo eritema. Dokter Gigi memberikan resep obat oles triamcinolone acetonide
berbentuk pasta serta melakukan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
I. KATA SULIT
1. Febris
- Febris adalah istilah kedokteran yang lebih dikenal dengan Demam di masyarakat
awam, yakni panas suhu tubuh lebih dari 37 derjat celcius
- Febris dalam istilah medis adalah demam dengan kondisi suhu lebih tinggi dari
rata-rata. Febris merupakan reaksi normal karena tanda bahwa tubuh sedang
melawan benda asing virus atau kuman di dalam tubuhnya.
2. Trauma
- Dalam istilah kesehatan, “trauma” adalah cedera yang parah dan sering
membahayakan jiwa yang terjadi ketika seluruh atau suatu bagian tubuh terkena
pukulan benda tumpul atau tiba-tiba terbentur.
- Trauma adalah kerusakan fisik atau emosional yang terjadi sebagai akibat dari
suatu peristiwa yang mengganggu. Trauma bisa berasal dari berbagai situasi atau
kejadian yang mengancam keselamatan atau kesejahteraan seseorang.
3. Menstruasi
- Menstruasi merupakan peluruhan dinding Rahim yang terdiri dari darah dan
jaringan tubuh
- Menstruasi adalah proses keluarnya darah dari dalam rahim yang terjadi
karena luruhnya dinding rahim bagian dalam yang mengandung banyak pembuluh
darah dan sel telur yang tidak dibuahi.
4. Limfadenopati
- Limfadenopati adalah kondisi pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran
lebih dari satu sentimeter. Hal ini terjadi sebagai reaksi alami terhadap suatu
penyakit atau infeksi. Pembesaran kelenjar getah bening akan menyebabkan
munculnya benjolan yang terasa lunak. Selain itu, benjolan juga kerap membuat
pengidapnya mengalami rasa nyeri.
- Limfadenopati merupakan suatu keadaan pembesaran kelenjar getah bening
dengan ukuran lebih besar dari 1 cm (Rusmini, Ariza, and Sari, 2019). Tubuh
manusia memiliki sekitar 500 sampai 600 kelenjar limfa, dengan terbanyak
ditemukan di aksila, selangkangan, leher, dada, dan perut (Horas, 2017).
6. halo eritema
- Eritema adalah munculnya bercak kemerahan pada kulit akibat pelebaran
pembuluh darah. Lesi awal muncul sebagai papula yang lunak dan tidak
mencolok dengan eritema perifer di sekitarnya yang dengan cepat berkembang
menjadi pustula, dan kemudian menjadi ulkus yang lembut dan nyeri.
- Eritema adalah kemerahan pada kulit yang disebabkan oleh cedera atau kondisi
penyebab peradangan lainnya. Seringkali muncul sebagai ruam, eritema dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan , infeksi, atau paparan sinar matahari yang
berlebihan (yaitu terbakar sinar matahari).
7. triamcinolone acetonide
- TRIAMCINOLONE ACETONIDE merupakan obat yang digunakan untuk
menangani gatal-gatal, kemerahan, dan kekeringan pada kulit, pada beberapa
individu dapat mengobati sariawan pada mulut. Triamcinolone termasuk
golongan obat kortikosteroid topikal.
- Triamcinolone acetonide adalah obat kortikosteroid yang digunakan untuk
mengurangi peradangan dan gejala alergi pada berbagai kondisi medis, termasuk
alergi kulit, psoriasis, eksim, dan kondisi peradangan lainnya. Obat ini tersedia
dalam bentuk krim, salep, losion, atau injeksi.
- 1. Buah asam
Buah-buahan asam seperti nanas, jeruk, lemon, dan jeruk nipis dapat
menyebabkan sariawan di mulut. Jenis buah yang terasa asam ini, menyebabkan
jaringan mulut stres dan memperburuk gusi. Terutama jika mempunyai mulut
yang sensitif.
2. Kacang-kacangan
Jenis kacang-kacangan seperti kenari, kacang tanah, kacang mete, dan
almond berisiko bagi gigi.Asam amino L-Arginine yang ada dalam kacang
terlibat dalam terjadinya sariawan.Kacang yang asin sangat buruk, karena
kandungan natriumnya dapat menyebabkan lapisan mulut meradang.
3. Cokelat
Cokelat, karena di dalam cokelat terdapat kandungan alkaloid yang
bernama obromide.mulut sangat sensitif dengan kandungan tersebut dan dapat
berujung pada kondisi yang sama dengan reaksi alergi.Beberapa orang juga
memiliki alergi ringan terhadap cokelat, yang bisa menyebabkan terjadinya
sariawan di lidah atau sisi pipi.
4. Makanan pedas
Makanan pedas dapat menganggu lapisan di dalam mulut, sama seperti
makanan asam, sehigga bisa menyebabkan sariawan.dapat mengurangi konsumsi
makanan pedas seperti jalapeno atau yang lainnya, agar tidak sariawan.
5. Makanan keras
- Beberapa faktSAR yaitu kekurangan hematinik (zat besi, folat, dan vitamin B12),
menstruasi, stres, alergi, dan AIDS. SAR juga banyak
terjadi pada orang-orang yang mempunyai stres berat dikarenakan saat stres
terjadi penurunan sistem imun dan menyebabkan destruksi jaringan. adapun
Beberapa makanan seperti coklat, kopi, kacang, sereal, almond, stroberi, keju,
tomat dan tepung gandum (mengandung gluten) dapat menyebabkan SAR pada
beberapa orang.
6. apa penyebab sariawan muncul pada saat menstruasi?
- perubahan hormon seperti saat menstruasi, hamil, maupun menopause, juga sering
menimbulkan sariawan. Selain itu, penggunaan pil KB atau KB suntik juga dapat
menjadi penyebab sariawan. Namun, hal ini umumnya hanya terjadi sementara di
awal penggunaan kontrasepsi. (perubahan hormon progesteron dan estrogen yang
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh masing-masing individu)
- Munculnya sariawan pada saat atau sebelum menstruasi, disebabkan oleh adanya
perubahan hormon progesteron dan estrogen yang mempengaruhi sistem
kekebalan tubuh masing-masing individu. Kondisi psikologis misalnya stres, juga
dapat mempengaruhi munculnya sariawan secara berulang.
- Munculnya sariawan sering terjadi pada waktu menjelang menstruasi. Hal ini
diduga sebagai akibat dari beberapa faktor predisposisi SAR, yaitu siklus
menstruasi atau faktor estrogen. Kadar estrogen berperan dalam siklus menstruasi
dan kadar progesteron yang rendah memiliki efek self limiting process yang
berkurang polymorphonuclear leukocytes menurun, permeabilitas vaskuler
menurun sehingga mudah terbentuknya SAR yang muncul secara periodik sesuai
siklus menstruasi.
Agar sariawan tidak muncul kembali, ada beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk mencegahnya, yaitu:
8. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi apabila pasien tidak mengobati
sariawan dengan tepat?
- Jika tidak ditangani, sariawan dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama dan
menimbulkan beberapa komplikasi, seperti:
1. Sariawan yang makin meluas hingga ke luar mulut
2. Sulit berbicara, makan, minum, serta menyikat gigi
3. Lemas
4. Demam
5. Selulitis, akibat infeksi bakteri sekunder
- Sariawan yang tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan berbagai komplikasi,
seperti: Peradangan dan perdarahan pada gusi, Kehilangan gigi, dan Tonsillitis.
PEMBAHASAN
2. Klasifikasi
- Tipe minor
Tipe minor juga disebut sebagai aphthae Miculiz, merupakan salah satu
varian paling umum yang merupakan 75-85% dari semua kasus RAS. Jenis
ulkus ini biasanya kurang dari 1 cm (10mm) dan sembuh tanpa meninggalkan
jaringan parut dalam 10-14 hari. Tipe ini umumnya ditemukan pada
permukaan mukosa seperti mukosa bukal, mukosa labial, dan dasar mulut
(Birnbaum & Dunne, 2009).
● Tipe mayor
Tipe mayor juga disebut sebagai penyakit sutton, biasanya melebihi 1cm
(10mm) menyebabkan ulserasi yang lebih dalam sehingga meninggalkan
bekas luka. Prevalensinya 10-15% dari kasus RAS. Ulkus ini mungkin
bertahan sekitar 10-20 hari dan mungkin juga memakan waktu berbulan-
bulan. Ulkus dapat terjadi pada tenggorokan, bibir dan langit- langit lunak
(Birnbaum & Dunne, 2009).
● Herpertiformis
Herpetiformis dalah varian paling umum dari RAS, prevalensinya 07- 10%
dari kasus RAS. Ukuran ulkus sangat kecil dengan diameter 2-3mm, banyak
jumlahnya (sekitar 100 buah) dapat menyatu menghasilkan lesi besar yang
tidak teratur yang berlangsung selama 7-10 hari tanpa meninggalkan bekas
luka (Birnbaum & Dunne, 2009).
SAR diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu: (Sama kayak diatas tapi lebih rinci)
○ SAR Minor
SAR minor paling sering ditemui yaitu sekitar 75-85% dari seluruh angka
kejadian SAR.
○ Tipe minor
○ Tipe minor juga disebut sebagai aphthae Miculiz, merupakan salah satu varian
paling umum yang merupakan 75-85% dari semua kasus RAS. Jenis ulkus ini
biasanya kurang dari 1 cm (10mm) dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan
parut dalam 10-14 hari. Tipe ini umumnya ditemukan pada permukaan mukosa
seperti mukosa bukal, mukosa labial, dan dasar mulut (Birnbaum & Dunne,
2009).
○ Tipe mayor
○ Tipe mayor juga disebut sebagai penyakit sutton, biasanya melebihi 1cm (10mm)
menyebabkan ulserasi yang lebih dalam sehingga meninggalkan bekas luka.
Prevalensinya 10-15% dari kasus RAS. Ulkus ini mungkin bertahan sekitar 10-20
hari dan mungkin juga memakan waktu berbulan-bulan. Ulkus dapat terjadi pada
tenggorokan, bibir dan langit- langit lunak (Birnbaum & Dunne, 2009).
○ Herpertiformis
○ Herpetiformis dalah varian paling umum dari RAS, prevalensinya 07- 10% dari
kasus RAS. Ukuran ulkus sangat kecil dengan diameter 2-3mm, banyak
jumlahnya (sekitar 100 buah) dapat menyatu menghasilkan lesi besar yang tidak
teratur yang berlangsung selama 7-10 hari tanpa meninggalkan bekas luka
(Birnbaum & Dunne, 2009). (Pratidhina_10621059)
○
○ SAR diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu: (Sama kayak diatas tapi lebih rinci)
○ SAR Minor
○ SAR minor paling sering ditemui yaitu sekitar 75-85% dari seluruh angka
kejadian SAR.
○ Berbentuk luka dangkal dengan diameter < 1 cm, berwarna kuning keabuan dan
tepi kemerahan yang mencolok.
○ Sering terjadi pada bagian lidah, dasar lidah, pipi bagian dalam, dan bibir.
○ Dapat sembuh sendiri tanpa meninggalkan jaringan parut dalam waktu 10-14 hari.
○ SAR Mayor
○ Salah satu jenis SAR yang terjadi sekitar 10-15% dari seluruh angka kejadian
SAR.
○ Berbentuk luka dengan diameter > 1 cm, berwarna kuning keabuan dan tepi yang
tidak jelas.
○ Dapat muncul di setiap bagian rongga mulut, tetapi cenderung muncul pada
langit-langit dan kerongkongan.
○ Kambuh lebih sering dan proses penyembuhannya lebih lama dibandingkan tipe
minor, yaitu dalam waktu beberapa minggu dan membentuk jaringan parut.
○ SAR Hipertiformis
○ Angka kejadian berkisar 5-10% dari keseluruhan kasus SAR.
○ Berbentuk luka kecil dan banyak (multiple) berjumlah 10–100, berbentuk bulat
berdiameter 1-3 mm dengan tepi kemerahan.
○ Dapat muncul di setiap bagian rongga mulut, sering terjadi di bagian depan dan
tepi lidah serta pada bibir.
○ Luka akan berlangsung 7-30 hari dengan penyembuhan meninggalkan jaringan
parut.
○ Berbentuk luka dangkal dengan diameter < 1 cm, berwarna kuning keabuan dan
tepi kemerahan yang mencolok.
○ Sering terjadi pada bagian lidah, dasar lidah, pipi bagian dalam, dan bibir.
○ Dapat sembuh sendiri tanpa meninggalkan jaringan parut dalam waktu 10-14 hari.
2. SAR Mayor
○ Salah satu jenis SAR yang terjadi sekitar 10-15% dari seluruh angka kejadian
SAR.
○ Berbentuk luka dengan diameter > 1 cm, berwarna kuning keabuan dan tepi yang
tidak jelas.
○ Dapat muncul di setiap bagian rongga mulut, tetapi cenderung muncul pada
langit-langit dan kerongkongan.
○ Kambuh lebih sering dan proses penyembuhannya lebih lama dibandingkan tipe
minor, yaitu dalam waktu beberapa minggu dan membentuk jaringan parut.
3. SAR Hipertiformis
○ Angka kejadian berkisar 5-10% dari keseluruhan kasus SAR.
○ Berbentuk luka kecil dan banyak (multiple) berjumlah 10–100, berbentuk bulat
berdiameter 1-3 mm dengan tepi kemerahan.
○ Dapat muncul di setiap bagian rongga mulut, sering terjadi di bagian depan dan
tepi lidah serta pada bibir.
○ Luka akan berlangsung 7-30 hari dengan penyembuhan meninggalkan jaringan
parut.
3. Epidemiologi
- Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) atau yang biasa dikenal dengan sariawan,
merupakan penyakit mulut yang paling sering ditemukan di masyarakat. SAR
dapat terjadi pada setiap orang, namun wanita dan dewasa muda sedikit lebih
rentan terkena. Berdasarkan jenis kelamin, insiden SAR lebih tinggi terjadi pada
wanita daripada pria. Hal ini disebabkan karena SAR berkaitan dengan hormon
progesteron.
- Insidensi SAR terjadi pada dekade pertama dan kedua kehidupan, lalu meningkat
pada dekade ketiga dan keempat kehidupan seiring bertambahnya usia.Namun,
tingkat rekurensi SAR akan berkurang memasuki dekade ketiga kehidupan.
Insidensi SAR pada pasien di bawah usia 30 tahun sekitar 80%, dan jarang terjadi
pada usia lanjut.
Pada dekade kedua kehidupan, usia 10-19 tahun, dipertimbangkan sebagai
periode puncak awal kemunculan SAR pada anak-anak. Prevalensi SAR pada
anak-anak dengan orangtua menderita SAR sebesar 39%.
Jika SAR mulai muncul di usia ketiga dekade kehidupan dan terus muncul sampai
usia dewasa tua, dipertimbangkan kalau etiologinya dapat berkaitan dengan
penyakit sistemik seperti penyakit hematologi, imunologi, penyakit jaringan ikat
dan Behçet’s syndrome.
- Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah kondisi medis yang ditandai dengan
ulkus atau luka terbuka pada mukosa mulut, gusi, pipi, lidah, atau tenggorokan.
Etiologi atau penyebab dari SAR masih belum sepenuhnya dipahami, namun
beberapa faktor predisposisi dan penyebab yang mungkin meliputi:
● Faktor Genetik: Terdapat bukti bahwa faktor genetik dapat memengaruhi
kecenderungan seseorang mengalami SAR. Kondisi ini dapat muncul dalam
keluarga tertentu, menunjukkan adanya faktor keturunan.
● Stres: Stres emosional atau fisik dapat memicu atau memperburuk gejala SAR
pada individu yang rentan.
● Kurangnya Kekebalan Tubuh (Imunodefisiensi): Gangguan pada sistem
kekebalan tubuh, seperti HIV atau penyakit autoimun, dapat meningkatkan risiko
SAR.
● Reaksi Hipersensitivitas: Reaksi hipersensitivitas terhadap makanan tertentu,
bahan kimia dalam pasta gigi, atau obat-obatan tertentu telah dikaitkan dengan
munculnya lesi SAR pada beberapa individu.
● Infeksi Virus: Walaupun belum ada bukti yang meyakinkan, beberapa virus
seperti herpes simpleks telah dikaji terkait peran mereka dalam munculnya SAR.
● Kekurangan Nutrisi: Kekurangan nutrisi, terutama vitamin dan mineral tertentu
seperti asam folat, besi, seng, dan vitamin B12, dapat menjadi faktor risiko.
● Trauma atau Cedera: Cedera pada mukosa mulut, seperti gigitan atau goresan,
dapat memicu munculnya lesi SAR.
● Alergi Makanan: Pada beberapa individu, alergi makanan tertentu dapat
menjadi faktor pemicu SAR.
● Hormon: Perubahan hormon, seperti saat menstruasi, kehamilan, atau
menopause, dapat mempengaruhi munculnya lesi SAR pada beberapa wanita.
● Rokok: Merokok atau penggunaan produk tembakau lainnya telah dikaitkan
dengan risiko lebih tinggi untuk mengalami SAR.
5. Gambaran klinis
Tidak ada metode diagnosa laboratorium spesifik yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosa SAR menyebabkan pentingnya gambaran klinis SAR untuk
diketahui. SAR diawali dengan gejala rasa sakit dan terbakar selama 24-48 jam
sebelum ulser muncul. SAR ditandai dengan ulser oval atau bulat dengan dasar
keabu- abuan atau kekuning-kuningan dan dikelilingi oleh eritema halo. Berdasarkan
gambaran klinis SAR dibagi menjadi 3 Tipe :
1. SAR Tipe Minor
Keadaan yang biasa atau tipe SAR yang paling sering ditemui,
Biasanya ulser berbentuk bulat atau bulat telur,
Tidak melekat pada gusi atau langit-langit keras dan jarang pada dorsum
lidah,
Diameternya 2-4 mm
Sembuh dalam waktu 10 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.
6. Penatalaksanaan
- Pada skenario di atas termasuk dalam klasifikasi SAR minor maka perawatan
yang dilakukan adalah dengan pemberian antiinflamasi topikal mulut Aloe Vera
dan pemberian multivitamin Becomzet. Pasien diberikan terapi dengan tujuan
untuk mengurangi rasa sakit, mengurangi ukuran ulser, mencegah terjadinya
infeksi sekunder, mempercepat penyembuhan lesi, dan mencegah muncunya ulser
baru (memperpanjang frekuensi timbulnya ulser). Antiinflamasi yang diberikan
adalah Aloe Vera untuk mengurangi inflamasi dan rasa sakit, nyeri atau tidak
nyaman yang disebabkan oleh iritasi pada mulut, Multivitamin yang diberikan
kepada pasien adalah multivitamin becomzet yang mengandung vit E 30UI yang
berfungsi sebagai Anti oksidan, Vit. C 750 mg untuk regenerasi jaringan,
metabolisme karbohidrat, sintesa protein, lipid, kolagen, Asam folat 400 mg untuk
mempertahankan bentuk sel. Vit. B kompleks berfungsi memproduksi energi
untuk sel, sistem saraf, pencernaan dan menjaga tingkat kolesterol.
- Terapi lokal juga dapat berupa obat topikal dengan kandungan analgesik,
antimikroba, dan antiinflamasi (steroid dan nonsteroid). Terapi sistemik hanya
diberikan jika SAR yang dialami parah dan terapi topikal tidak efektif. Obat
Obatan yang dapat diberikan adalah NSAID, prednisolone, pentoxifylline,
dapsone, dan
lain sebagainya. Selain terapi lokal dan sistemik yang sudah dijelaskan, ada
banyak pengobatan terhadap SAR walaupun dengan efektivitas yang belum
terbukti, mulai dari pengobatan dengan sodium bikarbonat (soda kue), larutan
garam, bawang putih, dan bubuk tawas.
- Penatalaksanaan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) dapat mencakup pengobatan
untuk mengurangi rasa sakit, mempercepat penyembuhan luka, serta
mengurangi keparahan dan frekuensi luka yang muncul. Perawatan yang
direkomendasikan tergantung pada tingkat keparahan SAR. Berikut adalah
beberapa pendekatan yang dapat digunakan:
● Perawatan Topikal:
- Obat Kumur: Gunakan obat kumur yang mengandung bahan aktif seperti
benzydamine hydrochloride (Contoh: Tantum), peroksida hidrogen 3% (Contoh:
Oral-B Mouth Sore Rinse), atau sucralfate (Contoh: Carafate). Obat kumur ini
dapat membantu mengurangi rasa sakit dan meredakan peradangan.
- Salep atau Gel Topikal: Penggunaan salep atau gel topikal yang mengandung
kortikosteroid seperti triamcinolone acetonide atau lidocaine (obat bius lokal)
dapat membantu mengurangi peradangan dan rasa sakit. Dokter gigi biasanya
meresepkan salep ini.
- Obat Semprot Lidocaine: Obat semprot lidocaine over-the-counter (OTC) seperti
Orajel dapat membantu mengurangi rasa sakit sementara dengan menghasilkan
efek mati rasa pada luka. Namun, penggunaan semprot lidocaine sebaiknya sesuai
petunjuk dan tidak digunakan berlebihan.
● Obat Penghilang Nyeri:
- Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) seperti ibuprofen atau aspirin dapat
membantu mengurangi rasa sakit dan peradangan akibat SAR. Konsumsi obat ini
sesuai petunjuk dosis.
● Obat-obatan Sistemik:
- Dalam beberapa kasus SAR yang sangat parah atau resisten terhadap perawatan
topikal, dokter dapat meresepkan kortikosteroid oral (misalnya, prednisone)
untuk mengurangi peradangan.
● Pemantauan Makanan:
- Hindari makanan atau minuman yang bisa memicu rasa sakit atau iritasi, seperti
makanan pedas, panas, asam, atau keras. Pilih makanan yang lembut dan mudah
dikunyah.
● Kebersihan Mulut: Pertahankan kebersihan mulut dengan menyikat gigi
lembut dengan sikat gigi lembut dan pasta gigi tanpa sodium lauril sulfat.
Bilas mulut dengan larutan air garam (1/2 sendok teh garam dalam
segelas air) untuk membantu membersihkan luka.
● Ketelatenan: Hindari mencoba memencet atau mengganggu luka SAR,
karena hal ini dapat memperburuk kondisi.
● Konsultasi Profesional: Jika SAR sangat sering muncul atau sangat parah,
berkonsultasilah dengan dokter gigi atau dokter spesialis THT. Mereka
dapat memberikan perawatan yang sesuai dan mengidentifikasi faktor
pemicu yang mungkin perlu dikelola
7. KIE
- Menginformasikan pasien untuk menghindari makanan berbumbu tajam dan
minuman soda, mengupayakan makan teratur serta mengendalikan stress. Pasien
diinstruksikan untuk menghindari makanan keras, coklat mengandung
kacang,makanan dan minuman asam, makanan asin dan alcohol. Pasien juga
diarahkan untuk menghindari pasta gigi atau pembersih mulut yang mengandung
sodium lauril sulfat.
- KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) yang dapat diberikan pada pasien
sariawan:
Menjaga kebersihan mulut dengan menyikat gigi secara teratur dan benar
minimal dua kali sehari.
Hindari makanan atau minuman yang terlalu panas atau terlalu dingin.
Hindari makanan atau minuman yang pedas, asam, atau keras.
Hindari merokok dan minum alkohol.
Konsumsi makanan yang sehat dan bergizi untuk menjaga daya tahan tubuh.
Hindari stres dan beristirahat yang cukup.
Jangan menggaruk atau mencabut sariawan karena dapat memperburuk
kondisi.
Jika sariawan tidak kunjung sembuh dalam waktu 1-2 minggu, segera
periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan
penyebab sariawan yang dialami.
Recurrent Aphthous Stomatitis (SAR) atau biasa dikenal dengan sariawan, merupakan penyakit
mulut yang paling sering ditemukan di masyarakat. SAR adalah penyakit mulut yang umum,
ditandai dengan ulkus oval atau bulat yang menyakitkan pada mukosa mulut, terjadi berulang.
Berdasarkan jenis kelamin, kejadian SAR lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Hal ini karena SAR berkaitan dengan hormon progesteron.
Etiologi SAR tidak diketahui dengan pasti tetapi ada beberapa faktor predisposisi untuk SAR.
Faktor-faktor ini meliputi: genetika, imunologi, kekurangan nutrisi, penyakit sistemik seperti
sindrom Behcet, penyakit celiac, kolitis ulserativa, neutropenia siklik, dan AIDS, alergi, trauma,
hormon, stres, dan merokok.Karena etiologi SAR tidak diketahui secara pasti, maka
penatalaksanaan SAR menjadi sedikit sulit. Hingga saat ini, pengobatan SAR hanya untuk
mengurangi gejala, ukuran, dan mempercepat penyembuhan. Perawatan yang dapat diberikan
kepada pasien SAR terdiri dari terapi lokal, terapi sistemik dan terapi non-medis.
DAFTAR PUSTAKA
Scully C. Medical problems in dentistry. 6th ed. China: Elsevier, 2010: 292-3.
T. Karemore, Radiology. New Delhi: CBS Publisher& Distributors Pvt Ltd, 2021.
L. Noviana, S. Kintawati, and S. Susilawati, “Kualitas hidup pasien dengan inflamasi mukosa
mulut stomatitis aftosa rekuren: Quality of life of patients with oral mucosal inflammation
recurrent aphthous stomatitis,” Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, vol. 30, no. 1, p.
58, 2018, doi: 10.24198/jkg.v30i1.18191.
R. Fauziyyah, R. C. Awinda, and B. Besral, “Dampak Pembelajaran Jarak Jauh terhadap Tingkat
Stres dan Kecemasan Mahasiswa selama Pandemi COVID-19,” Jurnal Biostatistik,
Kependudukan, dan Informatika Kesehatan, vol. 1, no. 2, p. 113, 2021, doi:
10.51181/bikfokes.v1i2.4656.
Mahmud & Ayun, “Stress, Koping dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan,” Jurnal
Indigenous, vol. 1, no. 2, pp. 29–39, 2016.
M. Barseli, I. Ifdil, and L. Fitria, “Stress akademik akibat Covid-19,” JPGI (Jurnal Penelitian
Guru Indonesia), vol. 5, no. 2, p. 95, 2020, doi: 10.29210/02733jpgi0005.
Y. P. Wowor, H. Munayang, and A. Supit, “Hubungan Stres dengan Stomatitis Aftosa Rekuren
pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Sam Ratulangi,” e-GIGI,
vol. 7, no. 2, pp. 71–75, 2019, doi: 10.35790/eg.7.2.2019.23930.
R. Raudha and T. Tahlil, “Stres dan strategi koping pada mahasiswa keperawatan,” JIM FKep,
vol. I, no. 1, pp. 1–7, 2016.
A. Susanto, I. Wahyuni, and F. Balafif, “Relationship among perceived stress, oral health status,
stomatitis, and xerostomia in the community during the COVID-19 pandemic: A cross-sectional
survey,” Journal of International Oral Health, vol. 12, no. 8, pp. S106–S112, 2020, doi:
10.4103/jioh.jioh_290_20.
T BasselG Giath and Al-Maweri SAGuideline for the Diagnosis and Treatment of Recurrent
Aphthous Stomatitis for Dental PractitionersJ Int Oral Health20157(5)74- 80 Gallo Cde
BMimura MASugaya NNPsychological Stress and recurrent apthous stomatitisClinics (Sao
Paulo)2009; 64645-648.