Anda di halaman 1dari 3

Kritik terhadap beberapa Ketimpangan yang menjadikan

Indonesia Lemah dalam Sektor Pendidikkan


Oleh : Danaswara
Mahasiswa Pascasarjana IAI Bandung
Dosen Pengampu: Dr. Nashrudin Syarif, M.Pd

Sekolah telah menjelma menjadi destinasi wajib bagi setiap anak yang berdiri di
atas bumi, meskipun tidak semuanya mendapatkan keberuntungan untuk terus
melanjutkannya hingga ke tingkat tertinggi. Di pundak sekolah, terpikul pelbagai harapan
tentang pengetahuan; masa depan dalam artian sampai akhirat; kebahagiaan dunia dan
akhirat; menggapai kesuksesan dunia dan akhirat; hingga kesopanan dan kesantunan atau
adab.

Dengan pelbagai beban berat tersebut, mampukah sekolah mewujudkannya? Paling


tidak, sudahkah sekolah memiliki modal awal untuk mewujudkan harapan-harapan
tersebut? Meminjam istilah yang digunakan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa sekolah
diibaratkan sebagai sebuah taman, maka modal awal yang sudah seyogyanya dimiliki oleh
sekolah adalah suasana yang menyenangkan dan membuat nyaman seperti taman.

Oleh sebab itu, syarat utama sekolah menurut Ki Hadjar Dewantara adalah harus
menyenangkan, minimal sekolah menjadi satu di antara tempat yang selalu dirindukan oleh
siswanya, bukan menjadi tempat yang membuat siswanya merasa terpenjara.

Maka dengan adanya karakter sekolah atau saran pendidikan seperti yang dikemukakan
diatas penulis mengadakan satu pendekatan kritis terkhusus pendidikan agama Islam di
Indonesia dapat mencakup beberapa isu yang penulis sajikan dan mungkin perlu kita
diperhatikan:

Kurikulum yang Terlalu Teoritis: Beberapa kritikus menyoroti bahwa pendidikan


agama Islam di Indonesia cenderung terlalu teoritis dan kurang mengakomodasi konteks
kehidupan nyata peserta didik. Kurikulum yang terlalu berfokus pada pembelajaran teks
agama dan kurang memberikan ruang untuk pemahaman kontekstual dan aplikasi praktis
dalam kehidupan sehari-hari. Maka yang paling penting adalah adab seseorang kalau hanya
sekedar mengajar maka google mungkin lebih pintar dari seorang guru, tapi yang
mengajarkan adab makan minum dan lain sebagainya adalah kontribusi guru yang harus
mendampingi tentang pola keberagamaan murid dengan itu ruh seorang guru lebih berperan
dari hanya sekedar hadirnya guru tapi tak langsung membimbing santrinya, sepatutnya ketika
guru melarang santrinya merokok makaseharusnya guru tidak merokok.

Hukum kausalitas. Seperti pandangan Al-Attas tentang kerusakan yang terjadi di


kalangan kaum Muslimin, akar permasalahannya adalah Corruption of Knowledge yang
berakar dari kerusakan Adab, tentu adab manusia., tidak sebatas masalah etik.
Kurikulum yang terkadang selalu memberatkan guru: Beberapa pihak mengkritik
bahwa kurikulum terkadang terlalu memberatkan sang guru bagaimana tidak selain guru
dituntut untuk berkreativitas dalam mengajar juga seorang guru mesti membuat RPP silabus
dan sebagainya sehingga menurut hemat penulis terlalu memberatkan dan membebani guru
belum lagi kurikulum yang selalu berubah, yang mungkin tidak seorang guru tidak mampu
menanggapi tantangan dan perkembangan zaman yang cepat. dalam lingkungan yang terus
berubah.

Kontroversi dalam Materi dan Pendekatan: Beberapa materi yang diajarkan dalam
pendidikan agama Islam dapat menjadi kontroversial dan memicu perdebatan, baik dalam hal
interpretasi agama maupun nilai-nilai yang diajarkan. Hal ini dapat menciptakan ketegangan
antara berbagai kelompok dan mempengaruhi harmoni sosial. Karena terkadang materi
pembelajaran yang diadakan oleh negara kita terfokus kepada satu pemahaman ataupun satu
madzhab tertentu saja tanpa memperhatikan madzhab yang lainnya, sehingga seolah
pemahamannya jauh dari nilai kerukunan dalam satu agama. Maka disini menjadi akan
seolah islam terkotak-kotakan dan yang pasti tertawa adalah musuh islam.

Kualitas Pengajaran dan Tenaga Pendidik: Ada kekhawatiran tentang kualitas


pengajaran dan kualifikasi tenaga pendidik dalam pendidikan agama Islam. Kurangnya
pelatihan yang memadai dan standar kualifikasi bagi guru agama dapat memengaruhi
efektivitas pendidikan agama Islam. Pernah penulis mengamati di daerah karimun
Kepulauan Riau dimana ada seorang guru yang mengajarkan kepada muridnya untuk sholat
namun guru tersebut tidak pernah ke mushola yang murid tersebut sholat maka disini para
pengajar minim di bidang ketauladanan inilah yang mungkin penulis khawatirkan

Waktu yang terlalu sedikit: tidak sedikit dikalangan para pengajar mata pelajaran PAI
di Indonesia ataupun orang tua yang mereka mengeluhkan kekurangan waktu belajar
sehingga tidak mungkin dua jam pelajaran dalam sepekan tersebut harus membahas masalah
tafsir, fiqih, aqidah akhlaq dan lain sebagainya maka menurut hemat penulis waktu untuk
mengajarkan agama dan keberagmaan di Indonesia terlalu minim.

Kurangnya minat peserta didik kepada ilmu agama: masalah yang juga saat ini
merebak di Indonesia adalah peserta didik yang kurang minat dalam pembelajaran ilmu
agama, berbeda halnya mungkin ketika penulis masih kecil atau remaja dulu, saat ini anak-
anak usia remaja lebih didominasi mereka suka akan bermain game online yang terkadang
orang tua tidak bisa membendung itu atau pahkan terkadang orangtua pun malah ikut-ikutan.
Suatu ketika penulis mengadakan survei kerumah-rumah diwaktu maghrib masyarakat di
bekasi khususnya kampung Karangsambung dan perumahan Riviera maka penulis mendapati
anak-anak remaja banyak yang meninggalkan shalat maghrib dan isya hanya karena game
online beda hal dengan dulu penulis remaja anak-anak akan disabet oleh orang tuanya pake
rotan atau lidi jika maghrib tidak ke Masjid atau tidak ngaji.

Isu Radikalisme dan Toleransi: Beberapa pihak mengkritik pendidikan agama Islam
karena dituduh menjadi salah satu sumber radikalisme atau intoleransi di Indonesia. Isu-isu
seperti penafsiran yang ekstrim, ketidakadilan sosial, dan ketidak mampuan untuk
mempromosikan toleransi dan kerukunan antar umat beragama mungkin menjadi perhatian
utama. Maka seperti ini membuat ketimpangan mengakibatkan pesantrean-pesantren di
Indonesia terkena imbasnya harus di selidiki dan diawasi maka dengan kritikan semacam ini
penulis merasa tertantang untuk menengahi bahwa kata-kata radikal itu dipakai oleh barat
untuk memusuhi dan memfitnah orang islam, bagaimanapun isu ini adalah mesti kita jauhi
karena

Anda mungkin juga menyukai