Anda di halaman 1dari 3

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN PERMATA


Jalan Ramung-Buntul, Wih Tenang Uken
Email : kuapermata@gmail.com
Redelong (24582)

NASKAH MATERI
YANG DISAMPAIKAN PADA PESERTA PENYULUHAN
9

Mewujudkan Keluarga Sakinah dalam Keluarga Karir

Tak bisa dipungkiri, hari ini banyak pernikahan mendapat ujian begitu kencang. Ujian itu bisa
berasal dari intern atau ekstern keluarga. Pada akhirnya berujung perceraian. Di berbagai Pengadilan
Agama mencatat angka perceraian tiap tahun kian melonjak. Banyak rumah tangga yang harus
kandas di tengah jalan, bahkan tak jarang berhenti ketika usia pernikahan masih seumur jagung.

Pada zaman Jahiliyah dulu, berlaku pernikahan yang bodoh yang merendahkan martabat dan derajat
seorang perempuan. Suami mengirim istrinya untuk digauli laki-laki lain agar mendapatkan
keturunan yang berkualitas, tukar-menukar istri. Perempuan pada waktu itu seperti barang dagangan,
diperlakukan seperti binatang, dikasari, dipukuli, karena dianggap sebagai kaum yang lemah. Tak
hanya itu, para istri didiamkan di rumah, tidak boleh keluar rumah, apalagi bekerja.

Ketika Islam datang, kebiasaan yang ada pada Jahiliyah itu mulai memudar. Masyarakatnya menjadi
beradab setelah menerapkan ajaran Islam. Perempuan dilindungi, dihormati derajat dan martabatnya,
hak dan kewajibannya dijamin. Demikian pula kedudukannya di rumah tangga, istri diberikan porsi
yang sama dengan suami sesuai tugas dan tanggung jawabnya. Ajaran Islam itu tetap bertahan hingga
hari ini.

Lazimnya suami memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Nafkah lahir maupun batin. Di
samping suami memiliki kewajiban untuk memenuhi hak istri. Istri juga mempunyai kewajiban
menunaikan hak suami. Di antaranya istri mempunyai kewajiban taat atau patuh terhadap suami,
menjaga harta suami, mengurus rumah tangga serta mendidik anak dan mengasuhnya.

Sebagai penata ekonomi keluarga, istri harus mempunyai kecakapan, keterampilan, kreatifitas agar
penerimaan dan penggunaan nafkah dapat mengarah pada peningkatan ekonomi keluarga.
Keberadaan istri dalam relasinya dengan suami mengantarnya dalam relasi ibu dengan anaknya
sehingga istri memiliki status tugas ganda yaitu sebagai istri dan ibu.
Apabila tugas dalam sebuah rumah tangga dibebankan kepada suami, tentulah memberatkan. Suami
juga manusia yang mempunyai kekurangan dan kelebihan. Oleh karena itu, tugas-tugas dalam rumah
tangga hendaknya ditanggung bersama antara suami dan istri.

Kebutuhan dalam rumah tangga semakin hari kian bertambah, bergerak mengikuti perubahan strata
sosial, kemajuan peradaban IPTEK, serta permasalahan atau realita sosial. Ketika kebutuhan rumah
tangga semakin kompleks, maka keluarga tidak cukup jika hanya mengandalkan nafkah kepada
suami yang memiliki penghasilan kurang dari cukup.

Akhirnya semakin banyak pula para wanita atau istri ikut bekerja membantu suami dalam memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Tak sedikit pula dijumpai istri berperan membantu ekonomi keluarga.
Sehingga pada akhirnya perempuan atau istri harus menerima konsekuensi logis, tugas atau kerja
ganda sebagai istri. Di samping harus mengurusi suami dan ank-anaknya, istri juga harus ikut
bekerja. Ketentuan diperbolehkannya istri ikut membantu suami dalam mencari nafkah sekiranya
dalam kondisi darurat. Syarat tersebut juga disebutkan oleh para ulama ahli fikih.

Agama Islam memang tidak melarang perempuan atau para isteri untuk bekerja. Hanya saja
persoalan tersebut juga tidak dianjurkan. Agama Islam membenarkan perempuan atau istri bekerja
diluar rumah dengan catatan dalam keadaan darurat. Keterlibatan seorang istri dalam mencari nafkah
atau bekerja untuk membantu suami dalam mencukupi kehidupan rumah tangga, akan membawa
dampak positif. Dengan istri ikut bekerja, maka beban suami akan lebih ringan. Namun disisi lain,
ada akibat negatif yang sangat fatal apabila tidak dipikirkan dengan matang. Kesibukan istri bekerja
atau berkarir akan menyita waktunya di rumah akan semakin berkurang.

Permasalahan perempuan yang bekerja atau berkarir di ranah sosial dan ekonomi akan semakin pelik
bilamana dihadapkan pada permasalahan aurat dan di dampingi oleh mahram. Persoalan
pembentukan keluarga sakinah juga termasuk permasalahan yang tidak dapat dihindarkan oleh
perempuan atau para istri yang ingin berkarir. Apapun motivasi atau alasannya, ketika wanita atau
istri ikut bekerja akan mebawa dampak negatif bagi rumah tangga seperti urusan anak yang
terlantarkan, terjerumus pada hal-hal negatif, dan memungkinkan terjadinya perceraian. Jika semua
itu sampai terjadi, maka akan sulit mewujudkan keluarga yang sakinah.

Sudah menjadi keharusan bahwa istri mempunyai kewajiban dalam rumah tangga ketika ia sudah
menikah. Persoalan tersebut akan berbenturan jika ia juga berprofesi sebagai wanita karir. Keadaan
semacam ini akan berpengaruh terhadap upaya mewujudkan keluarga sakinah. Di satu sisi seorang
wanita sebagai istri atau ibu, di sisi lain ia juga sebagai wanita karir.

Berhubungan dengan hal ini, beberapa upaya harus dilakukan demi mewujudkan keluarga sakinah
dalam keluarga karir di antaranya:

Pertama, suami dan istri laksana dua sayap burung yang tidak mungkin terbang tanpa salah satunya,
oleh karena itu keduanya harus saling melengkapi, saling menopang, dan saling kerjasama. Dalam
ungkapan al-Quran, suami adalah pakaian bagi istri dan istri adalah pakaian bagi suami. Firman
Allah sebagai berikut:
ٌ َ‫اس لَ ُك ْم َوأ َ ْنت ُ ْم ِلب‬
‫اس لَ ُه َّن‬ َ ِ‫ث ِإلَ ٰى ن‬
ٌ َ‫سائِ ُك ْم ۚ هُنَّ ِلب‬ ُ َ‫الرف‬ ِ َ‫أُحِ َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَة‬
َّ ‫الصيَ ِام‬

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka
adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka …” (QS al-Baqarah: 187)

Kedua, perkawinan adalah ikatan yang kokoh “mitsaqan ghalizhan” (QS an-Nisa’: 21), sehingga
harus bisa menyangga seluruh sendi-sendi kehidupan rumah tangga. Kedua pihak diharapkan
menjaga ikatan ini dengan segala upaya yang dimiliki. Tidak bisa yang satu menjaga dengan erat
sementara yang lainnya melemahkannya.

Ketiga, perkawinan harus dipelihara melalui sikap dan perilaku saling berbuat baik “mu’asyarah bil
ma’ruf” (QS an-Nisa’: 19). Seorang suami harus selalu berpikir, berupaya, dan melakukan segala
yang terbaik untuk istri. Begitupun sang istri berbuat hal yang sama kepada suaminya.

Keempat, perkawinan mesti dikelola dengan musyawarah. Terlebih ketika dihadapkan oleh
permasalah, suami dan istri harus bisa menemukan solusinya, bukan dengan cara mendiamkannya,
tetapi dengan cara musyawarah. Karena musyawarah adalah cara yang sehat untuk berkomunikasi,
meminta masukan, menghormati pandangan pasangan, dan mengambil keputusan yang terbaik. Dan
jangan sampai luput berdo’a meminta petunjuk atas segala permasalah yang dihadapi.

Penyuluh Agama Islam Non PNS

Muslim

Sumber : https://bincangsyariah.com/kalam/cara-mewujudkan-keluarga-sakinah-dalam-keluarga-karir/

Anda mungkin juga menyukai