ABSTRAK
KATA KUNCI
AFILIASI DAN EMAIL
Minangkabau, demokratis, budaya, nilai, perempuan
1
Universitas Andalas,
israr_iskan2005@gmail.com
INFORMASI DOKUMEN
DOI : http://jcp.fib.unand.ac.id/index.php/jcepe/article/view/14
sejati yang memiliki sifat-sifat keibuan adalah Rumah Gadang, yang merupakan
dan kepemimpinan. Menurut ahli adat, rumah keluarga besar dari garis ibu tadi.
Idrus Hakimi, bundo kanduang adalah Di wilayah ini, perempuan ditahbiskan
golongan wanita yang menjadi pertama-tama sebagai
perantara keturunan yang mesti penguasa/pemilik harta pusaka
memelihara diri dengan aturan adat keluarga. Jika dielaborasi, ungkapan di
besandi syarak (agama Islam). Ia harus atas sekaligus mencerminkan lapangan
sosok yang mampu membedakan buruk pengabdian, sanjungan sekaligus
dan baik, halal dan haram, makanan, harapan terhadap perempuan.
serta perbuatan lahiriah lainnya. Hal itu Dalam ketentuan adat, seorang
karena sebagai perantara keturunan, bundo kanduang haruslah memiliki sifat-
bundo kanduang memiliki tugas pokok sifat kepemimpinan serta ibu sebagai
dalam membentuk dan menentukan perantara keurunan dan menentukan
watak anak yang merupakan watak manusia (anak-anak) yang
keturunannya. Dalam konteks umum, dilahirkannya. Tuntutan karakter
bundo kanduang kemudian menjadi perempuan Minang nampaknya sama
panggilan kehormatan kepada dengan tuntutan karakter para
kepemimpinan perempuan pemimpin adat (penghulu) pada
Minangkabau, perlambang ibu yang umumnya, di antaranya besifat benar,
bijaksana dalam kehidupan adat di bersifat jujur, dipercaya lahir dan batin,
Rumah Gadang. cerdik dan punyan ilmu pengetahuan,
Secara prinsipil peran bundo panda berbicara dan mempunyai sifat
kanduang di Minangkabau termaktub malu. Nampak di sini, bahwa karakter
dalam suatu ungkapan di tambo, yang hendak dilekatkan pada
merupakan sumber klasik sejarah perempuan dan penghulu sudah banyak
Minangkabau. Bunyinya: limpapeh dipengaruhi nilai-nilai Islam.
rumah gadang, umbun puruak Jika dielaborasi, sifat-sifat
pagangan kunci, amba puro aluang kepemimpinan perempuan yang
bunian, pusek jalo kumpulan tali, ditentukan dalam adat Minang tak
Sumarak di dalam kampuang, hiasan berbeda dengan sifat-sifat
dalam nagari, nan gadang basa batua, kepemimpinan pada umumnya. Sekilas
kok iduik tampek banasa, kok mati ungkapan “ibu” menunjukkan suatu
tampek baniaik, ka unduang-unduang wujud emansipasi ketentuan adat
ka madinah, ka payuang panji ka terhadap kaum perempuan. Sifat cerdik,
sarugo”. (Limpapeh rumah besar, misalnya ternyata tidak hanya
umbun puruk pegangan kunci, hambar menyangkut kemampan menggunakan
pura alung bunian, pusat jala kumpulan akal sehat (rasio), membedakan baik
tali, semarak di dalam kampung hiasan dan buruk, manfaat dan mudharat, tetapi
dalam nagari, yang besar besar bertuah, juga keharusan memiliki ilmu
jika hidup tempat binasa, jika mati pengatahuan, supaya perempuan bisa
tempat berniat, ke undung-undung ke pula menjalankan perannya sebagai
Madinah, ke payung panji ke surga). limpapeh di keluarga dan kaumnya.
Selain merefleksikan ikhtiar Pandai berbicara, juga mencerminkan
pemuliaan terhadap martabat tuntutan keterampilan berargumentasi
perempuan, ungkapan di atas juga untuk melindungi keluarga dan
hendak mengambarkan bahwa domain kaumnya.
kekuasaan perempuan Minang sejatinya
JURNAL CETERIS PARIBUS: JURNAL SEJARAH DAN HUMANIORA 49
Perempuan dan Demokrasi Lokal di Minangkabau
1999- 51 4 55
2004
2004- 51 4 55
2009
2009- 48 7 55
2014
Hal serupa juga terlihat dari yang tercatat dalam daftar calon anggota
komposisi keanggotaan Dewan DPD periode 2009-2014 hanya dua orang
Perwakilan Daerah (DPD). Sekalipun yang berjenis kelamin perempuan,
sudah di era demokratisasi, tak seorang tetapi satu di anytaranya terpilih.
pun bundo kanduang menjadi senator Sebelumnya, ketika masih bernama
mewakili daerah Sumbar di DPD periode Utusan Daerah MPR, dari lima anggota
2004-2009. Barulah pada 2009, sejarah UD asal Sumbar, tak satu pun dari
baru terukir. Walaupun dari 42 nama kalangan perempuan.
Daftar Pustaka
AA Navis. Alam Terkembang jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta:
Grafiti Pers, 1984
Asnan, Gusti. Pemerintahan Sumatera Barat dari VOC hingga Reformasi. Jakarta: Citra
Pustaka, 2006.
Bahar, Saafroedin et al. Masih Ada Harapan: Posisi sebuah Etnik Minoritas dlam Hidup
Berbagsa dan Bernegara. Jakarta: Yayasan 10 Agustus, 2004.
Benda Beckman, Franz von. “Identitas-identitas Ambivalen: Desentralisasi dan
Komunitas-komunitas Politik Minangkabau” dalam Henk S Nordholt , et al (eds),
Politik Lokl di Indonesia. Jakarta: Obor dan KITLV-Jakarta 2007.
Bentham, David & Kevin Boyle. Demokrasi: 80 Tanya Jawab. Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Dt Maradjo, Sjanir. Sirih Pinang Adat Minangkabau. Padang: Sentra Budaya, 2006.
Hakimi Dt Rajo Panghulu, Idrus. Pegangan Penghulu, Bundo Kanduang, dan Pidato Alua
Pasambahan Adat di Minangkabau, Bandung: Rosda Karya, 1978
Kato, Tsuyoshi. Adat Minangkabau an Merantau dalam Perspektf Sejarah, Jakarta: Balai
Pustaka, 2007.
Rajo Panghulu, Sayuti Dt. Tau jo Nan Ampek : Pengetahuan yang Empat Menurut Ajaran
adat damn budaya Minangkabau). Padang: Megasari, 2005.
Suryadi, “ Perempuan Minang: Matriarchs yang “Berlayar di Arus Deras”, Padang
Ekspres, 26 Nopember 2008.
Syahmunir, “ Kedudukan Wanita dalam Kepemilikan Hak Ulayat di Minangkabau”,
dalam Pemerintahan Nagari dan Tanah Ulayat: 70 tahun Prof Dr Syahmunir SH,
Padang: Andalas University Press, 2006.