Koordinator Laboratorium
Guskarnali, S.T., M.T.
NIP. 198808212019031011
Staff Asisten
Puji Syukur Alhamdulilah kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Buku Panduan Praktikum
Teknik Pemboran dan Peledakan. Penyusunan Buku Panduan Praktikum Teknik
Pemboran dan Peledakan ini dimaksdukan untuk dapat dipergunakan sebagai
penuntun dan harapannya mampu memberikan manfaat bagi para Mahasiswa.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih atas
bimbingan dan saranya kepada :
1. Guskarnali, S.T., M.T.
2. Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Bangka
Belitung.
3. Asisten Praktikum Teknik Pemboran dan Peledakan.
Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
membuat buku ini. Harapan kami supaya pembaca akan meluangkan waktu untuk
mengkoreksi buku ini dan memberikan saran yang bersifat membangun sehingga
pada masa yang akan datang buku panduan praktikum ini dapat lebih sempurna.
Penyusun
TATA TERTIB
LABORATORIUM TEKNIK PEMBORAN DAN PELEDAKAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2023
PENDAHULUAN ................................................................................................
Gambar 1.11 Memasukkan data dan Hasil dari pembuatan New Fan
7. Menyimpan Data.
Dianjurkan menyimpan (save) data sebelum meneruskan ke analisis. Klik file
kemudian simpan / save data seperti cara pada aplikasi-aplikasi lain.
Gambar 1.12 Tampilan Save data
8. Analisis Pengolahan Data.
- Pilih <analisis><air flow><standar analisis>.
d. Del Road
Apabila kita ingin menghapus sebuah jalan yang telah dibuat, langkahnya
adalah sebagai berikut. Klik icon <del road> kemudian klik kedua ujung node
dari jalan yang akan dihapus. Menu berikut akan muncul dilayar
Link Referensi :
• (https://docplayer-info.translate.goog/183914409-Buku-panduan-praktikum-
ventilasi-tambang.html?xtrsl=id&xtrtl=en&xtrhl=en&xtrpto=sc)
• (https://www.scribd.com/embeds/366998252/content?start_page=1&view_mo
de=scroll&access_key=key-fFexxf7r1bzEfWu3HKwf)
1.9 Simulasi Desain Ventilasi
Penginputan data jaringan ventilasi ke dalam program kazemaru ini selain
memerlukan data yang telah disebutkan pada 1.3 juga membutuhkan layout dari
tambang yang akan dianalisis. Pada 1.9 ini akan dibuat suatu simulasi jaringan
ventilasi tambang sesuai dengan data yang telah disediakan pada Tabel 1.9.1
dengan layout tambang sesuai gambar berikut.
sebagai diameter berarti dan untuk sebagai Parameter Sqread. Parameter diinput
(dalam kotak dialog set injection properti di bawah judul Titik Pertama) untuk
menetukaan distribusi ukuran Rosin-Rammler. Untuk menyelesaikan parameter ini,
harus menyesuaikan data ukuran partikel dengan persamaan eksponensialRosin-
Rammler. Untuk menentukan input ini, pertama susun ulang data ukuran
tetesan yang diberikan pada format Rosin-Rammler. Untuk contok data yang
diberikan diatas, ini menghasilkan pasangan berikut 𝑑 dan 𝑌𝑑:
Tabel 2. Data Ukuran Partikel dengan Persamaan Eksponensial Rosil-
Rammler
Diameter, 𝑑 (𝜇 𝑚) Fraksi Massa dengan Diameter
Lebih Besar dari 𝑑, 𝑌𝑑
70 0,095
100 0,85
120 0,50
150 0,20
180 0,05
200 (0,00)
Parameter Sebar
Ini adalah parameter eksponensial, 𝑛 dalam persamaan
𝑑 𝑛
−( −𝑛)
𝑌𝑑= 𝑒 𝑑
Diberikan fraksi massa 𝑌 bersama dengan parameter 𝑑− 𝑑𝑎𝑛 𝑛, fungsi ini secara
eksplisit akan memberikan diameter, 𝐷. Diameter untuk injector atomizer yang
dijelaskan dalam Point Properties Untuk Suntikan Atomizer Orifice diperoleh
dengan pengambilan sampel yang seragam 𝑌 dalam persamaan
1
𝐷 = 𝑑− (− 𝐼𝑛 (1 − 𝑌)𝑛).
𝑌 = 100 ( 𝑥)
𝑚
𝑘
Dimana:
Y = Persen kumulatif lolos (massa/berat)
x = Ukuran partikel / lubang ayakan
k = Modulus ukuran
m = Modulus distribusi
Modulus ukuran adalah besaran yang menunjukkan ukuran partikel terbesar
secara teoritik. Diperoleh dari perpotongan kurva Gaudin Schuhmann dengan
garis horizontal pada persen kumulatif lolos Y = 100%.
Modulus distribusi adalah besaran yang menunjukkan rentang atau selang
ukuran partikel. Modulus diistribusi merupakan kemiringan (slope) dari kurva.
Penyederhanaan Persamaan Gaudin-Schuhmann dapat pula disederhanakan
100
menjadi seperti berikut: 𝑌 = 𝐶𝑥𝑚, 𝐶 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 = , x = Ukuran
𝑘𝑚
Partikel.
Tabel analisis ayak-sieve analisis dengan data persen berat massa kumulatif
lolos ukuran lubang ayakan diperoleh dari percobaan analisis ayak atau sieve
analysis. Percobaan menggunakan seri ayakan dengan menyusun ayakan
berlubang besar di atas dan semakin kecil ke bawah. Kemudian digetar (diayak)
selama kurang lebih 30 menit. Berat sampel yang tertampung ditiap ayakan
ditimbang. Data tersebut ditampilkan dalam tabel dan selanjutnya dilakukan
perhitungan untuk mendapat data yang digunakan untuk membuat persamaan
kurva Gaudin-Schuhmann.
Tabel 3. Analisis ayakan-sieve dengan data berat massa kumulatif lolos ukuran
lubang ayakan.
Ukuran Tertampung Tertampung Lolos Lolos
Ayakan (mm) (gram) (%) Kumulatif Kumulatif
(gram) %
1410 26,0 2,6 974,0 97,4
1190 85,0 8,5 889,0 88,9
841 130,0 13,0 759,0 75,9
597 170,0 17,0 589,0 58,9
420 91,0 9,1 498,0 49.8
297 82,0 8,2 416,0 41,6
210 77,4 7,7 338,6 33,9
149 56,0 5,6 282,6 28,3
105 61,4 6,1 221,2 22,1
74 38,8 3,9 182,4 18,2
-74 182,4 18,2 0,0 0,0
Dalam data kolom (a) adalah ukuran lubang ayakan dalam mm, dan data kolom
(b) yaitu massa sampel yang tertampung pada setiap ayakan. Data ini
merupakan data awal hasil dari sieve analysis. Data dalam kolom (c) sampai €
dihitung dengan cara berikut:
Baris 1 kolom (c) adalah persen berat tertampung = (26/1000) x 100% = 2.6 %
Baris 2 kolom (c) adalah persen berat tertampung = (85 /1000) x 100 % = 8,5
%
Baris 3 kolom (c) adalah persen berat tertampung = (130/1000) x 100% = 13%
Dan seterusnya sampai baris ke-11 dan jumlah kolom (c) adalah 100 %. Jika
tidak 100 % berartu ada yang salah.
Rumus menghitung berat kumulatif lolos sieve analisis-analisis ayakan. Data
dalam kolom (d) merupakanberat kumulatif yang lolos pada tiap-tiap ukuran
ayakan dan dihitung denngan cara sebagai berikut:
Baris 1 kolom (d) berat kumulatif = 1000 - 26 = 974 gram, ini artinya adalah
974 gram dari berat sampel yang ukurannya lebih kecil daripada 1410 mm.
Rumus cara menghitung persen kumulatif Lolos Sieve Analisis-analisis ayak
adalah data dalam kolom (e) merupakan persen lolos kumulatif untuk tiap
ukuran ayakan dan dihitung dengan cara membagi kolom (d) dengan berat total
1000 sebagai berikut.
Baris 1 kolom (e) adalah persen kumulatif = (974 / 1000) x 100% = 97,4%, ini
artinya ada 97,4 persen dari total saampel yang lolos jika diayak dengan ukuran
lubang ayakan 1410 mm.
Cara membuat grafik analisis ayak – sieve analysis – Gaudin – Schuhmann.
Grafik analisis ayak yang umum digunakan adalah kurva Gaudin -
Schuhmann. Grafik analisis ayak Gaudin – Schuhman dibangun oleh sumbu
datar yang merupakan logaritmik ukuran ayakan dan sumbu vertikal
logaritmik persen lolos kumulatif.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2.12 Setting Skala Gambar: (a) Graphing, (b) Data, (c) Output, (d)
Sieve series
(a) (b)
Gambar 2.13 Instalisasi Software: (a) SplitDemo, (b) Code
• Selalu Klik Next hingga keluar kata Finish.
• Penginstalan selesai.
2. Tapahan Penggunaan
a. Buka saftware Split Desktop 2.0 yang telah diinstal.
b. Jika ada permintaan kose aktivasi masukkan kode WS-123456-00000000.
c. Selanjutnya Split Desktop dapat digunakan untuk pengolahan distribusi
fragmentasi batuan.
(a) (b)
Gambar 2.18 Diameter Pada Objek Acuan: (a) Tools, (b) Tanda
Diameter
• Klik Tools berikut.
• Tandai garis lurus untuk diameter atau panjang objek yang diketahui
(objek acuan ukuran)
• Klik Menu Split kemudian Scale Image.
h. Proses Scale Image pada split di lakukan proses pengisian data ssebagai
berikut.
(a) (b)
Gambar 2.19 Proses pada Scale Image: (a) Scale Image, (b) Pengisian
Data.
• Untuk single objek (berwarna merah) pilih yang single objek karena
pada tutorial ini mengunakan 1 objek acuan ukuran. Sedangkan jika
menggunakan dua objek skala maka pilih dual objek pada bagian atas.
• Isikan nilai panjang diameter objek (berwarna biru) pada kotak “Known
Distance”. Karena pada tutorial menggunakan helm safety dengan
ukuran diameter 17 cm.
• Pilih satuan centimeters (berwarna hijau).
• Untuk pilihan dual objek setelah objek bagian bawah ditandai dengan
tools pada piont pertama maka pilih “Get Scale For Lower Object”.
• Selanjutnya untuk objek yang kedua ditandai kembali dengan tools
pada poin pertama dan klik “Get Scale For Higher Objek”
• Jika menggunakan single object maka cukup mengisi nilai “Known
Distance” dan klik “Get Scale from Bottom Row” (berwarna kuning).
• Kemudian klik OK (berwarna orange).
i. Klik Menu Split kemudian Find Partikel, maka akan keluar dialog box
seperti dibawah ini:
(a) (b)
Gambar 2.20 Proses pada Find Particles: (a) Find Particles, (b) Pengisian
Data
• Hilangkan seklis pada “Auto Fines” dalam frame “Fines Identification”.
• Ceklis “Process All Open Images” dan “Make Corrections Before
Sizing”.
• Ceklis “Use Autoparameters” untuk delinasi batuan secara otomatis
oleh computer, namun umumnya hasil tidak sesuai dengan bentuk
batuan yang sesungguhnya.
• Sedangkan “Delinate Manually” untuk melakukan delinasi secara
manual dan disesuaikan menurut gambar batuan yang sebenarnya.
• Klok “GO”.
• Tanda berwarna merah diceklis dan yang berwarna biru di un-ceklis
j. Setelah gambar di delinasi seperti beriku:
Gambar 2.21 Gambar Hasil Delinasi
k. Menghapus objek acuan ukuran dengan tools berikut dengan Tool lambang
penghapus. Untuk warna dapat disesuaikan ada warna putih,hitam, dan abu-
abu. Selanjutnya adalah menghapus garis biru yang memotong batuan
dengan.
l. Menggambar garis biru pada batas objek acuan ukuran dan batuan yang
telah dihapus dengan tools berikut.
(a) (b)
Gambar 2.22 Proses Editing Gambar: (a) Proses menghapus Objek acuan dan
batu besar. (b) menggambar batas penghapusan.
m. Klik Split selanjutnya Done Editing.
(a) (b)
Gambar 2.23 Hasil Done Editing. (a) Done Editing, (b) Hasil Done Editing
n. Klik Split selanjutnya Compute Sizes.
(a) (b)
Gambar 2.24 Proses pada Compute Sizes. (a) Compute Sizes, (b)
Pengisian Data
• Pada pilihan “Percent Fines Adjustment” pilih yang medium
• Pada pilihan “Fines Distribution” pilih “Rosin-Rammler” yang
merupakan metode yang digunakan.
• Klik GO
o. Klik Split selanjutnya Graph and Outputs.
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 2.25 Proses Graph and Outputs: (a) Graph and Outputs, (b)
Graphing, (c) Data, (d) Ouput, (e) Sieve Series.
• Pada menu Graphing pilih “Cumulative”, untuk Size Axis pilih
“Linear”, dan pada Percent Axia pilih “Rosin-Rammler”.
• Pada menu Data, ceklis “Write Data to File” kemudian Browser
penyimpanan data. Ceklis juga Combined Results Only.
• Pada menu Tab Output, Ceklis “Make Graph” untuk Grab Title di isi
dengan nama file yang akan disimpan misalnya “Tutorial Split
Desktop”. Untuk HTML, ceklis “Make HTML Page” buat nama file
dengan berakhiran titik html (.html) misalnya “kelompok1.html”.
• Pada menu Tab Sieve Series, pilih “mm” kemudian klik New Setuntuk
mengisi Sieve Set dengan 100. Selanjutnya klik Add dibawah kolom isi
dengan 150 kemudian klik tanda panah untuk memastikan angka 150
ada pada kolom kiri dan kanan.
• Klik OK.
m. Maka diperoleh kurva distribusi fragmentasi batuan sebagai berikut:
2.2.4 Tentang
Wipfrag memilih ikon ini akan memberi anda opsi berikut
2.1.4.1 Pendaftaran
Memungkinkan anda untuk mengubah nama/perusahaan
terdaftar dan bahasa antar muka
2.2.6 Proyek
Proyek ditandai dengan teks biru dan dapat berisi sejumlah analisis
LANGKAH KERJA
1. Penginstalan Software
• Download Software pada link
https://dl.downloadly.ir/Files/Software/WipWare_WipFrag_3.3.14.
0_Downloadly.ir.rar
• Menjalankan software Wipfrag Image Analysis 3.3
foto.
5. Setelah itu klik icon chart untuk melihat chart fragmentasi batuan.
STUDI KASUS
Gambar 4.2 Cara Memasukan Gambar (a) Add New, (b) Open
2. Geometri Peledakan
Geometri peledakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
fragmentasi hasil peledakan. Geometri peledakan menurut ICI-Explosives
sebagai berikut:
Sebuah merger dan akuisisi tahap yang kuat telah menghasilkan hilangnya
sebagian besar produsen. Saat ini, hanya 5 atau 6 produsen tetap aktif di pasar ini.
Setiap merek dapat diprogram hanya dengan dirancang khusus mesin peledakan
sendiri. Terutama karena protokol komunikasi yang berbeda, tak satu pun dari
mesin ini dapat digunakan untuk memulai beberapa merek detonator. Akibatnya,
tak satu pun dari merek ini dapat dicampur dalam satu tembakan. Pertama mesin
peledakan nirkabel muncul di pasar pada tahun 2000, yang memungkinkan inisiasi
tembakan lebih besar dari jarak aman. Inisiasi Wireless telah menjadi standar sejak
di pasar.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari modul pembelajaran software shotplus-I ini dibuat adalah
sebagai berikut :
LANDASAN TEORI
I-kon TM Digital Energy system atau yang lebih dikenal dengan sebuan
elektronik detonator merupakan detonator generasi terbaru yang dibuat dan
dirancang sedemikian khusus sebagai penyempurna dari detonator generasi
sebelumya untuk lebih memaksimalkan proses kinerja peledakan.
2.2 Fungsi
asil keluaran dari software ini merupakan pola desain rencana peledakan
yang akan dilakukan di lapangan dengan menginput data yang ditangkap dari
elektronik detonator I-Kon System milik Orica. Dengan menggunakan detonator
elektronik system delay dapat di atur sedemikian rupa dengan alat logger dan
blaster. Dan setelah semua delay terpasang dapat menentukan pola peledakan
dengan menggunakan software shotplus – I . sehingga tidak membutuhkan waktu
lama untuk memulai proses peledakan. Dan pada detonator elektronik ini dapat
meminimalisir terjadinya miss fire kareana dalam softwer yang digunakan
detonator yang rusak akan terdeteksi.
BAB III
3.1 Shotplus-I
I-kon TM Digital Energy system atau yang lebih dikenal dengan sebutan
elektronik detonator merupakan detonator generasi terbaru yang dibuat dan
dirancang sedemikian khusus sebagai penyempurna dari detonator generasi
sebelumya untuk lebih memaksimalkan proses kinerja peledakan.
3.2 Tutorial Mendownload dan Menginstal Software Shotplus-I
Klik kanan pada file software SHOTPlus i, ketika muncul bar baru klik instal pada
bar tersebut.
Setelah melakukan langkah “4” maka akan muncul bar, kemudian klik instal pada
bagian bar yang muncul tersebut.
Gambar 1.5 Klik hole data – Atur ketinggian dan kedalaman lubang
Gambar 1.6 Klik drill data – Pilih spesifikasi diameter dan jenis alat bor
Gambar. 1.9 Drag dan tahan - Klik kanan dan muncul pola pemboran pada
pattern - Atur view dari tool zoom
Gambar. 1.10 Klik quick - Pilih bench - Atur kemiringan
Gambar. 1.11 Klik quick - Qilih text - Atur font dan size font - Isi nama pada
kolom
Gambar. 1.12 Klik quick - Pilih tie
Gambar. 1.13 Pilih add in use – Klik signal tub - Pilih delay 25 ms
Gambar. 1.14 Pilih add in use – Klik signal tube - Klik 42 ms
Gambar. 1.15 Pilih delay awal – Drag pada bagian tengah pola
Gambar. 1.16 Pilih delay selanjutnya – Drag pada pola lainnya - hingga
membentuk pola bone fish
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuat modul ini yaitu ;
- Mengenal sistem program Geoslope/w
- Mengetahui proses instal dan pemasangan software Geoslope/W pada
lapatop/PC
- Mampu mengoprasikan software Geoslope/W untuk menganalisa
kestabilan lereng.
BAB II
Pada dasarnya Slope/ W terdiri dari tiga bagian pengerjaan (langkah kerja) yaitu:
2.Solve: Nilai dari hasil perhitungan, dengan menekan start pada kotakdialog
2. Klik kanan ,lakukan proses ekstark file dan tunggu sampai selesai.
3. Pilih file instal ,kemudian klik kanan pada file aplkasi geostudio
dan klik Run Administrator .
4. Proses instal akan berlangsung ,klik pada layar instal Geoslope
pilih bahasa dan klik pada continiue
10. Buka lokal disk c,program file 86,klik Geo slope ,Geo
studio,Bin,x64 kemudian paste.
11. Klik copy and replace
12. Klik pada taksbar start pilih aplikasi geostudio dan software
geostudio siap digunakan.
BAB III
PROSES PENGOLAHAN DATA PADA SOFTWARE GEO
SLOPE/W
3.1 Definisi Kasus (Define)
Bagian pertama dari program SLOPE/W adalah DEFINE. Fungsi DEFINE
Klik tombol Maximize pada bagian sudut kanan atas window DEFINE
sehingga windows DEFINE tersebut akan membesar sebesar layer monitor.
3.2 Mengatur Area Kerja
Area kerja (working area) adalah ukuran kertas yang memungkinkan untuk
digunakan mendefinisikan suatu kasus. Area kerja dapat lebih kecil, sama atau lebih
besar daripada ukuran kertas pada printer. Jika area kerja lebih besar daripada
ukuran kertas pada printer serta 500 m Factor yang digunakan sebesar
1.0 atau lebih maka kasus yang dianalisis akan dicetak pada beberapa lembar
kertas. Area kerja sebaiknya diatur sehingga kita dapat bekerja dengan skala yang
sesuai. Seperti dalam contoh kasus ini, area kerja yang sesuai adalah 260 mm lebar
dan 200 mm tinggi. Untuk menentukan ukuran dari area kerja, dapat dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
2. Pilih Page dari menu Set, sehingga akan muncul window Set Page
Pada bagian Printer Page akan terlihat nama dari printer yang akan
digunakan dan ukuran halaman kertas printer tersebut. Informasi ini
berguna untuk menentukan area kerja yang sesuai dengan ukuran halaman
kertas printer.
Jika ukuran dari tinggi halaman printer lebih besar daripada lebarnya
maka printer tersebut berada dalam mode Potrait. Selanjutnya, pada saat
gambar akan dicetak, kita dapat memilih File-Printer SetUp untuk
merubah printer menjadi mode Landscape.
3. Pilih mm pada bagian Units.
4. Ketik 260 pada kotak Width dalam bagian Working Area. Untuk
pindah kebagian selanjutnya cukup tekan TAB pada keyboard.
5. ketik 200 pada bagian kotak Height
6. Pilih OK
Skala yang dapat kita gunakan dalam hal ini adalah 1:200. Hal tersebut
akan membuat gambar menjadi cukup proporsional. Pengaturan skala dapat
dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut :
2. Pilih Grid dari menu View. Kotak dialog View Grid akan muncul.
3. Tuliskan 1 pada Grid Spacing untuk bagian X dan bagian Y.
4. Klik pada bagian kotak Display Grid.
5. Klik pada bagian kotak Snap to Grid
6. Pilih OK.
Agar fungsi SOLVE dan CONTOUR dapat menyelesaikan kasus yang telah
kita definisikan maka data tersebut harus disimpan ke dalam file. Proses
penyimpanan ini sebagai berikut :
1. Pindahkan kursor ke dekat (0,14) dan klik kiri. Garis akan tergambar dari
(0,0) sampai dengan (0,14).
2. Klik tombol kanan pada mouse untuk mengakhiri sketsa garis. Kursor
akan berubah dari silang menjadi panah.
3. Pilih Sketch Line kembali.
4. Pindahkan kursor ke dekat (0,9) dan klik kiri. Kursor akan tepat berada pada
(0,9).
5. Selanjutnya kita akan membuat sketsa untuk lapisan tanah. Pindahkankursor
ke dekat (20,9) dan klik kiri. Garis akan tergambar dari (0,9) sampai dengan
(20,9).
6. Klik tombol kanan pada mouse untuk mengakhiri sketsa garis. Kursor akan
berubah dari silang menjadi panah.
7. Untuk menampilkan outline klik tombol Zoom Objects.
Setelah menyelesaikan langkah pengerjaan diatas maka pada layer akan terlihat
tampilan sebagai berikut :
2. Pilih Analysis Method dari menu Key In sehingga kotak dialog berikut
akan muncul.
3. Pilih Bishop (with Ordinary & Janbu) yang mana ini adalah pilihan
default.
4. Pilih OK.
4. Pilih huruf yang diinginkan (missal : Arial) pada kotak daftar Font serta
stylenya pada kotak daftar Font Style.
5. Pilih atau tuliskan ukuran huruf yang akan digunakan (misal : 18) pada kotak
Size.
6. Pillih OK untuk kembali ke kotak dialog Sketch Text.
7. Pilih Place Text. Kotak dialog Sketch Text akan menghilang. Kursor akan
berubah menjadi silang dan akan terlihat tulisan <Sketch Text> pada bagian
bar DEFINE. Hal ini menunjukkan bahwa kita sedang berada pada
mode tersebut.
8. Klik kiri mouse di posisi (3,11). Tulisan Upper Soil akan muncul pada
gambar.
9. Klik kanan mouse untuk kembali pada kotak dialog Sketch Text.
10. Tuliskan Lower Soil pada kotak dialog tersebut.
11. Pilih Place Text. Kotak dialog Sketch Text akan menghilang.
12. Klik kiri mouse di posisi (3,3). Tulisan Lower Soil akan muncul pada
gambar.
13. Klik kanan mouse untuk kembali pada kotak dialog Sketch Text.
14. Pilih Done untuk mengakhiri prosedur ini.
Setelah kita menyelesaikan langkah-langkah diatas maka pada layer akan terlihat
tampilan sebagai berikut :
2. Jika kita telah selesai melihat pesan pada kotak dialog tersebut, pilih
Done
Pada kotak data diatas terlihat angka minimum dan maximum dari metode
analisis yang dipilih.
2. Tuliskan 0.01 pada kotak Increment By.
3. Tuliskan 7 pada kotak Number of Contours.
4. Pilih Generate.
CONTOUR merubah angka pada kotak Contour Value sesuai dengan data
yang dimasukkan pada langkah 2 sampai 4. Ulangi langkah 2 sampai4 jika
kita ingin melakukan perubahan terhadap nilai kontur.
5. Pilih OK.
Angka keamanan akan muncul dalam bentuk kontur seperti yang terlihat berikut
ini.
Pilih File Printer Set Up jika kita ingin mengubah pengaturan pada
defaultprinter. Run Control Panel jika kita ingin mencetak dengan
printer yang lain
BAGIAN VI
SURFACE BLASTING
a) Tujuan
1. Memperkenalkan alat bantu peledakan baik perlengkapan maupun fungsidari
masing-masing alat tersebut.
2. Mengenal jenis-jenis peralatan peledakan yang umum digunakan dalamkegiatan
peledakan.
3. Mengenal dan memahami Kepmen 555.K/26/M.PE/1995 tentang peledakan.
b) Perlengkapan Peledakan
Perlengkapan peledakan merupakan salah satu alat yang digunakan untuk
menunjang kegiatan peledakan dan hanya bisa dipakai dalam satu kali kegiatan
peledakan. Setiap bagian dari perlengkapan peledakan ini mempunyai fungsi
tersendiri. Secara umum jenis-jenis perlengkapan beserta fungsinya adalah sebagai
berikut :
1. Penghantar nyala/panas atau arus listrik (sumbu bakar, kabel listrik)
2. Penggalak awal (detonator, sumbu ledak)
3. Penggalak utama (primer/booster)
Beberapa bagian dari perlengkapan peledakan tersebut akan dijelaskan
berikut ini :
1. Sumbu Bakar
Sumbu bakar adalah sumbu yang berfungsi untuk menghantarkan nyala/panas
ke dalam detonator biasa. Sumbu bakar ini berisi bahan peledak berkekuatan
lemah, seperti black powder, yang dibungkus dengan bahan tekstil dan
kemudian dilapisi dengan bahan kedap air, seperti bitumen. Adapun syarat-
syarat dari sumbu bakar adalah :
a. Cukup kuat terhadap pengaruh gesekan.
b. Kedap terhadap air dan minyak.
131
c. Bila terdapat pengaruh tekanan dari luar, misalnya pengaruh steaming yang terlalu
padat, maka penurunan kecepatan rambat api di dalam sumbu tidak lebih dari 10%.
d. Variasi cepat rambatnya 85 – 160 detik/meter.
2. Kabel Listrik
Kabel listrik adalah kabel-kabel listrik yang ada di permukaan tanah yang
berfungsi untuk mendistribusikan arus listrik dari sumber arus ke setiap ujung
legwire. Kabel-kabel listrik ini dibagi dua jenis sesuai dengan fungsinya, yaitu
kabel utama dan kabel pembantu.
3. Kabel Utama (Lead Wire)
Berfungsi untuk menghubungkan kedua ujung rangkaian peledak ke sumbu
arus (exploder). Dengan memakai kabel ini dibutuhkan jarak yang cukup aman
dari pemegang exploder ke daerah peledakan.
Kabel utama yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Isolasi/pembungkus harus kedap air, dan cukup kuat terhadap pengaruh
gesekan/goresan.
b. Cukup kuat terhadap renggangan (Tensile Strength) dan tidak kaku.
c. Tahanan listrik tidak lebih dari 1,8 ohm per 100 meter.
B. Kabel Penyambung (Connecting Wire)
Merupakan kabel tambahan dari kabel utama yang berfungsi untuk :
1. Menghubungkan antar dua legwire dalam rangkaian seri.
2. Menyambung legwire yang terlalu pendek.
Kabel penyambung yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan
seperti di bawah ini, yaitu :
1. Isolasi/pembungkus tidak mudah terluka akibat goresan atau tahan gesekan.
2. Tahanan listrik tidak lebih dari 6,5 ohm per 100 meter.
C. Penggalak Awal
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk
letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap
bahan peledak peka detonator atau primer. Dalam bidang teknik peledakan ada
beberapa jenis detonator, berdasarkan cara penyalaan dan kegunaannya, antara lain:
132
1. Detonator biasa (plain detonator)
Gambar 6.1
Detonator Biasa
2. Detonator Listrik
penyumbat
penyumbat
fusehead : fusehead
- kawat halus yang elemen waktu
memijar tunda
- ramuan pembakar
tabung silinder tabung silinder
isian utama isian utama
Gambar 6.2
Instantaneous dan Delay Detonator
133
3. Detonator Non Electric (Nonel)
Gambar 6.3
Nonel
4. Detonator Elektronik
Gambar 6.4
Electronic Detonator
134
dalam penyimpanannya maupun dalam pengangkutannya. Pembungkus sumbu
ledak dibuat kedap air dan minyak, untuk itu hindari sumbu ledak agar tidak bocor
dan terluka. Sumbu ledak dipakai untuk daerah-daerah peledakan yang pengaruh
listrik luarnya cukup kuat sehingga pemakaian detonator listrik tidak dapat
dilakukan. Sumbu ledak ini diledakkan dengan detonator listrik atau detonator biasa.
E. Penggalak Utama (primer/booster)
Primer berfungsi untuk menghentakkan (shock) ANFO atau blasting agent
lainnya, sedangkan primer itu sendiri dihentakkan oleh detonator atau sumbu ledak.
Primer ada yang sudah dibuat langsung di pabrik, tetapi dapat juga dibuat sendiri
dari dinamit. Ukuran atau berat dinamit yang diperlukan, disesuaikan dengan
diameter dan dalamnya lubang ledak. Untuk diameter lubang ledak yang kecil (Ø 3
cm), primer dapat dibuat dari 1/3 atau ½ dodol dinamit, dengan berat satu dodol 200
gram, sedangkan untuk ukuran yang besar (Ø 10 cm), primer dapat dibuat dari tiga
(3) atau enam (6) dodol yang disatukan. Dalam hal ini detonator atau sumbu ledak
hanya dimasukkan ke salah satu dari dodol dinamit.
Peralatan Peledakan
Peralatan peledakan adalah suatu alat pendukung kegiatan peledakan yang bisa
dipakai beberapa kali dalam suatu kegiatan peledakan peralatan peledakan
diantaranya adalah :
1. Blasting Machine
2. Shotgun
3. Bench Box
4. Base Station
135
Alat pemicu pada peledakan listrik dinamakan blasting machine (BM) atau
exploder merupakan sumber energi penghantar arus listrik menuju detonator. Cara
kerja BM pada umumnya didasarkan atas penyimpanan atau pengumpulanarus pada
sejenis kapasitor dan arus tersebut dilepaskan seketika pada saat yang dikehendaki.
Pengumpulan arus listrik dapat dihasilkan melalui:
1. Gerakan mekanis untuk tipe generator, yaitu dengan cara memutar engkol
(handle) yang telah disediakan. Putaran engkol dihentikan setelah lampu
indikator menyala yang menandakan arus sudah maksimum dan siap
dilepaskan. Saat ini tipe generator sudah jarang digunakan.
2. Melalui baterai untuk tipe kapasitor, yaitu dengan cara mengontakkan kunci
kearah starter dan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus
sudah terkumpul maksimum dan siap dilepaskan.
Arus yang dilepaskan harus dapat mengatasi tahanan listrik di dalam rangkaian
peledakan. Untuk itu perlu diketahui benar kapasitas BM yang akan digunakan
jangan sampai kapasitasnya lebih kecil dibanding tahanan listrik seluruhnya.
Tahanan rangkaian listrik harus diukur atau dihitung terlebih dahulu dan harus
dijaga jangan sampai terdapat kebocoran arus karena terdapat kawat terbuka yang
berhubungan dengan tanah, air atau bahan lain yang bersifat konduktor. Pabrik
pembuat BM, misalnya buatan Nissan, biasanya mencantumkan jumlah detonator
maksimum yang mampu diledakkan oleh BM tersebut, misalnya T50, T100, T200,
T300, dan T500. Angka menunjukkan jumlah detonator yang mampu diledakkan
oleh BM tersebut.
136
a. BEETHOVEN MK II A b. NISSAN F-3
c. REO BM175-10ST
Gambar 6.6
Beberapa jenis dan tipe pemicu ledak listrik dan keterangannya
Prosedur penggunaan alat pemicu ledak listrik (BM) untuk seluruh tipe
Yaitu : :
137
2. Hubungkan dua kawat utama atau lead wire dari rangkaian peledakan masing-
masing ke kutub listrik yang ada pada alat pemicu ledak.
3. Ikat kuat kawat pada masing-masing kutub dengan memutar sekrupnya.
4. Isilah kapasitor sesuai prosedur yang disarankan oleh pabrik pembuat alat
pemicu ledak. Misalnya, bila menggunakan tipe generator putarlah engkol
sampai kapasitor terisi penuh dan bila menggunakan tipe baterai putarlah kunci
kontak kearah kanan dan tahan beberapa saat sampai kapasitor penuh. Lampu
indikator akan menyala bila kapasitor penuh.
5. Bila menggunakan tipe generator, tekanlah tombol yang tersedia, maka arus
akan dilepaskan dan rangkaian peledakan akan meledak; dan bila
menggunakan tipe baterai putar kunci ke arah kiri sampai titik yang ditentukan,
maka arus akan dilepaskan dan rangkaian peledakan akan meledak.
Alat pemicu nonel (starter non-electric) dinamakan shot gun atau shot firer
atau nonel starter. Seperti diketahui bahwa sumbu nonel mengandung bahan reaktif
(HMX) yang akan aktif atau terinisiasi oleh gelombang kejut akibat impact.Alat
pemicu nonel dilengkapi dengan peluru yang disebut shot shell primer dengan
ukuran tertentu (untuk buatan ICI Explosives berukuran No. 209). Shot shell primer
diaktifkan oleh pemicu, yaitu pegas bertekanan tinggi yang yang terdapat di dalam
alat pemicu nonel. Beberapa tipe alat pemicu nonel terlihat pada Gambar 2.3 dan 2.4
masing-masing buatan ICI Explosives dan Nitro Nobel.Pada Gambar 2.3 terlihat
bahwa alat pemicunya menggunakan striker yangdisisipkan di bagian atas barrel,
kemudian transmisi impact melalui shot shell primer ke sumbu nonel menggunakan
hentakkan kaki. Sedangkan alat pemicu nonel digenggam dan untuk melepas pegas
di dalam alat pemicu agar shot shell primer mentransmisikan impact ke sumbu nonel
dengan cara dipukul.
Prosedur penggunaan alat pemicu ledak nonel untuk seluruh tipe seperti pada
Gambar 6.3 dan 6.4 adalah sebagai berikut:
1. Informasi dahulu tentang pelaksanaan peledakan ke sekitar lokasi peledakan
melalui corong mikropon atau handy- talky (HT) dan yakinkan bahwa situasi
benar-benar aman.
2. Sisipkan lead-in line atau extendaline atau “sumbu nonel utama” ke dalam
138
lubang yang tersedia pada alat pemicu ledak nonel.
3. Masukkan shot shell primer ke dalam lubang yang tersedia, kemudian tutup
oleh striker dan siap diledakkan.
Strik
Barre
Gambar 6.8
Alat pemicu nonel buatan Nitro Nobel
Foto 6.9
Alat pemicu nonel Shot Fire
139
Gambar 6.10
Bench box Tampak Atas
Bench box adalah alat yang berfungsi untuk pengetesan rangkaian detonator
keseluruhan. Dapat menginisiasi peledakan ketika dihubungkan dengan konektor
block dan red smart key (Metode Local Blast). Terhubung tanpakabel dengan base
station ketika dilakukan peledakan tanpa kabel (metoderemote firing). Bench box
ini memiliki batasan tertentu seperti hanya dapat digunakan dengan maksimum
pemakaian 3048 detonator dengan 12 jaringan tergantung pada panjang downline
yang digunakan.
Gambar 6.11
Base Station
140
Base station adalah alat yang digunakan untuk menginisiasi peledakan jika
dihubungkan dengan bench box dengan metode “remote firing” , bench box juga
dapat diinisiasi oleh base station dengan metode :
1. Copper wire link.
2. Radio frequency wireless link.
Base station dapat menginisiasi 4 Bench Box secara Bersamaan dan
base station ini mempunyai keterbatasan yaitu :
1. Penggunaan maksimum 3500 m (tanpa terhalang) dengan Remote
Firinglink
2. Penggunaan maximum 2000 m dengan kabel link untuk 0.63mm atau 0.86
mm copper cable
a. Persiapan Peledakan
Persiapan peledakan adalah semua kegiatan, baik teknis maupun tindakan
pengamanan yang ditujukan untuk dapat melaksanakan peledakan dengan aman
dan berhasil. Persiapan peledakan dapat dibagi atas beberapa bagian atau tahapan
kerja diantaranya :
1. Kegiatan Perencanaan Peledakan
Kegiatan perencanaan peledakan merupakan tahap awal dari suatu kegiatan
peledakan yang biasanya meliputi kegiatan penentuan schedule daily blasting,
blast and drill pattern / blasting design, jumlah lubang dan kedalaman lubang
ledak, arah lemparan batuan (freeface) serta segala aspek teknis yang akan
menunjang keberhasilan kegiatan peledakan di perhitungan dengan sebaik
mungkin. Pada kegiatan perencanaan peledakan juga ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan yaitu :
a. Kepekaan Lokasi
Kondisi lokasi di sekitar lokasi peledakan dalam hal prakiraan getaran dan
tingkat getaran yang diperbolehkan pada struktur terdekat.
b. Fragmentasi yang diperlukan
c. Perpindahan tumpukan material hasil ledakan (muckpile)
Arah perpindahan tergantung pada jalur daya tahan paling kecil yang dapat
ditelusuri energi bahan peledak, dimana rancangan peledakan yang tepat
141
(stemming yang baik, distribusi energi yang tepat, toe yang kecil, dll);urutan
delay dapat mengendalikan arah dan tingkat perpindahan material hasil
ledakan.
d. Pengendalian dinding
Interval delay yang terlalu singkat antara lubang dalam satu baris dan antar
baris dapat menyebabkan overbreak yang berlebihan.
e. Geologi
Batuan berlapis-lapis dengan kohesi terbatas dapat bergeser sehingga
menyebabkan patahnya bahan peledak. Sedangkan batuan besar yang
banyak retakannya dapat mengalirkan gas bahan peledak ke semua arah
sehingga meningkatkan potensi terjadinya cutoff. Batuan yang lunak
memerlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan perpindahan sehingga
diperlukan waktu yang lebih lama antara baris-baris untuk mengendalikan
pecah yang berlebihan.
f. Kondisi air
Batuan jenuh (lubang peledakan yang terisi air) dapat meneruskan tekanan
air dari titik peledakan ke daerah-daerah di sekitarnya (water hammer).
Tekanan ini dapat menyebabkan decoupling isi bahan peledak atau
meningkatkan densitasnya sampai ke titik yang tidak memungkinkan
peledakan (deadpressed)
g. Bahan peledak yang digunakan
Produk bahan peledak dengan densitas yang lebih besar (> 1,25 g/cc) yang
menggunakan udara tersirkulasi untuk mengatur kepekaan, mudah terkena
dead pressing dari peledakan lubang peledakan yang berdekatan.
h. Sederhana
Rancangan yang rumit akan memerlukan waktu tambahan untuk
menghubungkan dan mengevaluasi rangkaian (dengan memeriksa
penyambungan pada konfigurasi delay)
i. Biaya
Dengan meningkatnya tingkat kerumitan rancangan, biaya biasanya akan
meningkat. Biaya ini harus dipertimbangkan berdasarkan biaya modifikasi
rancangan lain agar diperoleh efisiensi biaya.
142
2. Kegiatan Pemboran Lubang Ledak
Kegiatan pemboran tersebut dilakukan setelah tim surveyor menentukan titik
lubang ledak. Kegiatan pemboran harus sesuai dengan titik yang sudah ditentukan
oleh tim surveyor dimana pengerjaannya lubang ledak tersebut harus ditempatkan
secara sistematis sehingga membentuk suatu pola selain itu geometri lubang ledak
perlu diperhatikan karena hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan hasil blasting
recovery yang tinggi. Setelah kegiatan pemboran selesai maka crew pemboran harus
melaporkan kondisi batuan serta kondisi lubang ledak baik basah maupun kering
kepada crew peledakan.
1. Persiapan Peledakan
Persiapan peledakan tersebut dilakukan setelah crew peledakan mendapatkan
drilling report dari crew pemboran mengenai kondisi batuan serta kondisi lubang
ledak, pada tahapan ini crew bor melakukan beberapa tahapan kegiatan yaitu :
a. Mengurus ijin order aksesoris peledakan (sesuai dengan Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang
Pengawasan, Pengendalian Dan Pengamanan Bahan Peledak Komersil Pasal 72).
b. Menghitung kebutuhan handak, order serta pengambilan handak (termasuk
kegiatan mixing AN+FO).
c. Melakukan pengecheckkan kembali kelengkapan peralatan dan perlengkapan
peledakan.
d. Melakukan mobilisasi ke gudang handak.
e. Pelaksanaan di Lapangan
1) Pembuatan primer; yang berfungsi untuk menghentakkan (shock) isian utama
atau blasting agent, sedangkan primer itu sendiri dihentakkan dengan detonator.
2) Pengisian Lubang Ledak
a) Periksa lebih dahulu keadaan lubang. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
pantulan sinar dari sepotong cermin atau tongkat kayu yang cukup panjang.
b) Waktu pengisian ke dalam lubang ledak harus hati-hati sehinggadetonator atau
leg wire tidak terluka.
c) Hindari pemakaian leg wire yang terlalu pendek, namun kalau terpaksa
sambungan-sambungan harus di solasi dengan baik.
d) Jangan memadatkan primer (tapping)
143
e) Diameter primer harus lebih kecil dari diameter lubang ledak. Bila waktu
memasukkan primer agak susah turunnya ke dalam lubang maka dapat dibantu
atau didorong dengan tongkat kayu secara perlahan-lahan.
f) Setelah primer telah sampai benar-benar di dasar lubang maka bahan peledak
dapat dimasukkan. Bila memakai bahan peledak ANFO maka dilarang
memadatkannya sehingga berat jenisnya bertambah.
g) Pengisian bahan peledak, paling banyak dua per tiga dari tinggi lubang ledak.
4)Tie Up
Tie Up adalah proses perangkaian lubang ledak yang akan diledakan, berikut
adalah cara tie up :
a) Pembagian nonel surface delay hanya boleh dilakukan setelah LokasiPeledakan
minimal 75 % telah diisi bahan peledak dan di stemming.
b) Lakukan proses perangkaian (penyambungan), dengan dimulai dari lubang ledak
terakhir dari baris (row) terakhir menuju control row dengan menggunakan
isolasi.
c) Pastikan posisi nonel surface delay menghadap ke atas, sehingga memudahkan
pada saat melakukan Final Check (pengecekan terakhir).
d) Proses perangkaian control row dilakukan terakhir setelah rangkaian lubang pada
row tersebut selesai dirangkai.
e) Pastikan nonel surface delay yang menghubungkan antar lubang ledak tidak
terlalu kencang, ujung nonel surface delay (ujung klip tempat detonator) diikat
rapi.
f) Pastikan perangkaian lubang ledak sesuai dengan gambar rencana rangkaian yang
sudah disepakati, laporkan kepada supervisor peledakan bila terjadi perubahan.
144
g) Pengamanan lapangan kerja selama pelaksanaan persiapan peledakan ini
dimaksudkan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadinya
kerusakan pada alat-alat tambang maupun keamanan pekerja tambang.
3. Setelah semuanya aman maka selanjutnya siap diledakkan dengan
blasting machine.
Gambar 6.12
Diagram Alir Kegiatan Peledakan
POLA DAN ARAH PEMBORAN SURFACE BLASTING
1. Tujuan
1. Menjelaskan tentang jenis-jenis pola pemboran lubang ledak di surface
blasting.
2. Menjelaskan tentang arah pemboran lubang ledak di surface blasting.
3. Menjelaskan tentang pola peledakan di surface blasting.
2. Pola Pemboran (Drill Paterns)
Pola pemboran dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Pola Bujur Sangkar
Pola pemboran bujur sangkar adalah pola pemboran dengan penempatan
lubang-lubang bor antara baris satu dengan baris berikutnya sejajar dan
membentuk segi empat. Pola pemboran bujur sangkar terbagi menjadi dua
jenis berdasarkan kedudukan jarak spacing dan burden-nya, yakni :
a. Pola bujur sangkar square, bilamana kedudukan lubang bor satu dan yang
memiliki jarak spacing dan burden yang sama.
b. Pola bujur sangkar rectangular, Bilamana jarak burden dan spacing tidak
sama.
Gambar 6.13
Pola Pemboran Square dan Rectangular
2. Pola Stanggered (Zig-Zag)
Pola pemboran stanggered merupakan pola pemboran dimana setiap lubang
ditempatkan diantara dua lubang pada row sebelumnya. Pola stanggered merupakan
pola yang sangat baik dalam hal distribusi bahan peledak. Pola pemboran stanggered
terbagi menjadi dua jenis berdasarkan kedudukan kedudukan jarak spacing dan
burden-nya, yakni :
a. Pola stanggered square, bilamana kedudukan lubang bor satu dan yang memiliki
jarak spacing dan burden yang sama.
b. Pola stanggered rectangular, bilamana jarak burden dan spacing tidak sama.
Gambar 6.14
Pola Pemboran Stanggered Square dan Rectangular
3. Arah Pemboran
Ada dua cara dalam membuat lubang bor, yaitu membor dengan lubang
miring atau lubang tegak (Gambar 2.13).
Gambar 6.15
Pemboran Tegak (a) dan Miring (b)
1. Pemboran Tegak
Suatu jenjang apabila diledakkan dengan menggunakan lubang bor tegak maka
bagian lantai jenjang akan menerima gelombang tekan terbesar. Gelombang tekan
tersebut selanjutnya akan dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi akan
diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang.
Keuntungan :
a. Pada ketinggian jenjang yang sama dengan lubang bor miring mempunyai
kedalaman lubang yang lebih pendek.
b. Waktu pemboran lebih cepat.
c. Lebih mudah mengarahkan alat bor.
Kerugian :
a. Kemungkinan terjadinya bongkahan-bongkahan besar lebih banyak.
b. Gelombang tekan dipantulkan lebih kecil.
c. Kemungkinan terjadi tonjolan batuan (toe) di permukaan dinding jenjang
lebih besar.
Gambar 6.16
Ilustrasi Keuntungan Lubang Bor Miring
2. Pemboran Miring
Pada arah lubang bor miring, bidang bebas akan menerima gelombang ledak
yang dipantulkan dari lantai dasar jenjang yang lebih besar, sedangkan gelombang
tekan yang diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang lebih kecil.
Keuntungan :
a. Fragmentasi seragam dan tumpukan hasil peledakan lebih baik, karena dapat
mengurangi terjadinya bongkahan-bongkahan besar.
b. Mengurangi terjadinya tonjolan pada jenjang (toe).
c. Mengurangi terjadinya back break, permukaan jenjang lebih rata dan stabil,
sehingga memperkecil terjadinya longsor yang akan mengganggu kegiatan
penambangan.
d. Memperkecil subdrilling sehingga dapat mengurangi terjadinya crater
(cekungan) akibat pemecahan batuan berlebih di lantai jenjangKerugian
:
a. Pada ketinggian jenjang yang sama dengan lubang bor tegak mempunyai
kedalaman lubang bor lebih panjang.
b. Waktu pemboran lebih lama.
c. Kemungkinan pelemparan batuan hasil peledakan lebih besar serta lebih banyak
gelombang tekan yang digunakan untuk membongkar batuan.
d. Pada pemboran miring, daya ledak hampir seluruhnya dapat sepenuhnya
tersalurkan, tetapi dalam pengerjaannya terdapat beberapa kesulitan dalam
pembuatan lubang miring, yaitu Kesulitan dalam pengisian bahan peledak,
Masalah dengan struktur geologi seperti bidang perlapisan dan kekar, Dibutuhkan
juru bor yang berpengalaman, Sulit melakukanpemboran secara akurat, terutama
pada pemboran yang lebih dalam karena dapat terjadi penyimpangan (deviasi)
apalagi jika dilakukan dengan pemboran miring
Gambar 6.17
Drillhole Straightness (Kelurusan Lubang Bor)
GEOMETRI PELEDAKAN SURFACE BLASTING
a) Tujuan
Tujuan dari materi ini adalah agar praktikan mengetahui geometri peledakan pada
surface blasting dan cara menentukan geometri peledakan berdasarkan perhitungan.
b) Geometri Peledakan
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam mendesain geometri peledakanantara
lain :
1. Diameter lubang bor
2. Ketinggian jenjang (bench hight)
3. Burden dan spasing
4. Struktur batuan
5. Fragmentasi
6. Arah lemparan
7. Kestabilan jenjang
8. Perlindungan terhadap lingkungan sekitar
9. Jenis bahan peledak yang akan digunakan, termasuk energinya
Gambar 6.18
Geometri Peledakan Sistem Jenjang
150
c) Diameter Lubang Bor
Pemilihan diameter lubang bor tergantung pada tingkat produksi yang diinginkan.
Dengan lubang bor yang lebih besar, lebih besar pula tingkat produksi yang
dihasilkan. Untuk kontrol desain dengan hasil fragmentasi yang bagus, menurut
pengalaman, diameter lubang bor harus berkisar antar 0,5 – 10 dari tinggi jenjang.
D = 5 – 10 K
Dimana :
d = diameter lubang bor (mm)
K = tinggi jenjang (m)
Pemakaian lubang bor kecil pada kondisi batuan yang sangat ber-joint akan
menghasilkan fragmentasi yang baik dari pada lubang bor yang besar. Pada
permukaan tiap-tiap joint terdapat reflaksi gelombang ledak yang dihasilkan oleh
proses peledakan, karena bisa berfungsi sebagai free face (Gambar 1.17).
Gambar 6.19
Efek Joint pada Fragmentasi bila Menggunakan Diameter Lubang Bor
Besar dan Kecil (atas – bawah). Daerah yang diarsir menunjukan
fragmentasi kurang (insufficient fragmentation)
151
penentuan tinggi jenjang sehubungan dengan diameter lubang bor.
32
Tinggi Jenjang, m
28
TIDAK DISARANKAN
24
20
DOMAIN YANG DISARANKAN
16
12
TIDAK DISARANKAN
Gambar 6.20
Hubungan Diameter Lubang Bor dengan Ketinggian Jenjang
Secara praktis hubungan diantara lubang bor dengan ketinggian jenjang
dapat diformulasikan sbb :
K = 0.1 – 0.2 de
1. Burden (B)
Burden dapat didefinisikan sebagai jarak dari lubang bor ke bidang bebas (free
face) yang terdekat pada saat terjadi peledakan. Peledakan dengan jumlah baris
(row) yang banyak, true burden tergantung penggunaan bentuk pola peledakan yang
digunakan. Bila peledakan digunakan delay detonator dari tiap- tiap baris delay yang
berdekatan akan menghasilkan free face yang baru.
Burden merupakan variabel yang sangat penting dan dalam mendesain
152
peledakan. Dengan jenis bahan peledak yang dipakai dan batuan yang dihadapi,
terdapat jarak maksimum burden agar peledakan sukses (Gambar2.19)memberikan
ilustrasi efek variasi jarak dengan jumlah bahan peledak formasi yang sama.
Completetely Start of surface Surface and Full Crater, burden Full Crater, lower
contained, only faillure. Burden subsurface faillure com-pletely broken vo-lume than
failure is pulveri- not broken. Some almost meet. There out. Surface and optimum fine
sation near the doming of the will be a shell of subsurface faillures fragmentation.
charge and radial surface. unbroken rock run through to the Noise, flyrock,
tensile failure between the two. surface. bowl shaped
running out from it. Domming or crater.
surface buiging.
Gambar 6.21
Schematic Efek Jarak Burden
Jarak burden juga sangat erat hubungannya dengan besar kecilnya diameter
lubang bor yang digunakan. Secara garis besar jarak burden optimum biasanya
terletak diantara 25 – 40 diameter lubang, atau
B = 25 – 40 de
Dimana : B = Burden (mm)
de = Diamater Lubang Bor (mm)
Bila karakteristik batuan dan bahan peledak diketahui, jarak burden dapat
dihitung menurut formula Konya sebagai berikut :
SGe
B = 3.15 de3
SGr
Dimana : B = Burden (ft)
Sge = Spesific Gravity Bahan Peledak
de = Diameter Bahan Peledak (in)
SGr = Spesific Gravity Batuan
Stiffness Ratio = Tinggi jenjang / Burden
153
Tabel 6.1
Penetuan Stiffness Ratio Menurut C.J Konya
154
Dimana :
Dimana :
SGr = Density batuan standar
Selanjutnya, Burden dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
dimana :
KB = Konstanta Burden
de = Diameter lubang bor (inch)
2. Spacing (S)
Spacing adalah jarak diantara lubang tembak dalam suatu row. Spacing
merupakan fungsi dari pada burden dan dihitung setelah burden ditetapkan terlebih
dahulu. Secara teoritis, optimum spacing (S) berkisar antar 1,1 – 1,4 burden (B)
atau :
S = 1,1 – 1,8 B
Jika spacing lebih kecil dari pada burden cenderung mengakibatkan steaming
ejection yang lebih dini. Akibatnya gas hasil ledakan dihamburkan ke atmosfer
dibarengi dengan noise dan air blast. Sebaliknya jika spacing terlalu besar diantara
lubang tembak fragmentasi yang dihasilkan tidak sempurna. Biasanya rata-rata S =
1,25 B.
Rumus perhitungan spasi menurut RL .Ash adalah :
155
dimana :
Ks = koefisien spasi
Af 1 = Faktor pengali 1
Af 2 = Faktor pengali 2
𝑆 =2𝐵
dimana : L > 4B (L = Tinggi Jenjang)
𝑆 = 1,4 𝐵
3. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari pada lubang bor dibawah rencana
lantai jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari problem tonjolanpada lantai,
karena dibagian ini merupakan tempat yang paling sukar diledakkan. Dengan
demikian, gelombang ledak yang ditimbulkan pada lantai dasar jenjang akan
bekerja secara maksimum.
Bila subdrilling berlebih akan menghasilkan excessive ground vibration. Bila
subdrilling tidak cukup dapat mengakibatkan problem tonjolan pada lantai. Secara
praktis subdrilling (J) dibuat antara 20 – 40% burden (B), atau
156
J = (0,2 – 0,4) X B
Rumus perhitungan subdriling menurut RL .Ash adalah :
4. Stemming (S)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor diatas.
Kolom isian, bahan peledak. Stemming berfungsi untuk mengurung gas
ledakkan. Ukuran stemming (S) yang diperlukan tergantung jarak burden (B)
dan biasanya dibuat :
S = (0,7 – 1) X B
Rumus perhitungan stemming menurut RL .Ash adalah :
𝑇 = 𝐵 (𝐵𝑎𝑡𝑢 𝑀𝑎𝑠𝑖𝑣)
b. Batuan berlapis
Gambar 6.22
Illustrasi Fully Coupled dan Decoupled
Tingkat decoupling dapat mempengaruhi daya kerja yang diperoleh didalam
kolom isian bahan peledak. Karena adanya decoupling borehole pressure akan
berkurang, sehingga hasil kerja tidak tersalurkan seluruhnya kepada sejumlah massa
batuan yang harus diledakan.
LD = 0.508 x de2 x ρ)
Dimana : W = Berat bahan peledak dalam kolom isian (kg) (Loading factor)
De = Diameter bahan peledak (inch)
ρ = Density bahan peledak (gr/cc)
PC = Panjang kolom isian (m)
LD = Loading density (kg/m)
158
Powder Factor (PF)
Powder Factor dalah hubungan matematis antara bahan peledak terhadap
jumlah batuan yang diledakan. Istilah powder factor disebut juga “spesific charge
weight”. Ada 4 cara dalam menyatakan powder factor :
1. Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m3 ).
2. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton).
3. Volume batuan per berat bahan peledak (m3/kg).
4. Berat batuan per berat bahan peledak (ton/kg).
Secara umum, powder factor dapat dihubungkan dengan unit hasil produksi
pada operasi peledakkan. Dengan powder factor dapat diketahui konsumsi bahan
peledak yang dipakai untuk menghasilkan sejumlah batuan. Dari pengalaman, harga
powder factor pada operasi penambangan, denganbatuan yang relatif solid, berkisar
antara 0,30-0,60 kg/m3.
1. Untuk menghitung dengan basis volume tiap lubang bor dihitung seperti
persamaan berikut :
V= (B x S x H)
W=Vxρ
159
Decking (Deck Loading)
Decking adalah suatu cara membagi kolom isian bahan peledak menjadi 2
(dua) atau lebih. Dengan cara ini, diantara kolom isian bahan peledak diisidengan
material pengisi, steamming (misalnya drill cutting, crushed stone atau pasir). Cara
ini biasanya diterapkan pada daerah batuan yang berlapis – keras – lemah (soft seam)
atau terdapat rongga-rongga. Alasan lain dengan decking adalah untuk mengurangi
getaran (ground vibration) atau mengurangi berat bahan peledak tiap delay. Jarak
decking minimal 6 x diameter lubang.
Gambar 6.23
Typical Deck Loading
Prinsip Priming
Primer
Primer adalah bahan peledak yang menerima penggalak dari detonator atau
detonating cord. Hasil dari ledakkan tersebut kemudian disalurkan ke bahan
peledak yang mempunyai sensitivitas sama atau yang kurang sensitif. Primer
berbeda dengabooster dimana primer adalah bahan peledak yang dipasangi/berisi
dengan detonator atau detonating cord sedangkan booster tidak. Bahan peledak
ANFO adalah kurang sensitif terhadap detonator saja (No.6). Agar bisa meledak
diperlukan primer. Performa ANFO dapat dipengaruhi olehdiameter lubang, besar
butir, density, tingkat kepadatan dan moisture. Dengan diameter lubang yang lebih
besar VOD ANFO akan lebih besar pula.
160
.
Diameter dan Panjang Primer
Gambar 6.23 menunjukkan efek diameter primer terhadap kolom ANFO
yang berdiameter 3 in. Bila diameter primer sama dengan diameter kolom ANFO,
VOD ANFO sangat tinggi pada awal ledakkan, kemudian baru dicapai Vod stabil
(jauh dari primer). Sedangkan bila diameter primer lebih kecil dari pada diameter
ANFO, VOD ANFO pada awal ledakkan lebih rendah.
Primer harus cukup panjang untuk diperoleh rated VOD. Panjang primer
harus paling tidak sama dengan atau lebih besar dari pada diameternya. Lebih baik
panjangnya kurang lebih 2 x diameter untuk mendapatkan kepastian stable flat
pressure yang terbentuk pada primer.
Gambar 6.24
Efek Diameter Primer dengan VOD Awal dan Diameter Kolom ANFO
161
Posisi Primer
Gambar 6.8 dan Gambar 6.9 memberikan illustrasi dengan posisi top
priming dan bottom priming. Jadi secara singkatnya, prinsip priming memberikan
performan ANFO secara maksimum dan primer harus :
1. Mempunyai daya ledak lebih besar (> 80 kbar)
2. Mendekati diameter sama dengan diameter kolom ANFO
3. Cukup panjang untuk memperoleh rated VOD
Gambar 6.25
Efek Top Priming
Gambar 6.26
Efek Bottom Priming
Pertimbangan Geologis
Geologis/kondisi batuan merupakan faktor yang penting dalam mendesain
peledakan. Hal ini berpengaruh besar terhadap pemakaian bahan peledak dan
fragmentasinya. Gambar 6.10 terlihat tipe efek geologis pada hasil bongkaran.
Case 1 : Bongkaran secara menyeluruh akan diperoleh karena tidak ada pengaruh
hambatan.
Case 2 : Terdapat satu set fracture dan sedikit menyudut terhadap arah ledakkan.
Hasil bongkaran dipengaruhi oleh adanya fracture tersebut karena energi
162
gelombang ledak akan dipantulkan oleh adanya bidang- bidang bebas yang
terbentuk diantara fracture. Hasil bongkaran akan berkurang karenanya.
Case 3 : Kedudukan fracture tegak lurus dengan arah ledakkan dan hal ini mendapat
kesulitan dengan jarak spacing yang lebar. Bidang fracture mempantulkan
energi gelombang ledak dan mempersulit hasil bongkaran. Sehingga jarak
burden harus diperpendek (case 4).
Case 4 : Jika horison section menyusuri melalui lubang bor, peledakan ke arah kiri
dip akan sulit. Kesulitan lain juga akan timbulnya backbreak dan tonjokan
pada lantai jenjang.
Gambar 6.27
Illustrasi Pengaruh Struktur dan Hasil Bongkaran
163
Sehubungan dengan faktor geologi, pertimbangan lain adalah pengaruh
ketinggian jenjang, diameter lubang bor, proses penghancuran dan fragmentasinya.
Elemen-elemen penting dari faktor geologis adalah adanya bedding planes, joint,
dip dan rongga-rongga.
Pada formasi yang mempunyai dip seperti tergambar dalam gambar 6.11 (a),
pemboran lubang tembak, mungkin dibuat dengan beberapa baris, dibuat sedemikian
rupa untuk menghasilkan muka jenjang yang menyilang dengan arahdip. Dengan
cara ini kemudian terjadi back break lebih besar. Disamping itu batuan yang tidak
tersangga akan berjatuhan secara gravitasi. Gambar6.11(b) peledakkan dilakukan
berlawanan dengan dip, akan mengurangi terjadinya back break, tetapi akan lebih
mungkin timbul tonjokkan pada lantai jenjang dan dasar lantai tidak merata.
(a) (b)
Gambar 6.28
Pengaruh Dip Lapisan Terhadap Peledakan
Peledakan yang Berlawanan dengan Arah Dip akan Memperkecil
Backbreak akan tetapi akan Memperbesar High Toe pada Quarry
Floor
164
BAB VII
UNDERGROUND BLASTING
1. POLA PENGEBORAN
Tujuan
Tujuan penyampaian materi ini adalah untuk mengetahui macam-macam pola
pemboran yang digunakan pada underground blasting.
Perbedaan Antara Underground dan Surface Blasting
Perbedaan mendasar dari kegiatan peledakan antara tambang bawah tanah dan
tambang surface dapat dilihat dari faktor – faktor yang dijelaskan pada table dibawah
ini.
Tabel 7.1
Faktor Pembeda Underground Blasting Dan Surface Blasting
Faktor Tambang Bawah Tanah Tambang Terbuka
Terbatas, sesuai dimensi bukaan Lebih luas karena terdapat
Luas area yang luasnya dipengaruhi oleh dipermukaan bumi dan dapat
kestabilan bukaan tersebut. memilih area yang cocok
Terbatas, karena dibatasi oleh luas Lebih besar, bisa mencampai
permukaan bukaan, diameter mata ratusan ribu meterkubik per
Volume hasil bor dan kedalaman pengeboran, peledakan, sehingga dapat di-
peledakan
sehingga produksi kecil. rencanakan target yang
besar.
Tidak bermasalah karena
Suplai udara Tergantung pada jaminan sistem
dila-kukan pada udara
segar ventilasi yang baik.
terbuka
Kritis, diakibatkan oleh: ruang yang
Relatif lebih aman karenaseluruh
terbatas, guguran batu dari atap,
Keselamatan pekerjaan dilakukan pada area
kerja tempat untuk penyelamatan
terbuka.
diri terbatas.
Pola Pemboran
Untuk membuat lubang maju dalam tambang bawah tanah atau terowongan perlu
diciptakan suatu bidang bebas yang disebut dengan cut hole. Cut hole adalah suatu
lubang buka yang diciptakan pada suatu face yang tidak mempunyai free face berupa
lubang bor sedalam kemajuan yang diperoleh. Pola pemboran cut hole yang digunakan
dalam peledakan tambang bawah tanah :
1. Wedge Cut atau V – Cut, yaitu pembuatan lubang tembak yang membentuk sudut ±
600 terhadap bidang bebas (free face). Pola pemboran tersebut cocok untuk segala jenis
batuan akan tetapi kurang efektif untuk batuan yang keras.
Gambar 7.1
Penampang Atas Pemboran V – Cut
Gambar 9.2
Penampang Muka Pemboran V – Cut
2. Pyramid Cut atau Diamond Cut, yaitu pola pengeboran yang merupakan variasi dari
wedge cut dimana ujung dari lubang ledak mengarah pada titik pusat dari face yang
berbentuk pyramid. Pola peledakan pyramid cut sangat efektif untuk batuan kuat,
tetapi penggunaan bahan peledak lebih banyak dan mempunyai efek getaran yang
tinggi disertai oleh lemparan batu-batu kecil.
Gambar 7.3
Penampang Atas Pemboran Pyramid Cut
Gambar 7.4
Penampang Muka Pemboran Pyramid Cut
3. Fan Cut, yaitu pola pengeboran yang merupakan setengah dari wedge cut.
Pola ini sangat baik digunakan pada vein yang tipis.
Gambar 7. 5
Penampang Atas Pemboran Fan Cut
Gambar 7.6
Penampang Muka Pemboran Fan Cut
4. Burn Cut, yaitu pola peledakan dimana lubang ledak tegak lurus terhadap bidang
vertikal atau pada free face, selain itu lubang tertentu dikosongkan untuk
memperolehan bidang bebas yang kecil, sehingga proses pelepasan gelombang
kompresi menjadi lebih efektif. Pola pemboran burn cut cocok diterapkan pada batuan
yang keras.
Gambar 7.7
Penampang Pemboran Burn Cut
Geometri
Tujuan dari pembahasan materi ini adalah :
1. Untuk menentukan geometri peledakan Underground Blasting berdasarkan
perhitungan metoda swedish.
2. Untuk menentukan sistem rangkaian listrik yang digunakan pada
Underground Blasting.
3. Untuk menentukan fragmentasi bongkaran yang dihasilkan dari
Underground Blasting.
170
Desain Guidelines
Dimensi yang digunakan dalam perencanaan peledakan terowongan dapat
diintruksikan secara geometris pada gambar 10.1 yang terdiri atas Floor holes, Wall
holes, Cut hole, Stoping hole dan Roof holes. Dalam mendesain suatu peledakan
(penentuan spasi dan burden), maka bagian-bagian tersebut diatas harus
diperhitungkan dengan baik yang mengacu pada banyaknya dan besarnya diameter
“Empty Hole” yang berfungsi sebagai free face.
Gambar 7.8
Bagian-bagian Abutment dalam Underground Blasting
Empty Hole
Empty hole merupakan lubang kosong ynga digunakan sebagai free face pada
peledakan bawah tanah. Pemilihan diameter empty hole tergantung pada tingkat
kemajuan terowongan yang dinginkan. Semakin besar kemajuan terowongan yang
dinginkan maka semakin besar diameter empty hole yang diperlukan. Hubungan antara
diameter empty hole dan kemajuan terowongan dapat dilihat pada Gambar 7.9
171
Gambar 7.9
Grafik Hubungan Kemajuan Tambang dengan Diameter Empty Hole
172
Gambar 7.10
Grafik Hubungan Jarak Lubang Ledak dengan Empty Hole
serta Hasil Peledakannya
Gambar 7.11
Desain Cut Hole
1. Desain Square I
173
Parameter yang perlu diketahui dalam menentukan jumlah pengisian bahan peledak
(Q) pada cut holes terdiri atas stemming dan konsentrasi pengisian bahan peledak (lc).
Konsentrasi pengisian bahan peledak yang dipakai pada kotak pertama dapat dilihat
dari grafik pada Gambar 7.12.
(ho) = a
Q = lc (H - ho)
Keterangan :
Q = Jumlah pengisian bahan peledak (kg)
lc = Konsentrasi pengisian bahan peledak (kg/m)
Gambar 7.12
Grafik Konsentrasi Pengisian Handak (kg/m) dan
Jarak C – C (m) untuk Diameter Empty Hole yang Berbeda-Beda
2. Desain Square II
Dalam penentuan posisi lubang ledak kotak kedua dapat diilustrasikansebagai
berikut :
B1 = W1
a2 = 1.5 W1
174
W2 = 1.5 W1
Keterangan :
a = C – C jarak antara pusat empty hole dan pusat lubang ledak (m)
W = Jarak antar lubang ledak (m)
B = Burden (m)
Konsentrasi pengisian bahan peledak yang dipakai pada kotak kedua dankotak
berikutnya dapat dilihat dari grafik pada gambar 10.6.
(ho) = a
Q = lc (H - ho)
Keterangan :
Q = Jumlah pengisian bahan peledak (kg)
lc = Konsentrasi pengisian bahan peledak (kg/m)
Gambar 7.13
Grafik Konsentrasi Pengisian Handak (kg/m) dan Burden untuk Jarak
antara Lubang Ledak yang Berbeda-beda
175
3. Desain Square III
Dalam penentuan posisi lubang ledak kotak kedua dapat diilustrasikansebagai
berikut :
B2 = W2
a3 = 1.5 W2
W3 = 1.5 √𝟐W2
Keterangan :
a = C – C jarak antara pusat empty hole dan pusat lubang ledak (m)
W = Jarak antar lubang ledak (m)
B = Burden (m)
Dimana jumlah pengisian bahan peledak pada kotak ketiga ini caranya sama
dengan penentuan jumlah pengisian bahan peledak pada kotak kedua.
4. Desain Square IV
Dalam penentuan posisi lubang ledak kotak kedua dapat diilustrasikansebagai
berikut :
B3 = W3
A4 = 1.5 W3
W4 = 1.5 √𝟐W3
Keterangan :
a = C – C jarak antara pusat empty hole dan pusat lubang ledak (m)
W = Jarak antar lubang ledak (m)
B = Burden (m)
Jika jarak antara lubang ledak (W) terlalu lebar dan burden (B) berdasarkan rumus
diatas sama dengan (W). Lalu dapat diperoleh besar cut holes akan lebih besar dari
burden pada stoping, maka burden pada cut holes dan perhitungan jumlah bahan
peledak yang dipakai harus diatur diatur agar sesuai denganstoping holes.
hb = 1/3 H
Qb = lb x h b
Lc = 0.5 x lb
Ho = 0.5 x B
176
hc = H – hb - ho
Qc = lc x h c
Qtot = Qb + Qc
Keterangan :
lb = Charge concentration Bottom(kg/m)
(i) (ii)
(iii) (iv)
Sumber : Persson Te la., 2001
Gambar 7.14
Geometri Perledakan pada Cut Holes
Pada umumnya bahan peledak yang digunakan dalam tambang bawah tanah
(peledakan terowongan) adalah bahan peledak yang telah dikemas dalam bentuk paper
cartridge atau plastic tube yang telah memepunyai diameter (mm) dan charge
concentration (kg/m) tertentu. Bahan peledak yang sering digunakan adalah Emulite,
Dynamex, dan ANFO, yang dipakai untuk meledakkan cut holes, stoping holes dan
177
floor holes. Sedangkan untuk meledakkan wall holes dan roof holes bahan peledak yang iasa dipakai
adalah Gurit.
Stoping Hole
Dari hasil cut hole yang telah didapat, geometri terowongan yang terdiri atas floor
holes, wall holes, roof holes, stoping holes dapat dihitung. Untukmenghitung burden
(B) dan mengisi setiap bagian yang berbeda pada tunnel dapat dilihat dari grafik pada
gambar 10.8 sebagai acuan.
178
Stoping:
Upwards 1xB 1.1 x B 1/3 X H lb 0.5 x lb 0.5 x B
Horizontal 1xB 1.1 x B 1/3 x H lb 0.5 x lb 0.5 x B
Downwards 1xB 1.2 x B 1/3 x H lb 0.5 x lb 0.5 x B
lc = 0.5 x lb
ho = 0.2 x B
hc = H – hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot = Qb + Qc
2. Perhitungan Jumlah Bahan Peledak pada Wall Holes
a. Bottom Charge
lb = Diperoleh dari grafik 10.8
hb = 1/6 H
Qb = lb x h b
b. Column Charge
lc = 0.4 x lb
ho = 0.5 x B
hc = H – hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot = Qb + Qc
lc = 0.3 x lb
179
ho= 0.5 x B
hc= H – hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot = Qb + Qc
lc = 0.5 x lb
ho = 0.5 x B
hc = H – hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot = Qb + Qc
Keterangan :
lb = Konsentrasi pengisian didasar lubang ledak (Bottom charge)
hb = Tinggi isian dasar lubang ledak (height bottom charge)
Qb = Komsumsi bahan peledak bottom charge
lc = Konsentrasi pengisian di atas isian dsar (column charge)
hc = Tinggi colom (heigth column)
Qc = Komsumsi bahan peledak pada colom
180
Fragmentasi
Fragmentasi (distribusi ukuran) batuan hasil peledakan merupakan salah satu
yang sangat penting dalam merencanakan suatu peledakan. Ukuran fragmentasi
yang direncanakan perlu disesuaikan dengan kemudahan dalam pemuatan,
pengangkutan serta ukuran yang diinginkan oleh pabrik pengolahan.
Untuk mendapatkan fragmentasi yang diinginkan, beberapa hal yang
berpengaruh adalah keserasian antara specific charge yang digunakan dan urutan
pengaturan delay. Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkanhubungan
antara specific charge dan fragmentasi yang dihasilkan.
Tabel 7.2
Hubungan antara Specific Charge dan Fragmentasi
specific charge 0.24 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.85 1.0
(kg/m )3
181
182