Anda di halaman 1dari 3

Kwangen dan Canang Sari

Kwangen berasal dari kata ‘wangi’ yang artinya ‘wangi’/’harum’/’semerbak’. Karena makna ini,
kwangen dikaitkan dengan pemujaan dan upakara yadnya sebagai sarana/media mengungkapkan rasa
bhakti dan megubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa dengan segala manifestasinya; dan juga
sebagai simbol Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri. Kwangen merupakan sarana persembahyanga atau
unsur yadnya berbentuk lonjong (kojong) terbuat dari daun pisang, janur, bunga, plawa, porosan, dan
uang kepeng. Benda-benda tersebut ditata sedemikian rupa membentuk sebuah kwangen dan
membangun rasa indah. Secara keseluruhan kwangen merupakan simbol Ongkara, aksara suci
(pranawa) melambangkan Tuhan Yang Maha Esa. Ongkara merupakan wijaksara, Ongkara disebut
juga Ekaksara. Sumber-sumber yang menyebutkan kwangen, makna dan penggunaannya di dalam
yadnya, antara lain: Lontar Sri jaya Kesunu, Yadnya Prakerti, dll. Pembentuk kwangen mempunyai
bentuk, makna, dan fungsi. Masing-masing mempunyai makna, sbb: a. Kojong: berbentuk lonjong
(dan jika ditekan nampak sebagai bentuk segi tiga), bermakna arda chadra (bentuk setengah
lingkaran). b. Sampian kwangen /uras sari / kembang payas / reringgitan terbuat dari janur berbentuk
cili, bermakna sebagai nada. c. Uang kepeng (pis bolong): berbentuk pipih bundar 2 biji sebagai
lambang windu (nol). Uangnya sendiri juga sebagai simbol sarining manah di dalam beryadnya. d.
Porosan silih-asih: terbuat dari kapur, sirih dan daun base ditata sedemikian rupa sebagai simbol Arda
Nareswari. Porosan silih asih juga melambangkan dalam pemujaan terdapat hubungan bhakti dan
asih. Porosan silih asih juga bisa dilihat sebagai maithun=hubungan seks antara purusa dan pradhana
yang ditemukan di dalam ajaran Tantra. Maithuna bagian dari Panca Ma (Mada, Mamsa, Matsya,
Mudra, Maithuna). Sedangkan sikap cakupan tangan saat menyembah bisa dikatakan sebagai bentuk
sebuah mudra. Hal ini juga menandakan Siwa di Indonesia (baca: Bali) adalah juga Siwa Tantris,
artinya ajaran Siwa yang dipengaruhi oleh ajaran Tantra. Porosan silih asih juga menyimbulkan Tri
Murti: buah pinang: Brahma, Daun base/sirih: wisnu dan kapur: Iswara. e. Bunga dipakai seperti
bunga jepun, sandat, cempaka yang segara dll. Sebagai simbul kesegaran pikiran/perasan memuja
Tuhan. Keharuman bunga/kembang juga membantu menciptakan keheningan dan kekhidmatan
sembahyang. f. Plawa: berwarna hijau sebagai simbul ketenangan.

Canang Sari dalam persembahyangan penganut Hindu Bali adalah kuantitas terkecil namun inti
(kanista=inti). Kenapa disebut terkecil namun inti, karena dalam setiap banten atau yadnya apa pun
selalu berisi Canang Sari. Canang sari sering dipakai untuk persembahyangan sehari-hari di Bali.
Canang sari juga mengandung salah satu makna sebagai simbol bahasa Weda untuk memohon
kehadapan Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa yaitu memohon kekuatan Widya
(Pengetahuan) untuk Bhuwana Alit maupun Bhuwana Agung.

Canang berasal dari kata “Can” yang berarti indah, sedangkan “Nang” berarti tujuan atau maksud
(bhs. Kawi/Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber. Dengan demikian Canang Sari bermakna untuk
memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara
skala maupun niskala.

Canang memakai alas berupa “ceper” (berbentuk segi empat) adalah simbol kekuatan “Ardha Candra”
(bulan). Di atas ceper ini diisikan sebuah “Porosan” yang bermakna persembahan tersebut harus
dilandasi oleh hati yang welas asih serta tulus kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa Nya,
demikian pula dalam hal kita menerima anugerah dan karunia Nya.

Di atas ceper ini juga berisikan seiris tebu, pisang dan sepotong jaja (kue) adalah sebagai simbol
kekuatan “Wiswa Ongkara” (Angka 3 aksara Bali).
Kemudian disusunlah sebuah “Sampian Urasari” yang berbentuk bundar sebagai dasar untuk
menempatkan bunga. Hal ini adalah simbol dari kekuatan “Windhu” (Matahari). Lalu pada ujung-
ujung Urasari ini memakai hiasan panah sebagai simbol kekuatan “Nadha” (Bintang).

Penataan bunga berdasarkan warnanya di atas Sampian Urasari diatur dengan etika dan tattwa, harus
sesuai dengan pengider-ideran (tempat) Panca Dewata. Untuk urutannya saya menggunakan urutan
Purwa/Murwa Daksina yaitu diawali dari arah Timur ke Selatan.

Bunga berwarna Putih (jika sulit dicari, dapat diganti dengan warna merah muda) disusun untuk
menghadap arah Timur, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari (Bidadari) Gagar
Mayang oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Iswara agar memercikkan Tirtha Sanjiwani
untuk menganugerahi kekuatan kesucian skala niskala.

Bunga berwarna Merah disusun untuk menghadap arah Selatan, adalah sebagai simbol memohon
diutusnya Widyadari Saraswati oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Brahma agar
memercikkan Tirtha Kamandalu untuk menganugerahi kekuatan Kepradnyanan dan Kewibawaan.

Bunga berwarna Kuning disusun untuk menghadap arah Barat, adalah sebagai simbol memohon
diutusnya Widyadari Ken Sulasih oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Mahadewa agar
memercikkan Tirtha Kundalini untuk menganugerahi kekuatan intuisi.

Bunga berwarna Hitam dapat diganti dengan warna biru, hijau atau ungu disusun untuk menghadap
arah Utara, adalah sebagai simbol memohon diutusnya Widyadari Nilotama oleh Prabhawa Nya
dalam kekuatan Sang Hyang Wisnu agar memercikkan Tirtha Pawitra untuk menganugerahi kekuatan
peleburan segala bentuk kekotoran jiwa dan raga.

Bunga Rampe (irisan pandan arum) disusun di tengah-tengah, adalah sebagai simbol memohon
diutusnya Widyadari Supraba oleh Prabhawa Nya dalam kekuatan Sang Hyang Siwa agar
memercikkan Tirtha Maha mertha untuk menganugerahi kekuatan pembebasan (Moksa). Bunga
canang, kembang rampe, porosan adalah simbol dari Tarung / Tedung dari Ong Kara (isi dari Tri
Bhuwana (Tri Loka) = Bhur-Bwah-Swah).
 Potong-potong sendok plastik menggunakan gunting. Hingga terpisah antara
gagang dan bagian cekungnya.
 Buatlah 2 ukuran kayu berbentuk bulat. Pertama, potong kayu yang
menyesuaikan dengan ukuran cermin bulat yang kamu miliki. Kedua, potong
kayu dengan diameter yang lebi besar dari kayu sebelumnya.
 Jiplak lingkaran cermin bulat tersebut tepat ditengah-tengah kayu pertama.
 Tempelkan kain di atas rangka sehingga menutupi bolongan antara kayu yang
satu dan kedua.
 Mulailah berikan lem tembak di belakang sendokmu. Tempel sendok mulai dari
tepi luar lingkaran karton. Kemudian lanjutkan dengan menempelkan sendok
hingga memenuhi pigura kayu.
 Tata sendok sedemikian rupa hingga terlihat rapi dan beraturan.
 Jangan sisakan sedikitpun celah ya.
 Mulailah mewarnai sendok. Semprotkan cat ke arah sendok dan juga kayu.
Jangan sampai warna asli dari sendok dan kayu masih terlihat.
 Tunggu cat semprot benar-benar kering.
 Setelah cat kering, lakukan pengecetan dengan cat akrilik agar gradasi
warnanya terpancar seperti gambar ini. Kemudian tunggu kering.
 Tahap selanjutnya, tempelkan cermin bulat di tengah dengan lem tembak.
 Potong pita atau tali sepanjang yang kamu inginkan. Bentuk menjadi lingkaran
kemudian tempatkan di belakang pigura kayu agar bisa menggantung di
dinding.
 Tenang saja, karena cermin ini terbuat dari sendok plastik dan kayu PB yang
tidak berat. Sehingga pita atau tali yang di lem saja masih aman untuk kamu
gantung.

Anda mungkin juga menyukai