Anda di halaman 1dari 8

POLICY BRIEF

KAMPUNG SEBAGAI PUSAT PENGOLAHAN SAMPAH


ORGANIK RUMAH TANGGA PADA SATUAN RUANG
STRATEGIS (SRS) KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA

AHMAD HARYOKO, SE, MSi


Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan
Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta

TAHUN 2022
KAMPUNG SEBAGAI PUSAT PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK RUMAH
TANGGA PADA SATUAN RUANG STRATEGIS (SRS) KEISTIMEWAAN
YOGYAKARTA
Policy Brief oleh Ahmad Haryoko, SE, MSi
Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta

RINGKASAN

Sampah merupakan permasalahan yang harus dikelola secara berkelanjutan dan memperhatikan
perkembangan teknologi. Untuk kembali membuka wawasan pengelolaan sampah maka
msyarakat diingatkan kembali bahwa kota Yogyakarta sangat bergantung dengan keberadaan
TPA Piyungan sebagai satu-satunya lokasi pembuangan sampah bagi 3 dari yaitu Sleman, Bantul
dan Kota Yogyakarta.

Dengan kondisi tersebut maka sifat Gotong Royong yang merupakan sifat asli wong jowo
maupun trah Mataram harus selalu dipupuk dan dikembangkan untuk menyelesaikan
permasalahan sampah di kota Yogyakata. Gotong royong pada masa lalu identik dengan kerja
bersama-sama untuk menyelesaikan atau mengerjakan suatu pekerjaan, namun semangat gotong
royong saat ini adalah untuk mengajak seluruh warga kota Yogyakarta mengelola sampahnya
sendiri secara bersama-sama.

Optimalisasi Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) yang saat ini banyak tersebar di masing-
masing kampung di Kota Yogyakarta merupakan salah satu solusi untuk mentransformasi sifat
Gotong Royong yang telah dimiliki dan mengatasi permasalahan sampah agar bermanfaat dan
tidak mengganggu lingkungan.

Dengan nantinya pengelolaan sampah dapat diatasi baik berupa sampah an-organic di masing-
masing RW dengan Bank Sampah Unit dan di masing-masing kampong dapat mengatasi sampah
organic maka kampong yang bersih, sehat, indah dan nyaman akan dapat diciptakan.
PENDAHULUAN
Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa sebagaimana telah ditetapkan dengan Undang-undang
Keistimewaan Nomor 13 Tahun 2012 berwenang untuk mengelola sendiri pembangunan
lingkungannya atas dasar filosofi keistimewaan yang dimilikinya. Pengelolaan lingkungan
sebagaimana menyesuaikan dengan filosifi Daerah Istimewa Yogyakarta harus senyampang
dengan kondisi jaman dan perkembangan teknologi serta kondisi permukiman saat ini.

Dengan kondisi TPA Piyungan yang telah kritis dan proses pengembangan dan pengelolaaan
yang lebih modern di lokasi tersebut belum jelas akan terlaksana kapan, maka pengelolaan
sampah dari sumbernya merupakan satu hal yang harus dilakukan. Pengelolaan dari sumber ini
telah diamanahkan dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2012, dimana
kewajiban masyarakat adalah sejak awal terjadinya sampah maka tanggungjawab masyarakat
harus memilah, mengolah dan memanfaatkan sampah semaksimal mungkin dan hanya sampah
residu yang dibuang ke TPS.

Kampung merupakan peradaban awal sebelum terbentuknya masyarakat yang lebih besar yang
dapat berbentuk kelurahan dan lebih besar lagi kemantren untuk selanjutnya lebih besar sebagai
suatu kota. Kampung yang sudah tertata dari sisi budaya dan adat istiadatnya tentunya akan lebih
mudah untuk diajak mengelola sampahnya sendiri. Saat masyarakat sudah terbiasa dengan
gotong royong maka metoda pengolahan sampah dari warga akan lebih mudah dilakukan.

Pengelolaan sampah organik berbasis Kampung dengan memanfaatkan keberadaan Ruang


terbuka Hijau Publik (RTHP) merupakan salah saatu solusi apabila disuatu kelurahan atau
beberapa RW tidak memiliki lahan terbuka yang memungkinkan digunakan untuk mengolah
sampah organik. Sifat gotong royong yang telah dimiliki masyarakat Kota Yogyakarta menjadi
modal utama untuk pengolahan tersebut. Dengan pengolahan secara rutin, berkesinambungan,
dan menguntungkan semua pihak tentunya pengolahan sampah di Kampung pada Satuan Ruang
Strategis (SRS) Keistimewaan akan dapat dilaksanakan.

TEMUAN DI LAPANGAN
Saat ini dengan melihat kepadatan permukiman yang ada di Kota Yogyakarta, pengelolaan
sampah secara ideal sangat sulit dilakukan, apalagi dengan semakin banyak warga pendatang
yang membawa kebiasaan dari daerah di luar Yogyakarta yang tentunya adat kebiasaannya
sangat jauh dari nilai-nilai trah Mataram. Untuk itu inovasi pengelolaan sampah dengan tidak
meninggalkan budaya dan adat istiadat trah Mataram harus bisa merangkul dan mudah
dilaksanakan oleh masyarakat yang beragam sifatnya.

Pengembangan Bank Sampah Unit dengan dasar pendirian yang berbasis RW (Rukun Warga)
merupakan langkah awal dikarenakan lingkungan RW merupakan wilayah administrasi terkecil
kedua setelah RT (Rukun tetangga). Sedangkan Kampung merupakan sebuah daerah yang sudah
ada sejak sebelum penetapan RT maupun RW, sehingga masyarakat akan lebih erat untuk
merasa handarbeni terhadap pengelolaan yang dilakukan di kampungnya.

Pendirian lokasi pengolahan sampah organik berbasis kampung dengan memanfaatkan RTHP
tentunya membutuhkan sarana prasarana. Sarana yang dibutuhkan baik berupa bangunan semi
permanen, alat peralatan pengolahan maupun mesin pengolah tentunya harus dibarengi dengan
sumber daya manusia yang sanggup untuk mengelolanya.

Masyarakat harus bisa mandiri dalam pengelolaan tersebut, meskipun secara mum sampah an-
organik sudah dimanfaatkan oleh Bank Sampah Unit namun masih terdapat nilai ekonomi lain
dari sampah organik. Salah satunya dengan memanfaatkan sampah organik untuk budidaya
maggot BSF (Black Soldier Fly). Maggot merupakan hewan penghancur sampah organik yang
bernilai ekonomi dan mampu mengurai sampah organik rumah tangga dalam waktu 24 jam.
Gambar Siklus Maggot BSF

Maggot BSF bernilai ekonomi tinggi dan banyak dimanfaatkan untuk pakan ternak dikarenakan
mempunyai protein tinggi yang sangat dibutuhkan oleh ternak sebagai produksi daging.
Sedangkan aspek lain yang dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia
adalah dengan menarik iuran warga karena sampah organiknya telah dikelola di Kampung
tersebut, tentunya dengan kesepakatan bersama yang disepakati dan dipimpin oleh tetua
kampung.

Selain pengolahan sampah organik rumah tangga dapat diselesaikan dengan pembuatan Eco
Enzym. Eco Enzym merupakan produk fermentasi bermacam-macam buah-buahan yang
kegunaannya sebagai obat pencuci luka dan kegunaan lain dalam dunia kesehatan. Akan tetapi
proses pembuatan eco enzym ini memang agak rumit dan kurang optimal untuk menyelesaikan
permasalahan sampah organik rumah tangga yang beragam jenisnya.

Gambar Metoda pembuatan eco enzym

Selain pengolah menggunakan m,etoda yang menghasilkan ekonomi, pengolahan sampah


organik rumah tangga juga akan dapat diatasi dengan memanfaatkan lahan pekarangan sempit
yaitu dengan menggunakan metoda pembuatan lubang Biopori. Lubang biopori mempunyai 2
manfaat, yaitu sebagai lokasi untuk membuang sampah organik langsung ke tanah dan sebagai
wahana untuk konservasi air dikarenakan sifat biopori sebagai tabungan air disaat musim hujan.
Gambar Biopori

Dengan berbagai metoda tersebut maka pengolahan sampah rumah tangga berbasis Kampung
akan mempunyai banyak pilihan metoda sekaligus menyesuaikan dengan kondisi
kemasyarakatan yang ada di wilayah tersebut, sehingga nantinya semangat bergotong royong
akan lebih mudah diterapkan dengan adanya kesepakatan bersama untuk menggunakan salah
satu atau lebih metoda pengolahan sampah organik rumah tangga.

MANFAAT
Manfaat yang dapat diperoleh pada suatu kampung dengan mengoptimalkan lahan di Ruang
Terbuka Hijau Publik (RTHP) sebagai lokasi pengolahan sampah organik rumah tangga adalah
sebagai berikut:

1. Sampah organik rumah tangga dapat diolah menjadi bermanfaat baik untuk pembuatan
kompos maupun untuk budidaya maggot BSF maupun pembuatan Eco Enzym untuk
memberikan nilai tambah perekonomian bagi warga Kampung.
2. Menumbuh kembangkan Kampung yang mempunyai sifat dasar Gotong Royong sebagai
sebuah gerakan masif diseluruh kampung untuk mengelola sampah organik rumah tangga
secara keseluruhan.

DAMPAK

Dampak positif yang diharapkan akan diperoleh oleh Kampung dengan pengelolaan sampah
organik rumah tangga ini adalah sebagai berikut:
1. Sampah organik yang diolah dan dikelola dengan baik tidak akan menimbulkan pencemaran
lingkungan yaitu bau yang tidak sedap dan memberikan nilai tambah perekonomian bagi
warga kampung.
2. Memberikan edukasi nyata kepada generasi muda bahwa sampah organik rumah tangga juga
bermanfaat untuk lingkungan.
3. Menumbuhkan kembali semangat Gotong Royong yang merupakan sifat asli Trah Mataram
melalui pengelolaan sampah rumah tangga berbasis Kampung.

Dampak negatif yang mungkin akan terjadi pada pengelolaan sampah rumah tangga di Ruang
Terbuka Hijau Publik adalah sebagai berikut:

1. Apabila pengelola kurang rajin dan tidak memperhatikan kebersihan lingkungan, maka akan
timbul bau akibat aktifitas yang kurang optimal tersebut.
2. Rawan terjadi protes dari masyarakat yang tinggal didekat RTHP tersebut akibat
pengelolaan yang kurang optimal.

REKOMENDASI KEBIJAKAN
Pembangunan Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) di kota Yogyakarta saat ini marak dilakukan
harus mempunyai nilai tambah bagi pengelolaan sampah di kampung tersebut. Kebijakan yang
ada saat ini untuk pembelian lahan sebagai RTHP sudah sangat bagus mengingat kebutuhan
ruang terbuka suatu kota seharusnya mencapai lebih dari 20% dari luas kota. Namun alangkah
baiknya mengingat kota Yogyakarta sangat terbatas dalam penyediaan sarana prasana
pengelolaan sampah, maka sebagian RTHP tersebut dapat diguankan untuk mengolah sampah
organik rumah tangga yang berasal dari warga di kampung tersebut.

Nilai tambah RTHP di kampung nantinya akan dapat lebih baik karena interaksi yang ada
semakin beragam, meskipun harus dalam pengelolaan sampah organik rumah tangga harus
benar-benar serius dan diupayakan agar lokasi tetap bersih dan tidak menimbulkan bau dari
pengolahan tersebut. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh pemangku wilayah
untuk pengelolaan RTHP bersamaan dengan pengolahan sampah organik rumah tangga adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan kebijakan terkait peruntukan RTHP hanya sebagai taman kota harus dirunah
agar RTHP juga bermanfaat untuk kegiatan lain untuk mengatasi permasalahan sampah
di kota Yogyakart.
2. Pengelolaan sampah saat ini baik berupa Bank Sampah berbasis RW maupun pembuatan
Biopori berbasis Rumah Tangga juga dapat dilakukan kebijakan pengolahan sampah
rumah tangga berbasis Kampung untuk dimanfaatkan sebagai pengolahan sampah
organik yang bernilai ekonomi.
3. Budaya Gotong Royong yang merupakan warisan leluhur Trah Mataram merupakan
spirit bagi masyarakat kota Yogyakarta untuk bersama-sama mengelola sampah rumah
tangga dengan segala keterbatasan lahan yang dimiliki.

Anda mungkin juga menyukai