1. CURRENT METER
0.6 H 0.5 H
0.2 H 0.8 H
Titik Pengukuran
FOTO ALAT
OPEN CHANNEL
1. AMBANG LEBAR
Hw
hw
P Y1 Y2
L L2 L3
Pada gambar ditas ditunjukkan profil aliran pada ambang lebar yang digunakan pada
saluran terbuka untuk mengendalikan tinggi muka air di bagian hulu dan untuk mengukur
debet air.
1
Laboratorium Hidrolika UNHAS
Alat ukur ambang lebar adalah bangunan yang berfungsi untuk mengukur debit yang
dipakai di saluran dimana kehilangan tinggi energi merupakan hal pokok yang menjadi bahan
pertimbangan. Bangunan ini biasanya ditempatkan di awal saluran primer, pada titik cabang
saluran besar dan tepat di hilir pintu sorong pada titik masuk petak tersier. (sumber : KP
Irigasi 04
Pada saat debit besar (banjir) dan muka air hilir menenggelamkan ambang, maka ambang
tersebut tidak lagi berfungsi sebagai alat ukur debit. Batas tinggi aliran diatas mercu yang
tidak lagi memiliki kondisi energi minimum ditentukan oleh perbandingan tinggi muka air
hilir dan hulu, diukur dari bidang datum yang melalui mercu tersebut. Perbandingan ini
dikenal sebagai batas modular bendung.
Bila suatu ambang bermercu lebar bekerja sebagai suatu pengendali, maka debit yang lewat
tersebut dapat diperkirakan berdasar keadaan pengaliran kritis dengan garis aliran sejajar
sebagai berikut :
𝑄 2
Hw = Emin = 3⁄2 Yc = 3⁄2 ( ).................................... (1.1)
𝑔.𝑏2
Dengan anggapan bahwa kehilangan energi akibat turbulensi dan viskositas fluida diabaikan
maka persamaan Bernoulli dapat berlaku, sehingga :
𝑃1 𝑉12 𝑃2 𝑉22
Z1 + + = Z2 + +
𝛾 2𝑔 𝛾 2𝑔
𝐴 𝐴 𝑉22
P + Hw + + O = P + hw + +
𝛾 𝛾 2𝑔
V2 = √2𝑔(𝐻𝑤 − ℎ𝑤)
Qth = A2 . V2
2
Laboratorium Hidrolika UNHAS
Dalam praktek asumsi garis aliran sejajar dan distribusi tekanan hidrostatik tidak
berlaku, kedalaman air diatas ambang tidak sama dengan kedalaman kritis walaupun terjadi
kondisi energi minimum. Selain itu terjadi pula kehilangan energi akibat turbulensi dan
viskositas fluidanya. Dengan memasukkan faktor-faktor tersebut kedalam koefisien Cw, maka
persamaan (1.2) menjadi :
Koefisien Cw merupakan fungsi dari Hw, bentuk ambang hulu dan kekerasan mercu
ambang.
𝐻𝑤
Untuk 0.2 < < 0.6 maka nilai Cw berkisar antara 0.93 – 1.0
𝐿
𝑑𝑄
Dalam kondisi Emin maka 𝑑ℎ𝑤 = 0
1
𝑑(ℎ𝑤(𝐻𝑤−ℎ𝑤 ) ⁄2
Cw.b √ 2𝑔 =0
𝑑ℎ𝑤
1⁄ 1⁄
(𝐻𝑤 − ℎ𝑤) 2 . (1) + hw.1⁄2 (Hw – hw ) 2 . (-1) = 0
1⁄ 1⁄
2 ℎ𝑤
(Hw – hw ) 2 = 1
(𝐻𝑤−ℎ𝑤) ⁄2
1⁄
(Hw – hw ) 2 = 1⁄2hw
Hw = 3⁄2hw
3
Laboratorium Hidrolika UNHAS
6. Sedangkan pada bagian hilir ukur tinggi muka air sebelum loncatan (Y1) dan sesudah
loncatan (Y2), kemudian pada setiap jarak 5 cm sebelum loncatan ukur tinggi muka
air sampai keadaan tingginya stabil dengan menggunakan level gauge
7. Menghitung volume air yang keluar dari saluran dengan menggunakan gelas ukur
sebanyak 3 kali dengan waktu yang ditetapkan asisten
8. Mengubah debit air dengan memutar katup pompa, kemudian lakukan kembali point
nomor 4 sampai point 7
9. Buat sketsa aliran fluida untuk tiap keadaan.
4
Laboratorium Hidrolika UNHAS
FOTO ALAT
5
Laboratorium Hidrolika UNHAS
2. AMBANG TAJAM
2 2
Q = 𝐶𝑤. 3 √3 . 𝑔. 𝐻𝑤 2/3 ……………………………………………………….(2.1)
Dengan nilai Cw berkisar antara 0.6 s/d 1.73 untuk nilai Hw/p antara 0-4,9
Bagian bawah kelopak pancaran fluida berupa rongga yang berisi udara. Volume dan
tekanan rongga udara ini cenderung berkurang. Hal ini merubah karakteristik aliran dari
sekat dan dapat pula menimbulkan getaran/vibrasi pada kelopak pancaran fluida.
Pengaruh ini dapat dihindari dengan menghubungkan rongga tersebut dengan udara
luar, yang bisa dilakukan dengan memasang pipa ventilasi pada sekat tersebut.
6
Laboratorium Hidrolika UNHAS
L1 L2
7
Laboratorium Hidrolika UNHAS
FOTO ALAT
8
Laboratorium Hidrolika UNHAS
3. PINTU SORONG
3.1 Maksud dan Tujuan
1. Mendemonstrasikan aliran melalui pintu sorong
2. Menunjukkan bahwa pintu sorong dapat digunakan sebagai alat ukur dan pengatur
debit
𝑉12 /2𝑔
H1
atau E1
Yo Ho
Yg V1 Y1 Y2
L1 L2
Keterangan :
Q = debit aliran
Yg = tinggi bukaan
H˳ = tinggi tekanan total di hulu = 𝑌˳ + 𝑣˳2 /2𝑔
Y˳ = kedalam air di hulu
𝐻1 = tinggi tekanan total di hilir = 𝑌1 + 𝑣˳2 /2𝑔
𝑌1 = kedalaman air di hilir
Debit aliran yang terjadi pada pintu sorong pada kondisi aliran air bebas dihitung
menggunakan formula sebagai berikut :
𝑄 = 𝐶𝑑 . 𝐵 . 𝑦𝑔 √2 . 𝑔 . 𝑦𝑜 ...................................................................................................(3.1)
dimana :
Q = debit aliran
Cd = koefisien debit
B = lebar pintu
G = percepatan gravitasi
Yg = tinggi bukaan pintu
Y˳ = tinggi air di hulu pintu sorong
10
Laboratorium Hidrolika UNHAS
FOTO ALAT
11
Laboratorium Hidrolika UNHAS
Section 2 Section 1
Shear force
Gambar 4.1 Gaya-gaya yang Bekerja Pada Pintu Sorong
Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa gaya resultan yang terjadi pada
pintu sorong adalah sebagai berikut:
1 y20 𝑝𝑄 𝑦
Fg = pgy12 [ 2 ]- [1 − 1 ]……………………………(4.1)
2 y1 by1 𝑦𝑜
Gaya pada pintu yang melawan gaya hidrostatis adalah :
1
− yg ) …………………………………………………(4.2)
2
FH = pg (ya
2
dimana :
Fg = resultan gaya dorong pada pintu sorong (non hidrostatis)
12
Laboratorium Hidrolika UNHAS
13
Laboratorium Hidrolika UNHAS
5. ENERGI SPESIFIK
C
YC Energi Spesifik E (Cm Hg)
14
Laboratorium Hidrolika UNHAS
15
Laboratorium Hidrolika UNHAS
16
Laboratorium Hidrolika UNHAS
3. OSBORNE REYNOLDS
Alat ini merupakan tiruan alat yang dipakai oleh Prof. Osborne Reynold (ahli fisika
inggris 1842-1912) untuk mengamati sifat-sifat aliran fluida di dalam pipa yang bisa
dibedakan menjadi :
a. Aliran laminer
b. Aliran turbulen
c. Aliran transisi
Aliran laminer adalah kondisi aliran dengan garis-garis aliran mengikuti jalur yang
sejajar, sehingga tidak terjadi percampuran antara bidang-bidang geser didalam fluida,
sedangkan aliran turbulen merupakan kondisi aliran dengan garis-garis aliran yang
saling bersilang sehingga terjadi percampuran antara bidang-bidang geser di dalam
fluida. Salah satu kriteria yang menunjukkan tingkat turbulensi aliran adalah bidang
Reynolds (Re) yang didefinisikan sebagai perbandingan antara kecepatan aliran rata-
rata (U), diameter karakteristik pipa (D), dan viskositas kinetik fluida (v).
U .D
Re = … … … … … … … … … … … … … … … …. (𝟏𝟏. 𝟏)
v
4.Q
atau ∶ Re =
v. π. D
Bila bilangan Reynolds dari aliran fluida tertentu dalam suatu pipa nilainya kurang
dari ± 2000, maka aliran yang terjadi adalah aliran laminer, sedangkan bila lebih dari ±
4000, maka aliran yang terjadi adalah aliran turbulen.
Apabila suatu fluida dialirkan diantara batas-batas yang tetap, maka hambatan
terhadap gerakan aliran akan mempunyai nilai terbesar pada permukaan-permukaan
1
Laboratorium Hidrolika UNHAS
Keterangan :
1. Tabung tinta
2. Katup pengatur tinta
3. Skrup
4. Jarum
5. Inlet
6. Tabung visualisasi aliran
7. Katup pengatur
8. Pipa inlet
9. Pipa pembuangan
10. Over flow
2
Laboratorium Hidrolika UNHAS
1. Alat diatur hingga kedudukan mendatar, semua pipa pemberi dan pembuang
dihubungkan.
2. Reservoir diisi dengan zat warna (tinta), dan turunkan injektor berwarna hingga
ujungnya mencapai mulut inlet bagian atas.
3. Bukalah katup pemasukan dan biarkan memasuki tangki penenang. Usahakan
tercapainya muka air yang konstan dengn membuang kelebihan air lewat pipa
pembuang sebelah atas.
4. Diamkan air selama 5 menit dan ukur temperatur air dengan memasukkan
termometer kedalamnya.
5. Bukalah katup pengontrol aliran sedikit demi sedikit dan aturlah katup jarum
pengontrol zat warna sampai tercapai aliran lambat dengan zat warna terlihat jelas.
6. Tentukan besarnya debit yang lewat dengan menampung aliran yang lewat pipa
pembung selama selang waktu tertentu ke dalam gelas ukur.
7. Ulangi prosedur di atas untuk debit Q yang berubah-ubah dari kecil kebesar hingga
tercapai aliran kritik dan aliran turbulen.
8. Kerjakan kebalikan dari proses tersebut diatas untuk debit yang berubah-ubah dari
besar ke kecil hingga tercapai aliran kritik dan aliran laminer.
9. Untuk mengamati prifil kecepatan, turunkan injektor zat warna kedalam mulut inlet,
dan dalam keadaan tidak ada aliran bukalah katup jarum dari reservoir zat warna
dan teteskan zat warna dalam air. Bukalah katup pengontrol aliran dan amati tetesan
zat warna tersebut.
10. Pada setiap akhir percobaan temperatur diukur kembali.
11. Gambarlah grafik hubungan antara kecepatan aliran (v) dan bilangan Reynolds
(Re).
3
Laboratorium Hidrolika UNHAS
FOTO ALAT
4
Laboratorium Hidrolika UNHAS
LAMPIRAN
Tabel Koefisien Manning
5
Laboratorium Hidrolika UNHAS
6
Laboratorium Hidrolika UNHAS
7
Laboratorium Hidrolika UNHAS
1. PANCARAN FLUIDA
1
Laboratorium Hidrolika UNHAS
2
Laboratorium Hidrolika UNHAS
FOTO ALAT
3
Laboratorium Hidrolika UNHAS
4
Laboratorium Hidrolika UNHAS
PELIMPAH
1. PELIMPAH SEGITIGA
h
dh
H2
H-h
H1
H0
b = H . tg θ/2
b’ = (H-h) . tg θ/2
θ
dQ = Cd.2(H – h).tg .dh√2gh
2
θ
dQ = Cd.2. tg . √2gh (H – h).h1⁄2.dh
2
θ
dQ = Cd.2. tg . √2gh (H.h1⁄2 – h3⁄2).dh
2
θ 𝐻
Q = Cd.2. tg . √2gh [H. 2⁄3 . h3⁄2 − 2⁄5 h5⁄2]
2 0
θ
Q = Cd.2. tg . √2g (4⁄15 – Hh5⁄2)
2
θ
Q = 8⁄15 .Cd. tg . √2g . (H5⁄2)………………………………………..(6.1)
2
15 𝑄
𝐶𝑑 = 5⁄2 .................................................................(6.2)
8.tg θ2√2.g .H
FOTO ALAT
2. PELIMPAH SEGIEMPAT
7.1 Maksud dan tujuan
Untuk menentukan dan meneliti pengaruh koefisien debit (Cd) terhadap besarnya debit
dan tinggi muka air yang terjadi.
ℎ ℎ
Q = ∫0 𝑑. 𝑄 = ∫0 𝐵. 𝑑ℎ. √2𝑔ℎ…………………………..…………………………(7.2)
= 2/3.B.H. √2𝑔ℎ
h
dH dh H2
H-h H1
B Ho
Nilai Q diatas adalah secara teoritis, dalam keadaan sebenarnya air yang meluap lebih
kecil dari (b.dh). maka perlu diintroduksi bila mana konstanta (Cd) yang disebut koefisien
lepas. Nilai Cd ini ditentukan secara eksperimen. Dalam praktek debit yang mengalir adalah:
Q = 2/3 Cd x B x H. √2𝑔ℎ………………………………………………………….(7.3)
3.𝑄
Cd = 2.𝐵√2𝑔. 𝐻3/2 ……………………………………...…………………………….(7.4)
Dimana :
B = Lebar dasar pelimpah
Cd = Koefisien Pengaliran
H = tinggi air dasar pelimpah
FOTO ALAT
2. RAINFALL SIMULATOR
Keseragaman distribusi curah hujan simulasi pada area tes sangat penting sejak
keseragaman yang didapat memberikan hasil yang tidak pasti. Keseragaman dapat
berubah-ubah pada tekanan udara, kecepatan disk dan ukuran bukaan piringan. Ukuran
keseragaman diberikan oleh Cristiansen Koefisien (Cu) yang dihitung dari rumus di
bawah :
Dimana :
Laboratorium Hidrolika UNHAS
FOTO ALAT
b. Mesin pompa air sentrifugal untuk mengambil air dari bak penampungan dan
mengalirkan air ke sistem jaringan pipa pada alat Gesekan Aliranj dalam Pipa
dengan Sistem Dasar Hidrolik.
Laboratorium Hidrolika UNHAS
c. Flow Meter adalah untuk mengukur debit air yang masuk kedalam alat Gesekan
Aliran dalam Pipa dengan Sistem Dasar Hidrolik.
d. Satu set Sistem Jaringan Pipa yang terdiri dari beberapa sistem perpipaan untuk
mengetahui kehilangan energi pada pipa.
e. Alat Manometer yaitu alat untuk mengukur tinggi tekanan pada pipa. Pada alat
Gesekan Aliran dalam pipa dengan Sistem Dasar Hidrolik, alat manometer
terdiri dari 2 yaitu manometer air untuk mengukur tekanan rendah dan
manometer udara untuk mengukur tekanan tinggi.
Laboratorium Hidrolika UNHAS
2. Stopwatch
Alat ini berfungsi untuk mengukur waktu yang digunakan pada setiap variasi
pecobaan yang dilakukan.
3. Gelas Ukur
Gelas ukur yang digunakan berdaya tampung 1000 ml, alat ini digunakan untuk
menentukan jumlah volume air yang keluar pada downstream saluran untuk setiap
variasi debit yang sedang diteliti.
4. Ember
Alat ini berfungsi untuk menampung air yang keluar sebelum diukur volumenya
dengan gelas ukur.
5. Termometer
Termometer ini berfungsi unuk mengukur temperatur ari pada saat percobaan
berlangsung, dimana data ini penting untuk perhitungan angka Reynolds.
6. Meteran
Alat ini digunakan mengukur panjang pipa yang diamati.
Laboratorium Hidrolika UNHAS
Berikut ini adalah gambar Gesekan Aliran dalam Pipa dengan Sistem Dasar Hidrolik
beserta bagian-bagiannya.
Gambar 2.6 Alat Gesekan Aliran dalam pipa dengan sistem dasar hidrolik
Keterangan:
1. Flow Meter 16. Belokan siku 90°
2. Pipa plastik kasar D = 17 mm 17. Belokan T 90°
3. Pipa plastik kasar D = 23 mm 18. Klep bola
4. Pipa kaca halus D = 6.5 mm 19. Belokan 45°
5. Pipa plastik PVC halus D = 16.5 mm 20. Simpangan T 45°
6. Pipa plastik PVC halus D = 26.5 mm 21. Manometer air
7. Klep 22. Manometer udara
8. Pintu Air 23. Klep pengatur debit masuk
9. Saringan 24. Tombol menghidupkan pompa
10. Slaput Klep 25. Pompa air
11. Perbesaran pipa kasar 26. Bak penampungan air
12. Venturimeter 27. Klep pengatur debit keluar
13. Sekat rongga 28. Selang air keluar menuju bak
14. Pengecilan pipa kasar 29. Tabung fleksibel
15. Saluran paralel 30. Belokan siku 90°
Laboratorium Hidrolika UNHAS
EL EL
HGL HGL
v2/2g
p/𝜸
Y H
dasar saluran
Z Z H
v
a. Saluran
2 terbuka b. Pipa
/
Gambar 10.7.
2 Potongan melintang aliran pada saluran terbuka dan pipa.
Dengan : g
EL = garis energi
HGL = garis gradient hidrolik (hydraulic grade line)
y = Kedalama air
g = gravitasi
ρ = tekanan air = ᵞ.y
ᵞ = berat jeni air
z = ketinggian dasar saluran (saluran terbuka), titik berat pipa (pipa)
𝑣2 𝑃
H =2.𝑔 +𝜸+Z
Secara umum, persamaan dasar yang dipakai dalam menentukan kecepatan (v)
dalam saluran pipa adalah sebagai berikut:
V = Q/A .......................................................................................................(2.1)
Dengan:
V = Kecepatan rata-rata (m/dtk)
Q = Debit (m3/dtk)
A = Luas penampang saluran (m2)
Luas penampang (A) dan keliling (P) saluran pipa pada kondisi pengaliran
penuh dapat dihitung dengan persamaan berikut:
𝜋.𝐷²
A= ......................................................................................................(2.2)
4
P = 𝜋.D .....................................................................................................(2.3)
Dengan:
D = diameter pipa (m)
P = Keliling basah (m)
Kehilangan tenaga pada aliran turbulen melalui pipa adalah lebih besar dari pada
aliran laminer. Kehilangan tenaga tersebut disebabkan oleh tegangan geser yang terjadi
di dalam aliran.
Tegangan geser pada aliran turbulen lebih besar dari tegangan geser pada aliran
laminer. Boussinesq, menyatakan bahwa tegangan geser total dalam aliran turbulen
merupakan gabungan dari tegangan geser karena turbulensi dan kekentalan, sedang
pada aliran laminer, kehilangan tenaga diakibatkan oleh tegangan geser karena faktor
kekentalan saja. Kekentalan kinematik dapat ditentukan dengan melihat temperatur air.
Pada gambar 2.8.a. tinggi kekasaran lebih kecil dari tebal lapis laminer(k < 𝛿1)
sehingga ketidak-teraturan permukaan akan sedemikian kecil maka kekasaran
mempunyai pengaruh terhadap aliran di luar sub lapis laminer, dan permukaan batas
disebut dengan hidraulis licin.
Pada gambar 10.8.b. tinggi kekasaran berada di daerah transisi (𝛿𝐿 < 𝑘 < 𝛿𝑇), dan
aliran adalah dalam kondisi transisi.
Laboratorium Hidrolika UNHAS
Pada gambar 10.8.c. tinggi kekasaran berada di luar lapis transisi (k > 𝛿𝑇), maka
kekasaran permukaan akan berpengaruh di daerah turbulen sehingga akan
mempengaruhi aliran di daerah tersebut. Permukaan ini disebut dengan hidraulis kasar.
Z1 Z2
∆𝑥 = 𝐿
1 2
h1 h2 hf
Kehilangan energiAkibat gesekan
Kehilangan energi akibat gesekan dengan dinding pipa di aliran seragam dapat juga
dihitung dengan persamaan Darcy-Weisbach sebagai berikut :
Laboratorium Hidrolika UNHAS
𝐿 𝑣²
Hf = f. ...........................................................................................(2.9)
𝐷 2𝑔
Dengan:
hf = tinggi kehilangan energi akibat gesekan (friction)
f = factor gesek
L = Panjang Pipa
D = Diameter Pipa
V = Kecepatan Aliran
g = gravitasi
Faktor gesek (f ) merupakan salah satu faktor yang sulit penentuannya, koefisien
gesekan pipa tergantung pada parameter aliran. Apabila pipa adalah hidraulis halus,
parameter tersebut adalah kecepatan aliran, diameter pipa dan kekentalan zat cair dalam
bentuk angka Reynold, tetapi juga pada sifat-sifat dinding pipa yaitu kekasaran relatif
k/D.
Untuk aliran laminer koefisien gesekan mempunyai bentuk seperti persamaan
berikut:
64
f= Re < 2100....................................(2.10)
𝑅𝑒
Menurut Blassius, rumus gesekan f untuk pipa halus adalah dalam bentuk
persamaan berikut:
0.316
f =𝑅𝑒°²⁵ 4000<Re<105...............................(2.11)
jika diameter atau kecepatan tidak diketahui maka angka Reynold juga tidak diketahui.
Dengan perubahan nilai angka Reynold yang besar, perubahan nilai f sangat kecil.
Sehingga perhitungan dapat diselesaikan dengan menghitung secara sembarang nilai
angka Reynold atau f pada awal hitungan dan dengan cara coba banding (trial and
error) akhirnya dapat dihitung nilai f yang terakhir.
Berikut adalah tabel nilai k yang dapat digunakan pada grafik Moody
Jenis Pipa (baru) Nilai k (mm)
Kaca 0.0015
Besi dilapis aspal 0.06 – 0.24
Besi tuang 0.18 – 0.90
Plester semen 0.27 – 1.20
Beton 0.30 – 3.00
Baja 0.03 – 0.09
Baja dikeling 0.09 – 9.00
Pasangan batu 6
𝐴1
Kk = (1-𝐴2 )2
Kehilangan energi pada perbesaran penampang akan berkurang apabila perbesaran
dibuat secara berangsur-angsur.
Kehilangan energi diberikan oleh persamaan berikut:
𝑉 2 −𝑉₁²
he = Kk ....................................................................................(2.21)
2𝑔
b. Pengecilan Penampang
Pada pengecilan penampang yang mendadak garis aliran pada bagian hulu dari
sambungan akan menguncup dan akan mengecil pada vena kontrakta.
Laboratorium Hidrolika UNHAS
Luas penampang pada vena kontrakta berkisar 0.6 A2. Berdasarkan nilai ini maka
kehilangan energi diperoleh:
𝐴𝑐 𝑉𝑐²
he = (1- 𝐴₂ )2 2𝑔
Dengan Ac dan Vc adalah luas penampang dan kecepatan pada vena kontrakta dan
berdasarkan persamaan kontinuitas di daerah vena kontrakta.
𝐴₂ 𝑉₂
Ac Vc = A2 V2 atau Vc = V2 =
𝐴𝑐 0.6
(𝑉₂/0.6)²
Maka: he = (1-0.6)2 x 2𝑔
𝑉₂²
Atau: he = 0.44 x ........................................................................................(2.22)
2𝑔
c. Belokan
Belokan energi yang terjadi pada belokan tergantung pada sudut belokan pipa.
Rumus kehilangan energi yang terjadi pada belokan adalah sama dengan rumus
pada perubahan penampang, yaitu:
𝑉₂²
he = Kb X .......................................................................(2.24)
2𝑔
dengan Kb adalah koefisien kehilangan energi pada belokan yang diberikan oleh
tabel berikut.
10). Membuka klep pipa yang akan diamati dan klep pengatur debit keluar secara
penuh. Klep yang lain tetap tertutup.
11). Air akan masuk kedalam pipa, diamkan beberapa saat sampai aliran air stabil.
12). Setelah aliran stabil buka klep manometer air LP1 dan LP2 dan lihat penunjukan
nilai tinggi tekanan pada tabung manometer. Karena tekanan yang tinggi maka
manometer air tidak dapat membaca tekanan dalam pipa dengan baik. Oleh karena
itu digunakan manometer udara. Catat pembacaan manometer udara setelah stabil
yaitu HP1 dan HP2.
13). Menampung air yang keluar dari outlet saluran tersebut dalam wadah berupa ember
sebanyak 3 kali dengan variasi waktu berkisar kurang lebih 10 detik kemudian
mengukur volumenya dengan gelas ukur. Catat hasil pengukuran volume dan lama
waktu penampungan untuk mendapatkan debit keluar.
14). Menentukan besarnya debit rata-rata dari 3 kali pengukuran debit dan catat sebagai
Q out.
15). Ukur suhu air dalam bak penampungan dengan termometer dan ukur panjang pipa
dengan meteran serta catat hasilnya.
16). Ulangi percobaan di atas pada point (9) sampai (14) dengan debit yang berbeda.
17). Mematikan mesin pompa dalam kondisi semua klep tertutup.
II. Menghitung Kehilangan Energi Akibat Belokan (belokan 45° dan 90°)
1). Menutup semua klep atau katup pada jaringan pipa.
2). Menyambungkan alat manometer pada pipa belokan 45° dan 90°. Alat untuk
tekanan rendah LP (Low Pressure) dipakai manometer air, maka LP1 dipasang
pada awal pipa (inlet) dan LP2 dipasang pada ujung akhir pipa (outlet). Sedang
untuk tekanan tinggi HP(High Pressure) dipakai manometer udara, maka HP1
dipasang pada awal pipa (inlet) dan HP2 dipasang pada ujung akhir pipa (outlet).
3). Untuk manometer air, pada tabungnya diusahakan tidak ada gelembung udara
didalamnya. Mengosongkan gelembung udara pada tabung dapat dilakukan dengan
menggunakan pompa udara yang telah tersambung dengan manometer air.
4). Menyalakan mesin pompa dengan menekan tombol on/off pada bak penampungan.
5). Mengatur debit yang masuk ke jaringan pipa (ditentukan oleh asisten) dengan
memutar klep pengatur debit pada pompa dan lihat debit yang masuk pada flow
meter dalam satuan liter/jam.
6). Membuka klep pipa yang akan diamati dan klep pengatur debit yang keluar secara
penuh, klep yang lain tetap tertutup.
7). Air akan masuk kedalam pipa, diamkan beberapa saat sampai aliran air stabil.
8). Setelah aliran stabil buka klep manometer air LP1 dan LP2 dan lihat penunjukan
nilai tinggi tekanan pada tabung manometer. Karena tekanan yang tinggi maka
manometer air tidak dapat membaca tekanan dalam pipa dengan baik. Oleh karena
itu digunakan manometer udara. Catat pembacaan manometer udara setelah stabil
yaitu HP1 dan HP2.
9). Menampung air yang keluar dari outlet saluran tersebut dalam wadah berupa ember
sebanyak 3 kali dengan variasi waktu berkisar kurang lebih 10 detik kemudian
Laboratorium Hidrolika UNHAS
mengukur volumenya dengan gelas ukur. Catat hasil pengukuran volume dan lama
waktu penampungan untuk mendapatkan debit keluar.
10). Menentukan besarnya debit rata-rata dari 3 kali pengukuran debit dan catat sebagai
Q out.
11). Ukur suhu air dalam bak penampungan dengan termometer dan ukur panjang pipa
denga meteran serta catat hasilnya.
12). Ulangi percobaan di atas pada point (5) sampai (10) dengan debit yang berbeda.
13). Mematikan mesin pompa dalam kondisi semua klep tertutup.
FOTO ALAT