Anda di halaman 1dari 63

Laboratorium Hidrolika UNHAS

1. CURRENT METER

1.1. Maksud dan Tujuan


1. Untuk mengetahui penggunaan alat ukur Current Meter sebagai alat ukur
kecepatan arus.
2. Untuk menentukan debi t pengaliran.
3. Membandingkan debit pengaliran antara pengukuran secara langsung dan tidak
langsung.
4. Untuk menentukan pola aliran yang terjadi.

1.2. Alat yang digunakan


1. Current Meter (Valeproof BFM 00281N 1339 seri No. 3175)
2. Flow Meter Control Unit
3. Galoon (Bak Ukur)
4. Roll Meter
5. Bola tennis dan bola pingpong (Pelampung)
6. Tali (raffia) 10 m
7. Stopwatch

1.3. Teori Dasar


1. Perhitungan Debit
Untuk perhitungan debit pengaliran dalam percobaan ini dilakukan dengan
dua cara, yaitu:
a). Pengukuran Langsung
Pengukuran kecepatan aliran yang langsung dilakukan di lapangan dengan
menggunakan alat ukur Current Meter. Adapun rumus yang digunakan:

Q=V.A (m3/det)............................................................ (1.1)

Dimana: V = Kecepatan aliran dengan menggunakan alat ukur Current


Meter (m/det).
A = Luas Penampang (m2)
b). Pengukuran tidak Langsung
Rumus yang digunakan untuk pengukuran kecepatan aliran yang tidak
langsung di lapangan adalah rumus Manning sebagai berikut:

Q=V.A (m3/det)............................................................ (1.2)


2. Perhitungan kecepatan Aliran / secara langsung
Current meter adalah salah satu alat pengukur kecepatan arus yang
memberikan tingkat ketelitian yang cukup tinggi. Adapun rumus umum
kecepatan current meter adalah:
V=a.N+b (m3/det) ........................................................ (1.3)
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Pengukuran dengan Current Meter tidak dapat dilakukan di sembarang tempat


untuk mendapatkan ketelitian yang tepat, maka lokasi pengukuran harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a). Mempunyai pola aliran yang seragam dan mendekati jenis aliran sub kritis,
kecepatan aliran tidak terlalu lambat atau terlalu cepat. Pengukuran yang baik
pada lokasi yang mempunyai aliran mulai dari 0.2 m/det sampai 2.5 m/det.
b). Tidak terkena pengaruh peninggian muka air dan aliran lahar.

Penentuan jumlah titik pengukuran kecepatan airan di tiap titik vertikal,


dilakukan dengan metode pendekatan matematis. Pendekatan matematis yang
dimaksud disini adalah distribusi kecepatan aliran pada sebuah vertikal dianggap
berbentuk kurva parabolis, eliptis atau bentuk lain dimana aliran rata-rata di
sebuah vertikal hanya diukur di beberapa titik kemudian dihitung hasilnya secara
aritmetik.

Pengukuran dilaksanakan dengan:


a. Metode 1 titik
1. Metode Kedalaman (0.6 H)
Pengukuran kecepatan aliran dilakukan pada titik 0.6 kedalaman dari
permukaan air. Hasil pengukuran pada titik 0.6 kedalaman aliran ini
merupakan kecepatan rata-rata pada vertikal yang bersangkutan.
Kecepatan aliran dihitung dengan rumus:

V = V0.60 ................................................................................................................ ............(1.4)


Dimana:
V = Kecepatan aliran rata-rata (m/det)
V0.60 = Kecepatan pada 0.6 Kedalaman (m/det)
2. Metode 0.5 Kedalaman (0.5H)
Pengukuran kecepatan aliran dilakukan pada titik 0.5 kedalaman dari
permukaan air. Kecepatan rata-ratanya adalah:

V = C1. v0.50 ............................................................................................................................(1.5)


Dimana : C1 = konstanta, ditentukan dengan kalibrasi (biasanya 0.96)pm 13
V = Kecepatan aliran rata-rata (m/det)
v0.50 = Kecepatan pada 0.5 Kedalaman (m/det)

b. Metode Dua Titik


Pada metode ini, pengukuran kecepatan aliran dilakukan pada titik 0.2dan
0.8 kedalaman aliran dari permukaan air. Kecepatan aliran rata-ratanya
diperoleh dengan merata-ratakan kecepatan aliran yang diukur pada dua titik
tersebut, yang dapat dinyatakan dengan persamaan:

V = 0.5. (v0.20 + v0.80) ......................................................................................................(1.6)


Laboratorium Hidrolika UNHAS

Dimana: v0.20 = Kecepatan pada 0.2 Kedalaman (m/det)


V0.80 = Kecepatan pada 0.8 Kedalaman (m/det)

Sketsa jumlah titik pengukuran kecepatan aliran pada suatu vertikal,


dapat dilihat pada gambar berikut :

Alat Ukur Current Meter

0.6 H 0.5 H

Metode 0.6 H Metode 0.5 H

0.2 H 0.8 H

Metode 2 titik (0.2 H dan 0.8 H)

3. Penentuan Pola Aliran


Dalam percobaan ini kita perlu mengetahui pola aliran yang bersifat
laminar, dan turbulen. Pada penggambaran pola aliran sungai dilakukan
dengan cara menghitung masing-masing kecepatan aliran di titik-titik yang
telah dihitung, kemudian digambar sesuai dengan pola konturnya.
Titik Pengukuran
(Pelampung)

Titik Pengukuran

Aliran Turbulen Aliran Laminer

1.4. Prosedur Percobaan


1. Pengukuran Aliran di bawah permukaan.
a). Tentukan lokasi pengamatan.
b). Ukur dimensi saluran (lebar atas, lebar dasar saluran, kemiringan talud, dan
keliling basah).
c). Pemasangan tali yang telah ditandai dengan ruas-ruas yang berjarak masing-
masing 50 cm (sesuai titik pengamatan).
d). Bentangkan tali tersebut tegak lurus dengan arah aliran saluran.
e). Siapkan alat Current Meter dan mulai mengukur aliran sesuai dengan
kedalaman dan jumlah titik yang telah ditentukan asisten.
f). Catat kedalaman dan pembacaan alat Current Meter di tiap titik pengamatan.
Laboratorium Hidrolika UNHAS

2. Pengukuran Aliran Permukaan.


a). Siapkan alat-alat yang diperlukan.
b). Tentukan lokasi pengamatan (sama dengan pengukuran aliran dibawah
permukaan).
c). Ukurlah jarak pengukuran dengan meteran yang telah disiapkan sejauh 10 m.
d). Mulai melakukan pengukuran kecepatan aliran dengan melepaskan pelampung
(bola tennis dan bola pingpong) di atas permukaan aliran secara bersamaan.
e). Catat waktu yang diperlukan oleh pelampung untuk menempuh jarak 10 m
dengan menggunakan stopwatch atau alat ukur waktu lainnya.
f). Catatlah hasil pengamatan.
g). Ulangi poin d dan poin e pada titik yang berbeda.

1.5. Tabel Pengamatan


Terlampir

1.6. Foto Alat


Terlampir
Laboratorium Hidrolika UNHAS

FOTO ALAT

PERCOBAAN CURRENT METER


Laboratorium Hidrolika UNHAS
Laboratorium Hidrolika UNHAS

OPEN CHANNEL
1. AMBANG LEBAR

1.1 Maksud dan tujuan


1. Menentukan koefisien debit (Cd)
2. Mengamati profil muka air peluapan diatas ambang lebar
3. Menetukan hubungan Cd vs Hw/L dan Cw vsHw/P
4. Menentukan batas modular bendung / ambang (y3 – P) / Hw

1.2 Alat yang digunakan


1. Satu set model saluran terbuka
2. Model ambang lebar
3. Point gauge
4. Level gauge
5. Mistar
6. Gelas ukur
7. Ember
8. Plastisin
9. Stopwatch

1.3 Teori dasar


𝑉12
2𝑎
𝑽𝟏𝟐
𝟐𝒂

Hw
hw

P Y1 Y2

L L2 L3

Gambar 1.1 Aliran diatas Ambang Lebar

Pada gambar ditas ditunjukkan profil aliran pada ambang lebar yang digunakan pada
saluran terbuka untuk mengendalikan tinggi muka air di bagian hulu dan untuk mengukur
debet air.

1
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Alat ukur ambang lebar adalah bangunan yang berfungsi untuk mengukur debit yang
dipakai di saluran dimana kehilangan tinggi energi merupakan hal pokok yang menjadi bahan
pertimbangan. Bangunan ini biasanya ditempatkan di awal saluran primer, pada titik cabang
saluran besar dan tepat di hilir pintu sorong pada titik masuk petak tersier. (sumber : KP
Irigasi 04

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh ambang lebar :


 Bentuk hidrolis luwes dan sederhana
 Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal
 Benda-benda hanyut bisa dilewatkan dengan mudah
 Eksploitasi mudah

Kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh ambang lebar :

 Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja


 Agar pengukuran teliti, aliran tidak boleh tenggelam

Pada saat debit besar (banjir) dan muka air hilir menenggelamkan ambang, maka ambang
tersebut tidak lagi berfungsi sebagai alat ukur debit. Batas tinggi aliran diatas mercu yang
tidak lagi memiliki kondisi energi minimum ditentukan oleh perbandingan tinggi muka air
hilir dan hulu, diukur dari bidang datum yang melalui mercu tersebut. Perbandingan ini
dikenal sebagai batas modular bendung.

Bila suatu ambang bermercu lebar bekerja sebagai suatu pengendali, maka debit yang lewat
tersebut dapat diperkirakan berdasar keadaan pengaliran kritis dengan garis aliran sejajar
sebagai berikut :

𝑄 2
Hw = Emin = 3⁄2 Yc = 3⁄2 ( ).................................... (1.1)
𝑔.𝑏2

Dengan anggapan bahwa kehilangan energi akibat turbulensi dan viskositas fluida diabaikan
maka persamaan Bernoulli dapat berlaku, sehingga :

𝑃1 𝑉12 𝑃2 𝑉22
Z1 + + = Z2 + +
𝛾 2𝑔 𝛾 2𝑔

𝐴 𝐴 𝑉22
P + Hw + + O = P + hw + +
𝛾 𝛾 2𝑔

V2 = √2𝑔(𝐻𝑤 − ℎ𝑤)

Qth = A2 . V2

= b. hw. √2𝑔(𝐻𝑤 − ℎ𝑤) ……………………………………… (1.2)

2
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Dalam praktek asumsi garis aliran sejajar dan distribusi tekanan hidrostatik tidak
berlaku, kedalaman air diatas ambang tidak sama dengan kedalaman kritis walaupun terjadi
kondisi energi minimum. Selain itu terjadi pula kehilangan energi akibat turbulensi dan
viskositas fluidanya. Dengan memasukkan faktor-faktor tersebut kedalam koefisien Cw, maka
persamaan (1.2) menjadi :

Q = Cw.b.hw. √2𝑔(𝐻𝑤 − ℎ𝑤) ………………………………………………… (1.3)

Koefisien Cw merupakan fungsi dari Hw, bentuk ambang hulu dan kekerasan mercu
ambang.

𝐻𝑤
Untuk 0.2 < < 0.6 maka nilai Cw berkisar antara 0.93 – 1.0
𝐿
𝑑𝑄
Dalam kondisi Emin maka 𝑑ℎ𝑤 = 0

1
𝑑(ℎ𝑤(𝐻𝑤−ℎ𝑤 ) ⁄2
Cw.b √ 2𝑔 =0
𝑑ℎ𝑤

1⁄ 1⁄
(𝐻𝑤 − ℎ𝑤) 2 . (1) + hw.1⁄2 (Hw – hw ) 2 . (-1) = 0

1⁄ 1⁄
2 ℎ𝑤
(Hw – hw ) 2 = 1
(𝐻𝑤−ℎ𝑤) ⁄2

1⁄
(Hw – hw ) 2 = 1⁄2hw

Hw = 3⁄2hw

hw =2⁄3Hw ...…………………………………………………………………………… (1.4)

1.4 Prosedur percobaan


1. Mengukur dimensi sekat ambang lebar.
2. Pada model saluran terbuka pasanglah sekat ambang lebar dan tempelkan plastisin
pada bagian samping sekat.
3. Memutar katup pompa dengan jumlah putaran yang ditetapkan asisesten. Kemudian
pompa air dihidupkan sehingga air mengalir kedalam saluran.
4. Menunggu sampai keadaan air menjadi stabil, kemudian mengukur tinggi muka air
sebelum ambang (YO), tinggi muka air di atas ambang (hw) pada bagian hulu saluran
dengan menggunakan point gauge. Kemudian ukur tinggi muka air sebelum ambang
pada setiap jarak 5 cm sampai pada keadaan stabill.
5. Mengukur jarak dari depan ambang hingga sebelum loncatan (L1) dan jarak antara
sebelum loncatan dan setelah loncatan (L2).

3
Laboratorium Hidrolika UNHAS

6. Sedangkan pada bagian hilir ukur tinggi muka air sebelum loncatan (Y1) dan sesudah
loncatan (Y2), kemudian pada setiap jarak 5 cm sebelum loncatan ukur tinggi muka
air sampai keadaan tingginya stabil dengan menggunakan level gauge
7. Menghitung volume air yang keluar dari saluran dengan menggunakan gelas ukur
sebanyak 3 kali dengan waktu yang ditetapkan asisten
8. Mengubah debit air dengan memutar katup pompa, kemudian lakukan kembali point
nomor 4 sampai point 7
9. Buat sketsa aliran fluida untuk tiap keadaan.

1.5 Tabel pegamatan


Terlampir

1.6 Foto alat


Terlampir

4
Laboratorium Hidrolika UNHAS

FOTO ALAT

PERCOBAAN AMBANG LEBAR

5
Laboratorium Hidrolika UNHAS

2. AMBANG TAJAM

2.1 Maksud dan Tujuan


1. Menentukan koefisien Debit (Cw)
2. Mengamati profil muka air peluapan diatas ambang tajam

2.2 Alat Yang Digunakan


1. Satu set model saluran terbuka
2. Model ambang mercu tajam
3. Point gauge
4. Level gauge
5. Gelas ukur
6. Stopwatch
7. Penampung volume air (ember)
8. Mistar

2.3 Teori dasar


Sekat ambang tajam relatif sederhana dan mudah dibuat dari pada ambang lebar. Jenis
ini biasa digunakan sebagai alat ukur debit pada saluran irigasi di laboratorium.
Aliran diatas mercu memisahkan diri dari ambang dan terjung sebagai pancaran air
dua dimensi akibat pengaruh grafitasi karena bentuk aliran sangat melengkung, maka
tekanan dalam fluida diatas mercu akan lebih kecil dari pada tekanan hidrostatik. Jadi
untuk nilai tekanan yang sama, debit air yang mengalir diatas ambang tajam akan lebih
besar dari pada ambang lebar. Derajat kelengkungan aliran diatas ambang tajam
tergantung dari nilai Hw/p, untuk mudahnya aliran diatas ambang tajam ini bisa
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

2 2
Q = 𝐶𝑤. 3 √3 . 𝑔. 𝐻𝑤 2/3 ……………………………………………………….(2.1)

Dengan nilai Cw berkisar antara 0.6 s/d 1.73 untuk nilai Hw/p antara 0-4,9

Bagian bawah kelopak pancaran fluida berupa rongga yang berisi udara. Volume dan
tekanan rongga udara ini cenderung berkurang. Hal ini merubah karakteristik aliran dari
sekat dan dapat pula menimbulkan getaran/vibrasi pada kelopak pancaran fluida.

Pengaruh ini dapat dihindari dengan menghubungkan rongga tersebut dengan udara
luar, yang bisa dilakukan dengan memasang pipa ventilasi pada sekat tersebut.

6
Laboratorium Hidrolika UNHAS

L1 L2

Gambar 2.1 Aliran diatas Ambang Tajam

2.4 Prosedur Percobaan


1. Pada model saluran terbuka, pasanglah sekat ambang tajam.
2. Ukur Yo, Hw, hw, Y1 dan Y2 untuk berbagai macam debit. Naikkan debit
perlahan-lahan sampai aliran memisahkan diri dari mercu sekat.
3. Hitung debit yang keluar dari saluran.
4. Buat sketsa dari profil air.
5. Hitung Cw untuk semua pengukuran Dan gambarkan grafik Cw vs Hw/p dan Cw
vs Hw/p

2.5 Tabel pengamatan


Terlampir

2.6 Foto Alat


Terlampir

7
Laboratorium Hidrolika UNHAS

FOTO ALAT

PERCOBAAN AMBANG TAJAM

8
Laboratorium Hidrolika UNHAS

3. PINTU SORONG
3.1 Maksud dan Tujuan
1. Mendemonstrasikan aliran melalui pintu sorong
2. Menunjukkan bahwa pintu sorong dapat digunakan sebagai alat ukur dan pengatur
debit

3.2 Alat yang Digunakan


1. Multi purpose teaching flume
2. Pintu sorong / Sluice gate
Merupakan tiruan pintu air yang banyak dijumpai di saluran-saluran irigasi.
Model pintu air ini dibuat dari baja tahan karat (Stainless steel). Lebar pintu ini
disesuaikan dengan lebar model saluran yang ada. Pintu sorong ini berfungsi untuk
mengukur maupun untuk mengatur debit aliran. Besarnya debit yang dialirkan
merupakan fungsi dari kedalaman air di hulu maupun di hilir pintu serta tinggi
bukaan pintu tersebut.
3. Point gauge
4. Level gauge
5. Mistar
6. Gelas ukur
7. Stopwatch

3.3 Teori Dasar


Pintu sorong merupakan salah satu konstruksi pengukur dari pengatur debit. Pada
pintu sorong ini prinsip konversi energi dan momentum dapat diterapkan. Persamaaan
Bernoulli hanya dapat diterapkan apabila kekurangan energi dapat diabaikan atau sudah
diketahui.

𝑉12 /2𝑔

H1
atau E1

Yo Ho

Yg V1 Y1 Y2

L1 L2

Gambar 3.2 Aliran dibawah Pintu soron


9
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Keterangan :
Q = debit aliran
Yg = tinggi bukaan
H˳ = tinggi tekanan total di hulu = 𝑌˳ + 𝑣˳2 /2𝑔
Y˳ = kedalam air di hulu
𝐻1 = tinggi tekanan total di hilir = 𝑌1 + 𝑣˳2 /2𝑔
𝑌1 = kedalaman air di hilir

Debit aliran yang terjadi pada pintu sorong pada kondisi aliran air bebas dihitung
menggunakan formula sebagai berikut :

𝑄 = 𝐶𝑑 . 𝐵 . 𝑦𝑔 √2 . 𝑔 . 𝑦𝑜 ...................................................................................................(3.1)

dimana :
Q = debit aliran
Cd = koefisien debit
B = lebar pintu
G = percepatan gravitasi
Yg = tinggi bukaan pintu
Y˳ = tinggi air di hulu pintu sorong

3.4 Prosedur Percobaan


1. Atur kedudukan saluran hingga dasar saluran menjadi datar/horizontal
2. Pasang pintu sorong pada saluran, dan jagalah agar kondisi ini tetap vertikal
3. Alirkan air ke dalam saluran terbuka dan ukur debitnya
4. Atur harga 𝑌𝑔 antara 10 mm dan 60 mm, misal diambil harga 𝑌𝑔 = 20 mm, kemudian ukurlah 𝑌1
dan Y2’
5. Ubahlah debit dengan memutar kran dan amati pengaliran yang terjadi
6. Hitung tinggi Y0, Y1, Y2, L1, dan L2.
7. Ulangi percobaan untuk debit yang lain.
8. Berdasarkan formula (3.1), tentukan besarnya koefisien debit pada pintu sorong untuk kondisi
aliran bebas.
9. Hitung harga H0 dan H0, kemudian bandingkan hasilnya.

3.5 Tabel Pengamatan


Terlampir

3.6 Foto Alat


Terlampir

10
Laboratorium Hidrolika UNHAS

FOTO ALAT

PERCOBAAN PINTU SORONG

11
Laboratorium Hidrolika UNHAS

4. GAYA YANG BEKERJA PADA


PINTU SORONG

4.1. Maksud dan Tujuan


Menunjukkan gaya yang bekerja pada pintu sorong

4.2. Alat yang digunakan


1. Satu set model terbuka
2. Model pintu sorong
3. Point gauge
4. Level gauge
5. Mistar
6. Gelas Ukur
7. Stopwatch

4.3. Teori Dasar


Pada gambar di bawah ini dapat dilihat mengenai gaya yang bekerja pada
pintu.

Water within control volume


Non hydrostatic pressure
Distribution on gate
Hydrostatic pressure
Fg
distribution Y0 Hydrostatic pressure
Q distribution

Thrust 1/2 Yg Y1 Thrust ½ pgy1

Section 2 Section 1
Shear force
Gambar 4.1 Gaya-gaya yang Bekerja Pada Pintu Sorong

Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa gaya resultan yang terjadi pada
pintu sorong adalah sebagai berikut:
1 y20 𝑝𝑄 𝑦
Fg = pgy12 [ 2 ]- [1 − 1 ]……………………………(4.1)
2 y1 by1 𝑦𝑜
Gaya pada pintu yang melawan gaya hidrostatis adalah :
1
− yg ) …………………………………………………(4.2)
2
FH = pg (ya
2
dimana :
Fg = resultan gaya dorong pada pintu sorong (non hidrostatis)

12
Laboratorium Hidrolika UNHAS

FH = resultan gaya dorong akibat gaya hidrostatis


Q = debit aliran
P = rapat massa fluida
g = percepatan gravitasi bumi
b = lebar pintu sorong
Yg = tinggi bukaan pintu
YO = kedalaman air di hulu pintu
Y1 = kedalaman air di hilir pintu

4.4 Prosedur Percobaan


1. Ukur lebar pintu sorong.
2. Pasang pintu sorong pada saluran, kurang lebih pada tengah-tengah saluran.
3. Supaya hasil pengukuran lebih akurat, maka rongga antara pintu dengan dinding
saluran sebaiknya diberi plastisin.
4. Pasang point gauge atau hook gauge pada hulu pintu dan hilir pintu.
5. Sebagai datum pengukuran adalah dasar saluran.
6. Bukalah pintu sorong setinggi 2 cm dari dasar.
7. Dengan perlahan-lahan aliran air hingga YO mencapai 20 cm (ukurlah dengan
point gauge di hulu pintu).
8. Dengan YO pada ketinggian ini, ukurlah debit aliran yang terjadi.
9. Ukur ketinggian Y1 di hilir pintu.
10. Naikkan bukaan pintu setinggi 1 cm dari posisi semula.
11. Atur ketinggian air di hulu agar tetap setinggi 20 cm dengan mengubah debit
aliran.
12. Catatlah debit aliran yang terjadi dan tinggi Y.
13. Hitung besarnya gaya pada pintu sorong akibat gaya hidrostatis maupun gaya
akibat aliran.
14. Gambarkan grafik hubungan antara Fg / FH dengan Yg / YO.

4.5 Tabel Pengamatan


Terlampir

13
Laboratorium Hidrolika UNHAS

5. ENERGI SPESIFIK

5.1 Maksud dan Tujuan


Menunjukkan hubungan antara energy spesifik dan tinggi tenaga pada
aliran di hulu pintu sorong.

5.2 Alat yang Digunakan


1. Multi purpose teaching flume
2. Model pintu sorong
3. Point Gauge
4. Level Gauge
5. Mistar
6. Gelas Ukur
7. Stopwatch

5.3 Teori Dasar


Pada kondisi debit aliran yang konstan, tinggi tenaga pada aliran akan
mencapai harga minimum pada kondisi kedalaman kritis. Parameter ini
merupakan dasar dari pemahaman yang menyeluruh mengenai perilaku aliran
bebas, karena respons dari aliran terhadap tinggi tenaga sangat bergantung
pada apakah kedalaman yang terjadi lebih atau kuarang dari kedalaman kritis.
Pada saluran terbuka, energy spesifik didefinisikan sebagai jumlah dari
energi potensial (kedalaman aliran) dan energy kinetik (tinggi kinetik).
v2 Q2
E=y+ atau E = y + .....................................................(5.1)
2g 2gy2
Kurva energi spesifik merupakan kurva hubungan antara kedalaman aliran
dengan energy/tinggi tenaga.

Kedalaman Aliran H (Cm)

C
YC Energi Spesifik E (Cm Hg)

Gambar 5.1 Kurva Energi Spesifik


Gambar di atas menunjukkan dari dua kedalaman aliran yang mungkin
menghasilkan energi yang sama, yang dikenal sebagai alternate depth. Pada
titik C, kurva energy spesifik adalah minimum dengan hanya ada 1 kedalaman
yang menghasilkannya yang kita namakan dengan kedalaman kritis (Y C).

14
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Aliran pada kedalaman lebih besar dari kedalaman kritis dinamakan


dengan aliran sub kritis. Sementara itu, apabila kurang dari kedalaman kritis
dinamakan dengan aliran super kritis.
Pada saluran segiempat dengan lebar 1 satuan panjang, dimana garis
aliran adalah paralel, dapat ditunjukkan bahwa :
Q2 3
YC = 3 √ dan Ec = Emin = Yc …………………………...(5.2)
g 2
dimana :
EC = energy spesifik minimum
YC = kedalaman kritis
Pada saat kemiringan saluran cukup untuk membuat aliran seragam dan
kedalaman kritis, kemiringan ini dinamakan dengan kemiringan kritis. Perlu
diperhatikan bahwa permukaan air dapat menimbulkan gelombang pada saat
aliran mendekati kondisi kritis, karena perubahan kecil saja dari energi spesifik
akan mengakibatkan perubahan aliran yang cukup besar, dapat diperkirakan
dari kurva energy spesifik.

5.4 Prosedur Percobaan


1. Pasang pintu sorong pada saluran.
2. Pasang pointgauge pada saluran (di hulu dan di hilir).
3 Buka pintu sorong setinggi 1 cm dari dasar.
4. Alirkan air hingga YO mencapai 20 cm.
5. Ukur aliran yang terjadi dan ukur Y1.
6. Naikkan pintu setinggi 1 cm dari keadaan semula, lalu ukur YO dan Y1.
7. Naikkan debit sehingga YO mencapai 20 cm dari pasar.
8. Ukur debit aliran
9. Ulangi langkah diatas untuk tinggi bukaan yang lebih besar.
10. Miringkan saluran sehingga aliran air berubah mencapai aliran kritis
sepanjang saluran.
11, Hitung harga energi spesifik yang terjadi, dan hitung pula energi kritisnya.
12. Buat kurva hubunganantara EO dan YO juga E1 dan Y1, untuk menggambar
kurva energy spesifik, plotkan pula harga energy kritisnya.
13. Pada gambar tadi, gambarlah garis melalui titik kritis tadi untuk
menunjukkan kondisi kritis (atau sub kritis bila berada di atas garis, dan
super kritis bila berada di bawah garis).

5.5 Tabel Pengamatan


Terlampir

15
Laboratorium Hidrolika UNHAS

16
Laboratorium Hidrolika UNHAS

3. OSBORNE REYNOLDS

3.1 Maksud dan Tujuan

1. Mengamati jenis-jenis aliran fluida


2. Menentukan bilangan Reynolds berdasarkan debit
3. Mencari hubungan antara bilangan Reynolds dengan jenis aliran
4. Mengamati profil parabolik dari aliran laminer

3.2 Alat yang Digunakan

1. Pesawat Osborne Reynolds


2. Tinta
3. Gelas ukur
4. Stopwatch
5. Termometer

3.3 Teori Dasar

Alat ini merupakan tiruan alat yang dipakai oleh Prof. Osborne Reynold (ahli fisika
inggris 1842-1912) untuk mengamati sifat-sifat aliran fluida di dalam pipa yang bisa
dibedakan menjadi :

a. Aliran laminer
b. Aliran turbulen
c. Aliran transisi

Aliran laminer adalah kondisi aliran dengan garis-garis aliran mengikuti jalur yang
sejajar, sehingga tidak terjadi percampuran antara bidang-bidang geser didalam fluida,
sedangkan aliran turbulen merupakan kondisi aliran dengan garis-garis aliran yang
saling bersilang sehingga terjadi percampuran antara bidang-bidang geser di dalam
fluida. Salah satu kriteria yang menunjukkan tingkat turbulensi aliran adalah bidang
Reynolds (Re) yang didefinisikan sebagai perbandingan antara kecepatan aliran rata-
rata (U), diameter karakteristik pipa (D), dan viskositas kinetik fluida (v).
U .D
Re = … … … … … … … … … … … … … … … …. (𝟏𝟏. 𝟏)
v
4.Q
atau ∶ Re =
v. π. D

Bila bilangan Reynolds dari aliran fluida tertentu dalam suatu pipa nilainya kurang
dari ± 2000, maka aliran yang terjadi adalah aliran laminer, sedangkan bila lebih dari ±
4000, maka aliran yang terjadi adalah aliran turbulen.
Apabila suatu fluida dialirkan diantara batas-batas yang tetap, maka hambatan
terhadap gerakan aliran akan mempunyai nilai terbesar pada permukaan-permukaan

1
Laboratorium Hidrolika UNHAS

batasnya. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya perlambatan kecepatan partikel


fluida pada permukaan batas, sehingga akan membentuk suatu profil kecepatan pada
aliran laminer yang berbentuk parabola bisa melalui percobaan ini.

Keterangan :
1. Tabung tinta
2. Katup pengatur tinta
3. Skrup
4. Jarum
5. Inlet
6. Tabung visualisasi aliran
7. Katup pengatur
8. Pipa inlet
9. Pipa pembuangan
10. Over flow

Gambar 3.1 Pesawat Osborne Rynolds

3.4 Prosedur Percobaan

2
Laboratorium Hidrolika UNHAS

1. Alat diatur hingga kedudukan mendatar, semua pipa pemberi dan pembuang
dihubungkan.
2. Reservoir diisi dengan zat warna (tinta), dan turunkan injektor berwarna hingga
ujungnya mencapai mulut inlet bagian atas.
3. Bukalah katup pemasukan dan biarkan memasuki tangki penenang. Usahakan
tercapainya muka air yang konstan dengn membuang kelebihan air lewat pipa
pembuang sebelah atas.
4. Diamkan air selama 5 menit dan ukur temperatur air dengan memasukkan
termometer kedalamnya.
5. Bukalah katup pengontrol aliran sedikit demi sedikit dan aturlah katup jarum
pengontrol zat warna sampai tercapai aliran lambat dengan zat warna terlihat jelas.
6. Tentukan besarnya debit yang lewat dengan menampung aliran yang lewat pipa
pembung selama selang waktu tertentu ke dalam gelas ukur.
7. Ulangi prosedur di atas untuk debit Q yang berubah-ubah dari kecil kebesar hingga
tercapai aliran kritik dan aliran turbulen.
8. Kerjakan kebalikan dari proses tersebut diatas untuk debit yang berubah-ubah dari
besar ke kecil hingga tercapai aliran kritik dan aliran laminer.
9. Untuk mengamati prifil kecepatan, turunkan injektor zat warna kedalam mulut inlet,
dan dalam keadaan tidak ada aliran bukalah katup jarum dari reservoir zat warna
dan teteskan zat warna dalam air. Bukalah katup pengontrol aliran dan amati tetesan
zat warna tersebut.
10. Pada setiap akhir percobaan temperatur diukur kembali.
11. Gambarlah grafik hubungan antara kecepatan aliran (v) dan bilangan Reynolds
(Re).

3.5 Tabel Pengamatan


Terlampir

3.6 Foto Alat


Terlampir

3
Laboratorium Hidrolika UNHAS

FOTO ALAT

PERCOBAAN OSBORNE REYNOLDS

4
Laboratorium Hidrolika UNHAS

LAMPIRAN
Tabel Koefisien Manning

Tabel Nilai Kekasaran Permukaan

5
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Tabel Nilai Kekentalan Kinematik Pada Air

Temperature Dynamic Viscosity Kinematic Viscosity


-t- -µ- -ν-
(oC) (Pa s, N s/m2) x 10-3 (m2/s) x 10-6
0 1.787 1.787
5 1.519 1.519
10 1.307 1.307
20 1.002 1.004
30 0.798 0.801
40 0.653 0.658
50 0.547 0.553
60 0.467 0.475
70 0.404 0.413
80 0.355 0.365
90 0.315 0.326
100 0.282 0.29

6
Laboratorium Hidrolika UNHAS

7
Laboratorium Hidrolika UNHAS

1. PANCARAN FLUIDA

1.1. Maksud dan Tujuan


1. Menentukan besarnya gaya yang dihailkan pleh pancaran air pada plat datar dan
cekung.
2. Membandingkan besarnya gaya pancaran dan besarnya momentum antara plat
datar dan plat cekung.

1.2. Alat yang digunakan


1. Plat Datar
2. Plat Cekung
3. Alat pancaran fluida satu set
4. Beban
5. Gelas Ukur
6. Stopwatch

1.3. Teori Dasar


Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengubah energi potensial menjadi
energi kinetik, salah satunya adalah dengan memanfaatkan tekanan potensial untuk
menghasilkan kecepatan tinggi dengan demikian akan menjadi energi kinetik.
Sistem ini digunakan pada turbin PLTA, dengan cara pancaran air diarahkan pada
baling-baling roda turbin yang berputar oleh adanya gaya pada baling-baling akibat
perubahan momentum yang terjadi pada ssat pancaran tersebut menumbik plat.
Pada percobaan ini gaya yang dihasilkan oleh pancaran air yang menumbuk pelat
dapat diukur dan dibandingkan besarnya aliran momentum.

Gambar 1. 1. Pancaran Fluida

1
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Dengan memperhatikan gambar di atas, pancaran yang dihasilkan sebesar W


(kg/det) mengalir dengan kecepatan V0 (m/det). Oleh plat dibelokkan sehingga fluida
mempunyai kecepatan V1 (m/det) pada arah β terhadap sumbu X. Perubahan-perubahan
elevasi dan tekanan piezometrik pancaran yang mungkin terjadi mulai saat
tertumbuknya pelat sampai saat pancaran meninggalkan pelat diabaikan.

Besarnya momentum yang masuk ke alat adalah :


W . V0 (kgm/det2)…………………………………… dalam arah sumbu X .
Besarnya momentum pada saat menumbuk pelat adalah :
W . V1 (kgm/det2)
Besarnya momentum pada saat meninggalkan pelat adalah :
W . V1 . cos β (kgm/det)…………………….… dalam arah sumbu Y
Gaya pada pancaran fluida arah sumbu X besarnya sama dengan perubahan momentum
pada arah sumbu X, yaitu :
F = W . V1 . cos β - W . V0 ……………………… (kgm/det2) = Newton
Gaya (F) pada pelat pada arah sumbu X adalah besarnya sama dan berlawanan arah
dengan gaya tersebut sehingga :
F = W . (V0 . V1 cos β) ……………………….…… Newton
Untuk pelat datar β = 900, sehingga cos 90 = 0
Fdatar = W . V0 ………. ……………………….…… Newton
Untuk pelat cekung β = 1800, sehingga cos 180 = -1
Fcekung = W . ( V0 + V1 ) ……..……………….…… Newton
Disebabkan karena perubahan tekanan piezometrik dan elevasi diabaikan maka harga
maksimum V1 = V0 ( tidak ada kehilangan energi ). Dengan demikian gaya maksimum
yang munkin terjadi pada pelat cekung adalah :
Fcekung = 2 . W . V0 …………..……………….…… Newton
Sehingga pelat cekung dua kali lebbih besar gayanya dari pelat datar.

1.4. Prosedur Percobaan


1. Alat pancaran diletakkan pada daerah yang datar dan tuas diatur pada posisi
seimbang dengan beban geser pada posisi nol.
2. Meletakkan pemberat pada jarak ditentukan oleh asisten, kemudian air dimasukkan
lewat katup pipa suplai.
3. Ukurlah air yang keluar oleh pancaran selama beberapa detik.
4. Ulangi percobaan dengan debit yang berbeda.
5. Ulangi percobaan pada plat cekung.

1.5. Tabel Pengamatan


Terlampir

1.6. Foto Alat


Terlampir

2
Laboratorium Hidrolika UNHAS

FOTO ALAT

PERCOBAAN PANCARAN FLUIDA

3
Laboratorium Hidrolika UNHAS

4
Laboratorium Hidrolika UNHAS

PELIMPAH
1. PELIMPAH SEGITIGA

6.1 Maksud dan Tujuan


Untuk menentukan dan meneliti pengaruh koefisien debit (Cd) terhadap
besarnya debit dan tinggi muka air yang terjadi.

6.2 Alat yang Digunakan


1. Bak penampung air
2. Bak pengalian
3. Pelimpah berbentuk segitiga
4. Alat tinggi muka air
5. Gelas Ukur
6. Stopwatch

6.3 Teori Dasar


Fungsi dari pelimpah adalah untuk mengatur debit dan tinggi muka air yang
melalui saluran air.
Salah satunya adalah ambang tajam dengan jenis pelimpah/peluap segitiga.

h
dh
H2
H-h

H1
H0

Gambar 6.1 Pelimpah Segitiga

b = H . tg θ/2
b’ = (H-h) . tg θ/2

Luas Elemen : dA = (2b).dh


dA = 2 (H – h) . tg θ/2 . dh

Kecepatan air yang mengalir melalui elemen : V = √2gh


Elemen debit dQ yang melalui pelimpah = Cd . dA . V
Laboratorium Hidrolika UNHAS

θ
dQ = Cd.2(H – h).tg .dh√2gh
2
θ
dQ = Cd.2. tg . √2gh (H – h).h1⁄2.dh
2
θ
dQ = Cd.2. tg . √2gh (H.h1⁄2 – h3⁄2).dh
2
θ 𝐻
Q = Cd.2. tg . √2gh [H. 2⁄3 . h3⁄2 − 2⁄5 h5⁄2]
2 0
θ
Q = Cd.2. tg . √2g (4⁄15 – Hh5⁄2)
2
θ
Q = 8⁄15 .Cd. tg . √2g . (H5⁄2)………………………………………..(6.1)
2

15 𝑄
𝐶𝑑 = 5⁄2 .................................................................(6.2)
8.tg θ2√2.g .H

Dalam teori, biasanya Cd = 0.6, tetapi dalam prakteknya Cd sebenarnya


tergantung pada tinggi pelimpah, bentuk pelimpah dan lain sebagainya. Asumsi-
asumsi yang dapat diambil dari pelimpah segitiga adalah :
1. Apabila tinggi muka air tetap dan debit makin besar, maka Cd-nya makin
besar.
2. Apabila debit tetap, muka air H makin besar, maka Cd-nya makin kecil.

6.4 Prosedur Percobaan


1. Pelimpah berbentuk segitiga dipasang pada bak pengaliran.
2. Air dialirkan dari bak penampungan ke bak pengaliran dan diusahakan agar
tinggi muka air yang melalui pelimpah, tingginya menjadi konstan.
3 Setelah konstan, melalui selang air yang dialirkan dari bak pengaliran
kemudian ditampung selama beberap detik (ditentukan oleh asisten).
4. Diulangi percobaan di atas dengan waktu yang berbeda.
5. Diulangi percobaan dengan debit yang berbeda.

6.5 Tabel Pengamatan


Terlampir

6.6 Foto Alat


Terlampir
Laboratorium Hidrolika UNHAS

FOTO ALAT

PERCOBAAN PELIMPAH SEGITIGA


Laboratorium Hidrolika UNHAS

2. PELIMPAH SEGIEMPAT
7.1 Maksud dan tujuan
Untuk menentukan dan meneliti pengaruh koefisien debit (Cd) terhadap besarnya debit
dan tinggi muka air yang terjadi.

7.2 Alat yang digunakan


1. Bak penampung air
2. Bak pengaliran
3. Pelimpah berbentuk segi empat
4. Alat tinggi muka air (point gauge)
5. Gelas ukur
6. Stopwatch

7.3 Teori Dasar


Sebagaimana diketahui, pelimpah berfungsi untuk mengatur debit dan tinggi air yang
akan melalui suatu saluran air. Maka untuk mengetahui besarnya, diperlukan percobaan-
percobaan yang sesuai dengan bentuknya.
Untuk mendapatkan persamaan pengaliran, maka kita perlu memperhatikan luasnya : dA
= B.dh.
Pada gambar dibawah ini diketahui kecepatan teoritis air yang mengalir melalui pelimpah
= √2𝑔ℎ, maka debit yang mengalir melalui element ini adalah:
dQ = B.dh. √2𝑔ℎ ……………………………………………………………….…(7.1)

ℎ ℎ
Q = ∫0 𝑑. 𝑄 = ∫0 𝐵. 𝑑ℎ. √2𝑔ℎ…………………………..…………………………(7.2)

= 2/3.B.H. √2𝑔ℎ

h
dH dh H2

H-h H1

B Ho

Gambar 7.1 Pelimpah Segiempat


Laboratorium Hidrolika UNHAS

Nilai Q diatas adalah secara teoritis, dalam keadaan sebenarnya air yang meluap lebih
kecil dari (b.dh). maka perlu diintroduksi bila mana konstanta (Cd) yang disebut koefisien
lepas. Nilai Cd ini ditentukan secara eksperimen. Dalam praktek debit yang mengalir adalah:

Q = 2/3 Cd x B x H. √2𝑔ℎ………………………………………………………….(7.3)
3.𝑄
Cd = 2.𝐵√2𝑔. 𝐻3/2 ……………………………………...…………………………….(7.4)

Dimana :
B = Lebar dasar pelimpah
Cd = Koefisien Pengaliran
H = tinggi air dasar pelimpah

Dari rumus dapat asumsi:


1. Apabila tinggi muka air tetap dan debit makin besar, maka Cd-nya makin besar.
2. Apabila debit tetap, muka air H makin besar, maka Cd-nya makin kecil.

7.4 Prosedur percobaan


1. Pelimpah berbentuk segiempat dipasang pada bak pengaliran.
2. Air dialirkan dari bak penampung ke bak pengaliran dan diusahakan agar tinggi muka
air yang melalui pelimpah tingginya menjadi konstan.
3. Setelah konstan, melalui selang air yang dialirkan dari bak pengaliran kemudian ditampung
selama beberapa detik (dintetukan oleh asisten). kemudian volume air tersebut diukur
dengan gelas ukur.
4. Diulangi percobaan diatas dengan waktu yang berbeda.
5. Diulangi percobaan dengan debit yang berbeda.

7.5 Tabel Pengamatan


Terlampir

7.6 Foto Alat


Terlampir
Laboratorium Hidrolika UNHAS

FOTO ALAT

PERCOBAAN PELIMPAH SEGIEMPAT


Laboratorium Hidrolika UNHAS
Laboratorium Hidrolika UNHAS

2. RAINFALL SIMULATOR

2.1 Maksud dan Tujuan


Untuk menaksir perbedaan intensitas curah hujan dan keseragamannya.

2.2 Alat yang Digunakan


1. Satu set Rainfall Simulator
2. Table test
3. Kontainer
4. Papan kayu ukuran 60 x 60 cm
5. Gelas ukur
6. Stopwatch

2.3 Teori Dasar


Ada hubungan antara intensitas curah hujan dan erosi tanah dimana pada
umumnya intensitas tertinggi sama dengan erosi terbesar.
Pemberian tekanan udara, aliran, kecepatan piringan yang dikombinasikan.
Intensitas curah hujan simulasi dikontrol oleh ukuran bukaan piringan. Bukaan
piringan yang luas memungkinkan banyak hujan mencapai area tes intensitas curah
hujan.
Intensitas (I) biasanya dinyatakan sebagai kedalaman air yang jatuh pada sebuah
wadah per satu waktu (mm/jam) dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

Dimana : Q = volume air di tiap kontainer (ml)


A = luas kontainer (cm2)
t = waktu (menit)
I = intensitas (mm/jam)

Keseragaman distribusi curah hujan simulasi pada area tes sangat penting sejak
keseragaman yang didapat memberikan hasil yang tidak pasti. Keseragaman dapat
berubah-ubah pada tekanan udara, kecepatan disk dan ukuran bukaan piringan. Ukuran
keseragaman diberikan oleh Cristiansen Koefisien (Cu) yang dihitung dari rumus di
bawah :

Dimana :
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Cu = koefisien keseragaman curah hujan


m = kedalaman pengamatan rata-rata (ml)
n = jumlah pengamatan
Ʃ = deviasi dari pengamatan individual kedalam rata-rata (mm/jam)

Gambar 2.1 Sketsa Alat Simulator Hujan

2.4 Prosedur Percobaan


1. Atur besarnya bukaan piringan (disk)
2. Pasang dan atur posisi table test pada dasar simulator, kemudian letakkan
kontainer.
3. Tutup kontainer dengan menggunakan papan, kemudian nyalakan simulator
hujan.
4. Atur besarnya tekanan pompa dan putaran piringan sesuai dengan petunjuk
asisten.
Laboratorium Hidrolika UNHAS

5. Buka papan penutup kontainer dan nyalakan stopwatch secara bersamaan.


6. Tunggu selama 10 menit kemudian tutup kontainer dengan papan lalu matikan
simulator hujan.
7. Hitung volume air dari tiap kontainer dengan menggunakan gelas ukur, kemudian
tentukan volume rata-ratanya.
8. Ulangi percobaan untuk fariasi yang lain : buka piringan (o), tekanan pompa (bar)
dan putaran piringan (rpm).

2.5 Tabel Pengamatan


Terlampir

2.6 Foto Alat


Terlampir
Laboratorium Hidrolika UNHAS

FOTO ALAT

PERCOBAAN RAINFALL SIMULATOR


Laboratorium Hidrolika UNHAS
Laboratorium Hidrolika UNHAS

2. SISTEM JARINGAN PIPA


2.1. Maksud dan Tujuan
1. Mampu menggunakan alat Sistem Jaringan Pipa baik secara individu maupun
berkelompok.
2. Mengetahui besarnya kehilangan energi mayor dan minor yang terjadi pada sistem
jaringan pipa.

2.2. Alat yang digunakan


1. Satu set alat Gesekan Aliran dalam Pipa dengan Sistem Dasar Hidrolik yang pada
dasarnya terdiri dari 5 bagian yaitu:
a. Bak penampungan air untuk tempat pengambilan air dan untuk tempat keluaran
air dari Sistem Jaringan Pipa pada alat Gesekan Aliran dalam Pipa dengan
Sistem Dasar Hidrolik.

b. Mesin pompa air sentrifugal untuk mengambil air dari bak penampungan dan
mengalirkan air ke sistem jaringan pipa pada alat Gesekan Aliranj dalam Pipa
dengan Sistem Dasar Hidrolik.
Laboratorium Hidrolika UNHAS

c. Flow Meter adalah untuk mengukur debit air yang masuk kedalam alat Gesekan
Aliran dalam Pipa dengan Sistem Dasar Hidrolik.

d. Satu set Sistem Jaringan Pipa yang terdiri dari beberapa sistem perpipaan untuk
mengetahui kehilangan energi pada pipa.

e. Alat Manometer yaitu alat untuk mengukur tinggi tekanan pada pipa. Pada alat
Gesekan Aliran dalam pipa dengan Sistem Dasar Hidrolik, alat manometer
terdiri dari 2 yaitu manometer air untuk mengukur tekanan rendah dan
manometer udara untuk mengukur tekanan tinggi.
Laboratorium Hidrolika UNHAS

2. Stopwatch
Alat ini berfungsi untuk mengukur waktu yang digunakan pada setiap variasi
pecobaan yang dilakukan.
3. Gelas Ukur
Gelas ukur yang digunakan berdaya tampung 1000 ml, alat ini digunakan untuk
menentukan jumlah volume air yang keluar pada downstream saluran untuk setiap
variasi debit yang sedang diteliti.
4. Ember
Alat ini berfungsi untuk menampung air yang keluar sebelum diukur volumenya
dengan gelas ukur.
5. Termometer
Termometer ini berfungsi unuk mengukur temperatur ari pada saat percobaan
berlangsung, dimana data ini penting untuk perhitungan angka Reynolds.
6. Meteran
Alat ini digunakan mengukur panjang pipa yang diamati.
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Berikut ini adalah gambar Gesekan Aliran dalam Pipa dengan Sistem Dasar Hidrolik
beserta bagian-bagiannya.

Gambar 2.6 Alat Gesekan Aliran dalam pipa dengan sistem dasar hidrolik
Keterangan:
1. Flow Meter 16. Belokan siku 90°
2. Pipa plastik kasar D = 17 mm 17. Belokan T 90°
3. Pipa plastik kasar D = 23 mm 18. Klep bola
4. Pipa kaca halus D = 6.5 mm 19. Belokan 45°
5. Pipa plastik PVC halus D = 16.5 mm 20. Simpangan T 45°
6. Pipa plastik PVC halus D = 26.5 mm 21. Manometer air
7. Klep 22. Manometer udara
8. Pintu Air 23. Klep pengatur debit masuk
9. Saringan 24. Tombol menghidupkan pompa
10. Slaput Klep 25. Pompa air
11. Perbesaran pipa kasar 26. Bak penampungan air
12. Venturimeter 27. Klep pengatur debit keluar
13. Sekat rongga 28. Selang air keluar menuju bak
14. Pengecilan pipa kasar 29. Tabung fleksibel
15. Saluran paralel 30. Belokan siku 90°
Laboratorium Hidrolika UNHAS

2.3. Teori Dasar


2.3.1. Definisi Aliran Pipa
Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran dan
digunakan untuk mengalirkan fluida yang dapat berupa zat cair atau gas. Aliran pipa
adalah aliran yang tidak memiliki permukaan yang bebas dan mengalir dibawah
tekanan. Tekanan yang bekerja bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer.
Berbeda halnya pada saluran terbuka yang memiliki permukaan yang bebas
berupa udara dan mengalir tidak dibawah tekanan tetapi ditentukan oleh gaya berat
(gravitasi) dan tekanan atmosfer. Tekanan di permukaan zat cair di sepanjang saluran
terbuka adalah tekanan atmosfer. Jika pada pipa alirannya tidak penuh sehinga terdapat
rongga yang berisi udara maka sifat dan karakteristik alirannya sama dengan aliran pada
salruan terbuka. Contohnya adalah aliran air pada gorong-gorong. Pada kondisi penuh
alirannya mengikuti sifat dan karakteristik aliran pipa. Namun jika airnya tidak penuh
maka sifat alirannya sama dengan aliran pada saluran terbuka.
Pada saluran terbuka kedalaman air dinyatakan dengan y, sedangkan pada
saluran pipa kedalaman air tersebut ditransformasikan menjadi p/y.

EL EL
HGL HGL
v2/2g
p/𝜸
Y H

dasar saluran
Z Z H

v
a. Saluran
2 terbuka b. Pipa
/
Gambar 10.7.
2 Potongan melintang aliran pada saluran terbuka dan pipa.
Dengan : g
EL = garis energi
HGL = garis gradient hidrolik (hydraulic grade line)
y = Kedalama air
g = gravitasi
ρ = tekanan air = ᵞ.y
ᵞ = berat jeni air
z = ketinggian dasar saluran (saluran terbuka), titik berat pipa (pipa)

sehingga total energi masing-masing aliran dapat ditulis:


1. Aliran pada saluran terbuka
𝑣2
H = 2𝑔 +y+z

2. Aliran pada pipa


Laboratorium Hidrolika UNHAS

𝑣2 𝑃
H =2.𝑔 +𝜸+Z

Secara umum, persamaan dasar yang dipakai dalam menentukan kecepatan (v)
dalam saluran pipa adalah sebagai berikut:

V = Q/A .......................................................................................................(2.1)
Dengan:
V = Kecepatan rata-rata (m/dtk)
Q = Debit (m3/dtk)
A = Luas penampang saluran (m2)

Luas penampang (A) dan keliling (P) saluran pipa pada kondisi pengaliran
penuh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

𝜋.𝐷²
A= ......................................................................................................(2.2)
4

P = 𝜋.D .....................................................................................................(2.3)
Dengan:
D = diameter pipa (m)
P = Keliling basah (m)

Untuk menghitung jari-jari hidrolis (R) digunakan persamaan berikut:


𝐴
R = 𝑃 ..........................................................................................................(2.4)
2.3.2. Aliran Laminer dan Turbulen dalam Pipa
Aliran fluida khususnya air dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu aliran
laminer dan turbulen. Aliran laminer terjadi apabila kekentalan besar dan kecepatan
aliran kecil. Dalam aliran laminer partikel-partikel air bergerak teratur mengikuti
lintasan yang saling sejajar. Sedangkan aliran turbulen terjadi akibat berkurangnya
pengaruh kekentalan atau bertambahnya kecepatan. Dalam aliran ini, partikel-partikel
air bergerak secara tidak teratur.
Klasifikasi aliran menurut bilangan Reynold adalah sebagai berikut:
Re < 2000 : aliran laminer
2000 < Re < 4000 : aliran transisi
Re > 4000 : aliran turbulen

Angka Reynold dapat ditentukan dengan persamaan berikut:


𝑣𝐷
Re = ...............................................................................(2.5)
𝑣
Dengan:
V = Kecepatan aliran rata-rata (m/det)
D = dimater pipa (m)
V = Kekentalan kinematik
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Kehilangan tenaga pada aliran turbulen melalui pipa adalah lebih besar dari pada
aliran laminer. Kehilangan tenaga tersebut disebabkan oleh tegangan geser yang terjadi
di dalam aliran.
Tegangan geser pada aliran turbulen lebih besar dari tegangan geser pada aliran
laminer. Boussinesq, menyatakan bahwa tegangan geser total dalam aliran turbulen
merupakan gabungan dari tegangan geser karena turbulensi dan kekentalan, sedang
pada aliran laminer, kehilangan tenaga diakibatkan oleh tegangan geser karena faktor
kekentalan saja. Kekentalan kinematik dapat ditentukan dengan melihat temperatur air.

2.3.3. Kecepatan Geser


Kecepatan geser adalah kecepatan yang timbul akibat adanya tegangan geser antara
air dengan dinding pipa. Kecepatan geser merupakan kecepatan aliran pada daerah
batas (dekat dinding pipa). Kecepatan geser dapat dihitung dengan persamaan berikut:
𝑣 𝑓
V = √8 .......................................................................................................(2.6)
Dengan:
f = Koefisien gesekan
v = Kecepatan pengaliran

2.3.4. Kekasaran Permukaan


Apabila permukaan bidang batas diperbesar, akan terlihat bahwa permukaan
tersebut tidak halus. Tinggi efektif ketidakteraturan permukaan yang membentuk
kekasaran disebut tinggi kekasaran k. Perbandingan antara tinggi kekasaran dan jari-
jari hidrolis (k/R) atau diameter pipa (k/D) disebut kekasaran relatif.

Gambar 2.8. Pengaruh Kekasaran pada sub lapis

Pada gambar 2.8.a. tinggi kekasaran lebih kecil dari tebal lapis laminer(k < 𝛿1)
sehingga ketidak-teraturan permukaan akan sedemikian kecil maka kekasaran
mempunyai pengaruh terhadap aliran di luar sub lapis laminer, dan permukaan batas
disebut dengan hidraulis licin.

Pada gambar 10.8.b. tinggi kekasaran berada di daerah transisi (𝛿𝐿 < 𝑘 < 𝛿𝑇), dan
aliran adalah dalam kondisi transisi.
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Pada gambar 10.8.c. tinggi kekasaran berada di luar lapis transisi (k > 𝛿𝑇), maka
kekasaran permukaan akan berpengaruh di daerah turbulen sehingga akan
mempengaruhi aliran di daerah tersebut. Permukaan ini disebut dengan hidraulis kasar.

2.3.5. Persamaan Energi


EL
2
HL
V /2g HGL
V2/2g
P1/𝛾
P2/𝛾
H1
H2

Z1 Z2
∆𝑥 = 𝐿
1 2

Gambar 2.3. Potongan memanjang pipa

𝑣₁² 𝑃₂ 𝑣₁² 𝑃₂ 𝜎₀𝐿


[ + 𝑧₁ + ] - [ + 𝑧₁ + ] - = 0 ....................................................(2.7)
2𝑔 𝛾 2𝑔 𝛾 𝛾𝑅

h1 h2 hf
Kehilangan energiAkibat gesekan

2.3.6. Kehilangan Energi Mayor


Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam aliran pipa adalah tinggi
kehilangan energi. Secara umum kehilangan energi pada aliran pipa dikelompokkan
menjadi kehilangan energi utama (major loss) akibat gesekan dengan dinding pipa dan
kehilangan energi minor akibat perubahan panampang, sambungan-sambungan,
belokan-belokan dan katup.
Pada pipa panjang, kehilangan energi mayor biasanya jauh lebih besar dari pada
kehilangan energi minor. Sedangkan pada keadaan tersebut kehilangan tenaga minor
dapat diabaikan. Pada pipa pendek kehilangan tenaga minor harus diperhitungkan.
Kehilangan energi akibat gesekan dapat dicari berdasarkan persamaan yang
dikemukakan oleh Hazen-Williams (Robertson dkk, 1988).
HL = Kehilangan energi akibat gesekan
L = Panjang pipa
D = Diameter Pipa
V = Kecepatan rata-rata
Ch = Koefisien gesekan Hazen-William (tergantung kekasaran)

Kehilangan energi akibat gesekan dengan dinding pipa di aliran seragam dapat juga
dihitung dengan persamaan Darcy-Weisbach sebagai berikut :
Laboratorium Hidrolika UNHAS

𝐿 𝑣²
Hf = f. ...........................................................................................(2.9)
𝐷 2𝑔
Dengan:
hf = tinggi kehilangan energi akibat gesekan (friction)
f = factor gesek
L = Panjang Pipa
D = Diameter Pipa
V = Kecepatan Aliran
g = gravitasi

Faktor gesek (f ) merupakan salah satu faktor yang sulit penentuannya, koefisien
gesekan pipa tergantung pada parameter aliran. Apabila pipa adalah hidraulis halus,
parameter tersebut adalah kecepatan aliran, diameter pipa dan kekentalan zat cair dalam
bentuk angka Reynold, tetapi juga pada sifat-sifat dinding pipa yaitu kekasaran relatif
k/D.
Untuk aliran laminer koefisien gesekan mempunyai bentuk seperti persamaan
berikut:
64
f= Re < 2100....................................(2.10)
𝑅𝑒

Menurut Blassius, rumus gesekan f untuk pipa halus adalah dalam bentuk
persamaan berikut:
0.316
f =𝑅𝑒°²⁵ 4000<Re<105...............................(2.11)

Bentuk persamaan lain untuk menghitung koefisien gesekan pipa halus


berdasarkan percobaan Nikuradse sebagai berikut:
1
= 2 log (Re√f )- 0.8 Re>4000.....................................(2.12)
√𝑓

Berdasarkan percobaan Nikuradse, untuk menghitung koefisien gesekan untuk


pipa kasar digunakan persamaan berikut:
1 3.7 𝐷
= 2 log Re>4000.....................................(2.13)
𝑓 𝑘

Untuk aliran di daerah transisi, Colebrook mengemukakan persamaan berikut


1 𝑘 2.51
= 2 log(3.7 𝐷 + ) Re>4000.....................................(2.14)
𝑓 𝑅𝑒√𝑓
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Pada tahun 1944 Moody menyederhanakan prosedur perhitungan koefisien


gesekan f dengan membuat suatu grafik berdasarkan persamaan Colebrook. Grafik
tersebut dikenal dengan grafik Moody.

Gambar 2.9 Grafik Moody

Berdasarkan diagram Moody, Jepsen (1976) membuat ikhtisar untuk bermacam-


macam faktor gesekan f yaitu:
a. Daerah laminer
64
f = 𝑅𝑒 Re<2100........................................(2.15)
b. Hydraucally Smooth (pipa dengan dinding halus)
0.316
f = 𝑅𝑒°²⁵ 4000<Re<10⁵................................(2.16)
c. Turbulent Smooth
1
= 2 log (Re√𝑓)-0.8 Re>4000........................................(2.17)
√𝑓
d. Transisi antara Hydraucally Smooth and Whooly Rough
1 𝑘 9,35
= 1,14-2 log(𝐷 + )
√𝑓 𝑅𝑒√𝑓
e. Hydraucally Rough or Turbulent Rough
1
= 1,14-2 log (k/D)
√𝑓
Grafik Moody mempunyai empat daerah, yaitu daerah pengaliran laminer, daerah
kritis dimana nilainya tidak tetap karena pengaliran mungkin laminer atau turbulen,
daerah transisi dimana f merupakan fungsi dari angka Reynold dan kekasaran dinding
pipa, dan daerah turbulen sempurna dimana nilai f tidak tergantung pada angka Reynold
tetapi hanya pada kekasaran relatif.
Untuk pengaliran turbulen sempurna, dimana gesekan berbanding langsung dengan
2
v dan tidak tergantung pada angka Reynold, nilai f dapat ditentukan berdasarkan
kekasaran relatif. Pada umumnya, masalah-masalah pada pengaliran dalam pipa berada
pada daerah transisi, dimana nilai f ditentukan juga oleh angka Reynold. Sehingga jika
pipa mempunyai ukuran dan kefepatan aliran tertentu dapat langsung dihitung. Tetapi
Laboratorium Hidrolika UNHAS

jika diameter atau kecepatan tidak diketahui maka angka Reynold juga tidak diketahui.
Dengan perubahan nilai angka Reynold yang besar, perubahan nilai f sangat kecil.
Sehingga perhitungan dapat diselesaikan dengan menghitung secara sembarang nilai
angka Reynold atau f pada awal hitungan dan dengan cara coba banding (trial and
error) akhirnya dapat dihitung nilai f yang terakhir.
Berikut adalah tabel nilai k yang dapat digunakan pada grafik Moody
Jenis Pipa (baru) Nilai k (mm)
Kaca 0.0015
Besi dilapis aspal 0.06 – 0.24
Besi tuang 0.18 – 0.90
Plester semen 0.27 – 1.20
Beton 0.30 – 3.00
Baja 0.03 – 0.09
Baja dikeling 0.09 – 9.00
Pasangan batu 6

Tabel 2.1. Tinggi Kekasaran pipa

10.3.7. Kehilangan Energi Minor


Disamping adanya kehilangan energi akibat gesekan pipa, terjadi pula kehilangan
energi dalam pipa yang disebabkan karena perubahan penampang pipa, belokan dan
akibat katup.
Kehilangan energi mayor pada pipa panjang biasanya jauh lebih besar dari pada
kehilanga energi minor, sehingga pada keadaan tersebut biasanya kehilangan energi
minor diabaikan. Tapi pada pipa pendek kehilangan energi harus diperhitungkan,
apabila kehilangan energi minor kurang dari 5% kehilangan energi akibat gesekan maka
kehilangan energi tersebut diabaikan. Untuk memperkecil kehilangan energi minor
perubahan penampang atau belokan jangan dibuat mendadak, tetapi berangsur-angsur.
a. Perbesaran Penampang
𝑉1²
he = Kk .........................................................................................(2.20)
2𝑔

𝐴1
Kk = (1-𝐴2 )2
Kehilangan energi pada perbesaran penampang akan berkurang apabila perbesaran
dibuat secara berangsur-angsur.
Kehilangan energi diberikan oleh persamaan berikut:
𝑉 2 −𝑉₁²
he = Kk ....................................................................................(2.21)
2𝑔

Tabel 2.2 Nilai K’ sebagai fungsi dari 𝛼


𝛼 10° 20° 30° 40° 50° 60° 75°
K’ 0.078 0.31 0.49 0.6 0.57 0.72 0.72

b. Pengecilan Penampang
Pada pengecilan penampang yang mendadak garis aliran pada bagian hulu dari
sambungan akan menguncup dan akan mengecil pada vena kontrakta.
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Luas penampang pada vena kontrakta berkisar 0.6 A2. Berdasarkan nilai ini maka
kehilangan energi diperoleh:
𝐴𝑐 𝑉𝑐²
he = (1- 𝐴₂ )2 2𝑔
Dengan Ac dan Vc adalah luas penampang dan kecepatan pada vena kontrakta dan
berdasarkan persamaan kontinuitas di daerah vena kontrakta.
𝐴₂ 𝑉₂
Ac Vc = A2 V2 atau Vc = V2 =
𝐴𝑐 0.6
(𝑉₂/0.6)²
Maka: he = (1-0.6)2 x 2𝑔
𝑉₂²
Atau: he = 0.44 x ........................................................................................(2.22)
2𝑔

Kehilangan energi pada pengecilan penampang dapat dikurangi dengan membuat


pengecilan penampang yang berangsur-angsur.
Kehilangan energi diberikan oleh persamaan berikut:
𝑉₂²
he = Kk 2𝑔 ...................................................................................(2.23)

c. Belokan
Belokan energi yang terjadi pada belokan tergantung pada sudut belokan pipa.

Rumus kehilangan energi yang terjadi pada belokan adalah sama dengan rumus
pada perubahan penampang, yaitu:
𝑉₂²
he = Kb X .......................................................................(2.24)
2𝑔
dengan Kb adalah koefisien kehilangan energi pada belokan yang diberikan oleh
tabel berikut.

Tabel 2.3. Koefisien Kb sebagai fungsi sudut belokan 𝛼


𝛼 20° 40° 60° 80° 90°
kb 0.05 0.14 0.36 0.74 0.98

d. Katup yang terbuka atau tertutup sebagian


Kehilangan energi akibat adanya katup biasanya diukur secara eksperimental
dan dikorelasikan dengan parameter-parameter aliran pipa. Data untuk katup sedikit
banyak tergantung pada rancangan dari pabrik tertentu.
Rumus untuk kehilangan energi untuk katup, yaitu:
𝑉₂²
hk = Kk x ...............................................................................(2.24)
2𝑔
dengan K adalah koefisien hambatan yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.4 Koefisien Hambatan untuk Katup Terbuka
Laboratorium Hidrolika UNHAS

Garis Tengah Dengan Skrup Dengan Kran


Nominal
(Inch) 1/2 1 2 4 1 2 4 8 20

Bola 14 8.2 6.9 5.7 13 8.5 6 5.8 5.5


Gerbang 0.3 0.24 0.16 0.11 0.8 0.35 0.16 0.07 0
Engsel Searah 5.1 2.9 2.1 2 2 2 2 2 2
Sudut 0 4.7 2 1 4.5 2.4 2 2 2
Koefisien kehilangan energi pada katup yang diperlihatkan pada tabel diatas adalah
untuk keadaan katup yang terbuka penuh. Sedangkan kehilangan energi yang lebih
besar terjadi pada katup yang terbuka sebagian. Kenaikan kehilangan energi untuk
katup yang terbuka sebagian diperlihatkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.5 Kenaikan Kehilangan Energi Katup yang Terbuka Sebagian


Keadaan Katup Gerbang Katup Bola
Terbuka 1 1
Tertutup, 25 % 3.0 – 5 1.5 – 2.0
50 % 12 – 22 2.0 – 3.0
75 % 70 – 120 6.0 – 8.0

2.4 Prosedur Percobaan


I. Menghitung Kehilangan Energi Akibat Gesekan Aliran dalam Pipa
1). Membersihkan bak penampungan air dari kotoran agar nantinya tidak mengganggu
aliran air ketika pompa dinyalakan.
2). Mengisi bak penampungan air dengan air yang bersih sampai bak penampungan
terisi kurang dari 2/3 dari volume bak.
3). Sambungkan alat Gesekan Aliran dalam Pipa dengan Sistem Dasar Hidrolik
dengan flow meter yang tersambung langsung dengan pompa air. Alat ini
disambungkan dengan selang plastik.
4). Pastikan sambungan alat kuat dan kedap air.
5). Menutup semua klep atau katup pada jaringan pipa.
6). Menyambungkan alat manometer pada pipa yang akan diteliti. Alat untuk tekanan
rendah LP (Low Pressure) dipakai manometer air, maka LP1 dipasang pada awal
pipa (inlet) dan LP2 dipasang pada ujung akhir pipa (outlet). Sedang untuk tekanan
tinggi HP (High Pressure) dipakai manometer udara, maka HP1 dipasang pada
awal pipa (inlet) dah HP2 dipasang pada ujung akhir pipa (outlet).
7). Untuk manometer air, pada tabungnya diusahakan tidak ada gelembung udara di
dalamnya. Mengosongkan gelembung udara pada tabung dapat dilakukan dengan
menggunakan pompa udara yang telah tersambung dengan manometer air.
8). Menyalakan mesin pompa dengan menekan tombol on/off pada bak penampungan.
9). Mengatur debit yang masuk ke jaringan pipa (ditentukan oleh asisten) dengan
memutar klep pengatur debit pada pompa dan lihat debit yang masuk pada flow
meter dalam satuan liter/jam.
Laboratorium Hidrolika UNHAS

10). Membuka klep pipa yang akan diamati dan klep pengatur debit keluar secara
penuh. Klep yang lain tetap tertutup.
11). Air akan masuk kedalam pipa, diamkan beberapa saat sampai aliran air stabil.
12). Setelah aliran stabil buka klep manometer air LP1 dan LP2 dan lihat penunjukan
nilai tinggi tekanan pada tabung manometer. Karena tekanan yang tinggi maka
manometer air tidak dapat membaca tekanan dalam pipa dengan baik. Oleh karena
itu digunakan manometer udara. Catat pembacaan manometer udara setelah stabil
yaitu HP1 dan HP2.
13). Menampung air yang keluar dari outlet saluran tersebut dalam wadah berupa ember
sebanyak 3 kali dengan variasi waktu berkisar kurang lebih 10 detik kemudian
mengukur volumenya dengan gelas ukur. Catat hasil pengukuran volume dan lama
waktu penampungan untuk mendapatkan debit keluar.
14). Menentukan besarnya debit rata-rata dari 3 kali pengukuran debit dan catat sebagai
Q out.
15). Ukur suhu air dalam bak penampungan dengan termometer dan ukur panjang pipa
dengan meteran serta catat hasilnya.
16). Ulangi percobaan di atas pada point (9) sampai (14) dengan debit yang berbeda.
17). Mematikan mesin pompa dalam kondisi semua klep tertutup.

II. Menghitung Kehilangan Energi Akibat Belokan (belokan 45° dan 90°)
1). Menutup semua klep atau katup pada jaringan pipa.
2). Menyambungkan alat manometer pada pipa belokan 45° dan 90°. Alat untuk
tekanan rendah LP (Low Pressure) dipakai manometer air, maka LP1 dipasang
pada awal pipa (inlet) dan LP2 dipasang pada ujung akhir pipa (outlet). Sedang
untuk tekanan tinggi HP(High Pressure) dipakai manometer udara, maka HP1
dipasang pada awal pipa (inlet) dan HP2 dipasang pada ujung akhir pipa (outlet).
3). Untuk manometer air, pada tabungnya diusahakan tidak ada gelembung udara
didalamnya. Mengosongkan gelembung udara pada tabung dapat dilakukan dengan
menggunakan pompa udara yang telah tersambung dengan manometer air.
4). Menyalakan mesin pompa dengan menekan tombol on/off pada bak penampungan.
5). Mengatur debit yang masuk ke jaringan pipa (ditentukan oleh asisten) dengan
memutar klep pengatur debit pada pompa dan lihat debit yang masuk pada flow
meter dalam satuan liter/jam.
6). Membuka klep pipa yang akan diamati dan klep pengatur debit yang keluar secara
penuh, klep yang lain tetap tertutup.
7). Air akan masuk kedalam pipa, diamkan beberapa saat sampai aliran air stabil.
8). Setelah aliran stabil buka klep manometer air LP1 dan LP2 dan lihat penunjukan
nilai tinggi tekanan pada tabung manometer. Karena tekanan yang tinggi maka
manometer air tidak dapat membaca tekanan dalam pipa dengan baik. Oleh karena
itu digunakan manometer udara. Catat pembacaan manometer udara setelah stabil
yaitu HP1 dan HP2.
9). Menampung air yang keluar dari outlet saluran tersebut dalam wadah berupa ember
sebanyak 3 kali dengan variasi waktu berkisar kurang lebih 10 detik kemudian
Laboratorium Hidrolika UNHAS

mengukur volumenya dengan gelas ukur. Catat hasil pengukuran volume dan lama
waktu penampungan untuk mendapatkan debit keluar.
10). Menentukan besarnya debit rata-rata dari 3 kali pengukuran debit dan catat sebagai
Q out.
11). Ukur suhu air dalam bak penampungan dengan termometer dan ukur panjang pipa
denga meteran serta catat hasilnya.
12). Ulangi percobaan di atas pada point (5) sampai (10) dengan debit yang berbeda.
13). Mematikan mesin pompa dalam kondisi semua klep tertutup.

III. Menghitung Kehilangan Energi Akibat Pengecilan Penampang Pipa


1). Menutup semua klep atau katup pada jaringan pipa.
2). Menyambungkan alat manometer pada pipa yang mengalami pengecilan
penampung. Alat untuk tekanan rendah LP (Low Pressure) dipakai manometer air,
maka LP1 dipasang pada awal pipa (inlet) dan LP2 dipasang pada ujung akhir pipa
(outlet). Sedang untuk tekanan tinggi HP (High Pressure) dipakai manometer
udara, maka HP1 dipasang pada awal pipa (inlet) dan HP2 dipasang pada ujung
akhir pipa (outlet).
3). Untuk manometer air, pada tabungnya diusahakan tidak ada gelembung udara di
dalamnya. Mengosongkan gelembung udara pada tabung dapat dilakukan dengan
menggunakan pompa udara yang telah tersambung dengan manometer air.
4). Menyalakan mesin pompa dengan menekan tombol on/off pada bak penampungan.
5). Mengatur debit yang masuk ke jaringan pipa (ditentukan oleh asisten) dengan
memutar klep pengatur debit pada pompa dan lihat debit yang masuk pada flow
meter dalam satuan liter/jam.
6). Membuka klep pipa yang akan diamati dan klep pengatur debit keluar secara
penuh. Klep yang lain tetap tertutup.
7). Air akan masuk kedalam pipa, diamkan beberapa saat sampai aliran air stabil.
8). Setelah aliran stabil buka klep manometer air LP1 dan LP2 dan lihat penunjukan
nilai tinggi tekanan pada tabung manometer.karena tekanan yang tinggi maka
manometer air tidak dapat membaca tekanan dalam pipa dengan baik. Oleh karena
itu digunakan manometer udara. Catat pembacaan manometer udara setelah stabil
yaitu HP1 dan HP2.
9). Menampung air yang keluar dari outlet saluran tersebut dalam wadah berupa ember
sebanyak 3 kali dengan variasi waktu berkisar kurang lebih 10 detik kemudian
mengukur volumenya dengan gelas ukur. Catat hasil pengukuran volume dan lama
waktu penampungan untuk mendapatkan debit keluar.
10). Menentukan besarnya debit rata-rata dari 3 kali pengukuran debit dan catat sebagai
Q out.
11). Ukur suhu air dalam bak penampungan dengan termometer dan ukur panjang pipa
dengan meteran serta catat hasilnya.
12). Ulangi percobaan di atas pada point (5) sampai (10) dengan debit yang berbeda.
13). Mematikan mesin pompa dalam kondisi semua klep tertutup.

IV. Menghitung Kehilangan Energi Akibat Perbesaran Penampang Pipa


Laboratorium Hidrolika UNHAS

1). Menutup semua klep atau katup pada jaringan pipa.


2). Menyambungkan alat manometer pada pipa yang mengalami perbesaran
penampang. Alat untuk tekanan rendah LP (Low Pressure) dipakai manometer air,
maka LP1 dipasang pada awal pipa (inlet) dan LP2 dipasang pada ujung akhir pipa
(outlet). Sedang untuk tekanan tinggi HP (High Pressure) dipakai manometer
udara, maka HP1 dipasang pada awal pipa (inlet) dan HP2 dipasang pada ujung
pipa (outlet).
3). Untuk manometer air, pada tabungnya diusahakan tidak ada gelembung udara di
dalamnya. Mengosongkan gelembung udara pada tabung dapat dilakukan dengna
menggunakan pompa udara yang telah tersambung dengan manometer air.
4). Menyalakan mesin pompa dengan menekan tombol on/off pada bak penampungan.
5). Mengatur debit yang masuk ke jaringan pipa (ditentukan oleh asisten) dnegna
memutar klep pengatur debit pada pompa dan lihat debit yang masuk pada flow
meter dalam satuan liter/jam.
6). Membuka klep pipa yang akan diamati dan klep pengatur debit keluar secara
penuh, klep yang lain tetap tertutup.
7). Air akan masuk ke dalam pipa, diamkan beberapa saat sampai aliran air stabil.
8). Setelah aliran stabil buka klep manometer air LP1 dan LP2 dan lihat penunjukan
nilai tinggi tekanan pada tabung manometer. Karena tekanan yang tinggi maka
manometer air tidak dapat membaca tekanan dalam pipa dengan baik. Oleh karena
itu digunakan manometer udara. Catat pembacaan manometer udara setelah stabil
yaitu HP1 dan HP2.
9). Menampung air yang keluar dari outlet saluran tersebut dalam wadah berupa ember
sebanyak 3 kali dengan variasi waktu berkisar kurang lebih 10 detik kemudian
mengukur volumenya dengan gelas ukur. Catat hasil pengukuran volume dan lama
waktu penampungan untuk mendapatkan debit keluar.
10). Menentukan besarnya debit rata-rata dari 3 kali pengukuran debit dan catat sebagai
Q out.
11). Ukur suhu air dalam bak penampungan denga termometer dan ukur panjang pipa
denga meteran serta catat hasilnya.
12). Ulangi percobaan diatas pada point (5) sampai (10) dengan debit yang berbeda.
13). Mematikan mesin pompa dalam kondisi semua klep tertutup.

2.5 Tabel Pengamatan


Terlampir

2.6 Foto Alat


Terlampir
Laboratorium Hidrolika UNHAS

FOTO ALAT

PERCOBAAN JARINGAN PIPA


Laboratorium Hidrolika UNHAS

Anda mungkin juga menyukai