Anda di halaman 1dari 5

Sejak dari beberapa minggu yang lalu, setelah dimulainya pembukaan

pameran bertajuk BIENNALE JOGJA 17 “TITEN: PENGETAHUAN


MENUBUH, PIJAKAN BERUBAH” lalu saya dan teman-teman tertarik untuk
mendatangi Pameran ini yang tersebar di beberapa venue seperti Taman Budaya
Yogyakarta, Panggungharjo, Bangunjiwo, Area Foodcourt Pabrik Gula
Madukismo dan Pendhapa Art Space. beberapa sudah saya kunjungi, namun ada
salah satu karya yang menurut saya menarik sekali dari segi Estetikanya dan juga
nilai positifnya berikut akan saya bahas mengenai karyanya.

TacTic Plastic
adalah kolektif seni yang bekerja dengan sampah plastik sebagai bahan
utamanya. Mereka prihatin dengan pencemaran plastik yang berbahaya dan
memengaruhi kelangsungan hidup makhluk hidup, termasuk manusia. Salah satu
inisiatornya, Mutia Bunga, mempunyai latar belakang seni lukis, lulus dari Institut
Seni Indonesia Yogyakarta. Dengan menciptakan berbagai instalasi berbahan
plastik ini, TacTic menjalankan serangkaian eksperimen untuk mengolah sampah
plastik, termasuk memikirkan proses sanitasi yang ramah lingkungan, dengan
beragam teknik seperti menghaluskan, mengurai, melelehkan, mencetak dan
berbagai teknik lainnya untuk mengubah plastik menjadi material siap pakal
dalam membuat karya.

Penciptaan karya menjadi bagian dari metode Tactic Plastic untuk


mengampanyekan bagaimana manusia perlu menjaga hubungan dirinya dengan
alam, dengan makhluk hidup lain untuk merawat seluruh semesta Untuk itu
TacTic juga melakukan riset-riset yang berkait dengan berbaga konteks perawatan
dan perbaikan terhadap alam yang bersumber pada fihafat dan pengetahuan lokal
yang diwariskan pada nenek moyang. Karena itu kerja lintas disiplin dengan para
peneliti, ahil sains, aktivis, dan sebagainya menjadi bagian penting dalam proses
kreatif TacTic.
Karyanya yakni berjudul “Kayun Kalamangsa: Ngrumat Arep (2023)”

Sebuah karya yang merespons permasalahan cuaca yang berimbas pada


tanah. Karya ini sebagai representasi dari alternatif yang mulai dihadirkan untuk
merespon keadaan alam yang kian berubah. Merosotnya kepercayaan Pranata
Mangsa di masa kini dapat menjadi sebuah peringatan bahwa alam membutuhkan
perhatian dan solusi untuk kian mendesak. Ngrumat Arep dikorelasikan pada
harapan-harapan yang diharapkan dapat terus hidup di tengah perubahan
kepercayaan masyarakat terhadap mangsa atau musim.
Karya ini merupakan seri ke 2 dari karya Kayun Kalamangsa pertama
yang diproduksi pada tahun 2022.

Karya Kayun Kalamangsa: Ngrumat Arep masih dipamerkan di Biennale


Jogja 17 hingga 25 November 2023, berlokasi di The Ratan & pendopo
Kampoeng Mataraman Yogyakarta.

Di tengah permasalahan sampah di Yogyakarta, kelompok seniman TacTic


Plastic meluncurkan karya seni instalasi terbarunya berjudul Kayun Kalamangsa:
Ngrumat Arep di perhelatan Biennale Jogja. Karya ini dapat dinikmati penikmat
seni di The Ratan dari 6 Oktober hingga 25 November 2023.

Karya ini terdiri dari 12 buah pot gantung yang terbuat dari limbah plastik
dan diisi dengan tanaman edible. Setiap pot mewakili salah satu mangsa dalam
kalender pranata mangsa Jawa.

Kayun Kalamangsa merupakan respon terhadap permasalahan sampah


juga cuaca yang berimbas pada tanah. Perubahan iklim dan pencemaran
lingkungan telah menyebabkan musim menjadi tidak menentu, vegetasi rusak, dan
kualitas air tanah menurun. Hal ini mengancam ketahanan pangan dan kehidupan
masyarakat.

Dengan karya ini, TacTic Plastic ingin menawarkan solusi alternatif untuk
mengolah limbah plastik dan memanfaatkannya sebagai media tanam yang lebih
menarik. Mereka berharap bahwa karya ini dapat menjadi pengingat bagi
masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dan melestarikan pengetahuan
lokal.

Proses kreatif di balik karya Kayun Kalamangsa: Ngrumat Arep dimulai


dari penelitian yang dilakukan oleh TacTic Plastic tentang limbah plastik dan
kalender pranata mangsa Jawa.

“Kami ingin menemukan cara untuk memanfaatkan limbah plastik


menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan, sekaligus melestarikan
pengetahuan lokal,” papar Dyah Retno, tim riset TacTic Plastic dalam keterangan
tertulisnya, Minggu (9/10/2023).

“Pengetahuan lokal kalender pranata mangsa Jawa sangat penting untuk


dilestarikan, karena dapat membantu kita untuk memahami perubahan cuaca dan
kondisi alam, serta mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
menghadapinya,” imbuhnya.

Setelah melakukan penelitian, TacTic Plastic memutuskan untuk membuat


pot gantung dari limbah plastik. Mereka memilih pot gantung karena bentuknya
yang unik dan menarik, serta dapat digunakan untuk menanam berbagai jenis
tanaman.

TacTic Plastic menggunakan berbagai teknik untuk membuat pot gantung


dari limbah plastik. Salah satu teknik yang mereka gunakan adalah teknik
crocheting. Teknik ini melibatkan penggunaan jarum rajut untuk merajut limbah
plastik menjadi pot gantung.

Selain teknik crocheting, TacTic Plastic juga menggunakan teknik lainnya


untuk membuat pot gantung dari limbah plastik, seperti teknik melting dan teknik
weaving.

Setelah pot gantung selesai dibuat, TacTic Plastic mengisinya dengan


tanah dan menanam berbagai jenis tanaman edible di dalamnya. Tanaman edible
yang mereka pilih adalah tanaman yang biasa ditanam oleh masyarakat Jawa pada
mangsa tertentu.

Mutia Bunga, founder TacTic Plastic, mengatakan bahwa karya Kayun


Kalamangsa: Ngrumat Arep merupakan bentuk upaya mereka untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dan
melestarikan pengetahuan lokal.

“Kami ingin mengajak masyarakat untuk melihat sampah plastik dari


sudut pandang yang berbeda. Sampah plastik tidak harus menjadi masalah, tetapi
juga dapat menjadi solusi. Dengan kreativitas, kita dapat memanfaatkan sampah
plastik menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan,” kata dia.

Karya ini diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat akan


pentingnya menjaga lingkungan dan melestarikan pengetahuan lokal. Agar
banyak orang terinspirasi untuk melakukan hal yang sama, seperti memanfaatkan
limbah plastik menjadi sesuatu yang bermanfaat dan melestarikan pengetahuan
lokal.

Karya dilihat dari Teori Estetika Ekspresionis


Menurut saya pribadi karya ini sudah jelas tujuannya yakni memanfaatkan
limbah plastik yang semakin hari semakin menimbulkan dampak pencemaran
lingkungan namun dengan ide kreatif para kolektif ini menyulap plastik menjadi
karya seni yang indah. bahan dan materialnya juga cukup baik. Kemudian saat ini
kekuatan dasar utama dari keindahannya adalah ekspresi fungsi atau kegunaan
suatu karya tersebut pada titik tujuannya pun sudah tercapai.

Karya instalasi ini jika dilihat dari polanya sebagian mengingatkan pada
karya dari salah satu seniman Yayoi Kusama dengan pola repetisi Polkadotnya,
namun hanya sebagian saja dari karya ini yang ditonjolkan pola polkadotnya dan
perbedaannya dimensi atau kebentukannya lebih Trimatra atau tiga dimensi.

Pemilihan warna juga menarik, mengingat warna plastik sampah


kebanyakan selalu dominan warna Monokrom hitam atau warna putih meski ada
warna merah dan yang lainnya, namun mereka pandai memilah warna yang
tampak harmonis juga ekspresif random (Colorful) yang menurut saya begitu unik
nyaman dipandang mata.

Anda mungkin juga menyukai