Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS SINKRONIK PERKEMBANGAN BATIN( PERASAAN) PADA PUISI-

PUISI KH. MUSTOFA BISRI (GUS MUS)

Ananda Nadia Monita

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Sriwijaya

nadiamonita8@gmail.com

Abstrak

Karya sastra diciptakan oleh pengarang sebagai ungkapan hatinya dalam memotret
kehidupan sosial. Di Indonesia, fenomena seperti itu banyak ditemukan, terutama
pada tahun-tahun setelah kemerdekan. Di tahun 1980-2000, muncul banyak
sastrawan yang aktif dalam dunia sastra Indonesia. Salah satunya adalah Mustafa
Bisri atau biasa dipanggil Gus Mus, ia adalah salah seorang yang memperjuangkan
agama dengan menggunakan sastra sebagai media dakwah seperti pada puisi dan
cerpen yang dia ciptakan. Akan tetapi banyak masyarakat yang kurang mengetahui
periodisasi dan sulit memahami karya sastra Gus Mus yang tergolong karya sastra
kontemporer. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan unsur-
unsur intrinsik batin (perasaan) pada puisi-puisi karya KH. Mustofa Bisri (Gus Mus)
yang bersifat sinkronik atau analisis dalam suatu periode tertentu yaitu tahun 1980-
1990an. Objek penelitian ini adalah karya sastra Gus Mus berupa puisi, diantaranya
yaitu : Kau ini bagaimana atau aku harus bagaimana (1987), Negeri Teka-Teki
(1997), Negeriku (1993), Kita Semua Asmuni Atau Asmuni Cuma Satu (1988), Puisi
Balsem dari Tunisia (1989). Ciri umum karya sastra kontemporer Gus Mus ada dua,
pertama, berisi tentang kritik sosial. Kritik sosial yang terdapat dalam karya sastra
kontemporer Gus Mus di antaranya adalah kritik terhadap kebijakan-kebijakan
pemerintah, kritik terhadap pemahaman-pemahaman agama, dan kritik terhadap
ketidakadilan. Kedua, banyak memuat dimensi sufistik dan spiritual.
Kata kunci : KH Mustofa Bisri, Puisi Kontemporer, Unsur Intrinsik Batin (Perasaan)
Abstract

Literary works are created by authors as an expression of their hearts in photographing


social life. In Indonesia, such phenomena are often found, especially in the years after
independence. In 1980-2000, many writers emerged who were active in the world of
Indonesian literature. One of them is Mustafa Bisri or usually called Gus Mus, he is
someone who fights for religion by using literature as a medium for preaching such as
in the poetry and short stories he creates. However, many people do not know
periodization and find it difficult to understand Gus Mus's literary works which are
classified as contemporary literary works. This research aims to identify the
development of inner intrinsic elements (feelings) in the poems by KH. Mustofa Bisri
(Gus Mus) which is synchronic or analytical in a certain period, namely the 1980-
1990s. The object of this research is Gus Mus's literary works in the form of poetry,
including: What are you like or what should I do (1987), Country of Puzzles (1997), My
Country (1993), We Are All Asmuni Or Only One Asmuni (1988), Poetry Balm from
Tunisia (1989). There are two general characteristics of Gus Mus's contemporary
literary works, first, they contain social criticism. The social criticism contained in Gus
Mus's contemporary literary works includes criticism of government policies, criticism
of religious understandings, and criticism of injustice. Second, it contains many Sufistic
and spiritual dimensions.

Keywords: KH Mustofa Bisri, Contemporary Poetry, Intrinsic Elements (Feelings)

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Mustofa Bisri termasuk ulama penting di kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Ia


pernah menolak secara halus saat dicalonkan menjadi Ketua Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama, juga menolak saat dicalonkan menjadi Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB). Ia lebih memilih tetap berada di tengah umat secara langsung, dengan mengasuh
santri di Pondok Pesantren peninggalan ayahnya, Raudlotut Tholibien, Rembang, di
samping terus produktif menulis masalah sosial budaya di berbagai media massa, juga
menjadi pembicara di berbagai seminar dan pengajian akbar. Mustofa Bisri merupakan
salah satu sastrawan kontemporer pasalnya ia menulis karya-karya sastra pada tahun
setelah kemerdekaan dimana pada saat ini fokus masyarakat adalah mengenai
perkembangan politik, begitu juga dengan para sastrawan yang giat memberikan
kritikan politik terhadap pemerintah menggunakan karya sastra.

Memahami puisi dapat dilakukan dengan memahami dari berbagai sudut


pandang, baik secara bahasa, kaitan puisi dengan teks lain, struktur puisi, dan dapat
dipahami melalui proses kreatif penyair. Setiap karya sastra memiliki unsur intrinsik dan
unsur ekstrensik, unsur intrinsik puisi meliputi sajak, rima, irama, bait, dan diksi unsur
ini dapat disebut struktur puisi. Unsur ekstrensik puisi adalah hal-hal yang berasal dari
luar puisi tersebut, seperti latar belakang pengarang dan distribusi karya sastra. Bahasa
adalah medium utama dalam karya sastra, termasuk puisi, melalui bahasa dapat
membentuk struktur puisi sehingga dapat disebut sebagai sebuah puisi.

Anda mungkin juga menyukai