Anda di halaman 1dari 4

1

1 PENDAHULUAN

Latar belakang

Industri otomotif di Indonesia menunjukan peningkatan dalam 20 tahun


terakhir. Hal ini terlihat pada Tabel 1, dari data Gabungan Industri Kendaraan
Bermotor Indonesia (Gaikindo) tahun 2015, terdapat dua negara ASEAN yang
termasuk 20 negara memproduksi mobil terbesar, yaitu Thailand yang telah
memproduksi 1,9 juta dan Indonesia telah memproduksi satu juta mobil. Di dalam
negeri sendiri pertumbuhan produksi mobil peningkatan yang cukup tinggi, pada
tahun 2003 hingga 2015 mengalami peningkatan lebih 250%, peningkatan produksi
harus didukung oleh sistem produksi perusahaan otomotif yang efektif dan efisien.

Tabel 1 Peningkatan produksi kendaran roda 4 Indonesia.


Tahun Produksi kendaran roda 4 (unit)
2003 322.044
2004 422.099
2005 500.710
2006 296.008
2007 411.638
2008 600.628
2009 464.816
2010 702.508
2011 837.948
2012 1.053.270
2013 1.208.211
2014 1.298.523
2015 1.098.780
Sumber: Gaikindo 2016

Dalam pembuatan produk, perusahaan otomotif mulai dari pabrikan mobil


maupun komponen otomotif harus melakukan efisiensi untuk menciptakan biaya
produksi yang rendah sehingga dapat bersaing dalam industri otomotif. Salah satu
kasus yaitu PT DNIA, merupakan perusahaan komponen otomotif yang
memproduksi lebih dari 20 produk untuk kendaraan Toyota dan Daihatsu seperti,
komponen pengaturan suhu, komponen mesin, dan komponen elektronik. Pada
tahun 2019 perusahaan ini telah menargetkan efisiensi operasional dengan
penurunan waktu proses produksi (lead time) sebesar 30%, produktifitas sebesar
15% dan peningkatan kualitas dengan menargetkan maksimal 4,5 ppm (part per
million) produk cacat ke pelanggan.
Induk perusahaan Denso Corporation Japan menerapkan metode Total
Productive Maintenance (TPM) yang merupakan pondasi awal konsep manfaktur
ramping (lean manufacture). Konsep manufaktur ramping memiliki tiga konsep
utama dalam penerapannya, waktu proses produksi (lead time) yang pendek, biaya
produksi yang rendah, dan kualitas yang tinggi, sehingga menghasilkan biaya
2

produksi lebih efisien. Pada pabrik ketiga PT. DNIA yang mulai beroperasi secara
bertahap pada tahun 2013, belum mencapai target operasional yang ditetapkan oleh
perusahaan. Dalam tiga tahun pertama perusahaan masih berfokus kepada
pengembangan produk, dan 2 tahun selanjutnya perusahaan tidak dapat mencapai
target yang ditetapkan. Tidak hanya pada pabrik ketiga, keseluruhan pabrik pun
tidak mampu mencapai target yang ditetapkan selama 4 tahun terkahir. Masuknya
beberapa perusahaan pesaing dari beberapa negara seperti China dan Thailand
dengan harga produksi yang lebih murah, membuat perusahaan harus menambah
strategi operasional untuk dapat sistem produksi lebih ramping untuk dapat
menekan biaya produksi.
Strategi operasional sekarang dirasakan kurang untuk mendukung target
perusahaan. Terlihat secara menyeluruh terhadap pengurangan leadtime masih
belum ditentukan perusahaan pada satu tahun terakhir, pada Gambar 1 data internal
perusahaan menggambarkan lead time produksi. Terdapat beberapa loss waktu
produksi, dapat diambil contoh untuk produk VCT, waktu ketika perencanaan lead
time 62,5 jam dalam sistem produksi sedangkan aktual mencapai 96,17 jam.
Pengukuran dan analisis terhadap loss lead time dapat menggunakan peta aliran
nilai (value stream mapping) untuk melakukan pengukuran terhadap nilai tambah
(value add) dan bukan nilai tambah (non value add) sehingga dapat
mengindentifikasi terhadap pemborosan.
Produk J 150,7
173,2
Produk I 140,8
164,5
Produk H 142,2
159,4
Produk G 123,3
144
Produk F 104,0
122,7
Produk E 91,0
116,4
Produk D 74,7
99,6
VCT 62,5
96,17
Produk C 75,9
94,4
Produk B 60,8
86,9
Produk A 56,3
80,4
0 50 100 150 200

Rencana Lead Time Aktual Lead Time

Gambar 1 Lead time produksi setiap produk di PT DNIA dalam satuan Jam tahun
2018.
Dari sisi lain, peningkatan upah PT DNIA mengalami peningkatan sekitar 10%
setiap tahunnya dan merupakan salah satu upah yang terbesar pada perusahaan grup
di Asia. Gambar 2 menunjukan perbandingan peningkatan upah di perusahaan grup
Asia PT DNIA. Pada tahun 2018 PT DNIA hanya mampu mengurangi mansec pada
proses produksi sebesar 13% dengan target yang ditetapkan sebesar 15% secara
total perusahaan. Fokus utama perusahaan dalam mengurangi mansec adalah
peningkatan Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan melakukan peningkatan
keluaran produksi dengan cara otomatisasi perangkat kerja secara menyeluruh.
Analisis kuantitatif metrik Overall Equipment Effectiveness (OEE) yang
merupakan bagian dari Total Productive Maintenance (TPM) dapat membantu
3

perusahaan dalam melakukan indentifikasi pemborosan (loss). Terdapat enam


pemborosan terbesar sebagai parameter untuk dilakukan perbaikan melalui
indentifikasi OEE. Dengan seiringnya waktu perkembangan OEE terus mengalami
perubahan, seperti yang dilakukan oleh Garza-Rayes (2015) yang merumuskan
pengukuran efektifitas menjadi Overall Resource Effectiveness (ORE). Pengukuran
ORE yang lebih menyeluruh, tidak hanya melakukan pengukuran pada Availability
(A), Performance (P) dan Quality (Q), akan tetapi juga dalam hal lainnya, seperti
tenaga kerja dan fasilitas produksi.
Dengan dapat melakukan prioritas secara akurat dalam mengestimasi loss yang
terjadi pada sistem produksi maka target yang ditetapkan oleh perusahaan dapat
tercapai, oleh kerena permasalahan yang telah disampaikan diatas, analisis loss
terhadap sistem produksi ini dapat menjadi salah prioritas langkah yang harus
dilakukan perusahaan.

Gambar 2 Peningkatan upah PT. DNIA dibandingkan dengan perusahaan grup


Asia.

Rumusan masalah

Persaingan industri otomotif didunia khususnya di Indonesia memaksa


perusahaan melakukan tiga tujuan dasar dari lean manufacture yaitu jangka waktu
proses produksi yang pendek, biaya produksi yang rendah, dan kualitas yang tinggi.
Analisis loss produksi yang dilakukan pada sistem produksi harus dapat ditentukan
prioritas masalah sehingga segera dapat dilakukan perbaikan. Berdasarkan
pemikiran di atas perumusan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana loss yang dihasilkan dari sistem produksi dan menentukan prioritas
masalah yang terjadi pada produksi pada PT. DNIA?
2. Bagaimana peta aliran nilai masa depan (future value stream mapping) yang
ditawarkan?
4

Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:


1. Mengestimasi loss sistem produksi dan menentukan prioritas permasalahan
dengan Value Stream Mapping (VSM) dan Overall Resource Effectiveness
(ORE).
2. Mengambarkan peta aliran nilai masa depan (Future Value Stream Mapping)
pada proses produksi berdasarkan hasil analisis prioritas perbaikan.

Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis maupun
praktis.
1. Secara praktis, penelitian ini dilakukan untuk dapat membuat model prioritas
perbaikan berdasarkan konsep manufaktur ramping dan total productive
maintenance dengan metode VSM dan ORE untuk memberikan alternatif
perbaikan kinerja produksi.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai acuan oleh
penelitian lebih lanjut terkait dengan mengindentifikasi loss dengan metode
VSM dan ORE. Tidak hanya untuk industri otomotif, akan tetapi dapat
dilakukan pada industri lain seperti pertanian, agroindustri, dll.

Ruang lingkup penelitian.

Penelitian ini dilakukan di PT. DNIA produk VCT, pada seluruh lini produksi
yang dimiliki, karena memiliki perbedaan lead time antara rencana dan aktual
terbesar sebesar 33,7 jam.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Operasi dan Sistem Produksi

Menurut Heizer dan Render (2011) manajemen operasi merupakan aktifitas


yang berkaitan dengan membuat sebuah produk atau jasa mulai dari sistem
transformasi bahan baku hingga produk jadi siap untuk dijual, beda hal dengan
kegiatan produksi yang berarti aktifitas dalam membuat barang atau jasa. Pada
sistem keseluruhan transformasi itu disebut sistem produksi.

Anda mungkin juga menyukai