Anda di halaman 1dari 5

Paper Epistemologi STFD

Nama : Wiligis Eduardus Edrin Olak Wuwur


NPM : 0256203219
Tanggal pengiriman : 31 Mei 2022
E-mail : epunkwuwur@gmail.com
Kelompok : Yosef Fandry Narong
Paskalis Endot
Fransiskus Gregorius Bataona

Ilmu Sosial dan Kemanusiaan


I. Pengantar
Dalam kehidupan manusia, ilmu memiliki kedudukan yang sangat penting.
Perkembangannya sangatlah pesat sesuai dengan tuntutan kebutuhan manusia. Berdasarkan
keragamannya ada ilmu alam, ilmu agama, ilmu sosial, ilmu kemanusiaan dan lain
sebagainya. Semuanya memiliki cara kerjanya sendiri. Berkaitan dengan itu, penulis akan
membahas cara kerja ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Dalam tulisan ini, penulis akan
menggunakan metode kepustakaan dengan mengelaborasi paper kelompok dan tambahan
pribadi. Segalanya akan dibahas berdasarkan urutan sebagai berikut. Pertama, penulis akan
membahas ilmu kemanusiaan. Kedua, penulis akan membahas ilmu sosial. Selanjutnya, pada
bagian terakhir, penulis akan merangkum pembahasannya dengan menjawab beberapa
pertanyaan dosen terkait ilmu-ilmu tersebut.
II. Ilmu-Ilmu Kemanusiaan
2.1 Muncul dan Berkembangnya Ilmu-Ilmu Kemanusiaan
Berdasarkan sumber yang penulis baca, Ilmu kemanusiaan adalah ilmu pengetahuan
empiris yang mempelajari manusia dalam segala aspek hidupnya. Hal itu terkait ciri-ciri
khasnya, tingkah lakunya, baik perorangan maupun bersama, dalam lingkup kecil maupun
besar dan banyak aspek lainnya.1 Secara umum, perkembangannya dapat dirumuskan sebagai
berikut.
a. Sekitar abad ke-18 di dunia Barat
Pada periode ini, ilmu-ilmu yang mempelajari manusia sudah ada. Itu adalah ilmu
sejarah, agama, negara, kedokteran, sastra, hukum bahasa, ekonomi dan kebudayaan.
Meskipun demikian, ilmu-ilmu tersebut tidak bisa diidentikan begitu saja dengan dengan
yang berkembangan sekarang. Hal tersebut terjadi karena ada perbedaan dimana cara kerja
khas ilmu-ilmu sekitar abad ke-18 di dunia Barat belum disadari.
b. Sekitar abad ke 19 di dunia Barat
Pada periode ini, kemampuan manusia semakin disadari. Itu dicari dan ditemukan
dalam ilmu seperti sastra, seni dan filsafat Yunani dan romawi kuno. Perkembangan ini
disebut renaissance. Di dunia politik barat, perkembangan itu dicapai dengan Revolusi
Prancis. Sedangkan dalam perkembangan ilmu kemanusiaan, ada beberapa tokoh yakni, A.
Comte, Karl Marx, Freud. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan kedudukan khas ilmu-ilmu
yang mempelajari manusia telah dirumuskan oleh A. Comte (bapak Sosiologi). Hal itu terjadi
karena dia mengklasifikasikan ilmu, mulai dari yang paling kompleks.
c. Perkembangan selanjutnya
Pada periode ini, cara kerja khas ilmu sudah mulai disadari. Itu berbeda dengan pada
periode-periode sebelumnya, secara khusus sekitar abad ke-18. Perkembangan ini terindikasi
lewat munculnya tokoh-tokoh seperti Emile Durkheim dan Wilhelm Dilthey. Pada abad ke-

1
C. Verhaak dan Haryono Iman, Filsafat Pengetahuan (Jakarta: Gramedia, 1989), 66.

1
20 ada juga Frankfurt, Adorno, Jurgen Habermas. Ada juga hermeneutika dalam konteks
ilmu-ilmu kemanusiaan.

2.2 Ciri-ciri Khas Ilmu-Ilmu Kemanusiaan


Menurut Verhaak, cara kerja ilmu-ilmu kemanusiaan mirip dengan cara kerja ilmu
2
alam. Itu disebabkan karena ilmu-ilmu kemanusiaan juga melakukan tahapan seperti
pengamatan dan penelitian empiris. Meskipun demikian, keduanya berbeda. Pertanyaannya,
di mana letak perbedaanya? Ciri khas yang paling kelihatan adalah soal objek
penyelidikannya. Dalam ilmu-ilmu kemanusiaan, manusia sebagai objek tetapi juga sebagai
Subjek Ilmu.3 Dengan kata lain, penyelidik (subjek) juga sama dengan objek yang
diselidikinya. Itu berarti, objeknya melampaui benda-benda biasa. Karena penyidik tidak
berada di luar objek, manusia (pengamat) tidak meninggalkan dirinya sehingga pengamatan
itu tidak lepas dari prasangka. Kriteria kebenarannya juga bukan hanya sebatas mencari
penjelasan kausalitas seperti dalam ilmu-ilmu alam. Hal ini terjadi karena kausalitas hanya
merujuk pada data, sedangkan dalam ilmu-ilmu kemanusiaan sampai pada makna. Cara
berpikir juga analog (berubah-ubah), bukan univok (sama). Dalam hal ini, objektivitas ilmu-
ilmu kemanusiaan juga berbeda dengan ilmu alam. Misalnya, ketika penulis ingin meneliti
jumlah orang yang suka bermain tiktok pada hari ini, keberlakuannya hanya sementara saja
sebab datanya berubah setelah itu ditetapkan. Hal ini menyimpulkan bahwa objektivitas
dalam ilmu alam (ketepatan data merupakan ukuran kebenaran) tidak berlaku untuk ilmu-
ilmu kemanusiaan (dinamis).
2.3 Contoh ilmu kemanusiaan
Salah satu ilmu pengetahuan tentang manusia adalah ilmu sejarah yang akan dibahas
pada bagian ini. Ilmu ini menyangkut sejarah manusia. Verhaak menjelaskan bahwa ada dua
paham tentang sejarah yakni, sejarah yang berlangsung secara circular dan sejarah yang
berlangsung secara garis lurus (linear).4 Ilmu sejarah yang berlangsung secara melingkar,
tidak memiliki kejelasan terkait awal dan akhir. Ini berkembang dalam bentuk sekularisasi,
sedangkan sejarah yang berlangsung secara linear menerima adanya awal dan akhir.Misalnya,
itu terkait paham sejarah dalam agama yang meyakini Allah sebagai awal dan akhirat sebagai
suatu perjalanan lurus. Berdasarkan sumber dari buku A. G. M. Van Melsen tentang Ilmu
Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita halaman 30 sampai 40, penulis merangkumnya
perbedaanya dengan ilmu alam dalam tabel sebagai berikut.

No. Ilmu Alam Ilmu Sejarah

1. Subjek berada di luar objek. Manusia sebagai subjek perbuatannyaa


tercantum dalam objek sejarah sebagai
ilmu.

2. Misalnya tentang awal mula Kejadian-kejadian alam memang dibahas


perkembangan bumi, evolusi bentuk- tetapi sejauh berpengaruh dan dialami
bentuk kehidupan, hominisasi dan manusia.
proses terjadinya manusia.

2
C. Verhaak dan Haryono Iman, Filsafat Pengetahuan (Jakarta: Gramedia, 1989), 69.
3
C. Verhaak dan Haryono Iman, Filsafat Pengetahuan (Jakarta: Gramedia, 1989), 69.
4
C. Verhaak dan Haryono Iman, Filsafat Pengetahuan (Jakarta: Gramedia, 1989), 73-74.

2
3. Membatasi diri pada registrasi Objeknya segala-galanya tetapi ditinjau dari
indrawi langsung. aktivitas manusia.

4. Univok, sama. Analog, berubah-berubah.

5. Matematis, menurut hukum, universal. Dinamis.

6. Otomatis menurut hukum dan terkait Khas dan tidak terulang karena manusia itu
aspek realitas yang dapat diulangi. kompleks dan tidak dapat dikupas secara
tuntas.

7. Bisa melakukan eksperimen. Tidak bisa melakukan eksperimen karena


sudah perna berlangsung.

8. Mempelajari realitas menyangkut Dalam ilmu sejarah aspek realitas memang


bekerjanya benda-benda alam. ada tetapi lebih pada perkembangan yang
unik.

9. Contohnya, tentang hukum Newton. Contohnya terkait penemuan hukum


Itu berlaku di mana-mana. Newton dilihat secara lebih luas dan unik.
Misalnya, tentang bagaimana reaksi
kawan-kawan sezamannya, penemuan itu
dirumuskan untuk pertama kalinya adalah
hal yang unik.

III. Ilmu-Ilmu Sosial


Pada bagian ini, penulis akan membahas ilmu-ilmu sosial. Itu terkait sekolah
Frankfurt, perdebatan seputar ilmu-ilmu sosial (Popper dan Adorno), adanya kebenaran
dalam ilmu-ilmu sosial, dan hermeneutika.
3.1 Sekolah Frankfurt
Pada pertengahan Abad ke-19, ilmu-ilmu empiris tentang manusia cukup meningkat.
Tokoh-tokoh yang perlu disebut terkait perkembangan itu adalah August Comte, max Weber,
Durkheim dan Levy Bruhl dalam bidang sosiologi. Selanjutnya, ada Dilthey dengan
pendalaman terkait cara kerja khas ilmu sejarah. Hal ini terjadi karena objek ilmu sejarah
berbeda dengan ilmu alam seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Perkembangan lain
muncul dalam bidang psikologi. Tokohnya meliputi Sigmund Freud, Albert B. Adler, Carl
Gustav Jung dan Frederik J. J. Buytendijk.
Kemudian, ada masalah terkait apakah ilmu-ilmu sosial dapat memberikan keterangan
berdasarkan hubungan sebab-akibat atau interpretatif. Pada tahap inilah, sekolah Frankfurt
perlu disebut. Itu adalah institut yang terdiri dari sejumlah intelektual dari pelbagai macam
disiplin ilmu, mulai dari teologi sampai filsafat. 5 Dari sekolah ini, pembaharuan ilmu-ilmu
pengetahuan sosial muncul.6 Tokoh-tokoh yang muncul adalah Horkheimer, Adorno, Erich
Fromm, dan Herbert Marcuse. Mereka memperbarui dan memperdalam cara kerja dan
kedudukan ilmu-ilmu sosial dari sudut pandang teoritis dan filsafat. Dalam hal itu, mereka

5
Donny Gahral Adian dan Dr. Akhyar Yusuf Lubis, Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan: dari David Hume
sampai Thomas Khun (Depok: Koekoesan, 2011), 85.
6
C. Verhaak dan Haryono Iman, Filsafat Pengetahuan (Jakarta: Gramedia, 1989),170-171.

3
dipengaruhi idealisme Jerman dan kritik idealisme yang berasal dari Karl Marx. Hal tersebut
turut meningkatkan kepekaan mereka terhadap gejala-gejala yang muncul dalam masyarakat.
3.1.1 Pokok-pokok pikiran
Kritik yang dimaksud terletak pada masyarakat industri dan perkembangan ilmu-ilmu
alam yang telah mengasingkan manusia dari dirinya sendiri. Menurut orang-orang dari
sekolah Frankfurt, keadaan keterasingan kurang dilihat oleh para ahli sosial yang condong ke
positivisme. Dalam hal ini, cara pendekatan positivisme tidak memadai. Manusia tidak bisa
dilihat dari data karena selalu berubah. Dengan kata lain, pendekatan positivisme itu tidak
cukup sehingga perlu ada perkembangan misalnya di bidang seni. Dari sana, manusia dapat
bergerak bebas, ekspresif dalam mengatasi keterasingannya.
3.1.2 Perdebatan Seputar Ilmu-Ilmu Sosial: Popper dan Adorno
Masih berkaitan dengan tema yang sama, ada tokoh seperti Popper dan Adorno.
Mereka mempelajari sistem masyarakat. Namun, ada perbedaan. Popper menerapkan
anggapan-anggapannya tentang metodologi ilmu-ilmu alam terhadap ilmu sosial. Hal ini
ditanggapi oleh Adorno. Baginya, itu tidak mungkin.
3.1 3. Adanya Kebenaran Dalam Ilmu-Ilmu Sosial?
Secara umum, dapat dilihat bahwa tidak ada suatu kebenaran tunggal. Kebenaran itu
relatif. Nilai-nilai objektivitas murni yang memikat para ahli ilmu-ilmu alam, tidak dapat
dicapai sama sekali dalam dunia ilmu-ilmu sosial yang dicirikan oleh hubungan timbal balik
antara subjek pengenal dengan objek yang dikenal.
3. 1.4 Hermeneutika
Masalah relativitas di atas mempengaruhi juga ilmu-ilmu yang mementingkan
hermeneutika sebagai pokok yang paling utama. Hermeneutika itu sendiri berarti penafsiran
ungkapan-ungkapan dan tanggapan dari orang lain, khususnya dalam lingkungan sosial
budaya ataupun yang berada jauh dalam rentang sejarah.7 Dewasa ini, hermeneutika
dipersempit menjadi penafsiran teks oleh pembaca terhadap sesuatu dari lingkungan sosial
dan historis yang berbeda. Ilmu-ilmu yang sering mementingkan prinsip hermeneutika adalah
sejarah.Tokoh-tokoh terkait adalah sebagai berikut. Pertama, Heidegger bersama Hans-
Georg. Heidegger sendiri dipengaruhi oleh Edmund Husserl terkait metode fenomenologinya.
Dalam hal ini, kesadaran manusia adalah intensionalitas. Artinya, kesadaran manusia selalu
merupakan kesadaran akan sesuatu (tampak aktif tetapi sudah merupakan hasil pemberian
diri objek yang hendak disadari).8 Contohnya Bukit. Sebelum saya menyadari itu sebagai
suatu pemandangan yang indah (suatu fenomena), bukit itu sudah selalu memberikan dirinya
kepada kesadaran saya.
Dalam konteks hermeneutika, intensionalitas tersebut tidak dipisahkan dari
pengungkapannya. Pengetahuanku, penafsiranku terwujud dalam bahasaku, membuat dunia
itu menjadi duniaku. Heidegger menekankan sekali peranan subjek itu. Itu bahkan mendapat
nuansa baru, yakni anggapan tentang penghormatan terhadap apa yang menampakan diri:
diwarnai juga oleh apa yang ingin dikenal atau ditafsir. Dalam arti itu, bahasa menjadi
“rumah ada”. Kedua, Gadamer yang berpikir bahwa perspektif Heidegger terlalu luas. Ia
mempersempitnya menjadi penafsiran teks tertulis. Baginya, penafsiran berlangsung
berdasarkan arus timbal balik antara yang mengenal dan yang dikenal (pembaca dan
pengarang). Dengan kata lain, isi tak mungkin lepas dari pengungkapannya. Selain itu, Ia
juga menggunakan cara kerja diakron dan sinkron. Ketiga, ada juga Paul Ricoeur yang
menekankan pentingnya kenyataan objektif bahwa secara fisik terdapatlah suatu teks yang
merupakan endapan dari suatu aktivitas manusia di tempat lain. Keempat, ada juga Foucault
yang menjelaskan bahasa sebagai cara bicara atau pola dari suatu kegiatan manusia dalam
situasi tertentu. Kelima, Derrida yang menekankan dekonstruksi. Ia menekankan adanya jarak
7
C. Verhaak dan Haryono Iman, Filsafat Pengetahuan (Jakarta: Gramedia, 1989), 175.
8
A.Setyo Wibowo, “Heidegger: melampaui Metafisika,” BASIS (2014): 24.

4
sehingga tidak mungkin teks dapat mengungkapkan kembali suatu peristiwa. Oleh karena
itu, perlu adanya dekonstruksi. Itu berarti, teks tidak konstan tetapi dimaknai.9
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa filsafat hermeneutik yang dibahas di atas
berusaha menekankan terwujudnya pengetahuan berdasarkan pengetahuan masa lampau
yang termuat dalam tulisan kuno.

IV. Jawaban atas pertanyaan dosen


Pada bagian terakhir, penulis akan merangkum pembahasannya dengan menjawab
beberapa pertanyaan dosen terkait ilmu-ilmu tersebut.
a. Apa ‘ontologi-nya’?
Ontologi dari ilmu sosial adalah tingkah laku manusia dan interaksinya.
Sedangkan, ontologi dari ilmu kemanusiaan adalah manusia dalam segala aspek
hidupnya. Hal itu terkait ciri-ciri khasnya, tingkah lakunya, baik perorangan maupun
bersama, dalam lingkup kecil maupun besar dan banyak aspek lainnya. Sedangkan,
ontologi dari ilmu sejarah adalah sejarah yang dialami oleh manusia.
b. Apa ‘epistemologi-nya’?
Epistemologi dari ilmu manusia, sosial dan sejarah adalah mixed method.
c. Apa ‘axiologi-nya’?
Axiologi dari ilmu manusia adalah membantu manusia memahami ciri-ciri
khasnya, tingkah lakunya, baik perorangan maupun bersama, dalam lingkup kecil
maupun besar dan banyak aspek lainnya Hal ini demi mewujudkan suatu taraf hidup
yang baik Sedangkan, axiologi dari sosial adalah pemahaman akan tingkah laku
manusia dan interaksinya. Terakhir, axiologi dari ilmu sejarah adalah agar manusia
dapat memahami dimensi historisitasnya.
V. Penutup
Pada bagian ini, penulis akan membuat suatu kesimpulan sederhana bahwa dalam
ilmu- ilmu kemanusiaan diterangkan bahwa manusia sebagai subjek dan objek. Cara
berpikirnya analog. Hal itu berbeda dengan cara berpikir univok. Ilmu sosial penerapannya
juga begitu rumit,karena menyangkut hakikat manusia yang begitu kompleks dan dinamis.
Ilmu-ilmu kemanusian seperti sejarah dan sosial juga memiliki ontologi, epistemologi dan
tujuannya seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Daftar Pustaka
Adian, Donny Gahral dan Dr. Akhyar Yusuf Lubis. Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan:
dari David Hume sampai Thomas Khun. Depok: Koekoesan, 2011.
Melsen, van A. G. M. Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita. Jakarta: Gramedia,
1985.
Verhaak, C., dan Haryono Iman. Filsafat Pengetahuan. Jakarta: Gramedia, 1989.
Wibowo, A.Setyo. “Heidegger: melampaui Metafisika.” BASIS (2014): 24.

9
C. Verhaak dan Haryono Iman, Filsafat Pengetahuan (Jakarta: Gramedia, 1989), 175-179.

Anda mungkin juga menyukai