Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH MANAJEMEN RUMAH SAKIT

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Rumah


Sakit

Dosen Pengampu : Dr. H. Hamdan, MM

Disusun Oleh :
Meilinda Eka Putri 10120306

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI STEMBI BANDUNG
SEMESTER 6
2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada allah swt atas rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Makalah Manajemen Rumah Sakit.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Manajemen Rumah Sakit program studi sarjana Manajemen. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang materi yang
ada di Mata Kuliah Manajemen Rumah Sakit bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk Dr. H. Hamdan, MM selaku dosen
mata kuliah Manajemen Rumah Sakit program studi sarjana Manajemen yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Penulis juga juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan dinantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Bandung, Juni 2023

Penulis

i
ii
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Manajemen belum profesional (belum berdasarkan kompetensi), umumnya manajemen


dilakukan oleh dokter yang biasanya dipilih atas dasar senioritas. Direktur seringkali masih
merangkap melakukan kegiatan klinik. Di rumah sakit pemerintah pimpinan umumnya hanya
menjalankan dan mematuhi peraturan dan ketentuan yang ada, secara organisatoris, Rumah sakit
adalah tempat merawat dan berobat bagi orang yang sudah jatuh sakit, bukan tempat untuk orang
sehat. Rumah sakit lebih berorientasi kuratif dan rehabilitatif; Pelayanan preventif hanya 10%
sedangkan kuratif 90% (Ascorbat Gani, 1999)

Rumah sakit adalah institusi pelayanan sosial, yang tidak boleh bertujuan laba (not-for-
profit). Adalah “tidak bermoral” untuk mendapatkan keuntungan dari musibah orang sakit; Rumah
sakit lebih berorientasi ke dalam, tidak mempunyai kegiatan di luar dindingnya sendiri. Rumah
sakit adalah unit yang berdiri sendiri, bukan merupakan komponen dari suatu jaringan rumah
sakit;

Peran dokter paling dominan, dokter adalah otonom, otokritik dan otokratik. Profesi lain di
rumah sakit hanya dianggap berfungsi melayani dan membantu dokter sedangkan output
pelayanan dokter hanya dapat dikritik oleh sesama dokter. Banyak dokter spesialis hanya
menganggap rumah sakit sebagai perpanjangan tempat praktek, tempat ia merawat pasien
pribadinya. Di rumah sakit swasta honor untuk jasa dokter adalah yang tertinggi dibandingkan
dengan komponen-komponen biaya lain;

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas antara
lain:
1. Jelaskan apakah BOR masih relevan sebagai indikator pelayanan
rumah sakit di era BPJS yang sebagian besar jauh dibawah unit cost
pelayanan rumah sakit?

2. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut agar rumah sakit tidak


mengalami defisit?

3
1.3 Tujuan
1. Mengetahui penjelasan mengenai BOR (Bed Occupacy Ratio).
2. Mengetahui solusi apa yang harus dilakukan agar rumah sakit tidak
mengalami defisit yang sangat besar.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 BOR (Bed Occupacy Ratio)
Pelayanan kesehatan bermutu terhadap kebutuhan pasien merupakan strategi dalam
rangka memenangkan persaingan. Pelayanan yang bermutu harus ditunjang oleh kualitas
sumber daya yang handal. Mutu dalam fasilitas pelayanan kesehatan salah satunya yaitu
pelayanan rawat inap dalam ketersediaan jumlah tempat tidur. Kualitas pelayanan rawat
inap di Rumah Sakit salah satunya dapat dilihat melalui pemanfaatan penggunaan tempat
tidur untuk pelayanan rawat inap suatu Rumah Sakit. Pemanfaatan penggunaan tempat
tidur untuk pelayanan rawat inap dinilai melalui indikator seperti Bed Occupancy Rate
(BOR), Length Of stay (LOS), Turn Over Interval (TOI), Bed Turn Over (BTO). I
ndikator tersebut selain untuk mengetahui mutu, juga untuk mengetahui efisiensi
pelayanan rawat inap suatu Rumah Sakit
Kegiatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dibagi menjadi beberapa unit pelayanan,
antara lain unit rawat inap, unit rawat jalan, dan unit gawat darurat. Masing-masing unit
tersebut memiliki indikator tersendiri untuk mengukur kualitas dan efisiensi pelayanan
yang diberikan oleh Rumah Sakit. Salah satu indikator yang digunakan dalam statistik
Rumah Sakit adalah indikator pelayanan rawat inap di Rumah Sakit. Sumber data yang
diambil untuk menghitung indikator pelayanan rawat inap ini diambil dari sensus harian
rawat inap. Indikator pelayanan rawat inap di Rumah Sakit dipakai untuk mengetahui
tingkat efisiensi pengelolaan tempat tidur yang dapat diukur dengan parameter Bed
Occupancy Ratio (BOR). Tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan yang ada
di Rumah Sakit dapat dikatakan efisien apabila nilai indikator BOR sesuai dengan nilai
yang ditetapkan oleh Barber Johnson yaitu 75%-85%. Sedangkan nilai ideal indikator
BOR menurut depkes adalah 60-85%.

2.2 Analisis Apakah BOR masih relevan dengan saat ini ditengah
banyaknya yang menggunakan BPJS
Menurut saya, BOR atau Bed Occupacy Ratio disini tentunya salah satu indikator
yang paling penting didalam rumah sakit. Dengan BOR ini kita dapat menentukan tinggi
atau rendahnya persentase penggunaan tempat tidur di rumah sakit. Selain itu menurut
Depkes RI 2005, nilai parameter BOR yang ideal adakah antara 60-85% oleh karena ini
Penggunaan BOR tentu saja masih penting dalam berjalannya rumah sakit.
5
Namun karena banyaknya yang menggunakan BPJS, banyak rumah sakit yang yang
mengalami defisit karena biaya yang diberikan BPJS sebagian besar dibawah unit cost.
Dan tentunya dengan pembiayaan yang kurang ini dapat disebut Rumah Sakit mengalami
kerugian yan lumayan besar karena adanya hal in.
Solusi yang dapat dilakukan namun agar BPJS tetap dapat diterima dan Rumah
Sakit tidak mengalami defisit yang terlalu besar, mungkin dapat dilakukan beberapa
pengajuan tambahan biaya untuk pengguna BPJS, atau rumah sakit dapat melakukan
pengurangan terhadap pasien yang menggunakan BPJS agar kerugian yang ditanggung
rumah sakit tidak terlalu banyak dan besar.

6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat saya simpulkan antara lain memang ditengah banyaknya
pengguna BPJS menyebabkan cost rumah sakit berkurang sangat drastis. Namun
menurut Depkes, rumah sakit yang ideal itu harus memiliki BOR di 60-85%. Solusinya
rumah sakit dapat melakukan pengurangan pasien yang memakai BPJS atau rumah sakit
dapat menambahkan beban biaya namun harus dilihat dari keadaan ekonomi pasien dan
tidak terlalu memberatkan pihak pasien sehingga rumah sakit tidak terlalu menanggung
defisit cost yang terlalu besar.

Anda mungkin juga menyukai