OLEH :
FUJI HARTO
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul : MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL JIWA
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini masih banyak
namun berkat bantuan dan dukungan dari dosen pembimbing mata kuliah dan
berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga
dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati menerima
masukan, saran dan masukan guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
Medan, Maret 2020
Penyusun
FUJI HARTO
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................i
Daftar Isi.....................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................1
D. Metode Penulisan...........................................................................................1
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian MPKP Jiwa...........................................................................8
B. Tujuan MPKP.........................................................................................10
C. Pilar-Pilar MPKP....................................................................................17
D. Pengorganisasian.....................................................................................23
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................50
B. Saran........................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006).
Peranan perawat dalam melakukan pelayanan kesehatan di dalam
sebuah rumah sakit sering dijadikan ukuran oleh pelanggan rumah sakit
tersebut sebagai gambaran pelayanan Rumah Sakit secara keseluruhan. Hal
ini dikarenakan dalam melakukan tugasnya perawat memiliki kesempatan
yang sering untuk berhadapan dengan pasien maupun keluarganya
dibandingkan dengan petugas kesehatan lainnya. Perawat juga berada di
garis depan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Pelayanan keperawatan dalam rumah sakit menduduki peringkat pertama
dalam hal jumlah personil melebihi jumlah personil tenaga medis lainnya.
Demikian juga dalam hubungan dengan pasien, perawat memiliki frekuensi
kontak yang paling tinggi dibandingkan dengan tenaga pelayan kesehatan
lainnya. Pelayanan Keperawatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pelayanan kesehatan di rumah sakit. Rumah sakit memiliki kepentingan
untuk memberikan pelayanan keperawatan yang optimal melalui tenaga
keperawatan yang bertanggung jawab dalam meningkatkan dan
mempertahankan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan selama 24
jam, secara berkesinambungan di bawah tanggung jawab seorang Pemimpin
Keperawatan Perawat sebagai salah satu dari ujung tombak rumah sakit,
memerlukan suatu sistem untuk melakukan tindakan keperawatan. Sistem
yang terdiri dari dari struktur, proses dan nilai-nilai profesional akan mengatur
pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan yang dapat menopang
pemberian asuhan keperawatan tersebut. PedomanSistem tersebut dikenal
dengan Model Praktik Keperawatan Profesional atau MPKP. Penerapan
MPKP secara tepat akan berdampak kepada peningkatan angka
pemanfaatan tempat tidur rumah sakit atau Bed Occupancy Rate (BOR)
danindikator mutu ruangan serta penurunan angka rata-rata lama hari
seorang pasien dirawat atau disebut juga dengan Average Length of Stay
(ALOS) dan angka ratarata jumlah hari tempat tidur tidak ditempati dari saat
diisi hingga saat terisi berikutnya atau Turn Over Interval (TOI) yang
merupakan indikator mutu pelayanan rumah sakit yang baik dan berdampak
pada kinerja perawat. Hal ini menunjukkan bahwa dengan MPKP pelayanan
kesehatan jiwa yang diberikan bermutu baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Model Praktik Keperawatan professional ?
2. Apa tujuan Model Praktik Keperawatan professional ?
3. Apa saja pilar dalam Model Praktik Keperawatan professional ?
4. Apa saja diagnosa keperawatan dalam Model Praktik Keperawatan Jiwa ?
5. Apa saja komponen dalam Model Praktik Keperawatan professional ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum :
Mahasiswa dapat memahami Model Praktik Keperawatan Profesional.
2. Tujuan khusus :
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang :
a. Pengertian Model Praktik Keperawatan Professional.
b. Tujuan Model Praktik Keperawatan Professional.
c. Pilar Model Praktik Keperawatan Professional.
d. Komponen Model Praktik Keperawatan Professional.
e. Diagnosa Keperawatan Model Praktik Keperawatan Profesional.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006).
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan. Aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga
keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat
ketergantungan klien. Penetapan jumlah perawat sesuai kebutuhan klien
menjadi hal penting, karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah
tenaga yang dibutuhkan, tidak ada waktu bagi perawat untuk melakukan
tindakan keperawatan.
Selain jumlah, perlu ditetapkan pula jenis tenaga yaitu PP dan PA,
sehingga peran dan fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan
kemampuan dan terdapat tanggung jawab yang jelas. Pada aspek strukltur
ditetapkan juga standar renpra, artinya pada setiap ruang rawat sudah
tersedia standar renpra berdasarkan diagnosa medik dan atau berdasarkan
sistem tubuh.
Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan
primer (kombinasi metode tim dan keperawatan primer)
B. Tujuan MPKP
1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan pelaksanaan
asuhan keperawatan oleh tim keperawatan.
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan
bagi setiap tim keperawatan
c. Pengarahan
Dalam pengarahan terdapat kegiatan delegasi, supervise, menciptakan iklim
motifasi, manajemen waktu, komunikasi efektif yang mencangkup pre dan
post conference, dan manajemen konflik
Pengarahan yaitu penerapan perencanaan dalam bentuk tindakan dalam
rangka mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Istilah
lain yang digunakan sebagai padanan pengarahan adalah pengkoordinasian,
pengaktifan. Apapun istilah yang digunakan pada akhirnya yang bermuara
pada ”melaksanakan” kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya
Dalam pengarahan, pekerjaan diuraikan dalam tugas-tugas yang mampu
kelola, jika perlu dilakukan pendelegasian. Untuk memaksimalkan
pelaksanaan pekerjaan oleh staf, seorang manajer harus melakukan upaya-
upaya (Marquis & Houston, 1998) sebagai berikut:
Menciptakan iklim motivasi
Mengelola waktu secara efisien
Mendemonstarikan keterampilan komunikasi yang terbaik
Mengelola konflik dan memfasilitasi kolaborasi
Melaksanakan sistem pendelegasian dan supervisi
Negosiasi
Di ruangan MPKP pengarahan diterapkan dalam bentuk kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
Menciptakan budaya motivasi
Manajemen waktu: Rencana Harian
Komunikasi efektif melalui kegiatan:
Operan antar shift
Pre conference tim
Post conference tim
Manajemen konflik
Pendelegasian dan supervisi
1. Menciptakan budaya motivasi
a) Pengertian
Motivasi adalah prilaku yang ditunjukkan oleh seseorang individu untuk
memuaskan kebutuhannya. Karena kebutuhan manusia bervariasi, maka
motivasi memiliki rentang yang sangat luas. Pemenuhan kebutuhan individu
merupakan salah satu cara memotivasi (Marquis & Houston, 1998).
Iklim motivasi dapat ditumbuhkan melalui:
Memberikan harapan yang jelas kepada staf dan mengkomunikasikan
harapan tersebut secara efektif
Bersikap fair dan konsisten terhadap semua staf
Membuat keputusan yang bijaksana
Mengembangkan konsep kerja kelompok
Mengintegrasikan kebutuhan dan keinginan staf dengan kebutuhan dan
tujuan organisasi
Mengenali staf secara pribadi dan membiarkan staf mengetahui bahwa
pimpinan mengetahui keunikan dirinya
Menghilangkan blok tradisionil antara staf dengan pekerjaan yang telah
dikerjakan
Memberikan tantangan kerja sebagai kesempatan untuk mengembangkan
diri
Melibatkan staf dalam pengambilan semua keputusan
Memastikan bahwa staf mengetahui alasan di belakang semua keputusan
dan tindakan
Memberikan kesempatan kepada staf untuk membuat penilaian sesering
mungkin
Menciptakan hubungan saling percaya dan saling tolong dengan staf
Memberi kesempatan staf untuk mengontrol lingkungan kerjanya
Menjadi role model bagi staf
Memberikan reinforcement sesering mungkin
b) Penerapan Penciptaan Iklim Motivasi di MPKP
Di ruang MPKP penciptaan iklim motivasi diterapkan dengan cara sebagai
berikut:
Budaya pemberian reinforcement positif
Reinforcement positif adalah upaya menguatkan perilaku positif dengan
memberikan reward. Reward yang diberikan di MPKP adalah pemberian
pujian yang tulus. Masing-masing staf dibudayakan untuk memberikan
pujian yang tulus diantara mereka terhadap kinerja dan penampilan.
Doa bersama sebelum memulai kegiatan
Memanggil staf secara periodik untuk mengenal masalah setiap personil
secara mendalam dan membantu penyelesaiannya.
Manajemen Sumber Daya Manusia melalui penerapan pengembangan
jenjang karir dan kompetensi
Sistem reward yang fair sesuai dengan kinerja
4. Supervisi
a. Pengertian
Supervisi atau pengawasan adalah proses memastikan kegiatan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan organisasi dengan cara melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Supervisi dilakukan
untuk memastikan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
Supervisi dilaksanakan oleh orang yang memiliki kemempuan yang mumpuni
dalam bidang yang disupervisi. Dalam struktur organisisi, supervisi biasanya
dilakukan oleh atasan terhadap bawahan atau konsultan terhadap pelaksana.
Dengan supervisi diharapkan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan
organisasi, tidak menyimpang dan menghasilkan keluaran (produk) seperti
yang diinginkan.
Supervisi tidak diartikan sebagai pemeriksaan atau mencari kesalahan, tetapi
lebih kepada pengawasan partisipatif yaitu dalam proses pengawasan
dihargai dahulu pencapaian atau hal positif yang dilakukan dan memberikan
jalan keluar untuk hal yang masih kurang agar meningkat. Dengan demikian
bawahan tidak merasakan bahwa ia sekedar dinilai akan tetapi dibimbing
untuk melakukan pekerjaannya secara benar.
b. Penerapan Supervisi di MPKP
Di MPKP kegiatan supervisi dilaksanakan secara optimal untuk menjamin
kegiatan pelayanan di MPKP sesuai dengan standar mutu professional yang
telah ditetapkan. Supervisi dilakukan oleh perawat yang memiliki kompetensi
baik dalam manajemen maupun asuhan keperawatan serta menguasai pilar-
pilar professional yang diterapkan di MPKP. Untuk itu pengawasan
berjenjang dilakukan sebagai berikut :
Kepala Seksi Keperawatan atau Konsultan melakukan pengawasan
terhadap Kepala Ruangan.
Kepala Ruangan Keperawatan melakukan pengawasan terhadap Ketua
Tim dan Perawat Pelaksana.
Ketua Tim melakukan pengawasan terhadap Perawat Pelaksana.
Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari
masing-masing staf perawat yang disupervisi. Untuk Kepala Ruangan materi
supervisi adalah kemampuan manajerial dan kemampuan dalam asuhan
keperawatan. Ketua Tim disupervisi terkait dengan kemampuan pengelolaan
di timnya dan kemampuan asuhan keperawatan. Sedangkan perawat
pelaksana disupervisi terkait dengan kemampuan asuahan keperawatan
yang dilaksanakan.
Agar supervisi dapat menjadi alat pembinaan dan tidak menjadi momok bagi
staf maka disusun standar penampilan yang diharapkan dari masing-masing
staf yang sudah dipahami oleh staf dan jadwal supervisi.
5. Komunikasi efektif
a. Pengertian
Berkomunikasi merupakan salah satu fungsi pokok manajemen khususnya
pengarahan. Setiap orang berkomunikasi dalam suatu organisasi.
Komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu kelancaran organisasi
dalam mencapai tujuan organisasi. Komunikasi adalah proses tukar menukar
pikiran, perasaan, pendapat dan saran yang terjadi antara 2 orang atau lebih
yang bekerjasama.
6. Manajemen konflik
a. Pengertian
Konflik adalah perbedaan pandangan atau ide antara satu orang dengan
orang yang lain. Dalam organisasi yang dibentuk dari sekumpulan orang
yang memiliki latar belakang yang berbeda konflik mudah terjadi. Demikian
juga di ruang MPKP konflik pun bisa terjadi. Untuk mengantisipasi terjadinya
konflik maka perlu dibudayakan upaya-upaya mengantisipasi konflik dan
mengatasi konflik sedini mungkin di ruang MPKP.
b. Cara-cara penanganan konflik ada beberapa macam, meliputi :
- Bersaing
Mengatasi konflik dengan bersaing adalah penanganan konflik dimana
seseorang atau satu kelompok berupaya memuaskan kepentingannya sendiri
tanpa mempedulikan dampaknya pada orang lain atau kelompok lain. Cara
inbi kurang sehat bila diterapkan karena bisa menimbulkan potensi konflik
yang lebih besar terutama pada pihak yang merasa dikalahkan. Untuk itu
organisasi sebaiknya menghindari metode penyelesaian konflik jenis ini.
- Berkolaborasi
Berkolaborasi adalah upaya yang ditempuh untuk memuaskan kedua belah
pihak yang sedang berkonflik. Cara ini adalah salah satu bentuk kerjasama.
Berbagai pihak yang terlibat konflik didorong menyelesaikan masalah yang
mereka hadapi dengan jalan mencari dan menemukan persamaan
kepentingan dan bukan perbedaan. Situasi yang diinginkan adalah tidak ada
satu pihakpun yang dirugikan. Istilah lain cara penyelesaian konflik ini disebut
juga win-win solution.
- Menghindar
Menghindar adalah cara menyelesaikan konflik dimana pihak yang sedang
berkonflik mengakui adanya konflik dalam interaksinya dengan orang lain
tetapi menarik diri atau menekan konflik tersebut (seakan-akan tidak ada
konflik atau masalah). Cara ini tidak dianjurkan dalam upaya penyelesaian
konflik karena masalah mendasar tidak diselesaikan, penyelasaian yang
terjadi adalah penyelesaian semu. Untuk itu tidak dianjurkan organisasi untuk
menggunakan metode ini.
- Mengakomodasi
Akomodasi adalah upaya menyelesaikan konflik dengan cara salah satu
pihak yang berkonflik menempatkan kepentingan pihak lain yang berkonflik
dengan dirinya lebih tinggi. Salah satu pihak yang berkonflik mengalah
kepada pihak yang lain. Ini suatu upaya lose – win solution. Upaya
penyelesaian konflik dengan akomodasi sebaiknya juga tidak digunakan
terlalu sering karena kepuasan tidak terjadi secara penuh dan bisa
menimbulkan potensi konflik di masa mendatang.
- Berkompromi
Kompromi adalah cara penyelesaian konflik di mana semua pihak yang
berkonflik mengorbankan kepentingannya demi terjalinnya keharmonisan
hubungan dua belah pihak tersebut. Dalam upaya ini tidak ada salah satu
pihak yang menang atau kalah. Ini adalah lose-lose solution di mana masing-
masing pihak akan mengorbankan kepentingannya agar hubungan yang
dijalin tetap harmonis.
d. Pengendalian.
Proses terakhir dari manajemen adalah pengendalian atau pengontrolan.
Fayol mendefinisikan kontrol sebagai ”Pemeriksaan apakah segala
sesuatunya terjadi sesuai dengan rencana yang telah disepakati, instruksi
yang dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang ditentukan, yang bertujuan untuk
menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki dan tidak
terjadi lagi”. Pengontrolan penting dilakukan untuk mengetahui fakta yang
ada, sehingga jika muncul isue dapat segera direspon dengan cara duduk
bersama.
Pengendalian adalah upaya mempertahankan kualitas, mutu atau standar.
Output (hasil) dari suatu pekerjaan dikendalikan agar memenuhi keinginan
(standar) yang telah ditetapkan. Pengendalian difokuskan pada proses yaitu
pelaksanaan asuhan keperawatan dan pada output (hasil) yaitu kepuasan
pelanggan (pasien), keluarga, perawat dan dokter. Indikator mutu yang
merupakan output adalah BOR, ALOS, TOI, audit dokumen keperawatan.
Survei masalah keperawatan diperlukan untuk rencana yang akan datang.
Kepala Ruangan akan membuat laporan hasil kerja bulanan tentang semua
kegiatan yang dilakukan terkait dengan MPKP. Data tentang indikator mutu
dapat bekerja sama dengan tim rumah sakit atau ruangan membuat sendiri.
Jadi pengendalian manajemen adalah proses untuk memastikan bahwa
aktifitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang direncanakan dan
berfungsi untuk menjamin kualitas serta pengevaluasian penampilan,
langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengendalian/pengontrolan
meliputi :
- Menetapkan standar dan menetapkan metode mengukur prestasi kerja
- Melakukan pengukuran prestasi kerja
- Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar
- Mengambil tindakan korektif
Peralatan atau instrumen dipilih untuk mengumpulkan bukti dan untuk
menunjukkan standar yang telah ditetapkan atau tersedia. Audit merupakan
penilaian pekerjaan yang telah dilakukan. Terdapat tiga kategori audit
keperawatan yaitu :
- Audit struktur
Audit Struktur berfokus pada sumber daya manusia; lingkungan perawatan,
termasuk fasilitas fisik, peralatan, organisasi, kebijakan, prosedur, standar,
SOP dan rekam medik; pelanggan.
- Audit proses
Audit Proses merupakan pengukuran pelaksanaan pelayanan keperawatan
untuk menentukan apakah standar keperawatan tercapai. Pemeriksaan dapat
bersifat retropektif, concurrent, atau peer review. Retropektif adalah audit
dengan menelaah dokumen pelaksanaan asuhan keperawatan melalui
pemeriksaan dokumentasi asuhan keperawatan. Concurrent adalah
mengobservasi saat kegiatan keperawatan sedang berlangsung. Peer review
adalah umpan balik sesama anggota tim terhadap pelaksanaan kegiatan.
- Audit hasil
Audit hasil adalah audit produk kerja yang dapat berupa kondisi pasien,
kondisi SDM, dan indikator mutu.
No Kriteria Sll Sr Kd Tp
1 BOR dihitung setiap satu bulan
2 ALOS diukur setiap bulan
3 TOI diukur setiap bulan
4 Angka Infeksi Nasokomial dicatat setiap bulan
5 Survey kepuasan pasien dilakukan setiap ada
pasien pulang atau meninggal
6 Survey kepuasan keluarga dilakukan setiap
ada pasien pulang atau meninggal
7 Survey kepuasan tenaga kesehatan dilakukan
setiap ada pasien pulang atau meninggal
8 Survey masalah keperawatan dilakukan tiap
bulan
9 Audit dokumen dilakukan tiap bulan
Petunjuk :
Sll : selalu nilai 4
Sr : sering nilai 3
Kd : kadang-kadang nilai 2
Tp : tidak pernah nilai 1
Nilai :
Total nilai x 100%
2. Pilar II: sistem penghargaan (Compensatory Reward)
Manajemen sumber daya manusia diruang model praktik keperawatan
professional berfokus pada proses rekruitmen, seleksi kerja orientasi,
penilaian kinerja, staf perawat.proses ini selalu dilakukan sebelum membuka
ruang MPKP dan setiap ada penambahan perawatan baru.
Compensatory reward (kompensasi penghargaan) menjelaskan manajemen
keperawatan khususnya manajemen sumber daya manusia (SDM)
keperawatan. Fokus utama manajemen keperawatan adalah pengelolaan
tenaga keperawatan agar dapat produktif sehingga misi dan tujuan organisasi
dapat tercapai. Perawat merupakan SDM kesehatan yang mempunyai
kesempatan paling banyak melakukan praktek profesionalnya pada pasien
yang dirawat di Rumah Sakit. Seorang perawat akan mampu memberikan
pelayanan dan asuhan keperawatan yang profesional apabila perawat
tersebut sejak awal bekerja diberikan program pengembangan staf yang
terstruktur. Metode dalam menyusun tenaga keperawatan seharusnya
teratur, sistematis, rasional, yang digunakan untuk menentukan jumlah dan
jenis tenaga keperawatan yang dibutuhkan agar dapat memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien sesuai yang diharapkan.
Manajemen SDM di ruang MPKP berfokus pada proses rekruitmen, seleksi,
kontrak kerja, orientasi, penilaian kinerja, dan pengembangan staf perawat.
Proses ini selalu dilakukan sebelum membuka ruang MPKP dan setiap ada
penambahan perawat baru.
b. Compensatory reward
1. Melakukan orientasi kepada perawat baru
2. Menilai kinerja Perawat Pelaksana
c. Hubungan Professional
1. Memimpin konfrensi kasus
2. Mengikuti visit dokter
d. Asuhan keperawatan
1. Menguasai asuhan keperawatan pada pasien sesuai masalah keperawatan
yang ada
3. Perawat Pelaksana
a. Membuat rencana jangka pendek (rencana harian) tindakan keperawatan
yang ditugaskan oleh perawat primer
b. Melaksanakan tindakan keperawatan
c. Melakukan evaluasi serta dokumentasi keperawatan
d. Mengikuti ronde keperawatan, konferensi kasus, dan pre dan post
conference.
e. Melakukan kerja sama dengan perawat pelaksana lain dibawah timnya.
Selama masa orientasi, dilakukan evaluasi atau penilaian terhadap kinerja
perawat dalam melaksanakan budaya MPKP. Selanjutnya bagi perawat yang
telah menjalani masa orientasi dilakukan penentuan apakah perawat tersebut
diterima atau tidak di ruang MPKP. Penentuan dilakukan oleh pimpinan
keperawatan dan fasilitator (konsultan).
d. Penilaian kinerja
Penilaian kinerja di ruang MPKP ditujukan pada kepala ruangan, perawat
primer dan perawat asosiet. Kemampuan tiap SDM dievaluasi dengan
menggunakan supervisi baik secara langsung (observasi) maupun tidak
langsung (melalui dokumentasi). Kinerja kepala ruangan disupervisi/
dievaluasi oleh kepala bidang perawatan dan fasilitator/konsultan; kinerja
perawat primer disupervisi/ dievaluasi oleh kepala bidang perawatan,
fasilitator/konsultan dan kepala ruangan; kinerja perawat pelaksana
disupervisi/ dievaluasi oleh kepala ruangan dan perawat primer. Kepala
Bidang Perawatan bertanggung jawab mengobservasi dan menilai
keberlllangsungan seluruh aktivitas di ruang MPKP. Dalam supervisinya
didampingi oleh fasilitator atau konsultan.
D. KOMPONEN-KOPMPONEN MPKP
Terdapat 4 komponen utama dalam model praktek keperawatan professional,
yaitu sebagai berikut :
1. Ketenagaan Keperawatan
2. Metoda pemberian asuhan keperawatan
3. Proses Keperawatan
4. Dokumentasi Keperawatan
1. Ketenagaan Keperawatan
Menurut Douglas (1984) dalam suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga
yang diperlukan tergantung pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan
pasien.
Menurut Loveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat ketergantungan
pasien dibagi 3 kategori, yaitu :
1. Perawatan minimal : memerlukan waktu 1 – 2 jam/24 jam yang terdiri atas :
a. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
b. Makan dan minum dilakukan sendiri
c. Ambulasi dengan pengawasan
d. Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift.
e. Pengobatan minimal, status psikologis stabil.
f. Persiapan prosedur memerlukan pengobatan.
2. Perawatan intermediet : memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam yang terdiri
atas :
a. Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
c. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
d. Voley kateter/intake output dicatat
e. Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan, memerlukan
prosedur
3. Perawatan maksimal/total : memerlukan waktu 5 – 6 jam/24 jam :
a. Segala diberikan/dibantu
b. Posisi yag diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
c. Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena
d. Pemakaian suction
e. Gelisah/disorientasi
Sebagai contoh :
Ruang perawatan bedah terdapat 30 pasien, yang terdiri dari 10 pasien
minimal, 15 pasien partial, dan 5 pasien total. Maka jumlah perawat yang
diperlukan untuk jaga pagi adalah :
10 x 0,17 = 1,7
15 x 0,27 = 4,05
5 x 0,36 = 1,8
--------------------
Jumlah = 7,55 dan dibulatkan menjadi 8 orang perawat yang dibutuhkan
untuk dinas pagi.
Untuk mengetahui kebutuhan aktual tenaga keperawatan diruang perawatan
sebaiknya dilakukan setiap hari selama minimal 22 hari, dan dalam waktu
yang sama.
Misalnya rata-rata perawat yang diperlukan di Ruang Bedah menurut
perhitungan Douglas adalah 10 orang perawat, maka jumlah yang diperlukan
pada ruang tersebut adalah :
a. Perawat shift : 10 orang
b. Libur cuti : 5 orang
c. Ketua tim : 3 orang
d. Kepala Ruangan : 1 orang
Jumlah = 19 orang
Terdapat pula cara lain dalam perhitungan jumlah kebutuhan tenaga
keperawatan yang diperlukan yaitu dengan menggunakan rumus yang
dikembangkan Arndt dan huckabay, 1975 (Gillies, 1994) yang selanjutnya
secara populer disebut Formula Gillies, yaitu dengan komponen yang
dipertimbangkan dalam perhitungan :
a. Penentuan Rata-rata jam perawatan yang diperlukan pasien setiap hari
b. Rata-rata sensus harian pasien.
c. jumlah hari/tahun = 365 hari
d. Rata-rata hari libur perawat setiap tahun = 140 hari.
e. Jumlah jam kerja perawat setiap hari
f. Jam perawatan yang dibutuhkan pertahun
g. Jam perawatan yang diberikan oleh masing-masing perawat pertahun
h. Jumlah perawat yang dibutuhkan di ruang rawat.
Rumus :
A X B X C F
------------- = ----- = H.
(C-D) E G
Contoh :
A=4
B = 20
E=8
4 x 20 x 365 29.200
--------------- = ---------- = 16.20 dibulatkan 16 Perawat shift (pagi, sore, malam)
(365 – 140) 8 1800
Contoh :
Berdasarkan soal pada klasifikasi tingkat ketergantungan pasien pada Ruang
Rawat yaitu terdapat 30 orang pasien, yang terdiri dari 10 minimal care, 15
partial care dan 5 total care. Maka jumlah rata-rata jam perawatan adalah :
Perawatan minimal : 10 x 2 = 20 jam/10 pasien.
Perawatan partial : 15 x 4 = 60 jam/15 pasien
Perawatan total : 5 x 6 = 30 jam/5 pasien.
= 110 : 30 → 3,66 → 4 jam
Keuntungan :
a. Menyelesaikan banyak pekerjaaan dalam waktu singkat.
b. Tepat metoda ini bila ruang rawat memiliki keterbatasan/kurang tenaga
keperawatan professional.
c. Perawat lebih terampil, karena orientasi pada tindakan langsung dan selalu
berulang-ulang dikerjakan.
Kerugian :
a. Memilah-milah asuhan keperawatan oleh masing-masing perawat.
b. Menurunkan tanggung gugat dan tanggung jawab.
c. Hubungan perawat-pasien sulit terbentuk.
d. Pelayanan tidak professional.
e. Pekerjaan monoton, kurang tantangan.
Keuntungan :
a) Melibatkan semua anggota tim dalam asuhan keperawatan pasien.
b) Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapaty
dipertanggung jawabkan.
c) Membutuhkan biaya lebih sedikit/murah, dibanding sistem penugasan
lain.
d) Pelayanan yang diperoleh pasien adalah bentuk pelayanan professional.
Kerugian :
a) Dapat menimbulkan pragmentasi dalam keperawatan.
b) Sulit untuk menentukan kapan dapat diadakan pertemuan/konferensi,
karena anggotanya terbagi-bagi dalam shift.
c) Ketua tim lebih bertanggung jawab dan memiliki otoritas, dibandingkan
dengan anggota tim.
Keuntungan :
a. Otonomi perawat meningkat, karena motivasi, tanggung jawab dan
tanggung gugat meningkat.
b. Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
c. Meningkatnya hubungan antara perawat dan pasien.
d. Terciptanya kolaborasi yang baik.
e. Membebaskan perawat dari tugas-tugas yang bersifat perbantuan.
f. Metoda ini mendukung pelayanan professional.
g. Penguasaan pasien oleh seorang perawat primer.
Kerugian :
a. Ruangan tidak memerlukan bahwa semua perawat pelaksana harus
perawat professional.
b. Biaya yang diperlukan banyak.
3. Proses Keperawatan
Proses keperawatan merupakan proses pengambilan keputusan yang
dilakukan perawat dalam menyusun kegiatan asuhan secara bertahap.
Kebutuhan dan masalah pasien merupakan titik sentral dalam pengambilan
keputusan. Pendekatan ilmiah yang fragmatis dalam pengambilan keputusan
adalah :
1. Identifikasi masalah
2. menyusun alternatif penyelesaikan masalah
3. pemilihan cara penyelesaian masalah yang tepat dan melaksanakannya
4. evaluasi hasil dari pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah.
4. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem
pelayanan keperawatan, karena melalui pendokumentasian yang baik, maka
informasi mengenai keadaan Kesehatan pasien dapat diketahui secara
berkesinambungan. Disamping itu, dokumentasi merupakan dokumen legal
tentang pemberian asuhan keperawatan. Secara lebih spesifik, dokumentasi
berfungsi sebagai sarana komunikasi antar profesi Kesehatan, sumber data
untuk pemberian asuhan keperawatan, sumber data untuk penelitian,
sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan asuhan
keperawatan.
Dokumen dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien.
Dokumentasi berdasarkan masalah terdiri dari format pengkajian, rencana
keperawatan, catatan tindakan keperawatan, dan catatan perkembangan
pasien.
Berdasarkan MPKP yang sudah dikembangkan di berbagai rumah sakit,
Hoffart & Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP tediri lima komponen
yaitu nilai – nilai professional yang merupakan inti MPKP, hubungan antar
professional, metode pemberian asuhan keperawatan, pendekatan
manajemen terutama dalam perubahan pengambilan keputusan serta sistem
kompensasi dan penghargaan.
Lima subsistem dalam pengembangan MPKP adalah sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA
http://attakalya.wordpress.com/2010/04/28/pengembangan-model-praktek-
keperawatan-profesional-mpkp-jiwa/
http://abuddin.wordpress.com/2009/03/14/keperawatan/
http://justwanttosay-stephanie.blogspot.com/2011/09/mpkpmodel-praktek-
keperawatan.html
http://www.scribd.com/doc/49683208/modul-MPKP