Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH MANAJEMEN KEPEMIMPINAN

MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL

DISUSUN OLEH :
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2

1. Jelita Antasari P05120319019


2. Inong Reja Fadilla P05120319018
3. Mayang Tri Wulandari P05120319029
4. Putri Retno P05120319036
5. Selvia Marlita P05120319042
6. Sherina Lumban Toruan P05120319044

Pembimbing Akademik :

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN & NERS
TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
karunia serta rezeki yang tidak pernah dapat kita hitung dengan kemampuan kita,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “MODEL PRAKTEK
KEPERAWATAN PROFESIONAL” Pada kesempatan ini kami selaku penulis
makalah ini mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
selama pelaksanaan hingga penulisan makalah ini dapat selesai.

Makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya agar dapat dimengerti oleh
seluruh pembacanya. Namun kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan,sehingga saran pembaca sangat kami harapkan untuk pembuatan
makalah berikutnya.

Bengkulu , Februari 2022

                                                                    Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................4

1.3 Tujuan ................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAAN

2.1 Pengertian MPKP................................................................................................6

2.2 Tujuan MPKP ....................................................................................................7

2.3 Langkah-langkah dalam MPKP.........................................................................11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan profesionalisme keperawatan di Indonesia dimulai sejak diterima dan


diakuinya keperawatan sebagai profesi pada Lokakarya Nasional Keperawatan (1983).
Sejak saat itu berbagai upaya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional,
Departemen Kesehatan dan organisasi profesi, diantaranya adalah dengan membuka
pendidikan pada tingkat sarjana, mengembangkan Kurikulum Diploma III
keperawatan, mengadakan pelatihan bagi tenaga keperawatan, serta mengembangkan
standar praktik keperawatan. Upaya penting lainnya adalah dibentuknya Direktorat
Keperawatan di Departemen Kesehatan di Indonesia. Semua upaya tersebut bertujuan
untuk meningkatkan profesionalisme keperawatan agar mutu asuhan keperawatan
dapat ditingkatkan. (Sitorus, 2006).

Walaupun sudah banyak hal positif yang telah dicapai di bidang pendidikan
keperawatan, tetapi gambaran pengelolaan layanan keperawatan belum memuaskan.
Layanan keperawatan masih sering mendapat keluhan masyarakat, terutama tentang
sikap dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien
atau keluarga. (Sitorus, 2006). Layanan keperawatan yang ada di Rumah Sakit masih
bersifat okupasi. Artinya, tindakan keperawatan yang dilakukan hanya pada
pelaksanaan prosedur, pelaksanaan tugas berdasarkan instruksi dokter. Pelaksanaan
tugas tidak didasarkan pada tanggung jawab moral serta tidak adanya analisis dan
sintesis yang mandiri tentang asuhan keperawatan. Untuk mengatasi masalah tersebut
diperlukan restrakturing, reengineering, dan redesigning system pemberian asuhan
keperawatan melalui pengembangan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
yang diperbaharui dengan SP2KP. (Sitorus, 2006).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari MPKP?

2. Apa tujuan dari MPKP?

3. Apa saja macam metode penugasan MPKP dalam keperawatan?

4. Menurut Hoffart & Woods (1996), sebutkan komponen MPKP?


4
5. Apa karakteristik MPKP

6. Bagaimana langkah-langkah dalam MPKP?

7. Bagaimana tingkatan MPKP?

8. Jelaskan pilar-pilar MPKP?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari MPKP

2. Untuk mengetahui tujuan dari MPKP

3. Untuk mengetahui macam-macam metode penugasan MPKP dalam


keperawatan

4. Untuk mengetahui komponen dari MPKP

5. Untuk mengetahui karakteristik MPKP

6. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam MPKP

7. Untuk mengetahui tingkatan MPKP

8. Untuk mengetahui pilar-pilar MPKP

5
BAB II

PEMBAHASAAN

A. Pengertian MPKP
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur,
proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur
pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang pemberian
asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).
B. Tujuan MPKP
1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap
tim keperawatan.
C. Macam-macam Metode Penugasan MPKP dalam Keperawatan
1) Metode Kasus

Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama kali


digunakan. Sampai perang dunia II metode tersebut merupakan metode pemberian
asuhan keperawatan yang paling banyak digunakan. Pada metode ini satu perawat akan
memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu periode
dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat bergantung pada kemampuan
perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan klien. (Sitorus, 2006).

Setelah perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari berbagai jenis
program meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit. Agar pemanfaatan
tenaga yang bervariasi tersebut dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang
diharapkan dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran, kemudian
dikembangkan metode fungsional. (Sitorus, 2006).

2) Metode Fungsional

Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada


penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas untuk
6
dilaksanakan kepada semua klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006). Pada metode ini,
kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu ruangan.

Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan dan
kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan laporan klien. Metode
fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah perawat
sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya. (Sitorus,
2006). Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :

a) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang menekankan pada
pemenuhan kebutuhan holistik
b) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan keperawatan
terfragmentasi
c) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang
mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin kepala
ruangan.
d) Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap pelayanan
atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapat jawaban yang
tepat tentang hal-hal yang ditanyakan.
e) Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.
f) Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa perawat
pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan keefektifan metode tersebut dalam
memberikan asuhan keperawatan profesional kemudian pada tahun 1950 metode tim
digunakan untuk menjawab hal tersebut. (Sitorus, 2006).
3) Metode tim

Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang


perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif
(Douglas, 1992). Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota
kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan
keperawatan sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
a) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang prioritas
perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung jawab ketua
tim adalah :
7
1. Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
2. Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
3. Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dan
memberikan bimbingan melalui konferensi
4. Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya.
b) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin. Komunikasi yang
terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra tertulis yang
merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
c) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
d) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan berhasil baik
apabila didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala ruang diharapkan telah :
1. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
2. Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
3. Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan kepemimpinan
4. Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim keperawatan
5. Menjadi narasumber bagi ketua tim
6. Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
7. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka Hasil penelitian Lambertson
dalam Douglas (1992) menunjukkan bahwa metode tim jika dilakukan dengan
benar adalah metode pemberian asuhan yang tepat untuk meningkatkan
kemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi kemampuannya. (Sitorus,
2006).

Kekurangan metode ini, kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal


sehingga pakar menge mbangkan metode keperawatan primer. (Sitorus, 2006).
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi
dilakukan sebelum atau setelah melakukan operan dinas, sore atau malam sesuai
dengan jadwal dinas perawatan pelaksanaan. konference sebaiknya dilakukan di
tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar. Konferensi terdiri
dari pre conference dan post conference yaitu :
1. Pre Conference Pre conference adalah komunikasi ka tim dan perawat
pelaksana setelah selesai operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang
dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada tim
tersebut hanya satu orang, maka pre conference ditiadakan. Isi pre conference

8
adalah rencana tiap perawat (rencana harian), dan tambahan rencana dari katim
dan PJ tim(Modul MPKP, 2006).
2. Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil
kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikut. Isi post
conference adalah hasil askep tiap perawatan dan hal penting untuk operan
(tindak lanjut). Post conference dipimpin oleh katim atau Pj tim (Modul MPKP,
2006)
Tujuan Pre dan Post Conference Secara umum tujuan konferensi adalah untuk
menganalisa masalah-masalah secara kritis dan menjabarkan alternatif penyelesaian
masalah, mendapatkan gambaran berbagai situasi lapangan yang dapat menjadi
masukan untuk menyusun rencana antisipasi sehingga dapat meningkatkan kesiapan
diri dalam pemberian asuhan keperawatan dan merupakan cara yang efektif untuk
menghasilkan perubahan non kognitif (McKeachie, 1962). Juga membantu
koordinasi dalam rencana pemberian asuhan keperawatan sehingga tidak terjadi
pengulangan asuhan, kebingungan dan frustasi bagi pemberi asuhan (T.M.Marelli,
et.al, 1997).

4. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan secara multi
disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim
kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan
kesehatan yang optimal. ANA dalam Marquis dan Hutson (2000) mengatakan bahwa
manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan kesehatan yang bertujuan
mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup, dan efisiensi pembiayaan.
Focus pertama manajemen kasus adalah integrasi, koordinasi dan advokasi klien,
keluarga serta masyarakat yang memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode
manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama yaitu, pendekatan berfokus pada
klien, koordinasi asuhan dan pelayanan antar institusi, berorientasi pada hasil, efisiensi
sumber dan kolaborasi (Sitorus, 2006).
D. Komponen dari MPKP
Berdasarkan MPKP ysng sudah dikembangkan diberbagai rumah sakit Hoffart dan
Woods menyimpulkan bahwa MPKP terdiri dari lima komponen, yakni:
1. Nilai-nilai profesional Nilai-nilai profesional menjadi komponen utama pada suatu
praktik keperawatan profesional. Nilai-nilai profesional ini merupakan inti dari
MPKP. Nilai-nilai seperti penghargaan atas otonomi klien, menghargai klien, dan

9
melakukan yang terbaik untuk klien harus tetap ditingkatkan dalam suatu proses
keperawatan.
2. Pendekatan manajemen Dalam melakukan asuhan keperawatan adalah untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia, yang bilamana ingin memenuhi kebutuhan
dasar tersebut seorang perawat harus melakukan pendekatan penyelesaian masalah,
sehingga dapat diidentifikasi masalah klien, dan nantinya dapat diterapkan terapi
keperawatan yang tepat untuk masalah klien.
3. Metode pemberian asuhan keperawatan Dalam perkembangan keperawatan
menuju layanan yang profesional, digunakan beberapa metode pemberian asuhan
keperawatan, misalnya metode kasus, fungsional, tim, dan keperawatan primer,
serta manajemen kasus. Dalam praktik keperawatan profesional, metode yang
paling memungkinkan pemberian asuhan keperawatan profesional adalah metode
yang menggunakan the breath of keperawatan primer.
4. Hubungan profesional Pemberian asuhan kesehatan kepada klien diberikan oleh
beberapa anggota tim kesehatan. Namun, fokus pemberian asuhan kesehatan
adalah klien. Karena banyaknya anggota tim kesehatan yang terlibat, maka dari itu
perlu kesepakatan tentang cara melakukan hubungan kolaborasi tersebut.
5. Sistem kompensasi dan penghargaan Pada suatu layanan profesional, seorang
profesional mempunyai hak atas kompensasi dan penghargaan. Pada suatu profesi,
kompensasi yang didapat merupakan imbalan dan kewajiban profesi yang terlebih
dahulu dipenuhi.
Kompensasi dan penghargaan yang diberikan pada MPKP dapat disepakati di
setiap institusi dengan mengacu pada kesepakatan bahwa layanan keperawatan adalah
pelayanan profesional.
E. Karakteristik MPKP
1. Penetapan jumlah tenaga keperawatan. Penetapan jumlah tenaga keperawatan
berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien.
2. Penetapan jenis tenaga keperawatan. Pada suatu ruang rawat MPKP, terdapat
beberapa jenis tenaga yang memberikan asuhan keperawatan yaitu Clinical Care
Manager (CCM), Perawat Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis
tenaga tersebut terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang bertanggung jawab
terhadap manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut. Peran dan
fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan terdapat
tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.

10
3. Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra). Standar renpra perlu
ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi, penulisan renpra sangat menyita
waktu karena fenomena keperawatan mencakup 14 kebutuhan dasar manusia
(Potter & Perry, 1997).
4. Penggunaan metode modifikasi keperwatan primer. Pada MPKP digunakan
metode modifikasi keperawatn primer, sehingga terdapat satu orang perawat
profesional yang disebut perawat primer yang bertanggung jawab dan bertanggung
gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical
Care Manager (CCM) yang mengarahkan dan membimbing PP dalam memberikan
asuhan keperawatan. CCM diharapkan akan menjadi peran ners spesialis pada
masa yang akan datang.
F. Langkah-langkah dalam MPKP
1. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang
harus dilakukan, yaitu (Sitorus, 2006).:
a. Pembentukan Tim Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang
digunakan sebagai tempat proses belajar bagi mahasiswa keperawatan,
sebaiknya kelompok kerja ini melibatkan staf dari institusi yang berkaitan.
Sehingga kegiatan ini merupakan kegiatan kolaborasi antara pelayanan/rumah
saklit dan institusi pendidikan. Tim ini bisa terdiri dari seorang koordinator
departemen, seorang penyelia, dan kepala ruang rawat serta tenaga dari institusi
pendidikan. (Sitorus, 2006).
b. Rancangan Penilaian Mutu Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi
kepuasan klien/keluarga kepatuhan perawat terhadap standar yang diniali dari
dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan angka infeksi noksomial.
(Sitorus, 2006).
c. Presentasi MPKP Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil
penilaian mutu asuhan kepada pimpinan rumah sakit, departemen,staf
keperawtan, dan staf lain yang terlibat. Pada presentasi ini juga, sudah dapat
ditetapkan ruang rawat tempat implementasi MPKP akan dilaksanakan.
(Sitorus, 2006).
d. Penempatan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan tempat
implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2006) :

11
1. Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut. Hal ini
diperlukan sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan mendapat
pembinaan tentang kerangka kerja MPKP.
2. Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut terdiri dari 1 swasta
dan 1 ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai pusat pelatihan
bagi perawat dari ruang rawat lain.
e. Penetapan Tenaga Keperawatan Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di
suatu ruang rawat ditetapkan dari klasifikasi klien berdasarkan derajat
ketergantungan. Untuk menetapkan jumlah tenaga keperawtan di suatu
ruangrawat didahului dengan menghitung jumlah klien derdasarkan derajat
ketergantungan dalam waktu tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut.
(Sitorus, 2006).
f. Penetapan Jenis Tenaga Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan
yang digunakan adalah metode modifikasi keperawatan primer. Dengan
demikian, dalam suatu ruang rawat terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi
(Sitorus, 2006).:
1) Kepala ruang rawat
2) Clinical care manager
3) Perawat primer
4) Perawat asosiet
g. Pengembangan Standar rencana asuhan Keperawatan Pengembangan standar
renpra bertujuan untuk mengurangi waktu perawat menulis, sehingga waktu
yang tersedia lebih banyak dilakukan untuk melakukan tindakan sesuai
kebutuhan klien. Adanya standar renpra menunjukan asuhan keperawtan yang
diberikan berdasarkan konsep dan teori keperwatan yang kukuh, yang
merupakan salah satu karakteristik pelayanan professional. Format standar
renpra yang digunakan biasanya terdiri dari bagian-bagian tindakan
keperawatan: diagnose keperawatan dan data penunjang, tujuan, tindakan
keperawatan dan kolom keterangan. (Sitorus, 2006).
h. Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan Selain standar renpra, format
dokumentasi keperawatan lain yang diperlukan adalah (Sitorus, 2006) :
1) Format pengkajian awal keperawatan
2) Format implementasi tindakan keperawatan
3) Format kardex
4) Format catatan perkembangan
12
5) Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan dokter
6) Format laporan pergantian shif
7) Resume perawatan

i. Identifikasi Fasilitas Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang


MPKP sama dengan fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun
fasilitas tambahan yang di perlukan adalah (Sitorus, 2006) :

1) Badge atau kartu nama tim Badge atau kartu nama tim merupakan kartu
identitas tim yang berisi nama PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini
digunakan pertama kali sat melakukan kontrak dengan klien/keluarga.
2) Papan MPKP Papan MPKP berisi darfat nama-nama klien, PP, PA, dan
timnya serta dokter yang merawat klien.

2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini (Sitorus,
2006) :
a. Pelatihan tentang MPKP Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat
yang terlibat di ruang yang sudah ditentukan.
b. Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan
konferensi. Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.
Konferensi dilakukan setelah melaukan operan dinas, sore atau malam sesuai
dengan jadwal dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri
sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar. (Sitorus, 2006).
c. Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde
dengan porawat asosiet (PA). Ronde keperawatan bersama dengan PA
sebaiknya juga dilakukan setiap hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi
kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk memperoleh tambahan data tentang
kondisi klien. (Sitorus, 2006).
d. Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar renpra. Standar
renpra merupakan acuan bagi tim dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Semua masalah dan tindakan yang direncenakan mengacu pada standar
tersebut. (Sitorus, 2006).
e. Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan
klien/keluarga. Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan
kesepakatan antara perawat dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan
keperawatan. Kontrak ini diperlukan agar hubungan saling percaya antara
13
perawat dan klien dapat terbina. Kontrak diawali dengan pemberian
orientasibagi klien dan keluarganya. (Sitorus, 2006).
f. Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien yang
dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari kasus yang
ditanganinya secara mendalam. (Sitorus, 2006).
g. Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM) dalam
membimbing PP dan PA. Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam
melakukan implementasi MPKP dilakukan melalui supervisi secara berkala.
Agar terdapat kesinambungan bimbingan, diperlukan buku komunikasi CCM.
Buku ini menjadi sangat diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang
yaitu anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk memberikan bimbingan
kepada PP dan PA. Bila sudah ada CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku
komunikasi CCM tidak diperlukan lagi. (Sitorus, 2006).
h. Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab perawat kepada
klien. Oleh karena itu, pengisisan dokumentasi secara tepat menjadi penting.
3. Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen evsluasi
MPKP oleh CCM. Evaluasi prses dilakukan oleh CCM dua kali dalam seminggu.
Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini maslah-masalah yang
ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik atau bimbingan. Evluasi hasil
(outcome) dapat dilakukan dengan (Sitorus, 2006) :
a. Memberika instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk setiap klien
pulang.
b. Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai berdasarkan
dokumentasi.
c. Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang rawat).
d. Penilaian rata-rata lama hari rawat.
4. Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem) pemberian asuhan
keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang lebih optimal,
perlu disertai dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan. Pada ruang
MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah ada sistem yang
tepat untuk menerapkannya. (Sitorus, 2006).
14
a. MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini, PP
pemula diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai
kemampuan sebagai SKp/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan
tersebut berperan sebagai PP (bukan PP pemula). (Sitorus, 2006).
b. MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP tingkat I,
PP adalah SKp/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan keperawatan
berdasarkan ilmu dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners
sepeialis yang akan berperan sebagai CCM. Oleh karena itu, kemampuan
perawat SKp/ Ners ditingkatkan menjadi ners spesialis. (Sitorus, 2006).
c. MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat ini
perawat denga kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor
keperawatan. Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian
keperawatan eksperimen yang dapat meningkatkan asuhan keperwatan
sekaligus mengembangkan ilmu keperawatan. (Sitorus, 2006).
G. Tingkatan MPKP
Menurut Sudarsono (2000), berdasarkan pengalaman mengembangkan model
PKP dan masukan dari berbagai pihak perlu dipikirkan untuk mengembangkan
suatu model PKP yang disebut Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
(PKPP). Ada beberapa jenis model PKP yaitu:
1) Model Praktek Keperawatan Profesional III Melalui pengembangan model
PKP III dapat berikan asuhan keperawatan profesional tingkat III. Pada
ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam
keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing
para perawat melakukan riset sera memanfaatkan hasilhasil riset dalam
memberikan asuhan keperawatan.
2) Model Praktek Keperawatan Profesional II Pada model ini akan mampu
memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada ketenagaan
terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang
spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk
memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer
pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan
hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat
spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer pada area
spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil

15
riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis
direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10).
3) Model Praktek Keperawatan Profesional I. Pada model ini perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dan untuk itu
diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan,
metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan pada model ini adalah
kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.
4) Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula Model Praktek Keperawatan
Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal untuk menuju model
PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat
pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan
keperawatan.
H. Pilar-pilar MPKP
a) Pilar 1: Pendekatan manajemen keperawatan Terdiri dari :
1) Perencanaan dengan kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP
meliputi ( perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan dan rencana jangka
pendek, harian, bulanan dan tahunan).
2) Pengorganisasian dengan menyusun struktur organisasi, jadwal dinas, dan
daftar alokasi pasien.
3) Pengarahan Terdapat kegiatan delegasi, supervisi, menciptakan iklim
motivasi, manajemen waktu, komunikasi efektif yang mencakup pre dan
post conference, dan manajemen konflik.
b) Pilar 2: Sistem penghargaan Manajemen sumber daya manusia diruang MPKP
berfokus pada proses rekruitmen, seleksi kerja orientasi, penilaian kerja, staf
perawat. Proses ini selalu dilakukan sebelum membuka ruang MPKP dan setiap
ada penambahan perawatan baru.
c) Pilar 3: Hubungan profesional Hubungan profesional dalam pemberian
pelayanan keperawatan (tim kesehatan) dalam penerimaan pelayanan
keperawatan (klien dan keluarga). Pada pelaksanaannya hubungan profesional
secara internal artinya hubungan yang terjadi antara pembentuk pelayanan
kesehatan misalnya perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan
lain, sedangkan hubungan profesional secara eksternal adalah hubungan antara
pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.

16
d) Pilar 4: Manajemen asuhan keperawatan Manajemen asuhan keperawatan yang
diterapkan di MPKP adalah asuhan keperawatan dengan menerapkan proses
keperawatan. SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawtan Professional)

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
SP2KP adalah Sistem Pemberian Pelayanan Keperawtan Professional. SP2KP
adalah system pemberian pelayanan keperawatan professional yang merupakan
pengembangan dari MPKP (Model praktek Keperawatan Profesional) dimana dalam
SP2KP ini terjadi kerjasama professional antara perawat primer (PP) dan perawat
asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya. B. Saran Sebagai seorang perawat
nantinya, kita diharapkan mampu memahami konsep MPKP dan SP2KP sehingga
nantinya kita dapat menerapkan konsep tersebut ketika kita sudah bekerja.
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur,
proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur
pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang pemberian
asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).

18
DAFTAR PUSTAKA

Sitorus, Ratna.2006.Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit:Penataan

Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang

Rawat.Jakarta:EGC.

Sitorus, Ratna.2006.Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit:Penataan

Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang

Rawat:Implementasi.Jakarta:EGC.

Swanburg, Russel C.2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

Perawatan Klinis.Jakarta:EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai