Anda di halaman 1dari 3

Di Bawah Pohon Rindang

Eruu
"Sejuk ya", ucap seorang lelaki disampingku sambil menikmati pemandangan dibawah pohon rindang.

"iya", balasku singkat.

"Cuek amat, ra", balasnya lagi.

Aku hanya diam, entah untuk menahan air mata ini atau untuk menahan amarah yang ingin meledak.

Lelaki disampingku adalah Alex, Alex yang selalu ada sejak 6 tahun lalu. suka duka selalu kucurahkan
pada lelaki ini. Aku jadi ingat pertemuan pertama kami. dikala diri ini sedang hancur hancurnya.

Kehilangan sosok ayah sebagai pahlawan dan sosok ibu sebagai malaikat menbuatku hampir gila. tanpa
kakak atau adik tempat ku bercerita, hanya bisa melihat kebahagian dua keluarga yang asing bagiku.

Selama 6 tahun ini Alex menjadi tumpuanku, ayah bagiku, ibu bagiku, dan kekasih bagiku. candanya
yang garing membuat ku terkontaminasi sehingga tetap tertawa riang bahkan hanya dengan helaan
nafasnya saja.

Pernah suatu hari ia rela berpakaian badut hanya untuk menghiburku, konyol sekali bukan. bahkan ia
belajar sulap hanya untuk pamer padaku, dasar tukang pamer.

Di sekolah aku tak memiliki teman, diam sebagai jalan keluar bagiku untuk menyelesaikan masalah tapi
berbeda jika aku bertemu dengan Alex. kurasa cerewetnya menular kepadaku sehingga aku bisa
membocorkan semua masalahku padanya. Menangis menjadi rutinitas setiap malamku pada Alex,
dengan tenang Alex selalu menanggapi semua keluhku.

Alex sangat tampan, yah setidaknya bagiku. love language nya sangat komplit kayak nasi goreng pakai
telor, spesial pokoknya. selalu menemani, memberi pujian, melayani keanehanku, memberi hadiah,
idaman sekali.

Di bulan Desember kemarin,tepat hari ulang tahunku. Rumah sangat sepi, hujan gerimis juga menerpa
atap rumahku. sendiri itu tidak enak, hening dan dingin. untungnya ada Alex. mungkin kalian bosan aku
terus terusan menyebut Alex yah tapi aku tak peduli, ini tulisanku untuk Alex jadi semua akan tentang
Alex, ku tebak.

Akan kujabarkan semua tentang Alex disini, matanya yang berwarna coklat terang, makan kesukaannya
duren, hahaha random sekali kekasihku ini, Alex tak bisa bermain handphone, ganteng ganteng tapi
gaptek, haduh. sehari hari Alex hanya menungguku, terkadang ia bermain dengan kucingku si meng
meng atau bermain dengan ikan diakuarium.

Satu bulan yang lalu, teman temanku sangat berisik, apa karena pengaruh kelas 3, semua sibuk
menentukan jenjang berikutnya. saat istirahat tiba tiba guru BK memanggilku, hmm... padahal aku tak
pernah membuat masalah, bahkan aku cuma berteman dengan Alex.

"Gimana kabar kamu nak?", basa basi yang basi.

"Baik bu", jawabku seadanya.


"Besok mau kenalan sama temen ibu? temen ibu bisa bantu kamu nak", apakah aku seperti butuh
bantuan?

"Iya bu", entah mengapa jawabku dengan sendirinya.

esoknya ku bertemu dengan ibu parubaya, cantik dan cerah. tenang sekali berbicara dengannya,
setengah permasalahanku rasanya bisa terselesaikan, namun entah mengapa aku tak senang ucapannya.

kini aku sibuk dengan lamunanku dibawah pohon yang rindang, lagi lagi ditemani Alex.

"Manyun terus", ucapnya memecah keheningan.

"Bagaimana menurutmu tadi?"

"Setuju"

Mendengar jawabannya mukaku merah padam, apa maksudnya setuju. apa hanya karena aku gila aku
harus membuang Alex, yang sudah menyembuhkan lukaku walau ia hanya imajinasiku semata?

"Jika memilikimu menjadikanku orang sakit, maka aku akan sakit selamanya!", ucapku dengan lantang
dan tekad yang bulat.

"Jika memilikiku membuatmu sakit, aku akan pergi. aku disini karena kamu masih butuh aku, namun kini
kau sudah dibantu. tugasku selesai disitu", lanjutnya sembari membaringkan badan dibawah pohon
rindang ini.

Aku berlari meninggalkan dia, mengunci diri dikamar yang pengap penuh sesak, aku tak bisa tanpa Alex,
karena aku akan menjadi sendiri lagi. sudah seminggu aku tak menjamah dunia luar, biar aku terkunci
didalam sini agar Alex membujukku dengan rayunya tapi Alex hanya duduk diam menatapku tanpa
sepatah kata.

Pagi ini terdengar ketukan pintu, agak lama durasinya. karena berisik aku terpaksa melangkahkan kaki
untuk membukanya. kini hadir 2 pasang suami istri ah bukan maksudnyo mantan suami istri. dengan
wajah khawatir mereka memelukku.

"Maaf", satu kata keluar dari wanita itu.

"Maaf nak", diiringi air mata, pria itu juga tersendu memelukku.

Dalam kecanggungan ini, tangisku pecah juga. entah darimana muncul bayangan ingatan yang entahh
kapan ku alami. kini kuingat, ibu dan ayah tak pernah meninggalkanku, walau mereka pergi, mereka
selalu mngikatkan benang merah di jari mereka dan aku agar tetap terhubung. tapi sejak kapan aku
menjadi hampa?

Ah sepertinya aku yg selalu menarik diri dari mereka, tak pernah bisa menerika keadaan ini. tak lama
teman sekolah ku datang, Nana namanya. sama halnya dengan aku, wajahnya penuh Dengan air mata,
kini bergantian memelukku dan bekarta.

"Jangan tinggalkan aku lagi, jangan jauhi aku lagi", ucapnya diulang ulang.

Aku juga baru teringat, ternyata orang disekitarku juga berusaha menjadi oerasaan dan kewarasaanku.
tapi sejak kapan Alex hadir? mengapa aku memciptakannya?
Buram ku lihat dari kejauhan Alex berdiri tersenyum pada ku. moment perkumpulan ini terasa lama,
bahkan Nana menginap di rumahku sambil bercerita bagaiman persahabatan kami sejak masa kecil.
tekadku luntur, apa benar aku mau menjadi orang sakit selamanya demi Alex? aku juga mau sembuh.

Tiga hari tanpa berbicara dengan Alex, membuatku banyak berfikir. sekarang disini aku berada, dibawah
pohon rindang tempat favorit kami.

"Sejuk ya"

"Iya"

"Cuek amat, ra"

Aku diam, hening selama lima menit ditemani hembusan angin.

"Aku cinta kamu", ucapku memecahkan sepi.

Alex hanya diam tak menjawab.

"Tapi aku juga mau sembuh"

Masih tak ada jawaban dari Alex. aku menoleh kearahnya. tampan sekali, rambut tebalnya tersipu angin,
mata coklatnya terpapar sinar matahari, mimir manisnya tersenyum sembari melihat pemandangan
sekitar.

"Apa boleh?", ucapku kembali.

Alex menoleh kearahku, ditatapnya lekat wajahku, lamu tersenyum.

"Itu yang kuingin dari dulu, kau harus sembuh", ucapnya lirih.

"Jika nanti aku tak ada lagi, pastikan ada yang menggantikanku menjagamu oke?", lanjutnya.

Tanpa sadar air mata terus menetes dipipiku, aku mengangguk pelan, mengiyakan suruhannya. sampai
sekarang masih ku ingat senyum manisnya di bawah pohon rindang kala itu.

Sekarang, aku sudah ada diruangan yang akan menyembuhkanku. dimeja tertulis nama dengan gelar
psikiater.

"Sudah yakin nak?"

"Iya dok, mohon bantuannya".

Selamat tinggal Alex.

Anda mungkin juga menyukai