Laporan Kpa
Laporan Kpa
1 Fasilitas Utama
Ikan kakap putih dipelihara dengan metode monokultur didalam sebuah jaring
yang disesuaikan antara ukuran jaring dengan jumlah tebar ikan. Jaring
pemeliharaan tersebut terbuat dari bahan polyethylene (PE) dengan ukuran mata
jaring 1,25 inch digunakan untuk tahap pembesaran, sedangkan jaring dengan
ukuran ½ inch dan 2 /3 inch digunakan untuk penggelondongan. pada tahap
pendederan, waring merupakan bahan yang sangat cocok sebagai media
pemeliharaan, karena waring mempunyai ukuran mata 1 – 2 mm. Jaring yang
lebih tebal akan lebih tahan lama terhadap kemungkinan gangguan kepiting, ikan
buntal dan perlakuan mekanis. Jaring pemeliharaan dilengkapi juga dengan
penutup yang terbuat dari jaring ataupun waring. Ukuran jaring dan mata jaring
yang digunakan tergantung pada ukuran ikan yang dipelihara, seperti dijabarkan
pada Tabel 1.
Pemberat jaring berfungsi untuk menjaga agar dasar jaring tetap membuka
sehingga membentuk ruang yang cukup untuk ikan agar dapat bergerak dengan
bebas (Gambar 19). Pemberat yang digunakan di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Laut, Lampung terbuat dari beton dengan berat antara 5 - 10 kg.
Jangkar berfungsi agar seluruh sarana budidaya tidak berpindah dari tempatnya
akibat pengaruh angin arus ataupun gelombang. Pada daerah terlindung, satu
unit rakit memerlukan 4 buah jangkar dengan berat berkisar 2 - 4 ton, sedangkan
bila menggunakan dua unit rakit hanya diperlukan 6 buah jangkar. 19 Untuk KJA
yang diletakkan di daerah terbuka memerlukan jangkar yang beratnya lebih dari
10 ton. Untuk pemasangan jangkar perlu dilengkapi dengan tali jangkar yang
berdiameter 18 – 20 mm. Panjang tali jangkar yang digunakan biasanya 2,5 – 3
kali kedalaman perairan.
5.1 pembesaran
Jaring yang digunakan dalam pemeliharaan ikan kakap putih memiliki ukuran
yang berbeda-beda sesuai dengan tahapan kegiatan yang dilakukan. Ukuran
jaring yang digunakan yaitu 1 x 1 x 1 m3 dan 3 x 3 x 3 m3 . Persiapan jaring
dimulai dengan penjemuran jaring pemeliharaan yang kotor selama beberapa
hari sampai kering. Pengeringan jaring akan memudahkan dalam tahap
pencucian jaring. Jaring yang sudah kering dikumpulkan dan dicuci di tempat
pencucian jaring yang berada terpisah dengan unit Karamba Jaring Apung
(Gambar 35a). Pencucian jaring dilakukan dengan menyemprotkan air ke semua
bagian jaring dengan menggunakan mesin penyemprot air. Jaring yang telah
dibersihkan selanjutnya dijemur selama beberapa hari sampai benar-benar
kering. Penjemuran jaring dilakukan dengan tujuan agar organisme yang masih
menempel pada jaring mati. Jaring yang telah kering kemudian digulung dan
dikumpulkan sesuai dengan ukuran mata jaring. Setelah itu jaring siap untuk
digunakan
Benih merupakan salah satu sarana produksi penting yang dibutuhkan dalam
kegiatan pembesaran, dan benih menjadi faktor pembatas produksi akuakultur.
Kebutuhan benih harus tepat jumlah, mutu, waktu, dan harga. Penebaran benih
bertujuan untuk menempatkan ikan pada wadah kultur dengan dengan padat
penebaran (stocking density). Padat penebaran benih adalah jumlah (biomassa)
benih yang ditebar persatuan luas atau volume. Padat penebaran benih akan
menentukan tingkat intensitas pemeliharaan. Semakin tinggi padat penebaran
benih berarti semakin tinggi intensitas pemeliharaannya.
Pakan yang diberikan dalam proses pembesaran ikan kakap putih adalah 100%
pakan buatan berupa pellet. Tujuan pakan buatan adalah untuk meningkatkan
produksi dengan waktu pemeliharaan yang singkat, ekonomis, dan masih
memberikan keuntungan meskipun padat penebarannya tinggi (Mudjiman, 2004).
Jenis pakan yang digunakan di BBPBL Lampung adalah pellet Megami yang
diproduksi oleh PT. Matahari Sakti (Gambar 36). Jenis ikan kakap putih biasanya
menyukai makanan yang berupa cincangan atau gilingan daging segar, sehingga
untuk mengadaptasikannya dengan pakan pellet, dibutuhkan komposisi pakan
yang banyak mengandung bahan hewani dan aromanya cukup merangsang,
seperti tepung ikan, tepung cumi, tepung udang. Analisa kandungan gizi dari
pellet Megami yang digunakan sebagai pakan utama pada kegitaan pembesaran
ikan kakap putih dapat dilihat pada Tabel
Pellet Megami memiliki nilai konversi pakan (FCR) sebesar 1,5 yang artinya
setiap 1,5 kg pakan yang diberikan akan menghasilkan bobot daging sebesar 1
kg. Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1
kg daging atau rasio antara bobot pakan yang dibutuhkan dan bobot daging ikan
yang di produksi atau food convertion rate (FCR) (Effendi, 2004). Semakin
rendah nilai konversi pakan, artinya semakin efisien pakan yang digunakan
tersebut karena biaya produksi untuk pakan yang dibutuhkan pun semakin
rendah.
Hama dapat berupa predator, kompetitor, atau perusak sarana budidaya. Hama
predator adalah organisme yang memangsa ikan budidaya, seperti ikan buas,
burung, ular. Sedangkan hama kompetitor adalah organisme yang masuk ke
dalam wadah budidaya dan bersifat menyaingi dalam mendapatkan pakan,
ruang dan oksigen, seperti kepiting dan benih-benih ikan liar. Pemberantasan
hama lebih ditekankan pada sistem pengendalian hama secara terpadu, yaitu
tindakan pencegahan yang tidak merusak ekosistem. Jenis hama predator yang
sering ditemukan adalah ikan barracuda. Ikan buas ini tidak hanya sebagai
predator, akan tetapi juga merusak sarana budidaya. Upaya yang dilakukan
untuk mengatasi ikan ini adalah melakukan pengontrolan wadah budidaya
secara rutin. Selain itu juga terdapat burung-burung pemangsa ikan, seperti
burung Raja Udang, burung blekok, dan burung elang laut yang menyerang ikan-
ikan diwadah budidaya. Upaya penanggulangan dilakukan dengan pemasangan
cover di setiap unit wadah budidaya. Hama kompetitor yang sering ditemukan
adalah kepiting bakau dan benihbenih ikan liar yang menjadi pesaing dalam
pakan. Upaya penanggulangan dilakukan dengan cara mengambil hama
tersebut dangan menggunakan serokan, kemudian dimusnahkan. Penyakit pada
ikan kakap putih didefinisikan dengan terjadinya gangguan suatu fungsi atau
struktur dari alat tubuh sebagian atau keseluruhan. Beberapa penyebab
timbulnya penyakit pada ikan yaitu tumbuhnya organisme biofoulling seperti alga
dan teritip yang membawa penyakit; handling yang kurang profesional pada saat
sampling, grading, transfer, dan panen; gesekan antar ikan ketika terjadi
perebutan makanan; mal-nutrisi atau kekurangan pakan; agen
penyakit berupa parasit (Benedenia sp, Trichodina sp, Schutia Sp, Dactylogyrus
sp), Bakteri gram (+) (Stretococcus sp) dan Bakteri Gram (–) (Tenacibaculum
maritimum sp). Pencegahan penyakit dilakukan dengan merendam ikan dalam
air tawar secara rutin. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan pergantian
jaring setiap satu minggu sekali. Perendaman air tawar dilakukan dengan
menggunakan ember dengan volume 20 liter. Ikan diangkat dengan
menggunakan keranjang lalu dimasukkan ke dalam ember yang berisi air tawar.
Perendaman ikan dilakukan selama 5 – 10 menit
Pengelolaan kualitas air sulit dilakukan pada sistem budidaya yang terbuka (open
system). Pengontrolan kualitas air hanya dilakukan dengan cara pengukuran
kualitas air yang dilakukan setiap minggu. Pengambilan sampel dilakukan di tiga
titik yang berbeda, yaitu titik pertama pada perbatasan antara perairan milik balai
dan perairan umum, titik kedua pada KJA, dan titik ketiga pada inlet pemasukan
air dari laut ke sarana pembenihan. Parameter kualitas air yang diukur yaitu
salinitas, DO, kecerahan, pH, suhu dan kedalaman dapat dilihat pada Tabel
5.2 Pemanenan