Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
a. Diskusi 1.1
Seorang anak perempuan berusia 5 1/2 tahun, untuk pertama kali datang
ke dokter gigi diantar ibunya dengan keluhan utama anak sering menangis di
malam hari karena sakit pada gigi belakang bawah kanan. Saat datang, pasien
menangis lirih dan bersembunyi di balik badan ibu, menghindari kontak mata
serta tidak mau menjawab saat ditanya oleh dokter gigi. Awalnya pasien
menolak dilakukan pemeriksaan, setelah diajak melihat dan mengamati anak
lain yang sedang dirawat giginya, akhirnya pasien mau diperiksa giginya.
Sebelum melakukan pemeriksaan, dokter gigi menjelaskan terlebih dahulu
tentang apa yang akan dilakukan, mendemonstrasikan, kemudian baru
melakukan pemeriksaan pada pasien.
Pemeriksaan intraoral ditemukan plaque pada hampir seluruh gigi RA –
RB, sepintas pada gigi 65 karies di oklusal mengenai dentin. Gigi 64 karies di
proksimal melibatkan sebagian oklusal mengenai dentin. Gigi 53 dan 63 karies
di proksimal mesial mengenai dentin. Gigi 85 karies mengenai pulpa. Gigi 36
dan 46 sudah erupsi dan pit serta fisuranya dalam. Terdapat karies pada pit gigi
36 mengenai email. Perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih rinci untuk
mendapatkan diagnosis masing-masing gigi yang tepat.

b. Diskusi 1.2
Seorang anak laki-laki usia 6 tahun datang diantar ibunya ke Rumah
Sakit dengan keluhan bengkak pada gusi belakang bawah kanan. Pemeriksaan
ekstra oral tidak terdapat kelainan. Pada pemeriksaan intra oral terlihat gingiva
pada posterior gigi 85 mengalami pembengkakan, palpasi sakit, pasien

1
hipersalivasi. Pada pemeriksaan radiografik terlihat benih gigi 46 sudah tidak
tertutup oleh tulang alveolaris. Oral hygiene pasien buruk, banyak terdapat
akumulasi plak.

B. Rumusan Masalah
a. Diskusi 1.1
i. Macam-macam perilaku anak pada perawatan gigi menurut Wright, dan
pada kasus di atas pasien termasuk perilaku yang mana.
ii. Teknik pengelolaan perilaku yang digunakan dokter gigi pada kasus di
atas.
iii. Pemeriksaan lengkap pada pasien tersebut di atas (tujuan, urut-urutannya).
iv. Diagnosis seluruh kelainan gigi pada pasien tersebut (53,65, 64, 63, 85, 36
dan 46).
v. Rencana perawatan lengkap pada pasien di atas (Ingat prinsip Preventive
dan Total Patient Care menurut Caldwell).

b. Diskusi 1.2
i. Kemungkinan-kemungkinan diagnosis dari kelainan pada pasien tersebut.
ii. Kemungkinan-kemungkinan etiologi dan patogenesis kelainan pada pasien
tersebut.
iii. Macam-macam kelainan jaringan penyangga gigi yang ditemukan pada anak.
iv. Macam-macam etiologi kelainan jaringan penyangga gigi pada anak.
v. Macam-macam rencana perawatan kelainan jaringan penyangga gigi pada
anak.

C. Tujuan
a. Diskusi 1.1
i. Menjelaskan macam-macam perilaku anak pada perawatan gigi menurut
Wright, dan mengidentifikasi perilaku pasien pada kasus di atas.

2
ii. Menjelaskan teknik pengelolaan perilaku yang digunakan dokter gigi pada
kasus di atas.
iii. Menjelaskan pemeriksaan lengkap pada pasien tersebut di atas (tujuan,
urut-urutannya).
iv. Mendiagnosis seluruh kelainan gigi pada pasien tersebut (53,65, 64, 63, 85,
36 dan 46).
v. Merencanakan perawatan lengkap pada pasien di atas (Ingat prinsip
Preventive dan Total Patient Care menurut Caldwell).

b. Diskusi 1.2
i. Menjelaskan kemungkinan-kemungkinan diagnosis dari kelainan pada pasien
tersebut.
ii. Menjelaskan kemungkinan-kemungkinan etiologi dan patogenesis kelainan
pada pasien tersebut.
iii. Menjelaskan macam-macam kelainan jaringan penyangga gigi yang
ditemukan pada anak.
iv. Menjelaskan macam-macam etiologi kelainan jaringan penyangga gigi pada
anak.
v. Menjelaskan macam-macam rencana perawatan kelainan jaringan penyangga
gigi pada anak.

D. Manfaat Makalah
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menambah wawasan mahasiswa/i
serta pembaca lainnya tentang perilaku anak pada perawatan gigi, pemeriksaan
kelainan umum pada anak, pemeriksaan lengkap pada pasien gigi anak dan Total
Patient Care, diagnosis karies, preventive dentistry, serta kelainan dan
penatalaksanaan jaringan penyangga gigi pada anak.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Diskusi 1.1
1. Macam-macam perilaku anak pada perawatan gigi menurut Wright, dan
pada kasus di atas pasien termasuk perilaku yang mana.
1) Mampu bekerja sama (Cooperative behavior)
Perilaku kooperatif adalah perilaku pasien yang dapat dirawat
dengan baik tanpa mengalami kesulitan dan merupakan kunci
keberhasilan dokter gigi dalam melakukan perawatan. Tanda-tanda
pasien anak yang tergolong kooperatif antara lain:
• Tampak rileks dan menikmati kunjungan sejak di ruang tunggu
• Mengikuti semua instruksi yang disampaikan dengan rileks
• Memahami sendiri semua perintah
• Terlihat antusias terhadap perawatan yang akan dilakukan
• Penanganan dalam klinik biasanya cukup dengan teknik tell show
do (TSD)
• Dokter gigi dapat bekerja secara efektif dan efisien
2) Kurang mampu bekerja sama (Lacking cooperative behavior)
Pasien ini termasuk anak-anak yang sangat muda (< 3 tahun)
dimana komunikasinya belum baik dan tidak dapat memahami
komunikasi dengan baik. Keadaan ini untuk sementara, dengan
bertambahnya usia diharapkan menjadi kooperatif. Kelompok lain yang
termasuk ke dalam pasien yang kurang kooperatif adalah anak dengan
kondisi yang melemahkan/cacat contohnya seperti autism spectrum
disorders, gangguan sensorik, disabilitas intelektual dan masih banyak
lagi.

4
3) Perilaku potensi untuk bekerjasama (Potentially cooperative behaviour),
termasuk di dalamnya sebagai berikut:
• Perilaku tidak terkontrol (uncontrolled)
• Perilaku menentang (defiant)
• Perilaku malu-malu (timid)
• Perilaku tegang (tense)
• Perilaku merengek (whining)

Pada skenario, perilaku anak ini termasuk dalam poin 3, yakni potensi
untuk bekerjasama, terlihat dari yang awalnya tidak mau diperiksa menjadi
akhirnya mau diperiksa dan perilakunya termasuk malu-malu karena anak
tersebut bersembunyi di balik ibunya.

2. Teknik pengelolaan perilaku yang digunakan dokter gigi pada kasus di


atas.
Sesuai dengan skenario di atas teknik pengelolaan perilaku yang
dilakukan oleh dokter gigi adalah modelling dan TSD, karena di skenario
dijelaskan bahwa pasien menangis, lirih dan bersembunyi di balik badan ibu,
menghindari kontak mata serta tidak mau menjawab saat ditanya oleh dokter
gigi. Namun, ketika diajak mengamati anak lain yang sedang dirawat giginya
akhirnya pasien mau diperiksa giginya, ini mencirikan bahwa teknik
pengelolaan perilaku yang dilakukan dokter gigi adalah modelling. Kemudian
di skenario dijelaskan bahwa sebelum melakukan pemeriksaan, dokter gigi
menjelaskan terlebih dahulu tentang apa yang akan dilakukan,
mendemonstrasikan, kemudian baru melakukan pemeriksaan pada pasien, hal
tersebut sangat mencirikan teknik TSD.

5
Selain itu ada pula teknik pengelolaan perilaku yang dapat dilakukan
dokter gigi, antara lain:
• Komunikasi
Hubungan timbal balik yang dilakukan untuk dapat
meningkatkan rasa percaya pasien anak kepada dokter gigi. Komunikasi
ini dapat berupa verbal maupun non-verbal.
• Pengaturan suara
Pengaturan suara dapat mengubah perilaku anak agar kooperatif.
Karena dengan dilakukannya pengaturan suara dapat membuat pasien
anak berhenti melakukan hal lain dan memulai fokus kepada dokter
gigi.
• Second language
Penggunaan bahasa atau kata sesuai dengan usia atau
pemahaman anak agar pasien anak lebih memahami apa yang dikatakan
oleh dokter giginya.
• Tell Show Do (TSD)
Teknik yang dilakukan dokter gigi untuk meminimalkan rasa
takut pada pasien anak. TSD diawali dengan penjelasan,
mendemonstrasikan/memperagakan kemudian melakukan, yang
dilakukan selangkah demi selangkah.
• Behavior shaping
Teknik yang menggabungkan tell show do dengan penguatan
positif (hadiah atau pujian) agar terbentuk perilaku positif/kooperatif
terhadap perawatan gigi. Dengan dilakukannya behavior shaping dapat
membangun kepercayaan dan pasien anak mampu menerima perawatan
gigi secara positif.

6
• Reinforcement
Perbuatan yang diikuti dengan pemberian imbalan, bisa berupa
hadiah maupun pujian.
• Desensitisasi
Desensitisasi bertujuan untuk mengurangi rasa takut pasien
dengan cara melatih pasien melemaskan otot sehingga menurunkan
intensitas rasa takut. Perawatan bisa dimulai dengan rasa takut yang
paling ringan.
• Modelling
Prinsip dari modelling ini adalah perilaku terbentuk melalui
pengamatan sesuatu model yang cocok yang menunjukkan perilaku
spesifik.
• Penurunan kecemasan orang tua
Rasa cemas orang tua bisa diatasi dengan cara pre-appointment.
Dimana pada kunjungan pertama dokter gigi menjelaskan kepada orang
tua mengenai rencana perawatan yang akan dilakukan pada anaknya.
Sehingga orang tua sudah mengetahui terlebih dahulu dan dapat
meningkatkan kepercayaannya kepada dokter gigi.
• Distraction
Distraction artinya pengalihan perhatian pasien kepada hal lain.
Tujuan dari distraction ini adalah untuk menurunkan tingkat kecemasan
anak. Sebagai contoh anak diminta untuk melihat audio visual kartun
edukasi yang terdapat pada monitor ruang perawatan, ajak mengobrol,
dan lain-lain.
• Playful humor
Playful humor adalah teknik pengelolaan perilaku dimana
dokter gigi menggunakan istilah yang lucu, sehingga mampu memicu
daya imajinasi anak. Fungsi dari humor adalah sebagai pengalih

7
perhatian, mengurangi kecemasan pasien anak dan atau orang tua,
menciptakan dan mempertahankan hubungan atau ikatan dengan pasien
anak, memberikan informasi dengan cara yang menyenangkan, menarik
minat dan keterlibatan antara dokter gigi dan pasien anak.
• Fading
Fading merupakan metode pengelolaan perilaku anak non
farmakologis untuk membangkitkan perilaku positif pada perawatan
gigi, kemudian dikurangi secara perlahan. Sebagai contoh saat pasien
ingin melakukan perawatan diperbolehkan dengan dipangku,
memegang boneka, dan lain-lain.

Adapun jenis teknik pengelolaan perilaku yang tidak tepat dilakukan


dokter gigi berdasarkan kasus pada skenario ini adalah:
• Aversive conditioning
Merupakan upaya terakhir dalam pengelolaan perilaku anak non
farmakologis. Metode ini disebut hand over mouth exercise (HOME)
atau menutup mulut pasien menggunakan tangan dan pengendalian fisik
menggunakan alat seperti pedi wrap. Metode ini ditujukan untuk anak
usia 3-6 tahun dengan kecerdasan normal.
Syarat untuk melakukan metode ini adalah dokter gigi harus
menguasai tingkah laku anak serta emosi diri sendiri dan mendapat izin
tertulis dari orang tua, jika tidak maka metode ini tidak dapat dilakukan.
Selanjutnya kita bisa berbicara pada pasien dengan tenang, jelas,
perlahan, jika pasien sudah tenang dan mau mengikuti perintah, tangan
dapat dilepas dari mulut pasien dan berikan pujian, jika tidak prosedur
dapat diulang.

8
• Retraining
Biasanya dilakukan pada pasien anak yang sudah memiliki
pengalaman pergi ke dokter gigi dan pengalaman tersebut tidak
menyenangkan. Sehingga dilakukan retraining atau melatih kembali.
Bertujuan untuk membangun serangkaian asosiasi baru dalam pikiran
anak.

3. Pemeriksaan lengkap pada pasien tersebut di atas (tujuan, urut-


urutannya).
Tujuan dari pemeriksaan lengkap adalah untuk mendapatkan informasi
dari pasien untuk menegakkan diagnosis dan membuat rencana perawatan.
1) Pemeriksaan subjektif
Anamnesis
Anamnesis merupakan proses wawancara medis yang dilakukan
oleh dokter terhadap pasiennya untuk memperoleh informasi mengenai
kondisi yang sedang dialami oleh pasien agar dokter dapat
menyimpulkan diagnosis penyakit dari pasien tersebut. Anamnesis dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu:
• Alloanamnesis, yaitu anamnesis yang dilakukan terhadap orang
tua, wali, atau orang terdekat pasien.
• Autoanamnesis,yaitu anamnesis yang dilakukan langsung kepada
pasien. Ketika melakukan anamnesis kepada pasien anak-anak,
dokter gigi harus menggunakan intonasi yang lembut, baik, tidak
mengintimidasi dengan ekspresi yang ramah dan menyenangkan.
Pasien anak belum dapat memberikan keterangan sehingga
alloanamnesis lebih tepat digunakan. Namun, ada kemungkinan
terjadinya kesalahan karena data yang disampaikan oleh orang tua atau
wali pasien mungkin berdasarkan asumsi atau persepsi orangtua atau

9
wali. Keadaan ini berhubungan dengan tingkat pengetahuan,
pendidikan, adat dan tradisi, kepercayaan, kebiasaan dan faktor lainnya.
Umumnya pertanyaan yang diajukan dalam melakukan
anamnesis seperti:
1. Identitas pasien
• Nama pasien
• Tanggal lahir
• Nama orang tua
2. Alasan dan tujuan berkunjung, untuk mengetahui keluhan utama
3. Riwayat umum
• Riwayat kesehatan umum
• Riwayat kesehatan orang tua
• Riwayat sebelum lahir
• Riwayat setelah lahir
• Kondisi saat lahir
• Riwayat pemberian ASI dan botol susu
• Alergi
• Status kesehatan pasien saat ini
4. Riwayat kesehatan gigi
• Pernah atau tidaknya melakukan perawatan gigi
• Pengalaman preventif
• Masalah dental sebelumnya
5. Informed consent
Persetujuan yang diberikan kepada pihak keluarga maupun
pasien atas dasar tindakan medis yang akan dilakukan kepada
pasien beserta risikonya yang telah di informasikan terlebih
dahulu.

10
Dalam anamnesis pasien anak-anak, tentunya pasien
tersebut membutuhkan pendamping seperti orang tua, anggota
keluarga, atau pihak yang mewakili demi menunjang anamnesis.

2) Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan Klinis
1. Pemeriksaan umum
Bagaimana pasien saat memasuki ruangan, apakah pasien
lesu atau pucat
Bagaimana cara berjalan pasien (apakah pasien berjalan
pincang, dimana hal tersebut dapat menunjukkan apakah ada
kelainan pada pasien)
Tinggi dan berat badan pasien, dimana kedua hal tersebut
memiliki hubungan langsung pada perkembangan dan status
gizi sehingga dapat melihat apakah pertumbuhannya sesuai
dengan umurnya
Postur tubuhnya, dapat dilihat apakah ada kelainan
Tanda vital seperti denyut nadi, detak jantung, dan laju
pernapasan
Memeriksa tangan pasien dengan memegangnya untuk
mengetahui apakah suhu pasien meningkat. Kalau tangan
pasien dingin, lembab, dan terlihat kuku yang digigit maka
hal tersebut merupakan indikasi pertama pasien mengalami
kecemasan. Jari yang kapalan menunjukkan kebiasaan
mengisap jari secara terus menerus. Warna kebiruan pada
dasar kuku menunjukkan penyakit jantung bawaan yang
mungkin memerlukan tindakan pencegahan khusus selama
perawatan gigi.

11
2. Pemeriksaan ekstraoral
o Melihat bagaimana bentuk dan ukuran kepalanya. Pada
bagian rambutnya apakah ada kutu rambut, kurap, jika ada
maka dapat merujuk pasien terlebih dahulu karena kondisi ini
menular.
o Pada wajah dapat dilihat apakah terdapat pembengkakan atau
asimetri. Pada anak biasanya infeksi bakteri dan virus atau
trauma merupakan penyebab utama pembengkakan pada
wajah. Untuk asimetri patologis pada anak disebabkan oleh
kelumpuhan saraf kranial, displasia fibrosa, dan gangguan
perkembangan familial.
o Melakukan palpasi pada kelenjar limfe, kelenjar
submandibular, dan kelenjar sublingual, apakah terjadi
pembengkakan atau tidak. Jika terjadi pembengkakan maka
terdapat infeksi.
o Pemeriksaan pada mata apakah terjadi pembengkakan.
o Pemeriksaan pada hidung apakah ada kelainan pada bentuk,
warna, dan ukuran.
o Pemeriksaan pada bibir apakah ada pembengkakan atau
kelainan pada warnanya.
o Pemeriksaan pada TMJ dengan palpasi pada setiap kepala
kondilus mandibula dan mengamati pada saat mulut dalam
keadaan tertutup (gigi berkontak), saat istirahat, dan dalam
keadaan mulut terbuka. Hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui apakah pergerakan kondil atau rahang normal
atau menyimpang. Lalu juga dilakukan pemeriksaan apakah
ada suara clicking, krepitus, sakit, deviasi, atau pembukaan
mulut yang terbatas.

12
3. Pemeriksaan intraoral
Pada saat pemeriksaan intraoral, jaringan lunak mulut dan
status perkembangan oklusi harus diperiksa terlebih dahulu,
sebelum memeriksa lesi karies pada gigi geligi. Selain itu, bau
mulut yang tidak normal dan konsistensi saliva juga penting untuk
diperhatikan.
Jaringan lunak mulut (mukosa mulut), termasuk bagian
mukosa bukal, labial, dasar mulut, palatum, gingiva, lidah,
dan bagian orofaring harus diperiksa dan dipalpasi.
o Mukosa bagian bukal, labial dan lingual dilihat apakah
ada pembengkakan, lesi dan jaringan parut.
o Palatum diperiksa bentuk, warna, pembengkakan, lesi,
jaringan parut, neoplasma, dan torus.
o Gingiva diperiksa warna (kemerahan), konsistensi,
ukuran dan bentuk, peradangan (gingivitis),
pembengkakan, ulserasi, perdarahan spontan.
o Lidah diperiksa ukuran dan bentuk, pergerakannya
(apakah ada frenulum tinggi/ tongue tie, yang
mengganggu dalam berbicara), dan permukaannya
(deskuamasi papila).
o Tonsil yang membesar dengan eksudat purulen bisa jadi
merupakan tanda awal infeksi Streptococcus, yang bisa
menyebabkan rheumatic fever.
o Diperiksa pula kebersihan mulut pasien dan keberadaan
plak dan kalkulus.
Setelah jaringan lunak mulut selesai diperiksa, mulai periksa
jaringan keras mulut yang meliputi pemeriksaan oklusi dan
kelainan gigi atau skeletal.

13
o Oklusi diperiksa hubungan insisal, hubungan kaninus,
dan hubungan molar pertama (mesial step, distal step,
flush terminal). Jika terdeteksi adanya maloklusi dapat
direncanakan perawatan yang tepat secara dini.
o Diperiksa juga midline, crowding dan kelainan skeletal
yang parah.
o Terakhir gigi geligi diperiksa, adanya karies, kelainan
kongenital atau herediter. Gigi diperiksa dalam kondisi
kering dan pencahayaan yang bagus, jumlah
(missing/supernumerary), morfologi, warna dan struktur
permukaan gigi. Periksa karies (aktif atau arrested),
tambalan (utuh/ kurang baik), trauma (perhatikan
luasnya, lokasi atau tanda hilangnya vitalitas), mobilitas
gigi (fisiologis/ patologis).
Pemeriksaan Radiografis
Dengan pemeriksaan klinis dan riwayat pasien bisa dibuat
diagnosis provisional, namun untuk mencapai diagnosis final diperlukan
pemeriksaan khusus, yaitu pemeriksaan radiografis dan pemeriksaan
tambahan. Pemeriksaan radiografis digunakan untuk melihat bentuk dan
ukuran, posisi, kepadatan relatif dan jumlah gigi. Dengan radiograf bisa
dilihat perluasan karies, resorpsi akar dan pertumbuhan benih gigi.
Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan ini termasuk cetakan diagnostik, catatan profil, tes
vitalitas pulpa, indeks kebersihan mulut, tes saliva (pH/tes aktivitas
karies), tes patologi klinis (biopsi), dan lain-lain.

14
4. Diagnosis seluruh kelainan gigi pada pasien tersebut (53,65, 64, 63, 85, 36
dan 46).
• Gigi 65 dan 64
Pada skenario, gigi 65 karies mengenai dentin pada permukaan
oklusal dan gigi 64 karies mengenai dentin pada permukaan di proksimal
melibatkan sebagian oklusal. Berikut kemungkinan diagnosis untuk gigi
65 dan 64.

Anamnesis Kedalaman Sondasi Ch Palpasi Perkusi Diagnosis


karies Etyl GS

Tidak ada keluhan Karies - + - - Karies


sakit/ rasa ngilu media dentin
segera hilang saat
rangsangan
dihilangkan

Ngilu beberapa Karies + + - - Karies


saat setelah media dentin
rangsangan, dasar
kavitas keras

Ngilu beberapa Karies + + - - Karies


saat setelah profunda dentin
rangsangan tertutup

Tidak ada sakit Karies ++ ++ - - Karies


spontan/ ngilu profunda mencapai
beberapa saat terbuka pulpa vital
setelah
rangsangan, pulpa
terbuka dan lunak

Ada sakit Karies ++ ++ - -/+ Karies


spontan/malam profunda mencapai
hari terbuka pulpa vital

15
• Gigi 53 dan 63
Pada gigi 53 dan 63 disebutkan pada skenario bahwa terdapat
karies proksimal mesial mengenai dentin. Maka dari itu, diagnosis dari
gigi tersebut adalah terjadi karies dentin. Berikut kemungkinan diagnosis
untuk gigi 53 dan 63.

Kedalaman Ch Diagnosis
Anamnesis Sondasi Palpasi Perkusi
karies Etyl GS

Ngilu bila terkena


rangsang, rasa
Karies
ngilu hilang jika Karies media - + - -
Dentin
rangsangan
dihilangkan

Ngilu beberapa
Karies
saat setelah Karies media + + - -
Dentin
rangsangan

Ngilu beberapa Karies


Karies
saat setelah profunda + + - -
Dentin
rangsangan tertutup

• Gigi 85
Pada skenario disebutkan anak sering menangis pada malam hari
karena sakit gigi belakang bawah kanan, dan dari pemeriksaan intraoral
dikatakan bahwa gigi 85 nya mengalami karies mengenai pulpa. Berikut
kemungkinan diagnosis untuk gigi 85.

16
Anamnesis Kedalaman Sondasi Ch Palpasi Perkusi Diagnosis
karies Etyl GS

Ada sakit Karies ++ ++ - - Karies


spontan/ malam pulpa mencapai
hari terbuka pulpa vital

• Gigi 36 dan 46
Dari skenario, diketahui bahwa gigi 36 dan 46 sudah erupsi
dengan pit dan fisura yang dalam. Pada gigi 36 terdapat karies di pit
mengenai email tanpa keluhan lain, sehingga dapat ditetapkan bahwa
diagnosis gigi 36 adalah pulpa normal. Tidak dikatakan sebagai karies
email karena diagnosis tersebut hanya dapat diberikan pada gigi sulung.
Gigi 46 hanya dijelaskan mempunyai pit dan fisura yang dalam.
Untuk menetapkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan tes Chlor etil,
sondasi, perkusi, dan palpasi sebagai berikut:

Anamnesis Kedalaman Sondasi Ch Palpasi Perkusi Diagnosis


karies Etyl

Tidak ada - - + - - Pulpa


keluhan normal

Tidak ada Karies - + - - Pulpa


keluhan supersifial normal

5. Rencana perawatan lengkap pada pasien di atas (Ingat prinsip Preventive


dan Total Patient Care menurut Caldwell).
Prinsip Preventive dan Total Patient Care menurut Caldwell, yaitu sebagai
berikut:
1) Control of disease
Kontrol infeksi yang mengurangi jumlah bakteri atau virulensi
mikroflora mulut. Tujuannya untuk mengurangi active disease seperti

17
karies dan inflamasi atau menghilangkan rasa sakit bila terdapat keadaan
akut. Tindakan yang dapat dilakukan pada tahap ini yaitu emergency
treatment, removal of all caries, removal of plaque and calculus, dan
removal of teeth.
Berdasarkan skenario, dikatakan bahwa pasien mengalami sakit
spontan pada malam hari dan terdapat karies mencapai pulpa pada gigi
85 sehingga dapat dilakukan tindakan pulpektomi yaitu pengambilan
seluruh jaringan pulpa yang terinfeksi di dalam kamar pulpa dan saluran
akar. Lalu, dilakukan pembuangan seluruh karies dan tumpatan
sementara pada gigi 65, 64, 53, dan 63 yang merupakan karies dentin dan
gigi 36 dengan karies email. Kemudian dilanjutkan dengan pembuangan
plak pada seluruh RA dan RB pasien.
2) Patient education & motivation
Tahap ini berisi edukasi, evaluasi, motivasi anak dan orangtua
dengan TSD. Pada tahap ini juga diberikan home care instruction yaitu
pedoman pemeliharaan kebersihan mulut di rumah dan pedoman pola
makanan bergizi.
Upaya meningkatkan kesadaran pasien dalam memelihara
kebersihan dan kesehatan gigi dan mulutnya dilakukan dengan cara
memberi Komunikasi, Instruksi, dan Edukasi (KIE) & Dental Health
Education (DHE). Dimulai dengan edukasi kepada pasien atau orang tua
tentang pentingnya menyikat gigi anak sejak kecil dan dilanjutkan
dengan cara menyikat gigi yang baik dan benar adalah dua kali sehari
setelah sarapan dan sebelum tidur malam, penggunaan obat kumur dan
dental floss. Edukasikan juga pada pasien dan orang tua mengenai
menjaga pola makan anak, seperti mengurangi konsumsi makanan yang
mengandung sukrosa yang dapat menjadi salah satu penyebab karies
pada gigi anak.

18
3) Development of host resistance
Sesuai dengan artinya, development of host resistance berarti
membangun ketahanan atau imunitas dari gigi itu sendiri. Pada proses
rencana perawatan ini kita dapat memberikan perawatan kepada pasien
yang dapat meningkatan kekuatan dari gigi pasien tersebut, hal yang
dapat dilakukan antara lain:
• Fluoridasi
Penggunaan fluor baik yang digunakan dengan cara
mencampurkannya ke dalam air, penggunaan pada pasta gigi,
penggunaan secara topikal maupun yang terkandung dalam obat
kumur terbukti mengurangi insidensi karies.
• Pit and fissure sealants pada gigi 36 dan 46
Sekitar 90% dari semua lesi karies di mulut terjadi pada
permukaan oklusal gigi posterior. Permukaan ini hanya
mewakili 12% dari total jumlah permukaan gigi, sehingga
permukaan oklusal dengan pit dan fissure yang dalam kira-kira
delapan kali lebih rentan dari semua permukaan halus lainnya.
Ketersediaan sealant dapat menjadi alternatif restorasi.
Dengan penggunaan sealant, Bis-GMA, dialirkan. Karena tidak
diperlukan preparasi kavitas, pit and fissure sealants tidak
menimbulkan rasa sakit atau ketidaknyamanan. Selama sealant
dipertahankan, tidak ada bakteri atau asam bakteri yang dapat
mempengaruhi daerah sealant. Jika pit fissure sealant rusak,
tidak ada kerusakan pada gigi akibat perawatan ulang.
4) Restoration of function
Tujuan dilakukan tahap ini yaitu untuk mengembalikan fungsi
normal dari gigi-geligi, sistem stomatognatik yang semula rusak atau
terganggu sehingga menjadi sehat kembali, dan memperbaiki estetik

19
serta fungsi normal seperti berbicara dan pengunyahan. Restorasi juga
berfungsi untuk mempertahankan bentuk lengkung rahang dan
mempermudah pemeliharaan oral hygiene. Restorasi yang dapat
dilakukan adalah tumpatan permanen, perawatan ortodonti, dan space
maintainer. Pada kasus yang terdapat pada skenario dapat dilakukan
perawatan berupa tumpatan permanen pada gigi 36, 53, 63, 64, 65, dan
85.
5) Maintenance of oral health
Maintenance of oral health merupakan program pemeriksaan
kesehatan gigi dan mulut yang dapat dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu:
• Periodical checking
Periodical checking merupakan pemeriksaan ulang
secara periodik, apabila ada tumpatan atau fissure sealants yang
lepas atau hilang maka dilakukan pemeriksaan ulang dan
perawatan kembali. Pada saat kontrol periodik dapat dilakukan
DHE (Dental Health Education) untuk menstimulasi keefektifan
perawatan di rumah.
• Stimulation for effective home care
Memberikan edukasi kepada pasien dan orang tua tentang
cara menyikat gigi yang baik dan benar beserta tekniknya dan
menginstruksikan pasien untuk sikat gigi sebanyak dua kali
sehari yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur.
• Topical fluoride treatment/sealant
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara aplikasi fluor
topikal yaitu dengan menggunakan pasta gigi berfluoride, obat
kumur, gel, dan fluor dalam air.

20
TAHAPAN PERAWATAN GIGI

Control of Disease Removal of all caries & Temporary Filling 65, 64, 53,
(Membuang Karies & Menumpat 63, dan 36
Sementara)

Removal of Plaque RA + RB
(Membuang Plak)

Patient Education & Dental Health Education (DHE) Tell, Show, RA + RB


Motivation Do (TSD)
Homecare Instruction

Development of Fluoridasi RA + RB
Host Resistance Pit and fissure sealant 36 dan 46

Restoration of Permanent filling 36, 53, 63,


Function 64, 65, dan
85

Maintenance of Periodical checking & sealants RA + RB


Oral Health

B. Diskusi 1.2
1. Kemungkinan-kemungkinan diagnosis dari kelainan pada pasien
tersebut.
Pada skenario diketahui bahwa pasien mengeluh adanya rasa sakit
dengan hasil pemeriksaan intraoral meliputi pembengkakan pada posterior
regio gigi 85, palpasi positif, banyaknya akumulasi plak, oral hygiene yang
buruk, serta keadaan hipersalivasi. Pada pemeriksaan radiografis ditemukan
gigi 46 sudah tidak tertutup oleh tulang alveolaris, maka kemungkinan-
kemungkinan diagnosis yang pada kasus tersebut, yaitu:
1) Gingivitis erupsi/Eruptive gingivitis
Anak yang mengalami gingivitis erupsi biasanya berumur 6-7
tahun, terkait dengan umur dentalis dari erupsi gigi molar 1 permanen.

21
Ciri-ciri dari gingivitis erupsi adalah pasien mengalami radang gusi di
sekitar gigi yang sedang erupsi, gusinya membengkak berwarna merah
kebiruan dan palpasi sensitif. Pasien juga mengalami hipersalivasi dan
biasanya gigi sudah erupsi sebagian, serta adanya akumulasi plak.
2) Kista erupsi/ Eruption hematoma
Kista erupsi umumnya terjadi pada anak-anak yang berusia 6-9
tahun, yang mana periode ini berhubungan dengan erupsi gigi molar
pertama permanen dan insisivus. Kista ini terjadi akibat rongga folikuler
di sekitar mahkota gigi yang akan erupsi mengembang karena
penumpukan cairan dari jaringan atau darah. Gambaran klinis kista
erupsi yaitu pembesaran translusen pada puncak tulang alveolar pada gigi
yang akan erupsi seperti pada pasien terlihat gigi 46 yang sudah tidak
tertutup tulang alveolar.
3) Pericoronitis
Gambaran klinis dari pericoronitis berupa kemerahan dan
pembengkakan yang halus berkilau pada gingiva sekitar mahkota yang
terlibat dengan penyebaran nyeri hingga telinga, tenggorokan, dan pada
dasar mulut. Pasien mengeluhkan gingiva pada posterior 85 mengalami
pembengkakan dan palpasi sakit. Pericoronitis lebih sering ditemukan
pada gigi molar 3 yang impaksi namun juga terjadi pada anak yang gigi
molar tetapnya sedang erupsi. Oral hygiene pasien yang buruk juga dapat
menyebabkan pericoronitis dengan banyaknya akumulasi plak.

2. Kemungkinan-kemungkinan etiologi dan patogenesis kelainan pada


pasien tersebut.
1) Gingivitis erupsi
Gingivitis erupsi merupakan inflamasi gingiva sekitar gigi
permanen yang sedang erupsi. Kondisi ini terjadi karena saat fase erupsi,
terdapat perubahan degeneratif dari epitel pada fusi antara gigi dan epitel

22
mulut. Selama tahap awal erupsi, margin gingiva tidak dapat
perlindungan dari kontur koronal, sehingga area dibawah jaringan
gingiva bebas rentan terakumulasi plak dan reaksi bakteri. Selain itu anak
mungkin merasakan ketidaknyamanan di area tersebut sehingga sulit
untuk menyikat gigi. Akumulasi plak serta tekanan dari gigi erupsi
mengakibatkan terjadinya inflamasi gingiva, membentuk benjolan merah
kebiruan di sekitar gigi yang sedang erupsi. Kondisi ini bisa menyakitkan
dan dapat berkembang menjadi perikoronitis atau abses perikoronal.
Gingivitis erupsi yang ringan tidak memerlukan perawatan khusus hanya
memerlukan peningkatan kebersihan mulut. Untuk mempercepat proses
erupsi dapat dilakukan insisi, namun benjolan dapat mereda sendirinya
setelah gigi bertumbuh panjang.
2) Kista erupsi/Eruption hematoma
Kista erupsi adalah lesi seperti kista yang disebabkan oleh trauma
erupsi pada gigi sulung atau permanen. Kista erupsi merupakan kista
jaringan lunak yang berasal dari pemisahan folikel gigi dari mahkota gigi
yang akan erupsi. Akumulasi cairan terjadi selama pembentukan ruang
folikel tersebut. Bila terjadi trauma yaitu terdapat gaya dorong dari gigi
yang akan erupsi maka akan menimbulkan tekanan dan kompresi dari
pergerakan tersebut Hal ini dapat menyebabkan friksi (pecahnya
pembuluh darah) di sekitar gigi pengganti. Saat perdarahan terjadi di
ruang kista maka akan terlihat berwarna biru kehitaman, merah gelap,
atau biru keunguan.
3) Pericoronitis
Pericoronitis merupakan infeksi non spesifik pada jaringan lunak
di sekitar mahkota gigi yang erupsinya tidak sempurna. Pericoronitis ini
juga sering ditemukan pada anak yang sedang mengalami proses erupsi
pada gigi molar tetap. Penyebab pericoronitis antaralain adanya

23
Fusiform dan Spirillum, Steptococci, Staphylococci serta bakteri anaerob
lainnya yang biasa ditemukan pada poket periodontal.
Pericoronitis dapat muncul dengan gambaran inflamasi akut yang
berkembang dalam hitungan jam hingga beberapa hari, dapat disertai
dengan gejala seperti menggigil, demam malaise, konstipasi, dan bau
mulut.
Gambaran pericoronitis ini berupa kemerahan dan
pembengkakan yang halus berkilau pada gingiva sekitar mahkota yang
terlihat dengan penyebaran nyeri hingga telinga, tenggorokan, dan dasar
mulut. Oleh karena itu pasien sering kali merasa tidak nyaman dengan
gangguan nyeri saat pengecapan dan oklusi. Sering ditemukan
pembengkakan pada pipi dan adanya limfadenitis.

3. Macam-macam kelainan jaringan penyangga gigi yang ditemukan pada


anak.
Gingivitis
1) Gingivitis Lokal/Simple Gingivitis
• Gingivitis erupsi
Gingivitis erupsi merupakan peradangan gingiva pada
gigi yang sedang erupsi, disebabkan oleh tekanan dari gigi
tersebut serta akumulasi plak. Gingivitis ini sering terlihat pada
anak-anak berumur 6-7 tahun saat gigi permanen mulai erupsi,
terutama pada gigi M1/M2 (Gambar 1). Pada pemeriksaan
klinis, dapat ditemukan gingiva membengkak, benjolan kebiruan
di sekitar gigi yang mau erupsi, serta sensitif terhadap palpasi.
Umumnya gingivitis erupsi akan reda jika gigi sudah
erupsi sempurna. Namun jika ingin mempercepat proses erupsi,
dapat dilakukan insisi. Kasus gingivitis erupsi yang masih ringan
tidak membutuhkan perawatan, hanya perlu meningkatkan oral

24
hygiene. Jika sudah berkembang menjadi perikoronitis atau abses
perikoronal, maka diperlukan perawatan lanjut.

Gambar 1. Gingivitis erupsi ringan di sekitar gigi M1 yang


sedang erupsi.
• Gingivitis marginalis
Pada pasien yang mempunyai oral hygiene yang buruk,
sisa makanan, plak, dan bakteri dapat berakumulasi dan
mengakibatkan peradangan pada tepi gingiva, atau gingivitis
marginalis (Gambar 2). Kelainan ini dapat ditemukan pada 90%
anak antara 8-18 tahun. Jika dilakukan pemeriksaan klinis, akan
ditemukan radang tepi gingiva dan papila interdental,
pembengkakan, merah keunguan, dan tidak sakit. Untuk
mengatasi gingivitis marginalis, pasien harus meningkatkan
keadaan umum dan kebersihan mulutnya, serta menghilangkan
plak yang merupakan penyebab utama (Gambar 3).

25
Gambar 2. Gingivitis marginalis pada anak.

Gambar 3. Gambar atas menunjukkan gingivitis marginalis


pada gigi 81. Gambar bawah menunjukkan kesehatan gingiva
yang membaik setelah pasien menerapkan kontrol plak di
rumah.

26
• Gingivitis hiperplastika
Gingivitis hiperplastika adalah peradangan gingiva yang
disebabkan permukaan mukosa gingiva kering. Ciri khasnya
adalah papila interdental membesar, pembengkakan tepi gingiva
bagian labial/bukal, gingiva kemerahan, serta perdarahan
spontan. Gingiva dapat menjadi kering akibat kebiasaan bernafas
lewat mulut atau mouth breathing (Gambar 4), yang banyak
ditemukan pada anak-anak dengan retardasi mental. Untuk
mengatasi hal tersebut, perawatan yang dapat dilakukan adalah
pembuatan protesa yang menutupi vestibulum oris.

Gambar 4. Gambar kiri menunjukkan postur mouth breathing


yang sering ditemukan. Gambar kanan menunjukkan
gingivitis hiperplastika akibat mouth breathing tersebut.
2) Gingivitis Sistemik
• Scorbutic gingivitis
Gingivitis defisiensi vitamin C, dan berhubungan dengan
OH buruk. Umumnya melibatkan pembesaran pada margin
gingiva serta papila. Tanda klinis pada gingivitis ini adalah sakit
hebat dan pendarahan spontan. Perawatannya antara lain
pemberian vitamin C dosisi tinggi, memperbaiki oral hygiene
serta kesehatan umum.

27
Gambar 5. Scorbutic gingivitis.

• Gingivitis pubertas
Etiologinya adalah peningkatan plak dan kalkulus serta
perubahan hormonal. Tanda klinisnya gingiva merah-kebiruan,
serta ada pembesaran gingiva di bagian labial, marginal serta
interdental membulat. Perawatannya adalah eliminasi etiologi,
serta perbaiki kesehatan umum dengan makan makanan bergizi.

28
Gambar 6. A. Puberty gingivitis, tampak hiperplasia gingiva
pada daerah anterior mandibula. B. Perawatan lokal yang sedikit
memperbaiki kondisi, indikasi tindakan gingivoplasti untuk
hiperplasia persisten.
• Gingivitis Pellagrous
Gingivitis pellagrous diakibatkan defisiensi vitamin B
kompleks, misalnya akibat anak mengonsumsi protein yang
kurang. Ciri klinisnya adalah attached gingiva merah dan sakit
konstan, halitosis, adanya jaringan nekrosis pada margin gingiva,
serta tonsilitas gingiva yang berkurang. Perawatan berupa
konsumsi vitamin B dosis tinggi, protein, serta menjaga oral
hygiene.
• Gingivitis diabetik
Gingivitis diabetik disebabkan oleh penyakit sistemik
yaitu diabetes mellitus (DM). Pasien dengan DM cenderung
mengalami inflamasi pada gingiva serta periodontitis disertai

29
kehilangan gigi sulung. Kerusakan tulang akibat periodontitis
pun akan lebih agresif ketika pasien menginjak pubertas.
Perawatannya sendiri dengan kontrol DM dan menjaga oral
hygiene.

Gambar 7. Gingivitis diabetik.

• Gingivitis logam berat


Pada gingivitis keracunan logam berat (Hg, Pb, Bi, Ag),
absorbsi dari logam tersebut tidak menimbulkan radang pada
gusi, tetapi memiliki khas nya sendiri yaitu adanya garis
biru/hitam pada margin gingiva yang merupakan indikator
adanya gingivitis. Perawatan yang dapat dilakukan yaitu dengan
menghindari kontak dengan logam berat saat gusi mengalami
radang.

30
Gambar 8. Gingiva memperlihatkan garis hitam yang
disebabkan oleh deposit dari bismuth.
• Gingivitis hiperplastik dilantin
Hiperplasia pada gingiva dapat terjadi pada pengguna
obat sodium dilantin (difenilhidantoin), contohnya phenytoin
yang digunakan pada pengobatan epilepsi. Gambaran klinisnya
berupa hiperplasia gingiva anterior (papilla interdental, margin
dan attached gingiva), gingiva keras, kenyal, warna merah muda
dan tidak sakit. Perawatan yang dapat dilakukan yaitu menjaga
oral hygiene, konsultasi dengan dokter yang merawat untuk
memberikan alternatif obat lain, dan dilakukan gingivektomi.

31
Gambar 9. Gingivitis phenytoin.

• Gingivitis leukemia
Tanda-tanda klinisnya seperti perdarahan spontan,
kemerahan, dan adanya rasa sakit, karena infiltrasi sel leukemik
ke gingiva dan darah tidak membeku secara normal. Leukimia
mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Pada
anak leukemia, biasanya ditemukan demam yang intermiten,
berat badan turun drastis, pucat, dan lemah. Perawatannya bisa
diingatkan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan
menyikat gigi menggunakan sikat lembut dan penggunaan dental
flossing.
• Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis/ANUG
Radang endogen akut pada anak, umumnya disebabkan
karena gangguan sistemik dan psikosomatik. Etiologi dari trauma
lokal gangguan psikis, gizi, dan OH buruk. Predisposisi biasa

32
ditemukan pada anak umur 6-12 tahun dan dewasa muda.
Gambaran klinisnya berupa anorexia, malaise/rasa tidak enak,
demam akut, dan intraoral terdapat pseudomembran menutupi
jaringan marginal, adanya rasa sakit, perdarahan spontan,
nekrosis papila interdental.
Bakteri yang menyebabkan ANUG seperti Spirochaeta
dan Bacilli fusiformis. Perawatan dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik (amoxicillin dan metronidazole), aplikasi
H2O2, menghilangkan faktor iritasi, dan membersihkan jaringan
nekrotik.
• Drug-induced gingival overgrowth
Pemakaian obat seperti phenytoin/dilantin untuk
antikonvulsan (epilepsi), cyclosporin (transplantasi), calcium
channel blocker, valproic acid, dan phenobarbital dapat
merangsang bertumbuhnya gingiva.
Periodontitis
Selain gingivitis pada anak, ada juga penyakit periodontal, walaupun
jarang terjadi karena struktur anatomis gigi sulung yang cembung dan pendek.
Beberapa jenis penyakit periodontal yaitu:
• Prepubertal periodontitis
Disebabkan karena akumulasi plak yang banyak.
Prepubertal periodontitis mulai di usia sekitar 4 tahun dan
biasanya mengenai molar atau insisif karena gigi tersebut yang
tumbuh duluan. Bisa berlangsung progresif karena sistemik
sehingga bisa menyebabkan gigi tanggal atau migrasi. Dapat
dilakukan terapi dengan diberikan antibiotik spektrum luas
seperti penisilin.

33
• Juvenile periodontitis
Belum mempunyai penyebab yang jelas. Bisa bersifat
localized yang melibatkan penyakit sistemik dan generalized
yang destruksinya berlangsung cepat dan luas.

4. Macam-macam etiologi kelainan jaringan penyangga gigi pada anak.


Etiologi gingivitis disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor lokal dan faktor
sistemik.
1) Faktor Lokal
• Akumulasi Plak dan Kalkulus
Oral hygiene yang buruk akan membentuk plak dan
menyebabkan terjadinya deposit kalkulus sehingga terbentuk
media pertumbuhan bakteri. Pada skenario dikatakan bahwa oral
hygiene pasien buruk dan banyak terdapat akumulasi plak
sehingga dokter gigi harus memberi edukasi kepada pasien dan
orang tuanya agar pasien bisa menjaga oral hygiene dengan baik,
contohnya menyikat gigi dengan teknik yang baik dan benar
sehingga tidak terbentuk akumulasi plak.
• Impaksi Makanan (food impaction)
Impaksi makanan merupakan desakan kuat sisa makanan
ke dalam jaringan periodonsium yang menyebabkan terjadinya
penyakit periodontal dan sukar dibersihkan. Pendesakan
makanan yang sangat dalam menyebabkan penderita merasa
sangat sakit dan ingin menusuk-nusuk area setempat. Makanan
yang terdesak harus segera dibuang disertai pembersihan
permukaan gigi di area bersangkutan dari plak.

34
• Trauma pada Jaringan Lunak
Gigi yang tumbuh di luar lengkung/bukoversi/linguoversi
membuat tulang alveolar dan gingiva menjadi lebih tipis
sehingga gesekan bibir, pipi, lidah, makanan, dan sikat gigi lebih
mudah iritasi. Contohnya pasien tertusuk duri ikan, sikat gigi
yang terlalu kencang dapat mengiritasi jaringan lunak, dan lain-
lain.
• Pernafasan Mulut (Mouth Breathing)
Mouth breathing artinya bernapas dari mulut yang
menyebabkan mulut selalu terbuka sehingga produksi saliva
menurun dan gingiva menjadi kering. Penyebab pernapasan dari
mulut dapat dilihat dari tiga hal yaitu anatomis, obstruktif, dan
habitual.
o Anatomis: disebabkan oleh struktur anatomis mulut
pasien yang memang ada kelainan sejak lahir sehingga
pasien bernapas lewat mulut. Misalnya, keadaan deviasi
septum nasal sehingga rongga hidung tertutup dan pada
anak penderita Down’s syndrome yang bibirnya
hipotonus.
o Obstruktif: disebabkan pembuntuan pada hidung.
Misalnya, saat di udara dingin hidung mengalami
pembuntuan, alergi debu, dan adanya polip pada hidung.
o Habitual: disebabkan oleh kebiasaan pasien yang
bernapas dari mulut.
• Karies
Karies yang parah dapat menyebabkan rasa tidak nyaman
pada gigi yang mengalami infeksi sehingga pasien biasanya
menggunakan salah satu sisi saja untuk mengunyah. Hal ini akan

35
menyebabkan debris menumpuk pada sisi lain gigi yang tidak
digunakan sehingga membentuk kalkulus.
• Trauma Oklusi
Tekanan yang berlebih pada oklusal akan menyebabkan
destruksi tulang alveolar. Namun, trauma oklusi jarang terjadi
pada anak-anak karena masih dalam masa pertumbuhan.
2) Faktor Sistemik
• Demam tinggi
Pada anak yang menderita sakit adanya kemungkinan
terjadi gingivitis. Karena malas membersihkan rongga mulutnya,
sehingga berakibat produksi salivanya jadi menurun. Pada anak
yang sakit cenderung mengkonsumsi makanan yang bertekstur
lebih cair/ lembek, sehingga mudah terbentuknya plak dan
terjadinya penyakit gingivitis.
• Hormon
Perubahan pada hormon biasanya dapat mempengaruhi
kesehatan jaringan periodontal. Keseimbangan hormon bisa
berubah pada saat kehamilan dan pubertas, karena terjadi
peningkatan kadar hormon estrogen dan progesteron.
• Defisiensi vitamin
Hal ini tidak selalu terjadi pada anak-anak, tetapi dapat
berpengaruh terhadap penyakit periodontal. Vitamin C sangat
berpengaruh pada keadaan jaringan periodontal karena
merupakan unsur esensial untuk memproduksi serabut jaringan
ikat. Selain vitamin A, vitamin B juga berpengaruh pada keadaan
jaringan periodontal, karena vitamin B berfungsi sebagai terapi
hormonal imbalance.

36
• Obat-obatan
Ada obat-obatan tertentu yang membantu penyembuhan
penyakit tetapi memiliki efek samping yang mengikuti apabila
diminum secara jangka panjang dan menimbulkan gejala lain
yang berbahaya. Contohnya, bbat pasien dengan epilepsi, yaitu
sodium dilantin yang merupakan obat anti kejang, apabila pada
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan hiperplasia
gingiva yang membuat mahkota tertutup massa fibrous.
• Manifestasi penyakit sistemik
Ada beberapa penyakit sistemik yang dapat menimbulkan
manifestasi pada rongga mulut pada anak yaitu varicella/ chicken
pox (cacar air), herpes, measles (campak) dan difteri.

5. Macam-macam rencana perawatan kelainan jaringan penyangga gigi


pada anak.
Rencana perawatan kelainan jaringan penyangga gigi pada anak secara
umum dibagi menjadi beberapa, yaitu:
1) Menjaga dan meningkatkan oral hygiene
Melakukan scaling dan pembersihan plak serta dental health
education, tujuan untuk meningkatkan kesadaran kepada pasien dan
orang tuanya tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut.
Dental health education meliputi:
• Proses dan penyebab karies
• Menghilangkan plak
Cara menyikat gigi yang baik dan benar minimal 2x sehari
(setelah makan pagi dan malam sebelum tidur)
• Kontrol diet

37
Informasi tentang makanan yang dapat menyebabkan karies,
hindari makanan yang banyak mengandung karbohidrat (gula,
permen, dodol, makanan yang lengket dan manis) bila memakan
jenis makanan tersebut segera dibersihkan dengan baik.
• Kontrol periodik
2) Menghilangkan faktor iritan
Penghilangan faktor iritan dapat berupa pembersihan plak dan
kalculus yang menjadi penyebab peradangan, atau melakukan insisi pada
gingiva yang mengalami peradangan akibat proses erupsi gigi. Apabila
pasien memiliki kebiasaan buruk seperti mouth breathing maka dapat
dilakukan terapi kebiasaan buruk, dibuatkan protesa yang menutupi
vestibulum oris, atau dilakukan tindakan bedah jika diperlukan.
3) Meningkatkan keadaan umum pasien
Hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keadaan umum
pasien adalah dengan istirahat cukup, pemberian vitamin, pemberian
antibiotik, serta perbaikan gizi dan nutrisi. Contohnya yaitu:
• Pemberian vitamin C dilakukan pada kasus gingivitis scorbutic
dan vitamin B kompleks pada kasus gingivitis pellagrous.
• Pemberian antibiotik pada kasus ANUG (Acute Necrotizing
Ulcerative Gingivitis) dan prepubertal periodontitis.
• Perbaikan gizi pada kasus scorbutic gingivitis dan gingivitis
pellagrous yang terjadi akibat kekurangan vitamin C dan niacin
(Vitamin B kompleks).

38
DAFTAR PUSTAKA

Dean JA, Avery DR, McDonald RE. Dentistry for the child and adolescent. 10th ed. St
Louis: Elsevier; 2016.

Fajriani. Penatalaksanaan Kista Erupsi Pada Anak. Makassar Dent J. 2018; 7(3): 164-
166.

Mustaqimah DN. Masalah Nyeri Pada Kasus Penyakit Periodontal dan Cara
Mengatasinya. JKGUI. 2002;9(2):15-19.

Marwah N. Textbook of pediatric dentistry. 3rd ed. Jaypee Brothers Medical Pub;
2014.

Nowak A, Christensen JR, Maby TR. Pediatric dentistry; infancy through adolescent,
6th ed. Mosby Co; 2019.

Wright GZ, Kupietzky A. Behavior management in dentistry for children. 2nd ed.
Ames (Iowa): Wiley Blackwell; 2014.

39

Anda mungkin juga menyukai