KELOMPOK E
NAMA NIM
Verent Novianti Liunardy 040001900145
Vierlia Nurlailia Putri 040001900146
Vincentia Alice 040001900147
Winscheel Go 040001900148
Yohanes Baptista Aristo Nitinegara 040001900149
Yosepha Angelica Dinata 040001900150
Yulia Maharani 040001900151
Zahra Metha Natasya 040001900152
Zahra Salsabil Puti Rivai 040001900153
Zefanya Lady 040001900154
Zevanya Vanessa 040001900155
Zevanya Thea Kirana Sitanggang 040001900156
Artdhea Regita Wibowo 040001900158
Sheren Glorya Keynes Sibagariang 040001900159
Mutiara Arifin Nusantara 040001900160
Segala puji bagi Tuhan YME yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Penyusun
2
TIM PENYUSUN.......................................................................................................................I
KATA PENGANTAR...............................................................................................................II
DAFTAR ISI............................................................................................................................III
BAB I.........................................................................................................................................1
BAB 2.........................................................................................................................................2
Diskusi 1A..............................................................................................................................2
Diskusi 1B............................................................................................................................19
1. Faktor-faktor karies...................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................29
3
BAB I
PENDAHULUAN
Skenario I
Skenario II
4
3. Buatlah komunikasi kesehatan sebagai informasi bagi masyarakat dalam
mencegah tertularnya Covid-19 !
Skenario II
5
3. Membuat komunikasi kesehatan sebagai informasi bagi masyarakat dalam
mencegah tertularnya Covid-19
Skenario II
karies
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario 1
2.1.1 Apakah yang dimaksud dengan insidensi ,pandemi Covid-19 dan
prevalensi Covid-19 di Indonesia ?
a. Pandemi Covid-19
7
dan sesak napas. Istilah pandemi digunakan untuk menunjukkan tingkat
penyebarannya saja dan tidak digunakan untuk menunjukkan tingkat
keparahan suatu penyakit. Dalam kasus saat ini, Covid -19 menjadi
pandemi pertama yang disebabkan oleh virus corona. Istilah Covid-19
didapatkan dari nama virus, penyakit, dan tahun munculnya wabah.
b) Durasi penyakit.
8
Prevalensi biasanya dinyatakan sebagai persentase (5%, atau 5
orang dari 100), atau sebagai jumlah kasus per 10.000 atau per 100.000
orang, tergantung seberapa besar penyakit atau faktor risiko yang terjadi
dalam populasi. Ada beberapa cara untuk mengukur dan melaporkan
prevalensi yang bervariasi sesuai dengan kerangka waktu untuk estimasi
Rumus Prevalensi :
9
50.187
x 1000=0,00018519
271.000.000
1. Faktor Etiologi
2. Faktor Migrasi
10
wilayah lain karena merasa baik baik saja. Setelah di periksa lebih lanjut
ternyata ia positif COVID-19 dan di wilayah tersebut belum ada yang
terdampak COVID-19. Maka orang tersebut akan berpotensi besar untuk
menyebarkan virus ini di wilayah barunya.
3. Faktor Usia
4. Faktor Pendidikan
11
2.1.3 Komunikasi Kesehatan Sebagai Informasi Bagi Masyarakat Dalam
Mencegah Tertularnya COVID-19
12
Gambar 1. Cara memakai masker yang benar
13
Gambar 4. Poster Anjuran Social distancing
14
3. Jaga jarak dengan mereka yang sakit. Jarak yang dianjurkan yaitu
0,5-2 meter
a. Hambatan Fisik
Penanganan COVID-19 nyatanya mengalami banyak kendala. Seperti
fasilitas yang belum cukup memadai, semakin banyaknya jumlah dokter dan
perawat yang berguguran dalam menangani pasien COVID-19.
Bantuan panca indera juga berperan penting. Maka dalam hal ini, baik
komunikator maupun komunikan harus saling berkomunikasi dengan
maksimal. Misalnya ada seorang pasien yang menderita tunawicara, baik
dokter maupun pasien tersebut sebaiknya mengoptimalkan panca inderanya
seperti menuliskan pesan pada selembar kertas sebagai media komunikasi. Hal
15
ini dimaksudkan agar komunikator maupun komunikan dapat mengerti
maksud dan tujuan dari apa yang mereka komunikasikan.
b. Hambatan Sosiopsikologis
Hambatan sosiopsikologis merupakan hambatan yang berhubungan
dengan bagaimana pemikiran, perasaan dan perilaku individu dipengaruhi dan
mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
Contoh hambatan sosiopsikologis di masa pandemi COVID-19 yaitu:
1. Panic buying
Masyarakat Indonesia dapat dikatakan memiliki tingkat kecemasan yang
tinggi. Hal ini terlihat pada saat pemerintah pertama kali mengumumkan
bahwa telah ditemukan pasien positif corona, masyarakat langsung memburu
masker, hand sanitizer, hingga membeli bahan-bahan pokok yang berlebihan.
Hal ini tentu menjadi hambatan karena pemerintah harus selalu
mengkomunikasikan informasi mengenai pandemi COVID-19 tetapi feedback
yang di dapat dari masyarakat berupa kecemasan.
2. Rasa Jenuh
Banyak cara yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menghambat
penyebaran COVID-19. Mulai dari membuat aturan tentang physical
distancing, mengubah sistem kegiatan belajar mengajar menjadi daring,
hingga membuat aturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Banyak
pekerja kantoran yang menjadi bekerja dengan sistem daring juga. Hal ini
tentunya menimbulkan rasa jenuh, bahkan dapat menybabkan depresi.
c. Hambatan Bahasa
Masih banyak penggunaan istilah dalam bahasa inggris untuk memberikan
informasi terkait pandemi COVID-19. Namun, kurangnya pengetahuan
berbahasa dapat menghambat proses komunikasi, karena pesan yang ingin
disampaikan tidak dapat diterima. Saat ini, banyak informasi mengenai
COVID-19 yang tersebar di jejaring sosial. Tetapi banyak ditemukan
informasi tersebut menggunakan bahasa Inggris. Mengetahui bahwa masih
16
banyak masyarakat yang kurang memahami bahasa Inggris sebenarnya
mengkhawatirkan, karena cara yang dianggap efektif adalah menggunakan
terjemahan. Dimana yang kita ketahui, terjemah tidak sepenuhnya akurat.
Lalu, informasi yang ditemukanpun tidak dapat dipastikan kebenarannya,
karena berasal dari jejaring sosial.
d. Hambatan Budaya
Hambatan budaya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan
seseorang yang rutin dilakukan yang dapat menghambat komunikasi.
Contohnya adalah kebiasaan berkumpul. Banyak masyarakat di Indonesia
yang memiliki kebiasaan berkumpul untuk sekedar menghabiskan waktu
bersama. Tetapi, kurangnya kesadaran diri dan budaya berkumpul yang tidak
dapat ditinggalkan menjadi hambatan besar bagi pemerintah dan tenaga
kesehatan untuk mencegah terjadinya penyebaran COVID-19.
Strategi promosi kesehatan dari WHO tahun 1984 adalah advokasi, bina
suasana, dan pemberdayaan masyarakat. Berikut penjelasan dari masing-
masing strategi promosi kesehatan.
1. Advokasi
Advokasi adalah upaya pendekatan kepada pimpinan atau pengambil
keputusan supaya dapat memberi dukungan, kemudahan atau semacmnya
pada upaya pembangunan kesehatan (dalam hal ini pemakaian masker).
Sasaran dari advokasi adalah sasaran tersier, misalnya ketua RT/ ketua RW,
organisasi masyarakat, lintas sector, dan lain-lain. Contoh dari advokasi
antara lain ketika Kementerian Kesehatan mengkampanyekan Gerakan semua
pakai masker yang dimotori oleh Direktorat Promosi Kesehatan dan
17
Pemberdayaan Masyarakat dengan membagikan kurang lebih 20 ribu masker
gratis kepada masyarakat yang dilakukan di 17 titik sekitaran Jabodetabek
serta kota Semarang serta mengedukasi bagaimana menggunakan masker
dengan benar serta pembagian leaflet tentang lima hal cegah COVID-19.
Gerakan semua pakai masker pun tak luput dari peran serta ormas yang
membantu membagikan masker dan mengedukasi masyarakat untuk
menggunakan masker dengan benar serta pemasangan spanduk ke wilayah
binaan secara serempak. Kementerian Kesehatan juga meminta dukungan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota,
lintas sektor atau organisasi perangkat daerah dan ormas untuk mewajibkan
penggunaan masker bagi semua orang di wilayah kerja seperti yang tertulis
dalam surat edaran Nomor HK.02.02/I/385/2020 yang dikeluarkan oleh
Kemenkes RI
2. Bina Suasana
Bina suasana adalah upaya membuat suasana kondusif/ menunjang
pembangunan kesehatan sehingga masyarakat terdorong untuk melakukan
perilaku hidup bersih dan sehat. Sasaran bina suasana adalah sasaran
sekunder, misalnya orang tua, manager, guru, pengelola perusahaan, dan lain-
lain. Contoh dari bina suasana seperti di tempat kerja, manager atau pengelola
dapat menggunakan masker sebagai contoh atau teladan dan mengeluarkan
ketentuan untuk wajib memakai masker di dalam wilayah kerja kepada
karyawan dan pegawainya yang bekerja
3. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan individu, keluarga, atau
kelompok agar berkembang secara kesadaran, kemauan, dan kemampuan di
bidang kesehatan atau agar secara proaktif masyarakat mempraktikan
perilaku hidup bersih dan sehat. Sasaran dari pemberdayaan masyarakat
adalah sasaran premier, misalkan masyarakat luas seperti karyawan, ibu bayi
balita, siswa dan mahasiswa. Contoh dari pemberdayaan masyarakat antara
18
lain pada lansia dan orang-orang yang rentan terpapar di lingkungan rumah
tangga dapat diberi anjuran untuk memakai masker saat keluar rumah, bila
perlu diberi masker secara langsung dan ditegur apabila tidak menggunakan
masker saat diluar rumah sehingga tidak ada lagi yang keluar rumah tanpa
masker.
Skenario 2
a) Pola Makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies lebih bersifat lokal daripada
sistemik, terutama dalam perihal frekuensi mengkonsumsi makanan. Pola
makan atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada
pada permukaan gigi. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
seseorang yang sering dan banyak mengonsumsi makanan dan minuman
yang mengandung karbohidrat terutama tinggi sukrosa cenderung akan
mengalami demineralisasi pada gigi sehingga terjadi karies. Penelitian
19
Made Asri Budisuari, dkk (2010) menunjukkan bahwa pola makan manis
mempengaruhi berat ringannya kareis, yaitu semakin sering makan manis,
ada kecenderungan semakin banyak yang memiliki karies diatas rerata.
b) Plak
20
Dijumpai tumpukan sedang deposit lunak pada saku gingiva dan
pada margin gingiva dan atau pada permukaan gigi
tetangga yang dapat dilihat langsung
Terdapat deposit lunak yang banyak pada saku gingiva dan atau
pada margin dan gigi tetangga
Tabel 1. Loe dan Silness
d) Jumlah Bakteri
21
dapat membantu memetabolisir sukrosa sehingga menghasilkan asam
laktat yang dapat menurunkan pH rongga mulut. Penurunan pH tersebut
akan menyebabkan terjadinya demineralisasi enamel hingga menghasilkan
karies pada gigi. Streptococcus mutans diakui sebagai penyebab utama
karies karena S. Mutans memiliki sifat asidogenik dan asidurik (resisten
terhadap asam) (Chemiawan, 2004)
22
yang kurang penting dalam program menghitung peluang untuk menghindari
lubang baru.
23
2, karena pada skenario dikatakan bahwa asupan makanan kariogenik dan diet
dari perspektif karies pasien sedang yang berarti asupan karbohidrat
terfermentasi sedang dan diet dengan kandungan gula atau karbohidrat lain
yang menginduksi karies relatif tinggi. Kolom Diet Frequency diisi dengan
indeks 1, karena frekuensi makan pasien lima kali berupa makan tiga kali
sehari dengan dua kali cemilan diantaranya dalam kurun waktu 24
jam. Plaque Amount pasien diberi indeks 2, karena lapisan plak dalam
jumlah sedang dan dapat dilihat dengan mata telanjang, sehingga dapat
dikatakan bahwa kesehatan mulut pasien kurang baik seperti yang sudah
dipaparkan di skenario. S.Mutans indeksnya 1, karena jumlahnya yang rendah
atau sekitar 20% permukaan gigi pasien yang dikolonisasi. Fluoride
Program indeksnya 2, karena pasien hanya menggunakan pasta gigi Fluoride
tanpa tindakan tambahan seperti tambahan suplemen, penggunaan disclosing
solution atau varnish. Saliva Secretion pasien indeksnya 0, karena pada
skenario dikatakan sekresi saliva pasien normal, yaitu lebih dari 1,1 ml /
menit. Buffer Capacity pasien 1 karena kapasitas buffer pasien kurang baik
ditunjukkan dari dentobuff yang berwarna hijau. Buffer Capacity dengan
indeks 1 menunjukan bahawa PH di dalam mulut pasien 4,5-5,5 yang mana
artinya terlalu asam. Berdasarkan keterangan yang sudah diberikan, maka
saya akan memberi Clinical Judgment 2, karena kesan total situasi karies,
termasuk sosial sama dengan Cariogram.
24
- Biru muda: menunjukkan kerentanan,yang merupakan kombinasi
program fluoride, sekresi saliva, dan kapasitas buffer saliva.
- Kuning: menunjukan tentang situasi yang merupakan kondisi
pengalaman karies di masa lalu dan penyakit terkait.
25
2.3 Rekomendasi Dokter Gigi kepada Pasien untuk Mengatasi Masalah
Karies
Untuk mengatasi karies, perlu peran seorang dokter gigi dalam
memberi anjuran dalam apa yang sebaiknya dilakukan, rekomendasi dapat
berupa:
1. Pencegahan
Dokter gigi merekomendasikan beberapa pencegahan dan pemberian
edukasi kepada pasien.
a. Pemeriksaan gigi secara berkala ke dokter gigi.
Salah satu cara dalam mencegah karies adalah dengan rajin
konsultasi ke dokter gigi untuk pembersihan ataupun
pemeriksaan gigi. Dokter akan mengecek kondisi gigi Anda
dengan seksama sebelum melakukan tindakan yang diperlukan
apabila ditemukan masalah kesehatan gigi dan mulut. Pemeriksaan
rutin yang disarankan adalah enam bulan sekali atau sesuai
anjuran dokter gigi.
b. Terapi Fluoride
Pemberian fluoride selain pasta gigi fluoride adalah salah satu
tindakan yang mungkin untuk mengurangi risiko karies. Dokter
selalu menyarankan untuk menggunakan pasta gigi dengan
fluoride, namun jika saat pemeriksaan dirasa kurang, maka Anda bisa
diberi terapi fluoride. Terapi fluoride diberikan melalui suplemen
yang memudahkan gigi untuk mendapatkan fluoride dalam jumlah
yang dibutuhkan.Untuk pengaplikasiannya, suplemen fluoride
umumnya dioleskan langsung di gigi.
c. Asupan Makanan
Mengurangi asupan makanan kariogenik seperti karbohidrat dan
gula. Makanan kariogenik adalah makanan yang mengandung
fermentasi karbohidrat sehingga menyebabkan penurunan pH plak
menjadi 5,5 atau kurang dan menstimulasi terjadinya proses karies.
Gula yang terolah seperti glukosa dan terutama sekali sukrosa sangat
26
efektif menimbulkan karies karena akan menyebabkan turunnya saliva
secara drastis dan akan memudahkan terjadinya demineralisasi. Untuk
itu dengan mengurangi konsumsi kariogenik dapat mengurangi
terjadinya karies.
d. Menyikat Gigi Dengan Benar
Di dalam mulut ada lebih dari 500 jenis bakteri . Itulah
sebabnya, penting untuk membiasakan diri membersihkan gigi
minimal 2 kali sehari yaitu sesudah makan dan sebelum tidur
dengan sikat gigi dan benang gigi (dental flossing) agar sisa
makanan tidak menjadi tempat berkembang biaknya bakteri yang
dapat menimbulkan karies.
Menyikat gigi dengan benar seperti cara yang di anjurkan dapat
membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi
sehingga penumpukan plak dapat dihindari.
Kebiasaan buruk seperti jarang sikat gigi dan tidak
membersihkan sela sela gigi dapat membuat sisa makanan
mengendap dan akhirnya menjadi plak dan kalkulus. Membiarkan
plak dan kalkulus yang menumpuk di permukaan gigi bila
diteruskan hal ini dapat menyebabkan penyakit gigi salah satunya
adalah beresiko menimbulkan karies
2. Perawatan
Sebelum dilakukan perawatan penanganan pada pasien, dokter gigi
melakukan beberapa tindakan berikut:
a. Anamnesa
Anamnesa atau anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara
pasien/keluarga pasien dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya
yang berwenang untuk memperoleh keterangan tentang keluhan
dan penyakit yang diderita pasien.
b. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui kondisi gambaran
karies yang dialami oleh pasien.
27
c. Diagnosis (Penentuan Jenis Penyakit):
Penetapan diagnosis yang tepat sangat dibutuhkan untuk
kesuksesan perawatan lesi pada karies. Diagnosis yang dilakukan
pada tahap dini telah dianggap seebagai sesuatu yang sangat penting,
sejak karies diketahui dapat dihentikan dan remineralisasi dapat
terjadi. Deteksi lesi awal merupakan perpaduan diagnosis yang
penting karena hal ini mengacu kepada jenis pencegahan dan
perawatan yang dibutuhkan.
d. Tindakan Medis / Rencana Terapi sesuai diagnosa pasien, yaitu:
Maka, perawatan yang dapat dilakukan sesuai dengan keadaan pasien
dalam skenario adalah:
1) Penambalan
Tambal gigi adalah prosedur medis yang dilakukan untuk
mengisi gigi berlubang (karies) yang terjadi akibat pembentukan
plak di gigi. Tindakan ini merupakan salah satu prosedur yang
paling umum dilakukan, dan pasien dapat memilih metode
penambalan serta bahan tambalan yang akan digunakan.
Penambalan dapat dilakukan untuk mencegah karies agar tidak
menjadi semakin buruk. Dilakukan jika terjadi karies di lapisan
email dan dentin gigi. Namun jika karies sudah mencapai lapisan
pulpa, maka perlu dilakukan perawatan saluran akar terlebih
dahulu sebelum dilakukan penambalan.
2) Fissure Sealant
Fissure sealant atau disebut juga dental sealant adalah
lapisan plastik tipis yang dipasang pada permukaan gigi untuk
melindungi gigi dari kerusakan. Fissure sealant bekerja untuk
menghilangkan tempat-tempat retensi plak dan substrat kariogenik
serta untuk mengisolasi mikroorganisme. Fissure Sealant terbuat
dari Bisphenol Glycidyl Methacrylate sebagai monomer dan
Benzoin Methyl Ether sebagai katalis. Adapun sifat dari sealant
28
sendiri, seperti pengaplikasian mudah, tahan lama, tidak mudah
larut, penyerapan air rendah, dan viskositas rendah.
29
t = tooth (gigi sulung) (WHO, 2006).
2.4.1 DMF-T
Indeks DMF-T adalah indeks untuk menilai status kesehatan gigi
dan mulut dalam hal karies gigi permanen. Karies gigi umumnya
disebabkan karena kebersihan mulut yang buruk, sehingga terjadilah
akumulasi plak yang mengandung berbagai macam bakteri. Indeks
DMF-T yang dikeluarkan oleh WHO bertujuan untuk
menggambarkan pengalaman karies. seseorang atau dalam populasi.
Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar
biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi.
Nilai DMF-t adalah penjumlahan D+M+F. Hal
hal yang perlu diperhatikan pada DMF-T adalah:
A. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori
D.
B. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen
dimasukan ke dalam kategori D
C. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukan dalam kategori D.
D. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukan
dalam kategori M
E. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal , dicabut untuk
kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukan dalam kategori M
F. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan kedalam
kategori F.
G. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukan dalam
kategori F.
H. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak
dimasukan dalam kategori M.
Angka DMF-T atau def-t merupakan jumlah elemen gigi karies,
yang hilang dan yang ditumpat setiap individu. Perhitungan DMF-T
berdasarkan pada 28 gigi permanen karena pada umumnya gigi molar
30
ketiga pada fase geligi tetap tidak dimasukkan dalam pengukuran,
sedangkan perhitungan def-t berdasarkan 20 gigi sulung untuk fase
gigi sulung, kemudian dicatat banyaknya gigi yang dimasukkan dalam
klasifikasi D, M, F atau d, e, f (WHO Oral Health Country, 2006).
Kriteria Penilaian dalam DMF-T atau def-t didasarkan pada rentang
nilai yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi,
sebagai berikut:
31
DAFTAR PUSTAKA
32