Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH SEMINAR I

MODUL 2.14 (Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat dan Pencegahan)


Semester Genap 2019/2020 – Paralel 2

KELOMPOK E
NAMA NIM
Verent Novianti Liunardy 040001900145
Vierlia Nurlailia Putri 040001900146
Vincentia Alice 040001900147
Winscheel Go 040001900148
Yohanes Baptista Aristo Nitinegara 040001900149
Yosepha Angelica Dinata 040001900150
Yulia Maharani 040001900151
Zahra Metha Natasya 040001900152
Zahra Salsabil Puti Rivai 040001900153
Zefanya Lady 040001900154
Zevanya Vanessa 040001900155
Zevanya Thea Kirana Sitanggang 040001900156
Artdhea Regita Wibowo 040001900158
Sheren Glorya Keynes Sibagariang 040001900159
Mutiara Arifin Nusantara 040001900160

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS TRISAKTI
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan YME yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan YME atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu menyelesaikan pembuatan makalah sebagai salah satu tugas pada modul
2.14 Ilmu Kesehatan Masyarakat Gigi dan Pencegahan guna memenuhi nilai
tugas seminar.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya


kepada dosen-dosen yang mengajar pada modul ini. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jakarta, 25 Juni 2020

Penyusun

2
TIM PENYUSUN.......................................................................................................................I

KATA PENGANTAR...............................................................................................................II

DAFTAR ISI............................................................................................................................III

BAB I.........................................................................................................................................1

BAB 2.........................................................................................................................................2

Diskusi 1A..............................................................................................................................2

1. Apakah yang dimaksud dengan, pandemi Covid 19 dan prevalansinya.....................2

2. Faktor sosiodemografi yang mempengaruhi...............................................................5

3. Komunikas kesehatan yang perlu dilakukan untuk mencegah tertular


Covid-19...........................................................................................................................12

4. Permasalahan komunikasi di masa pandemi Covid .................................................17

5. Strategi promosi kesehatan yang dapat dilakukan…………………………………18

Diskusi 1B............................................................................................................................19

1. Faktor-faktor karies...................................................................................................19

2. Hubungan antara faktor risiko dengan upaya prediksi Risiko Karies.......................23

3. Rekomendasi yang diberikan dokter gigi pada pasien karies....................................24

4. Pengertian Indeks Karies Gigi (DMF-T) 3,2.............................................................26

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................29

3
BAB I

PENDAHULUAN

Skenario I

Pandemi covid 19 sedang melanda dunia tidak terkecuali Indonesia.


Pemerintah pusat dan daerah telah berupaya menanggulanginya, akan tetapi
penyebaran penyakit masih terjadi dengan adanya insidensi yang dilaporkan
terjadi setiap hari.

Skenario II

Seorang DOKTER GIGI bertugas di RSGM kedatangan pasien,


perempuan, 32 tahun, guru. Keadaan status kesehatan umum sehat dan normal
untuk kelompok umur yang sama. Pada pemeriksaan klinis ditemukan adanya
plak yang secara visual terlihat dan adanya radang gusi. Kebersihan mulut kurang
baik. Menyikat gigi 2X sehari dan menggunakan pasta gigi berfluoride. Makan
3X sehari dan 2X makan camilan di antaranya. Asupan makanan kariogenik
dengan kapasitas sedang. Tidak merokok. Penyakit terkait tidak ada. Dietnya
sedang dari perspektif karies. Frekuensi makan rendah. Maksimal 5X per hari.
Kebersihan mulut yang kurang baik. Indeks plak = 2. Streptococci mutans Kelas
1. Sekresi saliva normal. Kapasitas buffer air liur menggunakan Dentobuff =
hijau. Ybs memiliki indeks karies gigi (DMF-T) 3,2

1.2. Rumusan Masalah Skenario I

1. Apakah yang dimaksud dengan insidensi ,pandemi Covid-19 dan


prevalensi Covid-19 di Indonesia ?

2. Faktor sosio demografi yang mempengaruhi terjadinya pandemi Covid-19


(Etiologi, Penyebaran Penyakit dsb)!

4
3. Buatlah komunikasi kesehatan sebagai informasi bagi masyarakat dalam
mencegah tertularnya Covid-19 !

4. Jelaskan permasalahan Komunikasi di masa pandemi Covid 19 yang


dihadapi tenaga kesehatan dan pasien ? Berdasarkan hambatan2 yang
dihadapi sebagai berikut: hambatan fisik, hambatan sosio psikologis,
hambatan organisasi, hambatan Bahasa dan hambatan budaya .

5. Dalam konteks advokasi promosi kesehatan diskusikan tentang political


commitment, policy support, social acceptance dan system support dalam
rangka mengatasi Pandemi Covid-19 di Indonesia!

Skenario II

1. Apakah yang Saudara ketahui tentang faktor-faktor risiko karies?

2. Apakah hubungan antara faktor-faktor risiko dengan upaya prediksi risiko


karies?

3. Rekomendasi apakah yang diberikan Dokter Gigi kepada pasien dalam


skenario di

atas untuk mengatasi masalah karies ?

4. Jelaskan pengertian indeks karies gigi (DMF-T) 3,2!

1.3. Tujuan Skenario I

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan insidensi ,pandemi Covid-19 dan


prevalensi Covid-19 di Indonesia

2. Mengetahui faktor sosio demografi yang mempengaruhi terjadinya


pandemi Covid-19 (Etiologi, Penyebaran Penyakit dsb)

5
3. Membuat komunikasi kesehatan sebagai informasi bagi masyarakat dalam
mencegah tertularnya Covid-19

4. Menjelaskan permasalahan Komunikasi di masa pandemi covid 19 yang


dihadapi tenaga kesehatan dan pasien ? Berdasarkan hambatan2 yang
dihadapi sebagai berikut: hambatan fisik, hambatan sosiopsikologis,
hambatan organisasi, hambatan Bahasa dan hambatan budaya

5. Mendiskusikan tentang political commitment, policy support, social


acceptance dan system support dalam rangka mengatasi Pandemi Covid-
19 di Indonesia.

Skenario II

1. Mengetahui faktor-faktor risiko karies

2. Mengetahui hubungan antara faktor-faktor risiko dengan upaya prediksi


risiko

karies

3. Mengetahui rekomendasi yang diberikan Dokter Gigi kepada pasien dalam


skenario

di atas untuk mengatasi masalah karies

4. Menjelaskan pengertian indeks karies gigi (DMF-T) 3,2

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario 1
2.1.1 Apakah yang dimaksud dengan insidensi ,pandemi Covid-19 dan
prevalensi Covid-19 di Indonesia ?

a. Pandemi Covid-19

Pandemi COVID-19 adalah peristiwa menyebarnya penyakit


koronavirus 2019 (bahasa Inggris: coronavirus disease 2019, disingkat
COVID-19) di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus
jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-2. Wabah COVID-19 pertama
kali dideteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada bulan
Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020. Virus SARS-CoV-2 diduga
menyebar di antara orang-orang terutama melalui percikan pernapasan
(droplet) yang dihasilkan selama batuk. Percikan ini juga dapat dihasilkan
dari bersin dan pernapasan normal. Selain itu, virus dapat menyebar akibat
menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi dan kemudian
menyentuh wajah seseorang. Penyakit COVID-19 paling menular saat
orang yang menderitanya memiliki gejala, meskipun penyebaran mungkin
saja terjadi sebelum gejala muncul. Periode waktu antara paparan virus
dan munculnya gejala biasanya sekitar lima hari, tetapi dapat berkisar dari
dua hingga empat belas hari. Gejala umum di antaranya demam, batuk,

7
dan sesak napas. Istilah pandemi digunakan untuk menunjukkan tingkat
penyebarannya saja dan tidak digunakan untuk menunjukkan tingkat
keparahan suatu penyakit. Dalam kasus saat ini, Covid -19 menjadi
pandemi pertama yang disebabkan oleh virus corona. Istilah Covid-19
didapatkan dari nama virus, penyakit, dan tahun munculnya wabah.

b. Prevalensi Covid-19 di Indonesia

Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa


pengertian jumlah orang dalam populasi yang mengalami penyakit,
gangguan atau kondisi tertentu pada suatu tempoh waktu dihubungkan
dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi. Faktor-


faktor tersebut adalah:

a) Kasus baru yang dijumpai pada populasi sehingga angka


insidensi meningkat.

b) Durasi penyakit.

c) Intervensi dan perlakuan yang mempunyai efek pada prevalensi.

d) Jumlah populasi yang sehat.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31734/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y

Prevalensi dikontraskan dengan kejadian , yang merupakan ukuran


dari kasus baru yang muncul dalam suatu populasi selama periode tertentu
(bulan, tahun, dll.). Prevalensi adalah konsep statistik yang merujuk pada
jumlah kasus penyakit yang ada dalam populasi tertentu pada waktu
tertentu, sedangkan insiden mengacu pada jumlah kasus baru yang
berkembang dalam periode waktu tertentu.

8
Prevalensi biasanya dinyatakan sebagai persentase (5%, atau 5
orang dari 100), atau sebagai jumlah kasus per 10.000 atau per 100.000
orang, tergantung seberapa besar penyakit atau faktor risiko yang terjadi
dalam populasi. Ada beberapa cara untuk mengukur dan melaporkan
prevalensi yang bervariasi sesuai dengan kerangka waktu untuk estimasi

Prevelansi titik adalah proporsi populasi yang memiliki


karateristik pada titik waktu tertentu.

Prevalensi seumur hidup (LTP) adalah proporsi individu dalam


suatu populasi yang pada titik tertentu dalam kehidupan mereka (hingga
saat penilaian) telah mengalami "kasus", misalnya penyakit; peristiwa
traumatis; atau perilaku, seperti melakukan kejahatan. Seringkali,
prevalensi 12 bulan (atau jenis "prevalensi periode" lainnya) diberikan
bersamaan dengan prevalensi seumur hidup. Titik prevalensi adalah
prevalensi gangguan pada titik waktu tertentu (sebulan atau kurang).
Risiko morbid seumur hidup adalah "proporsi populasi yang mungkin
menderita penyakit tertentu kapan saja dalam hidupnya."

Prevalensi periode adalah proporsi populasi dengan penyakit atau


kondisi tertentu selama periode waktu tertentu. Itu bisa menggambarkan
berapa banyak orang dalam suatu populasi yang terkena flu selama musim
dingin pada tahun 2006, misalnya. Ini dinyatakan sebagai persentase dari
populasi dan dapat dijelaskan dengan rumus berikut:

Rumus Prevalensi :

Individu yang sakit


x 1000
Populasi yang beresiko

Covid-19 di Indonesia (25-06-2020) :

9
50.187
x 1000=0,00018519
271.000.000

2.1.2 Faktor Sosio Demografi yang Mempengaruhi Terjadinya COVID 19

Sosiodemografi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan proses


penduduk di suatu wilayah yang perubahan struktur penduduknya dipengaruhi
juga oleh proses-proses sosial dan perubahan sosial masyarakat di dalamnya.
Faktor sosiodemografi yang mempengaruhi pandemic COVID 19 antara lain :

1. Faktor Etiologi

Etiologi merupakan studi yang mempelajari tentang sebab dan asal


muasal dari suatu penyakit. Faktor etiologi yang mempengaruhi terjadinya
pandemi covid-19 adalah coronavirus. Coronavirus sendiri dapat
menyebabkan beberapa penyakit seperti flu biasa hingga penyakit yang lebih
parah seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV), Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS-CoV), hingga yang terbaru, covid-19. Melansir
laman resmi Badan Kesehatan Dunia (WHO), virus ini pertamakali ditemukan
di Wuhan, Cina pada Desember 2019. Dalam kebanyakan kasus COVID 19
menunjukkan gejala ringan seperti batuk kering, kelelahan, demam, sakit
tenggorokan dan diare.

2. Faktor Migrasi

Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk


menetapdari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/negara
ataupun batas administratif/batas bagian dalam suatu negra. Migrasi diartikan
sebagia perpindahan permanen dari suatu daerah ke daerah lainnya. Migrasi
yang dilakukan saat pandemic seperti ini sangat membahayakan banyak orang.
Jika terdapat pasien yang telah dinyatakan ODP dan ia diminta untuk isolasi
secara mandiri namun ia mengabaikan hal tersebut, lalu ia bermigrasi ke

10
wilayah lain karena merasa baik baik saja. Setelah di periksa lebih lanjut
ternyata ia positif COVID-19 dan di wilayah tersebut belum ada yang
terdampak COVID-19. Maka orang tersebut akan berpotensi besar untuk
menyebarkan virus ini di wilayah barunya.

3. Faktor Usia

Seiring pertambahan usia, tubuh akan mengalami berbagai penurunan


sistem imun sebagai pelindung tubuh pun tidak bekerja sekuat ketika masih
muda. Inilah alasan mengapa orang lanjut usia (lansia) rentan terserang
berbagai penyakit, termasuk COVID-19 yang disebabkan oleh virus Corona.
Selain itu, tidak sedikit lansia yang memiliki penyakit kronis, seperti penyakit
jantung, diabetes, asma, atau kanker. Hal ini bisa meningkatkan risiko atau
bahaya infeksi virus Corona. Komplikasi yang timbul akibat COVID-19 juga
akan lebih parah bila penderitanya sudah memiliki penyakit-penyakit tersebut.
Bukan hanya menyebabkan gangguan pada paru-paru, infeksi virus Corona
juga bisa menurunkan fungsi organ-organ tubuh lainnya, sehingga kondisi
penyakit kronis yang sudah dimiliki penderita akan semakin parah, bahkan
sampai mengakibatkan kematian.

4. Faktor Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses peyampaian dan pengalihan


pengetahuan dari seseorang yang di didik kearah yang diinginkan. Pendidikan
memang memiliki hubungan yang sangat penting terhadap pengetahuan
seseorang. Dalam hal ini pendidikan berfungsi sebagai alat bantu untuk
memberikan dan mengajarkan berbagai pengetahauan khususnya pengetahuan
tentang perilaku hidup sehat dan menjaga kesehatan lingkungan. Karena
tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang berbeda-beda ini,
informasi tentang pandemik COVID-19 yang disampaikan oleh pemerintah
untuk menanggulangi ataupun untuk menekan angka penderita COVID-19
tidak dapat dipahami dengan baik oleh seluruh masyarakat.

11
2.1.3 Komunikasi Kesehatan Sebagai Informasi Bagi Masyarakat Dalam
Mencegah Tertularnya COVID-19

Komunikasi kesehatan itu adalah komunikasi antar tenaga kesehatan


dengan masyarakat luas atau dengan pasien dimana banyak komunikasi
kesehatan yang dapat diterapkan seperti penyuluhan, sosialisasi, seminar
kesehatan, dan lain lain. Di era pandemi COVID-19 ini banyak sekali
informasi kesehatan yang harus diberitahu kepada masyarakat. Contohnya
seperti menggunakan poster, video, baliho, dan lainnya.

Pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghindari terkena virus bisa


dengan mencuci tangan dengan air bersih dan menggunakan sabun, atau juga
bisa menggunakan antiseptik berbahan dasar alcohol, menutup mulut saat
batuk dan bersin, karena saat batuk atau bersin kita mengeluarkan droplet
yang mengandung virus, menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang
disekitar dan melakukan social distancing, dan tidak terlalu sering menyentuh
bagian wajah untuk meminimalisir bakteri atau virus yang Masuk kedalam
tubuh. Pemerintah juga sudah memulai aturan Pembatasan Sosial Berskala
Besar dimana terdapat beberapa aturan - aturan kegiatan dan tempat usaha
yang masih boleh beroperasi

Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa contoh komunikasi kesehatan


yang telah diterapkan oleh pemerintah dan rumah sakit di Indonesia seperti
gambar-gambar berikut ini :

12
Gambar 1. Cara memakai masker yang benar

Gambar 2. Etika batuk

Gambar 3. Poster Pencegahan Covid

13
Gambar 4. Poster Anjuran Social distancing

Bahkan pemerintah indonesia juga menegaskan untuk lakukan social


distancing disertai proses belajar, bekerja dan beribadah di luar rumah. Hal ini
sangat penting dilakukan agar tidak semakin banyak orang yang terinfeksi
covid-19
Selain itu, apa yang bisa kita lakukan ?

1. Yang pertama, jangan menyentuh muka atau mengucek mata


bahkan dalam keadaan tangan yang kotor. Tanpa kita sadari sering kali kita
menimbun kotoran di tangan kita.

2. Bila sakit. Wajib menggunakan masker untuk mencegah


penyebaran virus corona

14
3. Jaga jarak dengan mereka yang sakit. Jarak yang dianjurkan yaitu
0,5-2 meter

4. Waspada di tempat keramaian dan saat menyentuh barang bersama.


Seperti
gagang pintu, tombol lift

5. Jangan lupa selalu mencuci tangan secara menyeluruh hingga siku


selama 20
detik setelah kembali ke rumah.

6. Hindari menjabat tangan dan bisa menggantinya dengan


melambaikan tangan. Karena dengan menjabat tangan dapat mentransfer
partikel virus.

7. Yang tidak kalah penting yaitu dengan jaga kesehatan dengan


makan makanan yang bergizi, istirahat yang cukup , olahraga yang teratur dan
minum vitamin.

2.1.4 Permasalahan Komunikasi di Masa Pandemi Covid-19 yang


Dihadapi Tenaga Kesehatan dan Pasien

a. Hambatan Fisik
Penanganan COVID-19 nyatanya mengalami banyak kendala. Seperti
fasilitas yang belum cukup memadai, semakin banyaknya jumlah dokter dan
perawat yang berguguran dalam menangani pasien COVID-19.
Bantuan panca indera juga berperan penting. Maka dalam hal ini, baik
komunikator maupun komunikan harus saling berkomunikasi dengan
maksimal. Misalnya ada seorang pasien yang menderita tunawicara, baik
dokter maupun pasien tersebut sebaiknya mengoptimalkan panca inderanya
seperti menuliskan pesan pada selembar kertas sebagai media komunikasi. Hal

15
ini dimaksudkan agar komunikator maupun komunikan dapat mengerti
maksud dan tujuan dari apa yang mereka komunikasikan.

b. Hambatan Sosiopsikologis
Hambatan sosiopsikologis merupakan hambatan yang berhubungan
dengan bagaimana pemikiran, perasaan dan perilaku individu dipengaruhi dan
mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
Contoh hambatan sosiopsikologis di masa pandemi COVID-19 yaitu:
1. Panic buying
Masyarakat Indonesia dapat dikatakan memiliki tingkat kecemasan yang
tinggi. Hal ini terlihat pada saat pemerintah pertama kali mengumumkan
bahwa telah ditemukan pasien positif corona, masyarakat langsung memburu
masker, hand sanitizer, hingga membeli bahan-bahan pokok yang berlebihan.
Hal ini tentu menjadi hambatan karena pemerintah harus selalu
mengkomunikasikan informasi mengenai pandemi COVID-19 tetapi feedback
yang di dapat dari masyarakat berupa kecemasan.
2. Rasa Jenuh
Banyak cara yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menghambat
penyebaran COVID-19. Mulai dari membuat aturan tentang physical
distancing, mengubah sistem kegiatan belajar mengajar menjadi daring,
hingga membuat aturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Banyak
pekerja kantoran yang menjadi bekerja dengan sistem daring juga. Hal ini
tentunya menimbulkan rasa jenuh, bahkan dapat menybabkan depresi.

c. Hambatan Bahasa
Masih banyak penggunaan istilah dalam bahasa inggris untuk memberikan
informasi terkait pandemi COVID-19. Namun, kurangnya pengetahuan
berbahasa dapat menghambat proses komunikasi, karena pesan yang ingin
disampaikan tidak dapat diterima. Saat ini, banyak informasi mengenai
COVID-19 yang tersebar di jejaring sosial. Tetapi banyak ditemukan
informasi tersebut menggunakan bahasa Inggris. Mengetahui bahwa masih

16
banyak masyarakat yang kurang memahami bahasa Inggris sebenarnya
mengkhawatirkan, karena cara yang dianggap efektif adalah menggunakan
terjemahan. Dimana yang kita ketahui, terjemah tidak sepenuhnya akurat.
Lalu, informasi yang ditemukanpun tidak dapat dipastikan kebenarannya,
karena berasal dari jejaring sosial.

d. Hambatan Budaya
Hambatan budaya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan
seseorang yang rutin dilakukan yang dapat menghambat komunikasi.
Contohnya adalah kebiasaan berkumpul. Banyak masyarakat di Indonesia
yang memiliki kebiasaan berkumpul untuk sekedar menghabiskan waktu
bersama. Tetapi, kurangnya kesadaran diri dan budaya berkumpul yang tidak
dapat ditinggalkan menjadi hambatan besar bagi pemerintah dan tenaga
kesehatan untuk mencegah terjadinya penyebaran COVID-19.

2.1.5 Strategi promosi kesehatan yang dapat dilakukan terkait peningkatan


kedisiplinan masyarakat ibukota untuk memakai masker.

Strategi promosi kesehatan dari WHO tahun 1984 adalah advokasi, bina
suasana, dan pemberdayaan masyarakat. Berikut penjelasan dari masing-
masing strategi promosi kesehatan.

1. Advokasi
Advokasi adalah upaya pendekatan kepada pimpinan atau pengambil
keputusan supaya dapat memberi dukungan, kemudahan atau semacmnya
pada upaya pembangunan kesehatan (dalam hal ini pemakaian masker).
Sasaran dari advokasi adalah sasaran tersier, misalnya ketua RT/ ketua RW,
organisasi masyarakat, lintas sector, dan lain-lain. Contoh dari advokasi
antara lain ketika Kementerian Kesehatan mengkampanyekan Gerakan semua
pakai masker yang dimotori oleh Direktorat Promosi Kesehatan dan

17
Pemberdayaan Masyarakat dengan membagikan kurang lebih 20 ribu masker
gratis kepada masyarakat yang dilakukan di 17 titik sekitaran Jabodetabek
serta kota Semarang serta mengedukasi bagaimana menggunakan masker
dengan benar serta pembagian leaflet tentang lima hal cegah COVID-19.
Gerakan semua pakai masker pun tak luput dari peran serta ormas yang
membantu membagikan masker dan mengedukasi masyarakat untuk
menggunakan masker dengan benar serta pemasangan spanduk ke wilayah
binaan secara serempak. Kementerian Kesehatan juga meminta dukungan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota,
lintas sektor atau organisasi perangkat daerah dan ormas untuk mewajibkan
penggunaan masker bagi semua orang di wilayah kerja seperti yang tertulis
dalam surat edaran Nomor HK.02.02/I/385/2020 yang dikeluarkan oleh
Kemenkes RI

2. Bina Suasana
Bina suasana adalah upaya membuat suasana kondusif/ menunjang
pembangunan kesehatan sehingga masyarakat terdorong untuk melakukan
perilaku hidup bersih dan sehat. Sasaran bina suasana adalah sasaran
sekunder, misalnya orang tua, manager, guru, pengelola perusahaan, dan lain-
lain. Contoh dari bina suasana seperti di tempat kerja, manager atau pengelola
dapat menggunakan masker sebagai contoh atau teladan dan mengeluarkan
ketentuan untuk wajib memakai masker di dalam wilayah kerja kepada
karyawan dan pegawainya yang bekerja

3. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan individu, keluarga, atau
kelompok agar berkembang secara kesadaran, kemauan, dan kemampuan di
bidang kesehatan atau agar secara proaktif masyarakat mempraktikan
perilaku hidup bersih dan sehat. Sasaran dari pemberdayaan masyarakat
adalah sasaran premier, misalkan masyarakat luas seperti karyawan, ibu bayi
balita, siswa dan mahasiswa. Contoh dari pemberdayaan masyarakat antara

18
lain pada lansia dan orang-orang yang rentan terpapar di lingkungan rumah
tangga dapat diberi anjuran untuk memakai masker saat keluar rumah, bila
perlu diberi masker secara langsung dan ditegur apabila tidak menggunakan
masker saat diluar rumah sehingga tidak ada lagi yang keluar rumah tanpa
masker.

Skenario 2

2.2 Faktor Risiko Karies

Faktor risiko karies gigi adalah faktor-faktor yang memiliki hubungan


sebab akibat terjadinya karies gigi atau faktor yang mempermudah terjadinya
karies pada gigi. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
karies, baik faktor dari dalam maupun luar. Beberapa faktor yang dianggap
sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies gigi, kurangnya penggunaan
fluor, oral hygiene yang buruk, jumlah bakteri, saliva, serta pola makanan dan
jenis makanan (Sondang, 2008)
Berdasarkan scenario diatas, terdapat beberapa faktor-faktor yang
mempercepat terjadinya karies, antara lain:

a) Pola Makan

Pengaruh pola makan dalam proses karies lebih bersifat lokal daripada
sistemik, terutama dalam perihal frekuensi mengkonsumsi makanan. Pola
makan atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada
pada permukaan gigi. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
seseorang yang sering dan banyak mengonsumsi makanan dan minuman
yang mengandung karbohidrat terutama tinggi sukrosa cenderung akan
mengalami demineralisasi pada gigi sehingga terjadi karies. Penelitian

19
Made Asri Budisuari, dkk (2010) menunjukkan bahwa pola makan manis
mempengaruhi berat ringannya kareis, yaitu semakin sering makan manis,
ada kecenderungan semakin banyak yang memiliki karies diatas rerata.

Makanan yang mengandung karbohidrat terutama dengan tinggi


sukrosa akan membuat beberapa bakteri penyebab karies dalam rongga
mulut akan memulai produksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang
berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Ditambah lagi dengan
banyaknya frekuensi makan dan minum manis yang dapat mempercepat
terjadinya karies gigi. Di antara periode makan, saliva akan bekerja
menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi kembali dengan
baik, sehingga karies akan lebih mudah untuk terjadi.

b) Plak

Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan


gigi. Plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti
musin, sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limfosit, sisa makanan, dan
bakteri (Suryawati, 2010) Ketika seseorang tidak menjaga kebersihan
mulutnya dengan baik maka akan terbentuk plak. Plak gigi memproduksi
asam yang menjadi faktor utama terjadinya demineralisasi gigi dan karies
pada gigi.

Indeks plak dapat digunakan untuk mengukur plak seseorang.


Salah satunya adalah plak Loe dan Silness yang digunakan untuk
mengukur plak berdasarkan pada lokasi dan kuantitas plak yang berada
dekat dengan margin gingiva. Gigi yang diperiksa meliputi empat
permukaan, yaitu: mesial, distal, lingual, dan fasial, kemudian dihitung
skornya. Skor 0-1 baik, 1,1-2 sedang, dan 2,1-3 buruk. Berikut kriteria
indeks plak gigi:
Kode Kriteria Indeks Plak Gigi
Tidak ada plak pada gingiva
Dijumpai lapisan tipis plak yang melekat pada margin gingiva di
daerah yang berbatasan dengan gigi tetangga

20
Dijumpai tumpukan sedang deposit lunak pada saku gingiva dan
pada margin gingiva dan atau pada permukaan gigi
tetangga yang dapat dilihat langsung
Terdapat deposit lunak yang banyak pada saku gingiva dan atau
pada margin dan gigi tetangga
Tabel 1. Loe dan Silness

c) Oral Hygiene yang buruk

Kebersihan mulut atau oral hygiene yang buruk akan


mengakibatkan persentase karies lebih tinggi. Ketika kebersihan mulut
tidak dijaga, maka pada gigi geligi terdapat plak dan kalkulus, serta
menyebabkan bau mulut, kerusakan gigi dan radang gusi serta risiko
karies yang tinggi.

Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut dapat digunakan


Oral Hygiene Indes Simplifies (OHI-S) dari Green dan Vermillion. Cara
pengukuran indeks ini adalah dengan menjumlahkan Debris Index (DI),
yaitu skor plak yang diperoleh dari hasil pemeriksaan terhadap endapan
lunak di permukaan gigi berupa plak, materi alba dan food debris dan
Calculus Index (CI) yang merupakan nilai dari endapan keras yang terjadi
akibat pengendapan garam-garam anorganik yang komposisi utamanya
adalah kalsium karbonat dan kalsium fosfat yang bercampur dengan
debris dan mikroorganisme.

Peningkatan oral hygiene dapat dilakukan dengan teknik flossing


yang dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi secara teratur yang dapat
membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi
menjadi karies. Apabila plaknya sedikit, maka pembentukan asam akan
berkurang dan kemungkinan terjadinya karies juga akan berkurang.

d) Jumlah Bakteri

Bakteri yang paling umum dan kariogenik adalah streptococcus


mutans dan lactobacillus acidophilus. Banyaknya bakteri di dalam mulut

21
dapat membantu memetabolisir sukrosa sehingga menghasilkan asam
laktat yang dapat menurunkan pH rongga mulut. Penurunan pH tersebut
akan menyebabkan terjadinya demineralisasi enamel hingga menghasilkan
karies pada gigi. Streptococcus mutans diakui sebagai penyebab utama
karies karena S. Mutans memiliki sifat asidogenik dan asidurik (resisten
terhadap asam) (Chemiawan, 2004)

2.3 Hubungan antara Faktor-Faktor Risiko Karies dengan Upaya Prediksi


Risiko Karies
Dalam hubungan antara faktor - faktor risiko karies dengan upaya
prediksi karies, perlu dibutuhkan upaya untuk memprediksi secara akurat
tentunya agar tindakan pencegahan yang ditargetkan dapat diarahkan kepada
mereka yang memiliki risiko karies tinggi, sebelum gigi berlubang bertambah
banyak. Beberapa faktor yang terlibat dalam proses karies adalah mekanisme
‘serangan’ atau ‘pertahanan’.
 Serangan: plak, mikroorganisme spesifik (S. mutans) atau
Lactobacillus, dan makanan kariogenik.
 Pertahanan: sistem buffer saliva & paparan fluor.
Faktor - faktor di atas merupakan kunci yang menentukan apakah
lesi karies akan terjadi atau tidak, pada permukaan gigi tertentu dimana
mereka berinteraksi.
Kemudian faktor-faktor terkait dengan terjadinya karies, namun
tidak benar-benar berpartisipasi. Misalnya berbagai faktor sosial ekonomi dan
pengalaman karies masa lalu. Faktor-faktor tersebut dapat ditunjuk sebagai
indikator risiko karies, tetapi tidak berpartisipasi dalam mekanisme terjadinya
lubang gigi.
Faktor-faktor yang dimasukkan kedalam “ Cariogram “ diberi bobot
yang berbeda, berarti faktor-faktor utama yang membangkitkan atau
mencegah karies, memiliki dampak yang lebih kuat daripada faktor-faktor

22
yang kurang penting dalam program menghitung peluang untuk menghindari
lubang baru.

Salah satu upaya untuk memprediksi risiko karies seseorang di masa


depan adalah menggunakan ‘Cariogram’. Berdasarkan Jurnal iDentistry UI,
Cariogram perangkat lunak atau software yang diciptakan oleh dr. Bratthal di
Swedia pada tahun 1996. Cariogram mengevaluasi sejumlah besar data
berdasarkan ilmu pengetahuan dan seni, menunjukkan latar belakang
multifaktorial karies gigi dengan menggambarkan interaksi yang
berhubungan dengan faktor karies, dan merupakan sebuah upaya
menggambarkan prediksi seberapa besar 'peluang' seseorang menghindari
karies di masa depan.Tujuan Cariogram berdasarkan jurnal USU tentang
Cariogram, adalah untuk menggambarkan interaksi faktor-faktor terkait
karies, mengilustrasikan risiko & kesempatan untuk menghindari karies
secara grafik, merekomendasikan tindakan pencegahan yang ditargetkan,
dapat digunakan di klinik & sebagai program pendidikan.

Berdasarkan studi kasus yang telah diberikan, kita dapat menghitung


prediksi resiko seseorang terkena karies di masa depan. Dikatakan
berdasarkan skenario, bahwa pasien adalah seorang perempuan berusia 32
tahun dan berprofesi sebagai seorang guru. Berdasarkan keterangan yang
telah diberikan, kita dapat mengisi kolom-kolom yang sudah disediakan di
Cariogram. Pada kolom country/area  diisi dengan status standar, karena
untuk negara/daerah industri tanpa fluoridasi air minum, contohnya
Indonesia, menggunakan status standar. Untuk kolom group juga diisi dengan
status standar, karena dikatakan bahwa status kesehatan umum pasien sehat
dan normal.Pada kolom Caries Experience, diberi indeks 2 untuk status
normal pada umur yang sama di daerah tersebut, karena pada skenario
dikatakan bahwa pasien memiliki indeks karies gigi 3,2 (sedang). Related
Disease diberi indeks 0, karena dikatakan pada skenario pasien bebas
penyakit dan sehat. Pada kolom Diet Contents, indeks yang diberikan adalah

23
2, karena pada skenario dikatakan bahwa asupan makanan kariogenik dan diet
dari perspektif karies  pasien sedang yang berarti asupan karbohidrat
terfermentasi sedang dan diet dengan kandungan gula atau karbohidrat lain
yang menginduksi karies relatif tinggi. Kolom Diet Frequency diisi dengan
indeks 1, karena frekuensi makan pasien lima kali berupa makan tiga kali
sehari dengan dua kali cemilan diantaranya dalam kurun waktu 24
jam. Plaque Amount  pasien diberi indeks 2, karena lapisan plak dalam
jumlah sedang dan dapat dilihat dengan mata telanjang, sehingga dapat
dikatakan bahwa kesehatan mulut pasien kurang baik seperti yang sudah
dipaparkan di skenario. S.Mutans indeksnya 1, karena jumlahnya yang rendah
atau sekitar 20% permukaan gigi pasien yang dikolonisasi. Fluoride
Program indeksnya 2, karena pasien hanya menggunakan pasta gigi Fluoride
tanpa tindakan tambahan seperti tambahan suplemen, penggunaan disclosing
solution atau varnish. Saliva Secretion pasien indeksnya 0, karena pada
skenario dikatakan sekresi saliva pasien normal, yaitu lebih dari 1,1 ml /
menit. Buffer Capacity  pasien 1 karena kapasitas buffer pasien kurang baik
ditunjukkan dari dentobuff yang berwarna hijau. Buffer Capacity dengan
indeks 1 menunjukan bahawa PH di dalam mulut pasien 4,5-5,5 yang mana
artinya terlalu asam.  Berdasarkan keterangan yang sudah diberikan, maka
saya akan memberi Clinical Judgment  2, karena kesan total situasi karies,
termasuk sosial sama dengan Cariogram.

Setelah memberi penilaian pada kolom-kolom Cariogram, akan


didapatkan diagram yang berisikan berbagai macam warna dengan arti
tertentu.
- Warna hijau: perkiraan peluang aktual untuk menghindari lubang
baru.
- Biru tua: mengindikasikan tentang diet makanan yang didasarkan
pada kombinasi konten diet dan frekuensi diet.
- Merah: jumlah bakteri Streptococcus Mutans   pada mulut.

24
- Biru muda: menunjukkan kerentanan,yang merupakan kombinasi
program fluoride, sekresi saliva, dan kapasitas buffer saliva.
- Kuning: menunjukan tentang situasi yang merupakan kondisi
pengalaman karies di masa lalu dan penyakit terkait.

Sumber: Journal Indian Association of Public Health (http://www.jiaphd.org/article.asp?


issn=2319-5932;year=2016;volume=14;issue=3;spage=266;epage=271;aulast=Raju)

Berdasarkan prediksi risiko karies pasien, Cariogram


mengindikasikan pasien memiliki peluang sedang untuk mengalami karies di
masa mendatang. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan peluang tidak terkena karies di masa mendatang. Diantaranya
dengan mengurangi konsumsi karbohidrat fermentasi, meningkatkan
kebersihan gigi dan mulut dengan pembersihan gigi sesuai anjuran yang
benar, menggunakan pasta gigi berfluoride, mempertimbangkan faktor yang
menyebabkan kapasitas buffer pasien rendah yang berhubungan dengan
sekresi saliva, contohnya dengan berhenti merokok. Selain faktor etiologi
yang harus dikurangi, penting untuk mengetahui mengapa ada faktor-faktor
tertentu yang tidak diinginkan muncul pada Cariogram dan cara meningkatkan
kondisi kesehatan gigi dan mulut yang baik.

25
2.3 Rekomendasi Dokter Gigi kepada Pasien untuk Mengatasi Masalah
Karies
Untuk mengatasi karies, perlu peran seorang dokter gigi dalam
memberi anjuran dalam apa yang sebaiknya dilakukan, rekomendasi dapat
berupa:
1. Pencegahan
Dokter gigi merekomendasikan beberapa pencegahan dan pemberian
edukasi kepada pasien.
a. Pemeriksaan gigi secara berkala ke dokter gigi.
Salah satu cara dalam mencegah karies adalah dengan rajin
konsultasi ke dokter gigi untuk pembersihan ataupun
pemeriksaan gigi. Dokter akan mengecek kondisi gigi Anda
dengan seksama sebelum melakukan tindakan yang diperlukan
apabila ditemukan masalah kesehatan gigi dan mulut. Pemeriksaan
rutin yang disarankan adalah enam bulan sekali atau sesuai
anjuran dokter gigi.
b. Terapi Fluoride
Pemberian fluoride selain pasta gigi fluoride adalah salah satu
tindakan yang mungkin untuk mengurangi risiko karies. Dokter
selalu menyarankan untuk menggunakan pasta gigi dengan
fluoride, namun jika saat pemeriksaan dirasa kurang, maka Anda bisa
diberi terapi fluoride. Terapi fluoride diberikan melalui suplemen
yang memudahkan gigi untuk mendapatkan fluoride dalam jumlah
yang dibutuhkan.Untuk pengaplikasiannya, suplemen fluoride
umumnya dioleskan langsung di gigi.
c. Asupan Makanan
Mengurangi asupan makanan kariogenik seperti karbohidrat dan
gula. Makanan kariogenik adalah makanan yang mengandung
fermentasi karbohidrat sehingga menyebabkan penurunan pH plak
menjadi 5,5 atau kurang dan menstimulasi terjadinya proses karies.
Gula yang terolah seperti glukosa dan terutama sekali sukrosa sangat

26
efektif menimbulkan karies karena akan menyebabkan turunnya saliva
secara drastis dan akan memudahkan terjadinya demineralisasi. Untuk
itu dengan mengurangi konsumsi kariogenik dapat mengurangi
terjadinya karies.
d. Menyikat Gigi Dengan Benar
Di dalam mulut ada lebih dari 500 jenis bakteri . Itulah
sebabnya, penting untuk membiasakan diri membersihkan gigi
minimal 2 kali sehari yaitu sesudah makan dan sebelum tidur
dengan sikat gigi dan benang gigi (dental flossing) agar sisa
makanan tidak menjadi tempat berkembang biaknya bakteri yang
dapat menimbulkan karies.
Menyikat gigi dengan benar seperti cara yang di anjurkan dapat
membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi
sehingga penumpukan plak dapat dihindari.
Kebiasaan buruk seperti jarang sikat gigi dan tidak
membersihkan sela sela gigi dapat membuat sisa makanan
mengendap dan akhirnya menjadi plak dan kalkulus. Membiarkan
plak dan kalkulus yang menumpuk di permukaan gigi bila
diteruskan hal ini dapat menyebabkan penyakit gigi salah satunya
adalah beresiko menimbulkan karies
2. Perawatan
Sebelum dilakukan perawatan penanganan pada pasien, dokter gigi
melakukan beberapa tindakan berikut:
a. Anamnesa
Anamnesa atau anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara
pasien/keluarga pasien dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya
yang berwenang untuk memperoleh keterangan tentang keluhan
dan penyakit yang diderita pasien.
b. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui kondisi gambaran
karies yang dialami oleh pasien.

27
c. Diagnosis (Penentuan Jenis Penyakit):
Penetapan diagnosis yang tepat sangat dibutuhkan untuk
kesuksesan perawatan lesi pada karies. Diagnosis yang dilakukan
pada tahap dini telah dianggap seebagai sesuatu yang sangat penting,
sejak karies diketahui dapat dihentikan dan remineralisasi dapat
terjadi. Deteksi lesi awal merupakan perpaduan diagnosis yang
penting karena hal ini mengacu kepada jenis pencegahan dan
perawatan yang dibutuhkan.
d. Tindakan Medis / Rencana Terapi sesuai diagnosa pasien, yaitu:
Maka, perawatan yang dapat dilakukan sesuai dengan keadaan pasien
dalam skenario adalah:
1) Penambalan
Tambal gigi adalah prosedur medis yang dilakukan untuk
mengisi gigi berlubang (karies) yang terjadi akibat pembentukan
plak di gigi. Tindakan ini merupakan salah satu prosedur yang
paling umum dilakukan, dan pasien dapat memilih metode
penambalan serta bahan tambalan yang akan digunakan.
Penambalan dapat dilakukan untuk mencegah karies agar tidak
menjadi semakin buruk. Dilakukan jika terjadi karies di lapisan
email dan dentin gigi. Namun jika karies sudah mencapai lapisan
pulpa, maka perlu dilakukan perawatan saluran akar terlebih
dahulu sebelum dilakukan penambalan.
2) Fissure Sealant
Fissure sealant atau disebut juga dental sealant adalah
lapisan plastik tipis yang dipasang pada permukaan gigi untuk
melindungi gigi dari kerusakan. Fissure sealant bekerja untuk
menghilangkan tempat-tempat retensi plak dan substrat kariogenik
serta untuk mengisolasi mikroorganisme. Fissure Sealant terbuat
dari Bisphenol Glycidyl Methacrylate sebagai monomer dan
Benzoin Methyl Ether sebagai katalis. Adapun sifat dari sealant

28
sendiri, seperti pengaplikasian mudah, tahan lama, tidak mudah
larut, penyerapan air rendah, dan viskositas rendah.

2.4 4 Pengertian Indeks Karies Gigi (DMF-T) 3,2


Indeks DMF merupakan indeks yang paling banyak digunakan dan
dapat diterima secara universal. Dapat digunakan untuk perorangan
maupun kelompok. Indeks ini didasarkan pada kenyataan bahwa
kerusakan yang terjadi pada jaringan keras gigi tidak dapat pulih sendiri
dan akan meninggalkan bekas kerusakan yang menetap.
Indeks karies gigi ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, dan
KnutsonJW pada tahun 1938 yang ditujukan untuk mengukur pengalaman
seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaanya meliputi permeriksaan
pada gigi (DMF-t ) dan permukaan gigi ( DMF-s ). Untuk gigi permanen
dan gigi susu hanya dibedakan dengan pemberian kode DMF-T ( decayed
missing filled tooth ) atau DMF-S (decayed missing filling surface)
sedangkan def-t (decayed extracted filled tooth ) atau def-s ( decayed
extracted filled surface ) digunakan untuk gigi susu.
Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukkan klinis penyakit
karies gigi. Studi epidemiologis tentang karies gigi yang menggunakan
indeks angka DMF-T untuk gigi permanen dan def-t untuk gigi sulung.
Indeks DMF-T menunjukkan jumlah pengalaman karies gigi
permanen seseorang, yaitu :
D= Decayed (gigi karies yang masih dapat ditambal)
M= Missing (gigi karies yang sudah hilang atau seharusnya
dicabut)
 F= Filling (gigi karies yang sudah ditumpat)
T = Tooth (gigi permanen) (WHO,2006)
Sedangkan untuk gigi sulung def-t, yaitu:
d = decayed (gigi karies yang masih dapat ditumpat)
e = exfoliated (gigi yang telah atau harus dicabut karena karies)
f = filling (gigi karies yang sudah ditumpat)

29
 t = tooth (gigi sulung) (WHO, 2006).

2.4.1 DMF-T
Indeks DMF-T adalah indeks untuk menilai status kesehatan gigi
dan mulut dalam hal karies gigi permanen. Karies gigi umumnya
disebabkan karena kebersihan mulut yang buruk, sehingga terjadilah
akumulasi plak yang mengandung berbagai macam bakteri. Indeks
DMF-T yang dikeluarkan oleh WHO bertujuan untuk
menggambarkan pengalaman karies. seseorang atau dalam populasi.
Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar
biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi.
Nilai DMF-t adalah penjumlahan D+M+F. Hal
hal yang perlu diperhatikan pada DMF-T adalah:
A. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori
D.
B. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen
dimasukan ke dalam kategori D
C. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukan dalam kategori D.
D. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukan
dalam kategori M
E. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal , dicabut untuk
kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukan dalam kategori M
F. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan kedalam
kategori F.
G. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukan dalam
kategori F.
H. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak
dimasukan dalam kategori M.
Angka DMF-T atau def-t merupakan jumlah elemen gigi karies,
yang hilang dan yang ditumpat setiap individu. Perhitungan DMF-T
berdasarkan pada 28 gigi permanen karena pada umumnya gigi molar

30
ketiga pada fase geligi tetap tidak dimasukkan dalam pengukuran,
sedangkan perhitungan def-t berdasarkan 20 gigi sulung untuk fase
gigi sulung, kemudian dicatat banyaknya gigi yang dimasukkan dalam
klasifikasi D, M, F atau d, e, f (WHO Oral Health Country, 2006).
Kriteria Penilaian dalam DMF-T atau def-t didasarkan pada rentang
nilai yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi,
sebagai berikut:

NILAI DMF-T KRITERIA


0,0 – 1,1 Sangat Rendah
1,2 – 2,6 Rendah
2,7 – 4,4 Sedang
4,5 – 6,5 Tinggi
>6,6 Sangat Tinggi
Tabel 2.4.1 Kriteria Indeks DMF-T Menurut WHO (Suwargiani, 2008).

Jika dikaitkan dengan skenario kasus yang terjadi pada guru


yang berumur 32 tahun dengan indeks DMF-T 3,2 berarti bahwa
jumlah gigi yang berlubang ( D ) dicabut karena karies gigi (M) dan
gigi dengan tumpatan yang baik (F) , tidak lebih atau sama dengan 3.
Kriteria Penilaian dalam DMF-T atau def-t didasarkan pada rentang
nilai yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T :
1. DMF-T = D + M + F
2. DMF-T rata – rata = jumlah D + M + F / Jumlah
orang yang diperiksa
Berdasarkan kriteria indeks DMF-T kondisi pasien tersebut
sudah memasuki kriteria sedang dan sebaiknya segera ditangani agar
kesehatan gigi dan mulutnya baik.

31
DAFTAR PUSTAKA

Inra P., Andi Rasdianti. 2013. Faktor-faktor Penyebab Penundaan Pencabutan


Gigi di RSGMP Drg. HJ. Halimah Daeng Sikati FKG UNHAS.

Firdauz, Firman.Resume Politik Dalam Strategi Promosi Kesehatan. 2014

F.J. Harty dan R Ogston. 1995. Kamus Kedokteran Gigi.


Nuraini. 2017. Prevalensi Penyakit Jaringan Keras Rongga Mulut yang
Dinilai Pada Pemeriksaan Radiografi Intra Oral Dan Radiografi Ekstra Oral
di RSGM UNHAS. Nursasongko, Bambang. 2000. Diagnosis Karies.

Sullowati, Dewi. Modul Promosi Kesehatan Strategi Penerapan Promosi


Kesehatan Pada Klien di Tatanan Klinik dan Komunitas. Jakarta: 2015

Sullowati, Dwi. Modul III “Kegiatan Belajar 1” Advokasi dalam Promosi


Kesehatan. Jakarta:2015

Tarigan, Rasinta. 2006. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jurnal PERSPEKTIF


Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi dan Magister Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta
Vol 1. No. 3 Juni 2018

Kompas.com."Apa Itu Pandemi Global seperti yang Dinyatakan WHO pada


Covid-19?".12 maret 2020
<https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/12/060100465/apa-itu-
pandemi-global-sep erti-yang-dinyatakan-who-pada-covid-19.> (diakses pada
21 Juni 2020)

32

Anda mungkin juga menyukai