Singkat cerita, pendidikan yang diperoleh dari Universitas menjadikannya sosok yang
dipuji oleh masyarakat. Pavlov menjadi bagian dari Intellegentsia, seorang sejarawan
mengatakan “ Pavlov hampir fanatik kepada sains murni dan riset eksperimental
yang didukung oleh energy dan kesederhanaan seorang petani Rusia”. Pavlov
berhasil meraih gelarnya pada tahun 1875, dia belajar di Jerman selama 2 tahun, dan
kembali ke Universitas asalnya menjadi asisten laboratorium riset.
3. Vladimir M Bekhtereev
okoh Behaviorisme yang ke-3 adalah Bekhterev. Dia menerima gelarnya dari
Akademi Kesehatan Militer St. Petersburg pada 1881. Dia menuntut ilmu di
Universitas Leipzig bersama Wundt, mengambil mata kuliah tambahan di Berlin dan
Paris, dan kembali ke rusia untuk mengajar di Universitas Kazan sebagai dosen
penyakit mental.
Pada 1893, dia ditunjuk sebagai pimpinan bagian penyakit mental dan syaraf
diAkademi Kesehatan Militer. Pada 1907, dia mendirikan psychoneurogical Institute,
yang kini mengabadikan namanya. Bekhterev dan Pavlov menjadi musuh setelah
Pavlov menerbitkan ulasan negatif terhadap salah satu buku Bekhterev. Dia
meninggal pada tahun 1927 karena merawat stalin yang di vonis menderita paranoia.
Dicurigai bahwa stalin meracuni Bekhterev sebagai balas dendam terhadap vonis
yang dijatuhkan kepadanya.
4. John B Watson
Tokoh Behaviorisme yang ke-4 adalah Watson. Dia lahir di dekat Greenville, south
Carolina. Ibunya merupakan sosok yang religious, namun sifat ayahnya keterbalikan
dari ibunya. Watson lahir pada keluarga uang miskin, hanya mengandalkan hasil
lading saja. Ketika Watson berumur 13 tahun, dia dan ibunya ditinggal ayahnya yang
pergi dengan wanita lain.
Dari kejadian itu, Watson membenci ayahnya seumur hidup. Saat Watson sudah
memiliki kekayaan, ayahnya kembali dating kepadanya, namun Watsong menolak
kehadiran ayahnya. Watson dikenal sebagai anak pemalas, suka berkelahi, dan
temperamen. Namun pada saat Watson berusia 16 tahun, dia mendaftarkan dirinya
ke sebuah Universitas furman di Greenville melalui program Baptis, dan berniat untuk
menjadi seorang pendeta.
Watson juga berharap agar bisa melanjutkan studinya di Seminari Teologi Princeton
setelah lulus dari Furman. Watson mendapatkan gelar masternya pada 1899, ditahun
yang bersamaan ibunya meninggak dunia. Kemudian Watson merubah pandangan
hidupnya, melanjutkan studinya dan mendaftarkan dirinya ke Universitas Chicago.
Dengan niat mendapatkan gelar dalam ilmu filsafat bersama John Dewey yang
terkenal hebat pada masa itu.
5. William Mc Dougall
William McDougall lahir pada 22 Juni 1891 di Lancashire, Inggris. Dia adalah putra
Shimwell McDougall dan Rebekah Smalley, sepasang industrialis kelas atas dari
Skotlandia. Sejak kecil, McDougall berkesempatan untuk bersekolah di sekolah
swasta, baik di Inggris maupun Jerman. Dia dilatih di berbagai bidang, tidak hanya
dalam psikologi tetapi juga dalam ilmu alam, dan mengetuai berbagai asosiasi
psikologi.
Hakikat Manusia
Pandangan tentang Manusia Berdasarkan pada hakikat manusia, teori dan pendekatan
behavior ini menganggap bahwa pada dasarnya manusia bersifat mekanistik atau merespon
kepada lingkungan dengan kontrol yang terbatas, hidup dalam alam deterministik dan sedikit
berperan aktif dalam menentukan martabatnya. Manusia memulai kehidupannya dan
memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku
yang akan membentuk kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh intensitas dan
beragamnya jenis penguatan (reinforcement) yang diterima dalam situasi hidupnya.
Pendekatan behavior di dalam proses konseling membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi
antara pembawaan dengan lingkungan. Perilku yang dapat diamati merupakan suatu
kepedulian dari konselor sebagai kriteria pengukuran keberhasilan konseling. Dalam konsep
behavior, perilaku manusia merupakan hasil belajar yang dapat diubah dengan memanipulasi
dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar. Di mana proses konseling merupakan suatu
proses atau pengalaman belajar untuk membentuk konseli mengubah perilakunya sehingga
dapat memecahkan masalahnya. Dalam konsep behaviorisme modern, perilaku manusia
dipandang 4 dalam mekanisme dan pendekatan ilmiah yang diimplikasikan pada pendekatan
secara sistematis dan terstruktur dalam proses konseling. Manusia tidak diasumsikan secara
deterministik tetapi merupakan hasil dari pengkondisian sosio kultural. Trend baru dalam
behaviorisme adalah diberinya peluang kebebasan dan menambah keterampilan konseli untuk
memiliki lebih banyak opsi dalam melakukan respon.
1. Kelebihan
Peserta didik dibiasakan untuk latihan dan praktik yang di dalamnya memuat unsur
kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan.
Mampu mendorong peserta didik untuk berpikir linier dan konvergen.
Memudahkan peserta didik untuk mencapai suatu target tertentu dalam pembelajaran.
2. Kekurangan
Membatasi kreatifitas, produktifitas, dan imajinasi peserta didik.
Pembelajaran hanya berpusat pada guru, sehingga peserta didik terkesan pasif.
Berpotensi menimbulkan hukuman verbal dan fisik, seperti memberi hukuman peserta
didik yang melanggar aturan atau bahkan menjewer. Hukuman semacam itu justru
bisa berakibat buruk pada perubahan perilaku peserta didik.
Timbul kesulitan untuk menjelaskan kondisi belajar yang kompleks karena hanya
beracuan pada stimulus dan respon.
Peran Konselor
Peran konselor dalam konseling behavior yaitu aktif, direktif dan menggunakan pengetahuan ilmiah
guna menemukan solusi dan permasalahan individu. Konselor behavior biasanya berfungsi sebagai
guru, pengarah dan ahli yang mendiagnosa tingkah laku maladaptive dan menentukan prosedur yang
mengatasi persoalan tingkah laku individu. Dalam proses konseling, konseli yang menentukan tingkah
laku apa (what) yang akan diubah, sedangkan konselor menentukan cara yang digunakan untuk
mengubahnya (how) (Corey, 1986).
Peran konseli
Konseli secara aktif terlibat dalam pemilihan dan penentuan tujuan serta memiliki motivasi untuk
berubah dan bersedia bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan konseling. Peran penting konseli
dalam konseling adalah konseli didorong untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru yang
bertujuan untuk memperluas perbendaharaan tingkah laku adaptifnya serta dapat menerapkan perilaku
tersebut dalah kehidupan sehari-hari.
Dalam pendekatan behavior, konseli belajar suatu keterampilan konkret melalui nstruksi, pemodelan,
dan umpan balik kinerja. Konseli secara bersama- sama konselor terlibat aktif dalam proses terapi.
Selain itu, konseli juga belajar untuk menggeneralisasi dan mentransfer pembelajaran yang diperoleh
dalam situasi terapi ke dalam situasi luar terapi (self directed dan self control).
Tingkah laku excessive dirawat dengan menggunakan teknik konseling untuk menghilangkan
atau mengurangi tingkah laku, sedangkan tingkah laku deficit dikonseling dengan
menggunakan teknik meningkatkan tingkah laku. Menurut Komalasari (2011), tahapan dalam
konseling behavior adalah sebagai berikut:
a. Melakukan asesmen (assessment)
Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh konseli pada saat ini.
Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata, perasaan dan pikiran konseli. Terdapat enam
informasi yang digali dalam asesmen yaitu:
1. Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini. Tingkah laku
yang dianalisis adalah tingkah laku yang khusus.
2. Analisis tingkah laku yang didalamnya terjadi masalah konseli. Analisis ini mencoba
untuk mengidentifikasi peristiwa yang mengawali tingkah laku dan mengikutinya
sehubungan dengan masalah konseli.
3. Analisis motivasional.
4. Analisis self kontrol, yaitu tingkatan kontrol diri konseli terhadap tingkah laku
bermasalah ditelusuri atas dasar bagaimana kontrol itu dilatih atas dasar kejadian-
kejadian yang menentukan keberhasilan self kontrol.
5. Analisis hubungan sosial, yaitu orang lain yang dekat dengan kehidupan konseli
diidentifikasi juga hubungannya orang tersebut dengan konseli. Metode yang
digunakan untuk mempertahankan hubungan ini dianalisis juga.
6. Analisis lingkungan fisik-sosial budaya. Analisis ini atas dasar norma-norma dan
keterbatasan lingkungan.
Konselor dan konseli menentukan tujuan konseling sesuai dengan kesepakatan bersama
berdasarkan informasi yang telah disusun dan dianalisis. Fase goal setting disusun atas tiga
langkah, yaitu:
Setelah tujuan konseling dirumuskan, konselor dan konseli menentukan strategi belajar yang
terbaik untuk membantu konseli mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan. Konselor
dan konseli mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai dengan masalah yang
dialami oleh konseli (tingkah laku excessive atau deficit).