Anda di halaman 1dari 7

1.

Edward Lee Thorndike


Tokoh behaviorisme yang pertama adalah Edward Lee Thorndike. Dia adalah salah
satu psikolog amerika pertama yang menerima semua pendidikannya di Amerika.
Thorndike belajar dibawah bimbingan William James di Harvard University. Dia
adalah periset perkembangan psikologi hewan, dia sendiri pernah berencana untuk
menjadikan anak-anak sebagai subyek penelitian. Namun hal ini terlarang, kemudian
dia memilih anak ayam untuk dijadikan risetnya.
Thorndike tidak menyelesaikan pendidikannya di Havard, karena dia telah
menemukan gadis idamannya, yang kemudian dinikahinya. Kemudian, dia mencoba
melamar pekerjaan pada Mckeen Cattel, ketika Cattel menawarinya, dia pun
langsung bergabung dan berangkat ke New York dengan membawa dua anak ayam
kesayangannya yang terlatih. Thorndike melanjutkan studi hewannya di Columbia
dan mendapatkan gelar doktoralnya pada tahun 1898. Disertasinya, “Annimal
Inteligence : An Experimental Study of the Associative Processes in Animal”.
Menjadikannya sebagai seorang psikolog pertama yang menggunakan subyek
hewan.
Kemudian dia mengajar di Universitas Columbia sebagai dosen psikologi. Dia bekerja
dengan subyek manusia untuk masalah pembelajaran, mengadaptasi teknik-teknik
riset hewan untuk anak-anak dan remaja. Pada tahun 1910, dia menghasilkan karya
sebuah jurnal dengan judul Journal of Educational Psychology. Dan dua tahun
setelahnya dia mendapatkan posisi tertinggi menjadi presiden APA pada tahun 1912.
Masa 50 tahun keberadaanya di Columbia menjadi masa yang paling produktif yang
tercatat dalam sejarah psikologi. Thorndike pension pada tahun 1939, dia masih
terus bekerja hingga tutup usia sepuluh tahun kemudian pada tahun 1949.

2. Ivan Petrovic Pavlov


Tokoh behaviorisme yang ke-2 adalah Pavlov. Pavlov dilahirkan dikota Rayzan, Rusia
tengah, sebagai anak tertua dari sebelas anak bersaudara. Ayahnya seorang pendeta
di desa. Posisi didalam keluarganya membuatnya bertanggung jawab dan dorongan
untuk bekerja lebih keras pada usia dini. Dia belajar di rumah bersama ayahnya
dikarenakan dia pernah mengalami cedera kepala saat berusia 7 tahun. Dia masuk
seminari teologis dengan tujuan memasuki dunia kependetaan, namun saat dia
melirik karya Darwin, Pavlov berubah pikiran. Dia ingin masuk ke Universitas di St.
Petersburg untuk mempelajari tentang psikologi hewan.

Singkat cerita, pendidikan yang diperoleh dari Universitas menjadikannya sosok yang
dipuji oleh masyarakat. Pavlov menjadi bagian dari Intellegentsia, seorang sejarawan
mengatakan “ Pavlov hampir fanatik kepada sains murni dan riset eksperimental
yang didukung oleh energy dan kesederhanaan seorang petani Rusia”. Pavlov
berhasil meraih gelarnya pada tahun 1875, dia belajar di Jerman selama 2 tahun, dan
kembali ke Universitas asalnya menjadi asisten laboratorium riset.
3. Vladimir M Bekhtereev
okoh Behaviorisme yang ke-3 adalah Bekhterev. Dia menerima gelarnya dari
Akademi Kesehatan Militer St. Petersburg pada 1881. Dia menuntut ilmu di
Universitas Leipzig bersama Wundt, mengambil mata kuliah tambahan di Berlin dan
Paris, dan kembali ke rusia untuk mengajar di Universitas Kazan sebagai dosen
penyakit mental.

Pada 1893, dia ditunjuk sebagai pimpinan bagian penyakit mental dan syaraf
diAkademi Kesehatan Militer. Pada 1907, dia mendirikan psychoneurogical Institute,
yang kini mengabadikan namanya. Bekhterev dan Pavlov menjadi musuh setelah
Pavlov menerbitkan ulasan negatif terhadap salah satu buku Bekhterev. Dia
meninggal pada tahun 1927 karena merawat stalin yang di vonis menderita paranoia.
Dicurigai bahwa stalin meracuni Bekhterev sebagai balas dendam terhadap vonis
yang dijatuhkan kepadanya.

4. John B Watson
Tokoh Behaviorisme yang ke-4 adalah Watson. Dia lahir di dekat Greenville, south
Carolina. Ibunya merupakan sosok yang religious, namun sifat ayahnya keterbalikan
dari ibunya. Watson lahir pada keluarga uang miskin, hanya mengandalkan hasil
lading saja. Ketika Watson berumur 13 tahun, dia dan ibunya ditinggal ayahnya yang
pergi dengan wanita lain.

Dari kejadian itu, Watson membenci ayahnya seumur hidup. Saat Watson sudah
memiliki kekayaan, ayahnya kembali dating kepadanya, namun Watsong menolak
kehadiran ayahnya. Watson dikenal sebagai anak pemalas, suka berkelahi, dan
temperamen. Namun pada saat Watson berusia 16 tahun, dia mendaftarkan dirinya
ke sebuah Universitas furman di Greenville melalui program Baptis, dan berniat untuk
menjadi seorang pendeta.

Watson juga berharap agar bisa melanjutkan studinya di Seminari Teologi Princeton
setelah lulus dari Furman. Watson mendapatkan gelar masternya pada 1899, ditahun
yang bersamaan ibunya meninggak dunia. Kemudian Watson merubah pandangan
hidupnya, melanjutkan studinya dan mendaftarkan dirinya ke Universitas Chicago.
Dengan niat mendapatkan gelar dalam ilmu filsafat bersama John Dewey yang
terkenal hebat pada masa itu.
5. William Mc Dougall
William McDougall lahir pada 22 Juni 1891 di Lancashire, Inggris. Dia adalah putra
Shimwell McDougall dan Rebekah Smalley, sepasang industrialis kelas atas dari
Skotlandia. Sejak kecil, McDougall berkesempatan untuk bersekolah di sekolah
swasta, baik di Inggris maupun Jerman. Dia dilatih di berbagai bidang, tidak hanya
dalam psikologi tetapi juga dalam ilmu alam, dan mengetuai berbagai asosiasi
psikologi.

Dia juga menjabat sebagai profesor di universitas-universitas Amerika Utara yang


paling bergengsi, di mana dia diakui sebagai seorang psikolog penting, meskipun
pada saat yang sama dia menghasilkan perdebatan sengit tentang studi pikiran dan
eugenika. Dalam konteks yang sama ia menerbitkan banyak karya penting, dan
meninggal di Durham, North Carolina, pada tahun 1938, bukan tanpa berhenti
bekerja sebagai profesor di Duke University.

Hakikat Manusia
Pandangan tentang Manusia Berdasarkan pada hakikat manusia, teori dan pendekatan
behavior ini menganggap bahwa pada dasarnya manusia bersifat mekanistik atau merespon
kepada lingkungan dengan kontrol yang terbatas, hidup dalam alam deterministik dan sedikit
berperan aktif dalam menentukan martabatnya. Manusia memulai kehidupannya dan
memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku
yang akan membentuk kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh intensitas dan
beragamnya jenis penguatan (reinforcement) yang diterima dalam situasi hidupnya.
Pendekatan behavior di dalam proses konseling membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi
antara pembawaan dengan lingkungan. Perilku yang dapat diamati merupakan suatu
kepedulian dari konselor sebagai kriteria pengukuran keberhasilan konseling. Dalam konsep
behavior, perilaku manusia merupakan hasil belajar yang dapat diubah dengan memanipulasi
dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar. Di mana proses konseling merupakan suatu
proses atau pengalaman belajar untuk membentuk konseli mengubah perilakunya sehingga
dapat memecahkan masalahnya. Dalam konsep behaviorisme modern, perilaku manusia
dipandang 4 dalam mekanisme dan pendekatan ilmiah yang diimplikasikan pada pendekatan
secara sistematis dan terstruktur dalam proses konseling. Manusia tidak diasumsikan secara
deterministik tetapi merupakan hasil dari pengkondisian sosio kultural. Trend baru dalam
behaviorisme adalah diberinya peluang kebebasan dan menambah keterampilan konseli untuk
memiliki lebih banyak opsi dalam melakukan respon.

Pribadi Sehat dan Bermasalah


Pribadi sehat Dalam pandangan teori ini kepribadian individu yang sehat adalah sebagai
berikut;

o Dapat merespon stimulus yang ada di lingkungan secara cepat.


o Tidak kurang dan tidak berlebihan dalam tingkah laku, memenuhi kebutuhan.
o Mempunyai derajat kepuasan yang tinggi atas tingkah laku atau bertingkah laku
dengan tidak mengecewakan diri dan lingkungan.
o Dapat mengambil keputusan yang tepat atas konflik yang dihadapi.
o Mempunyai self control yang memadaib. Pribadi bermasalah Kepribadian yang
dipandang bermasalah menurut teori ini adalah sebagai berikut;
o Tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
o Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang
salah.
o Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi
lingkungan dengan tepat.
o Ketidak mampuan dalam mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan lingkunganv
Tingkah laku yang tidak wajar menurut standard nilai, yang kemudian menimbulkan
konflik dengan lingkungan

1. Kelebihan
 Peserta didik dibiasakan untuk latihan dan praktik yang di dalamnya memuat unsur
kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan.
 Mampu mendorong peserta didik untuk berpikir linier dan konvergen.
 Memudahkan peserta didik untuk mencapai suatu target tertentu dalam pembelajaran.
2. Kekurangan
 Membatasi kreatifitas, produktifitas, dan imajinasi peserta didik.
 Pembelajaran hanya berpusat pada guru, sehingga peserta didik terkesan pasif.
 Berpotensi menimbulkan hukuman verbal dan fisik, seperti memberi hukuman peserta
didik yang melanggar aturan atau bahkan menjewer. Hukuman semacam itu justru
bisa berakibat buruk pada perubahan perilaku peserta didik.
 Timbul kesulitan untuk menjelaskan kondisi belajar yang kompleks karena hanya
beracuan pada stimulus dan respon.

Konsep-konsep kunci behavioristik


Sesuai dengan namanya maka tujuan konseling behavioral yaitu membantu
menciptakan kondisi dan lingkungan baru agar klien mampu belajar merubah
perilakunya dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan konseling
behavioral berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku konseli, yang di
antaranya :
Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar
Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif,
Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari,
Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau
maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai
(adjustive).
Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptive,
memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan
bersama antara konseli dan konselor
Tujuan konseling behavioristik, peran
konselor dan konseli
Menurut Latipun (2008), tujuan konseling behavior adalah menciptakan suatu kondisi baru
yang lebih baik melalui proses belajar sehingga perilaku yang negatif dapat dihilangkan serta
mengubah tingkah laku adaptif dengan cara memperkuat tingkah laku yang diharapkan dan
meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta berusaha menemukan cara-cara bertingkah
laku yang baru.
Konseling behavior bekerja dengan memusatkan perhatian perilaku manusia pada yang
nampak dan dapat dipelajari, tujuan yang ingin dicapai pada saat proses konseling harus jelas
dan sesuai dengan prosedur yang ada, memusatkan perhatian pada masalah klien dan
membantu dalam memecahkan masalah klien. Tujuan konseling behavior adalah mencapai
kehidupan tanpa mengalami perilaku simtomatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan
atau hambatan perilaku, yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang atau
mengalami konflik dengan kehidupan sosial.

Peran Konselor
Peran konselor dalam konseling behavior yaitu aktif, direktif dan menggunakan pengetahuan ilmiah
guna menemukan solusi dan permasalahan individu. Konselor behavior biasanya berfungsi sebagai
guru, pengarah dan ahli yang mendiagnosa tingkah laku maladaptive dan menentukan prosedur yang
mengatasi persoalan tingkah laku individu. Dalam proses konseling, konseli yang menentukan tingkah
laku apa (what) yang akan diubah, sedangkan konselor menentukan cara yang digunakan untuk
mengubahnya (how) (Corey, 1986).
Peran konseli
Konseli secara aktif terlibat dalam pemilihan dan penentuan tujuan serta memiliki motivasi untuk
berubah dan bersedia bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan konseling. Peran penting konseli
dalam konseling adalah konseli didorong untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru yang
bertujuan untuk memperluas perbendaharaan tingkah laku adaptifnya serta dapat menerapkan perilaku
tersebut dalah kehidupan sehari-hari.
Dalam pendekatan behavior, konseli belajar suatu keterampilan konkret melalui nstruksi, pemodelan,
dan umpan balik kinerja. Konseli secara bersama- sama konselor terlibat aktif dalam proses terapi.
Selain itu, konseli juga belajar untuk menggeneralisasi dan mentransfer pembelajaran yang diperoleh
dalam situasi terapi ke dalam situasi luar terapi (self directed dan self control).

Tahapan Konseling Behavioristik


Tingkah laku yang bermasalah dalam konseling behavior adalah tingkah laku yang berlebih
(excessive) dan tingkah laku yang kurang (deficit). Contoh tingkah laku yang berlebihan
seperti merokok, terlalu banyak main game dan sering memberi komentar di kelas. Adapun
tingkah laku yang deficit adalah terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas dan bolos
sekolah.

Tingkah laku excessive dirawat dengan menggunakan teknik konseling untuk menghilangkan
atau mengurangi tingkah laku, sedangkan tingkah laku deficit dikonseling dengan
menggunakan teknik meningkatkan tingkah laku. Menurut Komalasari (2011), tahapan dalam
konseling behavior adalah sebagai berikut:
a. Melakukan asesmen (assessment)

Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh konseli pada saat ini.
Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata, perasaan dan pikiran konseli. Terdapat enam
informasi yang digali dalam asesmen yaitu:

1. Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini. Tingkah laku
yang dianalisis adalah tingkah laku yang khusus.
2. Analisis tingkah laku yang didalamnya terjadi masalah konseli. Analisis ini mencoba
untuk mengidentifikasi peristiwa yang mengawali tingkah laku dan mengikutinya
sehubungan dengan masalah konseli.
3. Analisis motivasional.
4. Analisis self kontrol, yaitu tingkatan kontrol diri konseli terhadap tingkah laku
bermasalah ditelusuri atas dasar bagaimana kontrol itu dilatih atas dasar kejadian-
kejadian yang menentukan keberhasilan self kontrol.
5. Analisis hubungan sosial, yaitu orang lain yang dekat dengan kehidupan konseli
diidentifikasi juga hubungannya orang tersebut dengan konseli. Metode yang
digunakan untuk mempertahankan hubungan ini dianalisis juga.
6. Analisis lingkungan fisik-sosial budaya. Analisis ini atas dasar norma-norma dan
keterbatasan lingkungan.

b. Menentukan tujuan (goal setting)

Konselor dan konseli menentukan tujuan konseling sesuai dengan kesepakatan bersama
berdasarkan informasi yang telah disusun dan dianalisis. Fase goal setting disusun atas tiga
langkah, yaitu:

1. Membantu konseli untuk memandang masalahnya atas dasar tujuan-tujuan yang


diinginkan.
2. Memperhatikan tujuan konseli berdasarkan kemungkinan hambatan-hambatan
situasional tujuan belajar yang dapat diterima dan dapat diukur.
3. Memecahkan tujuan ke dalam sub-tujuan dan menyusun tujuan menjadi susunan yang
berurutan.

c. Mengimplementasikan teknik (technique implementation)

Setelah tujuan konseling dirumuskan, konselor dan konseli menentukan strategi belajar yang
terbaik untuk membantu konseli mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan. Konselor
dan konseli mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai dengan masalah yang
dialami oleh konseli (tingkah laku excessive atau deficit).

d. Evaluasi dan mengakhiri konseling (evaluation termination)

Evaluasi konseling behavioristik merupakan proses yang berkesinambungan. Evaluasi dibuat


atas apa yang konseli perbuat. Tingkah laku konseli digunakan sebagai dasar untuk
mengevaluasi efektivitas konselor dan efektivitas tertentu dari teknik yang digunakan.
Terminasi lebih dari sekedar mengakhiri konseling. Terminasi meliputi:

1. Menguji apa yang konseli lakukan terakhir.


2. Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan.
3. Membantu konseli mentransfer apa yang dipelajari dalam konseling ke tingkah laku
konseli.
4. Memberi jalan untuk memantau secara terus menerus tingkah laku konseli.

Anda mungkin juga menyukai