Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Keperawatan Komunitas


1. Kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Indonesia Dan Perkembangan
Kesehatan Komunitas
Salah satu program yang digalakkan dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat adalah kesehatan komunitas. Konferensi di Ottawa yang
diselenggarakan tahun 1986 berfokus pada promosi kesehatan komunitas, yang
dikenal sebagai kebijakan publik sehat dalam Ottawa Charter for Health Promotion.
Dalam konferensi tersebut disepakati 9 persyaratan untuk sehat, yaitu: perdamaian,
perumahan, pendidikan, pangan, pendapatan, ekosistem, ketersediaaan sumber,
keadilan sosial, dan pemerataan.
Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dalam hal ini juga tertuang
pada visi Indonesia Sehat 2025 yaitu lingkungan strategis pembangunan kesehatan
yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat
jasmani, rohani maupun sosial. Perilaku masyarakat dalam Indonesia Sehat 2025
adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman
penyakit dan masalah kesehatan lainnya, sadar hukum, serta berpartisipasi aktif dalam
gerakan kesehatan masyarakat (Depkes RI,2009).
Konferensi dunia ketiga diselenggarakan di Adelaide, Australia tahun 1988
dengan tema kebijakan publik sehat. Konferensi ini merekomendasikanpembangunan
pemerataan kebutuhan dalam bidang kesehatan dan membangun kemitraan dengan
pengusaha serikat buruh organisasi non pemerintah, dan berbagai lapisan masyarakat
(Effendi, 2009). Konferensi yang keempat dilakukan di Jakarta tahun 1997
menghasilkan Jakarta Declaration, yang berisi 5 prioritas promosi kesehatan:
a. Peningkatan tanggungjawab sosial terhadap kesehatan.
b. Peningkatan investasi untuk pengembangan kesehatan.
c. Konsolidasi dan perluasan kemitraan untuk kesehatan.
d. Peningkatan kapasitas masyarakat dan pemberdayaan individu.

1
e. Pengamanan infrastruktur dalam promosi kesehatan.

Pusat kesehatan masyarakat sebagai bentuk pelayanan komunitas memberikan


program yang konprehensif dalam upaya meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan, pendidikan dan manajemen serta koordinasi asuhan keperawatan dalam
komunitas. Praktik keperawatan komunitas di Indonesia memiliki beberapa dasar
hukum, yaitu: UU Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, PP Nomor 32 tahun
1996, dan SK Menkes No. 647 tahun 2000 tentang registrasi praktik keperawatan.
Praktik keperawatan merupakan tindakan mandiri perawat profesional melalui
kerjasama dengan tim kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
lingkup wewenang dan tanggung jawabnya (Effendi, dkk., 2010).

Pelayanan kesehatan komunitas merupakan suatu pelayanan yang


komprehensif yang dapat diterapkan diberbagai tatanan pelayanan, seperti:

a. Lingkungan sekolah atau kampus


Pelayanan keperawatan yang diselenggarakan meliputi: pendidikan
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan dan pendidikan seksual. Selain itu
perawat sekolah dapat memberikan perawatan pada kasusdarurat, seperti ISPA
maupun infeksi virus, setelah itu dilakukan rujukan ke pelayanan kesehatan.
b. Lingkungan kesehatan kerja
Perusahaan besar memberikan pelayanan kesehatan bagi pekerjadi pusat
kesehatan okupasi dalam gedung perusahaan. Perawat mengembangkan program
dengan tujuan:
1) Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja dengan mengurangi jumlah
kejadian kecelakaan kerja
2) Menurunkan risiko penyakit akibat kerja.
3) Mengurangi transmisi penyakit menular antar pekerja.
4) Memberikan program peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan
pendidikan kesehatan.
5) Mengintervensi kasus-kasus akut non kedaruratan dan memberikan
pertolongan pertama pada kecelakaan.
c. Lembaga perawatan kesehatan di rumah

2
Perawatan kesehatan rumah merupakan bentuk pelayanan yang dilakukan di
rumah. Lembaga ini memberikan perawatan kesehatan dengan melakukan
kunjungan rumah atau saat ini lebih dikenal dengan home care (Mubarak dkk,
2010).
2. Konsep Komunitas
Komunitas atau masyarakat merupakan salah satu sasaran dalam asuhan
keperawatan komunitas. komunitas adalah suatu kelompok sosial yang terbentuk dari
satu kesatuan wilayah yang terdiri dari beberapa sub sistem di dalamnya seperti
organisasi formal, institusi sosial, kelompok informal, dan perkumpulan budaya
(Anderson, 2011). Salah satu faktor yang mempengaruhi kegiatan suatu komunitas
adalah status kesehatan. Berikut ini merupakan beberapa pengertian tentang
kesehatan,diantaranya:
a. Sehat sebagai suatu proses kreatif dan kualitas hidup termasukkesehatan sosial,
emosional, mental, spiritual, dan biologis dari individu, yang disebabkan oleh
adaptasi terhadap lingkungan (Dubos, 1968 dalam Blais, et.al., 2007).
b. Sehat merupakan suatu kondisi dinamis manusia yang mencapai potensi
perkembangan dan perilaku individu hingga tingkat yang setinggi mungkin
(ANA, 1980 dalam Blais, et.al., 2007).Sehat menurut UU kesehatan Nomor 23
tahun 1992 adalah kondisi yang sempurna, baik fisik maupun psikis, serta
mempunyai kemampuan untuk produktifitas
c. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes,
2009).

Keperawatan kesehatan masyarakat adalah suatu bidang yang dalam


keperawatan kesehatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan
masyarakat dengan dukungan serta peran aktif masyarakat. Salah satu konsep dari
keperawatan komunitas di dalam puskesmas adalah perkesmas. Tujuan dari
perkesmas adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah
perkesmas secara optimal.

3. Konsep Pemberdayaan Masyarakat dan Peran Serta Masyarakat

3
Proses pendekatan keperawatan komunitas meliputi pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan sehingga
masyarakat memiliki kemandirian untuk hidup sehat. Masyarakat memiliki peran
penting dalam memelihara kesehatan, terlibat aktif dalam perencanaan dan
pengawasan program kesehatan serta ikut aktif dalam mengindentifikasi masalah dan
solusi terhadap permasalahan yang ada (Isbandi, 2007).
Tujuan dari pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan adalah timbulnya
kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan kesehatan; timbulnya kemauan atau
motivasi untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan; timbulnya kemampuan dan
kemandirian masyarakat untukhidup sehat (IPKKI, 2017). Prinsip pemberdayaan
masyarakat adalah menumbuh kembangkan potensi masyarakat, mengembangkan
gotong royong masyarakat, menggali kontribusi masyarakat, menjalin kemitraan, dan
desentralisasi. Metode yang digunakan untuk mewujudkan peran serta masyarakat
adalah pendekatan masyarakat, pengorganisasian masyarakat, survey diri,
perencanaan program, pelatihan, dan rencana evaluasi.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk dapat memfungsikan masyarakat,
sebagai berikut:
a. Menarik orang-orang yang mempunyai inisiatif dan dapat bekerja untuk
membentuk kepanitiaan yang akan menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan kesehatan masyarakat.
b. Menyusun rencana kerja yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat.
c. Melakukan upaya penyebaran rencana agar masyarakat dapat melaksanakan
kegiatan tersebut (Mubarak dkk, 2010).
4. Keperawatan Komunitas
Keperawatan kesehatan komunitas adalah area pelayanan keperawatan
professional yang diberikan secara holistik (bio-psiko-sosio-spiritual) dan difokuskan
pada kelompok risiko tinggi yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan melalui
upaya promotif, preventif, tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif dengan
melibatkan komunitas sebagai mitra dalam menyelesaikan masalah (Hithcock,

4
Scubert & Thomas, 1999; Allender & Spradley, 2001, Stanhope & Lancaster, 2016).
Tujuan dilakukannya asuhan keperawatan komunitas adalah meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam upaya mengatasi masalah kesehatannya secara
mandiri dan mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Sasaran utama asuhan
keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat individu, keluarga, kelompok
risiko tinggi baik dalam kondisi sehat maupun sakit (Stanhope & Lancaster, 2010).
Falsafah keperawatan komunitas tergambar dalam 4 aspek, yaitu: manusia,
lingkungan, kesehatan, dan keperawatan. Falsafah keperawatan komunitas
menyatakan bahwa manusia adalah komunitas sebagai klien pada wilayah tertentu
yang mempunyai nilai, keyakinan, minat relatif sama dan berinteraksi untuk
mencapai tujuan. Lingkungan merupakan faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi klien (komunitas) mencakup bio-psiko- sosio-kultural dan spiritual.
Konsep kesehatanmerupakan kondisi seimbang yang dinamis sebagai dampak dari
keberhasilan dalam mengatasi stresor. Konsep keperawatan adalah tindakan yang
bertujuan untuk menekan stresor atau meningkatkan kemampuan komunitas
mengatasi stresor melalui tiga level prevensi (primer, sekunder, tersier).
Prinsip etik praktik keperawatan komunitas yang harus diperhatikan dalam
memberikan asuhan keperawatan komunitas yaitu:
a. Prinsip otonomi, yaitu memberi kebebasan pada komunitas untuk memilih
alternatif yang terbaik dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat.
b. Prinsip pemanfaatan, yaitu intervensi komunitas yang diberikan harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk komunitas.
c. Prinsip keadilan, yaitu dalam melakukan intervensi harus sesuai dengan
kemampuan dan kapasitas komunitas, sehingga diharapkan semua pelayanan
keperawatan kesehatan komunitas yang diberikan dapat dinikmati oleh seluruh
lapisan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2010).
Menurut Mubarak (2010), peran perawat kesehatan komunitas adalah sebagai
berikut:
a. Care provider, memberikan asuhan keperawatan pada klien berdasarkan tahapan
proses keperawatan.
b. Educator, memberikan pendidikan kesehatan bagi klien.

5
c. Counselor, membantu klien dalam mengidentifikasi suatu masalah dan bersama
dengan klien mencari solusi terhadap masalah tersebut.
d. Role model, menunjukkan suatu perilaku yang dapat dipelajari olehmasyarakat
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan.
e. Advocate, melindungi dan membela kepentingan klien melalui tahapan
menentukan kebutuhan advokasi.
f. Case manager, mengelola kasus di komunitas yang dimulai dengan
mengidentifikasi kebutuhan kesehatan, membuat rencana perawatan, mengawasi
pelaksanaan, dan melakukan evaluasi.
g. Collaborator, berkomunikasi dengan anggota tim kesehatan lain, berpartisipasi
dan bekerjasama dalam mengambil keputusan serta menyelesaikan masalah klien.
h. Case finder, menemukan kasus di masyarakat menyediakan follow up care untuk
identifikasi kasus.
i. Change agent and leader, sebagai perubah perawat mampu menimbulkan
motivasi untuk berubah, membantu pelaksanaan perubahan, dan membantu
kelompok menginternalisasikan perubahan. Sedangkan, sebagai pemimpin
perawat memotivasi untuk mengambil tindakan, mengkoordinir aktifitas
kelompok dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan, membantu dalam
mengevaluasi efektifitas tindakan, serta memfasilitasi adaptasi anggota kelompok.
j. Researcher, mereview hasil riset secara kritis, mengaplikasikan hasil riset dalam
praktik.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas
Lingkup praktik keperawatan komunitas berupa asuhan keperawatan langsung
dengan fokus pemenuhan dasar kebutuhan dasar komunitas yang terkait
kebiasaan/prilaku dan pola hidup tidak sehat sebagai akibat ketidakmampuan masyarakat
beradaptasi dengan lingkunagan internal dan exsternal. Asuhan keperawatan komunitas
menggunanakan pendekatan proses keperawatan komunitas, yang terdiri atas
pengkajiaan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan entry point pada individu,
keluarga, kelompok, atau komunitas
1. Pengkajian Keperawatan Komunitas
Pada tahap pengkajian ini perlu didahului dengan sosialisasi program perawatan

6
kesehatan komunitas serta program apa saja yang akan dikerjakan bersama-sama
dalam komunitas tersebut. Sasaran dari sosialisasi ini meliputi tokoh masyarakat baik
formal maupun informal, kader masyarakat, serta perwakilan dari tiap elemen di
masyarakat (PKK, karang taruna, dan lainnya). Setelah itu, kegiatan dianjurkan
dengan dilakukannya Survei Mawas Diri (SMD) yang diikuti dengan kegiatan
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
Survei Mawas Diri adalah kegiatan perkenalan, pengumpulan, dan pengkajian
masalah kesehatan oleh tokoh masyarakat dan kader setempat di bawah bimbingan
petugas kesehatan atau perawat di desa (Depkes RI, 2007). Informasi tentang masalah-
masalah kesehatan di desa dapat diperoleh sebanyak mungkin dari kepala keluarga
yang bermukim di lokasi terpilih tersebut. Waktu pelaksanaan SMD dilaksanakan
sesuai dengan hasil kesepakatan pertemuan desa.
Perawat komunitas dan kader yang ditugaskan untuk melakukan survey mawas
diri meliputi :
a. Penentuan sasaran, baik jumlah KK maupun lokasinya
b. Penentuan jenis informasi masalah kesehatan yang akan dikumpulkan dalam
mengenal masalah kesehatan
c. Penentuan cara memperoleh informasi kesehatan, misalnya apakah akan
mempergunakan cara pengamatan atau wawancara. Cara memperoleh informasi
dapat dilakukan dengan kunjungan dari rumah ke rumah atau melalui pertemuan
kelompok sasaran
d. Pembuatan instrument atau alat untuk memperoleh informasi kesehatan. Misalnya
dengan menyusun daftar pertanyaan (kuesioner) yang akan dipergunakan dalam
wawancara atau membuat daftar hal- hal yang akan dipergunakan dalam
pengamatan.
e. Kelompok pelaksanaan SMD dengan bimbingan perawat di desa mengumpulkan
informasi masalah kesehatan sesuai dengan yang direncanaakan
f. Kelompok pelaksanaan SMD dengan bimbingan perawat di desa mengolah
informasi masalah kesehatan yang telah dikumpulkan sehingga dapat diperoleh
perumusan masalah kesehatan dan prioritas masalah kesehatan di wilayahnya.

7
Pengkajian asuhan keperawatan komunitas terdiri atas dua bagian utama, yaitu
inti komunitas (core) dan delapan subsistem yang melengkapinya. Inti komunitas
menjelaskan kondisi penduduk yang dijabarkan dalam demografi, vital statistik,
sejarah komunitas, nilai dan keyakinan, serta riwayat komunitas, sedangkan delapan
subsistem lainnya meliputi lingkingan fisik, pendidikan, keamanan, dan
transportasi, politik dan pemerintah, layanan kesehatan dan sosial, komunitas,
ekonomi, dan rekreasi.
2. Metode / Instrumen Pengkajian Komunitas
Metode pengumpulan data pengkajian asuhan keperawatan antara lain
Windshield survery, informant interview, observasi partisipasi, dan focus group
discussion (FGD).
a. Windshield Survery
Windshield survery dilakukan dengan berjalan-jalan di lingkungan komunitas
untuk menentukan gambaran tentang kondisi dan situasi yang terjadi di komunitas,
lingkungan sekitar komunitas, kehidupan komunitas, dan karakteristik penduduk
yang ditemui di jalan saat survai dilakukan.
b. Informant Interview
Sebelum terjun ke masyarakat, instrument pengkajian sebaiknya
dikembangkan dan dipersiapkan terlebih dahulu. Instrument yang perlu
dikembangkan untuk melakukan pengkajian terhadap masyarakat antara lain
kuesioner, pedoman wawancara, dan pedoman observasi. Untuk mendapatkan hasil
yang akurat dan agar masyarakat membina rasa percaya (trust) dengan perawat
diperlukan kontak yang lama dengan komunitas. Perawat juga harus menyertakan
lembar persetujuan (informed consent) komunitas yang dibubuhi tanda tangan atau
cap jempol akan melakukan tindakan yang membutuhkan persetujuan komunitas.
Informed consent juga mencantumkan jaminan kerahasian terhadap isi persetujuan
dan dapat yang telah disampaikan. Wawancara dilakukan kepada key informant
atau tokoh yang menguasai program.
c. Observasi Partisipasi
Setiap kegiatan kehidupan di komunitas perlu diobservasi. Tentukan berapa
lama observasi akan dilakukan, apa, dimana, waktu, dan tempat komunitas yang

8
akan di observasi. Kegiatan observasi dapat dilakukan menggunakan format
observasi yang sudah disiapkan terlebih dahulu, kemudian catat semua yang terjadi,
dengan tambahan penggunaan kamera atau video. Informasi yang penting
diperoleh menyangkut aktivitas dan arti sikap atau tampilan yang ditemukan di
komunitas. Observasi dilakukan terhadap kepercayaan komunitas, norma, nilai,
kekuatan, dan proses pemecahan masalah di komunitas.
d. Focus Group Discussion (FGD)
FGD merupakan diskusi kelompok terarah yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang mendalam tentang perasaan dan pikiran mengenai
satu topic melaui proses diskusi kelompok, berdasarkan pengalaman subjektif
kelompok sasaran terhadap satu institusi/produk tertentu FGD bertujuan
mengumpulkan data mengenai persepsi terhadap sesuatu, misalnya, pelayanan yang
dan tidak mencari consensus serta tidak mengambil keputusan menganai tindaka
yang harus dilakukan. Peserta FGD terdiri dari 6-12 orang dan harus homogen,
dikelompokkan berdasarkan kesamaan jenis kelamin, usia, latar belakang social
ekonomi (pendidikan,suku, status perkawinan, dsb). Lama diskusi maksimal 2
jam. Lokasi FGD harus memberikan situasi yang aman dan nyaman sehingga
menjamin narasumber berbicara terbuka dan wajar
FGD menggunakan diskusi yang terfokus sehingga membutuhkan pedoman
wawancara yang berisi pertanyaan terbuka, fasilitator, moderato, notulen, dan
observer. Fasilitator dapat menggunakan prtunjuk diskusi agar diskusi terfokus.
Peran fasilitator menjelaskan diskusi, mengarahkan kelompok, mendorong peserta
untuk berpartisipasi dalam diskusi, menciptakan hubungan baik, fleksibel, dan
terbuka terhadap saran, perubahan, gangguan, dan kurangnya partisipasi.
Perekam jalannya diskusi yang paling utama adalah pengamat merangkap
pencatat (observer dan recorder) hal yang perlu dicatat adalah tanggal diskusi,
waktu diskusi diadakan, tempat diskusi, jumlah peserta, tingkat partisipasi peserta,
gangguan selama proses diskusi, pendapat peserta apa yang membuat peserta
menolak menjawab atau membaut peserta tertawa, kesimpulan diskusi , dan
sebagainya. Pengguanaan alat perekam saat SGD berlangsung harus mendapat izin
dari responden terlebih dahulu.

9
Sebelum membuat instrument pengkajian keperawatan komunitas seperti
kuisioner, pedoman wawancara, pedomanobservasi, atau windshield survey, kisi-
kisi instrument pengkajian sebaiknya dibuat terlebih dahulu, agar data yang akan
ditanyakan dan dikaji kepada komunitas tidak tumpang tindih sehingga waktu yang
digunakan lebih efektif dan efisian
3. Diagnosis Keperawatan Komunitas
Data primer, data sekunder yang diperoleh melalui laporan/dokumen yang sudah
dibuat di desa/kelurahan puskesmas, kecamatan, atau dinas kesehatan, musalnya
laporan tahunan puskesmas, monografi desa, profil kesehatan, dsb, juga perlu
dikumpulkan dari komunitas. Setelah dikumpulkan melalui pengkajian, data
selanjutnya dianalisis, sehingga perumusan diagnosis keperawatan dapat dilakukan.
Diagnosis dirumuskan terkait garis pertahanan yang mengalami kondisi terancam.
Ancaman terhadap garis pertahanan fleksibel memunculkan diagnosis potensial;
terhadap garis normal memunculkan diagnosis resik; dan terhadap garis pertahanan
resisten memunculkan diagnosis actual/gangguan. Analisis data dibuat dalam bentuk
matriks
4. Intervensi: Plan Of Action (POA)
Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta
rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk
mengatasi atau meminimalkan stresor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga
tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel,
pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan normal, dan pencegahan
tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten (Anderson & McFarlane, 2000).
Tujuan terdiri atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Penetapan
tujuan jangka panjang (tujuan umum/TUM) mengacu pada bagaimana mengatasi
problem/masalah (P) di komunitas, sedangkan penetapan tujuan jangka pendek (tujuan
khusus/TUK) mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi (E). Tujuan jangka pendek
harus SMART (S= spesifik, M= measurable/dapat diukur, A= achievable/dapat
dicapai, R= reality, T= time limited/ punya limit waktu)
Rencana kegiatan yang akan dilakukan bersama masyarakat dijabarkan secara
operasional dalam planning of action (POA) yang disusun dan disepakati bersama

10
masyarakat saat MMD atau lokakarya mini masyarakat.

5. Implementasi

Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan program.


Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah masyarakat. Sering kali,
perencanaan program yang sudah baik tidak diikuti dengan waktu yang cukup untuk
merencanakan implementasi. Implementasi melibatkan aktivitas tertentu sehingga
program yang ada dapat dilaksanakan, diterima, dan direvisi jika tidak berjalan.
Implementasi keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan komunitas
menggunakan strategi proses kelompok, pendidikan kesehatan, kemitraan
(partnership), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Perawat komunitas
menggali dan meningkatkan potensi komunitas untuk dapat mandiri dalam memelihara
kesehatannya.

Tujuan akhir setiap program dimasyarakat adalah melakukan perubahan


masyarakat. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari anggota
masyarakat. Perubahan nilai dan norma di masyarakat dapat disebabkan oleh faktor
eksternal, seperti adanya undang-undang, situasi politik, dan kejadian kritis eksternal
masyarakat. Dukungan eksternal ini juga dapat dijadikan daya pendorong bagi
tindakan kelompok untuk melakukan perubahan prilaku masyarakat. Organisasi
ekternal dapat menggunakan model social planning dan locality development untuk
melakukan perubahan, menggalakkan kemitraan dengan memanfaatkan sumber daya
internal dan sumber daya eksternal.
C. Konsep Asuhan Keperawatan Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan individu yang berinteraksi pada suatu daerah atau
mempunyai karakteristik pada suatu daerah atau mempuyai karakteristik khusus yang
merupakan bagian dari masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2016). Asuhan keperawatan
kelompok adalah suatu langkah penyelesaian masalah kesehatan yang ditujukan kepada
suatu kelompok yang berfokus kepada upaya promotif dan preventiftanpa mengabaikan
upaya kuratif dan rehabilitatif. Sasaran asuhan kelompok adalah kelompok masyarakat
khusus yang berisiko terhadap munculnya masalah kesehatan baik yang terikat ataupun
tidak terikat dalam suatu institusi.

11
Sasaran kelompok terdiri dari:

1. Sasaran yang terikat oleh institusi, seperti kelompok Pasangan baru menikah, Bayi,
balita, kelompok ibu hamil, kelompok lansia atau kelompok dengan penyakit tertentu
2. Kelompok masyarakat khusus yang terikat institusi, seperti sekolah, tempat kerja,
pesantren, panti asuhan, panti lansia, rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan.

Asuhan keperawatan kelompok terdiri dari pengkajian, penegakkan diagnosis,


perencanaan, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian keperawatan kelompok


Pengkajian adalah fasel awal proses asuhan keperawatan kelompok. Tujuannya
adalah mengidentifikasi kebutuhan kelompok, mengklarifikasi masalah kesehatan
kelompok, mengidentifikasi kekuatan dan sumber-sumber yang ada di kelompok serta
mengidentifikasi risiko masalah kesehatan yang dapatterjadi pada kelompok.
2. Diagnosis keperawatan kelompok
Tahapan sebelum merumuskan diagnosis keperawatan adalah melakukan
analisis data dari hasil pengkajian. Diagnosis keperawatan merupakan clinical
judgment yang berfokus pada respon manusia terhadap kondisi kesehatan atau proses
kehidupan atau kerentanan (vulnerability) terhadap respon dari individu., keluarga,
kelompok atau komunitas. Label diagnosis keperawatan kelompok, yaitu actual,
potensial, dan risiko.
Penulisan diagnosis keperawatan kelompok ditulis tanpa menyebutkan penyebab
(etiologi) dari masalah kesehatan yang dialami. Cara menentukan diagnosis
keperawatan adalah:
a Mengidentifikasi keluhan klien
b Memasukkan domain
c Memasukkan kelas
d Melihat definisi diagnosis
e Melihat batasan karakteristik

12
Dalam menetapkan prioritas masalah perlu melibatkan kelompok dalam suatu
pertemuan dengan anggota kelompok. Perawat menentukan prioritas masalah
hendaknya memperhatikan 6 kriteria, yaitu:
a Kesadaran masyarakat akan masalah
b Motivasi masyarakat untuk menyelesaikan masalah
c Kemampuan perawat dalam mempengaruhi penyelesaian masalah
d Ketersediaan ahli atau pihak terkait terhadap penyelesain masalah
e Beratnya konsekuensi jika masalah tidak terselesaikan
f Mempercepat penyelesaian masalah dengan resolusi yang dapat dicapai
3. Perencanaan Keperawatan Kelompok
Tahapan menyusun perencanaan keperawatan adalah:
a Melakukan analisis data hasil pengkajian
b Menentukan diagnosis keperawatan berdasarkan NANDA atau ICNP
c Menentukan hasil (Outcome) yang terukur dan dapat dicapai berdasarkan NOC
dengan cara menentukan diagnosis keperawatan, memilih kriteria, memilih
indikator dan menentukan skala
d Menentukan intervensi berdasarkan NIC.
4. Implementasi Keperawatan Kelompok
Fokus implementasi adalah mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Implementasi yang dapat dilakukan pada asuhan keperawatan kelompok
antara lain:
a Promosi kesehatan: melaksanakan pendidikan atau penyuluhan kesehatan sesuai
kebutuhan kelompok
b Proses kelompok: memotivasi pembentukan dan membimbing kelompok swabantu
atau per grup
c Pemberdayaan masyarakat: memantau kegiatan kader kesehatan sesuai dengan jenis
kelompoknya
d Kemitraan: melakukan negosiasi dan menjalin kerjasama dengan pihak terkait (Dinas
Kesehatan, Puskesmas, Kelurahan, Kecamatan) dalam melakukan implementasi
5. Evaluasi Keperawatan Kelompok

13
Evaluasi adalah suatu proses untuk membuat penilaian secara sistematis dalam
mengukur keberhasilan asuhan keperawatan kelompok.
D. Konsep Asuhan Keperawatan Agregat Remaja
1. Perkembangan Remaja
Remaja merupakan tahapan seseorang yang berada di antara fase anak dan
dewasa. Hal ini ditandai dengan perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis, dan
emosional. Seorang remaja akan diberikan tanggungjawab yang lebih besar dari
kedua orang tuanya agar semakin mempelajari dunia dewasa dan perlahan
meninggalkan jiwa kekanak-kanakannya. Remaja yang baik akan mulai
mengaktualkan dirinya di dunia sosial. Selain itu, remaja mulai mengenal dan
memahami lawan jenisnya dan timbul rasa ingin diperhatikan oleh lingkungan. Tidak
sedikit remaja melakukan hal-hal ekstrim untuk menarik perhatian lingkungannya.
Pada remaja, terjadi perubahan fisik dan kognitif yang sangat cepat. Arti kata
kognitif dalah penalaran, penilaian, penangkapan makna, imajinasi, persepsi.
Pengertian kognitif secara umun mencakup aktivitas menilai, menduga,
memperkirakan, membayangkan, menyangka, memperhatikan, melihat, mengamati.
Menurut Piaget (1952) dalam Djiwandono (2005) definisi kognitif adalah
kemampuan berfikir individu yang terdiri atas kemampuan menghafal, memahami,
mengaplikasikan, menganalisa/mensintesis, mengevaluasi dan menciptakan.
Pengertian kognitif atau teori perkembangan kognitif Piaget menggambarkan tahapan
anak dalam beradaptasi dan mengintepretasikan berbagai objek, kejadian, dan realitas
di sekitarnya yang terdiri atas tahapan sensorik-motorik, pra operasional, operasional
konkrit, dn operasional formal.
Tujuan aspek kognitif adalah meningkatkan kemampuan intelektual seseorang
mulai dari kemampuan sederhana seperti mengingat hingga kemampuan kompleks
untuk menggabungkan sejumlah prosedur, metode, gagasan, ide untuk memecahkan
suatu masalah. Enam aspek kognitif menurut Blomm yaitu: Pengetahuan
(Knowledge), Pemahaman (Comprehension), Penerapan (Application), Analisis
(Analysis), Penilainan/penghargaan/evaluasi dan Kreasi (Kyle,2008)
Menurut Piaget dalam Djiwandono (2005), tahapan perkembangan kognitif
pada remaja adalah operasional formal. Remaja tidak serta-merta menerima informasi

14
secara pasif. Sebenarnya mereka mencari kebenaran informasi tersebut dengan
berbagai kemampuan mereka. Setelah itu mereka akan membuat konsep dari
informasi tersebut yang diyakini paling benar. Konsep tersebut akan selalu dipahami
dan dijadikan pedoman dalam mengembangan informasi lainnya. peran orangtua
dalam hal ini adalah menanamkan banyak informasi penting kepada anak sejak dini
agar saat remaja mereka sudah tidak kebingungan dalam mengembangkan kognitif
mereka.(Nursalam, 2007)
Pembatasan usia bagi remaja memang tidak dapat dipastikan. Seorang dikataka
remaja saat sudah mulai timbul perubahan fisik menjadi pubertas. Namun pada teori
Piaget, perkembangan kognitif seorang remaja berkembang antara usia 14 tahun
hingga 18 tahun. Secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin
teratur dan semakin abstrak pula cara berpikirnya. Dengan adanya teori ini,
menunjukkan bahwa pengajar di tingkat sekolah menengah pertama harus mampu
memunculkan keabstrakan yang dimiliki muridnya agar perkembangan kognitif dapat
berkembang dengan baik (Arvin,2000).
Pada awal tahap operasional formal, remaja berpikir sangat egois, idealis,
tertantang dengan berbagai hal baru dan khawatir jika tidak bisa melakukannya dan
merubahnya. Hal ini menyebabkan remaja lebih merasa hebat. Pada dasarnya remaja
harus memikirkan cara paling bijak dan benar, jika tidak maka remaja akan mudah
frustasi dan mencoba hal-hal yang tidak baik. Remaja yang mampu mengendalikan
pikirannya dengan baik memiliki banyak support sistem yang terus mengajarkan
tentang kebaikan. Support sistem tersebut berada pada orang tua, lingkungan,budaya,
agama dan komunitas yang diikutinya (Kyle, 2008).
Batasan usia remaja hingga saat ini menjadi bervariasi dari masing-masing
referensi yang terkait lingkungan budaya dan sejarahnya. Remaja sebagai tahap
perkembangan yang dimulai pada pubertas dari umur 13-20 tahun (DeLaune &
Ladner, 2011). Rentang usia remaja menurut Santrock (2007), sekitar dimulai dari 10-
13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Rentang usia tersebut dibagi menjadi 2
(dua) kategori, yakni masa remaja awal (early adolescence) dan masa remaja akhir
(late adolescence). Masa remaja awal berlangsung di masa sekolah menengah
pertama atau sekolah menengah akhir dan perubahan pubertas terbesar terjadi di masa

15
ini, adapun masa remaja akhir terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari
kehidupan.
Menurut Stanhope dan Lancaster (2004), periode remaja pada rentang umur 10
hingga 21 tahun yang dibagi menjadi 3 kategori, yakni remaja awal (early
adolescence) (10-13 tahun), remaja tengah (middle adolescence) (14-17 tahun), dan
remaja akhir (late adolescence) (18-21 tahun). Adapun remaja menurut WHO
(2012a), yang telah diadopsi pula oleh Kemenkes RI (2012), adalah berusia 10-19
tahun. Secara spesifik, WHO (2012b), memberikan istilah young people (10-24
tahun) yang dibagi menjadi early adolescent (remaja awal) yang berusia 10-14 tahun,
late adolescent (remaja akhir) yang berusia 15-19 tahun, dan young adulthood
(dewasa muda) yang berusia 20-24 tahun. Jadi, rentang usia remaja (adolescent) yang
dijadikan acuan dalam penelitian ini merujuk pada ketentuan WHO dengan rentang
usia 10-19 tahun. Remaja pada sekolah menengah ke atas berada pada rentang usia
15-19 tahun atau remaja akhir.
a. Perkembangan Moral
Perkembangan seorang individu dimulai pada masa anak-anak awal,
namun akan membentuk sebagai kepribadian pada masa remaja. Remaja
menggunakan pertimbangannya sendiri untuk menilai peraturan dan tidak lagi
menggunakan peraturan hanya untuk menghindari hukuman seperti pada masa
anak-anak. Remaja berbeda dengan anak pada tahap usia sebelumnya dalam hal
penerimaan keputusan. Anak pada tahap usia sebelum remaja hanya dapat
menerima sudut pandang orang dewasa, sedangkan seorang remaja harus
mengganti seperangkat moral dan nilai mereka sendiri untuk memperoleh otoritas
dari orang dewasa. Saat prinsip yang lama tidak lagi diikuti, tetapi nilai yang baru
belum muncul, remaja akan mencari peraturan moral yang sesuai dengan jati diri
mereka dan mengatur tingkah laku mereka, terutama dalam menghadapi tekanan
yang kuat untuk melanggar keyakinan yang lama. Keputusan mereka yang
melibatkan dilema moral harus berdasarkan pada prinsip-prinsip moral awal yang
ditanamkan dalam diri mereka sebagai sumber untuk mengevaluasi tuntutan
situasi dan merencanakan serangkaian tindakan yang konsisten dengan ide
mereka.

16
Masa remaja akhir dicirikan dengan suatu pertanyaan serius mengenai nilai
moral yang telah ada dan keterkaitannya terhadap masyarakat dan individu.
Remaja dengan mudah dapat mengambil peran lain. Mereka memahami tugas
dan kewajiban berdasarkan hak timbal balik dengan orang lain, dan juga
memahami konsep keadilan yang tampak dalam penetapan hukuman terhadap
kesalahan dan perbaikan atau penggantian apa yang telah dirusak akibat tindakan
yang salah. Namun demikian, mereka mempertanyakan peraturan-peraturan
moral yang telah ditetapkan sebagai akibat dari observasi remaja bahwa suatu
peraturan secara verbal berasal dari orang dewasa tetapi mereka tidak mematuhi
peraturan tersebut. Remaja memahami bahwa peraturan sebenarnya merupakan
suatu persetujuan bersama yang dapat disesuaikan dengan situasi dan tidak
bersifat absolut.
b. Perkembangan Spiritual
Menurut Fowler dalam Kozier (2009), remaja atau individu dewasa muda
mencapai tahap sintetik-konvensional perkembangan spiritual. Saat menghadapi
berbagai kelompok di masyarakat, remaja terpapar dengan berbagai jenis
pendapat, keyakinan, dan perilaku terkait masalah agama. Menurut Kozier
(2009), remaja dapat menyelesaikan perbedaan dengan cara memutuskan bahwa
perbedaan adalah hal yang salah atau mengelompokkan perbedaan. (misalnya
seorang teman tidak dapat pergi hangout pada setiap malam jumat karna
menghadiri acara keagamaan, namun teman tersebut dapat melakukan kegiatan
bersama pada harilain). Remaja sering percaya bahwa berbagai keyakinan dan
praktik keagamaan lebih memiliki kesamaan daripada perbedaan. Pada tahap ini,
remaja berfokus pada persoalan interpersonal, bukan konseptual.
Remaja mungkin menolak aktivitas ibadah yang formal tetapi melakukan
ibadah secara individual dengan privasi dalam kamar mereka sendiri. Mereka
mungkin memerlukan eksplorasi terhadap konsep keberadaan Tuhan.
Membandingkan agama mereka dengan agama orang lain dapat menyebabkan
mereka mempertanyakan kepercayaaan mereka sendiri tetapi pada akhirnya akan
menghasilkan perumusan dan penguatan spiritualitas mereka.
c. Perkembangan Psikososial

17
Masa remaja terdiri atas tiga subfase yang jelas, yaitu remaja awal atau
early adolescence (11-14 tahun), remaja pertengahan atau middle adolescence
(15-17 tahun), dan remaja akhir atau late adolescence (18-20 tahun) (Wong,
2001). Remaja awal (early adolescence) biasanya masih terheran-heran dengan
perubahan fisik yang terjadi pada tubuhnya sendiri. Pada tahap remaja awal
terdapat tekanan untuk memiliki suatu kelompok dan memiliki hubungan
persahabatan dengan teman sesame jenis. Remaja menganggap memiliki sebuah
kelompok adalah hal yang penting karena mereka merasa menjadi bagian dari
kelompok dan kelompok dapat memberi mereka rasa status. Remaja akan mulai
mencocokan cara dan minat berpenampilan sesuai dengan kelompoknya dan
cemas terhadap penampilan fisiknya. Menjadi individu yang berbeda
mengakibatkan remaja tidak diterima oleh kelompoknya. Pada tahap remaja
awal, remaja akan menyatakan kebebasan dan merasa sebagai seorang individu,
bukan hanya sebagai seorang anggota keluarga. Proses perkembangan identitas
pribadi ini memakan waktu dan penuh dengan periode kebingungan, depresi, dan
keputusasaan. Dampak negatif proses perkembangan identitas tersebut adalah
perilaku memberontak, kasar dan melawan. Pada tahap ini, remaja mulai
menentukan batasan ketergantungan dari orang tua dan berusaha mandiri (Wong,
2001).
Remaja pertengahan (middle adolescence) biasanya merasa senang jika
banyak teman yang menyukainya. Remaja cenderung mencintai dirinya sendiri
dan menyukai teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya.
Remaja ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan teman-temannya
daripada dengan keluarga, mulai berpacaran, dan menolak campur tangan orang
tua dalam mengendalikannya. Remaja pada tahap ini terus-menerus
bereksperimen untuk mendapatkan diri yang dirasakan nyaman bagi mereka. Hal
ini dapat dilihat dari cara berpakaian dan penampilan seperti baju, gaya rambut,
dan lain-lain yang berubah-ubah. Hal yang postif dari remaja pertengahan adalah
lebih tenang, sabar, toleransi, dapat menerima pendapat orang lain walaupun
berbeda dengan pendapatnya, lebih bersosialisasi, tidak lagi pemalu, belajar
berpikir independen dan membuat keputusan sendiri, dan ingin tahu banyak hal.

18
Pada tahap ini merupakan titik rendah dalam hubungan orang tua-anak. Terdapat
konflik besar mengenai kemandirian remaja dengan orang tua (Wong, 2001).
Remaja akhir (late adolescence) merupakan masa konsolidasi menuju
periode dewasa dan ditandai dengan minat yang makin mantap terhadap fungsi-
fungsi intelek, terbentuk identitas sesksual yang tidak akan berubah lagi,
egosentris (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan
keseimbangan Antara kepentingan diri sendiri. Remaja lebih mampu
mengendalikan emosinya. Mereka amou menghadapi masalah dengan tenang dan
rasional, dan walaupun masih mengalami periode depresi, perasaan mereka lebih
kuat dan mulai menunjukkan emosi yang lebih matang. Remaja akan belajar
mengatasi stress yang dihadapinya, dan biasanya lebih suka mengatasinya dengan
pergi bersama teman dibandingkan dengan keluarganya. Rasa takut dan stressor
yang umum terjadi pada remaja adalah hubungan dengan lawan jenis,
kecenderungan atau perasaan homoseksual, dan kemampuan untuk menerima
peran orang dewasa (Muscari, 2001) Remaja juga akan cenderung menggeluti
masalah sosial politik bahakan agama. Pada tahap ini remaja akan memiliki
pasangan yang lebih serius dan banyak mengahabiskan waktu dengan mereka.
Jika terdapat kecemasan dan ketidakpaastian masa depan, maka hal tersebut
dapat merusak harga diri dan keyakinan diri remaja tersebut. Pada tahap ini,
pemisahan emosional dan fisik dari orang tua telah dilakukan daan tercapainnya
kemandirian remaja jika berasal dari keluarga dengan konflik yang minimal
(Wong, 2001).
2. Tugas Perkembangan pada Masa Remaja
a. Menerima citra tubuhSeringkali sulit bagi remaja untuk menerima keadaan
fisiknya bila sejak kanak-kanak mereka telah mengagungkan konsep mereka
tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Diperlukan waktu untuk
memperbaiki konsep ini dan untuk mempelajari cara- cara memperbaiki
penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan apa yang dicita-citakan (Hurlock,
1998).
b. Menerima identitas seksualMenerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat
tidaklah mempunyai banyak kesulitan bagi anak laki-laki, mereka telah didorong

19
dan diarahkan sejak awal masa kanak-kanak. Tetapi berbeda bagi anak
perempuan, mereka didorong untuk memainkan peran sederajat sehingga usaha
untuk mempelajari peran feminim dewasa memerlukan penyesuaian diri selama
bertahun-tahun (Hurlock, 1998).
c. Mengembangkan sisitem nilai personalRemaja megembangkan sistem nilai yang
baru misalnya remaja mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti
harus mulai dari nol dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana harus bergaul
dengan mereka (Hurlock, 1998).
d. Membuat persiapan untuk hidup mandiriBagi remaja yang sangat mendambakan
kemandirian, usaha untuk mandiri harus didukung oleh orang terdekat (Hurlock,
1998).
e. Menjadi mandiri atau bebas dari orangtuaKemandirian emosi berbeda dengan
kemandirian perilaku. Banyak remaja yang ingin mandiri, tetapi juga
membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari orang tua atau orang dewasa lain.
Hal ini menonjol pada remaja yang statusnya dalam kelompok sebaya yang
mempunyai hubungan akrab dengan anggota kelompok dapat mengurangi
ketergantungan remaja pada orang tua (Hurlock, 1998).
f. Mengembangkan ketrampilan mengambil Keputusan. Ketrampilan mengambil
keputusan dipengaruhi oleh perkembangan ketrampilan intelektual remaja itu
sendiri, misal dalam mengambil keputusan untuk menikah di usia remaja
(Hurlock, 1998).
g. Mengembangkan identitas seseorang yang dewasaRemaja erat hubungannya
dengan masalah pengembangan nilai- nilai yang selaras dengan dunia orang
dewasa yang akan dimasuki, adalah tugas untuk mengembangkan perilaku sosial
yang bertanggung jawab (Hurlock, 1998).
3. Masalah Kesehatan Pada Remaja dan Peran Perawat Komunitas dalam Mengatasi
Masalah
Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan
emosi, dan kehidupan sosial. WHO mendefinisikan remaja sebagai perkembangan
dari saat timbulnya tanda seks sekunder hingga tercapainya maturasi seksual dan
reproduksi, suatu proses pencapaian mental dan identitas dewasa, serta peralihan dari

20
ketergantungan sosioekonomi menjadi mandiri. Terdapat berbagai masalah kesehatan
di usia remaja yang saat ini marak terjadi di komunitas masyarakat (Wong, 2008).
a. Merokok
Bahaya merokok pada setiap tingkat usia tidak diragukan lagi; namun
demikian, pendekatan pencegahan terhadap remaja yang merokok sangat penting.
Merokok di kalangan remaja merupakan perilaku kompleks yang tidak dapat
dijelaskan oleh satu faktor penyebab. Dampak yang paling berbahaya dari
merokok adalah terjadinya adiksi seumur hidup. Sekitar 90% dari semua
pengguna tembakau mulai merokok ketika mereka masih anak-anak dan remaja
di bawah usia 18 tahun (Office of Smoking and Health, 1996 dalam Wong,
2008). Selain itu, hasil riset menunjukkan adanya hubungan yang jelas antara
penggunaan tembakau, penggunaan alkohol dan obat-obatan lain, dan perilaku
berisiko tinggi (Willard dan Schoenborn, 1995 dalam Wong, 2008). Banyak
penyebab yang membuat para remaja mulai merokok, yaitu karena meniru sifat
orang dewasa, tekanan dari sebaya, dan meniru sifat orang yang terkenal yang
biasanya merokok.
Program paling efektif yang dilakukan oleh perawat adalah program
komunitas luas yang melibatkan orangtua, teman sebaya, media cetak, dan
organisasi masyarakat. Dua area fokus program antirokok adalah program
mengajak teman sebaya untuk menekankan akibat-akibat dari merokok dan
menggunakan media, seperti film, untuk pencegahan merokok.
b. Kehamilan Remaja
Aktivitas seksual remaja dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan
yang serius. Remaja yang aktif secara seksual rentan mengalami hamil di luar
nikah dan tertular penyakit menular seksual. Pada tahun 1995 lebih dari satu dari
lima remaja putri yang aktif secara seksual mengalami kehamilan (Kaufmann
dkk, 1998 dalam Wong, 2008). Remaja yang hamil dan bayinya berisiko tinggi
mengalami morbiditas, mortalitas, kemiskinan, dan residivisme. Selain itu,
penelitian juga memperlihatkan bahwa kehamilan di usia muda (usia kurang dari
20 tahun) sering kali berkaitan dengan munculnya kanker rahim. Hal ini
berkaitan erat dengan belum sempurnanya perkembangan dinding uterus.

21
Kehamilan yang tidak diinginkan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain kurangnya pengetahuan mengenai proses terjadinya kehamilan dan metode
pencegahan kehamilan, akibat terjadinya tindak pemerkosaan, dan kegagalan alat
kontrasepsi. Perawat dapat menganjurkan kepada orangtua untuk melakukan
pengawasan terhadap perilaku anak dengan menanyakan aktivitas harian mereka
c. Penyakit Menular Seksual
Remaja yang aktif secara seksual berisiko tinggi tertular PMS. Secara
fisiologis, serviks remaja putri memiliki ektropion (eversi kanalis serviks uteri)
yang besar, terdiri atas sel-sel epitelial kolumnar yang jauh lebih rentan tertular
PMS, terutama HPV dan klamidia. Faktor perilaku juga berpengaruh dalam
meningkatkan risiko, faktor tersebut antara lain memulai hubungan seksual pada
usia dini, prevalensi yang tinggi di antara pasangan seksual, dan penggunaan
pelindung atau kontrasepsi yang tidak konsisten. Sebagai contoh, kebanyakan
infeksi HIV yang didiagnosis di masyarakat usia 20-an tahun ternyata diperoleh
ketika remaja (Centers for Disease Control and Prevention, 1996 dalam Wong,
2008).
Tanggung jawab keperawatan meliputi semua aspek pendidikan,
kerahasiaan, pencegahan, dan penanganan PMS. Pendidikan seks pada remaja
harus terdiri atas informasi tentang PMS, termasuk gejala, dan penanganannya.
Usaha pencegahan primer untuk mencegah PMS, yaitu mendorong untuk tidak
melakukan hubungan seksual, mendorong menggunakan kondom, dan vaksinasi
hepatitis B. Selain itu, terdapat pencegahan sekunder yang dapat dilakukan
perawat, yaitu dengan membantu mengidentifikasi kasus secara dini dan merujuk
remaja untuk menerima pengobatan. Perawat juga terlibat dalam pencegahan
tersier dengan menurunkan efek-efek medis dan psikologis akibat PMS,
menghubungi kelompok pendukung untuk remaja yang terinfeksi HIV, virus
herpes simpleks, dan HPV, dan dengan membantu remaja yang hamil dalam
memperoleh skrining serta pengobatan yang adekuat.
d. Penyalahgunaan Zat
Pemakaian zat, terutama obat-obatan oleh anak-anak dan remaja untuk
mengakibatkan perubahan status kesadaran diyakini dapat merefleksikan

22
perubahan yang terjadi dalam hidup mereka dan stres yang ditimbulkan oleh
perubahan tersebut. Secara tidak langsung, narkoba dan alkohol biasanya terkait
erat dengan pergaulan seksual bebas. Penyalahgunaan obat adalah pemakaian
teratur obat-obatan selain untuk tujuan pengobatan dan sampai tingkat
penyalahgunaan yang menyebabkan cedera fisik atau psikologik pada pengguna
dan/atau merusak masyarakat. Pada akhirnya, remaja dapat ketagihan terhadap
narkotik dengan atau tanpa kebergantungan secara fisik, dan seseorang mungkin
secara fisik bergantung pada narkotik tanpa merasa ketagihan. Beberapa jenis
penyalahgunaan obat dapat berupa alkohol, kokain, narkotik (meliputi opiat
seperti heroin, morfin, fentanil, hidromorfon, dan kodein), depresan dan stimulan
sistem saraf pusat, dan obat-obatan yang memengaruhi pikiran (halusinogen).
Perawat sekolah dan perawat yang bekerja di komunitas berperan penting
dalam mengidentifikasi keluarga dengan masalah penyalahgunaan zat.
Identifikasi awal pada keluarga dengan masalah penyalahgunaan zat adalah hal
penting untuk mencegah penyalahgunaan zat pada anak-anak dan remaja
(Werner, Joffe, dan Graham, 1999 dalam Wong, 2008).
4. Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan upaya pengumpulan data secara lengkap dan
sistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisa sehingga masalah
kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu, keluarga atau kelompok
yang menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis, social ekonomi,
maupun spiritual dapat ditentukan. Dalam tahap pengkajian ada lima kegiatan
yaitu : pengumpulan data, pengolahan data, analisa data, perumusan atau
penentuan masalah kesehatan masyarakat dan prioritas masalah.
Prinsip pengkajian communnity as partner:
1) Menggunakan proses yang sistematis dan komprehensif
2) Bekerja didalam kemitraan dengan komunitas
3) Berfokus pada prevensi primer
4) Promosi lingkungan sehat
5) Target untuk semua yang mungkin merasakan manfaat

23
6) Memberikan prioritas pada kebutuhan komunitas
7) Meningkatkan alokasi sumber yang optimal
8) Bekerjasama dengan berbagai pihak di komunitas

Kegiatan pengkajian yang dilakukan dalam pengumpulan data meliputi :

1) Data Inti, meliputi : riwayat atau sejarah perkembangan komunitas, data


demografi, vital statistic, status kesehatan komunitas
2) Data lingkungan fisik, meliputi : pemukiman, sanitasi, fasilitas, batas-batas
wilayah, dan kondisi geografis
3) Pelayanan kesehatan dan social, meliputi : pelayanan kesehatan, fasilitas social
(pasar, toko, dan swalayan)
4) Ekonomi, meliputi : jenis pekerjaan, jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan,
jumlah pengeluaran rata-rata tiap bulan, jumlah pekerja dibawah umur, ibu
rumah tangga dan lanjut usia.
5) Keamanan dan transportasi
6) Politik dan keamanan, meliputi : system pengorganisasian, struktur organisasi,
kelompok organisasi dalam komunitas, peran serta kelompok organisasi dalam
kesehatan
7) Sistem komunikasi, meliputi : sarana untuk komunikasi, jenis alat komunikasi
yang digunakan dalam komunitas, cara penyebaran informasi
8) Pendidikan, meliputi : tingkat pendidikan komunitas, fasilitas pendidikan yang
tersedia, dan jenis bahasa yang digunakan
9) Rekreasi, meliputi : kebiasaan rekreasi dan fasilitas tempat rekreasi
b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data dan
menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat
diketahui tentang kesenjangan atau masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Tujuan analisa data;
1) Menetapkan kebutuhan komunitas
2) Menetapkan kekuatan
3) Mengidentifikasi pola respon komunitas

24
4) Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.
c. Prioritas Masalah
Dalam menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat dan
keperawatan yang perlu pertimbangan berbagai faktor sebagai kriteria penapisan,
diantaranya:
1) Sesuai dengan perawat komunitas
2) Jumlah yang berisiko
3) Besarnya resiko
4) Kemungkinan untuk pendidikan kesehatan
5) Minat masyarakat
6) Kemungkinan untuk diatasi
7) Sesuai dengan program pemerintah
8) Sumber daya tempat
9) Sumber daya waktu
10) Sumber daya dana
11) Sumber daya peralatan
12) Sumber daya orang
Masalah yang ditemukan dinilai dengan menggunakan skala pembobotan,
yaitu : 1 = sangat rendah, 2 = rendah, 3 = cukup, 4 = tinggi, 5 = sangat tinggi.
Kemudian masalah kesehatan diprioritaskan berdasarkan jumlah keseluruhan
scoring tertinggi.

d. Diagnosa Keperawatan
Untuk menentukan masalah kesehatan pada masyarakat dapatlah
dirumuskan diagnosa keperawatan komunitas yang terdiri dari :
1) Masalah (Problem)
Yaitu kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang terjadi.
2) Penyebab (Etiologi)
Yang meliputi perilaku individu, keluarga, kelompok dan masyarakat,
lingkungan fisik dan biologis, psikologis dan sosial serta interaksi perilaku
dengan lingkungan.

25
3) Tanda dan Gejala (Sign and Symptom)
Yaitu informasi yang perlu untuk merumuskan diagnosa serta serangkaian
petunjuk timbulnya masalah.
Diagnosa keperawatan NANDA untuk meningkatkan kesehatan yang bisa
ditegakkan pada adolesens, yaitu :
1. Risiko cedera yang berhubungan dengan:
a. Pilihan gaya hidup
b. Penggunaan alcohol, rokok dan obat
c. Partisipasi dalam kompetisi atletik, atau aktivitas rekreasi
d. Aktivitas seksual
2. Risiko infeksi yang berhubungan dengan:
a. Aktivitas seksual
b. Malnutrisi
c. Kerusakan imunitas
3. Perubahan pemeliharaan kesehatan yang berhubungan dengan:
a. Kurangnya nutrisi yang adekuat untuk mendukung pertumbuhan
b. Melewati waktu makan; ikut mode makanan
c. Makan makanan siap saji, menggunakan makanan yang mudah atau mesin
penjual makanan
d. Kemiskinan
e. Efek penggunaan alcohol atau obat
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan:
a Tidak berpengalaman dengan peralatan rekreasional yang tidak dikenal
b Kurang informasi tentang kurikulum sekolah
5. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan:
a. Perasaan negatif tentang tubuh
b. Perubahan maturasional yang berkaitan dengan laju pertumbuhan adolesens
e. Intervensi (Perencanaan) Keperawatan
Perencanaan asuhan keperawatan komunitas disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan komunitas yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan

26
pasien. Jadi perencanaan keperawatan meliputi: perumusan tujuan, rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan dan kriteria hasil untuk mencapai tujuan.
Masalah kesehatan adolesens
Intervensi promosi kesehatan
1) Cedera tidak disengaja
a) Anjurkan adolesens untuk mengikuti program pendidikan mengemudi dan
menggunakan sabuk keselamatan
b) Informasikan adolesens tentang risiko yang berkaitan dengan minum dan
berkendaraan; penggunaan obat
c) Tingkatkan penggunaan helm oleh adolesens yang menggunakan kendaraan
bermotor
d) Yakinkan adolesens mendapatkan orientasi yang tepat untuk penggunaan
semua alat olahraga
2) Penggunaan zat
Periksa penggunaan zat, seperti alcohol, rokok dan obat-obatan serta informasikan
risiko penggunaannya
3) Bunuh diri
- Berikan informasi tentang bunuh diri
- Ajarkan metode untuk bertemu dengan sebaya yang mencoba bunuh diri
4) Penyakit menular seksual
b) Berikan adolesens informasi mengenai penyakit, bentuk penularan, dan gejala
yang berhubungan
c) Dorong pantangan terhadap aktivitas seksual; atau bila aktif seksual, tentang
penggunaan kondom
d) Berikan informasi akurat tentang konsekuensi aktivitas seksual
f. Implementasi Keperawatan
Merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan komunitas yang telah
disusun. Prinsip dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, yaitu :
a) Berdasarkan respon masyarakat.
b) Disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di masyarakat.

27
c) Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara diri sendiri serta
lingkungannya.
d) Bekerja sama dengan profesi lain.
e) Menekankan pada aspek peningkatan kesehatan masyarakat dan pencegahan
penyakit.
f) Memperhatikan perubahan lingkungan masyarakat.
g) Melibatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan.
g. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan kerhasialn tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara proses dengan
pedoman atau rencana proses tersebut.
E. Konsep RW Siaga
1. Definisi RW Siaga
RW Siaga adalah RW yang warganya memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan,
bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri (Kemenkes RI, 2017). RW
Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau, dan mampu untuk
mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti
kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian
luar biasa dengan memanfaatkan berbagai sumber daya dan potensi setempat secara
gotong royong.
2. Tujuan Pembentukan RW Siaga
RW Siaga terbentuk berdasarkan Permenkes No.564/2006:
a Maksud
1) Menata kesiapan warga masyarakat dalam karya bakti nyata melalui kegiatan
pencegahan dan pengendalian bencana serta pertolongan kesehatan bagi
masyarakat
2) Penyelenggaraan RW Siaga merupakan suatu upaya untuk menyediakan
wadah bantuan solidaritas sosial kemanusiaan dalam membantu mengatasi
setiap keadaan gawat darurat yang menimpa warga di lingkungannya.

28
3) Organisasi RW Siaga mampu melakukan kegiatan yang dapat meringankan
beban biaya proses persalinan masyarakat yang belum mampu serta
pengawas8an gizi keluarga.
b Tujuan
1) Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan
2) Meningkatnya kegiatan masyarakat dalam mengantisipasi dan melakukan
tindakan penyelamatan terhadap ibu hamil, , bayi, anak dan masyarakat.
3) Meningkatnya kegiatan masyarakat dalam pengamatan penyakit, dan faktor
resiko, kesiapsiagaan bencana dan Kejadian Luar Biasa (KLB)
4) Meningkatnya kadar gizi keluarga dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS)
Meningkatnya sanitasi dasar (RAKSA)
5) Meningkatnya UKBM.
3. Struktur Organisasi RW Siaga
Struktur organisasi/kepengurusan RW Siaga terdiri dari:
a. Pembina
1) Memberikan pembinaan secara berkala terhadap kegiatan RW Siaga
2) Memberikan bimbingan terhadap anggota RW Siaga
3) Mengevaluasi program dan pelaksanaan kegiatan RW Siaga
b. Ketua
1) Mengkoordinasikan kegiatan RW Siaga
2) Memimpin kegiatan pertemuan RW Siaga
3) Membagi tugas kegiatan RW Siaga pada anggota setiap unit
4) Membantu anggota RW Siaga untuk melakukan kegiatan pengawasan
5) Membantu pengawasan pelaksanaan kegiatan RW Siaga
6) Mengevaluasi kegiatan RW Siaga
c. Petugas Kesehatan
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa
d. Sekretaris
1) Mencatat seluruh kegitan RW Siaga
2) Melaporkan kegiatan hasil kepada seluruh anggota RW Siaga

29
3) Menginformasikan kepada tiap anggota pada setiap pertemuan
4) Pengurusan surat menyurat dan pengarsipan
e. Bendahara
1) Bertanggung jawab terhadap pengeluaran dan pemasukan dana
2) Menghimpun semua dana yang masuk
3) Mencatat pemasukan dan pengeluaran dana RW Siaga
4) Melaporkan keuangan kepada ketua dan seluruh anggota RW Siaga
f. Anggota
1) Melaksanakan kegiatan RW Siaga sesuai dengan unitnya
2) Melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan unit unit RW Siaga kepada
koordinator tiap unit
3) Bekerjasama dengan anggota yang lain dalam kegiatan RW Siaga
4) Pemilihan perangkat /pengurus RW Siaga ini beranggotakan wakil dari
masing-masing RT.
4. Indikator RW Siaga
a. Memiliki forum komunikasi masyarakat RW, jika terdapat minimal fasilitator
masyarakat kelurahan, susunan pengurus RW Siaga
b. Memiliki fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan sistem rujukan, jika terdapat
fasilitas kesehatan dasar, misalnya pustu, polindes atau rumah bersalin
c. Memiliki UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) yang dikembangkan,
jika terdapat 1 posyandu per RW.
d. Memiliki sistem pengamatan penyakitdan faktor risiko berbasis masyarakat, jika
terdapat kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan di tingkat masyarakat yang
mencakup minimal 80% kegiatan dilaporkan secara lengkap, tepat waktu (dengan
periode 24 jam atau rutin tiap bulan) adanya data pemantauan wilayah setempat
yang berisiko.
e. Memiliki penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat,
jika minimal terdapat stimulasi atau gladi bencana, minimal 1 kali setahun di
daerah tidak rawan dan 2 kali setahun di daerah rawan bencana.

30
f. Adanya upaya mewujudkan lingkungan sehat, jika terdapat gerakan masyarakat
untuk meningkatkan atau memelihara kualitas lingkungan yang dilaksanakan
secara rutin, minimal 1 kali seminggu di setiap rt.
g. Adanya upaya mewujudkan PHBS jika minimal terdapat pendataan dan
visualisasi data PHBS rumah tangga minimal 1 kali setahun, kegiatan promosi
PHBS minimal 1 kali sebulan, kegiatan tindak lanjut dari hasil pendataan dan
promosi PHBS.
h. Adanya upaya mewujudkan KADARZI (Keluarga Sadar Gizi) dan terbentuknya
kadarzi, jika minimal terdapat pendataan dan visualisasi data kadarzi minimal 1
kali setahun, kegiatan promosi kadarzi minimal 1 kali sebulan, dan kegiatan
tindak lanjut dari hasil pendataan dan promosi kesehatan.
5. POKJA (Kelompok Kerja RW Siaga)
a. Pokja Kadarzi (KIA dan LANSIA)
1) Mengidentifikasi dan memantau kondisi gizi balita (penimbangan, PMT,
penyuluhan, pemberian vitamin A)
2) Mengidentifikasi status gizi balita (BGM, gizi kurang, gizi buruk) melalui
pemantauan KMS (kartu menuju sehat)
3) Mengidentifikasi pertumbuhan dan perkembangan balita
4) Mengidentifikasi dan memantau kadarzi (contoh memantau keluarga dengan
balita yang kurang gizi)
5) Membantu pemanfaatan perkarangan untuk meningkatkan gizi keluarga
(misalnya penanaman TOGA)
6) Mengidentifikasi dan memantau gizi ibu hamil
7) Mengidentifikasi dan memantau gizi lansia
b. Pokja PHBS (KIA, Lansia, Remaja)
1) Melakukan kegiatan UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) yang
dikembangkan seperti:
a) Posyandu balita, misalnya melalui penyuluhan tentang tumbuh kembang
balita
b) Posyandu lansia, misalnya melakukan penkes tentang penyakit pada lansia
ataupun kondisi kondisi yang dapat membuat lansia cidera

31
c) TOGA, melalui penanaman tanaman obat yang bermanfaat bagi kesehatan
d) Pos UKK, melalui identifikasi masalah kesehatan pekerjaan yang dominan
di wilayah RT
c. Pokja Lingkungan
1) Melakukan penyuluhan kesehatan lingkungan
2) Membantu pengelolaan sampah air bersih
3) Membantu pengelolaan kebersihan lingkungan (gotong royong), pemantauan
jentik
d. Surveilance
1) Mengamati perkembangan penyakit yang berpotensi wabah di masyarakat
seperti DBD, malaria, diare, campak, ISPA, keracunan, HIV/AIDS, NAPZA.
2) Menggalakkan imunisasi di posyandu dan anak sekolah
e. Pokja Kegawatdaruratan
1) Menyelenggarakan tindakan tanggap bencana alam (banjir, longsor) bencana
karena kelalaian manusia (kebakaran, keracunan)bencana karena penyakit
(bencana yang berpotensi wabah). Seperti pemberian pertolongan pertama
pada korban banjir.
2) Menyelenggarakan pertolongan pertama pada hal-hal yang dapat
menyebabkan kematian

32
Daftar Pustaka

Allender, J. A & Spradley, B. W. (2001). Community Health Nursing: Concept and


Practice, Fifth Edition. Lippincott: Philadelphia.
Allender, Judith A., & Spardley, Barbara W. (2004). Communiti health nursing:
Promoting and protecting the public’s health 6th ed. Lippincott: Philadelphia.
Allender, J.A., Rector, C., & Warner, K.D. (2010). Community Health Nursing;
Promoting & Protecting The Public’s Health. (7th ed). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Anderson, E., & McFarlane, J. (2011). Community as partner: Theory and practice in
nursing (6th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health / Lippincott Williams
& Wilkins.
Bulechek, Gloria. M, et al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). Sixth
Edition. United States of America: Elsevier.
Depkes RI. (2009). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-
2025. Jakarta: Depkes RI.
Efendi, Ferry. 2009. Keperawatan kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Effendi. (2009). Manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Salemba Medika.
Henny, Achjar Komang Ayu. 2011. Asuhan Keperawatan Komunitas: Teori dan
praktek. Jakarta: EGC.
Heriandi. 2004. Laporan Tugas Khusus Telaah Kemitraan Program Akademi Fantasi
Indosiar (AFI), Program Pasca Sarjana, Kesehatan Masyarakat, FKM UI.
Hitchcock, J.E., Schubert, P.E, Thomas, S.A., (1999). Community Health Nursing:
Caring in Action. Boston: Delmar.
Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia (IPPKI). (2017). Panduan Asuhan
Keperawatan: Individu, Keluarga, Kelompok, dan Komunitas dengan Modifikasi
NANDA, ICNP, NOC dan NIC di Puskesmas dan Masyarakat. Jakarta: UI Press.
Maurer, F.A., & Smith, C.M. (2005). Community/public health nursing practice: health
for families and populations. (3th ed). St. Louis: Elsevier Saunders.

33
Moorhead, Sue. et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Fifth Edition.
United States of America: Elsevier.
NANDA. (2018). Nursing Diagnosis. EGC: Jakarta.
Northouse, Peter Guy dan Northouse, Laurel Lindhout. 1985. Health Communication. A
Handbook for Health Professionals. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New
Jersey.
Pratomo, Hadi. 2004. Laporan Akhir Pengembangan Jejaring Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR) dan Rujukannya di Tingkat Kabupaten di Propinsi Jawa
Tengah dan Jawa Timur, Laporan Konsultan Proyek SMPFA), Depkes RI.
Santrock, J.W. (2007). Adolesence (Remaja). (Edisi ke-11). Terjemahan oleh
Soedjarwo. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community & public health nursing. (6th ed). St
Louis: Mosby.
Stanhope, M and Lancaster, J. (2016). Community Public Health Nursing. St Louis-
Misouri: Mosby.
Wong, D. L., Marilyn H., David W., Marilyn L. W., & Patricia S. (2008). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik Vol.1. Jakarta: EGC.

34

Anda mungkin juga menyukai