Bedah Buku (Pa Gatot - Materi Ushul Fiqih) - 1
Bedah Buku (Pa Gatot - Materi Ushul Fiqih) - 1
Disampaikan Oleh:
Gatot Pujo Nugroho
1
4. Tujuan dalam Kontes Komparasi Mazhab
Perbandingan mazhab sangat penting pada masa sekarang ini. Melalui Ushul Fiqih,
seseorang dapat melakukan komparasi antara dalil-dalil mazhab yang dianut dengan
mazhab lainnya. Dengan demikian, dapat diketahui alasan-alasan perbedaan mazhab;
dapat melakukan pentarjiban mazhab; dan sebagainya.
5. Tujuan Religius
Ilmu Ushul Fiqih merupakan jalan untuk mengikat hukum-hukum syariat dan dalil-
dalilnya, sehingga memotivasi orang mukallaf untuk melaksanakan kewajiban
(taklif) dan perintah agama. Oleh sebab itu, Ushuliyyun (ulama Ushul Fiqih) berkata:
"Manfaat Ushul Fiqih adalah mengetahui hukum-hukum Allah SWT yang
merupakan sebab kebahagiaan religius (ukhrawi) dan duniawi".
Sesungguhnya Ushul Fiqih merupakan ilmu yang bersifat niscaya atau sangat penting
(ُوريَّة ْ bagi setiap mujtahid, mufti dan setiap pencari ilmu yang ingin
ِ )العُلُو ُم الض َُّر
mengetahui tata cara beristinbath hukum. Sedangkan yang tidak membutuhkan ilmu
Ushul Fiqih adalah orang-orang awam yang cukup menerima fatwa-fatwa Fiqih,
tanpa perlu mencari tahu dalil-dalilnya. Hanya saja, tidak semua orang rela
menempati posisi sebagai orang awam tersebut.
Orang yang berilmu adalah orang yang tidak cukup hanya menerima hukum dari
imam-imam dan menerima begitu saja, melainkan dia akan berusaha untuk mencari
dalil-dalil setiap hukum. Kemudian dia berusaha untuk melakukan ijtihad agar dapat
mengetahui hukum-hukum terkait peristiwa-peristiwa aktual yang
terjadi di sekitarnya.
2
ْ َ َْْ ََ ْ َ ْ َْ َ ْ
Keempat Salah
sangka
ن
ُِ ُِلحدُِاِلمري
ِ ُاإلدراكُالمرجوح
ِ الوهم
(al-wahm) Wahm adalah persepsi yang lebih lemah (kurang yakin)
terkait suatu materi.
ْ َ َْْ ََ َ ْ ْ َْ َّ
Kelima Ragu-ragu
(al-syak)
ن
ُِ يُِلحدُِاِلمري
ِ ِاإلدراكُالمستو
ِ ُ : ك
ُ الش
Syak adalah persepsi yang seimbang (ragu-ragu)
terkait suatu materi.
Hukum Taklifi
Wajib Yaitu hukum yang dituntut secara tegas oleh Syariat Islam agar
dikerjakan oleh seorang mukallaf. Oleh sebab itu, orang yang
mengerjakannya dipuji (diberi pahala), sedangkan orang yang
meninggalkannya dicela (disiksa).
Contoh: Perintah puasa Ramadhan dalam Surat al-Baqarah [2]: 183
َ ْ ََ َ َ َ َّ َ ُّ َ َ
ام
ُ ُالصي
ِ ياُأيهاُاَّلِينُآمنواُكتِبُعليكم
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa (Q.S.
al-Baqarah (2): 183)
Sunnah Yaitu hukum yang dituntut secara tidak tegas oleh Syariat Islam agar
dikerjakan oleh seorang mukallaf. Oleh sebab itu, orang yang
mengerjakannya dipuji (diberi pahala), sedangkan orang yang
meninggalkannya tidak dicela (tidak disiksa/tidak berdosa).
Misalnya: Perintah bersiwak dalam Hadis Bukhari
َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ َّ َّ َ َّ َ َ َّ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ
َ ْ َ
ُ عنُأ ِِبُهريرةُر ِِضُاهللُعنهُأنُرسولُاهللُِصَّلُاهللُعليهُِوسلمُق
ُ:ال
َ ُص ََل ٍة
َُرو ُاه َ ُم َعُك َّ ُلَعُأ َّمِت َُِلَ َم ْرته ْمُب
َ ِالس َواك َ َ َّ َ ْ َ ْ َ
لوالُأنُأشق
ِ ِ ِ
Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Seandainya aku tidak memberatkan kepada umatku, niscaya aku akan
memerintahkan mereka untuk bersiwak dalam setiap
shalat". (H.R. Bukhari)
Mubah Yaitu hukum yang diperkenankan memilih oleh Syariat Islam agar
dikerjakan atau ditinggalkan oleh seorang mukallaf. Oleh sebab itu,
orang yang melakukan maupun yang meninggalkan, sama-sama tidak
mendapatkan pujian (pahala) maupun celaan (siksa).
Misalnya: Kebolehan mengonsumsi makanan yang thayyib (baik) dalam
Surat al- Ma'idah [5]: 4
3
َ َّ َ َّ ْ ْ َ َّ َ َ َ َ َ ْ َ
ُيسألونكُماذاُأحِلُلهمُقلُأحِلُلكمُالطيِبات
Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad): "Apakah yang
dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang
baik-baik". (Q.S. al-Ma'idah [5]: 4).
Makruh Yaitu hukum yang dituntut secara tidak tegas oleh Syariat Islam agar
ditinggalkan oleh seorang mukallaf. Oleh sebab itu, orang yang
meninggalkannya dipuji (diberi pahala), sedangkan orang yang
melakukannya tidak dicela (tidak disiksa).
Misalnya: Larangan banyak omong dalam Hadis Bukhari
َّ َ ْ َ َ َّ َ َّ َ َ ْ َ ْ َ َّ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ بُم َعاويَةُإ ََلُالْم ِغ
ْ رية ُِب َ َك َت
ُ.ُِو َسل َُم ُصَّلُاهللُع ُليه ب
ِِ ُانل ِن م ُ ه ت ع م
ِ ُس ء
ٍ ّش ِ ُب َل ِ إ ُ ب ت ُاك نِ ُأة ب ع ُش ن
ِ ِ ِ
ََ َ َ َ َ َ ً َ َ ْ َ َ َ َ َّ َّ َّ َ َ ْ َ َ َّ َّ َ َّ َّ َ بُإ ََلْهَ ََ َ
ُاع ُة
ُ الُُِإَوض ُ ُإِنُاهللُك ِرهُلكمُثَلثاُقِيلُوق:ُُِس ِم ْعتُانل ِبُصَّلُاهللُعليهُِوسلمُيقول
َ َ
ِ فك ت
َ ْ َ ُالس َؤال
ُّ َُثة َ )ال ْ َما ُلُُ َو َك.
ُُّ ُِر َواهُاْلخار
ي ِ ِ
Mu'awiyyah mengirim surat kepada al-Mughirah ibn Syu'bah,
'Tulislah kepadaku sesuatu yang pernah engkau dengar dari Nabi
SAW. Lalu al-Mughirah menulis kepada Mu'awiyyah, 'Saya mendengar
Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah membenci tiga hal atas
kalian: "Banyak omong, menyia-nyiakan harta, dan banyak
bertanya. (H.R. Bukhari).
Haram Yaitu hukum yang dituntut secara tegas oleh Syariat Islam agar
ditinggalkan oleh seorang mukallaf. Oleh sebab itu, orang yang
meninggalkannya dipuji (diberi pahala), sedangkan orang yang
melakukannya dicela (disiksa).
Misalnya: Larangan riba
َ َ َّ َ َ َ ْ َ ْ َّ َّ َ َ َ
)٢٧٥ُ:ُالرياُ(اْلقرة
ِ وأحلُاهللُاْليعُوحرم.
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
(Q.S. al-Baqarah [2]: 275).
Kaidah ke-1
َ ََ َّ َّ َ َ َّ ْ َْ ْ َ
ِوبُإِالُماُدلُادل َِللُلَعُخَِلفِه
ُِ ُِفُاِلم ِرُل ِلوج
ِ اِلصل
Pada dasarnya (menurut makna ashal), perintah itu menunjukkan makna wajib,
kecuali ada dalil yang menunjukkan makna lainnya.
Contoh: Kewajiban shalat lima waktu dan zakat berdasarkan firman Allah SWT
dalam Surat al-Nisa’ [4]: 77
َّ ُو َأت
َُواُالز ََكة َ َواُالص ََلة
َّ ََ
وأقِيم
Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat (QS al-Nisa’ [4]: 77).
Kaidah ke-2
َ ََ َّ َّ َ َ َّ َ َ َ َْ َ َْ ْ َ
ِارُُُإِالُماُدلُادل َِللُلَعُخَِلفِه
ُ كر
ُ ِل
ُ ُالُيقت ِِضُا
ُ اِلصلُِفُاِلم ِر
Pada dasarnya, perintah itu tidak menuntut pengulangan, kecuali ada dalil yang
menunjukkan keharusan mengulang.
Contoh: Kewajiban haji dan umrah berlaku satu kali dalam seumur hidup,
berdasarkan firman Allah SWT dalam Surat al-Baqarah [2]: 196
َّ َ َ ْ ْ َ َّ َ ْ ََ
ُُِهلل
ِ وأت ِمواُاْلجُوالعمرة
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah (QS al-Baqarah: 196).
Kaidah ke-3
َ ْ َْ ْ ْ ْ َ ْ ْ َ َ َ ْ َّ َ َ ْ َ ْ َ َْ َ َْ ْ َ
ُاص
ِ ريُاختِص
ِ ُِلُنُالغرضُمِنهُإِْيادُالفِع ِلُمِنُغ ِ ُالُيقت ِِضُالفور
ُ اِلم ِر
ُ ُِف
ُِ ُُصل
ُ اِلُ
َّ َ َّ َ َّ َْ َ َّ
ُان
ِ انُاثل
ِ انُاِلو ِلُدونُالزمِ بِالزم
Pada dasarnya, perintah tidak menuntut untuk segera dikerjakan. Karena tujuan
perintah adalah terlaksananya suatu perintah, tanpa menentukan waktu
pengerjaannya, entah dilakukan pada waktu pertama maupun waktu kedua.
Contoh: Shalat Isya’ bisa dikerjakan di awal waktu, tengah waktu, maupun di akhir
waktu.
Kaidah ke-4
َ ْ َ َّ ْ َ
َ ٌ ْ ِ اِلمرُب
.ِالّشُأمرُبِوسائِل ِ ُه
Perintah terhadap sesuatu berarti perintah terhadap media- media perantaranya.
Contoh: Perintah shalat berarti menunjukkan perintah bersuci yang menjadi
perantaranya (wudhu, tayammum maupun mandi besar).
5
Kaidah ke-5
ْ َ ٌ ْ َ ْ َّ ْ َ َ
ِ ُُض ُِده
ِ هُعن ُ ئُنِ ِل ُمرُبِالشي
ُ ُا
Perintah terhadap sesuatu, berarti larangan terhadap sesuatu yang berlawanan
dengannya.
Contoh: Perintah bertutur kata yang baik kepada manusia, berarti larangan bertutur
kata yang buruk kepada mereka, sebagaimana firman Allah SWT dalam
Surat al-Baqarah [2]: 83
اسُح ْس ًنا َّ َوقولواُل
ِ ِلن
Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia (QS al-Baqarah [2]: 83).
Kaidah ke-6
ُُِْاِلَمر
ْ َْ ْ َ ْ ْ َْ ْ ََ ْ ْ َ َ
ةد ه ُع نُعور م أ َ
م ُالج ر َي ُُِ ُ
ه ه ج َ
ُوُِلَع ه بُور م أ َ إذاُف ِعلُال
م
ِ ِ ِ ِ
Jika sesuatu yang diperintahkan sudah dikerjakan sebagaimana mestinya, maka
orang yang diperintah sudah bebas dari tuntutan perintah.
Contoh: Apabila seseorang tidak menemukan air, kemudian dia bertayammum dan
mendirikan shalat; maka orang itu sudah terbebas dari tuntutan perintah.
Jadi, tiada kewajiban qadha’ shalat baginya, ketika dia menemukan air.
Tema ke-2
NAHY (LARANGAN)
Definisi Nahy (Larangan)
َ َْْ َ َْ َْ َ ْ َّ َ َ َ َ ْ َّ
ُ ُوهوُطلبُالَّتكِ ُمِنُاِللَعُإَِلُاِلد:ه
ن ُ انل
Nahy adalah permintaan untuk meninggalkan suatu perbuatan dari atasan kepada
bawahan.
Kaidah ke-1
َ ََ َّ َّ َ َ َّ ْ ْ َّ ْ َّ ْ َ
ِالُماُدلُادل َِللُلَعُخَِلفِه
ُ ِ هُل ِلتح ِر ُي ِمُُُُإ
ُِ ِفُانل
ُِ ُُصل
ُ اِلُ
Pada dasarnya (menurut makna ashal), larangan itu menunjukkan hukum haram,
kecuali ada dalil yang menunjukkan makna lainnya.
Contoh: Larangan berbuat kerusakan di muka bumi berdasarkan Surat al-A’raf: 56
َ َ ْ ََْ َْْ ْ ََ
ُواُِفُاِلر ِضُبعدُإِصَلحِها
ِ ِد
س ف والُت
6
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya (QS al-A’raf [7]: 56).
Kaidah ke-2
ْ َ ْ َّ َ انلَّ ْه
ِ ُض ِده
ِ ِ بُرٌ م أُئ ي ُالش ن ُع
ِ
Larangan terhadap suatu bal, berarti perintah untuk melakukan sesuatu yang menjadi
kebalikannya.
Contoh: Larangan memakan harta secara batil (haram), berarti perintah memakan
harta secara haq (halal); berdasarkan Firman Allah SWT dalam Surat al-
Baqarah [2]: 188
ْ ْ ََْ ْ َ َ َْ َْ َ
َُوالُتأكلواُأموالكمُبينكمُبِاْلاط ِِل
َ
Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil (QS al-Baqarah [2]: 188).
Kaidah ke-3
َِ َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ ُّ َ ْ َّ ْ َْ
ُُُِفُال ِعبادة
ِ هُعنه
ُِ ِ هُيدلُلَعُفسادُِالمن
ُِ ُِفُانل
ِ اِلصل
Pada dasarnya, larangan itu menunjukkan rusaknya (batalnya) sesuatu yang dilarang
dalam konteks ibadah.
Contoh: Batalnya atau tidak sahnya shalat dan puasa yang dilakukan wanita yang
haid.
Kaidah ke-4
ْ ْ َْ َ ْ َ تُإ ْن َ َ َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ ُّ َ ْ َّ
ُُر َج َعُانلَّهُإَِلُنف ِسُال َعق ِد ِ ِ ُ
َل ام عمُال ُِف
ِ ه ن عُُ
هِ ِ انلهُيدلُلَعُفسادُِالمن
Larangan itu menunjukkan rusaknya (batalnya) sesuatu yang dilarang dalam konteks
muamalah; jika larangan tersebut mengacu pada akad itu sendiri (faktor internal).
Contoh: Larangan jual beli yang memiliki unsur perjudian, seperti jual beli dengan
cara melemparkan kerikil. Barang dagangan apapun yang terkena kerikil
yang dilempar pembeli, wajib dibeli. Larangan ini berdasarkan Hadis Nabi
SAW:
َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َّ َ َ ْ َ َ َّ َّ َ َ َ
ُِ نهُصَّلُاهللُعليهُِوسلمُعنُبيعِ ُاْلصاة
Nabi SAW telah melarang jual beli (spekulasi dengan cara melemparkan) kerikil
(H.R. Muslim).
ََ ََ َْ َْْ َ َ َْ َ َ َ َ ْ
ُريُِلزِ ٍمُفَل
ِ ِإَونُرجعُإَِلُأم ٍرُخارِ ِجُع ِنُالعقدُِغ
7
Jika larangan tersebut mengacu pada faktor di luar akad (eksternal) yang tidak melekat
(lazim), maka akadnya tidak batal.
Contoh: Jual beli pada saat adzan Jum’at sudah berkumandang. Firman Allah SWT
dalam QS al-Jumu’ah [62]: 9
ْ
َُواُاْلَيْع َ َ َّ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ ْ َ ْ َ َّ َ َ
إِذاُنودِيُل ِلصَلة ُِمِنُيو ِمُاْلمعةُِفاسعواُإَِلُذِك ِرُاهللُِوذر
Apabila diseru (adzan) untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kalian
menuju zikir kepada Allah dan tinggalkanlah jual beli
(QS al-Jumu’ah [62]: 9).
Larangan berjual beli saat adzan Jum’at berkumandang, karena menunda kewajiban
bergegas menuju tempat pelaksanaan shalat Jum’at. Sedangkan penundaan, bisa terjadi
karena kegiatan jual beli maupun kegiatan lain seperti makan.
Tema ke-3
‘AMM (UMUM)
Definisi ‘Amm (Umum)
ْ َ ْ َ ْ ً َ َ ْ َ ْ َ َّ َ َ َ َ َ ْ
.ُ ص
ٍُ ريُح
ِ ْيُفصاعِداُمِنُغ
ِ ُوهوُماُعمُشيئ:ُالعام
Umum adalah lafal yang mencakup (makna) dua hal atau lebih, tanpa ada batasan
(jumlah).
Lafal ke-1
َّ ْ ْ
.اإل ْسمُال َواحِدُالم َع َّرفُبِالَلُ ُِم
ِ
Kata tunggal (isim mufrad) yang dima’rifatkan dengan al ()أل
Lafal ke-2
َّ َّ َ ْ ْ َْ ْ
.الَل ُِم
ُ ِ ُا ِسمُاْلمعِ ُالمعرفُب
8
Kata plural (isim jama’) yang dima’rifatkan dengan al ()أل
Lafal ke-3
ُِ الُِفُانلَّك َِر
.ات
Huruf la ( )الyang masuk pada isim-isim nakirah.
Contoh: Huruf la ( )الyang bertemu dengan kata nafsun نفسdalam Surat al-Baqarah
[2]: 48
َ
ًُُشيْئا َْ ْ َ ٌ َْ َْ َ
الَُت ِزيُنفسُعنُنف ٍس
(Pada hari kiamat) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun (QS
al-Baqarah [2]: 48).
Lafal ke-4
َ َ ْ َ ْ َ
.اِلسماءُُالم ُب ُهمُة
Isim-isim mubham (kata benda yang belum jelas maksudnya).
Pertama, lafal man ( ) َم ْنyang berarti ‘barang siapa’ atau ‘seseorang’; yang
digunakan dalam konteks makhluk atau orang yang berakal.
Contoh: Kata man ( ) َم ْنdalam surat al-Zalzalah [99]: 7
َ َّ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ ْ َ َ
ً ْ ُخ
ُرياُيَ َره فمنُيعملُمِثقالُذر ٍة
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya (QS al-Zalzalah [99]: 7).
Kedua, lafal ma ( )ماyang berarti ‘apa pun’ atau sesuatu’; yang digunakan dalam
konteks sesuatu yang tidak berakal.
Contoh: Kata ma ( )ماdalam Surat al-Hujurat [49]: 18
َ َ َّ َ
ُريُب ِ َماُت ْع َملون
ٌ اهللُبَ ِصو
Dan Allah Maha Mengetahui apa pun yang kalian kerjakan (QS al-Hujurat [49]: 18).
9
Ketiga, lafal ayyun ( )أيyang berarti ‘mana pun’; yang digunakan dalam konteks
pilihan.
Contoh: Kata ayyan ( )آيًّاdalam Surat al-Isra’ [17]: 110
َ ْ ْ َ ْ َْ ََ ْ َ َ َ
ُأيُُاُماُتدعواُفلهُاِلسماءُاْلسَن
Dengan nama yang mana pun kamu seru, Dia mempunyai al-asma al-husna atau
nama-nama yang indah (QS al-Isra’ [17]: 110).
Keempat, lafal ayna ( )أينyang berarti ‘di mana pun’; yang digunakan dalam konteks
tempat.
Contoh: Kata aynama ( )أ ْينَ َماdalam Surat al- Nisa’ [4]: 78
ْ َ ْ ْ َ َََْ
ُأينماُتكونواُيدرِككمُالموت
Di manapun kamu berada, kematian akan menyusulmu (QS al-Nisa [4]: 78).
Kelima, lafal mata ( )متىyang berarti ‘kapan pun’; yang digunakan dalam konteks
waktu.
Contoh: Kata mata ( )متىdalam penyataan seorang suami kepada istrinya
ََْ ْ َ َ َ َ
berikut:
ٌُُطال ِق
َ تِ تُُفأن
ُِ مِتُسفر
“Kapanpun engkau berpergian, berarti engkau sudah saya ceraikan”.
Tema ke-4
KHASH & TAKHSHISH (KHUSUS & PENGKHUSUSAN)
Definisi Khas (Khusus)
ْ َ ْ َ ْ ً َ َ َْ ْ َ َ َََ َ َ َ ْ
.ص
ٍُ ريُح
ِ ْيُفصاعِداُمِنُغ
ِ ُماُالُيتناولُشيئ:ُاْلاص
Khusus adalah lafal yang tidak mencakup (makna) dua hal atau lebih, tanpa ada
batasan (jumlah).
Pembagian Pengkhususan
ِ َّ ) ُمتKedua, Tidak
Pengkhususan terbagi menjadi dua kategori. Pertama, Langsung (صل
ِ ) ُم ْنف
langsung atau terpisah (َصل
10
Pengkhususan secara Langsung (Muttashil)
Pertama, Pengecualian ( )اإل ْستِثْنَاءContoh: Kata illa ( )إالdalam Surat al-‘Ashr [103]: 3
berikut
َ َّ َ َ َ َ َّ َّ ْ َ َ َ ْ ْ َّ ْ َوالْ َع
ُات
ِ اْلِ ْسُإِالُاَّلِينُآمنواُوع ِملواُالص
ٍ ُخ ِف
ِ ُل ان س نُاإلنإ
ِ ِ ِ ُ. ُ ص
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih (QS al-‘Ashr: 1-3).
Ketiga, Pengkhususan dengan tercapainya sesuatu atau ghayah (ْص ِب ْالغَايَ ِة ِ )الت َّ ْخ
ُ صي
Contoh: Kata hatta ( )حتىyang menandai berakhirnya masa haid, dalam
Surat al-Baqarah [2]: 222
َ َ َو َال َُت ْق َربوه َّن
ُُح َِّت َُي ْطه ْرن
Dan janganlah kamu mendekati mereka (istri-istrimu yang haid), sampai mereka suci
atau darah haidnya terhenti (QS al-Baqarah (2): 222).
Keempat, Pengkhususan dengan penjelasan (ْص ِب ْالبَدَ ِل ِ )الت َّ ْخContoh: Kata man ()من
ُ صي
yang menjadi penjelas (badal) terkait kriteria orang yang wajib
menunaikan haji, dalam Surat Ali ‘Imran [3]: 97
َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ ُّ َّ َ َ َّ َ
ُتُم ِنُاستطاعُإَِلهُِسبِيَل
ِ اسُحِجُاْلي
ِ و ِهللُِلَعُانل
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah (QS Ali Imran (3): 97).
11
َ ْ ْ َْ ََ
ُت َك
ِ ِ ْشم واُال ِح
ك والُتن
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik (QS al-Baqarah [2]: 221).
Kemudian ayat tersebut ditakhshish oleh Surat al-Ma’idah [5]: 5 yang membolehkan
laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nasrani),
َ ْ َ َ ْ
ُُْقبْل ِكم َ َّ َ َ َ ْ ْ َ
والمحصناتُمِنُاَّلِينُأوتواُالكِتابُمِن
(Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara Ahli
Kitab (Yahudi dan Nasrani) sebelum kalian (QS al-Ma’idah [5]: 5).
Maksudnya: Para wanita ahli kitab itu halal bagi kalian.
12
Hadis tersebut ditakhshish oleh Surat al-Nisa’ [4]: 43 terkait kebolehan bertayammum
sebagai ganti wudhu,
ُْاءُأَ َح ٌدُمِنْك ْمُم َِنُالْ َغائ ِطُأَو َ ُج َ ُس َفرُأَ ْو ََ َْ َ ْ َ ْ ْ ْ
َ ُلَع ِإَونُكنتمُمرِضُأو
ِ ٍ
َ ً َ َ ََْ َ َ َ
ُاءُف َت َي َّمموا َُتدواُم
ِ م ل ُف اء سِ ُالنمت ْ الُ َم
س ُ
Dan jika kalian sakit, sedang dalam perjalanan, datang dari tempat buang air atau
telah menyentuh wanita, lalu kalian tidak menemukan air, maka bertayamumlah
(QS al-Nisa’ [4]: 43).
13
Ayat tersebut ditakhshish oleh Surat al-Nisa’ [4]: 25 yang menyatakan bahwa dera
bagi budak wanita adalah setengah dari dera bagi wanita merdeka, yaitu 50 kali dera,
َ َْ َ َ َ ْ ْ ََ َ ْ َّ ْ َ َ َ َ َ َََْ ْ َ
ُاب
ِ اتُمِنُالعذ
ِ فإِنُأتْيُبِفاحِش ٍةُفعلي ِهنُن ِصفُماُلَعُالمحصن
Lalu jika mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka (berlaku)
setengah hukuman dari (jumlah) bukuman bagi wanita-wanita merdeka yang
bersuami (QS al-Nisa’ (4): 25).
Selanjutnya, budak lelaki diqiyaskan dengan budak wanita, sehingga hukuman bagi
budak lelaki yang berzina juga sebanyak 50 kali dera.
14
Tema ke-5
NASAKH (PENGHAPUSAN)
Definisi Nasakh (Penghapusan)
Menurut pendapat lain, definisi Nasakh secara bahasa adalah al-naql ( )النقلyang
berarti ‘memindah’ atau ‘menukil’. Definisi ini semakna dengan pernyataan:
َ َ ْ َ ْ ََ َ
.ُآخ َُر َ ْ َ َ َ ْ ََ
ابُُإِذاُنقلتُماُفِيهُِإَِل
ُِ اُِفُهذاُالكِت
ِ نسختُم
“Saya menasakh isi buku ini”, ketika saya memindah atau menukil isi buku tersebut ke
media tulis yang lain.
16
Termasuk ayat al-Qur’an yang pernah diturunkan adalah ‘sepuluh kali persusuan
yang diketahui, dapat mengakibatkan hubungan mahram’. Kemudian dinasakh
menjadi ‘lima kali persusuan yang diketahui. Lalu Rasulullah SAW wafat dan ayat
tersebut pernah menjadi bagian dari al-Qur’an (H.R. Muslim).
Ternyata, ayat terkait ‘sepuluh kali persusuan’ tersebut tidak dijumpai dalam mushaf
al-Qur’an dan hukumnya pun sudah dinasakh menjadi lima kali persusuan. Jadi, teks
maupun hukum dalam ayar tersebut, sama-sama dihapus (dinasakh).
Sebenarnya nasakh al-Qur’an dan al-Qur’an itu diperbolehkan dalam syariat Islam,
sebagaimana dua ayat tentang ‘iddah di atas. Yaitu Surat al-Baqarah [2]: 240 dinasakh
oleh Surat al-Baqarah [2]: 234.
17
Contoh: Al-Qur’an memerintahkan umat muslim memberi harta wasiat (yaitu harta
tinggalan mayit di luar warisan), berdasarkan Surat Al-Baqarah [2]: 180,
ْ َ ْ َّ َ ْ ً ْ َ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َْ َ َ
َ
ُصيةُل ِلو ِادلي ِن
ِ َضُأحدكمُالموتُإِنُتركُخرياُالو َ كتِبُعليكمُإِذاُح
ََُو ْاِلَقْ َربْي
ِ
Diwajibkan atas kamu, ketika seseorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)
kematian, jika dia meninggalkan harta, (wajib) berwasiat untuk kedua orang tua dan
karib kerabat (QS al-Baqarah [2]: 180)
Ayat di atas dinasakh oleh al-Sunnah yang melarang pemberian harta wasiat bagi ahli
waris. Rasulullah SAW bersabda:
َ َ
ِ ِص َّيةُل َِوار
ُث ِ الُو
Tiada wasiat bagi ahli waris (H.R. al-Tirmidzi dan Ibn Majah).
Pada praktiknya, harta wasiat dapat diberikan kepada orang-orang yang tidak berhak
mendapatkan warisan. Misalnya, orang tua atau anak yang berstatus non-muslim; anak
angkat (adopsi); sahabat karib; dan sebagainya.
18