Anda di halaman 1dari 129

NARASI VISUAL:

Ceritanya Masa Lalu dan


Karyanya Hari Ini

i
NARASI VISUAL:
Ceritanya Masa Lalu dan
Karyanya Hari Ini

Oleh:
I Wayan Nuriarta
Ida Ayu Dwita Krisna Ari

2023

iii
PENGANTAR EDITOR

Komik dengan panel-panel bergambar sungguh


menarik untuk dilihat, disimak, dan dinikmati.
Dinaratifkan secara visual serta membawa pesan-pesan
dan ciri khas tersendiri dari kreatornya. Ada kalanya
kalanya komik mendeskripsikan kehidupan sehari-hari
yang terlihat sederhana, ada kalanya pula disajikan
penuh makna bahkan sampai harus menggali arti dari
narasi yang tertuang di dalamnya dengan berbagai
sumber referensi. Karena memang benar bahwa
sebagian komik terkadang memiliki konektifitas yang
terlihat atau yang samar pada peradaban hidup
manusia.

Pada buku tentang “Narasi Visual: Ceritanya


Masa Lalu dan Karyanya Hari ini” adalah sebuah
pengejawantahan narasi-narasi masa lalu yang
dikatakan sebagai komunikasi nonverbal yang
tertransformasi dari pengalaman menjadi epos, fabel,
dan sebagainya yang termetaforakan dalam ilustrasi
kekinian. Banyak ungkapan-ungkapan yang dapat
dikonstruksikan ke dalam dunia komik, sebab komik
begitu dinamis mengikuti masanya. Deskripsi naratif dari
kilasan komik di tanah air berdasarkan sajian relief-
relief masa lampau, pengaruh era berdasarkan dari
popularitas komik timur dan barat, sampai pada era
komik digital yang diulas secara secara baik pada buku
ini.

v
Namun tidak sekedar sajian teoritik belaka,
disajikan pula beragam karya-karya komik dengan
berbagai cerita yang diangkat dari cerita-cerita rakyat
dalam sajiannya. Sehingga pada akhirnya buku ini akan
dapat memberikan pengetahuan sekaligus kenikmatan
dari sajian isi yang kaya akan narasi visual

Denpasar, Januari 2023

Editor

vi
PRAKATA

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas


berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan buku komik
cerita rakyat dengan judul NARASI VIUSAL: Ceritanya Masa
Lalu dan Karyanya Hari Ini tepat pada waktunya sebagai
bentuk publikasi karya.

Komik merupakan salah satu wujud kebudayaan yang


kekuatannya terdapat pada gambar dan kata. Sebagai produk
budaya popular, komik memiliki sejarahnya tersendiri hadir di
Indonesia. Untuk tetap bisa diterima dimasyarakat, komik
telah berjuang mengukuhkan dirinya sebagai identitas budaya
nasional.

Buku ini merupakan buku acuan bagi mahasiswa


untuk mengetahui perkembangan komik dan melihat contoh
karya komik. Dengan contoh-contoh sebagai kumpulan komik
cerita rakyat, pembaca dapat melihat secara viusal bentuk-
bentuk komik. Karya-karya yang dihadirkan adalah karya
komik dengan sumber ide cerita yang mengangkat cerita
rakyat Bali, maupun terinspirasi dari cerita rakyat Bali. Dari
cerita verbal yang biasa didengar, kemudian dilakukan sebuah
transformasi teks menjadi teks visual. Sehingga komik yang
menghadirkan karya ilustrasi dengan balon kata adalah
sebuah narasi dalam tampilan visual.

Secara khusus, karya komik ini adalah karya yang


bertujuan untuk memberikan gambaran perihal komik dan
mendokumentasikan secara visual cerita rakyat yang hadir di
Bali. Dengan akar budaya Bali, cerita rakyat dalam kumpulan
komik ini mengambil spirit ke-Bali-annya. Semangat untuk
bisa selalu diterima oleh semua kalangan masayarakat,

vii
identitas Bali dalam keindonesiaan dihadirkan. Kerjasama tim
membuat kerja-kerja kolaboratif ini mampu menghadirkan
karya kompilasi komik yang baik.

Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima


kasih atas segala bantuan yang diberikan oleh para
narasumber dan informan, mahasiswa di Prodi DKV, FSRD- ISI
Denpasar, juga kepada teman-teman lainnya yang telah
memberikan saran, wawasan dan pengetahuannya kepada
penulis dalam menyelesaikan buku ini. Penulis mohon
masukan, kritik dan saran dalam penyempurnaan buku ini.

Denpasar, Desember 2022

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Pengantar Editor ............................................................ v


Prakata ......................................................................... vii
Daftar Isi ........................................................................ ix

Narasi Visual .................................................................. 1


Sekilas Komik di Indonesia ............................................. 2
Komik Digital ................................................................ 32
Wayana ........................................................................ 36
Pencarian Tirtha Amerta .............................................. 40
Dadong Dauh ............................................................... 46
I Gajah .......................................................................... 54
Kebo Iwa ...................................................................... 63
Selat Bali ...................................................................... 69
Lubdaka ........................................................................ 74
Cupak Gerantang ......................................................... 80
Kisah asal-usul Kerajaan Buleleng dan Singaraja ........ 86
Perang Puputan Margarana ....................................... 92
I Ceker Cipak ................................................................ 99
Pan Balang Tamak ...................................................... 108

Daftar Pustaka ............................................................ 115


Biodata Penulis ............................................................. 117

ix
NARASI VISUAL

Komik merupakan karya ilustrasi yang hadir


membawa narasi secara visual. Dalam Kamus Besar Ba-
hasa Indonesia (KBBI), Narasi di-artikan sebagai; (1)
kisah;cerita, (2) cerita atau deskripsi suatu kejadian atau
persitiwa;kisah, (3) tema suatu karya seni, dan (4) teks
yang menceritakan peristiwa atau kejadian secara de-
tail dan kronologis, dapat berupa fiksi maupun nonfiksi,
bertujuan untuk menghibur atau memberikan wawasan
kepada pembacanya, biasanya ditulis dalam novel, ceri-
ta pendek, biografi dan lain-lain. Dan visual artinya se-
suatu yang kasat mata, gambar yang tampak oleh mata.

Narasi visual pada buku ini mengacu pada karya


komik yang menghadirkan cerita lewat gambar-gambar
yang terjuktaposisi. Langkah kerja yang dilakukan da-
lam proses pembuatan komik ini adalah; (1) mem-baca
atau mendengarkan cerita rakyat Bali dari narasumber,
(2) menginter-pretasi naskah cerita, (3) mentransforma
1
si teks verbal tersebut menjadi teks visual komik, dan
(4) menyusun panel komik dengan teknik digital supaya
rangkaian cerita mampu dipahami sebagai sebuah kisah
cerita rakyat yang menarik bagi pembaca.

Narasi Visual: Cerita Masa Lalu, Karya Hari Ini


menggambarkan bagaimana kisah komik di masa lalu
di Indonesia, sampai hadirnya karya komik digital hari
ini. Selain itu, makna masa lalu juga berarti cerita rakyat
(secara verbal) yang didengar secara turun temurun
dari dahulu, dan cerita tersebut kini bisa hadir sebagai
karya komik.

SEKILAS KOMIK DI INDONESIA


“Prasejarah Komik”
Para ahli teori komik cendrung menganggap ko-
mik sebagai salah satu bentuk akhir dari hasrat manu-
sia untuk mrenceritakan pengalamannya melalui gam-
bar dan tanda. Penggunaan grafis sebelum tulisan, yang
mungkin sekedar bernilai tanda atau untuk memenuhi
kepuasan estetis, merupakan pengganti kata-kata dan
pengisahan lisan. Dinding pada gua Lascaux, belum
mengandung sandi yang membentuknya menjadi ba-
hasa, tetapi sudah menunjukkan sebuah “pesan” se-
bagai upaya komunikasi nonverbal yang paling kuno.
Tentu saja agak terlalu cepat jika kita menganggapnya
2
sebagai bentuk arkais dari komik, istilah yang dipe-
runtukkan suatu genre yang sedang diusahakan untuk
didefenisikan secara jelas. Namun setidaknya kita dapat
berbicara tentang kisah dalam gambar seperti juga yang
dapat ditemukan pada jambangan Yunani, relief di pin-
tu katedral, atau permadani Bayeux. Pada abad perten-
gahan, di dunia Nasrani, gambar-dalam tulisan-tulisan,
relief, kaca patri-digunakan sebagai titik tolak kata-ka-
ta atau penopang pemikiran dan perenungan (Bonneff,
1998:16).

Di Indonesia, candi Borobudur sering kali diband-


ingkan dengan buku batu yang disebut sebagai katedral
Abad Pertengahan. Borobudur mengandung sebelas seri
bas-relief, yang mencakup sekitar 1640 adegan (Gam-
bar 1). Dengan memasuki area bangunan utama dengan
cara “pradaksina” yaitu berjalan mengelilingi candi sear-
ah jarum jam memberikan penghormatan baik (Mud-
hiuddin, 2009: 61) Adegan-adegan dalam relief ini di-
gunakan untuk membimbing para peziarah melakukan
perenungan, dengan mendengarkan penjelasan pendeta,
pengunjung dapat memahami cara membebaskan diri
dari hukum karma dan menghindari siklus reinkarnasi.
Kemudian, disepanjang empat selasar berstupa tampak
relief kehidupan dan ajaran Budha Gautama menunjuk-
kan jalan menuju nirwana. Setelah mengarungi dunia
bentuk, tempat dagelan bersinggungan dengan ajaran,
3
tempat keseharian dan kehidupan spiritual bertumpang
tindih, peziarah tiba di teras atas. Teras ini bentuknya
melingkar dan tidak berelief, menunjukkan bahwa pe-
ziarah telah mencapai tahap tertinggi. Di sini manusia
mencapai tahap kesempurnaan, setelah bebas dari hawa
nafsu dan lepas dari urusan duniawi.

Gambar 1. Relief Candi Borobudur


(Sumber: Nuriarta, 2010)

Relief yang terdapat di candi Prambanan meng-


gambarkan kisah kepahlawanan dari India dengan
ceritanya yang memang termashur. Para pemahat me-
ngungkapkan lakon-lakon pertempuran Rama mela-
wan Rahwana ke adegan-adegan yang sangat hidup.
Rama sedang mengejar kijang kencana, perkelahian dua
saudara Subali dan Sugriwa, dan tentara kera di bawah
pimpinan Hanoman sedang membangun dermaga un-
4
tuk menyebrangi selat yang memisahkan alengka dari
daratan. Sama dengan penglihatan seorang penceramah
yang melukiskan kisah perjalanan, urutan relief itu tidak
mengandung kisah. Gambar hanya sebagai acuan dan
patokan bagi keseimbangan cerita.

Ramayana dan Mahabharata merupakan epos be-


sar yang berasal dari mitologi India dan diperkaya oleh
unsur-unsur lokal. Para pendeta dari India yang datang
ke Indonesia pasti tidak hanya melatih para pembangun
serta para pemahat Indonesia untuk proyek-proyek kon-
struksi yang banyak dan luas di Jawa, tetapi melaluinya,
pengetahuan wiracarita-wiracarita India yang besar yai-
tu Ramayana dan Mahabharata serta juga legenda- leg-
enda. Pengetahuan ini menjadi sumber yang tidak ha-
bis-habisnya bagi relief batu yang bercerita, yang tidak
habis-habisnya pula menghias tempat suci kuna di Jawa
(Holt, 2000: 36). Epos itu merupakan unsur peradaban
Jawa yang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu.
Misalnya, lakon di dalam wayang menggali unsur-un-
surnya dari sumber mite keagamaan dan legenda Jawa
sebelum islamisasi.

Di Surakarta tepatnya di dekat pacitan, sebuah


desa yang bernama Gedompol masih menyimpan be-
berapa gulung wayang beber yang menceritakan legenda
Djaka Kembang Kuning ( Gambar 2). Wayang beber Dja-
5
ka Kembang Kuning tidak memiliki pakem yang tertulis,
keakhlian dalang diwariskan secara lisan turun-temurun
(Tabarani, 2009: 22). Gambar-gambar pada gulungan
kain itu merupakan kisah yang dinarasikan oleh dalang.
Bentuk perngisahan ini mungkin lebih tua dari pada
wayang kulit, namun dewasa ini hampir punah karena
tidak seorang pun merngetahui adanya pertunjukan
wayang Gedompol, yang tertera diatas enam gulungan
kain dan masing-masing berisi empat gambar. Dalam
pertunjukan wayang beber, dalang duduk kehadapan
penonton , kemudian membuka gulungan satu per satu
sesuai dengtan jalan cerita, musik gamelan mengiringi
penceritaan dalang. Sama seperti bas relief Prambanan
atau ider-ider di Bali, gambar hanya melukiskan ade-
gan-adegan tertentu, kemudian dalang menghubung-
kanya menjadi sebuah cerita.

Gambar 2. Wayang Beber


(Sumber: Tabrani, 2008)
6
Dalam artian yang luas kata wayang menjadi be-
rarti sebuah pertunjukan dramatik, sebuah drama, se-
buah tontonan, apakah para aktornya sebuah boneka
atau manusia (Holt, 200:156). Pada wayang kulit, han-
ya dalang-sesuai dengan artinya ‘pengatur’-yang “ber-
main” selama pertunjukan berlangsung, atau lebih tepat
upacara, karena wayang kulit berkaitan dengan urusan
relegius. Dalang membuat berbagai ceritra dengan ban-
tuan wayang-nya yang terbuat dari kulit yang telah di-
ukir dan layar putih segi empat (klir) sebagai pembatas
ruang. Citra ini terlihat sebagai bayangan oleh penon-
ton yang berada di balik layar. Lakon yang akan dita-
mpilkan dipilah-pilah seperti sekenario film, kemudi-
an berlangsung dalam bentuk rentetan ceritra. Dalang
mempersiapkan banyak tokoh untuk dipentaskan ses-
uai dengan rentetan cerita (beberapa diantaranya sering
ditampilkan). Dalang mengimprovisasi suara wayang,
menggerakkan lengan dan tangan wayang yang bersendi
serta memindahkannya sambil memberi petunjuk kepa-
da gamelan yang menyertai pementasan. Dalang harus
memiliki bakat dalam berbagai bidang: seni drama, seni
suara, musik, pencitraan dan animasi agar pertunjukan
bisa menarik dan tentunya cerita yang dihadirkan mam-
pu dimengerti oleh para penonton.

Adapun ceritanya, selain tokoh yang sekian ban-


yak itu, juga ada beberapa jenis binatang, beberapa
7
kelengkapan-khususnya senjata-dan sebuah wayang
besar yang berbentuk daun yang disebut gunungan di-
gunakan sebagai lambang dunia. Dalang dapat menga-
tur tampilan citra dengan mengatur intensitas cahaya
yang berasal dari blancong. Ia dapat menjauhkan dan
mendekatkan wayang ke sumber cahaya, sehingga dapat
menghadirkan para tokoh secara jelas. Untuk mengim-
bangi kemiskinan unsur visual, dalang harus menjelas-
kan situasi cerita dan merangsang imajinasi penonton.
Dalam cerita yang kabur, perhatian penonton terarah
pada tokoh-tokoh yang sudah sangat dikenalnya, baik
fisik, pakaian, maupun atribut dan senjatanya.

Ciri dan sifat setiap tokoh digambarkan melalui


lambang-lambang yang cukup rumit, sementara dalang
memberi suara dan ungkapan-ungkapan khas yang mu-
dah dikenali. Penonton akan segera tahu siapa tokoh
yang sedang berbicara dengan melihat bayangan tangan
yang bergerak. Hubungan antara para tokoh juga dici-
trakan melalui sandi dua dimensi, golongan baik ditem-
patkan disebelah kanan dalang, dan bawahan selalu be-
rada lebih rendah daripada atasan. Jadi citra itu sendiri
cukup “terbaca” tetapi tetap tidak sekaya gambar. Bakat
animator dalanglah yang membuat wayang menjadi
hidup, wayang kulit jadi mirip komik, terutama seper-
ti halnya wayang di Bali, ketika kecepatan pementasan
merupakan salah satu unsur penting bagi keberhasilan
8
pertunjukan.

Sebelum adanya kertas, di Bali ada ilustrasi gam-


bar yang disebut Prasi (Gambar 3). Menurut I Gusti
Bagus Sudiasta mengatakan bahwa prasi adalah cerita
bergambar yang tertulis pada lontar atau komik tempo
dulu yang ditulis diatas daun lontar (Sudiarta, 2005: -) .
Prasi merupakan lontar ilustrasi berisi gambar yang dib-
uat diatas daun lontar untuk melengkapi sebuah naskah
tertentu. Naskah sastra yang ditu-lis di atas daun lontar
khususnya di Bali selalu memuat catatan berupa tulisan
dan juga dalam motif-motif hiasan dan gambar ilustra-
si. Sebagai makna ilustrasi adalah gambar yang bersifat
menjelaskan atau memvisualisasi dari suatu cerita serta
makna simbol pada lontar pun bersifat ilustratif.

Gambar 3. Prasi yang bercerita tentang Mahabharata


(Sumber: Nuriarta, 2006)
9
Prasi ini dibuat untuk memudahkan pembaca
mencerna isi bacaan atau cerita yang terdapat dalam
lontar yang menggunakan bahasa Kawi dan bahasa
Sansekerta. Prasi juga berfungsi untuk meningkatkan
daya tarik bagi pembaca untuk mengetahui isi bacaan di
dalamnya. Prasi mempunyai ciri : (1) Merupakan cerita
bergambar yang dibuat diatas daun lontar; (2) Menggu-
nakan aksara Bali; (3) Tokoh yang ditampilkan merupa-
kan bentuk pewayangan.

Bukti pertama Sejarah komik Indonesia terdapat


pada monumen-monumen keagamaan yang terbuat
dari batu. Kemudian lebih dekat dengan masa kini, ada
wayang beber, prasi dan wayang kulit yang menampil-
kan tipe penceritaan dengan sarana gambar yang dapat
dianggap sebagai cikal bakal komik. Dapat diamati bah-
wa ketika seniman Indonesia sudah mampu membuat
komik, dan ingin memproduksi komik asli untuk meng-
hadapi produksi Amerika yang mendominasi, mereka
kembali ke wayang bukan sekedar untuk menggali tema
melainkan terutama untuk menggali teknik dramatisasi
dan konvensi pencitra.

Komik Dalam Pengaruh Barat dan Cina


Media massa adalah sarana penyebarluasan yang
paling ampuh, contohnya seperti yang terjadi di Amer-
ika Serikat. Di negeri itu komik dilahirkan dan dibesar-
10
kan oleh media massa. Di Hindia Belanda, komik mulai
muncul dalam media massa. Harian berbahasa Belanda,
De Java Bode, memuat komik karya Clinge Doorenbos
yang berjudul Flippie Flink dalam rubrik anak-anak.
Kemudian, De Orient adalah mingguan yang pertama
kalinya memuat komik petualangan Flash Gordon yang
termashur itu (Gambar 4). Di samping media massa ber-
bahasa Belanda, beberapa surat kabar berbahasa Melayu
pun turut memuat komik Barat.

Gambar 4. Komik Flash Gordon


(Sumber: https://www.pinterest.com/pin/315744623845853139/ down-
load 15 Desember 2022, 16:44)

“Komik Timur” berhasil muncul berkat surat ka-


bar besar Sin Po, sebuah media komunikasi Cina per-
11
anakan yang berbahasa Melayu. Surat kabar Sin Po dimi-
liki dan dikelola oleh masyarakat peranakan Cina yang
isinya membawa misi kepentingan politik, ekonomi,
serta nasionalisme Tiongkok daratan. Sesudah lahir Re-
publik Tiongkok pada tahun 1912, Sin Po menjadi su-
rat kabar harian. Pendiri surat kabar ini adalah Lauwe
Giok Lan dan Yoe Sin Gie, sedangkan redaktur perta-
manya J.R Razoux Khur (Seorang Indo Belanda) yang
kemudian di tahun 1918 diganti oleh Kwee Hing Tjiat.
Sin Po akhirnya dapat tumbuh berkembang menjadi su-
rat kabar peranakan Cina terbesar dengan oplah 10.000
exemplar, dan semakin besar pengaruhnya dalam politik
peranakan Cina (Riyanto, 2000: 68).

Di koran Sin Po inilah komik humor dimuat. Pada


1930, surat kabar ini setiap minggunya memuat komik
strip yang menceritakan berbagai pengalaman tokoh
jenaka, karya komikus muda Kho Wang Gie. Kemudi-
an pada awal 1931, tokoh gendut Put On untuk pertama
kalinya muncul, dan segera akrab dengan pembaca. Put
On yang muncul setiap hari Jumat atau Sabtu itu adalah
hasil sederet percobaan yang dilakukan oleh juru gambar
untuk memperoleh tokoh jenaka. Namanya yang mirip
dengan tokoh Cina itu sebenarnya berasal dari permain-
an anak-anak, yang dalam bahasa Inggris disebut Put
on. Tokoh lain di sekitarnya adalah ibunya (Nee) dan
kedua adik laki-laki (Si Tong dan Si Peng), tetangga, dan
12
para sahabatnya (Si A Liuk, Si On Tek dan sebagainya),
serta gadis-gadis cantik yang serring kali membuat Put
On salah tingkah. Ada juga tokoh “Si Dotji”, “pacarnya”
yang tidak pernah sempat mendengar deklarasi cintan-
ya. Put On digambar sebagai si gendut yang baik hati
tetapi bodoh, yang sok pintar namun selalu gagal (Gam-
bar 5). Put On adalah pemuda yang bernasib seperti si
Lebai Malang yang selalu sial (sweesiao), walaupun na-
sibnya buruk, ia selalu tampil menyenangkan (Bonneff,
1998: 20).

Gambar 5. Komik Put On


(Sumber: Bonneff, 1998)

Juru gambarnya ingin menggambarkannya se-


bagai seorang Cina yang rendah hati, atau sebagai tokoh
yang mewakili rakyat kecil di ibu kota. Ia berbicara den-
gan dialek Jakarta, dan hidupnya sederhana. Di musim
kemarau ia mengangkut air, atau apabila hujan turun ia
13
terbangun di tengah air yang menggenangi kamarnya.
Put On betul-betul ditampilkan sebagai warga yang baik
(ia ingin menjadi sukarelawan ketika Indonesia berjuang
merebut Irian Barat). Namun ia juga sering menjadi kor-
ban dari berbagai peraturan yang simpang siur.

Tokoh itu sangat populer, walaupun ia sering dita-


mpilkan dengan citra yang kalikatural dan kikuk atau
dalam dagelan yang berat. Put On berhasil menghibur
masyarakat Jakarta, sampai-sampai namanya digunkan
untuk menjuluki orang gendut dan bodoh. Kho Wang
Gie sang penulis berhasil mengisi satu halaman penuh di
Pantja Warna, majalah bulanan dalam kelompok Sin Po.
Kemudian kelompok media “Melayu Tiong Hoa”, Keng
Po, mencoba mengorbitkan seorang tokoh yang serupa,
Si Tolol, dalam mingguan Star Maganzine (1939-1942).
Setelah perang, mingguan baru, Star Weekly, juga me-
munculkan seorang tokoh lain yang bernama Oh Koen.
Namun, tokoh-tokoh itu tidak pernah berhasil melebihi
kepopuleran Put On. Ia berlangsung lama hingga surat
kabar Sin Po dilarang terbit 1931-1960. Kemudian Warta
Bhakti melanjutkan untuk membuat komik strip itu.

Meskipun komik Indonesia lahir cukup dini, den-


gan seri yang mengesankan itu, namun sebenarnya baru
tumbuh pada awal perang dunia. Di Solo, mingguan
Ratu Timur memuat legenda kuno, Mentjari Puteri Hi-
14
djau, yang digambar oleh Nasrun A.S. Komik itu adalah
satu-satunya yang pernah dibuatnya.

Pada masa pendudukan Jepang, pers dibrangus


dan dimanfaatkan untuk keperluan propaganda Asia
Timur Raya. Misalnya harian Sinar Matahari di Yogya-
karta, selain memuat Pak Leloer (1942), juga memuat
legenda yang termasyhur, Roro Mendoet. Legenda yang
juga gambarnya B. Margono ini, tidak ada kaitannya
dengan kekaisaran matahari terbit.

Selain tahun-tahun pertama setelah proklamasi


kemerdekaan Indonesia, berbagai ancaman yang mem-
bebani republik ini menghambat media massa untuk
menata diri. Salah satu ancaman itu berupa kesulitan
mendapat kertas. Keadaan ini sama sekali tidak men-
guntungkan bagi penerbitan komik. Kendati demikian,
pada awal tahun ‘50an, salah seorang yang dianggap se-
bagai pelopor komik Indonesia, Abdulsalam, terus me-
masok komiknya setiap minggu ke harian Kedaulatan
Rakyat yang terbit di Yogyakarta. Komiknya itu berkisah
tentang kepahlawanan orang-orang yang telah membe-
baskan kota itu dari Belanda (Kisah Pendudukan Jog-
ja) dan pembrontakan Pangeran Diponegoro, arketipe
pahlawan patriotis yang mengawali kisah kepahlawa-
nan bangsa muda yang berhasil menang melawan kolo-
nialisme. Kemudian Harian Pikiran Rakyat di Bandung
15
menerbitkan kembali seri itu, dan menjadi satu-satunya
media yang memuat kisah kepahlawanan.

Berbagai upaya itu tidak berhasil menahan ser-


buan komik Amerika dalam media massa Indonesia.
Sindikat besar distributor komik, seperti King Feature
Syndicate, tidak menyia-nyiakan pasar yang luas ini.
Salah satunya, Tarzan (Gambar 6). Komik ini sering
hadir di Keng Po sejak 1947.

Gambar 6. Komik Tarzan


(Sumber: https://bit.ly/3W0EuvU, download 15 Desember 2022, 16:53)

Terutama sejak 1952, banyak keluarga Indonesia


mengenal tokoh-tokoh yang pernah lama sekali memu-
kau masyarakat Amerika, seperti Rip Kirby, karya Alex
16
Raymond, Phantom , karya Wilson Mc Coy, Johny Haz-
ard, karya Frank Robbins, dan lain-lain. Komik tersebut
dimuat sama dengan bentuk aslinya dengan subjudul
Indonesia, tetapi mungkin supaya tidak kosong, pan-
el yang aslinya tidak berteks itu diberi penjelasan oleh
penerjemah. Komik strip yang muncul di harian atau
di suplemen mingguannya segera diterbitkan kembali
dalam bentuk album. Itulah komik buku yang pertama,
dan banyak diterbitkan oleh Gapura dan Keng Po di Ja-
karta, serta oleh Perfectas di Malang.

Untuk mengimbangi pengaruh Tarzan, atau mun-


gkin juga untuk memuaskan selera pembaca, yang seba-
gian besar keturunan Cina, mingguan kelompok Keng
Po, Star Weekly, menyajikan petualangan legendaria Sie
Djin Koei (Hsueh Jen-Kuei). Sie Djin Koei adalah seo-
rang jendral dan pendekar yang hidup pada masa kaisar
Toay Cung (627-649) dari wangsa Tang. Komik tersebut
hanya disisipkan di antara produksi komik yang hampir
seluruhnya berasal dari Barat, namun komik ini telah
membekas di benak pembacanya. Komik itu patut di-
kutip disini karena selain mutu gambar Siauw Tik Kwie
yang tinggi, juga karena tokoh itu berhasil mengalahkan
kepopuleran Flash Gordon dan superhero lainnya. Itu
sebagai salah satu bukti bahwa pengaruh Barat bukann-
ya tanpa kelemahan, dan dunia Asia (dalam hal ini Cina,
dan Indonesia) mampu menjadi sumber ilham bagi ko-
17
mikus.

Pada 1954, terjadi perubahan arah yang ganda. Ko-


mikus Indonesia segera berkarya setelah melihat keber-
hasilan komik Amerika. Mereka mencoba mentranspo-
sisi cerita dengan mengindonesiakan tokoh-tokoh yang
populer untuk disesuaikan dengan lingkungan. Namun
di sisi lain, karena komikus mau dibayar rendah, ban-
yak juga yang membuat cerita lepas mencapai tigapuluh
halaman. Sejak itulah komik dikenal luas dan menjadi
produksi yang utama di Indonesia, dan perkembangan
komik strip dalam media massa dapat dikatakan ber-
henti.
Komikus Indonesia mulanya menyulih teks asli
di dalam panel ke dalam teks Indonesia-terkadang ter-
jemahan harfiah-kemudian diantara mereka ada yang
mulai menjiplak komik-komik terbitan King Feature
Syndicate. Tokoh-tokoh imitasi dari hero Amerika mu-
lai bermunculan, misalnya Sri Asih (Gambar 7). Komik
yang diterbitkan sejak tahun 1954, oleh penerbit Melo-
di di Bandung itu, melukiskan petualangan perempuan
super-mirip dengan superman-dan dianggap sebagai
komik Indonesia yang pertama. Walaupun Sri Asih bu-
kan komik pertama yang lahir di Indonesia, tetapi tetap
dapat dijadikan patokan bagi awal pertumbuhan komik
Indonesia. Adapun komikusnya adalah R.A Kosasih.

18
Kosasih sekarang dianggap –dan memang sepa-
tutnya-sebagai “bapak” komik Indonesia. Selain Kosasih
ada juga komikus Johnlo. Dia melahirkan Puteri Bintang
dsan Garuda Putih. Kedua tokoh itu memburu Mr. Se-
tan, spesialis penculik ahli fisika yang bekerja di labora-
torium atom Washington. Di dalam komik itu dicerita-
kan, Mr. Setan menghadapi lawan yang terlalu tangguh
ketika ingin menculik Prof. Mulyono, yang tidak lain
adalah Garuda Putih. Kedigjayaan Puteri Bintang dan
Garuda Putih itu serupa dengan Superman, mereka se-
lalu berhasil menumpas kejahatan.

Gambar 7. Komik Sri Asih


(Sumber: https://bit.ly/3htpQhD, download 15 Desember 2022, 17:05)

19
Sejak akhir abad yang lalu, di Amerika Serikat tel-
ah berkembang suatu sarna pengisahan yang tidak han-
ya sangat berpotensi untuk “dijual”, tetapi juga membawa
mite baru. Di negara baru seperti Indonesia, semula ada
godaan untuk memproduksi komik yang sukses, namun
kemudian muncul usaha untuk membatasinya, yaitu
dengan menciptakan pahlawan Indonesia berdasarkan
model Amerika. Sri Asih, Kapten Komet, Popo adalah
beberapa contoh dari usaha transposisi itu. Komik-ko-
mik lain pun bermunculan, di balik tokoh Kapten Kom-
et, Kapten Tjahjono, Siti Graha, mudah sekali ditemu-
kan figur Flash Gordon. Para “jagoan” itu selalu berhasil
memenangkan perlombaan berbahaya di luar angkasa,
atau di alam yang asing dan penuh misteri. Di alam itu
nalar tidak berfungsi dan nilai-nilai kemanusiaan tidak
dihargai. Tekad dan keberanian fisik adalah unsur pal-
ing penting bagi orang yang ingin memasuki realitas itu.
Keadaan ini menunjukkan bahwa model Amerika dapat
diterima di seluruh dunia, dan menjadi landasan dan
acuan bagi produksi nasional. Kendati demikian, para
komikus Indonesia selalu menggali sumber asli untuk
mencipta fiksi. Tarzan, misalnya, ia adalah arketipe ma-
nusia hewan yang hidup di hutan belantara sebagai raja
fauna dan manusia primitif. Di Sumatra, Kalimantan,
atau Irian selalu ada Tarzan Indonesia, laki-laki atau per-
empuan, yang bernama Djantaka atau Sri Rimba, Roban
atau Nina. Mereka bertugas melindungi alam dan mele-
20
starika bentuk aslinya.

Selama dua puluh tahun Indonesia memproduksi


komik, muncul juga tokoh tokoh jagoan dari Amerika
Barat. Tokoh-tokoh itu biasanya menjadi detektif pen-
egak hukum yang memanfaatkan kekuatan dan kesak-
tian mereka untuk membela keadilan, seperti Kit Kar-
son dan Mandrake. Anak-anak juga sempat berkenalan
dengan para tokoh ciptaan Walt Disney. Dengan sedikit
perubahan pada tampilan, tokoh-tokoh tersebut den-
gan mudah terjun dalam berbagai petualangan di luar
lingkungan pencakar langit New York.

Pengaruh barat lebih luas lagi. Kisah-kisah Iskan-


dar Agung, Robinson Crusoe, Marco Polo dikenal oleh
anak-anak Indonesia melalui komik. Alice di Negeri
Adjaib dan dongeng-dongeng Andersen akrab dengan
anak-anak. Kesusastraan Eropa memilii stok pahlawan
dan tema yang khas (Hamlet dan Macbeth yang disadur
dari Shakespeare; Taras Bulda dari Gogol; Si Bongkok
dari Notre Dame dari Victor Hugo; Kapal Selam Rahasia
Nautilus dari Jules Verne, dan sebagainya). Sering kali
keinginan untuk mendidiklah yang mendorong pemili-
han tokoh dan tema susastra.

Komik Wayang
Para pendidik menentang komik yang berasal dari
21
Barat, bahwa produksi imitasinya (Sri Asih karya R.A
Kosasih). Mereka juga mengkritik komik bukan saja dari
segi bentuknya yang dianggap tidak mendidik, melaink-
an juga dari segi gagasannya yang berbahaya. Para pen-
didik itu sempat berpikir untuk menghentikan penerbi-
tan komik untuk selamanya. Bahkan memasuki tahun
1955, dilakukan pembakaran komik secara masal oleh
pemerintah. Saat itu komik dinilai tidak bagus karena
dianggap terlalu mengadaptasi budaya Barat (Kusrianto,
2007: 175).

Namun, beberapa penerbit seperti Melodi di


Bandung, atau Keng Po di Jakarta bereaksi dengan mem-
berikan orientasi baru kepada komik Indonesia. Mereka
mengerti bahwa komik harus menggali dari sumber “ke-
budayaan nasional”, dan memberikan sumbangan bagi
pembangunan kepribadian bangsa. Perubahan tersebut
merupakan akibat dari suatu pergerakan yang lebih besar
lagi yang menyentuh segala bidang kreasi seni. Setelah
Indonesia memperoleh kemerdekaan politik, di bawah
komando Soekarno, berusaha membebaskan diri dari
pengaruh nilai-nilai Barat dengan menegaskan kepriba-
dian nasionalnya. Mahabharata dan Ramayana yang tel-
ah hidup berabad-abad di Indonesia, merupakan cermin
sejati dari gagasan dan mentalitas dari Jawa dan Sunda,
sehingga mampu menjawab tuntutan tersebut.

22
Tari, drama, wayang kulit atau wayang golek
mengisahkan dua epos yang berasal dari India. Sejak itu
muncul komik jenis baru yang disebut “komik wayang”.
Terbitan pertama muncul tahun 1955, dengan lahirn-
ya Gatotkatja (terbitan Keng Po), Raden Palasara karya
Johnlo, seri panjang Mahabharata karya Kosasih muncul
dengan jilid-jilid pertamanya (terbitan Melodi). Kosasih
patut dianggap sebagai salah satu perintis komik Indo-
nesia sebagai pencipta komik wayang.

Semula Kosasih meniru komik Amerika, namun


kemudian mengarahkannya ke komik wayang. Kosasih
memerlukan waktu 2 tahun untuk menggambar 26 jilid
Mahabharata (Gambar 8). Dia menyelesaikan 1 jilid (42
halaman) setiap bulannya. Lakon pokok yang mengilha-
mi komik wayang adalah hasil tradisi lama yang lahir
dari sumber Hindu. Kemudian tradisi itu diolah kembali
secara besar-besara dan diperkaya dengan unsur lokal,
yang beberapa diantaranya berasal dari kesusastraan
Jawa Kuno, seperti Bharatayuda dan Arjuna Wiwaha.
Melalaui Mahabharata, Kosasih menceritakan kembali
Pandawa Lima yang dimulai dari Hastinapura yang ter-
letak di kaki gunung Mahameru (Suganda, 2003: 6).

Masyarakat menyambut hangat kehadiran komik


wayang, sehingga para pendidik yang masih menentang
komik tidak punya lagi alasan untuk melontarkan kri-
23
tik. Para pendidikpun puas dengan terbitannya majalah
anak-anak Tjahaja. Majalah ini lebih banyak memuat
cerita bergambar dan diterbitkan setiap pertengahan bu-
lan oleh penerbit Melodi. Penerbit sebenarnya berkeingi-
nan menghapus prasangka orang terhadap komik, dan
berharap majalah itu dijadikan sebagai alat bantu pen-
didikan di sekolah rakyat (sekarang Sekolah Dasar)., se-
hingga anak dapat memperkaya wawasan sambil tetap
menghargai warisan budaya. Selain Tjahaja, ada majalah
Aladin. Majalah itu menghadirkan tokoh-tokoh don-
geng yang lebih dikenal oleh anak-anak kecil, seperti ne-
layan Pak Katung, atau Bawang Merah.

Kembali pada komik wayang. Keberhasilannya


mengakibatkan komik Amerika diabaikan orang dan
menempatkan pengaruh Barat di tempat kedua. Pada
1956, Bandung menjadi pusat produksi komik. Penerbit
Melodi telah menyasar dengan tepat dan berhasil men-
duduki tempat pertama, berkat pasokan yang berlimpah
dari kelompok kerjanya, dan kosasih sebagai komikus
utamanya. Melodi tidak perlu takut disaingi oleh pener-
bit lain. Ada beberapa penerbit yang mengikuti jejakan-
ya, yang tersebar di Bandung, Jakarta dan Surabaya.

Kita tidak mungkin membahas komik Indone-


sia tanpa menyebutkan komik wayang sebagai produksi
nasional terbesar. Hingga awal tahun 60an, banyak ko-
24
mikus yang mendapatkan ilham dari repertoar klasik
wayang purwa. Sedangka bagi komikus yang meni-
ru dalang, mereka menciprta kisah sendiri dan hanya
mempertahankan unsur-unsur dasar yang sifatnya kon-
vensional, seperti tokoh-tokoh utama dari mitologi dan
gambar yang sekali pandang dikenali sebagai wayang.
Setelah tahun 1960, minat orang pada komik wayang
menurun, sehingga pada tahun1968 penerbit terakhir
terpaksa menunda selama tiga bulan produksinya yang
hampir seluruhnya merupakan cetak ulang. Walaupun
demikian, komik wayang sudah diakui sebagai bagian
dari karya budaya populer, karena itu tetap mendapat
tempat di perpustakaan anak dan di rak-rak toko buku
besar. Memang dewasa ini komik wayang mengalami
pasang surut, tetapi cukup banyak peluang yang terbuka
baginya.

Dunia pewayangan begitu luas sehingga setiap


orang dapat mengambil manfaat darinya sesuai dengan
tingkat kemampuan dan minatnya. Implikasi filsafat dari
suatu lakon dapat dirasakan oleh cendikiawan Jawa, para
penganut kebatinan mulai meminati dunia mistik, atau
kaum wanita meneladani Srikandi dan Sumbadra, para
istri Arjuna. Demikian pula anak-anak, mereka selain
menyukai adegan perang juga sangat menyukai dagelan
punakawan, para pelayan pangeran dalam wayang. Da-
lam komik wayang, dagelan dapat tempat yang penting.
25
Segera setelah komik wayang lahir, beberapa komikus
memisahkan para punakawan dari para junjungannya
untuk menceritakan petualangan mereka.

Gambar 8. Komik Mahabharata


(Sumber: Nuriarta, 2022)

Komik wayang tidak membatasi diri pada reper-


toar wayang purwa (Mahabharata dan Ramayana). Ke-
susastraan Jawa Kuno dan tradisi lisan juga merupakan
repertoar luas berbagai mite. Dari sudut pandang sejar-
ah, mite-mite itu dapat diklasifikasikan secara kronolo-
gis. Berbagai kisah legenda, atau semi-legenda dari Jawa
ini dimanfaatkan dalam berbagai bentuk karya seni yang
muncul pada zaman yang relatif mutakhir, wayang go-
26
lek, wayang kelitik, wayang topeng, ketoprak, sendratari,
dan sebagainya.

Misalnya wayang gedog mengambil topik cer-


ita kisah Panji. Wayang ini bercerita tentang pangeran
ledendaris dari kerajaan Kuripan. Pangeran terus-me-
nerus mengalami cobaan ketika mencari istrinya yang
hilang, seorang putri Kediri. Ketoprak memasukkan da-
lam repertoarnya lakon-lakon yang berlangsung pada
zaman kerajaan Kediri, imperium Majapahit atau kes-
ultanan Mataram. Kisah-kisah legendaris yang diwarnai
sejarah itu, banyak yang ditranskripsi ke dalam bahasa
Indonesia modern, terutama oleh penerbit Balai Pusta-
ka. Kisah-kisah itu disebut babad, yang berbeda dengan
dongeng (legenda yang tanpa kaitnnya dengan sejarah).

Dengan gaya yang sering kali sangat mirip den-


gan pengkomikan wayang purwa, komik klasik dengan
leluasa menggali dari sumbernya. Kisah Panji diman-
faatkan seluas-luasnya ( Tjandra Kirana, Raden Pandji
Kudawanengpati, Pandji Wulung). Raden Widjaja, hajam
Wuruk dan Pitaloka, Berbirinja Madjapahit, mengingat-
kan kemegahan imperium Majapahit. Para komikkus
tidak kesulitan menentukan tokoh utama dalam babad
yang mereka susun. ( Damar Wulan, Menak Djingga,
Ken Angrok). Komik klasik ini hampir tidak ada bedan-
ya dengan komik wayang. Sehingga sering dirancukan
27
orang.

Kisah mengenai wayang sudah tidak lagi memuas-


kan pembaca. Apalagi pembaca sudah mengenal den-
gan baik budaya negerinya. Akhirnya komikus mulai
memanfaatkan legenda sebagai bahan komik mereka,
seperti legenda Sunda (Lutung Kasarung, Sangkuri-
ang), legenda Jawa bagian tengah ( Nji Rara Kidul, Lara
Djonggrang), dan bagian timur (Sedjarah lahirnya Re-
jog, Banyuwangi). Kemudian Bawang Putih dan Bawang
Merah, Andi-Andi Lumut, Djoko Tingkir dan masih
banyak lagi tokoh dongeng Jawa dikomikkan untuk
anak anak. Selain Jawa, ada Madura, Bali, Sumbawa dan
Kalimantan yang turut menyemarakkan dunia komik.
Namun diantara semua, cerita rakyat Sumatralah yang
banyak menyumbang khasanah perkomikan berkat
kelompok komikus Medan.

Komik Legenda
Di Medan penerbit (Cassa) mencoba untuk
mengikuti pergerakan yang lahir di Jawa dengan me-
nerbitkan komik wayang, tetapi kurang mendapatkan
sambutan dari pembaca di daerah itu. Kondisi tersebut
menyebabkan penerbit segera meminta para komikus
membuat komik dengan tema cerita dari legenda Mi-
nangkabau, Tapanuli atau Deli Kuno. Langkah itu segera
diikuti oleh penerbit lain sehingga sekitar tahun 1962,
28
ketika produksi komik di Jawa mulai menurun, di kota
itu justru mencapai puncaknya. Sebanyak tujuh penerbit
harus membagi pangsa pasar, bukan hanya didaerahnya
melainkan juga dikota-kota besar Jawa.

Periode Sumatra itu disebabkan oleh dua faktor,


yaitu tema-tema daerah dan bakat besar para komikus.
Semula komik terutama mencerminkan peradaban Jawa,
namun pergeseran produksi ke Sumatra telah mem-
buka cakrawala baru. Legenda-legenda minangkabau
mengungkap sistem masyarakatnya yang khas, dimana
kaum wanitanya memegang peranan penting. Misalnya,
pengantar dalam komik Bunda Karung mengemukakan
bahwa cerita itu dapat dijadikan teladan oleh para gadis
dan pembaca dapat menilai bagaimana para orangtua
Minang berlapang dada. Tokoh-tokoh komiknya sering
kali mempertahankan diri dengan ilmu silat (Tambun
Tulang).

Di Tapanulipun, silat merupakan bagian dari


pendidikan anak muda. Dalam pendekar sorak merapi
muncul pendekar pembela keadilan yang dengan teknik
bela dirinya berhasil mengembalikan ketentraman di
suatu daerah yang semula dikuasai oleh pencuri dan
pembunuh. Kesusastraan Melayu kuno juga disadur,
misalnya Mirah Tjaga dan Mirah Silu yang mengungkap
hubungan kesultanan Pasai yang kuat (Sumatra bagian
29
Utara) dengan kerajaan Siam, atau Hang Djabat Durha-
ka, yang diambil dari hikayat Hang Tuah yang termashur.
Beberapa penerbit besar di Medan, Casso dan Harris,
terus mendorong komikus-komikus kenamaan seperti
Djas, Zam Nuldyn, atau Teguan Hardjo. Teguan Hard-
jo dikenal memiliki keakhlian sebagai ilustrator, gam-
barnya cermat, dilandasi pengetahuan dokumenter,
dan dinamis. Dia pandai menggunakan berbagai sara-
na ekspresif dalam komik, seperti variasi angle, kon-
teks, perkembangan cerita yang logis dan selalu diakhiri
dengan penyelesaian yang jelas. Dalam karyanya dapat
dirasakan juga pengaruh kuat dari para komikus besar
Amerika. Kisah-kisah yang diciptakan Taguan Hardjo
juga sangat orisinal. Misalnya ketika ia mengkomikkan
drama daerah (Telandjang Udjung Karang), atau mem-
buat cerita fantastik (Mati Kau Tamaksa) atau mengisah-
kan petualangan pahlawan putri (Kapten Yani dengan
Perompak Lautan Hindia), dan kisah Pangeran Sulong,
ia membuat intrik-intrik yang bervariasi dan koheren.

Komikus Medan itu tidak ragu-ragu menyisipkan


filsafat di dalam kisahnya. Ada yang mengisahkan ten-
tang, perang nuklir yang telah menghancurkan tiga per-
empat bumi. Seorang laki-laki dan putrinya terdampar
disebuah pulau tanpa penghuni. Hasrat untuk bertahan
hidup membuat mereka menemukan kembali keter-
ampilan manusia primitif, sehingga sedikit demi sedik-
30
it kehidupan mereka tertata. Sang ayah kemudian jatuh
cinta dengan putrinya, namun rasa kebapakan mena-
hannya, dan sekaligus memperkuatnya dalam perang
melawan kekuatan naluri binatang.

Pada suatu hari, ayah dan anak itu menemukan


makhluk besar dan hitam di pantai. Makhluk itu ditemu-
kan dalam keadaan tak berdaya dan tidak diketahuai
datang dari mana. Ayah dan anak itu segera menolong-
nya. Sejak itu sang makhluk hidup bersama mereka, na-
mun lama kemudian hubungan diantara mereka men-
jadi tegang dan muncul rasa permusuhan. Suatu ketika
badai melanda pulau itu dan membuat laki-laki itu ter-
luka. Pada kesempatan itu si makhluk hitam merubah
diri ke wujud aslinya sebagai perempuan. Kenyataan itu
tentu saja menyelesaikan masalah moral yang dialami
sang ayah, ia hidup bahagia bersama perempuan hitam
itu dan mempunyai keturunan.

Taguan Hardjo dan Zam Nuldyn (Dewi Krakatau)


dapat disebut sebagai kreator. Mereka menyumbangkan
nilai estetik pada komik yang selama ini kurang mem-
perhatikan segi itu. Karena itu periode Medan menja-
di semacam zaman keemasan perkomikan Indonesia.
Masa itu sering dikenang dan ada semacam kerinduan
untuk menghasilkan kembali ciri-ciri yang telah men-
jadi bentuk tetap dari produksi besar yang pernah hadir
31
di Indonesia. Namun para komikus itu tidak memiliki
penerus, sehingga pada 1963 sedikit sekali komik yang
dihasilkan, dan akhirnya terbitan Medan mati pada ta-
hun 1971. Walaupun demikian, komikus di Jakarta ma-
sih ingat pada kisah-kisah yang digambar oleh Taguan
Hardjo dan Zam Nuldyn. Selain mengkomikkan legen-
da, Medan juga telah menghasilkan komik-komik yang
mengisahkan perjuangan bangsa Indonesia untuk mem-
peroleh kemerdekaan.

Komik yang mengangkat cerita rakyat terus


berkembang hingga hari ini. Cerita rakyat yang biasanya
didengarkan secara lisan, sekarang mulai dapat kita baca
secara visual berupa komik cerita rakyat.

Dengan perkembangan teknologi, teknik mem-


buat komik pun turut mengalami perubahan. Komik
yang awalnya dibuat dengan teknik manual, kini telah
banyak dibuat dengan teknik digital. Komik dengan
teknik ini sering disebut Komik Digital.

KOMIK DIGITAL
Komik sebagai karya desain komunikasi visu-
al memiliki sejarahnya tersendiri di Indonesia. Dalam
catatan disertasi Bonneff disebutkan bahwa komik tel-
ah hadir di Indonesia pada surat kabar Sin Po tahun
1930 (Bonneff, 1998: 19). Sampai hari ini, keberadaan
32
komik terus hadir menunjukkan eksistensinya yang ti-
dak pernah padam. Berbagai pilihan judul komik den-
gan berbagai genre sangat mudah kita temukan di toko
buku. Bagaimanapun, komik merupakan alat komuni-
kasi massa yang menggabungkan konsepsi khayalan dan
pandangan tentang kehidupan nyata yang dianggap se-
suai dengan masyarakat luas. Dunia komik dapat dima-
suki oleh siapa saja dan dari lapisan mana saja.

Komik merupakan seni (gambar) sebagai baha-


sa, dalam hal ini bahasa visual—tempat bidang gambar,
garis, dan pencitraan tersusun dengan tata bahasanya
sendiri, membentuk naratif visual sebagai bentuk genre
komunikasi visual. Bahasa visual komik menghadirkan
gambar-gambar dalam panel dengan alur cerita yang
terjuktaposisi.

Struktur visual pada komik memiliki keterhubun-


gan dengan elemen-elemen dan prinsip prinsip karya
desain komunikasi visual, karena komik juga termasuk
karya komunikasi visual. Sama halnya dengan sastra tu-
lisan, komik pun memiliki struktur dan elemen sendiri.

Cara bercerita pada dasarnya terbagi menjadi


dua, yaitu melalui kata-kata (lisan atau tertulis), elemen
visual (gambar atau lukisan), ataupun penggabungan
keduanya seperti dalam media komik.
33
Komik dapat dibuat dengan teknik manual, teknik
digital, ataupun teknik campuran. Teknik manual ada-
lah teknik membuat komik dengan cara memanfaatkan
media kertas dengan alat pensil, drawing pen, cat air
ataupun pewarna lainnya yang tidak melibatkan piranti
digital. Sementara membuat komik dengan teknik digi-
tal adalah membuat karya komik dengan menggunakan
piranti digital dengan berbagai software yang telah terse-
dia. Misalnya menggunakan photoshop, corel draw, pro
create atau berbagai jenis aplikasi digital yang lainnya.
Teknik campuran yaitu teknik membuat komik den-
gan memanfaatkan dua teknik di atas (manual+digital).
Artinya sket awal bisa menggunakan manual, selanjutn-
ya karya komik diedit kembali dalam finishing dengan
menggunakan teknik digital.

34
CONTOH-CONOTH KARYA KOMIK CERITA RAKYAT
DENGAN TEKNIK DIGITAL

35
WAYANA

Wayana adalah kisah cerita Wayan, dari asal kata


Wayan dan Ayana. Kisah ini terinspirasi dari cerita
rakyat Bali “I Ubuh”, namun alur cerita sedikit berbeda
menyesuaikan dengan daya imajinasi penulis.

Dikisahkan pemuda bernama Wayan yang kaget


melihat hasil tangkapan ikannya dalam bubu dimakan
oleh seseorang. Wayan merasa kecewa, dan marah den-
gan pelaku yang mencuri ikannya. Di hari berikutnya,
Wayan menjaga bubunya. Tampaklah Raksasa Mena-
ru yang datang “mencuri” ikan dalam bubunya Wayan.
Wayan Akhirnya mengancam Menaru dengan keris
yang dibawa Wayan. Menaru pun ketakutan.

Menaru mohon ampun dan berjanji akan menjadi


hambanya Wayan. Menaru bersedia memenuhi semua
keinginan Wayan, asalkan Menaru diampuni. Menaru
akhirnya jadi hambanya Wayan.

36
37
38
--TamaT--
39
Pencarian Tirtha Amerta

Dikisahkan pada zaman Satyayuga, para Dewa


dan asura (raksasa) bersidang di puncak gunung Ma-
hameru untuk mencari cara mendapatkan tirtha amer-
tha, yaitu air suci yang dapat membuat hidup menjadi
abadi. Sang Hyang Nārāyana (Wisnu) bersabda, “Kalau
kalian menghendaki tirta amerta tersebut, aduklah lau-
tan Ksera (Kserasagara), sebab dalam lautan tersebut
terdapat tirta amerta. Maka dari itu, kerjakanlah.”

Setelah mendengar perintah Sang Hyang Nārāya-


na, berangkatlah para Dewa danasura pergi ke laut
Ksera. Terdapat sebuah gunung bernama Gunung Man-
dara. Gunung tersebut dicabut oleh Ular Besar beserta
segala isinya. Setelah mendapat izin dari Dewa Samud-
era, gunung Mandara dijatuhkan di laut sebagai tongkat
pengaduk lautan tersebut, kemudian Dewa Wisnu men-
jelma menjadi Seekor kura-kura (kurma) raksasa, men-
jadi dasar pangkal gunung tersebut. Ia disuruh menah-
an gunung Mandara supaya tidak tenggelam.

Ular besar tersebut dipergunakan sebagai tali,


membelit lereng gunung tersebut. Dewa Indra men-
duduki puncaknya, suapaya gunung tersebut tidak
melambung ke atas. Setelah siap, para Dewa, raksha-
sa dan asura mulai memutar gunung Mandara den-
40
gan menggunakan ular besar sebagai tali. Para Dewa
memegang ekornya sedangkan para asura dan raksasa
memegang kepalanya. Mereka berjuang dengan he-
batnya demi mendapatkan tirta amerta sehingga laut
bergemuruh. pemutaran Gunung Mandara pun makin
diperhebat, setelah itu akhirnya tirtha amertha keluar
dari dasar laut dan jatuh di tangan asura, melihat tirta
amerta berada di tangan para asura dan rakshasa, Dewa
Wisnu memikirkan siasat bagaimana merebutnya kem-
bali.

Akhirnya Dewa Wisnu mengubah wujudnya


menjadi seorang wanita yang sangat cantik, berna-
ma Mohini. Wanita cantik tersebut menghampiri para
asura dan rakshasa. Mereka sangat senang dan terpi-
kat dengan kecantikan wanita jelmaan Wisnu. Karena
tidak sadar terhadap tipu daya, mereka menyerahkan
tirta amerta kepada Mohini dan akhirnya para dewa
mendapat tirtha amertha kemudian kembali ke khayan-
gan dan membagikan tirtha tersebut kepada dewa lain-
nya.

41
42
43
44
45
Dadong Dauh

Di sebuah desa tinggal seorang nenek yang su-


dah lanjut usia. Bernama Dadong Dauh. Ia memelihara
ayam betina yang diberi nama Ni Siap Putih. Ketika tiba
saatnya ayam itu bertelur, Dadong Dauh membuat bem-
bengan (besek tempat ayam betina bertelur).

Keeseokan harinya Dadong Dauh merasa sangat


bergembira karena Ni Siap Putih telah bertelur. Ia meng-
hamburkan biji jagung di halaman rumah. Ni Siap Putih
pun makan dengan lahapnya. Seiringin waktu berlalu,
sekejap nenek tua itu berpikir. Sebaiknya telur-telur itu
sebagian dijual, sebagian diternakkan. Dengan demiki-
an ayam akan bertambah banyak.

Tibalah keesokan harinya. Dadong Dauh memer-


iksa bembengannya lagi. Ia menghitung telurnya hanya
12 butir berarti telur hilang 3 butir. Ia curiga ada yang
mencuri telurnya. Keesokan harinya ia mengintip dari
celah dinding dapurnya. Ia melihat 3 orang anak men-
gendap-endap menuju bembengannya. Ketiga anak itu
merogohkan tangannya ke bembengan itu, lalu berlari
pergi.

Setelah semua anak menghilang, Dadong Dauh


segera memeriksa bembengannya. Dihitung telurnya
46
masih tersisa sembilan butir. Dadong Dauh meninggal-
kan sarang telur itu. Namun, Dadong Dauh diam-diam
merencanakan sesuatu yang jahil kepada ketiga anak itu.

Keesokan harinya, pagi-pagi yang cerah, anak


nakal itu mengendap-endap lagi menuju bembengan.
Ketiga anak itu merogohkan tangannya. Mereka tidak
mengambil telur, tetapi mencium tangan masing-mas-
ing. Kemudian sambil menangis semua berlari menuju
sungai. Disungai itu mereka mencuci tangannya berka-
li-kali dikiranya kotoran ayam ternyata kotoran sapi.

Semenjak peristiwa itu, anak-anak nakal itu tidak


lagi pernah mencuri.

47
48
49
50
51
52
53
I GAJAH

Pada zaman dahulu di Pulau Bali, hiduplah sepas-


ang suami istri yang telah lama berumah tangga namun
belum memiliki seorang anak. Mereka terus berdoa agar
dikaruniai anak. Akhirnya, doa mereka dikabulkan oleh
Tuhan. Sang istri mengandung dan melahirkan seorang
bayi laki-laki.

Bayi yang diberi nama I Gajah ini, tumbuh kuat


dengan nafsu makan yang tergolong luar biasa, yaitu se-
tara dengan 10 orang dewasa. Seiring berjalannya wak-
tu, sang bayi tumbuh dewasa, tubuhnya besar dan naf-
su makannya semakin meningkat. Saat dewasa, I Gajah
bertubuh tinggi besar hampir sebesar bukit dan kekuata-
nnya seperti topan.

Tidak ada penduduk desa yang berani membuat-


nya marah. Karena kalau marah, dia akan menghancur-
kan segalanya.

Namun kalau sedang tidak mengamuk, dia akan


menggunakan tenaganya untuk membantu penduduk
sekitar.

Porsi makan I Gajah sama dengan porsi makan


untuk seribu orang. Jika penduduk desa sedang tidak
54
membutuhkan tenaganya, mereka tetap harus menye-
diakan makan untuk I Gajah. Sebab jika tidak, I Gajah
bisa marah dan dapat mencelakakan seluruh penduduk
desa.

Suatu hari, penduduk desa meminta bantuan I


Gajah untuk membangun bendungan sungai dengan im-
balan makanan. Namun, ternyata persediaan makanan
yang dimiliki penduduk desa sudah menipis sehingga
tidak bisa memenuhi rasa lapar I Gajah. Mengetahui hal
itu, I Gajah mengamuk. Ia memakan ternak dan meng-
hancurkan rumah-rumah warga.

Banyak korban jiwa dan kerusakan yang ditimbul-


kan oleh I Gajah atas kejadian tersebut. Penduduk yang
merasa cemas dan takut mulai menyusun siasat untuk
melenyapkan I Gajah.

Suatu hari, I Gajah dipanggil untuk memban-


tu membangun desa kembali. Penduduk juga berjanji
akan menyediakan makanan dan rumah untuk I Gajah
sebagai imbalannya. I Gajah menyetujui tawaran terse-
but dan lalu mulai bekerja. Ia membangun rumah dan
waduk untuk warga.

Sementara itu, warga mulai sibuk mengumpulkan


batu kapur yang akan digunakan penduduk untuk mem-
55
bangun rumah I Gajah. Mengetahui hal tersebut, I Gajah
sangat senang dan sedikitpun tidak menaruh curiga.

Pekerjaan terakhir adalah menggali sumur, se-


makin dalam ia menggali sumur maka semakin banyak
batu kapur yang terkumpul. Karena kelelahan, I Gajah
beristirahat di dalam sumur yang digali sendiri sampai
tertidur. Dengkurannya terdengar keras, sehingga mem-
buat penduduk desa sadar bahwa I Gajah sedang terti-
dur lelap.

Warga bergegas menuju sumur dan melempar


batu kapur yang telah terkumpul ke dalam sumur. I Ga-
jah tidak menyadari hal tersebut, sampai air sumur yang
bercampur kapur menyumbat hidungnya. Namun ter-
lambat, timbunan batu kapur semakin tinggi dan akh-
irnya mengubur I Gajah hidup-hidup.

Luapan air sumur membanjiri desa dan memben-


tuk danau. Danau tersebut kemudian dinamakan Danau
Mekala.

56
57
58
59
60
61
62
KEBO IWA

Dikisahkan di sebuah desa di Bali, hiduplah se-


pasang suami istri yang rukun nan kaya raya. Namun,
namun setelah sekian lama menikah mereka belum juga
mereka dikaruniai seorang anak. Maka pergilah mereka
ke pura untuk sembahyang dan memohon kepada Tu-
han agar dikaruniai seorang anak.
Sekian lama waktu berlalu, akhirnya sang istri
mulai mengandung. Kemudian lahirlah seorang bayi
laki-laki. Namun rupanya, bayi yang lahir bukanlah
bayi biasa. Bayi yang baru lahir itu sanggup memakan
makanan orang dewasa. Semakin hari, semakin banyak
saja anak itu makan. Makin waktu berlalu, anak itu tum-
buh menjadi orang dewasa yang tinggi besar. Karena tu-
buhnya yang tinggi besar itu, ia dipanggil dengan nama
Kebo Iwa yang berarti ‘paman kerbau’. Karena keraku-
sannya harta keluarganya dan bahkan desa pun tidak
sanggung untuk memberikan makanan kepada Kebo
Iwa.
Kehebatan Kebo Iwa juga menjadikannya sosok
pahlawan yang dapat menghalau serbuan pasukan Ma-
japahit yang hendak menaklukan Kerajaan Bali. Sampai
akhirnya Sang Maha Patih Majapahit, Gajah Mada, pun
mengatur siasat. Ia mengundang Kebo Iwa ke Majapahit
dan memintanya membuatkan beberapa sumur, karena
kerajaan tersebut sedang kekurangan air. Tanpa curiga,
63
Kebo Iwa pun menyanggupinya. Sesampainya di Kera-
jaan Majapahit, ia menggali banyak sumur. Ketika Kebo
Iwa sedang bekerja di sumur, Sang Patih Gajah Mada
kemudian memerintahkan pasukannya untuk menim-
bun Kebo Iwa dengan batu kapur. Kebo Iwa pun sesak
nafasnya karena timbunan batu kapur, kamudian ia pun
mati di dasar sumur. Setelah kematian Kebo Iwa, Kera-
jaan Bali pun kembali diserang oleh pasukan Majapahit
dan dengan mudahnya Patih Gajah Mada menakluk-
kannya.

64
65
66
67
68
Selat Bali

Manik Angkeran seorang pemuda yang gagah dan


pandai namun dia mempunyai sifat yang kurang baik,
yaitu suka berjudi. Dia sering kalah dan banyak ber-
hutang pada orang lain. Manik Angkeran pun meminta
bantuan uang dari ayahnya. Sidi Mantra pergi, diarah-
kan untuk menemui Naga Besukih dan meminta sedikit
hartanya. Tanpa Sidi Mantra ketahui, Manik Angkeran
mengikutinya dan melihat ayahnya bersama Naga Be-
sukih.
Manik pun menemui Naga Besukih dan meli-
hat ekornya yang berlapis berlian. Karena sifatnya yang
rakus, Manik Angkeran pun memotong ekor tersebut
dan karena ulahnya sang naga pun menjadi marah. Ia
membakar habis Manik Angkeran menggunakan apin-
ya sampai menjadi abu. Lalu sang ayah yang menyadari
anaknya sudah terbakar hangus menjadi abu meminta
tolong pada sang naga untuk mengembalikan anakn-
ya. Sang naga pun menyetujuinya dengan syarat Manik
Angkeran harus berubah. Lalu Sidi Mantra membelah
tanah dan belahan tersebut memisahkan antara pulau
Jawa dan pulau Bali. Kini belahan tersebut disebut se-
bagai Selat Bali

69
70
71
72
73
LUBDAKA

Lubdaka adalah seorang pemburu binatang yang


memakan dan menjual daging hasil buruannya untuk
menafkahi keluarganya. Suatu hari ketika sedang beruru
ia tidak memperoleh seekor pun binatang untuk dimak-
an atau dijual. Tanpa pantang menyerah ia terus berburu
hingga ke tengah hutan. Saat ia berjalan di tengah hutan,
tiba-tiba ada seekor macan yang mengintai pergerakann-
ya.Saat Lubdaka menyadarinya, macan itupun langsung
menyergapnya. Untungnya lubdaka berhasil mengh-
indarinya dan ia buru”untuk memanjat pohon bilwa.

Haripun sudah mulai gelap, perlahan Lubdaka


bersandar diatasnya dan berusaha untuk tidak tidur.
Meskipun ia sangat mengantuk ia tidak berani tidur
karena akan terjatuh dan dimakan binatang buas, untuk
menghilangkan rasa mengantuknya ia memetik daun-
daun pohon bilwa dan menjatuhkannya ke bawah, seh-
ingga mengenai Lingga yang ada di bawahnya. Lubdaka
sendiri tidak menyadari bahwa malam itu adalah malam
Siwalatri, di mana Dewa Siwa tengah melakukan yoga.

Ketika ia sedang memetik daun bilwa, ia teringat


dengan masa lalunya yang selalu memburu binatang.
Lubdaka mulai menyesali segala perbuatan jahat yang
pernah dilakukannya sepanjang hidup, baik yang disen-
74
gaja maupun tidak disengaja. Di atas pohon Bilwa itu,
hatinya bertekad untuk berhenti bekerja sebagai pembu-
ru.

Waktu terasa sangat cepat, ia terus membayang-


kan masa lalunya hingga matahari terbit, itu menggam-
barkan bahwa dosa-dosa yang pernah dilakukannya
sudah terlalu banyak dan tidak bisa diingatnya satu per
satu lagi dalam waktu satu malam. Karena sudah pagi,
ia berkemas-kemas pulang ke rumahnya, sejak hari itu,
Lubdaka beralih pekerjaan sebagai petani.

75
76
77
78
79
Cupak Gerantang

Cupak dan Gerantang diutus oleh Raja Kerajaan


Kediri untuk menyelamatkan putrinya yang diculik oleh
raksasa bernama I Benaru, sebelum menyelamatkan
tuan putri, Cupak meminta banyak makanan lezat se-
bagai upah dan diberikan dengan senang hati oleh raja,
sedangkan Gerantang diberikan Cincin dan Keris se-
bagai tanda dari kerajaan kediri. Cupak dan Gerantang
pergi ke kediaman I Benaru. Sesampainya di kediaman
I Benaru, Cupak merasa takut dan menyuruh adiknya
yaitu Gerantang untuk mengikatnya di sebuah pohon
dan Gerantang pun pergi dan bertarung melawan raksa-
sa tersebut seorang diri.

Apa yang akan dilakukan Gerantang untuk menyelamat-


kan Tuan Putri?

80
81
82
83
84
85
Kisah asal-usul Kerajaan Buleleng dan Singaraja

Pada zaman dahulu hiduplah seorang raja yang


memerintah Kerajaan Klungkung. Sri sagening nama
sang raja itu. Ia mempunyai banyak istri dan istri ter-
akhirnya bernama Ni Luh Pasek. Ni Luh Pasek sedang
mengandung dan raja tidak ingin anak itu lahir sebab
jika anak itu lahir akan menggantikannya sebagai raja.

Kemudian dengan paksa Sri sagening mengusirn-


ya dan menikahkannya dengan ke Jelantik Bogol dengan
berat hati Ni luh pun meninggalkan istana. namun Ni
luh mendapat secercah keberuntungan karena Ki Jelan-
tik Bogol sangat menyayanginya. Ni luh pun lambat-laun
melangkah menuju kehidupannya yang baru lagi. Be-
berapa bulan setelahnya lahirlah anak yang dikandung
ni luh. Anak itu diberi nama I Gusti Gede Pasekan.

I Gusti gede Pasekan tumbuh menjadi anak yang


kuat cerdas dan tangguh semakin bertumbuh dewasa
semakin terlihat pula bakat dan kemampuannya da-
lam memimpin. saat berumur 20 tahun eh Gusti gede
Pasekan diberikan perintah oleh Kyai Jelantik Bogol un-
tuk pergi ke dan bukit di daerah Panji untuk mengun-
jungi tempat kelahiran ibunya. setelah berkemas I Gusti
gede Pasekan pun segera berangkat ke daerah tersebut.

86
setelah melewati perjalanan yang cukup jauh I Gusti gede
Pasekan bertemu dengan roh hutan yang tiba-tiba meng-
hampirinya dan mengajak I Gusti gede Pasekan untuk
berdiri di atas bahunya. I Gusti gede Pasekan pun men-
yanggupinya dan berdiri di atas bahu roh hutan tersebut
saat tiba di atas, I Gusti gede Pasekan takjub dengan pe-
mandangan yang indah dan membentang luas. kemudi-
an roh itu berkata bahwa kelak daerah-daerah tersebut
akan menjadi milik I Gusti gede Pasekan.

Keesokan paginya ia segera melanjutkan perjala-


nan ke den bukit dan akhirnya tiba. saat I Gusti gede
Pasekan melihat-lihat kearah laut ada sebuah kapal be-
sar yang menghantam karang besar. Kapal itu milik Suku
Bugis. Segera saja I Gusti gede Pasekan mengeluarkan
Kerisnya pemberian ayahnya dan keris itu pun berubah
menjadi raksasa besar kemudian I Gusti gede Pasekan
memerintahkan sang raksasa untuk menyelamatkan
kapal beserta awaknya.
Setelah berhasil menyelamatkan kapal tersebut
sang nahkoda kapal merasa sangat berterima kasih ke-
pada I Gusti gede Pasekan dan menghadiahkan nya nya
setengah dari isi kapal tersebut. Sejak saat itu I Gusti
Gede Pasekan semakin diakui oleh para penduduk desa
di daerah Panji dan kekayaan serta kekuatannya yang
menakjubkan.

87
88
89
90
91
PERANG PUPUTAN MARGARANA

Saat masyarakat Bali sedang menjalankan aktif-


itasnya, tiba-tiba datanglah pasukan Belanda dan men-
guasai Pulau Bali. Mendengar kedatangan Belanda,
rakyat Bali ketakutan dan berteriak histeris. Seorang Ko-
mandan Resiman Nusa Tenggara Letnan Kolonel I Gusti
Ngurah Rai yang sedang pergi ke Yogyakarta lalu datang
dan kaget melihat kondisi Pulau Bali yang telah didatan-
gi oleh pasukan Belanda.

Pada saat malam hari, Komandan I Gusti Ngurah


Rai Bersama pasukannya Ciung Wanara berhasil mem-
peroleh kemenangan dalm penyerbuan ke tangsi NICA
di Tabanan. Mendengar pasukannya telah dikalahkan I
Gusti Ngurah Rai, Belanda mendapat kiriman pasukan
bantuan dan kembali menyerang desa di Marga, Parai.
Mendengar hal tersebut I Gusti Ngurah Rai berusaha
menyemangati pasukannya untuk mengalahkan pasu-
kan Belanda.

Siang harinya, 20 November 1946 I Gusti Ngurah


Rai dan pasukannya (Ciung Wanara), melakukan long-
march ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Tetapi
tiba-tiba di tengah perjalanan, pasukan ini dicegat oleh
serdadu Belanda di Desa Marga, Tabanan, Bali. Prajurit
Bali dan Belanda berseru untuk memulai pertempuran.
92
Terjadilah pertumpahan darah antara pasukan Bali dan
Belanda. Sayangnya, pasukan Bali kalah karena jumlah
pasukan Belanda yang lebih banyak. Dan persenjataan
Belanda yang lebih maju dari pasukan Bali, Belanda juga
menggunakan bom dari pesawat udara. Komandan I
Gusti Ngurah Rai, akhirnya meninggal di tangan Jendral
Belanda dengan satu kali tembakan pistol. Perang sam-
pai habis atau puputan inilah yang kemudian mengakh-
iri hidup I Gusti Ngurah Rai.

Peristiwa inilah yang kemudian dicatat sebagai


peristiwa Puputan Margarana. Malam itu pada 20 No-
vember 1946 di Marga adalah sejarah penting tonggak
perjuangan rakyat di Indonesia melawan kolonial Belan-
da demi Nusa dan Bangsa.

93
94
95
96
97
98
I CEKER CIPAK

Dikisahkan di Pulau Dewata, ada seorang pemu-


da yang baik hati bernama I Ceker Cipak. Cipak hanya
tinggal berdua bersama ibunya yang merupakan seo-
rang janda. Mereka dikenal sangat jujur, walaupun ke-
hidupannya serba kekurangan.

Suatu pagi, bermodal uang 200 keping, Cipak ber-


jalan kaki ke pasar kota untuk membeli jagung sebagai
modal dagang. Dalam perjalanan, ia melihat ada seorang
laki-laki yang menyiksa kucing. Hati Cipak sedih sekali.
“Duh, tolong jangan bunuh dia, Tuan. Berikan kucing
itu, saya akan tebus dia dengan uang 50 keping,” pintan-
ya.

Laki-laki kejam itu setuju. Cipak pun pergi bersa-


ma kucingnya.

Tak jauh dari sana, ia melihat seekor anjing


dipukuli oleh seorang laki-laki. Sama seperti sebelum-
nya, Cipak menawarkan kesepakatan menukar anjing
malang itu dengan uang 50 keping.
Sekarang ia melanjutkan perjalanan bersama kucing dan
anjing.

Di tengah hutan menuju pasar, ia bertemu warga


99
yang ramai-ramai memukuli ular besar. Ular itu mem-
belit bebek yang mungkin milik mereka. Cipak masih
punya uang 100 keping di kantongnya. Ia mengambil se-
bagian untuk ditukar dengan ular besar yang kesakitan.

Mendekati pasar, Cipak melintasi persawahan. Ia


lagi-lagi bertemu orang yang sedang menyakiti hewan.
Saat itu, warga berlari mengejar seekor tikus perusak
padi, lalu menghajarnya penuh marah tanpa ampun. Ci-
pak merelakan 25 keping uangnya untuk ditukar dengan
tikus kecil yang babak belur.

Ular besar yang ditolong Cipak mendekati Cipak.


Ia berbisik, besok saat melewati hutan tempat Cipak
menyelamatkannya, akan muncul seekor ular betina be-
sar bernama Naga Gombang. “Jangan takut karena dia
ibuku. Dia pasti akan memintaku kembali. Turuti saja
dan minta dia membayar tebusan. Ibuku ganas tapi dia
tidak bisa mengalahkan orang yang menjalankan darma
seperti kamu,” pesan ular.

Saat sampai di hutan tempat Cipak menemukan


ular, muncul Naga Gombang. Cipak hampir diserang
lalu ia ingat pesan si anak ular semalam. Ia meminta
tebusan sebelum melepaskan ular yang dibawanya itu.
“Ambil cincin emas di ekorku sebagai tebusan. Semua
barang yang digosok dengan cincin itu akan berubah
100
jadi emas,” kata Naga Gombang.

Cincin ajaib itu mengubah kondisi ekonomi Ci-


pak dan ibunya. Mereka kini hidup berkecukupan. Naga
Gombang tidak membual, cincinnya memang bisa men-
gubah apapun menjadi emas.

101
102
103
104
105
106
107
“PAN BALANG TAMAK”
Pan Balang Tamak merupakan satua yang sedikit
berbau jenaka dan mengandung nilai-nilai luhur dalam
pergaulan hidup di Bali mengenai tatanan masyarakat
sebagai makhluk sosial. Cerita ini dapat kita golongkan
ke dalam legenda karena penduduk pedesaan di Bali
menganggap tokoh yang bernama Pan Balang Tamak
benar-benar pernah hidup. Di Desa Nongan di daerah
Rendang, Karangasem, malah ada Pura yang disebut
Pura Pabianan untuk memujanya yang dikenal dengan
Pura Balang Tamak.

Di Bali sendiri tatanan masyarakat diatur dalam


adat yang terkandung menjadi satu wadah yaitu Desa
Pekraman (Desa Adat). Pada Desa Pekraman sendiri
kemudian dibagi lagi dalam kelompok-kelompok mas-
yarakat yaitu, Banjar. Di bawah Banjar ada lagi naman-
ya Tempek. Tempek akan terwujud jika anggota Banjar
melebihi kapasitas dari control perangkat Banjar atau ru-
mah-rumah tiap kepala keluarga terlalu jauh dari Banjar.
Setiap kelompok masyarakat baik Banjar maupun Tem-
pek memliki seorang kepala yang dinamakan “Kelihan”
(Kepala Dusun), dan dengan perkembangan waktu ter-
jadi perubahan fonem dalam pengucapan sebuatan ini
sehingga menjadi “Kelian“

“Kelian” berarti yang ter-tua (Kelih) yang memliki


108
filosofi menjadi terdepan dan pemimipin dalam sebuah
kelompok.

Dalam tatanan sosial ber-Banjar Adat di Bali tentu


sangat memliki tantangan dalam mengatur sekian kepal
keluarga dengan segudang aturan adat yang menumpuk.
Sehingga untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan
tanggung jawab sebagai makhluk sosial terciptalah ceri-
ta pergaulan Pan Balang tamak.

Kata Pan Balang Tamak berarti ; Pan yang berarti


Bapa atau Bapak. Balang diambil dari filosofi Belalang
atau di Bali disebut Balang yang memliki makna cekatan
dan cerdik seperti Belalang. Tamak berarti rakus atau si-
fat negative yang lebih mementingkan ke-egoisan sendi-
ri.

Dalam bahasa keseharian, ungkapan atau panggi-


lan untuk orang yang sudah memiliki anak keturunan
dengan menggunakan nama panggilan dari anaknya,
misalnya:
“pan agus, yang artinya ayah dari anak yang bernama
agus. Men ari, yang artinya ibu dari anak yang bernama
ari.”

Dilihat dari beberapa hal tersebut, Pan Balang Ta-


mak dapat diartikan sebagai sosok orang tua panutan
109
yang kecerdikannya melebihi orang-orang disekitarn-
ya, dan bisa menundukan ke- tamak-an, singkatnya Pan
Balang Tamak dapat diartikan sebagai ayahnya sumber
kecerdikan dan ketamakan, sehingga orang yang dina-
mai Pan Balang Tamak ini dapat dikatakan sebagai orang
yang sudah menguasai prilaku orang-orang disekeliling-
nya.

110
111
112
113
114
DAFTAR PUSTAKA

Ajidarma, S. G.2012. Antara Tawa dan Bahaya, Kartun Dalam


Politik Humor. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia.

Ajidarma, S. G. 2011. Panji Tengkorak; Kebudayan Dalam


Perbincangan. Jakarta :Kepustakaan Populer Gramedia.

Bonneff, Marcel. 2008. Komik Indonesia. Jakarta: Kepustakaan


PopulerGramedia.

Burhan, M. Agus. 2002. Politik dan Gender”Seni Rupa Modern


Indonesia: Tinjauan Sosiohistoris”. Yogyakarta: Yayasan \
Seni Cemeti.

Danandjaja, James. 1984. Foklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng,


dan lain lain. Jakarta: Pt. Grafiti Pers.

Holt, Claire. 2000. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia.


Bandung:Arti.line

Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual.


Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET.
Lombard, Denys. 2008. Nusa Jawa:Silang Budaya,Bagian I:
Batas-Batas Pembaratan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

McCloud, Scott. 2001. Understanding Comics. Jakarta:


Kepustakaan Populer Gramedia

McCloud, Scott. 2008. Membuat Komik. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama

Mudhiuddin, Andi M. 2009. Borobudur-Prambanan dan Candi


Lainnya: Menelusuri Jejak Peradaban Jawa. Yogyakarta:
Kreasi Wacana

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Transformasi Unsur Pewayangan


dalam Fiksi Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press

Nuriarta, IW. Wirawan, IGN. 2019. Kartun Strips: Membaca


Kartun Media Massa. Denpasar: LP2MPP ISI Denpasar.

Riyanto, Bedjo. 2000. Iklan Surat Kabar dan Perubahan


Masyarakat di Jawa Masa Kolonial (1870-1915).
Yogyakarta: Tarawang

Sedyawati, Edi. 2012. Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni,


dan Sejarah. Jakarta: Rajawali Pers.

Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: Rosdakarya

Suganda. 2003. Seri Kekayaan yang Tersembunyi: Sukses


Mengeksplorasi Seni. Jakarta: Kompas

Susetya,Wawan. 2007. Bharatayuda. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Tabrani, Primadi. 2005. Bahasa Rupa. Bandung: Kelir


PENULIS

I Wayan Nuriarta, adalah dosen pengampu mata


kuliah ilustrasi di Prodi Desain Komunikasi Visu-
al-ISI Denpasar. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa
Prodi Doktor Kajian Budaya Universitas Udayana.
Ia telah menerbitkan beberapa buku yang berkai-
tan dengan kartun; “Kartun Strip, Membaca Kar-
tun Media Massa”, “Ideologi Visual Kartun, Kajian
Semiotika Kartun Politik, Membaca Tanda Visual dan Tanda Ver-
bal Kartun Sompret”. Pernah menjuarai lomba logo, kartun strips,
memecomic yang diselenggarakan Pemprov. Bali. Karya-karya
kartunnya pernah dimuat di koran Jawa Pos, Koran dan Majalah
Bali Post.

Ida Ayu Dwita Krisna Ari, adalah dosen Prodi


Desain Komunikasi Visual-ISI Denpasar. Pengam-
pu mata kuliah Typografi dan aktif membimbing
PKM Nasional. Tercatat sebagai reviewer nasion-
al Program Kreativitas Mahasiswa dan juga lolos
sebagai pembimbing nasional Kampus Mengajar
3. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa Prodi Dok-
tor Kajian Budaya Universitas Udayana. Penelitian yang sedang
ia kerjakan saat ini berkaitan dengan ilustrasi gambar pada truk
dalam perspektif gender.

Anda mungkin juga menyukai