Anda di halaman 1dari 19

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka mempunyai arti peninjauan kembali pustaka-pustaka yang

terkait (review of related literature). Sesuai dengan artinya tersebut, suatu tinjauan

pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian, dan

sebagainya) tentang masalah yang berkaitan-tidak selalu harus tepat identik dengan

bidang permasalahan yang dihadapi-tetapi termasuk pula yang sering dan berkaitan

(collateral). Tinjauan pustaka diartikan sebagai penegasan atas bata-batas logis peneliti

untuk memperhitungkan apa relevan untuk kemudian dikaji dalam penelitiannya.

Fungsi peninjauan kembali pustaka yang berkaitan merupakan hal yang

mendasar dalam penelitian, seperti dinyatakan oleh Leedy (1997) bahwa semakin

banyak seorang peneliti mengetahui, mengenal dan memahami tentang penelitian-

penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (yang berkaitan erat dengan topik

penelitiannya), semakin dapat dipertanggung jawabkan caranya meneliti permasalahan

yang dihadapi (https://www.google.com/amp/s/penerbitdeepublish.com)

Sebagai refrensi yang relevan, sebelum terdapat penciptaan yang dilakukan oleh

seseorang melalui lembaga akademik. Penciptaan ini memiliki keterkaitan dengan

penciptaan yang sedang di lakukan pengkarya, meskipun secara tidak langsung, namun

penciptaan ini dapat memberikan arah serta konstribusi sebagai petunjuk selanjutnya

tehadap beberapa persoalan dalam penciptaan, yaitu:


Tabel 2.1 Peninjauan Pustaka Terdahulu

No. Judul Penulis Temuan/Isi


1. “Penciptaan Teater dan Tatang Rusmana Pemahaman dan kesadaran

Perlindungan Hak Cipta” (2016) tentang Hak Cipta yang

kurang menjadi perhatian

oleh seniman teater.


2. “Penciptaan Teater Tony Supartono Penciptaan teater tubuh

Tubuh” (2016) menawarkan pandangan baru

tentang tubuh yang bukan

sekedar media ungkap tetapi

tubuh itu sendiri mandiri

sebagai sebuah identitas.


3. “Teater sebagai Media Jaeni (2019) Bertujuan ingin menunjukan

Komunikasi Pendidikan” bahwa teater adalah media

komunikasi pendidikan yang

dapat diselenggarakan

melalui jenjang pendidikan

paling dini hingga pendidikan

tinggi dan menjadi ruang

pendidikan bagi masyarakat

luas.
4. “Perancangan Cerita, Muhammad Alhaq Penggunaan unsur kelokalan

Boneka Karakter dan & Senja Aprela tersebut dapat dijadikan fitur

Environment untuk Serial Agustin (2020) pembeda dengan bentuk

teater Boneka budaya negara lain.

‘Tangkupet’ dengan

Mengangkat Unsur
Identitas Lokal

Indonesia”
5. “Absurdisme Pelukis dan Lusi Handayani, Indikasi absurdisme yang

Wanita Karya Adhyra Sahrul N, & Roza tergambar dalam karya ini

Irianto” Muliati adalah ketidakberaturan,

ketidakpastian dan

ketidakseimbanga.
6. “Absurditas Naskah Eka Yuriansyah Menyuguhkan absurditas

Drama “Pelajaran” karya (2019) kehidupan metafisik, kesia-

Eugene Ionesco” sian, pemberontakan, dan

kematian yang dikemas

melalui absurditas alur,

penokohan, dan dialog

irrasional.
7. “Analisis Bentuk, Fungsi Saaduddin (2016) Makna suatu relasi terhadap

dan Makna Pertunjukan kebudayaan Minangkabau

Teater Tanah Ibu yang merupakan bentuk

Sutradara Syuhendri” dialektia terhadap budaya

merantau.
8. “Transformasi Teater Alief Nur Situdju Kondo Buleng dengan gaya

Tradisional Kondo M.N Nadjamuddin, pementasan moderen yang

Buleng dan Kontinuitas Sahariana, & Isna bercorak komedi dan

Elemen Bahari” Tahir (20017) slapstick dan mengambil

unsur-unsur tradisi tari dan

lagu Makasar.
9. “Identitas Budaya Samidi (2019) Teater yang

Masyarakat Kota: Teater merepresentasikan identitas

Tradisi di Kota Surabaya budaya masyarakat Kota


pada Awal Abad XX” Surabaya adalah Ludruk.
10. “Penciptaan Karya Seni Goesthy Ayu Karya pertunjukan

Pertunjukan Berbasis Mariana Devi memanfaatkan elemen seni

Susastra ‘Dang, Lestari (2014) tradisi dalam kebudayaan

Lampung Gham Karam” Lampung yang potensial

didukung oleh memori

empirik ketubuhan

pengkarya.
Simpulan :

Kebaharuan / konstribusi penciptaan ini : Penciptaan yang telah dikaji pada konstribusi

pustakan bagi pengkarya, untuk lebih memahami struktural dalam penciptaan karya baik

dari ssegi perancangan, analisis, metode, pendekatan karya, identitas karya sebagai

landasan atau acuan bagi pengkarya untuk lebih berkreatif baik dari segi penulisan,

pemerana maupun penyutradaraan, dan untuk memahami kerangka latar belakang

teoritis dari permasalahan yang sedang diteliti sehingga pengkarya bisa mewujudkannya

dalam penciptaan karya yang dilakukan pengkarya.

2.2 Tinjauan Karya Terdahulu

Sebelumnya terdapat karya pertunjukan yang menggunakan naskah Prabu


Maha Anu sebagai pijakan pertunjukan, yaitu:

a) Roci Marciano dan Hendri Pramono, dengan melakukan penafsiran ulang

cerita tersebut merubah judulnya dengan Prabu Anunya Maha. Teater ini

menyuguhkan percakapan dan tingkah laku dua insan manusia, perubahan

karakter-karakter yang dilakukan tokoh Baga begitu mahir dengan


menunjukan sisi lain dari diri mereka

(https://www.google.com/amp/s/m.solopos.com).

b) Frisdo Ekardo dan Rosyid Batubara, dalam rangka ujian akhir dengan minat

pemeranan. Menyuguhkan pertunjukan dengan lakon bergaya absurd, yang

terbukti dengan beberapa adegan spectacle-spectacle yang berhasil

mengundang gelak tawa penonton, walau ada beberapa transisi yang tidak

terlihat karena kesalahan teknis (https://www.pojokseni.com)

Dari dua pementasan ini, tema dan makna yang ingin disampaikan oleh penyaji

sama. Namun, untuk metode atau pendekatan gaya akting dari penyaji berbeda. Proses

penggarapan pengkarya juga, akan menghadirkan karakter berbeda dari aktor. Seperti

karakter Baga, dimana aktor harus bisa atau mampu mengubah dirinya menjadi orang

lain, tentunya dengan melakukan observasi. Pergantian karakter yang berbeda dari

tokoh Baga, sebagai sutradara tentunya pengkarya ingin sekali dimana aktor Baga yang

dimainkan oleh aktor perempuan, tapi tiba-tiba dimana saat dia mengubah dirinya

menjadi seorang laki-laki yang begitu maskulin dan arogan.

Alasan lain, mengapa pengkarya ambil dua karya ini sebagai refrensi yang

relevan, karena dua dari karya ini yang pertama, aktor-aktornya menggunakan tubuh

yang begitu kalikatural, yang kedua proses pencarian aktor dengan metode akting

Stanislavsky dan aktor mampu menciptakan tokoh yang diinginkan.

2.3 Deskripsi Karya

Naskah ini dipentaskan pertama kali di Comedia de Paris pada tahun 1964.

Penulis asli naskah ini adalah Robert Pinget (Jenewa,19 Juli 1919-25 Agustus 1997,

Tours) adalah seorang penulis perancis avant-garde, lahir di Swiss, yang meneulis
beberapa novel dan karya prosa lain yang dibandingkan dengan Beckett dan penulis

Modernis besar lainnya. Lalu diterjemah kembali oleh salah satu sastrawan Indonesia

yaitu Saini KM atau lebih dikenal dengan nama lengkapnya Saini Karnamisastra,

penulis naskah drama dan puisi. Di samping itu, ia juga menulis cerita pendek, novel,

dan karya terjemahan. Dia lahi di kampung Gending, Desa Kota Kulon, Sumedang,

Jawa Barat, tanggal 16 Juni 1938. Esensi naskah ini dilhami dengan perang dunia II.

Dimana hidup dalam pengasingan orang-orang di zaman tersebut. Dimana kekuasaan

selalu berkuasa dan bertindak sewenangnya. Sekarang pun, kekuasaan masih berlaku

dan selalu paling berkuasa walaupun hukum selalu ubah dan diketatkan.

Sebagai masyarakat pribumi yang tidak mengerti tentang kekuasaan, hanya akan

menjalankan kewajibannya yang sudah berlaku sesuai peraturan pemerintah. Namun,

dengan adanya sistem diskriminasi sebagai masyarakat akan terbelenggu adapun

pejabat-pejabat yang menggila hingga terlena dalam kekuasaan yang menghampirinya.

Dan tidak akan mengerti dengan nasib, atau penderitaan yang sedang di alami oleh

rakyatnya. Sehingga banyak dialog dalam naskah yang menyindir pemerintah mengenai

turun tahta, membagi uang untuk berfoya-foya kepada kacung-kacungnya.

2.4 Dasar teori

Dasar teori atau landasan teori adalah sebuah konsep dengan pernyataan yang

tertata rapi dan sistematis memiliki variabel dalam penelitian karena landasan teori

menjadi landasan yang kuat dalam penelitian yang akan dilakukan. Oleh karena itu,

dengan menciptakan landasan teori yang baik dalam penelitian akan menjadi salah satu

hal terpenting. Karena landasan teori menjadi sebuah landasan dalam penelitian itu
sendiri. Teori yang yang digunakan pengkarya untuk mendukung penciptaan karya

dalam naskah Ratu Maha Anu Karya Robert Pinget terjemahan Saini KM ialah:

2.4.1 Teater

Teater berasal dari kata teatron (bahasa Yunani), artinya tempat melihat

(Romawi, auditorium; tempat mendengar). Dalam pengertian lebih luas kata

teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukan di depan orang banyak

misalnya, ketoprak, ludrug, topeng, dagelan, akrobatik, dan lain-lainnya (Santosa,

2008:1). Teater juga bisa diartikan mencakup gedung, pekerja (pemain dan kru

panggung), sekaligus kegiataannya (isi pentas-peristiwanya). Sementara itu, ada

juga yang mengartikan teater sebagai semua jenis dan bentuk tontonan (seni

pertunjukan tradisional-rakyat-kontemporer), baik di panggung tertutup maupun

di arena terbuka. Jika peristiwa tontonan mencakup “ Tiga Kekuatan” (pekerja-

tempat-penikmat) atau ada “tiga unsur” (bersama-saat-tempat) maka peristiwa itu

adalah teater (Riantiarno,2011:1).

Dari kesimpulan di atas, pengkarya bisa mengambil kesimpulan teater

merupakan segala jenis dan unsur pertunjukan yang bisa dilihat atau ditonton

yang mampu memberikan pesan kesan yang berbeda bagi setiap pengunjung atau

penonton, atau bisa disebut juga sebagai penikmat seni pertunjukan. Teater adalah

kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan

orang banyak dan disasarkan pada naskah yang tertulis.

2.4.2 Teater Absurd

Tidak ada kebenaran mutlak. Manusia adalah “Tuhan” bagi dirinya

sendiri. Nilai yang selama ini disepakati adalah tak masuk akal, absurd. Avand-
Garde. Konvensi struktur alur, penokohan, urutan waktu-tempat, serta tematik,

diabaikan atau dilanggar. Bentuknya seringkali olok-olok atau ejekan yang tragis,

atau tragedi yang dibalut olok-olok (Riantiarno, 2011:8)

Kehidupan kita selalu di penuhi dengan drama, namun kita tidak pernah

menyadarinya. Kehidupan yang selalu berpaut dengan pikiran dan logika, tanpa

disadari setiap harinya adalah hal yang sama untuk dilakukan. Begitupula dalam

pementasan naskah Ratu Maha Anu ini, mereka beribu abad hidup, hanya

melakukan kegiatan yang sama yaitu bersandiwara. Kadang yang kita lakukan

setiap harinya juga tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan

sebelumnya.

Lakon Ratu Maha Anu adaptasi naskah Prabu Maha Anu terjemahan Saini

KM termasuk lakon yang berhaya absurd dimana persoalan-persoalan ayang ada

merupakan pencarian dan keberadaan (eksistensialis) diri para tokoh yang ada di

dalamnya. Martin Esslin, menuturkan teater Absurd:

“Teater absurd mengekspresikan tiadanya sistem nilai kosmis yang


diterima secara umum. Maka dari itu, secara jauh lebih sederhana teater absurd
tidak menjelaskan cara-cara tuhan kepada manusia. Dalam kecemasan dan
cemoohan, teater absurd hanya bisa menyajikan intuisi individu manusia akan
realitas mutlak sebagaimana yang dialaminya. Buah dari masuknya manusia
kedalam pribadinya, mimpi-mimpinya, fantasi-fantasinya maupun mimpi
buruknya”.

Teater Absurd merupakan salah satu ekspresi pencarian. Teater Absurd

dengan gagah menghadapi kenyataan bahwa bagi mereka yang merasa dunia ini

telah kehilangan penjelasan inti dan maknanya, tidak lagi mungkin untuk

menerima bentuk-bentuk seni yang masih didasarkan pada kesinambungan

standar dan konsep yang sudah kehilangan validitas; artinya, kemungkinan untuk

mengetahui aturan main dan nilai-nilai mutlak, sebagai bentuk yang bisa
didedukasi dari landasan kokoh keniscayaan yang tersingkap mengenai tujuan

manusia di dalam semesta ini (Esllin, 2008:303).

Kata “absurd” aslinya berarrti “tidak harmonis”. Maka definisi kamusnya

adalah ‘tidak selaras dengan nalar atau kelayakan umum’ tidak kongruen, tidak

masuk akal, dan tidak logis. Dalam pemakaian setiap harinya, “absurd” berarti

“menggelikan”, namun, bukan dalam pengertian seperti yang digunakan oleh

kamus, maupun pengertian dalam pembahasan Teater Absurd.

Dari definisi di atas, pengkarya dapat mengambil kesimpulan bahwa teater

absurd merupakan suatu pertunjukan dimana pertunjukan tersebut tidak selaras

atau tidak masuk akal. Namun, dalam realita dan dalam pementasan. Dalam

kehidupan realita kita menjalani hidup sesuai dengan apa yang kita lakukan,

namun pada pertunjukan teater absurd kita menjalani tidak sesuai dengan apa

yang seharusnya kita lakukan dengan bermain agarbisa melupakan puncak

kejenuhan.

2.4.3 Teori Adaptasi

Adaptasi adalah merancang naskah dengan tetap mempertahankan ide

cerita dan melakukan adaptasi, misal adaptasi zaman atau adaptasi nama, dan

lain-lainnya. Pengadaptasian yang dilakukan oleh Pengkarya yaitu dengan

meminjam teori tipologi adaptasi Robert K. Merton. Salah satunya adalah

Mencoba/Experimenting, yaitu dengan mengumpulkan informasi/eksperimen

(Merton 1968:48). Bisa disimpulkan bahwa, pengkarya bisa melihat atau bisa

melakukan eksperimen baru walau naskah tersebut sudah pernah dipentaskan.

Bisa juga pementasan sebelumnya dijadikan sebagai bahan refrensi untuk

pengkarya lebih memahami inti-inti dari setiap proses penggarapan yang sudah
dilakukan dan menjadi acuan semangat bagi pengkarya untuk lebih berkreatif

dalam berproses.

Bisa dikatakan apa yang dilakukan pengkarya adalah proses adaptasinya

cuman di sebatas judul dari judul Prabu Maha Anu menjadi Ratu Maha Anu.

Namun, untuk tema cerita tetap ubah yang ditekankan pengakrya adalah seperti

yang sudah dijelaskan pada Bab 1 latar belakang. Pengkarya ingin memainkan

naskah, yang dimana naskah tersebut mampu mewujudkan ide imajinatif

pengkarya yang membuat seolah naskah dan suasana dalam pementasan tersebut

terjadi di NTT. Walaupun proses adaptasi yang dilakukan pengkarya tidak secara

terperinci dan tidak sesuai dengan etika akademis.

2.4.4 Lakon

Naskah atau lakon adalah sumber ide untuk membentuk sebuah karakter

bagi seorang pemain teater. naskah atau lakon atau cerita yang digarap menjadi

sebuah pergelaran teater. lakon mutlak harus dipahami dahulu oleh penggarap

teater sebelum nantinya secara otomatis penonton pun ikut paham. Di dalam

lakon terdapat tema atau dapat disebut inti cerita yang merupakan pesan

penggarang yang ingin disampaikan kepada penonton.

Peristiwa atau karangan yang disampaikan kembali dengan tindak tanduk

melalui benda,perantara hidup (manusia), sesuatu (boneka, wayang) atau sebagai

pemain. Naskah lakon mampu memuat pikiran-pikiran pengkarya untuk mudah

menerjemah melalui ide-ide atau fikiran-fikiran yang mampu diwujudkan dalam

pertunjukan teater. Pertunjukan tersebut akan hidup jika ada aktor yang mampu

menjiwai isi dan makna di dalam naskah dengan di dukung oleh estetik panggung
atau biasa dikatakan adalah artistik yang mampu memperdalam suasana

pertunjukan tersebut.

Karya sastra adalah berbagai bentuk tulisan, karangan, gubahan, yang di

dominasi oleh aspek-aspek estetis. Ciri utama yang lain karya sastra adalah

kreatifitas imajinatif, secara garis besar dibedakan atas sastra lisan dan tulisan,

lama dan modern, daerah dan nasional (Ratna,2011:476). Karya sastra juga

merupakan karya seni yang dapat dinikmati dalam berbagai bentuk.

Karya sastra bisa disalurkan melalui ungkapan isi hati atau kegelisahan-

kegelisahan yang bisa menjadi sebuah karangan yang dapat dinikamati melalui

tulisan berupa, puisi, cerpen, novel, dan sebagainya. Sehingga dalam pertunjukan

teater, pemilihan naskah sangatlah penting atau yang cocok untuk digarap oleh

seorang sutradara yang mampu diwujudkan dalam bentuk visual, dan bisa

memberikan pemahaman secara lisan kepada penonton.

2.4.5 Aktor

Pemain adalah orang-orang yang bergabung dalam sebuah tim kerja untuk

memproduksi karya pertunjukan. Ada pemain yang muncul di atas panggung

disebut pemeran dan ada pemain yang berada di belakang layar. Walau tidak

muncul di atas panggung, namun mereka sama-sama memiliki peran penting

dalam pertunjukan.

Pemain atau aktor adalah alat untuk memeragakan tokoh. Tetapi bukan

sekedar alat yang harus tunduk kepada naskah. Pemain mempunyai wewenang

membuat refleksi dari naskah melalui dirinya. Agar mereflesikan tokoh menjadi

sesuatu yang hidup, pemain dituntut menguasai aspek-aspek pemeranan yang

dilatihkan secara khusus, yaitu jasmani (tubuh/fisik), rohani (jiwa/emosi), dan


intelektual. Memindahkah naskah lakon kedalam panggung melalui media

pemain tidak sederhana mengucapkan kata-kata yang ada dalam naskah lakon

atau sekedar memperagakan keinginan penulis melainkan proses pemindahan

mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu harus menghidupkan bahasa kata (tulis)

menjadi bahasa pentas (lisan), (Santoso, 2008:45)

Bisa disimpulkan, bahwa dalam pertunjukan aktor dijadikan media untuk

bisa menyampaikan secara lisan maupun secara visual. Pada karya Ratu Maha

Anu sebenarnya memiliki empat aktor, pengkarya memutuskan untuk memakai

tiga aktor diantaranya adanya Ratu, Baga, dan Maut. Memilih pemain bukan

sekedar memilih, namun pengkarya juga harus memahami kelemahan dan

kelebihan dari aktor yang akan dicasting. Karena mengusung konsep ketimuran,

kebetulan juga ketemu dua aktor timur yang sama-sama menempuh jurusan yang

sama. Dilihat dari segi naskah dan tempo permainannya, memang sangat sulit,

namun itu adalah sebuah tantangan yang harus dijalani demi mengasah

kemampuan akting, apalagi tokoh Baga yang harus bisa mengubah karakternya

dalam setiap babaknya. Dalam naskah ini, mereka sudah memeran tokoh diatas

pertunjukan, tapi harus dituntut juga adanya wujud tokoh lain dalam satu karakter

seperti memainkan sandiwara di atas sandiwara.

2.4.6 Akting

Akting merupakan perwujudan peran sesuai dengan karakter yang

diinginkan oleh naskah dan sutradara baik secara fisik maupun psikis. Untuk

menampilkan akting yang baik diperlukan latihan yang tekun dan disiplin.

Latihan itu meliputi olah tubuh, vokal, dan olah rasa. Dengan pelatihan tersebut

mampu membentuk karakter pada aktor untuk mampu menciptakan tokoh yang

sesuai yang di harapkan oleh sutradara.


Pembentukan karakter dimaksudkan untuk pemunculan konflik.

Pembentukan karakter dimulai mencari karakter tokoh yang sebelumnya telah

dilakukan beberapa tahap. Tahapan-tahapan dilakukan saat mulai membaca

naskah hingga eksplorasi. Dari tahapan tersebut akan diseleksi, dikembangkan

hingga terbentuknya karakter-karakter yang mampu membangun konflik.

Penguasaan dialog yang baik, pengendalian emosi dengan penguasaan tubuh yang

cukup lentur bukanlah jaminan bahwa pemain telah membangun watak/peran

yang baik.

Sebelum melangkah ke pembentukan karakter, yang dilakukan pertama

adalah dengan pelatihan pemeranan aktor. Adapun tahapan teknik keaktoran yang

dilakukan WS. Rendra, yaitu sebagai berikut:

1) Teknik Memberi Isi, teknik ini untuk memberi isi pengucapan dialog-dialog

untuk menonjolkan emosi dan pikiran-pikiran yang terkandung dalam dialog

tersebut. Teknik ini dilakukan dengan tiga cara. Pertama, dengan tekanan

dinamik, memberi tekanan ucapan pada salah satu kata pada kalimat. Guna

membedakan kata yang penting dan yang tidak. Kedua, dengan tekanan nada,

kalimat atau kata yang kita ucapkan dengan bernada akan mencerminkan

perasaan kita ketika mengucapkan kata atau kalimat tersebut. Ketiga, dengan

tekanan tempo, memberi tekanan terhadap kata dengan cara memperlambat

pengucapan kata tersebut. hampir mirip dengan tekanan terhadap kata yang

diberikan tekanan.

2) Teknik Pengembangan teknik pengembangan hampir sama dengan teknik

memberi isi. jika teknik memberi isi bisa dilakukan dengan menekankan kata

yang menjadi isi pemikiran, teknik pengembangan bisa dilakukan dengan

teknik pengembangan bisa dilakukan dengan teknik pengembangan tingkat


posisi jasmani, berpaling, berpindah tempat, melakukan gerak pengucapan dan

teknik pengembangan jasmani.

3) Teknik Pembinaan Puncak-Puncak. Teknik membina puncak-puncak adalah

teknik yang dilakukan oleh pemeranan terhadap jalannya pementasan lakon.

Teknik ini bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pertama, menahan

intensitas emosi, yaitu dengan cara melakukan tahap demi tahap penggunaan

emosi pemeranan pada suatu pementasan lakon. Kedua, menahan reaksi pada

perkembangan alur, yaitu menyesuaikan tingkat emosi yang terdapat pada alur

yang dimainkan. Ketiga, gabungan yaitu memadukan antara gerakan dan suara

yang keras maka harus diimbangi dengan gerakan-gerakan yang ditahan,

begitu juga sebaliknya apabila pemeran menggunakan gerakan-gerakan yang

cepat maka suaranya yang ditahan. Apabila sudah sampai puncak semuanya

digabungkan antara gerakan dan suara. Keempat, kerjasama antara pemain,

yaitu suatu kerjasama yang ditempuh oleh pemeran di panggung untuk

membina puncak permainan. Teknik ini berhubungan dengan penyutradaraan,

maka teknik ini harus bekerjasama dengan sutradara.

4) Teknik Timing, adalah teknik ketepatan waktu antara aksi & tubuh dan aksi

ucapan atau ketepatan antara gerak tubuh dan dialog yang diucapkan (gerakan

dilakukan sebelum kata-kata diucapkan, gerakan dilakukan bersamaan dengan

pengucapan kata-kata, atau gerakan dilakukan sesudah kata-kata diucapkan).

5) Teknik Penonjolan bagi Seorang Pemeran, dilakukan dengan cara

membedakan tekanan pada vokal dan pose tubuh. Penonjolan pada vokal yang

sudah dibahas pada teknik memberi isi, sedangkan teknik penonjolan dengan

jasmani lebih dititik beratkan pada teknik ekspresi. Teknik berupa perubahan-
perubahan gerak, terutama perubahan tempat dan perubahan tingkat atau level

serta mimik muka.

6) Teknik Pengulangan adalah teknik pemeranan dengan cara mengulang ulang

latihan yang sedang dilakukan sampai menemukan suatu teknik yang pas.

7) Teknik Improvisasi, adalah teknik dasar permainan tanpa ada persiapan atau

bersifat spontan. Teknik ini berguna untuk mengasah kepekaan seorang

pemeran untuk mengatasi suatu masalah yang timbul diatas panggung pada

saat pementasan (Waluyo,2002)

Dari teknik-teknik yang sudah diuraikan, seorang sutradara mampu

mengkordinasi pemainnya untuk melangkah ke proses selanjutnya, yaitu

menciptakan karakter oleh pemain atau aktor. Dengan sudah melakukan proses

teknik pemeranan, pemain atau aktor akan dengan mudah mampu mewujudkan

karakter yang ingin diciptakannya.

Proses pembentukan watak dimulai dengan pemahaman para pemain,

terhadap tokoh yang dimainkan. Perlu dipertimbangkan juga adalah wawasan,

pola pikir, gerak-gerik, dan prinsip-prinsip tokoh. Sosok tokoh yang hidup,

menyakinkan, realis, bukannya sosok imitasi (pura-pura). Pada proses pencarian

ini, mencoba mengucapkan dialog-dialog dengan laku yang mengacu pada aspek-

aspek pembentukan karakter tokoh. Fungsi-fungsi yang penting untuk dijadikan

suatu proses pencarian tokoh antara lain study: persepsi, motivasi, emosi, belajar,

dan berfikir. Fungsi-fungsi tersebut yang menentukan terbentuknya tingkah laku,

bahkan pola tingkah laku seseorang. Tingkah laku pemain dengan demikian dapat

dipahami atau ditafsirkan melalui teori psikologi.


Aktor harus pandai-pandai mengekplorasi gerakan teatrikal, agar timing

pas dan harus sesuai waktu latihan dan menyesuaikan dengan kebutuhan naskah,

pengkarya juga menggunakan spektakel. Pelatihan ini, supaya aktor bisa melatih

gerak mimik wajah, ekspresi, dan kelenturan tubuh.

2.4.7 Artistik

Artistik merupakan elemen penting yang terdapat pada teater. Seorang

artistik Yang mampu menjadi seorang direktor atau desainer yang menyiapkan

semua aspek visual yang menyangkut setting tempat atau suasana, properti atau

perlengkapan pementasan, kostum, tata lampu dan pencahayaan, serta

perlengkapan lainnya (sepertia:audio). Dengan adanya seorang desainer mampu

memperkuat suasana dan permainan dari aktor.

Dalam pertunjukan naskah Ratu Maha Anu. Sebagai seorang sutradara

saya ingin melakukan yang terbaik. Karena dalam pertunjukan ini dibagi menjadi

dua; yaitu, salah satu pengkarya mengambil sebagai seorang sutradara dan yang

satunya akan mengambil artistik. Jadi pertunjukan ini akan digabung atau kolab

Sutradara dan seorang Desainer. Seorang desainer, tentunya memiliki pemikiran

atau ide yang mampu menyamakan dengan konsep yang sudah dibahas bersama.

Sehingga, seorang desainer akan menyatukan seluruh elemen-elemennya, yang

mampu menciptakan sebuah desain yang estetik. Pekerjaan tersebut, bukan hanya

dalam dekorasi panggung, dari segi kostum, dan semua elemennya akan

diperhitungkan oleh seorang desainer. Sehingga pertunjukan tersebut, akan

terlihat lebih berwarna karena sutradara dan desainer menyatu.

2.4.8 Sutradara
Dalam sebuah pertunjukan teater, tentu adanya yang mengatur atau

memanajemen untuk melancarkan pertunjukan tersebut. salah satunya,

menyatukan seluruh kekuatan dari berbagai elemen teater, yaitu sutradara.

Seorang sutradara yang mempunyai argumen/alasan yang kuat dan jelas mengapa

memilih tema tertentu. Konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan

sebuah penciptaan karya yang menjadi salah satu unsur terpenting yang tidak

dapat di hilangkan, konsep juga menjadi landasan awal dalam menentukan bentuk

struktur dan tekstur sebuah pertunjukan teater. Untuk mencapai puncak sebuah

karya sastra lakon, pengkarya menggunakan konsep penyutradaraan dalam hal

penggagasan dan penggarapan bentuk peristiwa pentas atau permasalahan artistik.

Usaha seorang sutradara dalam melahirkan suatu nilai estetika harus adanya

dukungan dari manusia dan properti.

Ada empat fungsi sutradara dalam mempersiapkan sebuah pertunjukan,

yaitu membaca dan menafsirkan naskah, memilih pemain, memimpin proses

latihan dan mempersiapkan proses pementasan. Segala proses latihan menuju

pementasan dibawah kordinasi seorang sutradara. Kordinasi yang dilakukan

bersangkut paut dengan ide-ide sumber kreatif yang hasil dari perenungan,

pandangan, atau pikiran yang hendak disampikan, mempresentasikan rencana

kreatif, melatih pemain dan menggabungkan segala unsur artistik hingga menjadi

sebuah pementasan yang utuh.

Beberapa tipe sutradara sebagai pemimpin. Menurut Harymawan (1993)

ada beberapa tipe sutradara dalam menjalankan penyutradaraannya, yaitu:

1. Sutradara Konseptor
Ia menentukan pokok penafsiran dan menyarankan konsep penafsirannya

kepada pemain. Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif.

Tapi juga terikat kepada pokok penafsiran.

2. Sutradara Diktator

Ia mengharapkan pemain dicetak seperti dirinya sendiri, tidak ada konsep

penafsiran dua arah ia mendambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain

dibentuk menjadi robot-robot yang tetap buta-tuli

3. Sutradara Koordinator

Ia menenpatkan diri sebagai pengarah atau polisi lalu lintas yang

mengkordinasikan pemain dengan konsep penafsirannya.

4. Sutradara Paternalis

Ia bertindak sebagai guru atau suhu yang mengamalkan ilmu yang bersamaan

dengan mengasuh batin pada anggotannya. Teater disamakan dengan

padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yang harus setia kepada sutradara.

Penaggung jawab dalam proses transformasi naskah lakon ke bentuk

pemanggungan adalah sutradara yang merupakan pimpinan utama kerja kolektif

sebuah teater. Baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja

sutradara, meskipun unsur-unsur lainnya juga berperan, tetapi masih berada

dibawah kewenangan sutaradara (Santoso, 2008:267).

2.4.9 Penyutradaraan

Penyutradaraan berhubungan dengan kerja sejak perencaan pementasan,

sampai pementasan berakhir. Dalam sebuah pementasan drama, perfilman atau

lain halnya yang berhubungan dengan suatu pementasan pasti ada namanya

sutradara. Yang mampu mengkordinasikan segala anasir pementasan (artikel

Kertas Putih oleh Dedi Dahmudi).


Penyutradaraan merupakan teknis kerja oleh sutradara dalam membentuk

sebuah karya. Dengan memilih dan menganalisis naskah sutradara yang

membentuk alur dan kejadian dalam naskah. Dengan pemilihan bidang

penyutradaraan pengkarya sebagai sutradara mempunyai tugas setral yang berat

dalam sebuah pementasan tidak hanya akting para pemain yang diurusnya, tetapi

juga kebutuhan yang berhubungan dengan artistik dan teknis. Harymawan

menyatakan bahwa sutradara adalah karyawan teater yang bertugas

mengkordinasikan segala anasir teater, dengan paham, kecakapan, serta daya

imajinasi yang inteligen guna menghasilkan pertunjukan yang berhasil.

2.5 Observasi

Pemeran mewujudkan tokoh ke atas panggung sangat membutuhkan waktu

yang sangat lama. Karena seorang pemain membutuhkan tafsiran yang lebih matang

untuk mengidentifikasi tokohnya masing-masing. Sebelum itu, pemain membutuhkan

observasi seperti mencari informasi tentang peran berdasarkan teks naskah. Observasi

dilakukan agar pemain bisa menemukan karakter tokoh yang optimal. Observasi yang

dimaksud adalah dengan menonton film, baca berita, atau kejadian yang sering terjadi

kepada kita. Hasil observasi tersebut, akan diterapkan dalam proses pelaltihan aktor

untuk kepentingan pemanggungan. Proses ini, supaya aktor dapat meleburkan diri

dengan tokoh yang akan dibawakan. Dengan berekplorasi mencari suaranya, bentuk

mimik supaya karakter yang dimainkan aktor akan sesuai dengan karakter tokoh lakon.

Dengan proses latihan yang intensif dalam penghayatan peran supaya pendalaman

karakter.

Anda mungkin juga menyukai