Anda di halaman 1dari 29

MODUL

PSIKOLOGI
KELOMPOK
Oleh
ROOSWITA SANTIA DEWI, M.PSI., PSIKOLOG
SITI RAI’YATI, M.PSI

PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas kelancaran penyelesaian "Modul Psikologi
Kelompok" ini. Modul ini dirancang sebagai panduan bagi mahasiswa Program Studi
Psikologi di Fakultas Kedokteran dan ilmu Kesehatan Universitas Lambung Mangkurat yang
mengambil Mata Kuliah Psikologi Kelompok. "Modul Psikologi Kelompok" memiliki peran
integral dalam mendukung proses belajar-mengajar. Hal ini menjadi relevan mengingat
keterbatasan buku pustaka yang berkaitan dengan Psikologi Kelompok, baik yang dimiliki
mahasiswa maupun yang tersedia di perpustakaan Prodi/Fakultas. Modul ini diharapkan dapat
menjadi sumber pedoman utama bagi mahasiswa dalam memahami materi yang diajarkan
dalam mata kuliah Psikologi Kelompok.

Tujuan utama dari penyusunan modul ini adalah untuk memberikan landasan pemahaman yang
kuat kepada mahasiswa terkait dengan konsep-konsep dasar dalam Psikologi Kelompok.
Dengan demikian, diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan pemahaman mendalam
tentang dinamika kelompok, interaksi antarindividu dalam konteks kelompok, serta aplikasi
teori-teori Psikologi Kelompok dalam berbagai situasi. Capaian yang diharapkan dari mata
kuliah Psikologi Kelompok ini mencakup pemahaman mahasiswa terhadap prinsip-prinsip
dasar dalam Psikologi Kelompok, kemampuan menganalisis dinamika kelompok, serta
keterampilan dalam mengaplikasikan konsep-konsep Psikologi Kelompok dalam kehidupan
sehari-hari.

Kami menyadari bahwa modul ini belum mencapai tingkat kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak guna perbaikan modul ini,
sehingga tujuan proses belajar mengajar di Program Studi Psikologi dapat tercapai dengan
baik. Harapannya adalah menghasilkan lulusan Sarjana Psikologi yang memiliki pemahaman
mendalam tentang teori-teori Psikologi, terutama yang berkaitan dengan Psikologi Kelompok.

Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu
dalam penyusunan Modul Psikologi Kelompok ini, meskipun tidak dapat disebutkan satu per
satu. Semoga modul ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak, terutama mahasiswa
2
Program Studi Psikologi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Lambung
Mangkurat.

3
DAFTAR ISI

BAB I. Konsep Dasar Psikologi Kelompok


BAB II. Alasan-Alasan Individu Masuk Kelompok Dan Jenis-Jenis Kelompok
BAB III. Psikologi Massa
BAB IV. Proses Dasar Dalam Kelompok
BAB V. Masalah-Masalah Dalam Kelompok
BAB VI. Kohesivitas Dalam Kelompok
BAB VII. Motivasi dan Tujuan Dalam Kelompok
BAB VII. Kekuasaan dalam Kelompok
BAB IX. Kepemimpinan
BAB X. Aplikasi Psikologi Kelompok Di Bidang (PIO, Klinis, Pendidikan,
Perkembangan, Sosial)

BAB I
KONSEP DASAR PSIKOLOGI KELOMPOK

A. Pengantar

4
Psikologi Kelompok memfokuskan pada studi perilaku individu dalam konteks kelompok.
Dalam pengantar ini, akan dibahas konsep dasar Psikologi Kelompok, termasuk definisi,
karakteristik, dan dinamika kelompok.

B. Psikologi Kelompok – Psikologi Sosial


1. Psikologi Kelompok
Psikologi Kelompok melibatkan berbagai bentuk entitas sosial, seperti
a. Agregat:
b. Audiens:
c. Crowd:
d. Tim:
e. Keluarga:
f. organisasi formal:
Setiap bentuk kelompok memiliki karakteristik tertentu dan tingkat interaksi yang berbeda.

2. Psikologi Sosial
Psikologi Sosial membahas interaksi antara individu dan kelompok, serta hubungan di
antara individu dan kelompok tersebut. Fokusnya melibatkan pemahaman mengenai
perilaku individu, kelompok, dan interrelasi di antara keduanya.

C. Pengertian Kelompok
1. Pengertian kelompok berdasarkan Interaksi Interpersonal
a. Homans (1950): Kelompok adalah sejumlah individu berkomunikasi satu sama lain
dalam jangka waktu tertentu.
b. Bonner (1959): Kelompok adalah sejumlah individu yang berinteraksi satu sama lain.
c. Stogdill (1959): Kelompok merupakan satu sistem interaksi terbuka dengan pola
interaksi yang ditentukan oleh struktur sistem tersebut.
2. Pengertian kelompok berdasarkan Persepsi Keanggotaan
a. Smith (1945): Kelompok sosial adalah unit yang memiliki persepsi kolektif dan
bertingkah laku serupa terhadap lingkungan.
b. Bales (1950): Kelompok kecil melibatkan interaksi langsung di mana anggota saling
memberikan persepsi dan reaksi.
3. Pengertian kelompok berdasarkan Kesaling Tergantungan
a. Lewin (1951): Kelompok adalah dinamika dengan kesaling tergantungan anggota.
b. Friedler (1967): Kelompok memiliki takdir bersama di mana peristiwa satu anggota
mempengaruhi yang lain.

5
4. Pengertian kelompok berdasarkan Tujuan
a. Mills (1967): Kelompok adalah unit dengan dua orang atau lebih yang bekerja sama
untuk mencapai tujuan bersama.
b. Freedman (1936): Individu masuk kelompok untuk mencapai tujuan kelompok.
5. Pengertian kelompok berdasarkan Motivasi
a. Catell (1951): Kelompok adalah organisme yang saling berhubungan untuk memenuhi
kebutuhan masing-masing anggota.
b. Bass (1960): Kelompok menjadi reward bagi individu.
6. Pengertian kelompok berdasarkan Organisasi Terstruktur
a. Mc David dan Harari: Organisasi sebagai kelompok adalah sistem terorganisasi dengan
struktur yang memengaruhi tingkah laku anggota.
b. Sherif dan Sherif (1959): Kelompok memiliki status, hubungan peran, dan norma
tertentu.
7. Pengertian kelompok berdasarkan Mutual Influence
Shaw (1979): Kelompok melibatkan interaksi di mana setiap anggota mempengaruhi yang
lain.
8. Pengertian lain
a. Baron & Byrne (1979): Kelompok memiliki sense of belonging dan nasib anggota
tergantung satu sama lain.
b. Forsyth (1983): Kelompok adalah dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi
melalui interaksi sosial.
c. Cartwright & Zander (1968): Kelompok adalah kumpulan individu yang saling
berhubungan dan bergantung pada tingkat tertentu.

D. Orientasi Teoritis Dinamika Kelompok

Efektivitas kelompok dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang terintegrasi dengan dinamika
kelompok. Orientasi teoritis dalam dinamika kelompok memerhatikan elemen-elemen berikut:
1. Tujuan
a. Mudah Dimengerti: Tujuan kelompok seharusnya dapat dimengerti dengan jelas oleh
seluruh anggota kelompok.
b. Relevan: Tujuan harus relevan dengan kebutuhan anggota kelompok.
c. Mengisyaratkan Saling Ketergantungan: Tujuan harus mengindikasikan saling
ketergantungan antar anggota.
d. Membangkitkan Komitmen Tinggi: Tujuan yang baik memotivasi dan membentuk
komitmen tinggi dari anggota untuk mencapainya.

6
2. Komunikasi
Anggota harus terbuka untuk mengkomunikasikan ide-ide dan perasaan mereka.
3. Partisipasi dan Kepemimpinan
a. Tanggung Jawab harus terdistribusi dengan baik antara anggota kelompok.
b. Semua anggota terlibat dalam pekerjaan kelompok, setia terhadap kebutuhan kelompok,
dan puas terhadap keanggotaannya.
c. Sumber daya potensi anggota dimanfaatkan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas
kelompok.
d. Meningkatkan kohesivitas kelompok.
4. Prosedur Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan harus tepat dan fleksibel untuk mencapai efisiensi kelompok.
5. Kekuasaan dan Pengaruh
Kekuasaan dan pengaruh harus bersandar pada keahlian dan kemampuan individu.
6. Konflik
a. Pemicu konflik melibatkan kebutuhan, kelangkaan sumber daya, dan persaingan.
b. Cara mengatasinya melibatkan negosiasi, kerjasama, dan saling ketergantungan.
7. Kohesivitas
a. Saling menyukai dan memiliki keinginan untuk terus menjadi bagian dari kelompok.
b. Anggota puas terhadap keanggotaannya.
c. Tingkat penerimaan, dukungan, dan kepercayaan meningkat.
8. Kemampuan Memecahkan Masalah
a. Merasakan adanya masalah.
b. Mencari dan menetapkan solusi.
c. Mengevaluasi efektivitas solusi.

Orientasi teoritis ini mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang dinamika kelompok
dan bagaimana berbagai faktor saling berinteraksi untuk mencapai efektivitas kelompok secara
keseluruhan. Dengan memperhatikan elemen-elemen ini, kelompok dapat menjadi lebih
efisien, produktif, dan memuaskan bagi anggotanya.

7
BAB II
FAKTOR-FAKTOR TERBENTUKNYA KELOMPOK DAN JENIS-JENIS
KELOMPOK

A. Faktor-Faktor Terbentuknya Kelompok

Menurut Muhyadi (1989), terdapat lima alasan utama yang mendorong pembentukan
kelompok:

1. Kebutuhan Interaksi Sosial:


Manusia memiliki kebutuhan bawaan untuk berinteraksi sosial dan mencari hubungan
dengan orang lain. Pembentukan kelompok memberikan wadah bagi manusia untuk
mengekspresikan dan berbagi pengalaman dengan teman-teman mereka.

2. Kebutuhan akan Keamanan:


Kebutuhan dasar terhadap rasa aman terhadap lingkungan sekitar menjadi pendorong utama
pembentukan kelompok. Dalam konteks organisasi, anggota atau karyawan membentuk
kelompok untuk melindungi diri dari potensi ancaman seperti pemecatan atau pemindahan.

3. Kebutuhan akan Status:


Salah satu alasan pembentukan kelompok dapat bersumber dari keinginan individu untuk
mendapatkan status atau pengakuan masyarakat melalui keanggotaan dalam kelompok
tertentu. Kelompok seperti kelompok pekerjaan atau identitas sosial lainnya dapat
meningkatkan status sosial seseorang dalam masyarakat.

4. Kedekatan:
Kedekatan tempat atau ruang menjadi faktor penting dalam pembentukan kelompok.
Kehadiran dimensi ini mendukung interaksi dan komunikasi antar anggota kelompok, baik
yang terbentuk secara sadar maupun secara alamiah.

5. Tujuan Bersama:
Terbentuknya kelompok sering kali dipacu oleh kesamaan visi dan misi anggotanya.
Manusia cenderung berkumpul dan membentuk kelompok ketika memiliki tujuan yang
sama. Kelompok ini dapat memiliki tujuan yang dideklarasikan secara resmi atau hanya
tersirat melalui perilaku dan komunikasi.

8
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor utama pembentukan kelompok
mencakup kebutuhan akan interaksi sosial, keamanan, status, kedekatan, dan tujuan bersama.

B. Jenis-jenis kelompok
Para ahli memperhatikan berbagai jenis hubungan yang dominan dalam tingkah laku individu di
dalam kelompok. Jenis kelompok dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik yang
menyertainya.

1. Berdasarkan Ukuran Kelompok:


a. Kelompok Kecil (Small Group): Ditinjau dari jumlah anggota, kelompok kecil memiliki
ukuran mulai dari dua hingga 20 orang. Menurut Hare (1962), batas maksimal bisa
mencapai 15 orang, karena di atas angka tersebut, pertukaran informasi di dalam
kelompok menjadi semakin sulit. Jumlah idealnya berkisar antara tujuh hingga 10 orang
untuk memastikan interaksi yang efektif. Jika jumlahnya terlalu besar, hubungan dalam
kelompok cenderung menjadi renggang, sedangkan jika terlalu kecil, pandangan dan
pemikiran dalam diskusi dapat menjadi terbatas.
b. Kelompok Besar (Large Group): Kelompok besar memiliki jumlah anggota di atas 20
hingga 30 orang. Jika kelompok memiliki anggota lebih dari batas ini, disarankan untuk
membaginya menjadi dua kelompok atau membentuk asosiasi kelompok atau gabungan
kelompok. Hal ini bertujuan untuk memastikan efisiensi komunikasi dan partisipasi yang
baik di dalam kelompok besar tersebut.

2. Atas dasar struktur kelompok


Ditinjau dari struktur kelompok, terdapat dua bentuk kelompok yang dapat diidentifikasi
berdasarkan karakteristik strukturnya, yaitu kelompok formal dan kelompok informal.
a. Kelompok Formal:
Kelompok formal memiliki struktur yang serba formal dan tidak fleksibel. Kelompok ini
memiliki tujuan yang jelas, peraturan-peraturan yang tegas, dan sering kali lahir melalui
diskusi bersama serta dirumuskan secara tertulis atau tidak tertulis seperti nilai-nilai dan
norma kelompok. Contoh kelompok formal meliputi kelompok tukang pembersih,
kelompok tani, koperasi petani, LSM, Yayasan, Karang Taruna, dan sejenisnya.

b. Kelompok Informal:
Kelompok informal, sebaliknya, tumbuh melalui proses interaksi, daya tarik, dan
kebutuhan individu. Anggota kelompok informal tidak diatur atau dilegalisasi dalam
pernyataan formal seperti surat keputusan (SK) atau surat pengangkatan.
9
Keanggotaannya tidak bersifat resmi, dan pemimpin kelompok informal ditentukan oleh
interaksi dan kepercayaan anggota. Tujuan kelompok jarang dibicarakan dan seringkali
tidak jelas atau tidak dirumuskan secara tertulis. Peraturan-peraturan atau norma dalam
kelompok informal juga tidak begitu terstruktur, tetapi anggota cenderung mengetahui
tugas masing-masing. Kelompok ini sering terbentuk karena adanya hubungan yang
berulang kali, yang menghasilkan kesamaan kepentingan dan kegembiraan pengalaman
bersama. Contoh kelompok informal termasuk kelompok minat yang sama, kelompok
sepermainan anak-anak, kelompok persaudaraan, kelompok tetangga (RT), kelompok
pengajian, kelompok arisan, kelompok pencinta sepeda onthel, kelompok pedagang
jamu, dan sebagainya.

Penting untuk dicatat bahwa kelompok formal dan kelompok informal bersifat kontinum,
dan di antara keduanya dapat ada kelompok-kelompok lain, seperti kelompok semi formal
yg menunjukkan bahwa terkadang kelompok yang terlihat informal dalam aspek tertentu
dapat memiliki pelaksanaan atau struktur yang mirip dengan kelompok formal.

3. Atas Dasar Fungsi Kelompok


Berdasarkan fungsinya, kelompok dapat dibedakan menjadi dua jenis utama, yaitu
kelompok sosial dan kelompok tugas.
a. Kelompok Sosial:
Kelompok sosial merupakan kumpulan individu atau interaksi antar manusia yang tidak
terikat oleh tugas kedinasan tertentu. Fokus utama dari kelompok sosial adalah mencari
kesenangan dan kepuasan bagi anggotanya. Tujuan utama kelompok sosial bukan hanya
mencapai prestasi, melainkan lebih pada pencarian kebahagiaan, baik secara fisik
maupun spiritual bagi para anggotanya. Contoh kelompok sosial meliputi kelompok
olahraga tenis lapangan, kelompok pengajian, dan sejenisnya.
b. Kelompok Tugas:
Kelompok tugas, sebaliknya, memiliki tujuan utama untuk mencapai suatu target atau
tujuan tertentu yang telah direncanakan. Dalam kelompok tugas, pembagian tugas dan
penyelesaian tugas menjadi fokus utama. Anggota kelompok tugas bekerja bersama
untuk mencapai sasaran tertentu yang telah ditetapkan. Contoh kelompok tugas
mencakup kelompok dokter ahli jantung, kelompok pemadam kebakaran, dan sejenisnya.

Sama seperti kelompok formal dan kelompok informal, perbedaan antara kelompok sosial
dan kelompok tugas bersifat kontinum. Sebagai contoh, kelompok tani mungkin memiliki

10
tugas tertentu yang harus dilakukan bersama oleh anggotanya, tetapi dalam konteks tersebut,
aspek sosial juga tetap ada dan menjadi bagian integral dari kelompok tersebut.

4. Atas Dasar Hubungan di Antara Anggota


Dalam konteks ini, kelompok dapat dikategorikan sebagai jenis kelompok primer dan
kelompok sekunder.
a. Kelompok Primer (Primary Group):
Kelompok primer harus memiliki perasaan keakraban, kebersamaan, loyalitas, dan
tanggapan yang sama terhadap nilai-nilai yang dimiliki oleh para anggotanya. Ciri khas
kelompok primer adalah ukurannya yang kecil, namun tidak semua kelompok kecil
dapat dianggap sebagai kelompok primer. Menurut Soekanto (2009), kelompok primer
adalah kelompok kecil yang relatif langgeng (permanen) dan didasarkan pada kenal-
mengenal secara pribadi antar anggotanya. Cooley (dalam Saleh, 2012) menyatakan
bahwa kelompok primer memiliki komunikasi yang dalam dan luas, hubungan erat,
bersifat personal, dan melibatkan interaksi langsung antar anggota. Contoh kelompok
primer meliputi keluarga, kelompok kolega, kelompok permainan anak-anak, dan
kelompok tetangga.
b. Kelompok Sekunder (Secondary Group):
Kelompok sekunder merupakan kelompok besar yang terdiri dari banyak orang, dengan
hubungan yang bersifat impersonal, segmentasi, dan didasarkan pada asas manfaat.
Kelompok sekunder cenderung kurang akrab, bersifat sementara, dan memiliki
hubungan yang kurang langsung antar anggotanya. Ciri utama kelompok sekunder
adalah ketidakakraban yang lebih menonjol daripada waktu hubungan yang singkat.
Hubungan di antara anggota kelompok sekunder disebut hubungan sekunder. Contoh
kelompok sekunder meliputi serikat pekerja, mitra dagang, perkumpulan politik, jemaah
keagamaan, persatuan olahraga, koperasi petani, persatuan orang tua murid, dan
sebagainya.

Sifat-sifat dan syarat-syarat kelompok primer dan kelompok sekunder saling melengkapi,
dan dalam realitasnya, sulit untuk dipisahkan secara mutlak (Soekanto, 2009).

5. Atas dasar identifikasi diri

Berdasarkan identifikasi diri, Summer (dalam Saleh, 2012) membedakan jenis kelompok
menjadi kelompok in-group dan out-group.
a. Kelompok In-group (Kelompok Sendiri):
11
Kelompok in-group adalah kelompok yang dipandang oleh seseorang sebagai miliknya
dan mewakili identitasnya. Anggota kelompok in-group merasa memiliki dan
teridentifikasi dengan kelompok tersebut. Jenis kelompok in-group dapat melibatkan
kelompok primer atau sekunder dan dapat dibatasi oleh faktor-faktor seperti geografis,
suku bangsa, ideologi, bahasa, profesi, atau kekerabatan.
b. Kelompok Out-group (Kelompok Luar):
Kelompok out-group adalah kelompok yang tidak mewakili identitas diri seseorang, dan
individu tersebut tidak merasa memiliki atau teridentifikasi dengan kelompok tersebut.
Dalam konteks ini, anggota kelompok out-group merasa terpisah atau berbeda dengan
kelompok tersebut. Seperti kelompok in-group, pembagian kelompok menjadi in-group
dan out-group dapat terjadi pada kelompok primer maupun sekunder dan dapat
bergantung pada berbagai faktor seperti geografis, suku bangsa, ideologi, bahasa, profesi,
atau kekerabatan.
Analisis berdasarkan in-group dan out-group memberikan pemahaman lebih lanjut tentang
bagaimana individu mengidentifikasi diri mereka dalam konteks kelompok yang berbeda.

12
BAB III
PSIKOLOGI MASSA

Massa adalah fenomena yang biasa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, usianya mungkin
setua sejarah umat manusia itu sendiri. Meskipun demikian, sebagai sebuah konsep
akademik, isu mengenai massa baru muncul pada akhir abad ke-19. Gustave Le Bon
merupakan tokoh pertama yang mengangkat isu ini. Dalam analisisnya, kerumunan
disebabkan paling tidak oleh dua faktor yang saling berkaitan. Pertama, sebagai hasil dari
penghancuran terhadap keyakinan keagamaan, politik, dan sosial yang menjadi akar-akar
peradaban Barat. Kedua, adalah keniscayaan yang tak terelakkan dari kondisi dan pemikiran
baru sebagai akibat dari penemuan dan perkembangan sains modern (Bon, 2001).
Le Bon mengidentifikasi dua jenis massa. Pertama, massa yang bersifat heterogen. Massa
jenis pertama ini bisa bersifat anonim, seperti kerumunan orang di jalan raya karena macet
atau orang-orang yang berkumpul di pusat perbelanjaan. Mereka memiliki latar belakang
yang berbeda, tetapi dipersatukan oleh satu tujuan atau kondisi yang sama pada waktu
tertentu. Daya ikat massa heterogen ini bersifat temporer. Kedua, massa yang bersifat
homogen. Massa jenis kedua ini bisa terdiri dari sekte, kasta, dan kelas. Karena bersifat
homogen, massa jenis kedua ini secara teoritis memiliki daya ikat yang lebih kuat dan
gerakannya lebih berkelanjutan (Bon, 2001).

A. Definisi Psikologi Massa


Psikologi Massa merupakan disiplin ilmu yang mengkaji perilaku kolektif dari
sekelompok orang dalam konteks tertentu yang memiliki tujuan bersama. Gustave Le
Bon dianggap sebagai pelopor dalam studi psikologi massa, dan ia mengemukakan
bahwa massa merujuk pada sekelompok orang yang jumlahnya mencapai ratusan atau
ribuan, yang berkumpul karena adanya hubungan, minat, dan kepentingan bersama
untuk suatu periode tertentu.
Gustave Le Bon menyatakan bahwa massa memiliki sifat-sifat psikologis khusus.
Konsep "hukum kesatuan mental" atau "hukum kesatuan pikiran dan jiwa" menunjukkan
bahwa dalam massa terdapat suatu kesatuan dalam pikiran dan jiwa anggotanya.
Beberapa sifat psikologis massa yang diidentifikasi oleh Le Bon meliputi impulsif,
mudah tersinggung, sugestibel, tidak rasional, dan adanya fenomena "social facilitation"
(F. Allport), yang mengindikasikan penguatan aktivitas dalam massa yang disebabkan
oleh kehadiran aktivitas individu lainnya.

B. Macam-macam Massa
13
Massa dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan berbagai kriteria. Beberapa
macam massa yang dapat diidentifikasi melibatkan pertimbangan seperti tujuan, sifat,
dan interaksi antar anggota. Berikut adalah beberapa macam massa yang umum dikenal:
1. Massa Abstrak:
Massa abstrak adalah kelompok orang yang belum memiliki keterikatan pada satu
kesatuan, norma, motif, dan tujuan bersama.
Alasan Timbul:
- Ada kejadian menarik.
- Individu mendapat ancaman.
- Kebutuhan tidak terpenuhi.
2. Massa Kongkrit:
- Adanya kesatuan pikiran dan sikap di antara anggotanya.
- Terdapat ikatan batin dan persamaan norma yang mengikat mereka.
- Ada struktur yang jelas yang mengatur hubungan antar individu.
- Bersifat dinamis dan emosional, sifat massa tersebut terlihat dengan jelas.
3. Massa Aktif:
Massa yang terlibat dalam tindakan atau aktivitas bersama dengan tujuan tertentu.
4. Massa Pasif:
Massa yang lebih bersifat observasional atau kurang terlibat dalam tindakan,
mungkin karena kurangnya kesadaran atau ketertarikan.
5. Massa Demonstratif:
Massa yang berkumpul untuk melakukan demonstrasi atau protes atas suatu isu atau
tuntutan tertentu.
6. Massa Kritis:
Massa yang muncul sebagai respons terhadap kejadian darurat atau situasi yang
memerlukan tindakan bersama.
7. Massa Sosial:
Massa yang terbentuk melalui hubungan sosial atau interaksi sehari-hari
antarindividu.
8. Massa Virtual:
Massa yang terbentuk secara online atau melalui media sosial, di mana anggotanya
terhubung melalui platform digital.
Penting untuk dicatat bahwa konsep massa dapat memiliki definisi yang bervariasi
tergantung pada konteks dan perspektifnya.

14
BAB IV
PROSES DASAR DALAM KELOMPOK

A. TAHAP FORMING
Tahap Forming adalah tahap awal dalam pembentukan kelompok, di mana individu-
individu mulai berkumpul dan membentuk ikatan pertama dalam kelompok tersebut.
Pada tahap ini, pandangan psikoanalisis, sosiobiologi, proses pembandingan sosial, dan
pertukaran sosial memberikan pemahaman yang berbeda tentang motivasi individu
untuk bergabung dalam kelompok.
1. Pandangan Psikoanalisis
Menurut Freud, orang bergabung dalam kelompok karena keanggotaan dapat
memuaskan kebutuhan dasar biologis dan psikologis tertentu. Terdapat dua proses
pembentukan kelompok: Identifikasi, di mana energi emosi individu diarahkan ke
dirinya dan orang lain, dan Transferen, di mana pembentukan kelompok pada masa
awal kehidupan individu mempengaruhi perilaku kelompok selanjutnya.
2. Pandangan Sosiobiologi
Menurut pandangan ini, orang bergabung dengan kelompok untuk memuaskan
keinginan yang kuat untuk berafiliasi secara biologis. Teori evolusi Charles Darwin
menjadi dasar, di mana bergabung dengan anggota lain dari satu spesies dianggap
sebagai ekspresi strategi evolusioner yang dapat meningkatkan kesuksesan
reproduksi.
3. Pandangan Proses Pembandingan Sosial**
Menurut Leon Festinger, orang membutuhkan orang lain karena mereka
membutuhkan informasi tentang diri mereka dan lingkungan mereka. Individu
membandingkan diri mereka dengan orang lain untuk memvalidasi keyakinan, opini,
dan sikap mereka.
4. Pandangan Pertukaran Sosial
Model ketertarikan kelompok mempertimbangkan reward dan cost dengan prinsip
minimax (mendapatkan reward sebesar-besarnya dan mengurangi cost sekecil-
kecilnya).

B. TAHAP STORMING: KONFLIK DALAM KELOMPOK


Pada tahap Storming, kelompok mengalami konflik dan ketegangan. Munculnya
perbedaan pendapat, pertengkaran, serta friksi antar anggota kelompok dapat melibatkan
ekspresi verbal, emosi, dan tindakan.
Tahap konflik melibatkan beberapa langkah, antara lain:

15
1. Disagreement:
a. Penting untuk mengidentifikasi disagreement, apakah itu benar-benar ada atau
hanya kesalahpahaman.
b. Diperlukan penanganan segera jika ada disagreement yang signifikan, namun
beberapa bisa terselesaikan sendiri.
2. Confrontation:
a. Pada tahap ini, terjadi pertentangan di antara anggota kelompok dengan adanya
serangan verbal.
b. Kadang-kadang, tahap ini dapat menciptakan polarisasi di antara anggota
kelompok, membentuk sub-kelompok (koalisi).
3. Escalation:
a. Ketegangan di antara anggota kelompok semakin meningkat.
b. Mungkin melibatkan tindakan kasar, paksaan, ancaman, dan bahkan kekerasan
fisik.
c. Munculnya ketidakpercayaan, frustrasi, dan reaksi negatif.
4. Deescalation:
a. Tahap ini menandai berkurangnya atau meredanya konflik.
b. Anggota kelompok mulai menyadari bahwa waktu dan energi yang terbuang sia-
sia dalam perdebatan.
5. Conflict Resolution:
Konflik mencapai tahap resolusi, meskipun mungkin tidak semua pihak puas dengan
hasilnya.
Penting untuk memahami tahapan ini dalam mengelola konflik dalam kelompok dan
mempertahankan dinamika yang sehat di antara anggota.

C. TAHAP NORMING: PEMBENTUKAN STRUKTUR KELOMPOK**


Tahap Norming adalah tahap di mana kelompok mulai membentuk struktur dan
merumuskan norma-norma yang akan mengatur perilaku anggotanya. Beberapa elemen
kunci dari tahap ini melibatkan:
1. Peran (Role):
a. Peran (role) mencakup perilaku yang diharapkan dari anggota kelompok.
b. Terdapat perbedaan antara peran tugas (task roles) yang berkaitan dengan tugas
dan peran sosioemosional (socioemotional roles) yang berkaitan dengan aspek
sosial dan emosional.
c. Teori 3 dimensi peran melibatkan dominance-submission, friendly-unfriendly, dan
instrumentally controlled-emotionally expressive.

16
d. Konflik peran dapat terjadi dalam bentuk interrole (konflik antara peran dalam satu
individu) atau intrarole (konflik antara peran satu individu dengan peran individu
lain).

2. Norma (Norm):
a. Norma merupakan aturan-aturan yang menggambarkan perilaku yang diharapkan
dari anggota kelompok.
b. Norma menciptakan dasar untuk tindakan dan interaksi dalam kelompok.

3. Hubungan Antar Anggota:


a. Melibatkan otoritas, hubungan ketertarikan, dan hubungan komunikasi.
b. Otoritas menentukan tingkat pengaruh dan kepemimpinan dalam kelompok.
c. Hubungan ketertarikan dapat memengaruhi kerjasama antar anggota.
d. Hubungan komunikasi memainkan peran kunci dalam pemahaman dan koordinasi
di antara anggota kelompok.

D. TAHAP PERFORMING: BEKERJA BERSAMA DALAM KELOMPOK

Pada tahap Performing, kelompok bekerja secara efektif untuk mencapai tujuan
bersama. Beberapa konsep yang relevan dengan tahap ini:
1. Fasilitasi Sosial:
a. Norman Triplett (1897) mengamati bahwa kehadiran orang lain dapat
meningkatkan kinerja seseorang.
b. Coaction Paradigm dan Audience Paradigm digunakan untuk memahami
bagaimana kehadiran orang lain memengaruhi kinerja.

2. Performance Dalam Kelompok yang Berinteraksi:


a. Klasifikasi tugas menurut Steiner membantu dalam memprediksi kinerja
kelompok.
b. Komunikasi, perencanaan, dan prosedur khusus seperti brainstorming, Nominal
Group Technique, Delphi Technique, dan Synectics dapat meningkatkan kinerja
kelompok.
Mengelola tahap Norming dengan efektif membawa kelompok ke tahap Performing
dengan koordinasi dan produktivitas yang optimal.

17
BAB V
MASALAH-MASALAH DALAM KELOMPOK

A. Deindividuasi
Deindividuasi merupakan proses hilangnya kesadaran individu karena melebur di dalam
kelompok  pikiran kolektif.
Perspektif Teoritis
1. Teori Perilaku Kolektif
Kolektif : kumpulan individu yang lebih daripada skedar agregrat, tapi juga bukan
kelompok sebenarnya
Tipe kolektif:
a. Social Agregrat : collective outburst (riots, mobs, dsb)
b. Collective Movement : organisasi politik, kampanye nasional, dsb
a. Teori Konvergen
Agregrat mewakili orang dengan kebutuhan, keinginan dan emosi situasi crowd
memicu pelepasan spontan dari perilaku-perilaku yang sebelumnya terkontrol.
b. Teori Contagion (Penularan)
Emosi dan perilaku dapat ditransmisi ‘(ditular)’ dari satu orang ke orang lain sehingga orang
cenderung berperilaku sangat mirip dengan orang lain.
c. Teori Emergent-Norm (Perkembangan Norma)
Teori gabungan konvergen – contagion, crowd, mob dan kolektif lainnya hanya kelihatan
setuju sepenuhnya dalam emosi dan perilaku karena anggotanya patuh pada norma yang
relevan dalam situasi tertentu.

B. GROUPTHINK

Groupthink merupakan proses pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat
kohesif, di mana anggota-anggotanya berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga
kemampuan kritisnya menjadi tidak efektif lagi.

Gejala:
1. Pencarian kesepakatan yang terlalu dini:
a. Tingginya tekanan konformitas.
b. Sensor diri terhadap ide-ide yang tidak disetujui.
c. Adanya minguard:
- Gate keeping: Mencegah informasi dari luar agar tidak mempengaruhi
kesepakatan kelompok.

18
- Dissent containment: Mengabaikan ide-ide yang bertentangan dengan
kesepakatan.
d. Persetujuan yang tampak.

2. Ilusi dan mispersepsi:


a. Ilusi invulnerability: Kelompok selalu dianggap benar dan kuat.
b. Ilusi moral.
c. Persepsi bias tentang out group: Negatif terhadap kelompok lain.
d. Collective rationalizing.
Penyebab:
- Kohesi yang ekstrem.
- Isolasi, kepemimpinan, dan konflik dalam pengambilan keputusan.
- Proses polarisasi.

Pencegahan:
1. Membatasi pencarian keputusan secara dini:
a. Meningkatkan open inquiry.
b. Kepemimpinan yang efektif.
c. Pembentukan multiple group dan subgroup.
2. Mengoreksi mispersepsi dan kesalahan:
a. Mengakui keterbatasan.
b. Memperhatikan empati.
c. Mengadakan pertemuan 'kesempatan kedua'.
3. Menggunakan teknik-teknik pengambilan keputusan yang efektif.

Tahap Pengambilan Keputusan yang Efektif:


- Tahap I: Kelompok menerima tantangan dengan memilih solusi yang mungkin terbaik.
- Tahap II: Kelompok mencari alternatif solusi dengan membuat daftar.
- Tahap III: Evaluasi sistematis terhadap alternatif-alternatif hingga mencapai konsensus.
- Tahap IV: Mengubah konsensus menjadi keputusan.
- Tahap V: Mematuhi keputusan yang diambil.

19
BAB VI
KOHESIVITAS DALAM KELOMPOK
Kohesivitas dalam kelompok merujuk pada tingkat ketahanan, kekuatan, dan ketertarikan
antaranggota kelompok. Ini mencerminkan seberapa erat anggota kelompok merasa terikat satu
sama lain dan terhadap tujuan bersama kelompok. Kohesivitas memiliki peran yang penting
dalam dinamika kelompok karena dapat memengaruhi produktivitas, keberlanjutan, dan
keberhasilan kelompok secara keseluruhan.

Beberapa faktor yang memengaruhi kohesivitas kelompok meliputi:

1. Tujuan Bersama: Kelompok yang memiliki tujuan yang jelas dan terdefinisi dengan baik
cenderung lebih kohesif karena anggotanya memiliki orientasi yang serupa.

2. Interaksi Positif: Interaksi yang positif dan membangun antaranggota kelompok dapat
meningkatkan rasa saling percaya dan keterlibatan, yang pada gilirannya meningkatkan
kohesivitas.

3. Ketergantungan Antaranggota: Tingkat ketergantungan antaranggota kelompok dalam


mencapai tujuan bersama juga mempengaruhi kohesivitas. Semakin tinggi tingkat
ketergantungan, semakin besar kecenderungan untuk menjadi kohesif.

4. Kesamaan: Kesamaan dalam nilai, kepercayaan, dan tujuan di antara anggota kelompok
dapat memperkuat kohesivitas.

5. Keterbukaan Komunikasi: Komunikasi yang terbuka, jujur, dan efektif dapat membangun
hubungan yang lebih erat antaranggota kelompok, yang pada akhirnya meningkatkan
kohesivitas.

Manajemen kohesivitas dalam kelompok penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang
sehat dan produktif. Pemimpin kelompok dan anggota kelompok dapat bekerja sama untuk
membangun dan memelihara kohesivitas dengan menghargai perbedaan, membangun
hubungan yang positif, dan memelihara komunikasi yang terbuka dan konstruktif.

BAB VII
MOTIVASI DAN TUJUAN DALAM KELOMPOK
Motivasi dan tujuan dalam kelompok memiliki peran penting dalam membentuk dinamika dan
keberhasilan kelompok. Berikut adalah penjelasan singkat tentang keduanya:
20
1. Motivasi dalam Kelompok:
Motivasi merujuk pada kekuatan internal atau eksternal yang mendorong seseorang untuk
bertindak, berperilaku, atau mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks kelompok, motivasi
menjadi penting karena dapat memengaruhi tingkat keterlibatan, produktivitas, dan
kohesivitas kelompok. Beberapa faktor motivasi dalam kelompok meliputi:
a. Tujuan Bersama: Kesadaran akan tujuan bersama atau kepentingan bersama dapat
menjadi motivator kuat bagi anggota kelompok untuk bekerja sama dan mencapai
hasil yang diinginkan.
b. Penghargaan dan Pengakuan: Pengakuan atas kontribusi dan pencapaian anggota
kelompok dapat meningkatkan motivasi mereka untuk terlibat lebih aktif dalam
kegiatan kelompok.
c. Rasa Pemahaman: Memiliki pemahaman yang jelas tentang peran dan tanggung jawab
masing-masing anggota dalam mencapai tujuan kelompok juga dapat meningkatkan
motivasi mereka.
d. Komunikasi dan Dukungan: Dukungan dari sesama anggota dan komunikasi yang
terbuka tentang tantangan dan harapan dapat membantu mempertahankan motivasi
dalam kelompok.

2. Tujuan dalam Kelompok:


Tujuan dalam kelompok adalah hasil yang ingin dicapai atau arah yang diinginkan oleh
kelompok secara keseluruhan. Tujuan kelompok dapat beragam, mulai dari
menyelesaikan proyek tertentu hingga menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan
produktif. Beberapa karakteristik tujuan dalam kelompok meliputi:
a. Spesifik dan Terukur: Tujuan kelompok harus jelas dan dapat diukur agar anggota
kelompok memiliki pemahaman yang sama tentang apa yang ingin dicapai.
b. Relevan dan Dapat Dicapai: Tujuan harus relevan dengan kebutuhan dan aspirasi
anggota kelompok, dan dalam batas kemampuan dan sumber daya yang tersedia.
c. Menginspirasi dan Memotivasi: Tujuan yang menantang namun dapat dicapai dapat
menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi anggota kelompok untuk bekerja keras
dan berkolaborasi.
d. Dipahami dan Diterima: Penting bagi setiap anggota kelompok untuk memahami dan
menerima tujuan kelompok agar mereka dapat berkontribusi secara efektif dalam
mencapainya.
21
Dengan memiliki motivasi yang tinggi dan tujuan yang jelas, kelompok dapat bekerja
secara efektif dan mencapai hasil yang diinginkan dengan lebih baik. Ini memperkuat
kinerja kelompok dan membangun ikatan antaranggota yang lebih kuat.

22
BAB VII
KEKUASAAN DALAM KELOMPOK
Kekuasaan dalam kelompok merujuk pada kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk
memengaruhi perilaku, pendapat, dan tindakan anggota kelompok lainnya. Ini adalah aspek
penting dalam dinamika kelompok dan memainkan peran kunci dalam pembentukan hierarki,
pengambilan keputusan, serta interaksi antaranggota kelompok. Berikut ini adalah beberapa poin
penting terkait kekuasaan dalam kelompok:
A. Sumber Kekuasaan:
1. Kekuasaan Formal: Ini berasal dari posisi atau status yang diberikan kepada seseorang
dalam kelompok. Misalnya, pemimpin kelompok memiliki kekuasaan formal yang diberikan
oleh struktur organisasi atau kesepakatan kelompok.
2. Kekuasaan Informal: Kekuasaan informal tidak terkait langsung dengan struktur formal
kelompok. Ini mungkin timbul dari keterampilan interpersonal, pengetahuan, atau reputasi
seseorang di antara anggota kelompok.
B. Jenis Kekuasaan:
1. Kekuasaan Koersif: Kekuasaan ini melibatkan penggunaan ancaman atau paksaan untuk
mengontrol atau memengaruhi anggota kelompok lainnya.
2. Kekuasaan Reward: Ini terjadi ketika seseorang memiliki kemampuan untuk memberikan
insentif atau ganjaran kepada anggota kelompok sebagai imbalan atas perilaku atau kontribusi
tertentu.
3. Kekuasaan Legitimate: Merujuk pada kekuasaan yang diberikan kepada seseorang
berdasarkan kedudukan atau otoritas formal dalam kelompok.
4. Kekuasaan Referent: Kekuasaan ini muncul karena anggota kelompok mengagumi atau
menghormati individu tersebut dan ingin mirip dengannya.
5. Kekuasaan Ekspert: Terkait dengan pengetahuan, keterampilan, atau keahlian tertentu yang
dimiliki seseorang dan diakui oleh anggota kelompok lainnya.
C. Implikasi Kekuasaan dalam Kelompok:
1. Pengambilan Keputusan: Kekuasaan memengaruhi proses pengambilan keputusan dalam
kelompok. Individu atau kelompok dengan kekuasaan yang lebih besar cenderung memiliki
pengaruh yang lebih besar dalam menentukan hasil keputusan.
2. Dinamika Interaksi: Kekuasaan dapat membentuk pola interaksi antaranggota kelompok.
Misalnya, anggota yang memiliki kekuasaan yang lebih besar mungkin mendominasi diskusi
atau mempengaruhi opini anggota lainnya.

23
3. Dukungan dan Keterlibatan: Kekuasaan yang diterapkan dengan bijaksana dapat
meningkatkan dukungan dan keterlibatan anggota kelompok dalam mencapai tujuan bersama.
4. Konflik: Ketidakseimbangan kekuasaan atau penyalahgunaan kekuasaan dapat
menyebabkan konflik dalam kelompok.
Pemahaman tentang kekuasaan dalam kelompok penting untuk memastikan bahwa interaksi
antaranggota kelompok berlangsung secara sehat dan produktif, serta untuk meminimalkan
konflik yang mungkin timbul akibat ketidakseimbangan kekuasaan.

24
BAB IX
KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan dalam konteks kelompok merujuk pada proses di mana seseorang
mempengaruhi, memotivasi, dan mengarahkan anggota kelompok menuju pencapaian tujuan
bersama. Kepemimpinan merupakan elemen kunci dalam dinamika kelompok dan memiliki
dampak besar terhadap kinerja, produktivitas, dan keberhasilan kelompok. Berikut adalah
beberapa poin penting terkait kepemimpinan dalam konteks kelompok:
A. Gaya Kepemimpinan:
1. Otoriter: Kepemimpinan otoriter melibatkan pengambilan keputusan tunggal oleh
pemimpin, dengan sedikit atau tanpa keterlibatan anggota kelompok.
2. Demokratis: Kepemimpinan demokratis melibatkan partisipasi anggota kelompok dalam
proses pengambilan keputusan.
3. Laissez-faire: Kepemimpinan laissez-faire melibatkan pemberian kebebasan penuh
kepada anggota kelompok untuk mengambil keputusan dan bertindak sesuai keinginan
mereka.
B. Peran dan Tanggung Jawab Pemimpin:
1. Mengartikulasikan visi, misi, dan tujuan kelompok.
2. Memfasilitasi komunikasi dan kolaborasi antaranggota kelompok.
3. Memotivasi anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
4. Menetapkan standar kinerja dan mengarahkan anggota kelompok menuju pencapaian
tujuan.
5. Menyediakan arahan, dukungan, dan umpan balik kepada anggota kelompok.
C. Keterampilan Kepemimpinan:
1. Keterampilan Komunikasi: Kemampuan untuk menyampaikan ide, instruksi, dan umpan
balik dengan jelas dan efektif.
2. Keterampilan Interpersonal: Kemampuan untuk membangun hubungan yang baik,
memahami kebutuhan dan motivasi anggota kelompok, serta menangani konflik dengan
bijaksana.
3. Keterampilan Pengambilan Keputusan: Kemampuan untuk menganalisis informasi
dengan cepat dan mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang kompleks.
4. Keterampilan Delegasi: Kemampuan untuk menentukan tugas dan tanggung jawab
kepada anggota kelompok yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka.
D. Efek Kepemimpinan:
1. Peningkatan Produktivitas: Kepemimpinan yang efektif dapat meningkatkan kinerja
dan produktivitas kelompok.
25
2. Peningkatan Kepuasan Anggota Kelompok: Anggota kelompok cenderung lebih puas
dan termotivasi ketika mereka dipimpin dengan baik.
3. Pengembangan Individu: Kepemimpinan yang efektif dapat membantu dalam
pengembangan keterampilan dan potensi anggota kelompok.
4. Pencapaian Tujuan Bersama: Kepemimpinan yang baik memungkinkan kelompok
untuk mencapai tujuan bersama dengan lebih efisien dan efektif.
Pemahaman yang baik tentang kepemimpinan dalam konteks kelompok penting untuk
menciptakan lingkungan kerja yang kolaboratif, produktif, dan memotivasi bagi semua
anggota kelompok.

26
BAB X
APLIKASI PSIKOLOGI KELOMPOK DI BIDANG (PIO, PSI KLINIS,
PSI PENDIDIKAN, PSI PERKEMBANGAN, PSI SOSIAL)
Penerapan psikologi kelompok dapat memiliki dampak yang signifikan di berbagai bidang,
termasuk PIO (Psikologi Industri dan Organisasi), psikologi klinis, psikologi pendidikan,
psikologi perkembangan, dan psikologi sosial. Berikut adalah beberapa contoh penerapan
psikologi kelompok di setiap bidang tersebut:
1. Psikologi Industri dan Organisasi (PIO):
a. Tim Kerja Efektif: Psikologi kelompok digunakan untuk memahami dinamika tim
kerja dan meningkatkan kerjasama serta produktivitas di tempat kerja.
b. Pemilihan Karyawan: Penggunaan tes kelompok dan asesmen dalam proses perekrutan
untuk memastikan keseimbangan dan kecocokan antara anggota tim.
c. Pelatihan Kepemimpinan: Pengembangan keterampilan kepemimpinan dan manajerial
melalui pelatihan kelompok untuk memastikan pemimpin mampu memotivasi dan
mengarahkan anggota tim dengan efektif.
2. Psikologi Klinis:
a. Terapi Kelompok: Penggunaan terapi kelompok untuk membantu individu mengatasi
masalah psikologis seperti depresi, kecemasan, dan gangguan makan. Terapi kelompok
dapat memberikan dukungan sosial dan pemahaman yang mendalam melalui
pengalaman bersama.
b. Dukungan Peer: Mendorong dukungan dan pertukaran pengalaman antara individu
dengan masalah serupa dalam kelompok pendukung, seperti kelompok pemulihan
alkohol atau narkoba.
c. Pendidikan Kesehatan Mental: Menggunakan sesi kelompok untuk memberikan
informasi tentang kesehatan mental, meningkatkan kesadaran, dan mengurangi stigma
terkait masalah psikologis.
3. Psikologi Pendidikan:
a. Kelas Inklusi: Memfasilitasi kolaborasi dan belajar bersama di kelas inklusi untuk
mempromosikan interaksi sosial yang positif dan pemahaman antarindividu yang
beragam.
b. Konseling Kelompok: Menyediakan layanan konseling kelompok di sekolah untuk
membantu siswa mengatasi masalah akademik, emosional, dan sosial mereka.
c. Pembelajaran Kolaboratif: Mendorong pembelajaran yang kolaboratif di kelas untuk
memungkinkan siswa saling belajar dan mendukung satu sama lain.

27
4. Psikologi Perkembangan:
a. Grup Perkembangan: Studi kelompok perkembangan dalam konteks keluarga,
sekolah, dan masyarakat untuk memahami bagaimana interaksi kelompok memengaruhi
perkembangan individu.
b. Program Pemberdayaan Remaja: Mengorganisir program kelompok untuk remaja
yang bertujuan meningkatkan keterampilan sosial, kepercayaan diri, dan resiliensi.
c. Konseling Keluarga: Terapi keluarga kelompok untuk membantu keluarga
menyelesaikan konflik, memperkuat ikatan, dan meningkatkan komunikasi.
5. Psikologi Sosial:
a. Studi Kelompok dan Persuasi: Memahami bagaimana norma sosial, opini mayoritas,
dan tekanan sosial mempengaruhi persepsi dan perilaku individu.
b. Perubahan Sosial: Menggunakan teori kelompok untuk memahami proses perubahan
sosial dan bagaimana masyarakat berinteraksi dan bereaksi terhadap perubahan.
c. Kesadaran Kolektif: Memahami bagaimana identitas kelompok, stereotip, dan
diskriminasi muncul dan berkembang dalam konteks sosial.
Penerapan psikologi kelompok di berbagai bidang ini menyoroti pentingnya memahami
interaksi sosial, dinamika kelompok, dan dampaknya terhadap individu dan masyarakat.
Dengan memahami faktor-faktor psikologis ini, praktisi dapat merancang intervensi yang lebih
efektif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan individu dan kelompok.

28
DAFTAR PUSTAKA
Cartwright, D; Zander, A. 1960. Group Dynamics : Research and Theory.
Harper & Row : New York
Harrison, Albert A. 1976. Individual and Group : Understanding Social
Behavior. Brooks/Cole Publishing Company : California
Jonhson, David W.; Jonhson, Frank. P. 1982. Joining Together : Group
Theory and Group Skill. Second Edition. Prentice Hall, Inc : New Jersey
Shaw, M.E. 1977. Group Dynamics : The Psychology of Small Group
Behavior. McGraw-Hill, Inc : New York
Sorsyth. 1983. Group Dynamics. Wadsworth, Inc : California
Wirawan, Sarlito. 1997. Psikologi Sosial : Psikologi Kelompok dan
Psikologi Terapan. Universitas Indonesia : Jakarta

29

Anda mungkin juga menyukai