Ringkasan Buku Utama
Ringkasan Buku Utama
1. Periode awal-1933
2. Periode 1933-1942
3. Periode 1942-1945
1. Periode 1945-1953
2. Periode 1953-1961
3. Periode 1961-Sekarang
PARA PENYAIR
Toto Sudarto Bachtiar dengan
sajaknya yang terkenal yaitu Ibu kota
senja
PARA
seolah tak akan pernah habis.
PENGARANG
WANITA Salah satunya adalah NH. Dini, beliau mulai
menulis cerpen yang di muat dalam majalah
kisah dan lain-lain. Pada cerpen itu tidak ada
protes-protes yang berkisar pada soal-soal
kewanitaan yang dunianya terjepit di tengah
dunia laki-laki. Tokoh wanita Dini, manusia-
manusia yang kalaupun berontak karena hendak
memperjuangkan harga dirinya sebagai manusia.
Dalam cerpen “Dua Dunia” di kisahkan Dini
tentang Iswanti seorang janda muda yang sakit
tipus yang di ceraikan suaminya karena si suami
main gila dengan ibu tirinya sendiri. Dalam
cerpen Dini, menunjukkan perhatiannya yang
besar terhadap kepincangan-kepincangan sosial
yang dia lihat terjadi di sekelilingnya.
PERIODE 1961-
SEKARANG
[SASTRA DAN
POLITIK] Suatu kenyataan sejarah bahwa, sudah sejak awal
pertumbuhannya sastrawan Indonesia menunjukkan
RINGKASAN
PARAGRAF 1-10 perhatian yang serius kepada politik. Para
pengarang zaman sebelum perang banyak yang
aktif dalam kegiatan pergerakan kebangsaan
pada masa itu. Bahkan ada di antaranya yang
kemudian lebih terkenal sebagai politikus
daripada pengarang seperti Muh. Yamin dan
Roestam Effendy. Demikian juga para pengarang
pujangga baru adalah orang-orang yang aktif
dalam dunia pergerakan nasional.
MANIFES
KEBUDAYAAN
DAN KONFERENSI Pengarang-pengarang cerpen yang dalam
KARYAWAN majalah Sasteramen- dapat keleluasaan untuk
PENGARANG SE-
INDONESIA tampil dan berkembang antara lain B. Soelarto,
RINGKASAN
PARAGRAF 1-12
Dibandingkan dengan organisasi-organisasi
kebudayaan yang berinduk kepada partai-
partai yang lain, Lékra paling maju dalam
bidang penerbitan. Bahkan mungkin satu-
satunya yang menyelenggarakan penerbitan-
penerbitan karya sastera berbentuk buku.
Karangan-karangan yang ditulis oleh
pengarang bukan ang- gota mereka pun asal
dianggapnya menguntungkan pihak me- 18a,
diterbitkan juga. Misalnya kumpulan sajak
Sitor Situmorang yang berjudul Zaman Baru
(1962) diterbitkan oleh organ penerbitan
Lékra, Padahal Sitor resminya orang LKN.
Selain Rakyat yang secara tetap terbit setiap
hari Sabtu dan dipimpin ruangan kebudayaan
dalam surat kabar partai Harian oleh Hr.
Bandoharo, Lékra mempunyai majalah
Zaman Baru yang dipimpin oleh Rivai Apin,
S. Anantaguna dan lain-lain. Beberapa bulan
menjelang Gestapu, meréka menerbitkan
harian Kebudayaan Baru yang dipimpin oleh
S. Anantaguna. Dalam penerbitan-penerbitan
itu selalu dimuat sajak-sajak, cerpén-cerpén,
ésai-ésai dan karangan-karangan lain baik
asli maupun terjemahan karya para anggota
Lékra atau bukan.
Dalam bidang penerbitan buku-buku mereka
sangat aktif. Berbagai kumpulan sajak,
kumpulan cerper drama, roman, baik asli
maupun terjemahan, baik ditulis ole seorang
pengarang maupun merupakan kumpulan
bersama banyak diterbitkan sejak tahun 1959
sampai terjadi Gestapu. Sementara itu,
orang-orang Lékra pun disebar untuk
menguasmédia massa yang secara resmi
bukan meréka punya Pramoedva Ananta Toer
yang merupakan salah seorang ketua
Lembaga Sen Sastera (Lékra) dan salah
seorang anggota pleno Pengurus PustLékra,
memimpin ruang kebudayaan Lentéra dalam
surat kab Bintang (Timur) Minggu yang
resminya ialah koran Partindo. Mela média
massa ini dilancarkan dengan gencar
berbagai insinuas fitnah dan serangan
terhadap orang-orang dan golongan-
golongan yang secara politis dianggap
PARA
PENGARANG membahayakan mereka.
KEAGAMAAN
[RINGKASAN
PARAGRAF 1-7] Meskipun partai-partai keagamaan juga tidak
ketinggalan mendirikan lembaga-lembaga
kebudayaan yang berinduk kepadanya,
usaha-usaha mereka dalam bidang penerbitan
boléh dikatakan sangat terbatas. Umumnya
hanya terbatas pada ruang-ruang kebudayaan
yang menumpang pada koran-koran
partainya. Misalnya Lesbumi yang berinduk
kepada NU pernah mempunyai ruang
kebudayaan dalam surat kabar partai itu,
Duta Masyarakat. Tetapi ruang kebudayaan
yang diberi nama Muara dan dalam susunan
redaksinya duduk antara lain H.M. Jusa
Biran dan Asrul Sani itu rupanya tidak diurus
dengan baik, menjadi tidak ter- pelihara.
Demikian juga pada masa sesudah terjadinya
Gestapu, Lesbumi menerbitkan majalah
kebudayaan bulanan Gelanggang yang
dipimpin oleh Asrul Sani, hanya terbit tiga
nomor saja. Sedangkan yang berbentuk buku
tak satu pun diterbitkannya. Yang (mau)
menyaingi Lékra dalam bidang penerbitan
buku- buku sastera barangkali hanya
Lembaga Kebudayaan Kristen (Le krindo)
saja. Badan Penerbitan Kristen yang
meskipun barangkali secara organisatoris tak
langsung berkaitan, menerbitkan beberapa
buku kumpulan sajak dan cerita-cerita
karangan para pengarang Kristen. Oléh
penerbit ini pernah diterbitkan antara lain
Kidung Keramahan (1963) kumpulan sajak
SoepartaWiraatmadja, Hari- hari Pertama
oleh GérsonPoyk, dan kumpulan sajak
Malam Sunyi (1961) dan Darah dan Peluh
SAJAK-SAJAK (1962) kedua-duanya buah tangan Fridolin
PERLAWANAN
TERHADAP Ukur.
TIRANI
[PARAGRAF 1-5]
Dalam démostrasi-démonstrasi para mahasiswa
dan pelajar di seluruh Indonésia menuntut
tiga tuntutan rakyat (tritura) pada awal tahun
1966 terdiri dari 1. Bubarkan PKI., 2. Ritul
kabinet dwikora dan 3. Turunkan harga,
banyak pengarang dan penyair yang turut
serta secara aktif. Kecuali secara fisik turut
dalam démonstrasi-démonstrasi itu, meréka
pun menulis sajak-sajak per lawanan
terhadap tirani. Dan sajak-sajak itu banyak
yang kemu- dian disebarkan di antara
démonstran, diterbitkan dengan sténsil Di
antaranya yang terbit di Jakarta ialah Tirani
dan Bénténg oleh Taufiq Ismail, Perlawanan
oleh Mansur Samin, Meréka Telah Bangkit
oléh Bur Rasuanto, Pembebasan oléh Abdul
Wahid Situméang Kebangkitan oleh lima
penyair-mahasiswa fakultas sastera dan lain-
lain. Sedangkan di Médan terbit Ribéli 1966
(dengan dicetak yang merupakan kumpulan
sajak bersama Aldian Aripin, Djohan A
Nasution dan Z. Pangaduan Lubis).
Mungkin di kota-kota lain juga ada
penerbitan-penerbitan seperti itu, tetapi sulit
mendapatkan bahan-bahannya karena
umumnya dicetak terbatas (tidak dijual),
dengan sténsil pula sehingga lekas rusak.
Yang paling penting dari semua kumpulan
sajak itu ialah Tirani dan Benteng buah
tangan Taufiq Ismail. Kedua kumpulan itu
kemu- dian diterbitkan dengan tercetak:
Tirani (1966) dan Benteng (1968). Adanya
protés sosial dan protés politik dalam sajak-
sajak itu telah menyebabkan H.B. Jassin
memproklamasikan lahirnya 'Angkatan 66'
melalui tulisannya dalam majalah Horison
(1966). Dalam tulisan itu Jassin mengatakan
bahwa "Khas pada hasil- hasil kesusasteraan
BEBERAPA 66 ialah protés sosial dan kemudian protés
PENGARANG
politik".
BEBERAPA
PENYAIR
Taufiq Ismail, beliau telah mulai
mengumpulkan sajak-sajak cerpen
dan esai sejak tahun 1954. Pada awal
tahun 1966, ia muncul ke muka
ketika sajak-sajak yang dia tuliskan
dengan judul Tirani di tengah
demonstrasi para mahasiswa dan
pelajar menyampaikan “Tritura”
Goenawan Mohammad, beliau
merupakan seorang penulis esai yang
tajam dan di tulis dengan penuh
kesungguhan. Ia sebenarnya penyair
yang berbakat dan produktif.
Sajaknya banyak tersebar dalam
majalah-majalah. Kesunyian manusia
di tengah alam sepi tanpa kata
menjadi tema yang banyak di jumpai
dalam sajaknya.
Saini K. M. Beliau banyak menulis
sajak yang di muat dalam majalah-
majalah sekitar tahun 60-an. Beliau
banyak menulis cerpen dan esai
kemudian menerjemahkannya.
Kumpulan sajaknya berjudul
Nyanyian Tanah Air (1968) membuat
se-pilihan sajak-sajaknya.
Sapardi Djoko Damono, beliau
merupakan penulis sajak yang terlihat
dari kematangan dalam
kesederhanaan pengucapan yang
langsung menyentuh hati. Misalnya
karya yang berjudul Duka Mu Abadi.
Wing Kardjo, merupakan penulis
sajak pertengahan tahun lima
puluhan. Ia telah mengumumkan satu
dua sajaknya pada masa itu. Tetapi
baru setelah ia bermukim di Paris
(1963-1867) ia mengumumkan
sajaknya secara berlimpah, kecuali
sajak yang banyak ia terjemahkan
tentang persoalan seni.
PARA
PENGARANG
WANITA
Titie Said dengan cerpennya yang
berjudul Perjuangan dan Hati
Perempuan, yang mengisahkan
perjuangan dan perasaan hati
perempuan. Contoh cerpennya adalah
maria dan Kalimutu.
S. Tjahningsih dengan kumpulan
cerpennya yang berjudul Dua
Kerinduan. Cerpennya bertema
tentang harapan masa depan.
Sugiarti Siswadi dengan cerpen yang
di buat di dalam lembaran penerbitan
lekra. Contoh karyanya adalah Sorga
Di Bumi.
Ernisiswati Hutomo dengan berbagai
karya yang di muat dalam majalah
sastra, namun belum di bukukan
Enny Sumargo dengan romannya
yang berjudul Sekeping Hati
Perempuan.
Susy Aminah dengan sajaknya yang
berjudul Seraut wajahku
Isma Sawitri dengan kumpulan
kwatrinnya yang berjudul Kwatrin
yang terdiri dari seratus buah.
ESAI
Pada jaman Angkatan 45, penulis-penulis Esai
dapat di hitung dengan jari: Chairil Anwar, Asrul
sani, Uda Nasution, Rivai Apin, Trisno
Sumardjo, H.B Jassin, Sitor Situmorang,
kemudian di tambah oleh P. Sengodjo , Harjadi,
Hartowardojo, Sumantri Mertodipuro, Bahrum
Rangkuti, Boejoeng Saleh dan Soedjatmoko.
Pada jaman Angkatan 45, penulis-penulis
Esai dapat di hitung dengan jari: Chairil
Anwar, Asrul sani, Uda Nasution, Rivai
Apin, Trisno Sumardjo, H.B Jassin, Sitor
Situmorang, kemudian di tambah oleh P.
Sengodjo , Harjadi, Hartowardojo, Sumantri
Mertodipuro, Bahrum Rangkuti, Boejoeng
Saleh dan Soedjatmoko.
1. Teorisastera
2. Sejarah sastera,
3. Kritik sastera.
Ketiga-tiganya belum berkembang secara
menggembirakan di Indonésia. Belum
banyak orang yang menulis tentang
téorisastera. Juga tentang sejarah sastera.
Yang sudah agak banyak dikerjakan orang
ialah kritik sastera.
2.Masalah Angkatan
3.Hadiah-hadiah Sastra
Majalah-majalah