Anda di halaman 1dari 38

RINGKASAN BUKU UTAMA

Di abad-abad yang silam di beberapa tempat di


[PENGANTAR] RINGKASAN
kepulauan Nusantara pernah berdiri kerajaan-
PARAGRAF 1-11
PENGERTIAN TINJAUAN kerajaan besar; yang terpenting adalah yang
SEJARAH
pernah berdiri di Jawa, Sumatera, Semenanjung
Malaka dan lain-lain. Majapahit, Sriwijaya,
Kerajaan Sunda, Malaka, Pasai, dan lain-lain
ialah nama beberapa kerajaan yang pernah
cemerlang dan besar pengaruhnya di seluruh
Kepulauan Nusantara, konon juga sampai ke
daratan benua Asia. Pada abad ke-16 dan ke-17
kerajaan-kerajaan itu satu demi satu menjadi
daerah jajahan bangsa-bangsa Eropa yang pada
mulanya datang ke mari untuk mencari rempah-
rempah. Di beberapa wilayah malah timbul
pertikaian di antara negara-negara Eropa itu
sendiri. Portugis yang mula-mula sekali
meluaskan armadanya ke wilayah Nusantara ini
sedikit demi sedikit harus mengurangi
peranannya, terdesak oleh Inggris, Spanyol dan
Belanda. Kepulauan Filipina jatuh ke tangan
orang Spanyol. Semenanjung Malaka pada akhir
abad ke-17 sudah jatuh ke tangan orang Inggris.

Kepulauan yang kemudian menjadi wilayah


RepublikIndonesia pada waktu itu sebagian besar
sudah jatuh pula ke tangan orang Belanda.
Beberapa daerah kerajaan yang masih berdaulat
setapak demi setapak ditaklukkan orang Belanda.
Pada awal abad ke-20, dengan selesainya Perang
Aceh, seluruh Kepulauan Indonésia sudah
menjadi daerah takluk kerajaan Belanda.
Perbedaan bangsa yang menjajahnya
menimbulkan perbedaan-perbedaan pula dalam
pertumbuhan kebudayaan, cita-cita politik dan
pola berpikir di wilayah-wilayah Nusantara itu.
Sementara itu para penduduk wilayah-wilayah
yang terangkum dalam jajahan suatu bangsa
penjajah merasakan nasib yang sama dan
penderitaan yang sama, sehingga perhubungan di
antara mereka kian erat. Maka juga penduduk
daérah yang semula dikenal dengan sebutan
Neder- landschIndie (Hindia Belanda) merasakan
persamaan nasib yang diakibatkan oleh karena
sama-sama dijajah oleh bangsa Belanda. Pada
awal abad ke-20, mulailah para pemimpin dan
peju- ang kemerdekaan kita sadar akan
kelemahan dirinya dan akan kekuatan lawannya.
Maka berasal dari perasaan senasib-
sepenanggungankarena sama-sama hidup di
bawah cengkeraman penjajah yang satu,
tumbuhlah kesadaran nasional. Api nasionalisme
itu menghilang- kan perbedaan-perbedaan yang
disebabkan oleh karena perbedaan- perbedaan
sejarah, lingkungan kebudayaan, bahasa, adat-
istiadat, temperamen dan watak. Dalam
menghadapi musuh bersama yang satu, maka
yang diperhitungkan bukanlah perbedaan-
perbedaan yang ada di antara suku-suku bangsa
itu, melainkan persamaan-
persamaannyaKesadaran itulah yang kemudian
pada tahun 1928 dirumuskan dalam sebuah
sumpah bersama yang sekarang dinamakan
Sumpah Pemuda.

Kesusastraan Melayu termasuk kesusastraan


PERKEMBANGAN RINGKASAN
yang kaya di Kepulauan Nu- santara. Banyak
SASTRA PARAGRAF 1-17
hikayat, syair, pantun dan karya sastera lain yang
indah-indah dan usianya sudah berabad-abad.
Hikayat si Miskin, Hikayat Hang Tuah, Hikayat
Indra Bangsawan, Hikayat Amir Hamzah, Syair
Bidasari. Syair Ken Tambuhan dan Sejarah
Melayu ialah beberapa di antara karya-karya
sastera klasik Melayu. Selain kesusasteraan
Melayu, juga kesusasteraan Jawa, Sunda, Bali,
Acéh, Bugis, dan lain-lain merupakan
kesusasteraan yang kaya dan usianya sudah tua.
Kesusastraan Jawa ialah paling tua dan paling
kaya di seluruh kepulauan Nusantara. Masih
banyak naskah Sunda kuna diketahui isinya.

Di antara naskah Sunda kuna yang sudah


diketahui atau yang belum diketahui isinya ada
yang berasal dari abad ke-16, berjudul Siksa
Kanda Karesian. Kesusasteraan Bali pun, seperti
juga kesusasteraan Jawa dan Sunda, banyak
mengerjakan kembali cerita-cerita Mahabharata
dan Ramayma yang berasal dari India. Di
antaranya yang paling terkenal ialah kisah
tentang Jayaprana dengan Layonsari, yang diakui
para ahli bernilai tinggi. Umumnya karya-karya
sastera kuna itu mengisahkan kehidupan antah-
berantah, kerajaan-kerajaan atas angin dengan
para rajaputera yang gagah perwira dan puteri-
puteri yang cantik jelita. Roman ialah bentuk
sastera Eropa yang tumbuh subur sekitar abad
ke-18 dan ke-19. Bentuk ini ternyata digemari
pula di Indoné- sia Pengaruh Eropa itu tidak
hanya tampak dalam prosa, me- lainkan juga
dalam puisi. Pada sekitar tahun 1920,
Muhammad Yamin, Sanusi Pané, Muhammad
Hata, Rustam Effendi dan lain- lain banyak
menulis sonéta, yaitu bentuk puisi yang berasal
dari Italia dan digemari di Inggris dan Belanda.
Barulah pada tahun 1920 terbit pada Balai
Pustaka roman yang ditulis dalam bahasa Melayu
Tinggi, yaitu karangan Merari Siregar berjudul
Azab dan Sengsara. Dua tahun kemudian terbit
roman yang sekarang telah menjadi klasik, yakni
Siti Nurbaya buah tangan Marah Rusli M. Kasim
menulis Muda Terima dan Nur Iskandar dengan
mempergunakan nama Nursinah Iskandar
menerbitkan Apa Dayaku Karena Aku
Perempuan (keduanya juga terbit tahun 1922).
Roman-roman Balai Pustaka digemari oleh para
pembaca yang hidup dalam lingkungan pegawai
negeri dan “sekolahan”, maka umumnya roman-
roman Melayu Pasar digemari dalam lingkungan
para pedagang dan buruh yang tidak pernah
mengecap pendidikan sekolah dengan pengajaran
bahasa Melayu yang baik.
Dalam Sumpah Pemuda 1928 bahasa Indonésia
SASTRA INDONESIA RINGKASAN
diakui sebagai bahasa persatuan. Dan setelah
DAN SASTRA PARAGRAF 1-7
NUSANTARA Indoné- sia memproklamasikan kemerdekaan,
bahasa Indonésia diresmikan sebagai bahasa
NegaraSementara itu, bahasa-bahasa daérah yang
terdapat di seluruh Kepulauan Nusantara seperti
bahasa Melayu, Jawa, Sunda, Acéh, Bali,
Minang, Bugis dan lain-lain tetap juga
berkembang. Bahasa- bahasa daerah itu setelah
lahirnya nasionalisme Indonésia, juga setelah
diresmikannya bahasa Indonésia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa Negara, terus juga hidup.
Hal itu sama sekali tidaklah bertentangan dengan
nasionalisme Indonésia. Lahirnya bahasa Indo-
nésia dan sasteraIndonésia ialah hasil pertemuan
bahasa dan sastera Melayu dengan paham-paham
yang berasal dari kebuda- yaan Eropa modéren
itu. Tetapi pertemuan dan pengaruh dari
kebudayaan Eropa modéren itu tidak hanya
dialami oleh bahasa dan sastera Melayu saja,
melainkan juga oléh bahasa-bahasa dan sastera-
sasteradaérah yang lain yang terdapat di seluruh
kepulauan Nusantara.

Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia Dalam


PERIODISASI SEJARAH RINGKASAN
buku ikhtisar ini, akan diikuti penolakan waktu
SASTRA INDONESIA PARAGRAF 1-4
sejarah sastra Indonesia sebagai berikut: Masa
kelahiran atau masa penjadian, kurang lebih 1900
hingga 1945 yang dapat dibagi lagi menjadi
beberapa periode yaitu:

1. Periode awal-1933
2. Periode 1933-1942
3. Periode 1942-1945

Masa perkembangan (1945-Sekarang) yang lebih


lanjut, dapat di bagi menjadi beberapa periode
sebagai berikut:

1. Periode 1945-1953
2. Periode 1953-1961
3. Periode 1961-Sekarang

Alasan buku ini di katakan sebagai istilah


periode dan bukan angkatan karena angkatan
dalam sastra Indonesia sekarang telah
menimbulkan berbagai kekacauan.
Tahun 1948 pemerintah Hindia Belanda
BAGIAN PERTAMA: PERIODE I 1900-
mendapatkan kekuasaan dari raja sebesar f
PERIODE KELAHIRAN 1933 [BACAAN
LIAR] 25.000 untuk membangun sebuah sekolah yang
digunakan anak-anak bumi putera yang akan
RINGKASAN
DARI PARAGRAF dijadikan sebagai pegawai setempat. Yang
1-12
dipergunakan demi kepentingan eksploitasi
kolonial. Dengan berdirinya sekolah tersebut
meningkatlah pendidikan dan timbulnya
kegemaran membaca. Bangsa Indonesia mulai
mengerti akan kedudukan sebagai bangsa yang
dijajah. Beberapa orang berbakat menyadari hal
tersebut, mulai menulis berupa karangan baik
berupa uraian maupun cerita yang bersifat
memberi penerangan kepada rakyat. Pengarang
pada masa itu, kebanyakan berpaham kiri.
Karena sifat dan isi karangan dari pengarang
tersebut, banyak menghasut rakyat untuk
memberontak, maka di sebutlah di sebut karya
itu sebagai bacaan liar. Lalu, penulisnya di
katakan sebagai pengarang liar.

Dalam majalah Jong Sumatra tahun 1920 dimuat


SAJAK-SAJAK
YAMIN sebuah sajak 9 Seuntai buah tangan Pemuda
ROESTAM calon politikus bernama Muhammad Yamin.
EFFENDI
Yang berjudul Tanah Air. Di persembahkan
RINGKASAN penyairnya untuk menyongsong peringatan 5
PARAGRAF 1-10
tahun berdirinya perkumpulan Jong Sumatra
Bon. Berupa pujian terhadap tanah airnya, yaitu
Sumatera. Pada tahun 1928 , Yamin menerbitkan
kumpulan sajaknya yang berjudul Indonesia
tumpah darahku. Bertepatan dengan Kongres
Pemuda yang melahirkan sumpah pemuda pada
masa itu. Pada masa itu, di sahkan pula bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Roestam adalah penyair sezaman dengan Yamin


yang juga sadar akan tugasnya untuk berjuang,
demi bangsanya. Beliau menulis buku yang
berjudul Bebasari yang merupakan sebuah drama
bersajak. Di dalamnya, di kisahkan tentang
perjuangan seorang pemuda yang membebaskan
kekasihnya dari raksasa. Drama ini merupakan
sebuah perlambangan atau simbolisme dari cita-
cita pengarangnya. Kekasih yang dia maksud ini
adalah negara Indonesia yang tengah di jajah

Pemerintah Belanda, berpikiran untuk


membendung bangkitnya kesadaran nasional
BALAI PUSTAKA dengan mengadakan semacam bimbingan dalam
DAN ROMAN-
ROMANNYA soal bacaan rakyat. Maka, tahun 1908 di
dirikanlah komisi bacaan rakyat (Commissie
RINGKASAN
PARAGRAF 1-12 voor de Inlandsche school en volksstur) yang
pada tahun 1917 berubah menjadi kantor bacaan
rakyat (Kantor voor de Volkslectuur) Balai
Pustaka. Pekerjaan komisi ini mula-mula
memeriksa dan mencetak segala naskah cerita
rakyat terutama yang ditulis dalam bahasa
daerah, tetapi kemudian juga mencetak buku-
buku terjemahan (Sebenarnya lebih tepat disebut
saduran atau ringkasan) dari cerita-cerita yang
mengisahkan pahlawan orang-orang Belanda dan
cerita klasik Eropa. Contoh karya pada periode
ini:
★Marah Rusli dengan Novel Siti Nurbaya
★Abdul Muis dengan novel Salah Asuhan
★Hamka dengan novel Di bawah lindungan
Ka ‘Bah
★Chairil Anwar dengan puisi-puisinya yang
bertema semangat perjuangan kemerdekaan

Sajak-sajaknya, dimuat dalam majalah-majalah,


baik di Jakarta maupun di Padang Bukunya yang
pertama berupa kumpulan prosa lirik berjudul
SANUSI PANE Pancaran Cinta (19267), kemudian disusul oléh
kumpulan sajak Puspa Mega (1927). Sajak-sajak
[RINGKASAN dalam kumpulan ini hampir seluruhnya
PARAGRAF 1-5] berbentuk sonéta. Bentuk puisi Italia yang
pertama kali digunakan oleh Muhammad Yamin
ini memang sangat banyak persamaannya dengan
pantun. Sonéta terdiri dari 14 baris yang
umumnya dua bait pertama (octavo) berupa
empat seuntai dan dua bait terakhir (sextet) tiga
seuntai. Yang empat seuntai biasanya digunakan
penyairnya untuk melukiskan suasana
(keindahan) alam (lahir) dan yang tiga seuntai
dipergunakan untuk mengajukan hatinya sendiri,
sehingga keseluruhan sonéta itu tak ubahnya
dengan pantun yang terdiri dari sampiran dan isi.
Seperti diketahui pantun umumnya terdiri dari 4
baris: dua baris pertama merupakan sampiran
yang biasanya berupa lukisan-lukisan alam dan
dua baris terakhir berupa isi.

Pada tahun 1933 Armjin Pane Amir Hamzah dan


Sutan Takdir berhasil mendirikan majalah
Poedjangga Baroe (1933-1942 dan 1949-1953)
PERIODE II 1933- pada mulanya keterangan resmi tentang majalah
1942 [LAHIRNYA itu berbunyi, majalah kesusastraan dan bahasa
MAJALAH serta kebudayaan umum. Tetapi sejak tahun 1995
POEJANGGA berubah menjadi pembawa semangat baru dalam
BARU] kesusastraan seni kebudayaan dan seluruh
masyarakat umum dan sejak 1936 bunyinya
RINGKASAN berubah pula menjadi pembimbing semangat
PARAGRAF 1-10 baru yang dinamis untuk membentuk
kebudayaan persatuan Indonesia. Ketika Jepang
masuk dan menduduki Indonesia, majalah
Pujangga baru segera dilarang terbit karena
dianggap ke barat-baratan. Setelah Indonesia
merdeka, majalah ini diterbitkan kembali oleh
Sutan Takdir dengan staf redaksi yang diperkuat
dengan tenaga muda seperti Chairil Anwar,
Rivai Apin, Asrul Sani, Dodong Djiwapradja,
Harijadi Harto Wardoyo, Rukiah dan lain-lain.
Kelahiran majalah Pujangga baru banyak
melontarkan gagasan baru dalam bidang
kebudayaan.

Sutan Takdir Alisjahbana dengan karya yang


TOKOH-TOKOH berjudul tak putus di rundung malam, Armjin
PUJANGGA Pane dengan roman yang berjudul Belenggu.
BARU Beliau juga merupakan seorang organisator
Pujangga baru. Amir Hamzah dengan kumpulan
puisinya yang berjudul Buah Rindu, J. E.
Tatengkeng dengan buku yang berjudul rindu
dendam. Asmara Hadi dengan karya yang
berjudul Penjair Api Nasionalisme.

Nur Sutan Iskandar: Seorang pengarang


BEBERAPA sekaligus penerjemah puluhan naskah menjadi
PENGARANG sebuah buku. Contoh romannya yang pertama
BALAI PUSTAKA adalah Apa Dayaku Karena Aku Perempuan
(1922). Kemudian, I Gusti Nyoman Pandji
Tisna: Tahun 1935, beliau menerbitkan romannya
yang berjudul Ni Rawit Ceti Penjual Orang.
Buku yang menceritakan tentang bengis nya
masyarakat feodal di Bali.

 Sutan Satu dengan karyanya yang


BEBERAPA berjudul Sengsara Membawa Nikmat
PENGARANG  Paulus Supit dengan karya yang bertema
LAIN
perjuangan keluarga yang taat beragama
dalam menghadapi berbagai ranjau
kehidupan yang berjudul Kasih Ibu.
 Amat Dt. Madjoindo yang merupakan
seorang pengarang buku bacaan kanak-
kanak
 Suman Hasibuan dengan karyanya yang
mirip dengan cerita detektif

 Sariamin dengan roman yang berjudul


PARA Kalau tak Untung
PENGARANG
WANITA  Fatimah H Selain dengan roman yang
berjudul kehilangan mestika
 Adlin Affandi dengan tulisan sandiwara
berjudul Gadis Modern
 Saadah Alim dengan sejumlah cerpen
dengan judul taman penghibur hati

 M. Kasim dengan cerpennya yang


CERITA PENDEK berjudul Teman Duduk yang berisi
lelucon tentang kehidupan manusia
sehari-hari.
 Suman Hasibuan dengan cerpen yang
berjudul Kawan Bergelut
 Hamka dengan cerpen yang berjudul Di
Dalam Lembah Kehidupan
 Saadah Alim dengan cerpen yang
berjudul Taman penghibur hati
 Armijn Pane dengan cerpen yang
berjudul Barang Tiada Berharga

 Roestam Effendi dengan drama sajak


DRAMA yang berjudul Bebasari
 Moh. Yamin dengan drama yang
berjudul Kalau Dewi Tara sudah Berkata
 Sanusi Pane dengan drama yang berjudul
Kertajaya

Hamka dengan roman yang berjudul di bawah


ROMAN DARI lindungan Kaabah(1938) yang mengisahkan cinta
MEDAN DAN
tak sampai antara dua kekasih karena terhalang
SURABAYA
oleh adat. Kemudian ada roman yang berjudul
Tenggelamnya kapal vanderwijck yang
mengisahkan cinta yang di halangi adat
Minangkabau. Tokoh utamanya adalah Zainuddin
dengan kekasihnya. Namun kekasihnya
meninggal dalam kapal yang di tumpanginya.
Berikutnya ada pengarang yang bernama
Hasbullah Parinduri yang menulis roman berlatar
belakang sejarah berjudul Zaman Gemilang.
Kemudian ada Supardi yang karyanya terbit di
Surabaya berjudul Kintamani (1932).

 A.Hasjmy yang menerbitkan kumpulan


PARA PENYAIR sajaknya berjudul Kisah Seorang
DARI SUMATRA
Pengembara
 Banda Harahap dengan buku yang
berjudul Sarinah dan Aku
 Rifai Ali dengan sajak yang berjudul
Basmallah

Dijajah Jepang selama 3 setengah tahun


PERIODE III 1942-
1945 merupakan pengalaman dan saat yang penting
dalam sejarah bangsa dan juga sastra Indonesia.
[SAAT-SAAT
YANG Bangsa Indonesia dengan berbagai akal dan
MEMATANGKAN] alasan diedarkan Belanda supaya jangan menjadi

RINGKASAN Bahasa persatuan oleh Jepang sekaligus


PARAGRAF 1-7 dijadikan satu-satunya bahasa yang harus
dipergunakan di seluruh kepulauan, dan dalam
seluruh bidang kehidupan dengan makin
intensifnya bahasa Indonesia dipergunakan
dalam kehidupan di segenap kepulauan
nusantara, maka sastra Indonesia pun mengalami
intensifikasi pula.
Pada masa penjajahan Jepang ini kita melihat
kian banyak jumlah orang yang menulis sajak
dan cerpen, demikian juga sandiwara. Sedangkan
Roman kurang ditulis, mungkin karena keadaan
sosial keadaan perang menuntut supaya orang
bekerja serba cepat dan singkat. Balai Pustaka
selama masa itu hanya menerbitkan dua buah
Roman saja yaitu, cinta tanah air karangan Nur
Sutan Iskandar dan palawijaya tahun 1944 oleh
Karim Halim. Keduanya merupakan Roman
propaganda yang tak bernilai sastra.

Pada masa Jepang ini kita menyaksikan beberapa


PARA PENYAIR penyair muncul. Yang terpenting di antaranya
adalah Usmar Ismail, Amal Hamzah dan Rosihan
Anwar.. Usmar Ismail terkenal sebagai
dramawan dan pembuat film. Berikutnya ada
Amal Hamzah yang merupakan adik Amir
Hamzah. Amal Hamzah mulai menulis di zaman
Jepang, ketika mana ia kehilangan kepercayaan
kepada manusia. Ia menjadi kasar dan sajak
sajaknya sangat naturalis, juga dalam sandiwara-
sandiwara dan cerita yang ia tulis memiliki tema
yang sangat sensualitas. Sajak buatannya di
terbitkan dalam buku berjudul pembebasan
pertama. Hilangnya kepercayaan kepada
manusia, jelas kelihatan dalam sajaknya yang
berjudul Melaut Benciku.

 HB Jassin dengan cerpennya yang


CERITA PENDEK berjudul Anak laut
 Bakri Siregar dengan cerpen yang
berjudul di Tepi Kawah

Beberapa drama pada periode ini adalah Armijn


DRAMA Pane dengan karya yang berjudul Jinak-Jinak
Merpati, Kikuchi Kwan dengan karya yang
berjudul Ayahku Pulang, Usmar dengan karya
yang berjudul Api, Abu Hanifah dengan karya
yang berjudul Taufan di atas Asia, Idrus dengan
karya yang berjudul Kejahatan membalas
dendam, KototSukardi dengan sandiwara
berjudul Bende Mataram, dan Inu Kertapati
dengan karya yang berjudul Sumping Sareng
Pati.

BAGIAN KE DUA: PERIODE 1945- Banyak orang mengatakan bahwa suatu


PERIODE PERKEM- 1953 [ANGKATAN
BANGAN 1945-KINI 45] angkatan kesusastraan baru telah lama lahir.
Pada mulanya, angkatan ini disebut dengan
RINGKASAN
PARAGRAF 1-8 berbagai nama. Ada yang menyebutnya
angkatan sesudah perang, ada yang
menamakan angkatan Chairil Anwar,
angkatan kemerdekaan dan lain-lain. Tahun
1948 Rosihan Anwar menyebut angkatan ini
dengan nama angkatan 45. Nama ini segera
menjadi populer dan dipergunakan oleh
semua pihak, sebagai nama resmi meskipun
nama sudah diperoleh sendi-sendi dan
landasan-landasan ideal. Pada tahun 1950
surat kepercayaan gelanggang dibuat dan
diumumkan, ketika itu Chairil Anwar sudah
meninggal. Surat kepercayaan itu semacam
pernyataan sikap yang menjadi dasar
pegangan perkumpulan yang bernama
gelanggang seniman merdeka.

BERIKUT, ISI DARI SURAT KEPERCAYAAN


GELANGGANG

Kami adalah ahli waris yang sah dari


kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami
teruskan dengan cara kami sendiri. Kami
lahir dari kalangan orang-banyak dan
pengertian rakyat bagi kami adalah
kumpulan campur baur dari mana dunia-
dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.Ke-
Indonésia-an kami tidak semata-mata karena
kulit kami yang sawo matang, rambut kami
yang hitam atau tulang pelipis kami yang
menjorok ke depan, tapi lebih banyak oléh
apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan
hati dan pikiran kami. Kami tidak akan
memberikan suatu kata-ikatan untuk
kebudayaan Indonésia. Kalau kami
berbicara tentang kebudayaan Indonésia,
kami tidak ingatkepada melap-lap hasil
kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk
dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu
penghidupan kebudayaan baru yang sehat.
Kebudayaan Indonésia ditetapkan oleh
kesatuan berbagai-bagai rangsang suara
yang disebabkan oleh suara- suara yang
dilontarkan dari segala sudut dunia dan
yang kemudian dilontarkan kembali dalam
bentuk suara sendiri. Kami akan menentang
segala usaha-usaha yang mempersempit dan
menghalangi tidak betulnya pemeriksaan
ukuran-nilai.Révolusi bagi kami ialah
penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai
usang yang harus dihancurkan. Demikianlah
kami berpen- dapat bahwa révolusi di tanah
air kami sendiri belum selesai. Dalam
penemuan kami, kami mungkin tidak selalu
aseli; yangPokok ditemui itu ialah manusia.
Dalam cara mencari, membahas dan
menelaah kami membawa sifat sendiri.
Penghargaan kami terhadap keadaan
keliling (masyarakat) adalah penghargaan
orang-orang yang mengetahui adanya saling
pengaruh antara masyarakat dan seniman.
Jakarta, 18 Februari 1950.

BERAPA TOKOH  Chairil Anwar: Beliau merupakan


PENTING
seorang individualis, seorang yang
mencintai tanah air dan bangsanya,
rasa kebangsaan dan patriotismenya
tampak dalam sajak-sajak buatannya
yang berjudul Diponegoro, Karawang
Bekasi, persetujuan dengan Bung
Karno, Siap Sedia, Cerita buat Tien
Tamala dan lain-lain.
 Asrul Sani: Sajak-sajak Asrul sangat
merdu atau melodis, kata-katanya
memberikan Citra yang lincah dan
segar, sikap Ia seorang moralis, yang
sangat mencintai dan meratapi
manusia dan kemanusiaan, sajak-
sajaknya yang berjudul 'mantera' dan
'Surat dari Ibu' menunjukkan
pandangan hidupnya yang moralis.
 Rivai Apin: Beliau belum juga
menerbitkan kumpulan sajak sendiri
meskipun menilik jumlah sajak sajak
yang telah ditulisnya, lebih dari
cukup untuk diterbitkan sebagai
kumpulan.
 Idrus: Pada zaman Jepang, beliau
menulis beberapa cerita romantik
tentang pemuda yang berjuang untuk
Asia Timur Raya seperti cerita yang
berjudul Ave Maria dan dramanya
yang berjudul kejahatan membalas
dendam, ketika ia melihat kenyataan
pahit berupa kesengsaraan dan
kemeratan rakyat di Indonesia di
bawah telapak kaki Dai Nippon.
Maka, mulailah mata dan hatinya
terbuka ia meninggalkan cerita-cerita
romantik dan mulai melukiskan
realitas kehidupan sehari-hari masa
itu.
 Pramoedya Ananta Toer: Pram
ditahan sejak tahun 1947 dan baru
keluar setelah pengakuan kedaulatan
pada akhir tahun 1949, selama dalam
penjara Ia banyak menulis dan sangat
produktif, baik berupa cerpen Roman,
esai, maupun kritik buku-buku.
Dahulu, karya-karya Pram dinyatakan
sebagai buku terlarang. Sementara
saat ini, buku Pram sudah banyak
diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa asing.

PERIODE 1953- Setelah Chairil Anwar meninggal dunia,


1961 [KRISIS
SASTRA lingkungan kebudayaan Gelanggang
INDONESIA] Seniman Merdeka seakan-akan kehilangan
RINGKASAN
PARAGRAF 1-10 vitalitas. Asrul Sani yang beberapa lamanya
asyik menulis esai, sudah jarang sekali
menulis sajak atau hasil sastra lainnya.
Demikian pula Rivai Apin. Padahal kedua
orang itu tadinya dianggap seba- gai
tumpuan harap yang akan melanjutkan
kepeloporan Chairil. Sementara itu dalam
kehidupan nasional pun kabut yang suram
mulai tampak: mengisi kemerdekaan ternyata
tidak semudah yang diangankan ketika masih
dijajah dan ketika masih
memperjuangkannya. Pemimpin-pemimpin
banyak yang bosan berjuang lalu melakukan
penyelewengan-penyelewengan. Bibit-bibit
korupsi dan manipulasi mulai merasuk
merusak masyarakat dan negara. Pertikaian
antara golongan-golongan politik klan nyata
membuktikan bahwa bagi mereka yang
penting bukanlah kehidupan bangsa dan
negara. Apa pula rakyat. Melainkan
golongannya sendiri, partainya sendiri,
bahkan dirinya sendiri saja.
SASTRA Sejak tahun 1953, Balai Pustaka yang sejak
MAJALAH
zaman sebelum pe- rang merupakan penerbit
[RINGKASAN
DARI PARAGRAF utama buat buku-buku sastera, kedudukannya
1-10]
tidak menentu. Penerbit ini yang bernaung di
bawah kementerian PP&K berkali-kali
mengalami perubahan status. Peru- bahan-
perubahan status yang dilakukan antara sebentar,
ditam- bah oleh penempatan pimpinan di tangan
orang yang bukan ahli, pula kian tak mencukupi
anggaran yang tersedia, menyebabkan kemacetan
produksinya. Aktivitas sastera terutama hanya
dalam majalah-majalah Seperti
Gelanggang/Siasal, Mimbar Indonésia, Zénith,
Pudjangga Baru tan-lain. Karena sifat majalah
maka karangan-karangan yang mendapat tempat
terutama yang berupa sajak, cerpen, dan
larangan-karangan lain yang tidak begitu
panjang. Sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
majalah-majalah, maka tak anéhlah kalau para
pengarang pun lantas hanya mengarang cerpén,
sajak dan larangan-karangan lain yang péndék-
péndék. Keadaan seperti inilah yang
menyebabkan lahirnya istilah ‘sastera majalah”.
Istilah ini pertama kali dilansir oléh Nugroho
Notosusanto dalam tulisannya ‘Situasi 1954’
yang tadi sudah disebut, dimuat dalam majalah
Kompas yang dipimpinnya.

BEBERAPA  Nugroho Notosusanto: pengarang


PENGARANG
kelahiran Rembang 15 Juli 1930 ini
sampai sekarang telah menerbitkan tiga
buah buku kumpulan cerpen di mana
cerpen-cerpen buatannya bertema
tentang perjuangan kemerdekaan
nasional yang dilakukan oleh para
pemuda dan pelajar muda usia.

 A. Navis: Beliau baru muncul dalam


gelanggang sastra Indonesia pada tahun
1955, ketika ia mengumumkan
cerpennya yang pertama yang sekaligus
menjadi terkenal berjudul Robohnya
Surau Kami. Cerpen Navis pada
umumnya padat dan mempunyai latar
belakang sosial psikologis yang luas,
banyak pula yang merupakan sindiran
akan tingkah laku dan keimanan tokoh-
tokohnya. Beliau juga mengkritik orang-
orang yang mempraktikkan Syariat
agama Islam secara membuta dan taklik
saja, karena menurut dia, Islam harus
dihayati secara rasional dan penuh
perikemanusiaan.

 Trisnoyuwono: cerpen-cerpen buatannya


melukiskan manusia dalam situasi
lengkap dengan ketakutan nafsu berahi
kelemahan dan kekuatan.

 Iwan Simatupang: Dalam esainya terasa


vitalitas Iwan yang dengan
Gigimempertahankan individualitas dan
kebebasan martabat manusia.

PARA PENYAIR
 Toto Sudarto Bachtiar dengan
sajaknya yang terkenal yaitu Ibu kota
senja

 W. S Rendra. Sajaknya kebanyakan


berupa epik, berlainan dengan
umumnya sajak-sajak Indonesia pada
masa itu yang kebanyakan berupa
lirik. Pada sajak permulaannya,
tampak pengaruh nyanyian dolanan
anak-anak Jawa dan pengaruh
penyair Spanyol Federico.

 Ramadhan KH, sajak-sajak beliau di


tulis ketika ia baru pulang dari
Spanyol yang kemudian dibukukan
dengan judul Priangan Si Jelita
(1958)

 Kirdjomuljo, sajak-sajak beliau


panjang-panjang. Iramanya terasa
lamban dan mengingatkan kita akan
tembang-tembang Jawa. Umumnya
berupa lirik yang melukiskan
perasaan penyair terhadap alam,
tanah tumpah darah, lautan dan
Gunung. Sajak milik nya berayun-
ayun dan iramanya mengulang-ulang

PARA
seolah tak akan pernah habis.
PENGARANG
WANITA Salah satunya adalah NH. Dini, beliau mulai
menulis cerpen yang di muat dalam majalah
kisah dan lain-lain. Pada cerpen itu tidak ada
protes-protes yang berkisar pada soal-soal
kewanitaan yang dunianya terjepit di tengah
dunia laki-laki. Tokoh wanita Dini, manusia-
manusia yang kalaupun berontak karena hendak
memperjuangkan harga dirinya sebagai manusia.
Dalam cerpen “Dua Dunia” di kisahkan Dini
tentang Iswanti seorang janda muda yang sakit
tipus yang di ceraikan suaminya karena si suami
main gila dengan ibu tirinya sendiri. Dalam
cerpen Dini, menunjukkan perhatiannya yang
besar terhadap kepincangan-kepincangan sosial
yang dia lihat terjadi di sekelilingnya.

PERIODE 1961-
SEKARANG
[SASTRA DAN
POLITIK] Suatu kenyataan sejarah bahwa, sudah sejak awal
pertumbuhannya sastrawan Indonesia menunjukkan
RINGKASAN
PARAGRAF 1-10 perhatian yang serius kepada politik. Para
pengarang zaman sebelum perang banyak yang
aktif dalam kegiatan pergerakan kebangsaan
pada masa itu. Bahkan ada di antaranya yang
kemudian lebih terkenal sebagai politikus
daripada pengarang seperti Muh. Yamin dan
Roestam Effendy. Demikian juga para pengarang
pujangga baru adalah orang-orang yang aktif
dalam dunia pergerakan nasional.

MANIFES
KEBUDAYAAN
DAN KONFERENSI Pengarang-pengarang cerpen yang dalam
KARYAWAN majalah Sasteramen- dapat keleluasaan untuk
PENGARANG SE-
INDONESIA tampil dan berkembang antara lain B. Soelarto,

[RINGKASAN Bur Rasuanto, A. Bastari Asnin, Satyagraha


PARAGRAF 1-10] Hoerip Soe- probo, Kamal Hamzah, Ras Siregar,
Gerson Poyk, B. Jass, dan lain- lain. Sedangkan
para penyair antara lain Isma Sawitri, Goenawan
Mohamad, M. SaribiAfn, Poppy Hutagalung,
Budiman S. Hartojo, Arifin C. Noer, Sapardi
Djoko Damono dan lain-lain.Pada masa
kehidupan sekeliling dipaksa untuk menerima
slo- gan "politik sebagai panglima". Sastera
menjadi tempat berkumpul orang-orang yang
hendak mempertahankan otonomi seni dalam
kehidupan. Pada tanggal 17 Agustus 1963
diumumkan "Manifes Kebudayaan" yang disusun
dan ditandatangani oleh sejumlah pengarang dan
pelukis Jakarta, antara lain H.B. Jassin, Trisno
Sumardjo, WiratmoSoekito, Zaini, Goenawan
Mohamad, Bokor Hutasuhut, Soe HokDjin dan
lain-lain.

ISI MANIFES KEBUDAYAAN :

Kami para seniman dan cendekiawan


Indonesia, dengan ini mengumumkan sebuah
manifes kebudayaan yang menyatakan,
pendirian cita-cita dan politik Kebudayaan
Nasional. Bagi kami, kebudayaan adalah
perjuangan untuk menyempurnakan kondisi
hidup manusia. Kami tidak mengutamakan
salah satu sektor kebudayaan di atas sektor
kebudayaan yang lain, setiap sektor
berjuang bersama-sama untuk kebudayaan
itu sesuai dengan kodratnya dalam
melaksanakan Kebudayaan Nasional. Kami
berusaha mencipta dengan kesungguhan
yang sejujur-jujurnya sebagai perjuangan
untuk mempertahankan dan
mengembangkan martabat diri kami,
sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah
masyarakat bangsa-bangsa. Pancasila
adalah falsafah kebudayaan kami.

Manifes ini segera mendapat sambutan dari


seluruh pelosok tanah air. Para budayawan
seniman dan para pengarang yang hidup terpencil
di kota-kota lain, dan yang selama itu hidup
dalam suasana mental di teror oleh Lekra, beserta
kompanyonya melihat manifes kebudayaan itu
sebagai juru selamat. Maka, segera mereka
berlomba menyatakan dukungan terhadap
manifes itu, yang dipublikasikan pula melalui
majalah sastra dan penerbitan-penerbitan lain dan
di kuasai oleh para pendukung manifes
PARA
PENGARANG kebudayaan.
LEKRA

RINGKASAN
PARAGRAF 1-12
Dibandingkan dengan organisasi-organisasi
kebudayaan yang berinduk kepada partai-
partai yang lain, Lékra paling maju dalam
bidang penerbitan. Bahkan mungkin satu-
satunya yang menyelenggarakan penerbitan-
penerbitan karya sastera berbentuk buku.
Karangan-karangan yang ditulis oleh
pengarang bukan ang- gota mereka pun asal
dianggapnya menguntungkan pihak me- 18a,
diterbitkan juga. Misalnya kumpulan sajak
Sitor Situmorang yang berjudul Zaman Baru
(1962) diterbitkan oleh organ penerbitan
Lékra, Padahal Sitor resminya orang LKN.
Selain Rakyat yang secara tetap terbit setiap
hari Sabtu dan dipimpin ruangan kebudayaan
dalam surat kabar partai Harian oleh Hr.
Bandoharo, Lékra mempunyai majalah
Zaman Baru yang dipimpin oleh Rivai Apin,
S. Anantaguna dan lain-lain. Beberapa bulan
menjelang Gestapu, meréka menerbitkan
harian Kebudayaan Baru yang dipimpin oleh
S. Anantaguna. Dalam penerbitan-penerbitan
itu selalu dimuat sajak-sajak, cerpén-cerpén,
ésai-ésai dan karangan-karangan lain baik
asli maupun terjemahan karya para anggota
Lékra atau bukan.
Dalam bidang penerbitan buku-buku mereka
sangat aktif. Berbagai kumpulan sajak,
kumpulan cerper drama, roman, baik asli
maupun terjemahan, baik ditulis ole seorang
pengarang maupun merupakan kumpulan
bersama banyak diterbitkan sejak tahun 1959
sampai terjadi Gestapu. Sementara itu,
orang-orang Lékra pun disebar untuk
menguasmédia massa yang secara resmi
bukan meréka punya Pramoedva Ananta Toer
yang merupakan salah seorang ketua
Lembaga Sen Sastera (Lékra) dan salah
seorang anggota pleno Pengurus PustLékra,
memimpin ruang kebudayaan Lentéra dalam
surat kab Bintang (Timur) Minggu yang
resminya ialah koran Partindo. Mela média
massa ini dilancarkan dengan gencar
berbagai insinuas fitnah dan serangan
terhadap orang-orang dan golongan-
golongan yang secara politis dianggap
PARA
PENGARANG membahayakan mereka.
KEAGAMAAN

[RINGKASAN
PARAGRAF 1-7] Meskipun partai-partai keagamaan juga tidak
ketinggalan mendirikan lembaga-lembaga
kebudayaan yang berinduk kepadanya,
usaha-usaha mereka dalam bidang penerbitan
boléh dikatakan sangat terbatas. Umumnya
hanya terbatas pada ruang-ruang kebudayaan
yang menumpang pada koran-koran
partainya. Misalnya Lesbumi yang berinduk
kepada NU pernah mempunyai ruang
kebudayaan dalam surat kabar partai itu,
Duta Masyarakat. Tetapi ruang kebudayaan
yang diberi nama Muara dan dalam susunan
redaksinya duduk antara lain H.M. Jusa
Biran dan Asrul Sani itu rupanya tidak diurus
dengan baik, menjadi tidak ter- pelihara.
Demikian juga pada masa sesudah terjadinya
Gestapu, Lesbumi menerbitkan majalah
kebudayaan bulanan Gelanggang yang
dipimpin oleh Asrul Sani, hanya terbit tiga
nomor saja. Sedangkan yang berbentuk buku
tak satu pun diterbitkannya. Yang (mau)
menyaingi Lékra dalam bidang penerbitan
buku- buku sastera barangkali hanya
Lembaga Kebudayaan Kristen (Le krindo)
saja. Badan Penerbitan Kristen yang
meskipun barangkali secara organisatoris tak
langsung berkaitan, menerbitkan beberapa
buku kumpulan sajak dan cerita-cerita
karangan para pengarang Kristen. Oléh
penerbit ini pernah diterbitkan antara lain
Kidung Keramahan (1963) kumpulan sajak
SoepartaWiraatmadja, Hari- hari Pertama
oleh GérsonPoyk, dan kumpulan sajak
Malam Sunyi (1961) dan Darah dan Peluh
SAJAK-SAJAK (1962) kedua-duanya buah tangan Fridolin
PERLAWANAN
TERHADAP Ukur.
TIRANI

[PARAGRAF 1-5]
Dalam démostrasi-démonstrasi para mahasiswa
dan pelajar di seluruh Indonésia menuntut
tiga tuntutan rakyat (tritura) pada awal tahun
1966 terdiri dari 1. Bubarkan PKI., 2. Ritul
kabinet dwikora dan 3. Turunkan harga,
banyak pengarang dan penyair yang turut
serta secara aktif. Kecuali secara fisik turut
dalam démonstrasi-démonstrasi itu, meréka
pun menulis sajak-sajak per lawanan
terhadap tirani. Dan sajak-sajak itu banyak
yang kemu- dian disebarkan di antara
démonstran, diterbitkan dengan sténsil Di
antaranya yang terbit di Jakarta ialah Tirani
dan Bénténg oleh Taufiq Ismail, Perlawanan
oleh Mansur Samin, Meréka Telah Bangkit
oléh Bur Rasuanto, Pembebasan oléh Abdul
Wahid Situméang Kebangkitan oleh lima
penyair-mahasiswa fakultas sastera dan lain-
lain. Sedangkan di Médan terbit Ribéli 1966
(dengan dicetak yang merupakan kumpulan
sajak bersama Aldian Aripin, Djohan A
Nasution dan Z. Pangaduan Lubis).
Mungkin di kota-kota lain juga ada
penerbitan-penerbitan seperti itu, tetapi sulit
mendapatkan bahan-bahannya karena
umumnya dicetak terbatas (tidak dijual),
dengan sténsil pula sehingga lekas rusak.
Yang paling penting dari semua kumpulan
sajak itu ialah Tirani dan Benteng buah
tangan Taufiq Ismail. Kedua kumpulan itu
kemu- dian diterbitkan dengan tercetak:
Tirani (1966) dan Benteng (1968). Adanya
protés sosial dan protés politik dalam sajak-
sajak itu telah menyebabkan H.B. Jassin
memproklamasikan lahirnya 'Angkatan 66'
melalui tulisannya dalam majalah Horison
(1966). Dalam tulisan itu Jassin mengatakan
bahwa "Khas pada hasil- hasil kesusasteraan
BEBERAPA 66 ialah protés sosial dan kemudian protés
PENGARANG
politik".

 B. Soelarto dengan cerpennya yang


penuh protes dan ejekan. Cerpennya
banyak mengenai situasi politik dan
sosial. Contoh drama buatannya yang
terkenal adalah Domba-domba
Revolusi.
 Bur Rasuantoyang merupakan
seorang penulis cerpen yang berjudul
Bumi Yang Berpeluh dan Mereka
Akan Bangkit.
 A. Bastari Asnin yang merupakan
seorang penulis cerpen yang berjudul
Di TengahPadang dan Laki-laki
Berkuda. Sekarang, beliau bekerja
sebagai anggota Redaksi Harian
Kami.
 Satyagraha Hoerip yang merupakan
seorang penulis yang banyak menulis
cerpen dan esai tentang kebudayaan.
Contoh romannya adalah Sepasang
Suami Istri.
 Gerson Poykyang merupakan
seorang pengarang Kristen yang
cerpennya itu banyak menokohkan
manusia-manusia yang hendak
mengamalkan ajaran Kristen. Contoh
romannya adalah Hari-hari pertama.

BEBERAPA
PENYAIR
 Taufiq Ismail, beliau telah mulai
mengumpulkan sajak-sajak cerpen
dan esai sejak tahun 1954. Pada awal
tahun 1966, ia muncul ke muka
ketika sajak-sajak yang dia tuliskan
dengan judul Tirani di tengah
demonstrasi para mahasiswa dan
pelajar menyampaikan “Tritura”
 Goenawan Mohammad, beliau
merupakan seorang penulis esai yang
tajam dan di tulis dengan penuh
kesungguhan. Ia sebenarnya penyair
yang berbakat dan produktif.
Sajaknya banyak tersebar dalam
majalah-majalah. Kesunyian manusia
di tengah alam sepi tanpa kata
menjadi tema yang banyak di jumpai
dalam sajaknya.
 Saini K. M. Beliau banyak menulis
sajak yang di muat dalam majalah-
majalah sekitar tahun 60-an. Beliau
banyak menulis cerpen dan esai
kemudian menerjemahkannya.
Kumpulan sajaknya berjudul
Nyanyian Tanah Air (1968) membuat
se-pilihan sajak-sajaknya.
 Sapardi Djoko Damono, beliau
merupakan penulis sajak yang terlihat
dari kematangan dalam
kesederhanaan pengucapan yang
langsung menyentuh hati. Misalnya
karya yang berjudul Duka Mu Abadi.
 Wing Kardjo, merupakan penulis
sajak pertengahan tahun lima
puluhan. Ia telah mengumumkan satu
dua sajaknya pada masa itu. Tetapi
baru setelah ia bermukim di Paris
(1963-1867) ia mengumumkan
sajaknya secara berlimpah, kecuali
sajak yang banyak ia terjemahkan
tentang persoalan seni.

PARA
PENGARANG
WANITA
 Titie Said dengan cerpennya yang
berjudul Perjuangan dan Hati
Perempuan, yang mengisahkan
perjuangan dan perasaan hati
perempuan. Contoh cerpennya adalah
maria dan Kalimutu.
 S. Tjahningsih dengan kumpulan
cerpennya yang berjudul Dua
Kerinduan. Cerpennya bertema
tentang harapan masa depan.
 Sugiarti Siswadi dengan cerpen yang
di buat di dalam lembaran penerbitan
lekra. Contoh karyanya adalah Sorga
Di Bumi.
 Ernisiswati Hutomo dengan berbagai
karya yang di muat dalam majalah
sastra, namun belum di bukukan
 Enny Sumargo dengan romannya
yang berjudul Sekeping Hati
Perempuan.
 Susy Aminah dengan sajaknya yang
berjudul Seraut wajahku
 Isma Sawitri dengan kumpulan
kwatrinnya yang berjudul Kwatrin
yang terdiri dari seratus buah.

Beberapa penulis drama yang aktif dalam


DRAMA
bidang pementasan adalah
 Moh. Diponegoro. Beberapa karya
beliau adalah Iblis, dan surat kepada
Gubernur. Lakon-lakon beliau sudah
di panggung kan oleh Teater muslim.
 Saini K. M yang juga menulis drama
untuk pementasan Akademi Teater
dan Filem serta Teater Perintis
Bandung. Dia banyak mengambil
kisah-kisah lama yang di kerjakan
menjadi drama sajak, antara lain Prabu
Geusan Ulun yang telah berkali-kali di
pentaskan.
 B. Soelarto yang susah di kenal dengan
dramanya berjudul Domba-domba
revolusi.

ESAI
Pada jaman Angkatan 45, penulis-penulis Esai
dapat di hitung dengan jari: Chairil Anwar, Asrul
sani, Uda Nasution, Rivai Apin, Trisno
Sumardjo, H.B Jassin, Sitor Situmorang,
kemudian di tambah oleh P. Sengodjo , Harjadi,
Hartowardojo, Sumantri Mertodipuro, Bahrum
Rangkuti, Boejoeng Saleh dan Soedjatmoko.
Pada jaman Angkatan 45, penulis-penulis
Esai dapat di hitung dengan jari: Chairil
Anwar, Asrul sani, Uda Nasution, Rivai
Apin, Trisno Sumardjo, H.B Jassin, Sitor
Situmorang, kemudian di tambah oleh P.
Sengodjo , Harjadi, Hartowardojo, Sumantri
Mertodipuro, Bahrum Rangkuti, Boejoeng
Saleh dan Soedjatmoko.

TAMBAHAN ANALISIS ISI 1. H.B. Jassin dan Penelaahan Sastera


Indonésia

Sastera Indonésia umurnya rélatif masih


sangat muda. Dalam Sejarah selama kira-kira
abad ini, telah kita lihat bahwa ada
perkembangan. Jumlah peminat dan
sasterawanIndonésia terus bertambah. Hal ini
berkat pengajaran dan pendidikan tentang
sasteraIndonésia, baik pendidikan formal
melalui sekolah-sekolah maupun pendidikan
melalui majalah, surat kabar dan buku. Boleh
dikatakan tradisi bersastera (Indonésia)
sekarang sudah menunjamkan akarnya.
Pendidikan apresiasi sastera sebenarnya
sekarang berjalan secara tambal-sulam dan
tidak sistimatis. Masalah pengajaran sastera
di sekolah-sekolah telah menjadi persoalan
yang ramai dipolémikkan orang. Umumnya
orang tidak puas akan métode pendidikan
yang ada sekarang. Hal itu bisa dimengerti,
karena kita masih mencari cara yang sebaik-
baiknya untuk menanamkan tradisi
bersastera pada bangsa kita.Pengajaran
tentang sastera biasanya bersumber dari
pengetahuan tentang sastera. Pengetahuan
tentang sastera atau yang dikenal pula
sebagai literarystudies, oléh para ahli dibagi
menjadi tiga cabang, yakni:

1. Teorisastera
2. Sejarah sastera,
3. Kritik sastera.
Ketiga-tiganya belum berkembang secara
menggembirakan di Indonésia. Belum
banyak orang yang menulis tentang
téorisastera. Juga tentang sejarah sastera.
Yang sudah agak banyak dikerjakan orang
ialah kritik sastera.

2.Masalah Angkatan

Istilah yang lazim dipergunakan pada masa


itu ialah ‘generasi. Istilah ‘angkatan’ sendiri
baru muncul pada masa sesudah perang,
yaitu ketika Chairil Anwar dan kawan-
kawannya menyatakan kehadiran dirinya
sambil memakzulkan para pengarang
sebelumnya, yaitu para pengarang Pujangga
Baru. Waktu masalah ini ramai dibicarakan
orang, yaitu sekitar tahun 1949, timbul
pertikaian pendapat di antara mereka yang
mengakui hak hidup para pengarang sesudah
perang yang mempunyai ciri dan identitas
yang berbeda dari para pengarang pujangga
baru dengan mereka yang mengatakan
bahwa para pengarang yang muncul sehabis
perang itu sesungguhnya hanyalah lanjutan
belaka dari para pengarang pujangga baru.

Di samping itu ada pula pengarang


sesudah perang yang sen- diri menolak untuk
digolongkan kepada ‘Angkatan ‘45’.
Misalnya Idrus yang dianggap sebagai
pembaharu prosa Indonésia sesudah perang;
ia menolak disebut pengarang ‘Angkatan 45’
karena nama itu mengingatkannya kepada
“cerita-cerita bambu runcing”. Demikian
juga Asrul Sani menolak penggolongan
sastrawan kepada suatu angkatan, karena
menurut pendapatnya “Soal manusia
terlampau besar, sedangkan generasi
terlampau kecil”. Bahkan Achdiat K.
Mihardja yang dianggap sebagai pengarang
roman terpenting dari ‘Angkatan ‘45’, lebih
suka digolongkan sebagai pengarang
Pujangga Baru!

Nama ‘Angkatan ‘45’ sendiri pertama


kali diberikan oleh Rosihan Anwar dalam
majalah Siasat (9 Januari 1949). Sebelumnya
dipergunakan istilah ‘Angkatan Chairil
Anwar’, ‘Angkatan Sesudah Perang’,
‘Angkatan Sesudah Pujangga Baru’, dan
lain- lain. Sejak dilontarkan oleh Rosihan
nama ‘Angkatan ‘45’ menjadi populer dan
kemudian di terima secara umum. Pada
beberapa penelaah sastera Indonesia (antara
lain Zuber Usman dan H.B Jassin ada
kecenderungan untuk mengidentikkan istilah
angkatan dengan pembabakan waktu atau
periodisasi sejarah sasteraIndonésia. Karena
itu ada istilah ‘Angkatan 20 Angkatan 33,
Angkatan 45 dan ‘Angkatan 66 Tetapi
penggunaan istilah angkatan dengan arti
yang demikian itu kenyataannya sering tidak
dilanjutkan secara konsekuen, karena sering
dalam menyatakan kelahiran suatu angkatan
tidak dipergunakan kacamata dan batu
ukuran yang sama Misalnya HB Jassin
mempergunakan kacamata sosial politik
dalam memproklamasikan kelahiran
Angkatan 45 dan Angkatan 56 yaitu dengan
menyatakan bahwa pada tahun-tahun
tersebut terjadi perubahan sosial-politik yang
besar serta terjadi peristiwa penting dalam
kehidupan kita sebagai bangsa Tahun 1945
ialah tahun proklamasi kemerdekaan
nasional yang terus dikuti oleh perjuangan
révolusioner untuk mempertahankannya
Pada tahun 1966 terjadi démonstrasi-
démonstrasi para pelajar dan mahasiswa
yang menjatuhkan Orde Lama pimpinan
Soekarno, Tetapi Jassin tidak pernah
menerangkan perubahan sosial politik besar
apakah atau peristiwa penting apakah yang
terjadi pada tahun 1933 sehingga ia
menyebut pengarang Pujangga Baru sebagai
Angkatan 33 Demikian juga dengan
‘Angkatan 20 karena sepanjang kita tahu tak
ada peristiwa sosial politik yang penting
terjadi pada tahun tersebut atau sekitarnya.

3.Hadiah-hadiah Sastra

HADIAH SASTRA NASIONAL BMKN


Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional
atau BMKN pada tahun 1953 memberikan
hadiah sastera untuk karya-karya sastera
yang terbaik yang terbit tahun 1952 menurut
jenisnya. Para pemenang hadiah itu ialah:
Jalan Tak Ada Ujung (Mochtar Lubis) untuk
roman Cerita dari Blora (Pramoedya Ananta
Toer) untuk cerita péndék Tandus (S.
Rukiah) untuk puisi. Awal dan Mira (Utuy S.
Sontani) untuk drama, Puisi Dunia (M.
Taslim ‘Ali) untuk terjemahan.Untuk karya-
karya yang terbit tahun 1953 dan 1954 badan
ini tidak memberikan hadiah sastera. Baru
pada tahun 1957 ia memberikan hadiah lagi
Yang diberi hadiah sekali ini bukan sastera-
nya, melainkan para pengarang yang pada
tahun 1955-1956 di- anggap paling berhasil
dalam lapangan penciptaan sastera.

Para pemenangnya ialah :


Puisi: Toto S. Bachtiar, WS Rendra dan Ajip
Rosidi. Prosa: Sitor Situmorang, Achdiat K
Mihardja dan Mochtar Lubis
Untuk puisi: Priangan Si Jelita (Ramadhan
K.H.), Dari Darah Kehadiran Lapar dan
Kasih (Hr. Bandaharo). Untuk cerpen: Laki-
laki dan Mesiu (Trisnojuwono), Cerita dari
Jakarta (Pramoedya Ananta Toer), Sebuah
Rumah Buat Hari Tua (Ajip Rosidi). Untuk
Roman: Pulang (Toha Mochtar) Untuk
drama:Saat Yang Genting (Utuy T. Sontani),
Titik-titik Hitam (NasjahDjamin), Mérah
Semua Putih Semua (Mh. Rustandi
Kartakusuma), Pramoedya Ananta Toer dan
Mh. Rustandi Kartakusumamenyatakan
menolak hadiah tersebut. Sejak itu sampai
sekarang, BMKN tidak pernah memberikan
hadiah sastera lagi.

Hadiah Sastra Yamin

Yayasan Yamin pada tahun 1964


memberikan hadiah kepada kegiatan-
kegiatan manusia yang dianggap paling
berhasil dalam tahun 1963. Antara lain
dalam lapangan sastera. Hadiah tersebut
menurut rencana akan diberikan setiap tahun.
Tetapi rupanya tak dapat dilaksanakan.

Hadiah tahunan Pemerintah

Mulai tahun 1969, pemerintah Républik


Indonésia yang dalam hal ini diwakili oleh
Departemen P & K setiap tanggal 17
Agustus akan memberikan hadiah kepada
seniman dan ilmuwan yang di- anggap paling
berjasa Di antara para seniman yang
dianggap patut mendapat hadiah termasuk
juga para sasterawan. Meskipun pemberian
hadiah yang pertama (17 Agustus 1969)
memberikan gam- baran bahwa hadiah-
hadiah tersebut diberikan tanpa konsep
tunggal yang menyeluruh buat masing-
masing lapangan kegiatan, per- hatian
pemerintah terhadap para seniman serta
ilmuwan Indonésia ini merupakan permulaan
yang sangat menggembirakan.

Majalah-majalah

Majalah-majalah kesusasteraan biasanya


juga memberikan hadiah tahunan buat
karangan-karangan terbaik yang dimuat di
dalamnya. Hadiah tahunan majalah-majalah
bersifat sebagai pegang bagi para pengarang,
tetapi secara tidak langsung juga
memberikan kriteria tentang karya-karya
sastera menurut selera para redaktur atau juri
yang diangkat dari luar. Karangan-karangan
yang mendapat hadiah dianggap sebagai
contoh modél karya sastera yang baik.
Majalah Kisah, Sastera, Horison memberikan
hadiah tahunan dengan teratur. Di samping
itu majalah Siasat dan berapa majalah lain
pun pernah pula memberikan hadiah
tahunan, tetapi tidak teratur sifatnya.

Anda mungkin juga menyukai