Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL) I

PENGENALAN BENTANG LAHAN

PROGRAM DIPLOMA IV PERTANAHAN

TAHUN AKADEMIK 2022/2023

OLEH:

KELOMPOK: 95

NO NAMA NIT

1 SALSABILA KARISSA 22314389

2 SHAFIRA RIZKY NASTITI 22314390

3 SHAHILA GUSRI 22314391

4 STEVAN FERNANDO TARIGAN 22314392

5 SULAIMAN 22314393

SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL

YOGYAKARTA

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL) I

PENGENALAN BENTANG LAHAN

PROGRAM DIPLOMA IV PERTANAHAN

TAHUN AKADEMIK 2022/2023

Disusun Oleh:

KELOMPOK: 95

NO NAMA NIT

1 SALSABILA KARISSA 22314389

2 SHAFIRA RIZKY NASTITI 22314390

3 SHAHILA GUSRI 22314391

4 STEVAN FERNANDO TARIGAN 22314392

5 SULAIMAN 22314393

Telah dilakukan Responsi dan Disetujui

Oleh Dosen Penguji

Yogyakarta, Desember 2022

Dosen Penguji

(Dr. R. Deden Dani Saleh, S.Sos., M,Si)

NIP. 19690628 199703 1 002

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) I Pengenalan
Bentang Lahan dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah diberikan.

Laporan ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban dan hasil dari kegiatan PKL I
tentang Pengenalan Bentang Lahan. Secara garis besar, pada laporan ini menyampaikan analisis
dari beberapa kondisi bentuk lahan, proses pembentukkannya, struktur fisik maupun
geomorfologinya, jenis tanah, sumber daya air yang didapatkan, pengelolaan, serta pemanfaatan
tanah, permasalahan pertanahan yang ada di dalam laporan ini. Selain itu, menganalisis mengenai
kondisi sosial ekonomi masyarakat dan karakteristik di sekitar bentang lahan.

Dalam penyusunan laporan PKL ini dibuat dengan sebaik-baiknya dan kami menyadari
bahwa dalam penyusunan laporan terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Kami
berharap adanya kritik maupun saran dari pembaca untuk menyempurnakan laporan PKL ini.

Dari penyusunan laporan ini, kami berharap laporan ini dapat bermanfaat untuk menambah
wawasan serta pengetahuan bagi kita maupun pembaca mengenai Bentang Lahan ini. Tidak lupa
penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada para pihak yang terkait dalam PKL ini yang telah
memberikan bimbingan pada kami dan juga terima kasih atas Kerjasama anggota kelompok 95
dalam penyusunan laporan PKL ini.

Yogyakarta, Desember 2022

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... iii

BAB 1 ..............................................................................................................................................1
A. Materi PKL ...........................................................................................................................1
B. Lokasi PKL ...........................................................................................................................3
C. Maksud dan tujuan ................................................................................................................2
D. Manfaat Hasil PKL ...............................................................................................................3

BAB II .............................................................................................................................................3
A. Bentang Lahan ......................................................................................................................7
B. Komponen Bentang Lahan ...................................................................................................9
C. Korelasi Antar Komponen Bentang Lahan ...........................................................................9
D. Korelasi Bentang Lahan dengan Pengelolaan Pertanahan..................................................10

BAB III ..........................................................................................................................................11


A. Umum .................................................................................................................................11
B. Teknis Pelaksanaan PKL ....................................................................................................11

BAB IV ..........................................................................................................................................16
A. Hasil PKL ...........................................................................................................................16
B. Interelasi Komponen Bentang Lahan..................................................................................53
C. Permasalahan Kondisi Bentang Lahan ...............................................................................61

BAB V ...........................................................................................................................................69
A. Kesimpulan .........................................................................................................................69
B. Saran ...................................................................................................................................70

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................71

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Materi PKL
Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah suatu bentuk Pendidikan dengan cara
memberikan pengalaman bagi taruna untuk penyeimbangan antara teori yang diberikan
dikelas dengan kondisi serta keadaan yang ada dilapangan.Para taruna diharapkan mampu
meningkatkan keahlian dengan pengalaman-pengalaman yang diperoleh pada saat di
lapangan nantinya.PKL bentang lahan/General view adalah materi dasar dalam pengenalan
pengelolaan tanah berkelanjutan dengan cara melakukan pengenalan dan pembentukan
bentuk lahan di berbagai tempat tertentu yang telah di tetapkan. Hal yang diamati dalam PKL
Bentang Lahan meliputi:

1. Proses Pembentukan Tanah dan Bentang Lahan

2. Perbandingan Kelerengan atau Kemiringan lahan

3. Batuan dan Jenis Tanah di tempat terkait

4. Sumber daya air dengan pemanfaatannya

5. Penguasaan dan Pemilikian Tanah pada daerah terkait

6. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar daerah PKL Bentang Lahan

7. Kondisi perkembangan wilayah

PKL bentang lahan atau General View yang dilakukan oleh Sekolah Tinggi
Pertanahan Nasional memiliki tujuan untuk memperkenalkan para taruna tentang kondisi
serta penampakan bentang lahan yang sebenarnya, beserta hubunganya antara berbagai
komponen pembentuk bentang lahan dengan kajian ilmu pertanahan dan akibatnya terhadap
pengelolaan pertanahan. Pengelolaan tersebut baik berupa pemilikan, penguasaan dan
pemanfaatan lahan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Diketahui bahwa
sumber daya alam dan lingkungan sekitar berkaitan erat dengan kajian pertanahan, yang mana
hal itu penting untuk dilakukan. Kondisi alam dan berbagai komponen geosfer baik yang
terpisah maupun yang sebagai suatu kesatuan akan sangat terkait dengan bentuk kebijakan
pemerintah baik berupa pola penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah, melihat bahwa
kebijakan pertanahan tidak hanya berupa aspek fisik yaitu tanah, melainkan juga terdapat
1
aspek hukum dan sosial. Oleh karena itu perlunya pemahaman yang menyeluruh mengenai
bentang lahan dan sumber daya agraria supaya nantinya dapat menyelesaikan berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan pertanahan. Pengelolaan pertanahan tidak terlepas
dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang mempunyai dimensi lebih luas. Sumber
daya alam, dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik bersifat biotik, seperti hewan,
tumbuhan, dan mikroorganisme, maupun abiotik, seperti minyak bumi, gas alam, berbagai
jenis logam, air, dan tanah. Adapun lingkup sumberdaya alam secara umum terbagi ke dalam
2 (dua) kelompok besar, yakni SDA yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources)
dan sumberdaya yang dapat diperbarui (renewable resources). Jadi berdasarkan konsep dan
lingkup sumber daya alam di atas, dapat dikatakan bahwa sumber daya alam
mempunyai perspektif lebih luas dibandingkan dengan sumber daya agraria, meskipun
keberadaannya di atas sumber daya agraria.

Secara normatif lingkup sumberdaya agraria sebagaimana tercantum dalam Undang-


Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang
lebih sering disebut dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Pasal 1 (2) UUPA
menyebutkan bahwa “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan
nasional”. Oleh karena itu, kajian sumber daya agraria yang dalam hal ini melingkupi bumi
dan tanah sebagai objek pelayanan di bidang agraria, pertanahan, tata ruang serta air,
keberadaannya sangat dipengaruhi oleh bumi dan tanah.

Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan


Sumberdaya alam menyebutkan bahwa sumber daya agraria/sumber daya alam meliputi
bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagai Rahmat
Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Kekayaan tersebut merupakan kekayaan
nasional yang wajib disyukuri, yang oleh karenanya harus dikelola dan dimanfaatkan secara
optimal bagi generasi sekarang dan generasi mendatang, dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur. Terlihat dari definisi-definisi yang dijelaskan di atas,
bahwa pengertian sumber daya alam dan sumberdaya agraria adalah sama atau dianggap
sama.

2
Penggunaan terminologi “sumber daya agraria” yang lebih operasional pada
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, adalah sumber daya
agraria dimaknai sebatas pada pengelolaan pertanahan. Posisi pertanahan dalam sumberdaya
alam ataupun sumberdaya agraria dapat dipahami melalui pegertian bahwa pertanahan adalah
bagian dari sumberdaya alam atau sumberdaya agraria. Sumber Daya alam atau sumber daya
agraria mempunyai perspektif yang lebih luas, karena mencakup fenomena di seluruh
permukaan bumi. Sedangkan pertanahan terbatas pada permukaan bumi yang tampak sebagai
daratan.

Apabila dikaitkan dengan proses pembelajaran Sarjana Terapan Progam Studi


Pertanahan di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, maka pengenalan dan pemahaman awal
terkait pertanahan dan tata ruang dilakukan melalui pengenalan bentang lahan. Argumen
pokoknya adalah, dalam melakukan pengelolaan pertanahan sangat dipengaruhi dan
tergantung pada kondisi bentang alamnya, baik pada asal muasal terjadinya, kondisi fisik
wilayahnya serta kondisi sosial ekonominya. Oleh karena itu Praktik Kerja Lapangan
Pengenalan Bentang Lahan menjadi materi wajib bagi Taruna Program Studi Diploma IV
Pertanahan pada tahun pertama.

B. Lokasi PKL
PKL Pengenalan Bentang Lahan dilaksanakan tanggal 14 – 17 November 2022.
Kegiatan PKL dilaksanakan oleh seluruh kelas DIV Pertanahan Semester I dengan
pembagian 8 kelompok dalam satu kelas. Pada pelaksanaannya PKL Pengenalan Bentang
Lahan dibagi dalam 3 Jalur,yakni ;

1. Jalur Bentang Lahan I (Bagian Barat Provinsi Yogyakarta)


2. Jalur Bentang Lahan II ( Bagian Tengah Provinsi Yogyakarta
3. Jalur Bentang Lahan III (Bagian Timur Provinsi Yogyakarta)

Pada tiap tiap Jalur terbagi atas beberapa Stop Site / Daerah Pemberhentian
No Jalur Stop Site
1 I Bulak Kayangan - Waduk Sermo – Pantai Glagah –
SungaBogowonto (mangrove)
2 II Gardu Pandang Gunung Merapi –Spring Belt Pakem
– Kali Code - Pantai Parangkusumo

3
3 III Gunung Api Purba Nglanggeran – Tahura ( Taman
Hutan Rakyat ) – Goa Ngingrong – Pantai Baron

Kelompok 95 mendapat Jalur Bentang Lahan II (Bagian Tengah Provinsi Yogyakarta)


yang dilaksanakan pada hari Kamis, 17 November 2022 di Kabupaten Sleman dan
Kabupaten Bantul ,Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berikut ini adalah rincian lokasi Stop Site pelaksanaan PKL Pengenalan Bentang Lahan
yang kelompok kami telusuri :

1. Gardu Pandang Gunung Merapi yang berada di Kaliurang, Desa Hargobinangun,


Kecamatan. Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Spring Belt di Wilayah Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
3. Kali Code berada melintasi tiga Kabupaten di Provinsi DIY tepatnya di Kota
Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul
4. Gumuk Pasir Parangkusumo terletak di Desa Parangtritis, Kapanewon Kretek,
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Keempat Stop Site tersebut dijadikan sebagai tujuan PKL Pengenalan Bentang Lahan
dengan sasaran sebagai berikut:

1. Mengenalkan asal mula terbentuknya lokasi setiap stopsite,


2. Menjelaskan karakteristik setiap stopsite mengenai:
a. Pengenalan dan pengamatan bentuk lahan;
b. Proses pembentukan bentang lahan;
c. Relief/Kelerengan;
d. Batuan dan Jenis Tanah;
e. Sumber daya air;
f. Penguasaan dan pemilikan tanah;
g. Penggunaan dan pemanfaatan tanah eksisting;
h. Keadaan sosial ekonomi masyarakat;
i. Kondisi perkembangan wilayah;
j. Arahan penggunaan tanah dalam RTRW.

4
C. Maksud dan Tujuan
Praktik Kerja Lapangan Pengenalan Bentang Lahan dimaksudkan sebagai pengenalan
terhadap interrelasi antara komponen sumber daya alam dan dampaknya terhadap
pengelolaan pertanahan. Keterkaitan antara keduanya menjadi penting karena sumber
daya alam merupakan manifestasi dari beberapa komponen geosfer yang mempunyai
korelasi sangat kuat dengan aspek pertanahan sebagai obyek kajian di bidang
pertanahan/agraria. Pola penguasaan, penggunaan dan pengelolaan tanah sangat tergantung
pada kondisi komponen-komponen geosfernya baik secara individu maupun terpadu.
Sehingga dalam mempelajari persoalan-persoalan pertanahan dibutuhkan pemahaman
tentang sumber daya alam secara lengkap yang dijadikan sebagai bekal dasar bagi taruna
dalam memahami fenomena-fenomena pertanahan.

Adapun tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Pengenalan Bentang Lahan


adalah:

a. Taruna mampu menjelaskan karakteristik fisik-alamiah masing-masing unsur


bentang lahan sebagai sumber daya alam.
b. Taruna mampu menjelaskan jenis penggunaan tanah, pola penggunaan tanah dan
pemanfaatan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukannya.
c. Taruna mampu menjelaskan jenis-jenis dan pola penguasaan dan pemilikan
tanah, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
d. Taruna mampu menjelaskan implikasi karakteristik fisik-sosio-ekonomi dan yuridis
sumber daya agraria terhadap pengelolaan pertanahan (pengukuran dan pemetaan,
penetapan hak dan pendaftaran tanah, pengaturan dan penataan pertanahan,
pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat, serta penanganan sengketa
dan konflik pertanahan).
e. Taruna dapat mengenali dampak unsur-unsur sumber daya agraria terhadap pengelolaan
pertanahan.
f. Taruna mampu memahami interpretasi citra satelit dan memanfaatkan teknologi di
bidang pengukuran dan pemetaan.

5
D. Manfaat Hasil PKL
Kegiatan PKL ini meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis bagi Taruna
Program Studi Diploma IV Pertanahan. Hal ini penting dikarenakan sumber daya
agraria merupakan manifestasi dari beberapa komponen geosfer yang mempunyai korelasi
sangat kuat dengan aspek pertanahan sebagai obyek kajian di bidang pertanahan/agraria.
Pola penguasaan, penggunaan dan pengelolaan tanah sangat tergantung pada kondisi
komponen-komponen geosfer yang baik secara individu maupun terpadu. Oleh karena
itu untuk mempelajari persoalan-persoalan pertanahan dibutuhkan pemahaman tentang
sumberdaya agraria secara lengkap untuk dijadikan sebagai bekal dasar bagi taruna dalam
memahami fenomena- fenomena pertanahan dan ilmu yang didapatkan dari kegiatan PKL ini
dapat diaplikasikan taruna ketika sudah terjun ke dunia kerja.

6
BAB II
DASAR TEORI

A. Bentang Lahan
Bentang Lahan mencakup bentang alami dan bentang hudaya yang menekankan keterkaitan
antara komponen boigeofisik dengan manusia di dalamnya dan segala aktivitasnya
(Hidayati, 2020). Ekologi Bentang Lahan merupakan dasar dari lingkungan manusia.
Dimana manusia sendiri dalam kehidupannya rtdak terlepas dari hewan maupun tumbuhan.
Oleh karena itu bentang lahan didefinisikan sebagai karakteristik alami suatu area dari dan
atau dekat permukaan bumi yang terbentuk oleh adanya interaksi antara faktor abiotic
(batuan, air, udara, tanah) dan faktor biotik (tumbuhan, hewan dan manusia) yang saling
mempengaruhi dan dipengaruhi (Soeprobowati, 2019). Berdasarkan pengertian bentang
lahan tersebut, maka dapat diketahui bahwa terdapat 8 (delapan) unsur penyusun bentang
lahan yaitu: udara, batuan, tanah, air, bentuk lahan, fflora, fauna, dan manusia dengan
segala aktivitasnya. Kedelapan unsur bentang lahan tersebut merupakan faktor-faktor
penentu terbentuknya bentang lahan, yang terdiri atas :

1. Faktor Geomorfik (G)

Proses geomorfik adalah perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi


yang dialami permukaan bumi. Penyebabnya yaitu benda-benda alam yang dikenal
dengan nama geomorphic agent yaitu berupa angina dan air. Kedua penyebab ini
dibantu dengan adanya gaya berat dan kesemuanya bekerja bersama-sama dalam
melakukan perubahan terhadap roman muka bumi, gaya- gaya yang bekerja dapat
berasal dari gaya endogen dan gaya eksogen.

2. Faktor Litologi (L)

Litologi adalah ilmu untuk mendeskripsikan batuan pada singkapan yang didasarkan
pada karakteristiknya, dapat diartikan juga sebagai ilmu yang mempelajari
karakteristik dari batuan.Pada dasarnya mendeskripsikan karakteristik fisik partikel
seperti dari warna, tekstur, butir ukuran, dan komposisi pembentuk partikel batuan
tersebut.

3. Faktor Edafik (E)

Faktor edafik adalah mengacu pada kondisi tanah pada suatu wilayah, kondisi tanah
berpengaruh secara langsung terhadap kesuburan tanah. Faktor yang menjadi patokan
7
antara lain kandungan humus, unsur hara, tekstur, struktur tanah, dan ketersediaan air
dalam pori-pori tanah.

4. Faktor Klimatik (K)

Faktor klimatik yaitu faktor yaitu faktor iklim yang berpengaruh terhadap persebaran
tumbuhan dan hewan yaitu suhu, kelembapan udara, angin dan curah hujan.Faktor
klimatik terdiri atas suhu udara, tekanan udara, kelembapan udara, angin dan
intensitas cahaya matahari.Perbedaan temperatur pada suatu wilayah dipengaruhi
oleh letak lintang (latitude) selatan dan utara dan ketinggian suatu tempat.

5. Faktor Hidrologik (H)

Faktor hidrologik adalah cabang ilmu geografi yang mempelajari pergerakan,


distribusi dan kualitas air di seluruh bumi.Orang yang ahli dalam bidang hidrologik
disebut hidrolog. Kajian ilmu hidrologik meliputi hidrometeorologi, potamologi,
limnologi,geohidrologi dan kriologi.

6. Faktor Oseanik (O)

Faktor oseanik merupakan faktor laut yang mempengaruhi persebaran flora dan
fauna. Faktor laut tersebut antara lain: suhu, salinitas (banyaknya kandungan garam),
arus, dan kedalaman laut. Suhu dan salinitas menjadi syarat hidup flora maupun fauna
laut, jenis flora dan fauna bersuhu hangat berbeda dengan suhu flora fauna bersuhu
dingin di laut.

7. Faktor Biotik (B)

Faktor biotik yang dapat mempengaruhi persebaran flora dan fauna adalah
manusia.Aktivitas manusia bisa berdampak positif maupun negative terhadap
kelestarian flora dan fauna.Contoh aktivitas manusia yang berdampak negatif adalah
penebangan hutan secara liar (illegal logging) dan perburuan hewan secara
sembarangan.Sementara itu, aktivitas manusia yang berdampak positif adalah,
misalnya menetapkan cagar alam untuk melestarikan flora dan menetapkan suaka
margasatwa untuk melestarikan fauna.

8. Faktor Antropogenik (A)

8
Antropogenik adalah bahaya yang disebabkan oleh manusia yang dapat berdampak
buruk bagi manusia, organisme lain, bioma dan ekosistem. Sebagai contoh kebakaran
hutan yang terjadi akibat aktivitas manusia yang melakukan pembukaan lahan dengan
cara yang tidak bijak.

B. Komponen Bentang Lahan


Terdapat delapan unsur penyusun bentang lahan, yaitu: udara, batuan, tanah, air, bentuk lahan,
flora, fauna, dan manusia dengan segala aktivitasnya. Dari delapan unsur bentang lahan ini
merupakan faktor dari penentu terbentuknya bentang lahan, yang terdiri dari: faktor geomorfik
(G), litologik(L), edafik €, klimatik (K), hidrologik(H), oseanik (O), biotik (B), serta faktor
antropogenik(A). dari hal tersebut adanya kaitan dengan bentang alam dan bentang budaya.
Untuk memahami suatu bentang lahan dapat dilalui dengan pendekatan komponen dan
komponen lingkungan. Komponenn ini terdiri dari komponn ekosistem lingkungan alami
(abiotic dan boitik) yang dapat terwujud dalam kenampakan bentang alam serta komponen
sistem sosial ataupun lingkungan sosial yang dapat mencerminkan terbentuknya bentang budaya
tersebut (modul).

C. Korelasi Antar Komponen Bentang Lahan


Proses terbentuknya bentang lahan baik itu bentang alam maupun bentang budaya yang
terdiri dari 3 komponen yaitu: komponen lingkuan alam (abiotic dan biotik), lingkungan sosial,
serta suprastruktural yang merupakan entitas di luar komponen lingkungan. Dari ketiga
komponen ini mempunyai keterkaitan yang tiak dapat dipisahkan antar satu komponen dengan
komponen lainnya. Komponen alam dapat contohkan dengan lingkungan pegunungan yang
memiliki pola interaksi yang berbea dengan lingkungan pantai. Hal ini adanya pengaruh terhadap
kenampakan bentang alam dan bentang budaya yang berbeda diantara keduanya. Komponen
sosial mempunyai sifat yang dinamis dan sering disebut dengan faktor perubah atau modifier.
Aktivitas manusia dapat merubah lingkungn alam, hal ini dapat diamati dengan kenampakan
bentang budayanya. Komponen suprastruktural adalah faktor kunci yang kedudukannya paling
tinggi yang dapat mempengaruhi aktivitas manusia dalam lingkungan alam. (modul)

9
D. Korelasi Bentang Lahan dengan Pengelolaan Pertanahan
Penggunaan tanah menggambarkan pada aspek biofisik dari tanah yang menggambarkan
fungsi dan tujuan dari tanah tersebut digunakan oleh manusia dan dapat dijelaskan sebagai
aktivitas manusia yang berkaitan langsung dengan tanah. Secara umum penggunaan tanah
merupakan hasil interaksi antara bentang alam dan bentang budaya sehingga membentuk suatu
12 pola yang memiliki karakteristik sendiri-sendiri.
Penggunaan tanah dapat diklasifikasikan secara umum menjadi dua yakni penggunaan tanah
pertanian dan non-pertanian. Sementara apabila mengacu pada penggunaan tanah yang ada
dalam peta rupa bumi beberapa klasifikasi penggunaan tanah diketegorikan menjadi:
permukiman, tanah kering & padang rumput, tambak & kolam, tanah kosong, perkebunan,
sawah, hutan lindung, hutan suaka & hutan wisata, hutan produksi, hutan produksi yang dapat
dikonversi. Dalam pengelolaan dan penggunaannya, tanah memiliki nilai ekonomi yang sering
kali menimbulkan permasalahan dalam hal penguasaan dan pemilikkan tanah. Selain itu
terbatasnya akses terhadap tanah, terutama oleh masyarakat berpenghasilan rendah yang
menggunakan tanah sebagai sumber utama perekonomian mereka, mengakibatkan tanah sering
menjadi alasan terjadinya konflik antar masyarakat dan masyarakat dengan pihak lain. Sistem
pengelolaan pertanahan sebagai salah satu kunci dalam penyelesaian kasus dan sengketa
pertanahan perlu diperbaiki untuk mereduksi jumlah kasus pertanahan serta mendukung
pembangunan yang berkelanjutan. Perbaikan sistem pengelolaan pertanahandilakukan dengan
mengidentifikasi berbagai kasus pertanahan untuk menemukan akar permasalahannya sehingga
dapat dijadikan pembelajaran dan penyelesaian masalah. (modul)

10
BAB III
PELAKSANAAN PKL

A. Umum
Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang diadakan oleh Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
untuk para Taruna/i diploma IV Tingkat 1, semester 1 dilaksanakan pada tanggal 14 November
– 17 November 2022. Dengan 3 jalur yang diberikan dan masing – masing jalur terdiri dari 4
stop site yang berbeda pula. Kegiatan lapangan ini dilaksanakan di sekitar wilayah Daerah
Istemewa Yogyakarta. Berikut ini 3 jalur yang diberikan:

Tabel 3.1 Rute pada setiap Jalur


No Jalur Stop Site
1. I Bulak Kayangan – Waduk Sermo – Pantai Glagah – Sungai Bogowonto
(mangrove)
2. II Gardu Pandang – Spring Belt – Kali Code – Pantai Parangtritis
3. III Nglanggeran – Tahura – Goa Ngingrong -pantai Baron

Dari kegiatan PKL ini Taruna/i mencatat informasi mengenai bentang lahan pada setiap stop
site, mengambil foto pada setiap stop site, mengambil video jika diperlukan sebagai pengajaran
untuk para Taruna/i, serta mengamati atau menganalisis wilayah pada setiap stop site yang
dilakukan oleh para Taruna/I dan juga mengisi form yang telah diberikan oleh instruktur PKL.

B. Teknis Pelaksanaan PKL


PKL Pengenalan Bentang Lahan Tahun 2022 dilaksanakan dengan 2 (dua) Tahap, yakni:

1. Tahap Pembekalan dan Pengamatan dengan Video Pembelajaran ;


Pembekalan materi PKL Bentang Lahan dilaksanakan pada hari Jumat, 11 November 2022
di Pendopo Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. Pembekalan materi disampaikan oleh
koordinator, tim dosen dan instruktur kepada seluruh taruna Diploma IV Tingkat 1 sebagai
peserta PKL. Kemudian taruna dibekali video pembelajaran sebagai gambaran materi secara
utuh dan variasi tentang kenampakan bentang lahan.
2. Tahap Kunjungan Lapangan.
Mengingat berbagai keterbatasan, kunjungan di lapangan dilakukan secara parsial pada 1
(satu) Jalur Pengamatan untuk setiap bus. Setiap bus melakukan pengamatan secara langsung di
lapangan didampingi oleh Dosen Pembimbing (Instruktur) dan Asisten (PPNPN). Pembagian

11
Kelompok dan Jadwal Pengamatan Lapangan sebagaimana tertuang dalam Panduan PKL.
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam PKL Bentang Lahan meliputi:

a. Mengisi form isian yang berisi tabel 13 karakteristik bentang lahan untuk tiap-tiap stop
site
b. Melakukan tracking/pelacakan terhadap lokasi lokasi yang akan dikunjungi
c. Merekam dan mencatat setiap penjelasan yang disampaikan oleh dosen atau instruktur
d. Memotret objek bentang lahan pada setiap Stop Site dan melakukan pengambilan video
apabila diperlukan

Data sebagaimana tersebut di atas digunakan untuk menyusun laporan kelompok untuk
diresponsikan kepada Dosen Pembimbing. Beberapa poin yang perlu disampaikan dalam hasil
dan pembahasan menyangkut pendalaman terhadap setiap stopsite diantaranya:

1. Kondisi fisik wilayah, seperti kondisi fisiografi, bentuk lahan, jenis tanah, kemiringan
lereng, ketinggian tempat, dsb (dapat dilengkapi foto);
2. Keterkaitan antara bentuk lahan dengan penggunaan dan pemanfaatan tanah serta kaitannya
dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat;
3. Kebijakan pertanahan yang diterapkan pada stop site yang dikunjungi (apabila ditemukan
ada kondisi sebagaimana tersebut, contoh: kebijakan konsolidasi tanah, pengadaan tanah,
dsb;
4. Penjelasan terkait aspek yuridis kaitannya dengan status tanah, penguasaan dan
pemilikan tanah;
5. Penjelasan permasalahan pertanahan dan bagaimana pengelolaannya termasuk ancaman
bencana dan upaya mitigasi yang dilakukan pemerintah/masyarakat;
6. Pendalaman/pembahasan lain sesuai dengan penjelasan yang
disampaikan oleh instruktur/dosen.

Pada tanggal 17 November 2022 taruna kelas J dikenalkan dengan bentang lahan di
Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Beberapa stop site pada PKL ini meliputi :

a. Gardu Pandang Gunung Merapi


b. Spring Belt Pakem
c. Sungai Code
d. Gumuk Pasir

12
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan PKL

NO Pukul Kegiatan
Keterangan

1 07.00 – 07.30 Persiapan STPN dan Panitia


Pemberangkatan PKL

2 07.30 – 09.00 Perjalanan Menuju Gardu Panitia


Pandang Merapi

3 09.00 – 10.00 Gardu Pandang Gunung Koordinator,tim


Merapi dosen &
instruktur

Koordinator,
4 10.00 – 10.30 Spring Belt di Pakem
tim dosen &
instruktur

Koordinator,
5 10.30 – 11.30 Perjalanan Menuju Kali Code
tim dosen &
instruktur

Koordinator,
6 11.30 – 12.00 Kali Code
tim dosen &
instruktur

13
Koordinator,
7 12.00 – 13.00 Ishoma
tim dosen &
instruktur

8 13.00 – 14.00 Perjalanan menuju Koordinator,


Parangtritis tim dosen &
instruktur

9 14.00 – 15.00 Pantai Parangtritis Koordinator,


tim dosen &
instruktur

10
15.00 – 16.00 Perjalanan Menuju STPN Panitia

14
Gambar 1

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil PKL
a. Jalur II (Gardu Pandang Gunung Merapi – Kali Code – Spring Belt Pakem – Pantai
Parangtritis)
1. Stop Site 1 Gardu Pandang Gunung Merapi:
Tabel 4.1 Tabel Gardu Pandang gunung Merapi
NO KARAKTERISTIK KETERANGAN
1 Kondisi Bentuk • Ketinggian: ± 925 mdpl.
Lahan • Letak: 7°39‵23,6‶ LS
110°25‵23,3‶ BT
Kaliurang Barat, Hargobinangun, Pakem, Sleman,
Yogyakarta
2 Proses Gaya Endogen melalui proses vulkanik membentuk lereng
pembentukan vulkanik.
bentang lahan
3 Pengolahan Peraturan Presiden nomor 70 Tahun 2014 tentang Rencana
kebijakan Tata Ruang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi
pertanahan mencakup pelestarian dan pembangunan TNGM.
4 Kelerengan 25 % – 40 % (Curam ).
5 Jenis Tanah Aluvial.
6 Sumber Daya Air Produktivitas akuifer tertekan.
7 Status Penguasaan Tanah Negara dan Sebagian tanah milik Pertambangan.
Pemilikan Tanah
8 Penggunaan dan • Gardu Pandang sebagai Tempat Wisata.
Pemanfaatan Tanah • Gardu Pandang sebagai Tempat Pertambangan.
(Kondiisi Eksiting )
9 Keadaan Sosial Sebagai daerah konservasi pertambangan dan wisata
Ekonomi membuat kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar
Masyarakat Gardu Pandang Merapi menyesuaikan kondisi alam, hal ini
di buktikan dengan :

16
➢ Kegiatan ekonomi Tersier yaitu banyaknya penginapan
yang dibangun untuk para wisatawan.
➢ Kegiatan ekonomi Primer yaitu banyaknya masyarakat
yang bermata pencarian sebagai penambang.
Sumber: Hasil Pengamatan Langsung di Gardu Pandang Gunung Merapi

Gambar 2.1 Letak Gardu Pandang – Stop Site 1 ( Kiri)

Gambar 2.2 Tampilan pada Aplikasi Survey Tanahku ( Kanan)

Gardu Pandang Gunung Merapi terletak di Kaliurang Barat, Hargobinangun,


Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Gardu Pandang
Gunung Merapi merupakan kawasan hutan atau perbukitan yang mempunyai ketinggian 925
mdpl. Gardu Pandang Gunung Merapi ini terbentuk dengan dua proses pembentukan yaitu
proses vulkanisme dan proses antropogenik. Pada proses vulkanik pembentukan bentang
lahan di Gardu Pandang terjadi karena adanya Gaya Endogen yang menyebabkan
terbentuknya lereng vulkanik. Pengelolaan kebijakan pertanahan di Gardu Pandang ini
17
mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2014 mengenai Rencana Tata Ruang
Kawasa Taman Nasional Gunung Merapi yang mencakup pelestarian dan pembangunan
TNGM.
Berikut ini Tracking menuju Gardu Pandang Gunung Merapi serta keadaan wilayah
sekitar Gardu Pandang Gunung Merapi dari udara. Tracking yang dilakukan menggunakan
aplikasi Geo Tracker dan pada keadaan wilayah di sekiar Gardu Pandang Merapi
menggunakan aplikasi Google Earth.

Gambar 2.3: Tracking Menuju Gardu Pandang

Sumber: Aplikasi Geo Tracker

Gambar 2.4 Keadaan Sekitar Gardu Pandang Gunung Merapi

Sumber: Aplikasi Google Earth

18
Status kepemilikan tanah di Gardu Pandang adalah milik pihak kehutanan di
Indonesia bukan milik BPN, dalam hal tersebut perhutani disebut dengan Kemeterian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Gardu Pandang Gunung Merapi
memiliki kecuraman lahan sebesar 25% - 40% sehingga wilayah tersebut termasuk dalam
daerah yang curam. Jenis tanah yag ada di Gardu Pandang Gunung Merapi adalah jenis
tanah aluvial dengan Sumber Daya Air yang tertekan. Status penguasan kepemilikan tanah

Gambar 2.5 Data Spasial Kepemilikan Tanah Area Gardu Pandang Merapi

Sumber: https://bhumi.atrbpn.go.id/

ini adalah tanah negara yang Sebagian kawasannya dikelola untuk pertambangan.
Selain untuk pertambangan, kawasan Gardu Pandang Gunung Merapi juga digunakan
sebagai area wisata. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh dengan keadaan sosial
ekonomi masyarakat baik itu kegiatan ekonomi primer dan kegiatan ekonomi tersier.
Kegiatan ekonomi primer merupakan banyaknya masyarakat yang bermata pencarian
sebagai penambang tanah sedangkan untuk kegiatan ekonomi tersiernya berupa banyaknya
penginapan yang dibangun untuk para wisatawan.
Berlakunya Arahan Penggunaan tanah dalam RT/RW sesuai dengan PeraturanDaerah
(PERDA) Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sleman Tahun 2011-2031 dimana area Gardu Pandang diperuntukkan untuk
Pandang mempunyai permasalahan pertanahan dan ancaman bencana yaitu sebagaian
hunian masyarakat desa yang telah masuk dalam wilayah KRB 3 harus direlokasi dan
ditambah dengan Tanah Longsor, Gunung Meletus, dan Gempa Bumi. Kondisi kehidupan

19
dan karakteristiknya Gardu Pandang yaitu masyarakat sekitar yang masih menggunakan
hidupnya pada pertanian, penambangan di wilayah tersebut.
Gambar 2.6

Sumber: Pengamatan Secara Langsung di Gardu Pandang Gunung Merapi

2. Stop Site 2 Spring Belt


Tabel 4.2 Hasil Pengamatan kawasan Spring Belt

NO KARAKTERISTIK KETERANGAN
1 Kondisi Bentuk • Ketinggian: ± 469 Mdpl.
Lahan • Letak: 7°47‵00,8‶ LS
110°20‵41‶ BT
Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta
2 Proses pembentukan Vulkanik Merapi
bentang lahan
3 Pengolahan Pertanian dan Pemukiman
kebijakan pertanahan
4 Kelerengan 20 % – 30 %
5 Jenis Tanah Aluvial
6 Sumber Daya Air • Suplai air tanah yang melimpah pada akuifer vulkan
muda seperti di bagian selatan Vulkan Merapi seringkali
muncul sebagai mata air.
• Kaki Gunung Merapi
20
7 Status Penguasaan Peralihan dari Tanah Kas Desa menjadi Tanah Masyarakat
Pemilikan Tanah (Hak Milik Pribadi) setelah dilakukan sertifikasi masal oleh
pemerintah
8 Penggunaan dan • Pertanian / Perkebunan
Pemanfaatan Tanah • Penginapan
(Kondiisi Eksiting) • Pemukiman
9 Keadaan Sosial • Nilai pasar
Ekonomi Masyarakat • Nilai biyaya
• Pendapatan
10 Arahan Penggunaan Pada kawasan ini arahan penggunaan tanahnya untuk di
Tanah dalam RTRW peruntukan untuk membuka usaha seperti : kerajinan tangan,
penginapan, cafe, pertanian,dan pemungkiman.
11 Permasalahan Kondisi fisiknya miring, rawan bencana erosi
Pertanahan
12 Ancaman Bencana Erupsi Gunung Merapi
13 Kondisi Kehidupan ( Didominasi oleh pemukiman, penginapan, perdagangan,
Desa atau Perkotaan) sawah, spot wisata, mayoritas mata pencahariannya
dan Karakteristiknya dibidang pertanian, budidaya (tanaman dan ternak),
serta pariwisata
Sumber: Pengamatan secara Langsung di sekitar Kawasan Spring Belt

Gambar 3

21
Gambar 3.1 Lokasi Spring Belt - Stop Site 2 (Kiri)

Gambar 3.2 Tampilan pada Aplikasi Survey Tanahku (Kanan)

Spring Belt adalah Kawasan yang mempunyai suplai air tanah melimpah pada
ekuifer vulkanik Merapi yang sering muncul sebagai mata air. Spring belt disebut juga
dengan sabuk air yang ditandai dengan berbagai aktivitas manusia yang banyaknya sawah
disekitar wilayah tersebut. Spring Belt terletak di wilayah Pakem, Yogyakarta berada pada
ketinggian kurang lebih 469 mdpl bentang lahan dan pengelolaan kebijakan pada daerah
spring belt yaitu mengacu Peraturan Daerah ( PERDA ) Kabupaten Sleman No. 12 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2011-2031
diperuntukan untuk Pertanian Tanaman Pangan dan Pemukiman .

22
Gambar 3.3 Data Spasial Kepemilikan Tanah Area Spring Belt di Wilayah Pakem

Sumber: https://bhumi.atrbpn.go.id/

Tanah ini digunakan dan dimanfaatkan untuk menjadi lahan pertanian atau
perkebunan, juga terdapat peluang yaitu mendirikan penginapan dan cafe selain itu juga
untuk pemukiman masyarakat. Kegiatan tersebut berpengaruh dengan kegiatan ekonomi
masyarakat yaitu kegiatan ekonomi primer yang merupakan pertanian, orang akan menanam
dan mengambil hasil tani dan kegiatan ekonomi sekunder yaitu melakukan pengolahan
misalnya seperti pengrajin. Kelerengannya 20-30 m, jenis tanahnya adalah aluvial yang
cocok untuk pertanian. Pada daerah ini sangat cocok untuk pertanian karena memiliki
sumber daya air yang langsung dari kaki gunung merapi. Status kepemilikan tanah yaitu Hak
Milik dan milik keraton (Sultan Ground). Wilayah urban aktivitas ekonominya sudah
beragam, permasalahan yang akan terjadi erosi. Dari permasalahan yang ada tentu ada
ancaman yang akan terjadi seperti longsor dan gunung merapi. Berikut ini Tracking dari
Gardu Pandang Merapi menuju Spring Belt menggunakan aplikasi Geo Tracker.

23
Gambar 3.4: Tracking menuju Spring Belt

Sumber: Aplikasi Geo Tracker

3. Stop Site 3 Kali Code


Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Kali Code

NO KARAKTERISTIK KETERANGAN
1 Kondisi Bentuk • Ketinggian: ±120 Mdpl.
Lahan • Letak: Hulu sungai: 7°33‵25.86‶ LS, 110°26‵16.42‶ BT
Muara sungai: 7°53‵37.58‶ LS, 110°23‵12.38‶ BT
Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul
2 Proses pembentukan Meletusnya gunung berapi yang aktif,, kemudian di aliri
bentang lahan lahar panas dari gunung sehingga terbentuknya sungai code
yang dimana terbentuknya kubah air.
3 Pengolahan Penataan ruang
kebijakan pertanahan
4 Kelerengan 15 % – 40 %
5 Jenis Tanah • Tanah Aluvial
• Tanah Gambut
6 Sumber Daya Air Belik atau pancuran mata air yang berasal dari tanah
7 Status Penguasaan • Hak Milik Negara
Pemilikan Tanah • Sultan Ground
• Tanah Khas Desa

24
8 Penggunaan dan Pemukiman
Pemanfaatan Tanah
(Kondiisi Eksiting)
9 Keadaan Sosial Sektor wisata
Ekonomi Masyarakat
10 Arahan Penggunaan Permukiman atau bangunan rumah warga.
Tanah dalam RTRW
11 Permasalahan Sebagai hunian masyarakat padat penduduk sungai code
Pertanahan masuk dalam Kawasan kumuh dan masalah penataan ruang
12 Ancaman Bencana • Banjir
• Erosi
13 Kondisi Kehidupan ( Didominasi oleh pemukiman dan kepadatan penduduk yang
Desa atau Perkotaan) tinggi, serta perdagangan.
dan Karakteristiknya
Sumber: Pengamatan secara langsung di kawasan Kali Code

Gambar 4 Permukiman di Sekitar Kali Code

Sumber: Pengamatan Secara Langsung di Kali Code

25
Gambar 4.1 Lokasi Kali Code – Stop Site 3 (Kiri)

Gambar 4.2 Tampilan pada Aplikasi Survey Tanahku (Kanan)

Kali Code adalah sungai yang membelah dua Kota Yogyakarta menjadi bagian barat dan
timur. Sungai Code merupakan penampung utama aliran Sungai Boyong dari bagian hulu,
sehingga sering dianggap sebagai sungai yang sama. Sungai Boyong sendiri bermata air di
kaki Gunung Merapi yang dimana mata air yang berada di salah satu gunung yang aktif di
dunia, mata airnya dimanfaatkan untuk pengairan persawahan di Sleman dan Bantul serta
dipergunakan juga sebagai sumber air minum. Karena berhulu pada gunung berapi yang
sangat aktif, sungai ini sering terjadi banjir lahar, yang membawa hanyutan lahar dingin
yang mengendap di lereng Gunung Merapi, sebagai akibat dari hujan yang terjadi di wilayah
gunung tersebut. Banjir lahar yang mengalir melalui Sungai Code menimbulkan dampak
besar bagi penduduk di sepanjang bantaran sungai. Banyak rumah yang rusak atau hanyut
terkena terjangan banjir lahar dingin tersebut. Untuk mengantisipasi datangnya banjir lahar,
pemerintah kota telah membuat talud di sepanjang pinggiran Sungai Code yang ada di
wilayah Kota Yogyakarya, dan secara berkala melakukan pengerukan sungai dengan

26
menggunakan ekskavator. Status kepemilikan tanah area bantaran sungai code yang
berjarak lebih dari 5meter dari bantaran sungai adalah hak perseorangan atas tanah yang
berstatus Hak Milik. Sedangkan jika penguasaan tanah kurang dari itu maka hak miliknya
masih dikuasai oleh negara dan tidak diperbolehkan untuk membangun serta mendirikan
bangunan disepanjang sungai tersebut demi menjaga kelestarian sungai atau sering disebut
area sepadan sungai. Selain itu di sekitar bantaran sungai code terdapat area terbuka hijau
berupa taman kota/kecamatan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta
yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No.2 Tahun 2021.

Gambar 4.3. Data Spasial Kepemilikan Tanah Area Kali Code

Sumber : https:/ /bhumi.atrbpn.go.id/

Berdasarkan data perkembangan ekonomi di sekitar sungai code sendiri terdapt jumlah
penduduk sungai code yang tidak tetap yang merupakan pendatang umumnyamereka bekerja
pada sektor jasa, terutama pada usaha perdagangan. Penduduk dengan mata pencaharian
pegawai swasta/negeri cenderung untuk menetap di daerahurban fringe mencari lahan yang
relatif masih murah dengan kondisi lingkungan yang masih baik. Sedangkan penduduk yang
bergerak di bidang perdagangan dengan sendirinya mencari lahan usaha di tengah kota
dengan pertimbangan ekonomis dan menunjang usahanya. Sedangkan untuk permasalahan
pertanahan yaitu Sungai code termasuk zona bahaya sekunder, sehingga akan bahaya jika
terjadi banjir lahar dingin dari letusan gunung Merapi. Kawasan sungai code juga rawan
terjadi longsor akibat dari gerusan air yang mengalir sepanjang tahun.

Gambar 4.4 Kawasan Sekitar Kali Code


27
Sumber: Aplikasi Google Earth

4. Stop Site 4 Gumuk Pasir Parangtritis

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Gumuk Pasir Parangtritis


NO KARAKTERISTIK KETERANGAN
1 Kondisi Bentuk • Ketinggian : ± 20 Mdpl
Lahan • Letak :
Jl. Pantai Parangkusumo RT. 1 Grogol 10, Parangtritis,
Kec. Kretek, Kabupaten Bantul, DIY
2 Proses pembentukan Aeolin
bentang lahan
3 Pengolahan • UU Nomor 27 Tahun 2007 Pasal 28 (3)
kebijakan pertanahan • PP Nomor 26 Tahun 2008 Pasal 60 (2)
• Keputusan Badan Geologi Nomor 1157.K/40/BGL/2014
• Perda Provinsi DIY Nomor 2 Tahun 2010 Pasal 101 (2)
4 Kelerengan 25% ( Sedikit Curam )
5 Jenis Tanah • Aluvial Muda
• Gambut
• Regosol
• Kambisol pasir
6 Sumber Daya Air Sumur ( Walaupun dekat dengan air asin tapi ada batasnya
28
7 Status Penguasaan • Tanah Negara
Pemilikan Tanah • Pemerintah Daerah (DIY), Pemerintah Kabupaten
(Bantul) Pemerintah Desa (Parangkusumo &
Parangtritis) berkewajiban atas pelestarian, konservasi,
rehabilitasi dan pengembangan habitat Alami
8 Penggunaan dan Tempat Usaha Pariwisata
Pemanfaatan Tanah (
Kondiisi Eksiting )
9 Keadaan Sosial Sebagai daerah yang di gunakan sebagai tempat wisata,
Ekonomi Masyarakat keadaan sosial ekonomi warga sekitar gumuk pasir
diperkirakan berada di tingkat menengah hingga bawah.
10 Arahan Penggunaan Sebagai Objek Pariwisata
Tanah dalam RTRW
11 Permasalahan • Dibalik konflik Parangkusumo
Pertanahan • Legalitas Sultan Ground
• Politisasi Zona Gumuk Pasir
12 Ancaman Bencana • Tsunami
• Erosi
13 Kondisi Kehidupan ( Desa dengan karakteristik masyarakat sekitar yang rata rata
Desa atau Perkotaan ) bekerja sebagai nelayan dan berjualan di tempat wisata.
dan Karakteristiknya
Sumber: Pengamatan Lapangan secara Langsung Kali Gumuk Pasir
Gambar 5: Gumuk Pasir Parangtritis

Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan secara Langsung Gumuk Pasir Parangtritis


29
Gambar 5.1 Lokasi Gumuk Pasir Pantai Parangkusumo – Stop Site 4 (Kiri)

Gambar 5.2 Tampilan pada Aplikasi Survey Tanahku (Kanan)

Gumuk Pasir Parangkusumo merupakan salah satu tempat wisata di Jogja yang
terletak di Jl.Pantai Parangkusumo RT. 1 Grogol 10, Parangtritis, Kec. Kretek,
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Gumuk Pasir sendiri merupakan salah
satu bentang alam yang proses pembentukannya dipengaruhi angin, terbentuk karena pasir
yang menumpuk dalam jumlah besar. Gundukan pasir y a n g t e r c i p t a berasal dari hasil
erupsi Gunung Merapi yang endapannya dibawa oleh sungai yang bermuara di Pantai
Selatan, antara lain Sungai Opak dan Sungai Progo. Material yang mengendap kemudian
mengering dan terbawa angin lalu terbang kedaratan sehinggamengalami proses deposisi
menjadi Gumuk Pasir. Gumuk Pasir Parangkusumoberada pada ketinggian 32 mdpl dan
kemiringan 8% tidak curam. Dengan ketinggian tersebut gumuk pasir parangkusumo cocok
digunakan untuk sandboarding.Untuk Pengelolaan kebijakan pertanahan Perda DIY Nomor
3 dan 4 Tahun 2015 menjadi peraturan yang paling detail membahas pengelolaan Gumuk
PasirParangtritis. Dikelola oleh Pemerintah Daerah (DIY), Pemerintah Kabupaten(Bantul)

30
dan Pemerintah Desa (Parangtritis) yang berkewajiban atas pelestarian, konservasi,
rehabilitasi (yang rusak), dan pengembangan Habitat Alami (salah satunya adalah Gumuk
Pasir Parangtritis). Jenis tanah yang ada di daerah gumuk pasir adalah aluvial muda,
gambut, regosol, kambisol pasir serta untuk sumber daya airnya yang dekat dengan air laut
warga sekitar tetap menggunakan air sumur dikarenakan air laut terbatas penggunaannya
sangat terbatas.

untuk digusur dikarenakan tidak jelasnya solusi yang ditawarkan Pemerintah.


Arahan Penggunaan Tanah diatur dalam Perda Kabupaten Bantul No.04 Tahun 2011
dipergunakan untuk Kawasan Pariwisata dan Sepadan Pantai. Sebagai daerah yang
digunakan sebagai tempat wisata keadaan sosial ekonomi warga sekitar gumuk pasir
diperkirakan berada di tingkat menengah hingga bawah kebanyakan warga setempat
bermata pencarian sebagai nelayan, membuka warung dan menawarkan jasa tumpangan
untuk berkeliling di gumuk pasir. Selain dipergunakan untuk Kawasan Pariwisata Gumuk
Pasir Parangkusumo juga sering digunakan untuk untuk pengembangan ilmu pengetahuan
dan penelitian. Bencana yang dapat terjadi di daerah gumuk pasir parangkusumo yaitu
erosi karena merupakan kumpulan gundukan pasir dan rawan tsunami karna dekat dengan
laut. Selain itu di Kawasan gumuk pasir parangkusumo terdapat permasalahan pertanahan
yaitu Konflik Parangkusumo: Legalitas Sultan Ground dan Politisasi Zona Gumuk Pasir
isinya mengenai penolakan warga sekitar parangkusumo.
Gambar 5.3 Data Spasial Kepemilikan Gumuk Pasir Parangtritis

Sumber : https://bhumi.atrbpn.go.id/

31
Berikut ini tracking menuju Gumuk Pasir setelah melalui stop site Spring Belt
dan Kali Code dan keadaan sekitar Gumuk Pasir Parangtritis melalui udara.
Gambar 5.4 Tracking dari Kali Code ke Gumuk Pasir

Sumber: Aplikasi Geo Tracker

Gambar 5.5 Keadaan di sekitar Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis dari Udara

Sumber: Aplikasi Google Earth

32
b. Jalur I (Kali Kayangan – Waduk Sermo – Glagah – Sungai Bogowonto dan Hutan Mnagrove)
1. Stop site 1 Lembah Bulak Kayangan

Tabel 4.5 Pengamatan Lapangan Lembah Bulak Kayangan


NO KARAKTERISTIK KETERANGAN

• Ketinggian : 187.5 Mdpl


1 Kondisi Bentuk Lahan
• Koordinat : 07°44’ 55” S 110°11’09” E
Proses Pembentukan
2 Vulkanik, structural, fluvial, dandenudasional.
BentangLahan
Pengelolaan/Kebijakan Digunakan sebagai daerah pertanian dan pengembangan
3
Pertanahan usaha.
4 Kelerengan 30% - 40%
5 Jenis Tanah Latosol dan regosol
Adapun sumber daya air yang diperoleh oleh masyarakat
6 Sumber Daya Air
ialah aliran sungai, air tanah, dan tadah hujan.
Status Penguasaan Tanah hak/di kelola masyarakat (area persawahan)
7
/PemilikanTanah Tanah negara (areal sempadan sungai)
Penggunaan dan Di kaki bukit menorah terdapat mata air sehingga dijadikan
8 PemanfaatanTanah sebagai Kawasan budidaya, tanah pertanian dengan
(kondisi eksisting) konsep terasering, dan sebagai kawasan wisata.
Keadaan Sosial Pertanian, Perkebunan, dan Pariwisata(Usaha pada tanah
9
EkonomiMasyarakat yang Relatif Marginal)
Arahan Penggunaan Kawasan budidaya konservasi, Kawasan rawan bencana
10
Tanahdalam RTRW tanah longsor, dan Kawasan hutan lindung.
Status penguasaan tanah di bukit menorah yaitu “Sultan
Permasalahan Ground” namun dikelola pemerintah dan tidak terdapat
11
Pertanahan Hak Milik, namun masyarakat disekitar boleh
memanfaatkan lahan tersebut
Potensi terhadap ancaman bencana hidrometeorologi
12 Ancaman Bencana dimana potensi hujan diprediksi dengan intensitas tinggi,
yangsalah satu akibatnya tanah longsor.

33
Berdasarkan data BPS Kabupaten Kulon Progo,
Kondisi Kehidupan
masyarakat disekitar Sebagian besar menggantungkan
13 (Desa atau perkotaan)
kehidupan sehari-hari dari objek pariwisata, Bertani di
dan Karakteristiknya
lahan sekitar perbukitan, danmengelola perkebunan.

Gambar 4.14 Bulak Kayangan

Daerah Bulak Kayangan secara geomorfologis mempunyai bentuk lahan yang kompleks
dengan kelerengan sebesar 30%-40%. Bulak Kayangan merupakan bentang lahan yang
menampakkan keberadaan gunung/pegunungan, lereng pegunungan dan dataran yang di
tengahnya mengalir Kali Kayangan, sebagai salah satu sungai utama di Sub DAS Kayangan
(bagian dari DAS Progo). Proses geomorfologi yang dominan terjadi di sekitar Sungai
Kayangan berupa proses struktural, denudasional dan fluvial. Proses struktural selalu terkait
dengan proses tektonik yang meliputi pengangkatan, penurunan, dan pelipatan kerak bumi
sehingga terbentuk struktur tertentu. Proses denudasional selalu berkaitan dengan proses
pelapukan (weathering), erosi (erosion), gerakan massa batuan (mass wasting), dan proses
pengendapan (deposition). Proses fluvial terjadi akibat aktivitas aliran sungaiyang berupa
pengikisan dan pengendapan (sedimentasi) membentuk bentukan- bentukan deposisional
yang berupa dataran alluvial dan bentukan lain dengan struktur horizontal. Bentukan asal
proses fluvial tersusun oleh material sedimen berbutir halus.
Kondisi dari Bulak Kayangan ini terletak pada ketinggian 187,5 mdpl, pada bujur
07o44’55” S dan lintang 110o11’09” E. Status penguasaan tanah di Bulak Kayangan
yaitu “Sultan Ground” namun dikelola oleh pemerintah dan tidak terdapatHak Milik, namun
masyarakat sekitar boleh memanfaatkan lahan tersebut. Bulak Kayangan memiliki jenis
tanah yaitu tanah latosol dan regosol yang merupakan hasil dari pelapukan sedimen dan
34
metamorf sehingga memiliki sifat yang mampu menyimpan air dan mengandung unsur
organik. Faktor ini berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatan tanah di Bulak Kayangan
sebagai kawasan hutan lindung sehingga di sekitarnya ditumbuhi tanaman-tanaman keras,
kawasan pertanian, dan kawasan wisata. Adapun sumber daya air yang diperoleh
masyarakat ialah aliran sungai, air tanah, dan tadah hujan yang masyarakat kelola untuk
kebutuhan sehari-hari. Menurut data Badan Pusat Statistika Kabupaten Kulon Progo,
masyarakat sekitar daerah Bulak Kayangan sebagian besar menggantungakan kehidupan
sehari-hari dari bertani, berkebun, dan objek wisata.

2. Stop site 2 Waduk Sermo


NO KARAKTERISTIK KETERANGAN
Kondisi Bentuk Lahan • Ketinggian : 161 Mdpl
1
• Koordinat : 07°49’ 28” S 110°7’ 18” E
Proses Pembentukan Pada awalnya waduk sermo adalah bendungan
2 BentangLahan kemudian di kembangkan oleh masyarakat sekitar
menjadi waduk.
Pengelolaan/Kebijakan Digunakan sebagai suplai sistem irigasidaerah pertanian
3
Pertanahan dan daerah wisata.
4 Kelerengan 25 %
5 Jenis Tanah Lempung dan grumusol
Waduk Sermo dengan membendung kaliNgrancah.
6
Sumber Daya Air
Status Penguasaan Tanah negara yang dikelola oleh kementrian PU dalam
7 /PemilikanTanah hal ini Balai BesarWilayah Sungai Serayu Opak (BBWS
Serayu Opak).
Penggunaan dan • Hutan homogen/monokultur
Pemanfaatan Tanah
8
• Kawasan wisata
(kondisi eksisting)
Sumber air bersih (PDAM)
Keadaan Sosial
• Sosial : bertambahnya infrastruktur
EkonomiMasyarakat
9
• Ekonomi : Memanfaatkan tanah- tanah untuk rumah
sewa dan petani tambak

35
Arahan Penggunaan Kawasan lindung dan kawasan budidaya perikanan air
10
Tanahdalam RTRW tawar.
Status penguasaan pemilikan tanahnya adalah 12“Sultan
Ground” yang telah menjadi Pakualaman Ground. Yang
dimana pengelolaannya diserahkan ke kementrian PU
Permasalahan
11 dalam hal ini Balai BesarWilayah Sungai Serayu Opak
Pertanahan
(BBWS Serayu Opak). Tanah waduk sermo yang
sekarang dilekati dengan Hak Pakai merupakan hasil
dari pengadaan tanah dengan ganti rugi
Ancaman Bencana Potensi akan bencana, salah satunya banjir bandang
12 akibat dari keruntuhan bendungan yang berdampak
sampai kewilayah hilir aliran sungai
Kondisi Kehidupan Berdasarkan data BPS Kabupaten Kulonprogo,
(Desa atau perkotaan) penduduk Desa Hargowilis rata rata bermata
13
dan Karakteristiknya pencaharian sebagai petani sawah dan budidaya ikan air
tawar

Tabel 8: pengamatan Lapangan Waduk Sermo

Gambar 13: Waduk Sermo

Waduk Sermo adalah sebuah waduk yang berada di Desa Hargowilis, Kecamatan
Kokap, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Berdasarkan data BPS
Kabupaten Kulonprogo, penduduk Desa Hargowilis rata rata bermata pencaharian sebagai
petani sawah dan budidaya ikan air tawar. Waduk sermo dibangun mulai tahun 1994 dengan
waktu pelaksanaan 32 bulan. Tujuan pembangunan waduk ini adalah untuk meningkatkan

36
penyediaan irigasi, pengendalibanjir, usaha perikanan, pariwisata dan prasarana olah raga
air. Sistem irigasi tersebut merupakan interkoneksi dari beberapa daerah irigasi. Waduk
Sermo ini terdiri dari bendungan utama yang merupakan tipe urukan batu berzona dengan
inti kedap air.

Jenis tanah pada waduk sermo ialah tanah lempung yang merupakan hasil tanah liat
adalah tanah yang terbentuk karena proses pelapukan kerak bumi dan disusun oleh batuan
feldspatik dan tanah grumusol yang merupakan hasil dari pelapukan batu gamping.
Sedangkan proses pembentukan lahan sendiri berasal dari antropogenik (aktivitas manusia).
Selama ini Waduk Sermo dimanfaatkan sebagai sumber air bersih oleh Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) dan untuk air irigasi yang mengairi sawah di daerah Wates dan
sekitarnya. Terkadang lokasi Waduk digunakan untuk lomba dayung dan juga sering
dijadikan objek diskusi akademika tentang evaluasi geologi teknik dan kerentanan gerakan
tanah di sekitar waduk tersebut (terutama pada sandaran dinding bendungan sebelah
barat/kanan). Waduk ini juga sering dijadikan masyarakat sebagai tempat wisata, sumber air
pertanian untuk daerah sekitar, budidaya ikan air tawar, sekaligus mencegah banjir.

Waduk sermo sendiri awalnya terbentuk dikarnakan patahan minor yang merupakan
rekahan gunung magma dan terbentuklah cekungan yang berbentuk bendungan yang
membendung kali rancah,namun paada tahun 1994 dikembangkanlah menjadi waduk.
Dalam bidang sosial, pembangunan waduk sermo memiliki dampak kemajuan infrastruktur
(jalan dan listrik) bagi masyarakat sekitar waduk sermo, sedangkan dari aspek ekonomi,
pembangunan objek wisata waduk sermo memiliki dampak positif yaitu menimbulkan
lapangan pekerjaan baru dibidang perdagangan dan persewaan rumah. Status penguasaan
pemilikan tanahnya adalah “Sultan Ground” yang telahmenjadi Pakualaman Ground. Yang
dimana pengelolaannya diserahkan ke kementrian PU atau BPWS. Tanah waduk sermo yang
sekarang dilekati dengan HakPakai merupakan hasil dari pengadaan tanah dengan ganti
rugi, setidaknya terdapat 107 keluarga yang di transmigrasikan karena lahan rumahnya
terdampak pembangunan waduk sermo. Pengadaan tanah bagi pembangunan waduk sermo
dilandaskan pada Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di transmigrasikan dengan ganti
kerugian.

37
3. Stop site 3 Pantai Glagah

NO KARAKTERISTIK KETERANGAN

• Ketinggian : 26.1 Mdpl


1 Kondisi Bentuk Lahan
• Koordinat : 07°54’ 55” S 110°4’ 43” E
Proses Pembentukan Dataran aluvial pantai proses marine yang dipengaruhi
2
Bentang Lahan oleh air laut.

Pengelolaan/Kebijakan Ditanami pohon cemara laut untuk menahan abrasi serta


3
Pertanahan terdapat pemecahomak di sebagian tepi pantainya.

4 Kelerengan Dibawah 8°

5 Jenis Tanah Tanah berpasir (alluvial pantai), tanah regosol.

6 Sumber Daya Air Air tanah, sedangkan laguna merupakanair payau.

Status Penguasaan Tanah negara di bagian sempadansungai.


7
/PemilikanTanah

Penggunaan dan Sebagai kawasan wisata yang terdapat pemecah ombak


8 PemanfaatanTanah berbentuk tetrapot (kaki empat), dan kawasan budidaya
(kondisi eksisting) dengan tanaman cemara laut.

Keadaan Sosial Bergantung pada sektor pariwisatadan mata pencaharian


9
EkonomiMasyarakat masyarakat sekitar ialah nelayan, dan tambak udang.

Arahan Penggunaan Kawasan lindung


10
Tanahdalam RTRW

Permasalahan
11 -
Pertanahan

12 Ancaman Bencana Abrasi dan Tsunami

Penduduk di Desa Glagah rata-rata bermata pencaharian


Kondisi Kehidupan sebagai petani, nelayan, tambak udang serta Kelompok
13 (Desa atau perkotaan) pemuda aktif dalam penguatan ekonomi produktif,
dan Karakteristiknya pelatihan penanggulangan bencana dan kampanye
Gerakan Remaja Sayang Ibu.

38
Tabel 9 : Pantai Glagah

Gambar 14: Pantai Glagah

Muara Sungai Serang dan Laguna terletak di Pesisir Pantai Glagah di Desa Glagah
Kecamatan Temon Kabupaten Kulonprogo. Laguna merupakan sekumpulan air asin yang
terpisah dari laut oleh penghalang yang berupa pasir, batu karang, dan sebagainya yang
merupakan cekungan di pesisir dan merupakan perairan dangkal tertutup dan agak tertutup
yang memiliki karakteristik perairannya yang dangkal sehingga sangat diperngaruhi oleh
evaporasi yang kemudian menghasilkan fluktuasi temperatur air dan salinitas (Hill 2001).

Sedangkan laguna pada umunya berasal dari proses marine yang sejajar dengan garis
pantai yang terbuka dan jarang terdapat barier/ pegunungan dengan rawan abrasi, dan daerah
patahan yang merupakan zona subduksi. Terdapat dua macam yaitu laguna
penghalang/pesisir dan laguna karang/atol. Laguna penghalang/pesisir memiliki bentuk
yang memanjang, sedangkan laguna karang/atol berbentuk melingkar. Muara Sungai Serang
proses pembentukan bentang lahannya dari marine campuran fluvial, dan eolin, mempunyai
hulu di daerah Pengasih, Girimulyo, dan Kokap, sedangkan bagian tengah membelah
wilayah Wates dan Nanggulan yang merupakan sebagai rencana pembangunan Pelabuhan
Adikarta yang kurang mengindahkan aspek lingkungan. Material pasir dari laut terus
menumpuk di dalam barier dikarenakan angin dari arah tenggara dan mempengaruhi
gelombang air laut. Gelombang air laut inilah yang membawa material pasir menyeberangi
barier sehingga menyebabkan pendangkalan pelabuhan dan membelokkan aliran sungai
serang. Adanya gelombang air laut yang tinggi serta pergeseran lempeng tektonik diwilayah
muara sungai serang mengakibatkan kemungkinan abrasi dan tsunami. Untuk memecah
gelombang abrasi dan tsunami, pemerintah menanami pohon cemara laut.

39
Sempadan pantai digunakan untuk menjaga kehidupan masyarakat diwilayah pesisir dan
rawan bencana alam, akses ruang untuk publik melewati pantai, sekaligus kelestarian fungsi
ekosistem dan segenap sumber daya diwilayah pesisir.

4. Stop site 4 Hutan Mangrove

NO KARAKTERISTIK KETERANGAN

• Ketinggian :0-5 mdpl


Kondisi Bentuk
1
Lahan • Letak: 7⁰53‟40‟‟S,110⁰01‟31.5‟‟E

Proses
2 Pembentukan Endapan dan buatan
BentangLahan

Pengelolaan/Kebija
3 Perikanan, tambak udang,Ekowisata
kanPertanahan

4 Kelerengan 0%

5 Jenis Tanah Lumpur

6 Sumber Daya Air Air tanah, air laut, air hujan

Status Penguasaan
7 Pakualaman ground yang dikelolamasyarakat, HP.
/PemilikanTanah

Penggunaan dan
Ekosistem budidaya mangrove, konservasi, CBT
8 PemanfaatanTanah
berkembang biak makhluk biota laut
(kondisi eksisting)

Keadaan Sosial
Penambak udang, penambak ikan, nelayan, Warung, sewa
9 Ekonomi
kapal, konsesiditi, Wisata
Masyarakat

Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau kecil uu no 10 th


Arahan
2014 tentang penataan wilayah pengelolaan pesisirdan pulau
10 Penggunaan Tanah
kecil yang awalnya uu 27 tahun 2007 penataan pesisir dan
dalam RTRW
pulau kecil. Pemda Perspektif daratan produk penataan
40
ruang rezim dibawah uu no 26 th 2007 tentang penataan
ruang.

Permasalahan
11 -
Pertanahan

12 Ancaman Bencana Abrasi, Banjir dan Tsunami

Kondisi Kehidupan
(Desaatau
13 Berpartisipasi budidaya mangrove
perkotaan) dan
Karakteristiknya

Tabel 10: Pengamatan Lapangan

Gambar15: Kawasan Hutan Mangrove

Kawasan Hutan Mangrove Wanatirta terletak di perbatasan antara Kabupaten Purworejo dan
Kabupaten Kulon Progo, tepatnya berada pada Desa Gedangan, Kecamatan Purwodadi,
Kabupaten Purworejo. Awalnya Kawasan ini diperuntukkan untuk konservasi dan
pencegahan abrasi. Pengelolaan Hutan Mangrove ini sudah dilakukan sejak tahun 2009
oleh kelompok masyarakat yang sekarang berubahmenjadi Lembaga Pelestari Hutan
Mangrove dan Pesisir Wanatirta serta sudah berbadan hukum tetap untuk mengelola
konservasi Hutan Mangrove tersebut. Hutanini memiliki luas sekitar 3 hektar.

41
c. Jalur III (Gunung Nglanggeran – Tahura – Goa Ngingrong -Pantai Baron)
1. Stop site 1 Bukit Pathuk
NO KARAKTERISTIK KETERANGAN

• Ketinggian : 415,1 meter dpl


1 Kondisi Bentuk Lahan

• Letak : -7.83485, 110.5276


Proses struktural membertuk patahan naik seperti
Proses Pembentukan
2 pelana kuda dengan patahan turun (graben) di
BentangLahan
sekitarnya
Sebagai lahan konservasi yang bagian atas bukit, bagian
Pengelolaan/Kebijakan lereng dan bawah dapat dimanfaatkan masyarakat
3
Pertanahan untuk bertani, dan dapat diberikan hak atas tanah,
terdapat pula pemukiman di sepanjang akses jalan
4 Kelerengan Terjal melandai, 15-25%
5 Jenis Tanah Latosol
6 Sumber Daya Air Air tanah
Status Bagian atas merupakan tanah negara, sedangkan
7 Penguasaan/Pemilikan dimulai dari bagian tekuk lereng sampai lereng bawah
Tanah merupakantanah hak ulayat/adat
Penggunaan dan Bagian atas berupa pohon rimbun sertauntuk pertanian
8 Pemanfaatan Tanah tanaman padi dengan menerapkan terasering pada
(kondisi eksisting) lerengnya
Mayoritas mata pencaharian maskarakatsekitar adalah
Keadaan Sosial
9 petani, karena bentang lahannya mempunyai tanah
EkonomiMasyarakat
yang subur

Kawasan yang difungsikan sebagaikawasan resapan


air yang memberikan sumber perlindungan
terhadap kawasan dibawahnya, dan merupakan
Arahan Penggunaan
10 kawasan pelestarian alam.
Tanahdalam RTRW
Dalam Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kab.
Gunung kidul berupa Hutan Rakyat (Sumber Perda No.
06Tahun 2011)

42
Daerah yang terjal dan terasiring berkaitan pengukuran
Permasalahan
11 tanah yang ada didaerah tersebut karena memang lebih
Pertanahan
sulit untuk diukur daripada di dataran yang lebih rata.
12 Ancaman Bencana Tanah Longsor
Teknologi pertanian dapat berkembang dan
berkelanjutan adalah karena secara teknis dapat
Kondisi Kehidupan
dilaksanakan dan aman pada lingkungan serta secara
13 (Desa atau perkotaan)
ekonomi layak (menguntungkan) dan secara sosial
dan Karakteristiknya
dapat diterima oleh masyarakat dan secara administratif
dapat dikelola.
- Tabel 11: Pengamatan Lapangan

Gambar 16: Bukit Pathuk


Bukit pathuk merupakan Kawasan perbukitan yang terletak pada Desa Ngorongoro,
Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul, dengan ketinggian 415,1 meter dpl dengan
koordinat -7.83485, 110.5276. Bentang lahan yang berada pada bukit pathuk ini terbentuk
oleh adanya pengaruh kuat struktur geologis yang dikenal dengan proses struktural dengan
hasil berupa patahan naik.

43
2. Stop site 2 Gunung Api Purba Nglanggeran

NO KARAKTERISTIK KETERANGAN

1 Kondisi Bentuk Lahan • Ketinggian : 414 mdpl


• Letak : 7º 50’35” S 110º 32’17” E

Proses Pembentukan
Perbukitan angkatan
2 BentangLahan

Pengelolaan/Kebijak Dikelola oleh masyarakat sekitar serta ada kerjasama


3 anPertanahan dengan Dinas Priwisatasebagai tempat pariwisata

4 Kelerengan 40-45%

5 Jenis Tanah Latosol

6 Sumber Daya Air Air Tanah Langka

Status Penguasaan
Tanah Milik Negara
7 /PemilikanTanah

Penggunaan dan
Pemanfaatan Tanah Kawasan Wisata dan Pertanian Tadah Hujan
8
(kondisi eksisting)

Keadaan Sosial
Sektor Pariwisata dan Pertanian
9 EkonomiMasyarakat

Arahan Penggunaan
Pemukiman, Kawasan Lindung
10 Tanahdalam RTRW

Belum ada permasalahan pertanahan yang timbul


11 Permasalahan Pertanahan
di lokasi ini

12 Ancaman Bencana Longsor dan Gunung Meletus

Pedesaan yang didominasi dengan lahan sawah


Kondisi Kehidupan (Desa
13 disekitarnya. Pariwisata berkembang pesat seiring
atau perkotaan) dan
dengan ditetapkan sebagai kawasan eko wisata oleh
Karakteristiknya
Pemerintah Daerah

44
Gambar 17: Kawasan Sekitar Nglanggeran
Gunung Api Purba Nglanggeran adalah salah satu gunung api purba di kawasan
Pegunungan Selatan Jawa. Kondisi bentuk lahan terletak pada ketinggian 414 mdpl dengan
titik koordinat 7º 50’35” S 110º 32’17” E. Gunung Api Purba Nglanggeran secara
administrasi berada di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul.
Gunung Nglanggeran terbentuk dari gunung berapi bawah laut yang terangkat dan mendarat
jutaan tahun yang lalu. Gunung ini diperkirakan berusia 60- 70 juta tahun. Gunung ini
memiliki bebatuan besar yang menjulang tinggi dan biasanya digunakan sebagai jalur
pendakian atau sebagai tempat pertapaan bagi penduduknya. Reruntuhan gunung api purba
ini dapat ditemukan pada batuan beku, breksi, andesit dan jenis batuan lainnya. Kawasan
tersebut kini menjadi tempat ekowisata oleh Pemerintah Gunung Kidul.

3. Stop site 3 Sungai Oyo dan Taman Hutan Rakyat

NO KARAKTERISTIK KETERANGAN

• Ketinggian 133 mdpl


1 Kondisi Bentuk Lahan
• Letak 7° 53’ 29’’S; 110°32’52’’E

Sungai oyo dengan bentuk lahan fluvial karena


terbentuk dari aliran air sungai, taman hutan raya
Proses Pembentukan bentuk lahan antropogenik karena penanaman
2 BentangLahan tanaman merupakan aktifitas manusia.

45
Adanya tempat wisata yaiutu outbond di sungai oyo

Pengelolaan/Kebij dan pemanfaatan tanah sebagai tempat vegetasi


3 tanaman dan hewan ditaman hutan rakyat
akanPertanahan

Kelerengan di sungai oyo termasuk curam (tidak


disebut kan persen nya ),karena terjadi erosi yang
4 Kelerengan dapat menggerus daerah aliran sungai

Terrarosa yaitu tanah yang terbentuk dari endapan


lumpur , sungai dan tanahkapur yaitu terbentuk dari
5 Jenis Tanah pelapukan batuan kapur yang telah hancur

6 Sumber Daya Air Air berwarna keruh karna proses erosi

Status Penguasaan Sultan ground atau tanah yang berada dibawah


7 /PemilikanTanah kekuasaan raja

Penggunaan dan Tempat ekowisata sebagai waratirta dan warwisata


8 PemanfaatanTanah dan sarana penanaman tanaman oleh rakyat untuk
(kondisi eksisting) kesejahteraan rakyat

Keadaan Sosial Ekonomi Digunakan untuk kesejahteraan rakyat artinya rakyat


9
Masyarakat dapat menanam hasil hasil tanaman yang dibutuhkan

Arahan Penggunaan Sumber daya air dan hutan rakyat (sesuai dengan
Tanah dalam RT/RW RTRW DIY Tahun 2019-2039). LP2B (lahan
10
pertanian pangan berkelanjutan) sehingga tidak boleh
mengkonversi sawah .

Permasalahan Pertanahan Tidak ada permasalahan tanah karena status


kepemilikan milik sultan ground dan pengguna
11
terlaksana sesuai RTRWyang mampu mensejahtrakan
rakyat .

12 Ancaman Bencana Banjir dan erosi

Kondisi Kehidupan Masyrakat memanfaat kan sungai oyo untuk


13 (Desaatau perkotaan) dan parawisata dan memanfaatkan taman hutan raya untuk
Karakteristiknya daerah resapanair

46
Gambar 18: Sungai Oyo

Gambar 19: Kawasan Hutan Mangrove

Pengatan pertama PKL menuju Sungai Oyo dan Taman Hutan Rakyat Bunder menggunakan
aplikasi Avenza maps dan altimeter dengan ketinggian 132.2Mdpl untuk pinggir Sungai Oyo dan
195 Mdpl untuk Taman Hutan Rakyat Bunder dengan titik koordinat 7°53’29 “ S , 110°32’52’’ E
geografis dari Peta Geomorfologi Daerah Istimewa Yogyakarta dari jurusan teknik geologi
Universitas Gajah Mada, proses pembentukan bentang lahan terindikasi bahwa lokasi ini terbentuk
karena adanya proses struktural, bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen
atau proses tektonik yang berupa pengangkatan, perlipatan, bersifat konstruktif dan pada
membentuk bentangan lahan yang ada saat ini.

47
Sungai Oyo tercipta dari kekar–kekar yang berasal dari patahan, tektonik, dan
temperatur yang signifikan. Pada stadium awal pembentukan karst di dominasi oleh proses
fluvial tetapi proses pelarutan tetap berlangsung pada saat itu walaupun masih kalah dominan
dengan proses fluvial. Sehingga kenampakan yang terjadi di Sungai Oyo ini menjadi di
dominasi dengan adanya lereng karst yang ada di sisi aliran yang di lalui. Batuan Penyusun
dinding Sungai Oyo adalah batuan gamping yang terbentuk dari pelapukan batuan kapur,
batuan kapur ini juga mengalami pengikisan akibat dari aliran air Sungai Oyo Kawasan Tahura
Taman Hutan Rakyat disebut juga dengan Tahura Bunder, Tahura ini berada di wilayah
administrasi Kabupaten Gunung Kidul tepatnya di Desa Gading, KecamatanPlayen, Kabupaten
Gunung Kidul Provinsi D.I Yogyakarta. Yaitu di tepi jalan raya Yogya-Wonosari. Kawasan
Tahura Bunder memiliki luas sekitar 800 sampai 900 anhektar. Tahura ini memiliki berbagai
macam jenis flora dan fauna sehingga Keragaman hayati disini membuat Tahura Bunder masih
digunakan sebagai tempat konservasi seperti penangkaran Rusa Jawa, perlu diketahuai bahwa
sungai oyo juga mengalir di tengah hutan ini sehingga menambah kesan suasana menjadi
semakin asri. Di tahura ini juga ada Sendang Mole yaitu sebuah tempat penyulingan minyak
kayu putih berdiri sejak tahun 1980an. Selain sebagai tempat konservasi hutan ini juga sering
di gunakan untuk berkemah dan sudah dijadikan sebagai salah destinasi wisata

4. Stop site 4 Goa Ngingrong

NO KARAKTERISTIK KETERANGAN

• Ketinggian : 167 meter dpl


1 Kondisi Bentuk Lahan
• Letak : (8 1'40"S) (110 35'27"E)

Proses Pembentukan Bentang Terbentuk oleh proses solusional


2 Lahan

Pengelolaan/Kebijakan Tempat wisata


3 Pertanahan

4 Kelerengan 30%-40% (terjal)

5 Jenis Tanah Tanah gromosol dan terarosa

6 Sumber Daya Air Air dari sungai bawah tanah

48
Status Penguasaan/Pemilikan Hak milik Kasultanan
7 Tanah

Penggunaan dan Pemanfaatan Objek wisata dan lahan pertanian tanaman


8 Tanah (kondisi eksisting) keras

Keadaan Sosial Ekonomi Sebagian besar masyarakat sekitar adalah


9 Masyarakat petani

Arahan Penggunaan Tanah Kawasan pariwisata


10 dalam RTRW

Dengan kondisi daerah yang terjal, berkaitan


dengan pengukuran tanah disana tentunya lebih
sulit untuk dilakukan dibandingkan daerah dengan
11 Permasalahan Pertanahan dataran yang rata.

12 Ancaman Bencana Tanah Longsor

Masyrakat memanfaat kan Goa Ningrong untuk


Kondisi Kehidupan (Desa parawisata dan memanfaatkan taman hutan raya
13 atau perkotaan) dan untukdaerah resapan air.
Karakteristiknya
Tabel 14: Pengamatan Lapangan

Gambar 20: Kawasan Goa Ngingrong

49
Wisata Gua Ngingrong terletak di Desa Mulo, Kecamatan Wonosari,
Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya di Lembah Karst Mulo. Gua yang terbentuk
menyerupai dollin atau horizontal akibat dari lahan karst yang lapisan tanahnya atau
bantalan batuannya hilang dan juga bisa akibat dari aliran air. Lahan Gua Ngingrong
terletak pada 8 1'40"S - 110 35'27"E dengan ketinggian 167 m AMSL. Gua Ngingrong
terbentuk dari proses solusional murni tidak ada campur tanganproses vulkanis, karena
terlihat jelas batuan gampingnya. Ada beberapa aspek terjadinya proses solusional yaitu
batuan gamping yang dimiliki sangat tebal, mempunyai banyak vegetasi, curah hujan
yang tinggi, dan mempunyai celah batuan atau bisa disebut dengan kekar. Batuan
gamping yang dimiliki harus berjenis terumbu. Sudah terlihat jelas dari aspek fisik,
warga yang tinggal disekitar Gua Ngingrong masih kesulitan mendapatkan air karena
lapisan yang dimiliki daerah itu kedap dari air yang akibatnya sumber airnya lolos
kebawah. Tetapi warga sekitar mempunyai cara untuk mengatasi permasalahan tersebut
dengan memanfaat air hujan yang di tadah. Geomorfolagi dan jenis tanah Gua Ngingrong
mempunyai jenistanah gromosol karena tanahnya terbentuk atas lapukan batuan gamping
dan batuandolomit. Dari segi kearifan lokal, pada zaman dahulu status tanahnya banyak
berstatus tanah kesultanan. Tanah kesultanan adalah daerah untuk Latihan berburu.
Untuk wilayah sebelah seberang gua Ngingrong, tanah dikuasai oleh masyarakat dan
dapat diberikan pelekatan hak diatasnya. Penguasaan tanah tersebut dapat berupa
pemukiman maupun perkebunan. Di goa ngingrong status tanahnya adalah tanah desa.
Peraturan Daerah No.4 Tahun 1954 meliputi: 1. Tanah kas desa yaitu tanah yang
digunakan untuk operasional, pembiayaan, pelaksanaan, kepentingan urusan
pemerintahan desa. 2. Tanah bengkok, yaitu tanah desa yang difskan untuk penggantigaji
bagi aparat pemerintah desa 3. Tanah pengarem-arem, tanah desa yang difskan untuk
memberikan pension kepada aparat desa yang sudah tidak aktif lagi, jadi yang udah
pension punya hak tanah pengarem-arem baik untuk istri atau suaminya sampai sudah
meninggal, lalu kembali lagi statusnya jadi tanah.

5. Stop site V Pantai Baron


NO KARAKTERISTIK KETERANGAN
1 Kondisi Bentuk Lahan • Ketinggian : 4 mdpl
• Letak : -8°7’42.6324” S :
110°32’55.6944” E

50
2 Proses Pembentukan Bentang Bentang lahan Pantai Baron terbentuk karena
Lahan adanya proses pengangkatan terumbu yang
menyebabkan terjadinya bentuk lahan karst.
Pantai Baron merupakan pantai berupa teluk
yang dengan ekosistem pantai berpasir yang
dikelilingi oleh bukit-bukit karst.
3 Pengelolaan/Kebijakan Pariwisata, permukiman. Pantai Baron ini
Pertanahan sangat unik di Yogyakarta, karena di tempat
tersebut kita bisa menemukan dua jenis air
yang berbeda yaitu air asin dan air tawar. Air
asin ini berasal dari laut, sedangkan air
tawarnya berasal dari aliran sungai bawah
tanah di sebelah Barat Pantai Baron, yang
aliran airnya langsung mengarah ke laut.
Parawisata di tempat ini mempunyai tingkat
pendapatan pengunjung yang lebih tinggi dan
fasilitas yang terdapat di pantai tersebut lebih
bagus dari pantailainnya.
4 Kelerengan Kemiringan lereng pada pantai ini 35°
pantainya datar bergelombang. Hal itu
membuat morfologi pantainya memiliki
dinamika yang cukup tinggi.
Keberadaan muara sungai memberikan
pengaruh yang cukup kuat pada karakteristik
sedimen pada pantai dan aliran sungai yang
menuju samudera. Pengaruh ombak dan tidak
terdapatnya halangan pada pantai (barrier)
membuat Pantai Baron sangat mudah tererosi
walaupun dengan tenaga yang jauh lebih kecil
sebagai akibat lereng gisikpantai yang landai
5 Jenis Tanah Mediteran, Tanah mediteran yang
merupakan tanah yang terbentuk dari

51
pelapukan batuan kapur dan bersifat tidak
subur karena kandungan unsur hara dan
bahan organik rendah serta sifat fisik tanah
yang tidak gembur. Batugamping adalah
batuan sedimen yang utamanya tersusun
oleh kalsium karbonat (CaCO3) dalam
bentuk mineral kalsit. Batugamping
kebanyakan merupakan batuan sedimen
organik yang terbentuk dari akumulasi
cangkang, karang, alga, dan pecahan-
pecahan sisa organisme.
6 Sumber Daya Air Air dari hulu (hilir), laut dan Muara sungai
bawah tanah
7 Status Penguasaan/Pemilikan Sebagian menjadi hak pakai atas nama
Tanah pemerintah daerah dan sebagian menjadi hak
milik kraton Kasultanan Yogyakarta
8 Penggunaan dan
Pemanfaatan Tanah (kondisi Pariwisata, permukiman , dan pelabuhan.
eksisting)
9 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar memiliki mata pencaharian
Masyarakat sebagai Nelayan dan sebagian ada yang bekerja
untuk mengelola kawasan Pariwisata di Pantai
Baron.
10 Arahan Penggunaan Tanah Faktor pembatas air untuk wisata, karena di
dalam RTRW pantai baron para masyarakat sekitar juga
berkaitan dengan keterbatasan air bersih untuk
digunakansehari hari,
11 Permasalahan Pertanahan Warga setempat membangun rumah semi-
permanen di area Pantai Baron
12 Ancaman Bencana Tsunami, pergeseran aliran sungai bawah tanah
dari sisi barat dan saat ini bergeser ke sebelah
utara, abrasi air laut
13 Kondisi Kehidupan (Desa Mata pencarian penduduk yaitusebagian besar

52
atau perkotaan) dan menjadi nelayan, Bangunan pemukiman
Karakteristiknya penduduk dengan arsitektur modern. Jalan
aspal yang masih bagus tidak berlubang.
Tabel 15: Pengamatan Lapangan

Gambar 21: Pantai Baron

Pantai Baron merupakan pantai berupa teluk yang dengan ekosistem pantai
berpasir yang dikelilingi oleh bukit-bukit karst. Pada sisi Barat pantai terdapat muara
sungai bawah tanah besar dari sistem hidrologi Karst Wonosari. Besar butiran
sedimen pantai merupakan hasil bentukan dari sedimentasi material yang diendapkan
sungai bawah tanah yang bermuara ke pantai dan hasil pengikisan laut. Oleh karena itu
pula, warna dari material tersebut agak gelap, serta teksturnya halus. Tanah di sekitar
pantai ini relative kurang subur karena rendahnya zat hara yang terkandung di dalam
tanah Jenis batuan yang mendominasi di daerah ini yaitu batuan sedimen non-klastik,
dimana batuan sedimen bawah laut yang mengalami pengangkatan karena proses geologi.
Batuannya antara lain Batu Gamping dengan mineral penyusunnya yaitu CaCO3. Ketika
dilakukan pengukuran, didapati kemiringan lereng di daerah ini sekitar 35°, serta
Strike/Dip batuan di sekitar lokasi itu N160°E/72,5°.

B. Interelasi Komponen Bentang Lahan


a. Jalur II (Jalur Bentang Lahan Bagian Tengah Kota Yogyakarta)

1. Stop Site 1: Gardu Pandang Gunung Merapi

Gardu pandang merapi yang terletak di kecamatan Pakem kabupaten sleman

53
ini memiliki koordinat letak 70 39’ 23.6” S, 1100 25’ 23.3” E dengan daerah
pegunungan yang merupakan kawasan hutan dan agroforesting ini yang didominasi
oleh tanaman keras agar menangani masalah erosi serta bencana tanah longsor di
sekitar daerah tersebut. Gardu Pandang Gunung Merapi memiliki bentang lahan yang
berasal dari proses vulkanik dan sedimentasi. Proses vulkanik yang terjadi berasal
dari Gunung Merapi, sehingga di daerah tersebut terbentuk batuan beku. Proses
pelapukan batuan yang berasal dari aktivitas vulkanisme menghasilkan tanah dengan
kandungan organik tinggi sehingga memiliki kesuburan yang bagus.

Penggunaan dan pemanfaatan lahan sesuai dengan Peraturan Presiden


Nomor 70 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Taman Nasional
Gunung Merapi mencakup pelestarian dan pengembangan kawasan TNGM
ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Mengingat daerah
tersebut memiliki tanah yang sangat subur sehingga dimanfaatkan masyarakat
sekitar untuk berkebun. Di bawah Gardu Pandang Merapi terdapat Sungai Boyong.
Sungai yang merupakan jalan lava dan lahar ketika terjadi erupsi. Lahar mengalir
membawa material-material seperti batuan dan pasir.

Keistimewaan dari Sungai Boyong yaitu bahan/material yang ada tergolong


masih muda yang memiliki kandungan organik rendah sehingga mudah pecah/remah
menjadi pasir. Oleh masyarakat dimanfaatkan untuk digali dan dijual. Status
kepemilikan tanah di daerah tersebut sebagai tanah negara dan sebagian tanah
perhutani karena merupakan daerah konservasi. Gardu Pandang Gunung Merapi
sebagai kawasan konservasi serta wisata mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Di sekitar daerah tersebut banyak masyarakat yang membangun usaha
penginapan dan membuka warung-warung kecil yang menjual makanan kecil dan
minuman untuk wisatawan yang datang.

2. Stop Site 2: Spring Belt Pakem

Spring belt yang terletak di kecamatan pakem merupakan area yang memiliki
ketinggian 460 meter dpl dengan koordinat 7°47’06.5” S 110°22’11.8” E. Dengan
adanya spring di kawasan ini sebagai penyimpan air, maka kawasan ini dimanfaatkan
oleh masyarakat dalam bidang pertanian. Tetapi, lambat laun terjadi perubahan bentuk
fisik dari yang semula pertanian menjadi non pertanian. Proses pembentukanbentang
lahan Spring Belt ini terjadi secara vulkanik karena masih dipengaruhi oleh aktivitas

54
Gunung Merapi. Di kawasan Spring Belt ini banyak ditemukan jenis batuanakuifer yang
menyebabkan terbentuknya spring. Dalam penggunaannya, kawasan Spring Belt
digunakan sebagai pertanian karena ditunjang dengan melimpahnya air yang terdapat
di kawasan tersebut. Sedangkan dalam pemanfaatannya, kawasan tersebut digunakan
sebagai sawah.

Sesuai dengan perda no. 12 tahun 2012 penggunaan dan pemanfaatan daerah di
wilayah pakemn merupakan peruntukan holtikultur. Sedangkan untuk status
kepemilikan tanahnya yaitu dimiliki dan dikuasai oleh sultan ground, yang kemudian
diberikan kepada masyrakat untuk dikelola dan dimanfaatkan sesuai kondisi alam yang
ada.

3. Stop Site 3: Kali Code

Sungai code atau yang sering kita sebut sebagai kali code ialah sungai yang
menjadi tempat penampungan utama aliran sungai boyong yang bermata air di
gunung kaki gunung merapi. Dengan mata air yang berada di salah satu gunung yang
aktif di dunia, mata airnya dimanfaatkan untuk pengairan persawahan di Sleman dan
Bantulserta dipergunakan juga sebagai sumber air minum.

Kali Code pada zaman dahulu adalah sungai yang masih belum memiliki tingkat
kependudukan yang padat, hanya terdapat beberapa rumah dan vegetasi hijau di tepi
sungai. Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang datang ke kawasan ini dan
mendirikan rumah tanpa izin. Mereka mayoritas adalah masyarakat pekerja dan buruh
kasar. Mereka mendirikan rumah-rumah dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat.
Proses penataan rumah-rumah berlangsung tanpa perencanaan.Bangunan berdiri secara
spontan mengikuti aliran sungai sehingga membentuk pola linier. Kali code memiliki
lahan yang berasal dari proses fluvial, karena pembentukan lahan ini terjadi akibat
aktivitas sungai. Sungai code terus mengalir setiap tahun yang berarti air tanah lebih
tinggi dari muka air sungai, karena input air sungai juga berasaldari air tanah. Kawasan
ini digunakan oleh masyrakatnya menjadi kawasan permukiman. Namun sejatinya
dalam pendaftaran tanahnya sendiri disekitaran kali code ialah dimiliki oleh negara dan
dikuasai oleh negara, sehingga sebetulnya tidak diizinkan untuk membangun atau
mendirikan bangunan disepanjang kali code. Larangankepemilikan atas tanah bantaran
sungai oleh perseorangan memeiliki tujuan sebagai bentuk perlindungan bagi kelestarian
sungai dan agar pemanfaatannya semataa-mata untuk kemakmuran rakyat indonesia.

55
Berbeda hal nya dengan daerah di sekitaran kalicode, sesuai dengan RTRW perda no. 4
tahun 2011, daerah disekitaran kali code dalam pemanfaatan dan penggunaan lahannya
dijadikan kawasan pedesaan.

4. Stop Site 4: Gumuk Pasir

Di Indonesia, gumuk pasir berkembang di wilayah pantai Parangtritis. Gumuk Pasir


Parangtritis dapat berkembang karena adanya suplai material dari Gunung Merapi,
terbawa oleh aliran sungai dan proses marin, kemudian terbawa angin dan terendapkan
karena terhalang oleh perbukitan di sebelah utara. Status tanah didaerahini ialah milik
sultan ground, sesuai dengan Undang-undang No.13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
Yogyakarta maka Sultan Ground merupakan milik dari kasultanan. Hak milik publik
yang dimiliki sultan memberikan kewenangan publik terhadap Sultan Ground yang
mengandung unsur-unsur mengadakan kebijakan (beleisdaad), tindakan pengurusan
(bestuursdaad), pengaturan (regelensdaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan
(toezichthoudensdaad). 11 Sehingga, untuk hak milik publik Kasultanan memiiliki
kewenangan publik seperti diatas tehadap Sultan Ground.

Penggunaan serta pemanfaatan daerah disekitaran gumuk pasir sesuai dengan


RTRW no. 4 tahun 2011 yaitu sebagai kawasan pariwisata. Di daerah sekitaran gumuk
pasir juga digunakan masyrakat sekitar untuk membuka usaha warung, penyewaan
jeep,dan lain sebagainya guna meningkatkan ekonomi mereka dengan memanfaatkan
keaadaan alam sekitar.

b. Jalur I (Jalur Bentang Lahan Bagian Barat Kota Yogyakarta)

1. Stop Site 1: Bulak Kayangan


Bulak Kayangan merupakan bentang lahan yang memiliki komponen pegunungan/
gunung, lereng yang ditengahnya memiliki sungai yang disebut Sungai Kayangan.
Sungai Kayangan itu termasuk dalam Sub DAS Kayangan yang bersumber dari Kali
Progo. Pengamatan di stop site pertama tepatnya di Desa Pendoworejo. Kecamatan
Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo yang berada di ketinggian 157 meter diatas
permukaan laut dan terletak pada koordinat 7o44' 57" LS dan 110o11' 8" BT. Secara
umum, di Bulak Kayangan ini penggunaan tanahnya digunakansebagai perkampungan,
dan pertanian dimana penggunaan tanah pertanian dimanfaatkan sebagai sawah. Di

56
areal persawahan umumnya dibuat terasering mengingat daerahnya memiliki
ketinggian yang bervariasi agar terhindar dari tanah longsor. Tanah sawah di Bulak
Kayangan juga subur dan termasuk sawah irigasi yang dialiri oleh Kali Progo sehingga
sawah tersebut bisa dijadikan sebagai sumber mata pencaharian warga sekitar yang
mengandalkan pertanian. Kawasan Bulak Kayangan menurut Peraturan Daerah Provinsi
DaerahIstimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2019-2039 diperuntukkan untuk kawasan
permukiman, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan pertanian, maupun kawasan
pariwisata.

2. Stop Site 2: Waduk Sermo

Waduk Sermo terletak di Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap berada pada


ketinggian 146 mdpl dengan kelerengan 45% merupakan hasil dari pengadaan tanah
yang dilakukan pada tahun 1994. Pengadaan Tanah tersebut dengan menggunakan
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dimana yang terampak oleh pengadaan tanah
Waduk Sermo adalah kawasan permukiman yang merupakan tanah hak milik.Setelah
dilakukan pembangunan Waduk Sermo dilakukan ganti kerugian dengan permukiman
kembali oleh Pemerintah Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta dengan dilakukan
transmigrasi ke Provinsi Bengkulu, Lampung,dan di Perkebunan Rakyat Riau.

Status pemilikan tanah setelah pengadaan tanah Waduk Sermo menjadi milik
Negara, dan dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu dan Opak. Setelah
menjadi waduk, persawahan yang ada di bawah wilayah Sermo menjadi teraliri air
dikarenakan fungsi Waduk Sermo digunakan sebagai irigasi. Mata pencaharian di
sekitar Waduk Sermo sangat mengandalkan akan keberadaannya sebagai petani
maupun di sektor perikanan air tawar. Perekonomian masyarakat meninngkat selain
dari petani dan perikanan air tawar, juga dikarenakan Waduk Sermo juga digunakan
sebagai tempat wisata.

Sebelum dilakukan pengadaan tanah pembangunan Waduk Sermo merupakan


kawasan pemukiman dan setelah dilakukan pengadaan tanah maka kawasan tersebut
menjadi kawasan konservasi menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2019-2039. Kawasan konservasi adalah kawasan
perlindungan atau kawasan yang dilindungi karena nilai-nilai lingkungan alaminya,

57
lingkungan sosial atau karena hal-hal lain yang serupa dengan itu. Menurut Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2019- 2039 pasal 36 yang
dimaskud kawasan konservasi terdiri dari Suaka Margastwa dan Cagar Alam. Sesuai
dengan kondisinya, Waduk Sermo juga sebagai Suaka Margasatwa yang digunakan
untuk melindungi kelangsungan hidup bagi satwa-satwa yang ada, sehingga termasuk
kawasan konservasi atau kawasanlindung.

3. Stop Site 3: Pantai Glagah

Muara Sungai Serang dan Laguna di Pantai Glagah merupakan kawasan


sempadan pantai yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil maka wilayah tersebut menjadi hak
negara dan dikuasai oleh negara. Batas sempadan pantai diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai yang dijelaskan pada
Bab I Ketentuan Umum, bahwa Sempadan Pantai ialah daratan sepanjang tepian pantai,
yanglebarnya proporsional dengan bentuk kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus)
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Sempadan pantai memiliki tujuan untuk
melindungi dan menjaga:

a. Kelestarian fungsi ekosistem dan segenap sumber daya di wilayah pesisirdan


pulau-pulau kecil;

b. Kehidupan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dariancaman


bencana alam;

c. Alokasi ruang akses publik melewati pantai;

d. Alokasi ruang saluran air dan limbah

Status penguasaan dan pemilikan tanahnya ialah Pakualaman ground karena


Kabupaten Kulon Progo dulunya adalah Kabupaten Pakualaman yang merupakan
bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Keberadaan Sultan Gorund dan Pakualaman
Ground diakui, oleh masyarakat luas maupun pemerintah. Terbukti jika pemerintah
daerah hendak menggunakantanah di wilayah tersebut harus terlebih dahulu meminta
izin kepada pihak Keraton. Penggunaan dan pemanfaatan tanahnya dalam kondisi
ekstising dijadikan sebagai sektor pariwisata. Selain itu, kondisi ekonomi masyarakat
didaerah ini umumnya bermata pencaharian nelayan ataupun berdagang dengan

58
membuka kios-kios kecil yang target pembeli dari wisatawan berkunjung di Laguna
Pantai Glagah ini.

Kawasan di Muara Sungai Serang dan Laguna menurut Rencana Tata Ruang
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2019-2039 ialah Kawasan Perlindungan Setempat
yang merupakan Kawasan Lindung mengingat Muara Sungai Serang dan Laguna
merupakan daerah sempadan yang digunakan sebagai pariwisata terdapat pemecah
gelombang berbetuk tetra sangat cantik dan disepanjang Pantai Glagah menuju Pantai
Congot terdapattanaman penahan berfungsi untuk melindungi bandara dari gelombang
tsunami.

4. Stop Site 4: Hutan Mangrove


Seperti halnya Muara Sungai Serang dan Laguna di Pantai Glagah,hutan mangrove
yang berada di Pantai Congot Kecamatan Temon ini merupakan tanah Negara
dikarenakan masuk dalam sempadan pantai. Di sekitar hutan mangrove merupakan
tanah yang dikuasai oleh Pakualaman Ground. Kawasan hutan mangrove merupakan
kawasan perlindungan setempat atau kawasan lindung berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2019-2039. Selain itu, hutan
mangrove termasuk juga kawasan pariwisata mengingat adanya Bandara Yogyakarta
Internasional Airport, hutan mangrove menjadi salah satu tempat pariwisata yang dekat
dengan bandara. Kawasan Hutan Mangrove dimanfaatkan untuk dijadikan bahan baku
kosmetik/farmasi atau bahan tambahan tekstil. Selain itu, dimanfaatkan oleh warga
sekitar sebagai tambak udang. Meskipun sudah adanya Bandara Internasioanl Airport
dengan membuka lapangan pekerjaan baru di sekitar bandara, warga sekitar juga masih
mengandalkan di sector perikanan.

c. Jalur III (Jalur Bentang Lahan Bagian Timur Kota Yogyakarta)


1. Stop Site 1: Gunung Ngalanggeran
Gunung Nglanggeran merupakan gunung purba yang berada di daerah Gunung
Kidul. Gunung Nglanggeran terbentuk dari gunung api dasar laut yang terangkat dan
menjadi daratan jutaan tahun yang lalu. Material batuan penyusun Gunung Nglanggeran
adalah endapan vulkanik tua berjenis andesit. Jenis batuan yang ditemukan di Gunung
Nglanggeran adalah breksi andesit, tufa, dan lava bantal. Bentuk lahan di Gunung
Nglanggeran adalah vulkanik fluvial, antropogenik, dan denudasional. Jenis tanah di

59
Gunung Nglanggeran adalah tanah latosol yang cocok ditanami banyak
pephonan.Gunung Nglanggeran dikelola oleh pemerintah daerah sekitar sebagai tempat
pariwisata. Penggunaan tanah di Gunung Nglanggeran digunakan sebagai lahan
pertanian dan perumahan sebagai ekowisata, yaitu melestarikan lingkungan dengan
memanfaatkan penduduk setempat. Disekitar gunung api purba terdapat lahan pertanian
dimiliki oleh masyarakat yang telah bersertifikat pribadi dengan mengikutu program
PTSL.Tanah disekitarnya juga sudah ada perlakuan dari masyarakat supaya subur agar
dapat menjadi lahan produktif dikarenakan susuna batuan yang berbeda dengan daerah
lain.

2. Stop Site 2: Taharu


Tahura Bunder merupakan kawasan hutan konservasi di Gunung Kidul seluas 634
hektare. Tahura bunder juga merupakan tempat penyulingan minyak kayu putih sejak
tahun 1980an. Pengelolaan Tahura Bunder sebagai kawasan pelestarian alam salah satu
tujuannya adalah untuk koleksi tumbuhan asli maupun bukan asli yang dimanfaatkan
untuk penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan. Untuk mendukung tujuan tersebut
Balai Tahura Bunder membuat arboretum, sesuai dengan definisinya arboretum ini
merupakan tempat penanaman dan pengembangbiakkan berbagai jenis pohon. Bentuk
lahan yang dimiliki adalah fluvial, denudasional dan antropogenik. Bentuk lahan Tahura
Bunder dipengaruhi oleh keberadaan Sungai Oyo yang membentuk teras fluvial. Jenis
tanah yang terdapat di Tahura Bunder adalah latosol yang terbentuk dari metamorf.
Tahura Bunder dijadikan sebagai ekowisata yang memanfaatkan penduduk sekitar
sebagai pengelola kawasan hutan.

3. Stop Site 3: Goa Ngingrong


Goa Ngingrong merupakan sebuah wisata berupa lembah karst dengan ukuran
memanjang dengan tebing yang terjal. Goa Ngingrong memiliki bentang lahan yang
berasal dari proses solusional. Terbentuknya Goa Ngingrong tidak terlepas dari adanya
proses pelapukan pada wilayah kapur. Pelapukan adalah peristiwa penghancuran massa
bantuan,baik secara fisik,kimiawi,maupun secara biologis. Proses pelapukan batuan
membutuhkan waktu yang sangat begitu lama. Semua proses pelapukan umumnya
dipengaruhi oleh cuaca. Batuan yang telah mengalami proses pelapukan akan berubah
menjadi tanah. Apabila tanah tersebut tidak bercampur dengan mineral lainnya, maka
tanah tersebut dinamakan tanah mineral. Jenis tanah disini yaitu tanah terarosa. Tanah
60
terarosa memiliki jumlah unsur hara yang relatif sedikit Masyarakat sekitar
memanfaatkan Goa Ngingrong sebagai ekowisata. Status kepemilikan tanah disini yaitu
sebagian menjadi hak milik Pemerintah Daerah Gunungkidul dan digunakan sebagai hak
pakai atas nama Pemerintah Daerah Gunungkidul. Lalu, sebagiannya menjadi hak milik
Kraton Kasultanan Yogyakarta.

4. Stop Site 4: Pantai Baron


Pantai Baron merupakan salah satu deretan pantai yang ada di Gunung Kidul yang
terletak pada formasi Wonosari dan Semilir. Pantai Baron memiliki bentang lahan yang
berasal dari proses karst, muara sungai, marine dan antropogenik. Terbentuknya Pantai
Baron tidak terlepas dari adanya proses pelapukan pada wilayah karst. Pelapukan adalah
peristiwa penghancuran massa bantuan, baik secara fisik, kimiawi, maupun secara
biologis. Proses pelapukan batuan membutuhkan waktu yang sangat begitu lama. Semua
proses pelapukan umumnya dipengaruhi oleh cuaca.Pantai Baron tidak memiliki sungai
di atas tanah. Namun, memiliki arus aliran sungai bawah tanah yang mengalir ke daratan
dan meresap di cekungan tanah kapur. Jenis tanah yang ada di Pantai Baron merupakan
mediteran. Bentuk lahan di Pantai Baron yaitu pluvial, antropogenik, denudasional, dan
solusional. Tanah dimanfaatkan sebagai sumber air bersih dan pembangkit listrik tenaga.
Penggunaan dan pemanfaatan lahan Pantai Baron digunakan sebagai tempat pariwisata.
Banyak wisatawan yang berkunjung ke Pantai Baron ini baik itu dari dalam maupun luar
kota. Status kepemilikan tanah disini yaitu sebagian menjadi hak milik Pemerintah
Daerah Gunungkidul dan digunakan sebagai hak pakai atas nama Pemerintah Daerah
Gunungkidul. Lalu, sebagiannya menjadi hak milik Kraton Kasultanan Yogyakarta.

C. Permasalahan Kondisi Bentang Lahan


a. Jalur II (Jalur Bentang Lahan Bagian Tengah Kota Yogyakarta)
1. Stop Site 1: Gardu Pandang Gunung Merapi
Daerah ini merupakan sebuah kawasan pegunungan. Gardu pandang merapi ini
tepat berada di bawah kaki gunung merapi. Wilayah gardu pandang dan sekitarnya
merupakan wilayah yang masuk kedalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) III.
Sebelum erupsi, wilayah gardu pandang dan sekitarnya merupakan pemukiman warga
yang sudah menetap lama di daerah tersebut. Namun erupsi yangterjadi pada tahun 2010
silam yang mengakibatkan banyak korban jiwa. Selain itu, dampak yang terjdi berupa

61
hilangnya daerah tangkap air, sumber mata air, akaerusakan lahan, serta hilangnya batas
kepemilikan lahan. Proses relokasi warga yang tinggal di wilayah KRB III menuju
wilayah KRB II tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan banyak warga yang memiliki mata
pencaharian sebegai peternak sapi ataupun kambing. Banyak pertimbangan dari warga
mengenai bagaimana cara mereka berternak seperti, karena tidak dimungkinkan
mereka berternak dilingkungan dengan kepadatan penduduk yang tinggi tidak mungkin
digunakan untuk pemukiman.

2. Stop Site 2: Spring Belt Pakem


Spring Belt merupakan salah satu kawasan penting karena merupakan tempat
menyimpan air. Akan tetapi, seiring berkembangnya Kecamatan Pakem banyak sarana
dan prasarana yang mulai dibangun untuk menunjang kebutuhan masyarakat.Sarana
dan prasarana tersebut contohnya adalah tempat ibadah. Untuk pembangunan sarana
tersebut, langkah awal yang dilakukan adalah melakukan pengadaan lahan. Proses
pengadaan lahan tentunya akan mengurangi luas dari Spring Belt yang mana akan
terjadi perubahan kondisi fisik pada kawasan tersebut. Hal itu tentunya akan membawa
dampak yang tidak dapat dihindarkan, contohnya adalah berkurangnya pasokan pangan
(beras) karena adanya perubahan penggunaan lahan dari pertanian menjadi lahan non
pertanian.

3. Stop Site 3: Kali Code


Kali Code Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di KotaYogyakarta
serta banyaknya pendatang yang mulai menempati kawasan sungai code sebagai
pemukiman, membuat kawasan sungai code menjadi makin sempit. Banyaknya
penduduk dikawasan sungai code ini menyebabkan terjadinya pencemaran air sungai,
penyempitan badan sungai, tingginya erosi dan sedimentasi, hingga berujung
menyebabkan seringnya terjadi banjir di daerah aliran sungai code. Hal ini dapat terjadi
karena padatnya pemukiman penduduk sungai code yang seharusnya tidak dijadikan
sebagai tempat tinggal. Selain itu, permukiman sungai code juga sering terjadi banjir
lahar dingin dari hulu sungai gunung merapi.

4. Stop Site 4: Gumuk Pasir


Permasalahan yang muncul pada gumuk pasir tak pernah lari dari akibat campur
tangan manusia, seperti halnya terdapat isu dimana ada beberapa pihak yang ingin
62
mengubah tempat ini menjadi lapangan golf, tempat penginapan dan lain sebagainya.
Selain itu pendirian warung dengan tipe bangunan permanen yang pada akhirnya
membuat gumuk pasir sulit berkembang karena terbentuk cekungan pada pembuatan
warung dan pemanfaatan air tanah yang berlebihan.

b. Jalur I ( jalur Bentang Lahan Bagian Barat Kota Yogyakarta)


1. Stop Site 1: Bulak Kayangan
Permasalahan pertama, Bukit Menoreh merupakan lipatan pada permukaan bumiyang
terjadi akibat aktivitas tektonik di dalam bumi. Tenaga tektonik yang merupakan tenaga
ke atas menyebabkan tingkat erosi yang tinggi di permukaan bumi. Untuk menangani
permasalahan erosi yang dapat menyebabkan longsor, pemerintah daerah telah
mengambil kebijakan dengan menjadikan bukit menoreh sebagai kawasan lindung dan
pertanian. Kawasan lindung di perbukitan menoreh dimanfaatkan untuk menanam
tanaman keras merupakan upaya untuk menangani erosi dan bencana tanah longsor.
Sedangkan kawasan pertanian di lereng perbukitan juga dibuat terasering untuk
meminimalisir longsor di wilayah lereng.
Permasalahan kedua, penggunaan lahan yang digunakan untuk kawasan lindung
sekaligus terasering menarik daya pariwisata dan meningkatkan ekonomi masyarakat.
Selain memanfaatkan lahan untuk bertani dan berkebun, masyarakat dapat mengelola
tempat pariwisata di sekitar bukit menoreh. Namun, pemerintah masih kurang
mendukung pariwisata di sekitar bukit menoreh, terlihat dari pembangunan
infrastruktur yang kurang seperti pencahayaan jalan menuju tempat wisata.

2. Stop Site 2: Waduk Sermo


Waduk Sermo terbentuk akibat sesar atau patahan minor secara geologi. Patahan minor
adalah rekahan atau retakan gunung api magma yang mengaikibatkanakuifer bebas dan
akuifer tertekan. Waduk Sermo merupakan akibat yang terjadi dari adanya akuifer
tertekan sehingga terjadi kebocoran berupa air tanah. Adanya patahan minor juga
menandakan adanya pergerakan tektonik yang dapat menyebabkan gempa bumi. Selain
itu, permasalahan lain yang ditemui di area waduk sermo adalahbesarnya laju sedimen
yang masuk ke dalam waduk akibat longsoran dan erosi lahandi sepanjang bibir sungai
yang bermuara ke Waduk Sermo. Hal tersebut dapat berakibat pada pendangkalan pada
kedalaman dan menyebabkan luas waduk berkurang.

63
Permasalahan besarnya laju sedimen yang masuk ke dalam waduk akibat
longsoran dan erosi lahan, berakibat menurunnya umur manfaatnya. Usaha konservasi
untuk mengurangi erosi permukaan lahan dan sedimentasi telah dilakukan oleh Balai
Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Waduk Sermo, masyarakat sekitar, dan
instansi terkait lainnya . Usaha -usaha tersebut antara lain pembuatan saluran di
sekeliling waduk, pembuatan bendungan di sungai- sungai yang masuk kedalam waduk,
pembuatan ruang terbuka hijau, dan penghijauan di area Waduk Sermo.

3. Stop Site 3: Pantai Glagah


Berdasarkan Peta Rawan Bencana Tsunami Kabupaten Kulonprogo yang
dikeluarkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah, daerah zona merah dengan
ketinggian gelombang ±3 meter adalah resiko bencana yang terdapat di daerah Laguna
adalah Tsunami. Resiko terjadinya Tsunami lebih besar karena adanya dua lempeng
besar (Megathrust) di Selatan Jawa seperti yang ada pada gambar diatas.Potensi
tsunami dengan tinggi gelombang 10-15 meter di bibir pantai dan terjadi gempa
megathrust mencapai 8,5-9 skala ricter. Dengan gelombang tsunami di bibir pantai
setinggi itu sangat memungkinkan menenggelamkan daratan NYIA tergantung kondisi
tutupan lahan dan kemiringan lahan di kawasan ini.
Selain itu, adanya resiko abrasi yang diakibatkan karena adanya gelombang laut
tinggi. Masyarakat dan pemerintah daerah pun sudah berupaya mengurangi abrasi
dengan menanam 2000 cemara laut, namun menurut Halik Mahendra, DirekturEksekutif
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta untuk mengahadapi
abrasi tidak cukup hanya dengan cemara laut, harusnya menggunakan mangrove atau
bakau dan yang menjadi kendalanya adalah mangrove tidak bisa hidup di pasir.
Sementara disaat tanaman yang menjadi wind break angin rusak, maka angin yang
bertiup ke daratan akan semakin kencang dan diprediksi akan memperparah abrasi yang
terjadi. Karena di saat angin semakin kencang, maka air laut akan semakin besar dan
bisa sewaktu-waktu menghantam daratan.

c. Jalur III (Jalur Bentang Lahan Bagian Timur Kota Yogyakarta)


Dalam pengamatan yang telah kami lakukan selama PKL, belum ditemukan
sebuahKonflik, Sengketa dan Perkara di setiap lokasi Stopsite yang kami kunjungi, ini
dikarenakan adanya suatu kearifan lokal di Yogyakarta, dimana setiap tanah yang akan
dirubah penggunaan dan pemanfaatannya haruslah terlebih dahulu mendapat izin dari
64
Hamengku Buwono melalui Tokoh Adat didesa/ Perangkat Desa, lalu ke Kecamatan
dan Kabupaten dimana Bupati disini harus mengetahui rencana perubahan penggunaan
suatu tanah tersebut. Setelah itu barulah diteruskan ke Keraton Kesultanan Yogyakarta
dimana Sri Sultan Hamengkubuwana IX harus melalui semedi dulu sebelum mengambil
keputusan. Jadi dalam permasalahan terkait Administrasi Pertanahan belum kami
temukan kasusnya.
Ada beberapa masalah yang kami temukan terkait Kegiatan Pengukuran dan
Pemetaan Bentang lahan yang terdapat pada area yang berlereng-lereng seperti pada
lokasi Bukit Pathuk, Gunung Api Purba Nglanggeran dan Gua Ngingrong dimana
dilokasi tersebut sangat berpotensi akan adanya Longsor serta akan mengalami sedikit
kendala dalam pelaksanaan pengukuran bidang tanah di lokasi yang dataranya miring.

A. Upaya Mengatasi Permasalahan Kondisi Bentang Lahan


a. Jalur II (Jalur Bentang Lahan Bagian Tengah Kota Yogyakarta)
1. Stop Sie 1: Gardu Pandang Gunung Merapi
Pemerintah berupaya untuk merelokasikan daerah di sekitaar gardu pandang
yang masuk kedalam kawasan rawan bencana, selain itu juga pemerintah melalui
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun 7 Sabo
DAM, salah satunya Sabo DAM Kali Gendol. Pembangunan ini bertujuan menahan dan
mengurangi kecepatan aliran lahar yang membawa material vulkanik. Dengan
pembangunan Sabo DAM ini dapat meminimalisir terjadinya banjir pada hilir sungai
serta dapat menjaga kelestarian lingkungan sekitar. Namun pasca erupsi merapi pada
tahun 2010 silam, eksisting Sabo DAM Kali Gendol beralih fungsi menjadi lahan
pertanian. Hal ini terjadi karena belum ada lahar mengalir, sehingga dimanfaatkan oleh
warga sekitar untuk bercocok tanam. Material yang terbawa oleh lahar menjadikan
lahan yang berada di Sabo DAM Kali Gendol menjadi subur karena mengandung
banyak zat organik. Namun, arahan penggunaan lahan pada RTRW menunjukkan Sabo
DAM Kali Gendol merupakan kawasan pemukiman. Hal ini berbanding terbalik
dengan eksisting dan fungsi dari Sabo DAM Kali Gendol yang tidak mungkin
digunakan untuk pemukiman.

2. Stop Site 2: Spring Belt Pakem


Setiap kawasan tentu saja memiliki karakteristik yang berbeda antara kawasan
yang satu dengan kawasan yang lain. Karakteristik yang ada tersebut sering kali
65
menimbulkan beberapa permasalahan. Begitu juga dengan Spring Belt. Berdasarkan
pengalaman pada saat PKL, masalah yang paling menonjol adalah adanya perubahan
kondisi fisik di kawasan Spring Belt yang semula pertanian menjadi non pertanian.
Sebagai seorang insan pertanahan, tentunya kami tidak bisa membiarkannya begitu
saja. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai bentuk untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Upaya tersebut diantaranya adalah melakukan pemetaan,
dimana hanya tanah yang dianggap sudah tidak produktiflah yang dijadikan tempat
untuk membangun sarana dan prasarana yang akan dibangun.

3. Stop Site 3: Kali Code


Melihat padatnya penduduk pada kawasan sungai code, serta potensi terjadi
banjir lahar dingin akibat erupsi gunung merapi serta limpasan air hujan dari hulu,
memerlukan upaya dari setiap masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran sungai code
memiliki saluran drainase yang baik. Di harapkan juga masyarakat sekitar tidak lagi
membangun bangunan baru di kawasan sungai code, karena bangunan itu akan tidak
layak huni. Upaya yang dapat dilakukan juga adalah memulai program penggusuran
rumah dengan penggantian rumah yang sepadan dan layak huni.

4. Stop Site 4: Gumuk Pasir


Gumuk pasir merupakan fenomena alam yang sangat unik dan patut dilestarikan.
Gumuk Pasir Parangtritis pun satu-satunya laboratorium pergerakan pasir di Indonesia.
Maka dari itu perlu adanya upaya nyata dari berbagai pihak untuk meminimalisir
masalah yang terjadi. Pemerintah dan masyarakat harus bekerjasama menjaga dan
menata gumuk pasir karena aktivitas masyarakat yang tidak terarah akan
menghancurkan kawasan tersebut. Tujuan pengelolaan itu sendiri untuk kesejahteraan
masyarakat setempat. Dengan dilestarikannya gumuk pasir, ekonomi masyarakat akan
tetap stabil karena objek wisata tersebut dikelola dengan baiksehingga banyak
wisatawan yang mengunjungi kawasan tersebut

b. Jalur I (Jalur Bentang Lahan Bagian Barat Koyta Yogyakarta)


1. Stop Site 1: Bulak Kayangan
Upaya penanganan masalah di Bulak Kayangan yaitu dengan dilakukan
Kerjasama antara Dinas Pekerjaan Umum dengan Dinas Pariwisata dengan meminta
Dinas Pekerjaan Umum untuk dipasangkan seperti pemantul cahaya di tepi jalan,
66
pemasangan lampu, dan rambu- rambu lalu lintas mengingat jalan menuju Bulak
Kayangan relative curam. Dinas Pariwisata bekerja sama dengan pemerintah desa,
maupun pemerintah kabupaten bersama masyarakat sekitar untuk mengembangkan
potensi wisata yang lain agar masyarakat sekitar juga lebih meningkat taraf ekonomi
dengan adanya pariwisata yang berkembang. Meskipun sektor pariwisata akan terus
berkembang, harus tetap memenuhi aturan dari Dinas Pertanian bahwa jalan usaha tani
di daerah pesawahan lebar jalan hanya 2 – 2,5 meter, dan hanya boleh diperkerasnamun
tidak boleh di aspal dengan tujuan agar tanah pertanian tidak boleh dialih fungsikan.

2. Stop Site 2: Waduk Sermo


Upaya penanganan masalah yang ada di Waduk Sermo adalah dengan
dilakukannya pemantauan terhadap hutan sekitar terhadap flora dan fauna mengingatdi
wilayah Waduk Sermo merupakan sebagai Suaka Margasatwa. Tetap dilakukannya
reboisasi apabila tanaman yang ada di wilayah Waduk Sermo agar terhindar dari
bencana tanah longsor. Waduk yang berperan sebagai irigasi juga harus diatur debit air
yang mengaliri di area pesawahan apabila terjadi hujan lebat waduk tetap bisa
menampung air dan tidak terjadi banjir. Waduk Sermo yang digunakan sebagai tempat
wisata juga harus menyediakan tempat sampah agar para pengunjungtidak membuang
sampah sembarangan.

3. Stop Site 3: PantaI Glagah


Masalah utama di Pantai Glagah adalah abrasi dan tsunami. Untuk mengatasi
masalah tersebut, di Muara Sungai Serang dan Laguna disusun pemecah ombak
berbentuk tetrapod agar ombak dapat langsung diterima oleh pemecah dan ombak
sampai ke daratan dengan perlahan. Selain itu, tetrapod juga berfungsi untuk
melindungi area laut, mencegah pendangkalan, dan melindungi dari abrasi. Selain
disusunnya tetrapod, juga ditanami pohon cemara laut agar menekan abrasi yang terjadi
di Muara Sungai Serang dan Laguna. Selain itu Pemerintah juga memberikan Early
Warning System peringatan dini tsunami. Mengingat adanya pantai yang rawan
tsunami, di sekitar Pantai Glagah tidak terdapat areal pemukiman

c. Jalur III (Jalur Bentang Lahan Bagian Timur Kota Yogyakarta)


Untuk melaksanakan pengukuran pada setiap stopsite dapat menggunakan
pengukuran dengan GPS atau dengan metode fotogrametri untuk memudahkan
67
pengukuran pada bidang yang berbentuk lereng, sedangkan untuk penanggulangan
bencana tanah longsor antara lain:
1. Menghindari pembangunan pemukiman di daerah dibawah lereng yang rawan terjadi
tanah longsor.
2. Mengurangi tingkat keterjangan lereng dengan pengolahan lahan terasering di kawasan
lereng
3. Menjaga drainese lereng yang baik untuk menghindarkan air mengalir dari dalamlereng
keluar lereng
4. Pembuatan bangunan penahan supaya tidak terjadi pergerakan tanah penyebab longsor
5. Penanaman pohon yang mempunyai perakaran yang dalam dan jarak tanam yang tidak
terlalu rapat diantaranya di seling-selingi tanaman pendek yang bisa menjagadrainase
air.
6. Warning system atau teknologi peringatan bencana longsor dengan menciptkan alat-
alat pendeteksi pergerakan tanah yang berisiko akan longsor di daerah-darehlongsor.
Peringatan sebelum longsor bisa dilakukan kepada warga untuk melakukan tindakan
mitigasi bencana.

68
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki berbagai keistimewaan, dari segi
pemerintahan dan tata kelola wisata Yogyakarta secara jelas telah menampilkan ciri
khasnya. Dengan sistem Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten
Pakualaman serta beragam cerita sejarah yang muncul dari Daerah Istimewa Yogyakarta.
Namun tidak hanya tentang hal-hal tersebut, Yogyakarta juga istimewa dari segi alamnya
hingga layak mendapat julukan miniatur Indonesia. Dilihat secara geomorfologiberorientasi
pada aspek genesis pembentukan bentang lahan, Yogyakarta hampir memiliki seluruh
macam bentuk lahan.
Dengan adanya kegiatan PKL 1 Bentang Lahan dapat memberikan pengetahuan
tambahan bagi penulis dan pembaca mengenai berbagai jenis bentang lahan di Yogyakarta.
Ada sembilan macam bentang lahan, pertama bentang lahan asal proses vulkanik yaitu
Gunung api Merapa di Sleman dan Gardu Pandang; bentang lahan asal proses denudasional
yaitu Pegunungan Menoreh di Kulon Progo; bentang lahan asal proses fluvial (aliran sungai)
banyak terdapat di Bantul dan Kulon Progo; bentang lahan asal proses marin (aktivitas laut)
yaitu di pesisir Gunung Kidul, Bantul, dan Kulon Progo; bentang lahan asal proses eolin
(aktivitas angin dan pelapukan) terdapat di sekitar Parangtritis yang berciri berupa gumuk-
gumuk pasir; bentang lahan asal proses solusional (pelarutan batuan) banyak berbentuk
bukit-bukit karst yaitu Gunungsewu di Gunung Kidul; bentang lahan asal proses organik
(hewan dan tumbuhan) seperti adanya terumbu karang teerdapat di pantaipantai Gunung
Kidul dan beberapa di Kulon Progo; bentang lahan asal proses antropogenik (buatan
manusia) dapat berupa bendungan seperti Waduk Sermo dan wilayahperkotaan Yogyakarta
sekitar Malioboro.
Berbagai macam bentang lahan yang ada di Yogyakarta dengan perbedaan di setiap
daerah berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Kehidupan masyarakat
setiap daerah selalu menyesuaikan bentang lahannya, jika daerah tersebut memiliki tanah
yang subur dan perairan bagus maka warga bekerja pada sektor pertanian, jika masyarakat
tinggal di wilayah pesisir pantai maka banyak yang bekerja menjadi nelayan, sedangkan
pada daerah wisata seperti gardu pandang merapi dan gumuk pasir masyarakat menambah
penghasilan dengan berdagang. Pemanfaatan sumber daya alam yang sesuai dengan
keadaan alam tidak akan merusak lingkungan dan justru dapat mendatangkan keuntungan.

69
B. Saran
Pada saat pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Pengenalan Bentang Lahan, alangkah
baiknya saat pemberhentian di setiap stop site diberikan waktu yang cukup panjang dan
lebih dekat dengan objek pengamatan, sehingga dapat melihat situasi sekitar secara
mendetail terkait bentuk lahan yang dituju dan lebih memahami setiap bentang lahan di
setiap lokasi.
Dalam mengurangi potensi konflik, sengketa maupun perkara di setiap stopsite yang
telah kami singgahi, sebaiknya pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tetap menjaga
kearifan lokal yang menjadi dasar dari penentuan setiap perubahan penggunaan tanah
khususnya di daerah wisata serta membangun hubungan baik dengan masyarakat dengan
cara mengundang setiap orang yang berbatasan di lokasi yang mungkin akan dibuat menjadi
tempat wisata dan selalu melibatkan masyarakat serta pemerintah desa setempat dalam
setiap adanya pengembangan tempat wisata ataupun yang lainnya. Karena dengan begitu
akan tercipta keharmonisan administrasi pertanahan yang mana asas Kontradiktur disini
secara tidak langsung telah dilaksanakan sesuai dengan amanat yang dimuat dalam Undang-
undang Pokok Agraria.
Adapun saran kami untuk masyarakat dan pemerintah desa setempat agar senantiasa
menjaga cagar alam dan budaya, karena tempat-tempat yang kami kunjungi sebagian besar
itu terbentuk karena alam dan masyarakat disana memiliki mata pencaharian dengan
menysesuaikan bentang lahan yang terbentuk di setiap stopsite yang kami kunjungi.

70
DAFTAR PUSTAKA
Arnowo, H. (2021). PEMANFAATAN PETA BIDANG TANAH UNTUK MEWUJUDKAN PETA
DESA LENGKAP BERBASIS BIDANG TANAH (Studi Kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten
Toli-Toli). Seminar Nasional Geomatika. https://doi.org/10.24895/sng.2020.0-0.1200
Astuti, F. A., Sungkowo, A., & Muryani, E. (2020). PENILAIAN RELATIF EKOSISTEM GUMUK
PASIR SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI ATAU PERTAMBANGAN DI PANTAI
SELATAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian
(JILK), 1(1). https://doi.org/10.31315/jilk.v1i1.3271
Ayodiya, N. R. P. (2014). Model Kebijakan Permukiman Kampung Code Utara di Tepi Sungai Code.
JURNAL PEMBANGUNAN WILAYAH & KOTA, 10(1). https://doi.org/10.14710/pwk.v10i1.7630
Hidayati, I. (2020). BENTANG LAHAN JAWA BAGIAN TENGAH: Sebuah Catatan Lapangan di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. JURNAL GEOGRAFI Geografi Dan Pengajarannya,
18(2). https://doi.org/10.26740/jggp.v18n2.p145-164
Nuraini, F., Sunarto, S., & Santosa, L. W. (2017). PENGARUH VEGETASI TERHADAP DINAMIKA
PERKEMBANGAN GUMUK PASIR DI PESISIR PARANGKUSUMO. Geomedia: Majalah
Ilmiah Dan Informasi Kegeografian, 14(2). https://doi.org/10.21831/gm.v14i2.13810
Putro, S. T., & Prasetiyowati, S. H. (2020). SEDIMENTASI DI GUMUK PASIR PARANGTRITIS
BERDASARKAN TUTUPAN LAHANNYA. Geomedia: Majalah Ilmiah Dan Informasi
Kegeografian, 18(1). https://doi.org/10.21831/gm.v18i1.30038
Soeprobowati, T. R. (2019). EKOLOGI BENTANG LAHAN. Bioma : Berkala Ilmiah Biologi, 13(2).

71
LAMPIRAN

72
73
74
75
76

Anda mungkin juga menyukai