Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN SPINAL CANAL

STENOSIS LUMBAL DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI DEKOMPRESI


DENGAN GENERAL ANESTESI DI IBS/ BANGSAL RSUD DR. SOEDONO
MADIUN

Tugas ini disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Praktik Klinik Dasar

Dosen Pembimbing : Nia Handayani, S.Tr.Kep., M.K.M

OLEH :

1. Mercy Aninda (2111604005)


2. Muhammad Syohib Ladila (2111604022)
3. Wizrah S. Ismail (2111604038
4. Nesa Anggun Pratiwi (2111604111)
5. Gilang Caesar Ramadhan (2111604118)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN SPINAL CANAL


STENOSIS LUMBAL DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI DEKOMPRESI DENGAN
GENERAL ANESTESI DI IBS/ BANGSAL RSUD DR. SOEDONO MADIUN

Tugas ini disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Praktik Klinik Dasar

Oleh :

1. Mercy Aninda (2111604005)


2. Muhammad Syohib Ladila (2111604022)
3. Wizrah S. Ismail (2111604038)
4. Nesa Anggun Pratiwi (2111604111)
5. Gilang Caesar Ramadhan (2111604118)

Telah diperiksa dan disetujui tanggal……

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

(Ririn Kristiani, S.Kep. NS) (Nia Handayani, S.Tr.Kep., M.K.M)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beraktivitas merupakan hal yang selalu dilakukan oleh manusia, aktivitas
sendiri merupakan kemampuan manusia untuk melakukan kebutuhan untuk dirinya
sendiri seperti makan, minum, bekerja, bersosialisasi dengan masyarakat dan
sebagainya. Banyaknya aktivitas yang dilakukan tanpa disadari dapat menimbulkan
berbagai macam gangguan yang dialami, akibatnya menimbulkan masalah keamanan
anggota gerak tubuh terhadap pola gerak yang dilakukan, misalnya kesalahan posture
yang buruk saat beraktivitas seperti duduk, mengangkat barang yang memiliki bobot
yang berat dan sebagainya. Akibatnya dapat menimbulkan keluhan baru berupa nyeri,
terutama nyeri pada punggung bawah atau Low Back Pain (LBP)
Low Back Pain (LBP) adalah nyeri yang dirasakan didaerah punggung bawah,
diantara sudut iga paling bawah sampai sakrum (Fitrina, 2018). Salah satu penyebab
dari Low Back Pain karena adanya kelainan pada tulang belakang yang disebut Lumbal
Spinal Stenosis (LSS).
Lumbar Spinal Stenosis di tulang belakang merupakan penyakit yang terjadi
karena adanya penyempitan kanal pada tulang yang mengelilingi saraf. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan adanya faktor dari trauma atau penuaan. Penyempitan yang terjadi
di bagian bawah punggung disebut lumbar stenosis, yang menekan saraf dan dapat
menyebabkan rasa sakit, mati rasa, atau kelemahan pada bokong, hingga kaki si
penderita. Ketika penderita melakukan ekstensi trunk, ruang di sekitar saraf semakin
sempit dan membuat gejala yang dirasakan semakin memburuk. Dan apabila
melakukan flexi trunk (pungung bawah) akan membuka ruang dan dapat membuat
gejala yang dirasakan lebih baik (Permanente, 2015).
Di Amerika LSS menjadi salah satu masalah yang sering ditemukan, yang
merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang yang terjadi pada orang berusia
lanjut dengan prevalensi dari 1000 orang berusia diatas 50 tahun. Menjadi penyakit
terbanyak yang melakukan pembedahan pada spinal pada usia lebih dari 60 tahun dan
lebih dari 125.000 prosedure laminektomi dilakukan pada kasus Lumbal Spinal
Stenosis dengan insiden tertinggi terjadi pada pria daripada wanita (Apsari et al., 2016).
B. Rumusan Masalah
“Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien Spinal Canal Stenosis Lumbal
dilakukan tindakan operasi Dekompresi dengan Anestesi General di IBS/Bangsal
RSUD dr. Soedono Madiun?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan dan melakukan Asuhan Kepenataan Anestesi pada
pasien Spinal Canal Stenosis Lumbal di IBS/Bangsal RSUD dr. Soedono Madiun
pada tahun 2023
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum dapat dibuat tujuan khusus sebagai berikut :
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien Spinal Canal Stenosis
Lumbal di IBS/Bangsal RSUD dr. Soedono Madiun pada tahun 2023
b. Mampu mendeskripsikan hasil diagnose keperawatan pada pasien Spinal
Canal Stenosis Lumbal di IBS/Bangsal RSUD dr. Soedono Madiun pada tahun
2023
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada pasien Spinal Canal
Stenosis Lumbal di IBS/Bangsal RSUD dr. Soedono Madiun pada tahun 2023
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien Spinal Canal
Stenosis Lumbal di IBS/Bangsal RSUD dr. Soedono Madiun pada tahun 2023
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien Spinal Canal
Stenosis Lumbal di IBS/Bangsal RSUD dr. Soedono Madiun pada tahun 2023

D. Metode
Dalam penulisan laporan asuhan kepenataan anestesi ini penulis menggunakan
metode deskriptif dan metode kepustakaan. Metode deskriptif yaitu tipe studi kasus
dengan pendekatan proses keperawatan, teknik yang digunakan dalam pengumpulan
data yaitu dengan wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik. Sumber data yang
diperoleh atau digunakan adalah data primer yang didapat langsung dari klien dan data
sekunder yang didapat dari keluarga, tenaga kesehaan dan dokumen hasil pemeriksaan
penunjang lainnya. Metode kepustakaan yang digunakan oleh penulis adalah dengan
mempelajari jurnal penelitian dan buku dengan sumber yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan Spinal Canal Stenosis Lumbal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Spinal Canal Stenosis Lumbal


1. Definisi
Kanalis spinalis atau kanalis vertebralis merupakan rongga di dalam tulang
belakang yang dilalui oleh medula spinalis (Kamus Kesehatan, 2014). Terdapat tiga
bagian dari kanal spinal yaitu, bagian atas atau spinal servikal, bagian tengah yang
disebut dengan spina toraks, dan spina lumbar yang berada di bawah (Eck, 2014).
Stenosis spinal adalah penyempitan abnormal pada kanal tulang belakang (kanal
spinalis) yang mungkin terjadi di salah satu daerah tulang belakang. Penyempitan
ini menempatkan tekanan pada saraf dan sumsum tulang belakang dan dapat
menyebabkan nyeri (Kamus Kesehatan, 2014).
Spinal Canal Stenosis Lumbal merupakan kelainan medis yang umum terjadi
pada populasi dengan usia lanjut, dan ditandai oleh penyempitan kanal tulang
belakang lumbar dan saluran akar saraf yang menyebabkan kompresi struktur saraf
dan pembuluh darah di kanal (Deasy, JoAnn, et. al., 2015). Pengertian Stenosis
kanal lumbal dalam Emilya Jufiyanti (2019) yaitu penyempitan osteoligamentous
kanalis vertebralis dan atau foramen intervertebralis yang menghasilkan penekanan
pada akar saraf sumsum tulang belakang. Kanalis vertebral tubular berisi sumsum
tulang belakang, meninges, akar saraf tulang belakang, dan pembuluh darah. Spinal
Canal Stenosis Lumbal merupakan suatu kondisi penyempitan kanalis spinalis atau
foramen intervertebralis pada daerah lumbar disertai dengan penekanan akar saraf
yang keluar dari foramen tersebut (Indah, Putu, dkk., 2016).

Gambar 1. Spinal Canal Stenosis Lumbal. Sumber (Guy R. Fogel, 2021)


2. Etiologic
Beberapa kondisi yang mendasari terjadinya lumbar spinal canal stenosis yaitu:
a. Pertumbuhan berlebih pada tulang.
b. Ligamentum flavum hipertrofi
c. Prolaps diskus
Sebagian besar kasus stenosis kanal lumbal adalah karena progresif tulang dan
pertumbuhan berlebih jaringan lunak dari arthritis. Risiko terjadinya stenosis
tulang belakang meningkat pada orang yang:
a. Terlahir dengan kanal spinal yang sempit
b. Jenis kelamin wanita lebih beresiko daripada pria
c. Usia 50 tahun atau lebih (osteofit atau tonjolan tulang berkaitan dengan
pertambahan usia)
d. Pernah mengalami cedera tulang belakang sebelumnya (J, Lurie, et. al., 2016)

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan stenosis spinalis bergantung
dari letak terbentuknya stenosis (penyempitan) pada kanal spinal serta seberapa
parah penyakitnya (Eck, 2014). Beberapa tanda gejala yang mungkin muncul yaitu:
a. Myelopathy
b. Mati rasa pada ekstremitas
c. Nyeri punggung bawah
d. Nyeri pada ekstremitas
e. Kesemutan pada ekstremitas
f. Kelemahan atau kram pada bagian lengan atau kaki. (Eck, 2014)
I Putu Suyasa (2018) menyebutkan bahwa gejala stenosis lumbal yang paling
sering adalah nyeri pinggang bawah, radikulopati dengan klaudikasio neurologis,
kelemahan motorik, parestesi, dan gangguan saraf sensorik. Gejala mungkin
berbeda tergantung jenis lumbar spinal canal stenosis. Jika lumbar spinal canal
stenosis central, dimungkinkan adanya keterlibatan daerah antara sendi facet, dan
nyeri mungkin bilateral dengan distribusi nondermatomal. Stenosis resesif lateral,
gejala biasanya ditemukan secara dermatomal karena adanya kompresi saraf
tertentu, menyerupai radikulopati unilateral. Gerakan fleksi, duduk, membungkuk,
atau berbaring dapat mengurangi ketidaknyamanan, sedangkan berdiri dalam waktu
yang lama atau ekstensi lumbar bisa memperberat rasa sakit. Duduk atau berbaring
menjadi kurang efektif dalam mengurangi nyeri, dan nyeri pada saat istirahat atau
neurogenic bladder dapat berkembang pada kasus yang parah. Nyeri neurogenik
claudation adalah gejala klasik lumbar spinal canal stenosis, yang disebabkan oleh
kongesti pada vena dan hipertensi di sekitar nerve root. Nyeri akan diperberat
dengan posisi berdiri tegak dan menyebabkan ambulasi menurun, tetapi dapat
diatasi dengan berbaring dengan posisi lebih supinasi dari pada pronasi, duduk,
jongkok, dan fleksi lumbal.
Secara umum gejala yang muncul pada Stenosis spinal menurut I Putu Suyasa
(2018) yaitu sebagai berikut:
a. Nyeri pinggang dan / atau kaki (bilateral atau unilateral) muncul setelah
pasien berjalan dalam jarak yang terbatas; Gejala memburuk apabila
aktivitas berjalan dilanjutkan
b. Kaki terasa lemas atau mati rasa, dengan atau tanpa disertai nyeri pinggang
c. Fleksi mengurangi gejala
d. Tidak ada defisit neurologis
e. Nyeri tidak muncul saat mengangkat kaki lurus; Rasa sakit direproduksi
dengan ekstensi tulang belakang yang berkepanjangan dan membaik
sesudahnya setelah tulang belakang difleksikan
f. Bukti radiologis: Perubahan hipertrofik, penyempitan diskus, penyempitan
ruang interlaminar, hipertrofi pada facet, dan tanda-tanda degeneratif
g. Spondylolisthesis (L4-L 5)

4. Klasifikasi
Putu Indah, dkk., (2016) menyebutkan bahwa kalsifikasi spinal canal stenosis
lumbar dibagi berdasarkan etiologi dan anatomi. Berdasarkan etiologi lumbar
spinal canal stenosis dapat dibagi menjadi stenosis primer dan sekunder.
a. Stenosis Primer:
1) Defek kongenital dibagi menjadi:
a) Disrapismus spinalis;
b) Segmentasi vertebra yang mengalami kegagalan;
c) Stenosis intermiten (d’Anquin syndrome).
2) Perkembangan
a) Kegagalan pertumbuhan tulang, seperti: Akondroplasia; Morculo
disease; Osteopetrosis; Eksostosis herediter multipel.
b) Idiopatik yaitu hipertrofi tulang pada arkus vertebralis.
b. Stenosis Sekunder:
1) Degeneratif yaitu degeneratif spondilolistesis;
2) Iatrogenik yaitu post-laminektomi, post-artrodesis, postdisektomi;
3) Akibat kumpulan penyakit yaitu akromegali, paget diseases, fluorosis,
ankylosing spondylitis;
4) Post-fraktur;
5) Penyakit tulang sisitemik;
6) Tumor baik primer maupun sekunder.

Berdasarkan anatomi lumbar spinal canal stenosis dapat dibagi menjadi:

a. Sentral stenosis
Biasanya terjadi pada tingkat diskus sebagai hasil dari pertumbuhan berlebih
sendi facet terutama aspek inferior prosesus articularis vertebra yang lebih ke
cranial serta penebalan dan hipertrofi ligamentum falvum.
b. Lateral stenosis
Lateral stenosis dapat mengenai daerah resesus lateralis dan foramen
intervertebralis. Stenosis resesus lateralis yang terjadi sebagai akibat dari
perubahan degeneratif sama halnya dengan central spinal stenosis,
mempengaruhi kanal akar saraf pada tingkat diskus dan aspek superior
pedikel.
c. Foraminal stenosis
Foraminal stenosis paling sering terjadi di tingkat diskus, biasanya dimulai
dari bagian inferior foramen. Stenosis jenis ini menjadi penting secara klinis
walaupun hanya melibatkan aspek superiornya saja pada level intermediet,
karena pada level ini akar saraf keluar dari bagian lateral, sebelah inferior
pedikel dimana dia bisa ditekan oleh material diskus atau tulang yang
mengalami hipertrofi yang membentuk osteofit dari aspek inferior vertebra
chepalis atau dari prosesus artikularis superior vertebra caudalis.
d. Ekstraforaminal stenosis
Kebanyakan karena akar saraf pada L5 terjebak oleh osteofit, diskus,
prosesus transversus, atau articulatio sacroilliacal.

5. Peemriksaan Diagnostik/ Pemeriksaan Penunjang Terkait


Penegakan diagnosa stenosis lumbar harus didukung dengan beberapa hasil dari
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menentukan stenosis lumbal menurut Putu Indah, dkk., (2016) yaitu sebagai
berikut:
a. X-ray
Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna
untuk menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk
foramina intervertebralis dan facet joint, menunjukkan spondilosis,
spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis, dan spondilolistesis.
b. CT Scan
CT Scan dinyatakan efektif untuk mengevaluasi tulang, khususnya di aspek
resesus lateralis. Selain itu dia bisa juga membedakan mana diskus dan mana
ligamentum flavum dari kantongan tekal diskus lateralis yang mengarahkan
kecurigaan kita kepada lumbar stenosis, serta membedakan stenosis sekunder
akibat fraktur. Harus dilakukan potongan 3 mm dari L3 sampai sambungan
L5-S1. Namun derajat stenosis sering tidak bisa ditentukan karena tidak bisa
melihat jaringan lunak secara detail.
c. MRI
MRI merupakan pemeriksaan gold standart diagnosis lumbar stenosis dan
perencanaan operasi. Kelebihannya adalah bisa mengakses jumlah segmen
yang terkena, serta mengevaluasi bila ada tumor, infeksi bila dicurigai. Selain
itu bisa membedakan dengan baik kondisi central stenosis dan lateral
stenosis. Bisa mendefinisikan flavopathy, penebalan kapsuler, abnormalitas
sendi facet, osteofit, herniasi diskus atau protrusi. Ada atau tidaknya lemak
epidural, dan kompresi teka dan akar saraf juga bisa dilihat dengan baik.
Potongan sagital juga menyediakan porsi spina yang panjang untuk mencari
kemungkinan tumor metastase ke spinal. Kombinasi potongan axial dan
sagital bisa mengevaluasi secara komplit central canal dan neural foramen.
Namun untuk mengevaluasi resesus lateralis diperlukan pemeriksaan
tambahan myelografi lumbar dikombinasi dengan CT scan tanpa kontras.

6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan dari spinal canal stenosis lumbal dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan terapi konservatif dan terapi operatif. Berikut beberapa contoh
dari terapi konservatif dan terapi operatif menurut Putu Indah, dkk., (2016):
a. Penatalaksanaan terapi
1) Lumbar Corset-type
Korset dapat digunakan untuk mobilisasi, meskipun manfaatnya
kontroversial. Korset lumbosakral tidak memberikan keuntungan jangka
panjang. Korset dapat membatasi tekanan di cakram dan mencegah gerakan
ekstra di tulang belakang. Tetapi juga dapat menyebabkan otot punggung
dan perut melemah. Biasanya pemakaian korset dianjurkan selama satu
hingga dua minggu.
2) Obat anti-inflamasi.
Karena rasa nyeri stenosis disebabkan oleh tekanan pada saraf tulang
belakang, mengurangi inflamasi (pembengkakan) di sekitar saraf dapat
meredakan nyeri. Nonsteroid antiinflammatory drugs (NSAID) awalnya
memberikan penghilang rasa sakit. Ketika digunakan selama 5-10 hari,
mereka juga dapat memiliki efek anti inflamasi.
3) Injeksi steroid.
Kortison adalah anti inflamasi kuat. Suntikan kortison pada sekitar saraf
atau di "ruang epidural" bisa mengurangi pembengkakan dan rasa sakit.
Tetapi sebetulnya tidak dianjurkan untuk menerima ini, karena pemberian
yang lebih dari 3 kali per tahun. Suntikan ini lebih cenderung untuk
mengurangi rasa sakit dan mati rasa namun bukan mengurangi kelemahan
pada kaki.
4) Akupuntur
Akupuntur dapat membantu dalam mengobati rasa sakit untuk kasus-kasus
yang kurang parah. Meskipun sangat aman, namun kesuksesan pengobatan
ini secara jangka panjang belum terbukti secara ilmiah
b. Penatalaksanaan operatif
Terapi operatif dilakukan jika memiliki indikasi yaitu, gejala neurologis
yang bertambah berat, defisit neurologis yang progresif, ketidakamampuan
melakukan aktivitas sehari-hari dan menyebabkan penurunan kualitas hidup,
serta terapi konservatif yang gagal.
1) Laminektomi dekompresi
Prosedur yang paling standar dilakukan adalah laminektomi dekompresi.
Laminektomi adalah prosedur bedah yang dilakukan untuk mengurangi
tekanan pada sumsum tulang belakang atau akar saraf tulang belakang yang
dipengaruhi oleh stenosis tulang belakang. Kanalis tulang belakang
dipersempit oleh stenosis tulang belakang yang kemudian menimbulkan
sejumlah tekanan pada sumsum tulang belakang yang dipenuhi dengan
saraf. Prosedur ini membutuhkan pembedahan untuk mengeluarkan tulang
dan/atau jaringan yang memengaruhi seberapa banyak tekanan yang
diberikan pada tulang belakang. Selain itu, Laminektomi juga merupakan
opsi lain untuk mengobati cedera pada tulang belakang, dan piringan sendi
hernia, juga dikenal sebagai piringan sendi bergeser dan tumor tulang
belakang. Standar laminektomi dekompresi adalah membuang lamina dan
ligamentum flavum dari tepi lateral satu resesus lateralis sampai melibatkan
level transversal spina. Semua resesus lateralis yang membuat akar saraf
terperangkap harus didekompresi.

7. Komplikasi
Komplikasi Stenosis Spinal yaitu :
1) Mati rasa di tangan atau tungkai
2) Gangguan keseimbangan
3) Inkontinensia urine
4) Kelumpuhan.

8. Pemeriksaan fisik B1-B6


Pemeriksaan fisik meliputi B6 antara lain, breathing, blood, brain, bladder,
bowel dan bone:
1) Breathing (nafas)
Sistem respirasi pasien belum sadar dilakukan evaluasi seperti pola nafas,
tanda-tanda obstruksi, pernafasan cuping hidung, frekuensi nafas,
pengerakan rongga dada: apakah simetris atau tidak, suara nafas tambahan:
apakah tidak ada obstruksi total, udara nafas yang keluar dari hidung, sianosis
pada ekstremitas, auskultasi: adanya wheezing atau ronkhi.
2) Blood (darah) Sistem kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler dinilai tekanan darah, nadi, perfusi perifer, status
hidrasi (hipotermi + syok) dan kadar Hb.
3) Brain (otak) Sistem SSP
Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow
Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan TIK 4
4) Bladder (kandung kemih)
Sistem urogenitalis Pada sistem urogenitalis diperiksa kualitas, kuantitas,
warna, kepekatan urine, untuk menilai: apakah pasien masih dehidrasi,
apakah ada kerusakan ginjal saat operasi, gagal ginjal akut (GGA).
5) Bowel (usus): sistem gastrointestinalis
Pada sistem gastrointestinalis diperiksa: adanya dilatasi lambung. tanda-
tanda cairan bebas, distensi abdomen, perdarahan lambung post operasi,
obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, misalnya: hepar, lien,
pancreas, dilatasi usus halus. Pada pasien post operasi mayor sering
mengalami kembung yang mengganggu pernafasan, karena pasien bernafas
dengan diafragma.
6) Bone (tulang): sistem musculoskeletal Pada sistem musculoskeletal dinilai
adanya tanda-tanda sianosis, warna kuku, perdarahan post operasi, gangguan
neurologis: gerakan ekstremitas.

Data pengkajian pasien post operasi menurut American Society of Post


Anesthesia Nurses (ASPAN) dalam (Bardero et al., 2005): jalan nafas, pernafasan,
sirkulasi, kardiovaskuler (kecepatan dan irama EKG, tekanan darah, suhu dan
keadaan kulit pernafasan (kecepatan, irama, bunyi nafas (auskultasi paru), oksimetri
nadi, jalan nafas, dan sistem pemberian oksigen), neurologis (respon tehadap
stimulus, bisa mengikuti perintah dan gerakan ekstremitas), ginjal (asupan dan
haluaran, jalur intravena dan infuse, irigasi dan drain dan kateter).

B. Konsep Teori General Anestesi


1. Definisi
General anestesi atau anestesi umum adalah menghilangkan kesadaran dengan
pemberian obat-obat tertentu, tidak merasakan sakit walaupun diberikan
rangsangan nyeri, dan bersifat reversible. Kemampuan untuk mempertahankan
fungsi ventilasi hilang, depresi fungsi neuromuscular, dan juga gangguan
kardiovaskular (ASA, 2019)
General Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan nyeri secara sentral
dengan disertai hilangnya kesadaran namun bersifat pulih kembali (reversible) yang
meliputi trias anestesi yaitu pasien kehilangan kesadaran (hipnotik), pasien terbebas
dari rasa nyeri saat pembedahan (analgetik), dan pasien mengalami kelumpuhan
otot (relaksasi) (Mangku, 2013). Sedangkan menurut Morgan (2013), general
anestesi merupakan berubahnya status fisiologis yang juga disertai dengan
hilangnya kesadaran, tanpa merasakan sakit dari seluruh tubuh, hilang ingatan, dan
beberapa derajat relaksasi otot. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa general
anestesi adalah tindakan yang menyebabkan panderita atau pasien tidak sadar
dengan menggunakan obat-obatan tertentu akan tetapi dapat disadarkan kembali.

2. Teknik
Katzung (2015) membagi anestesi umum menjadi tiga sesuai sediaan obat,
yaitu:
a. Anestesi Inhalasi
Anestetik volatil (halotan, enfluran, isofluran, desfluran, sevfluran)
memiliki tekanan uap yang rendah dan titik didih demikian tinggi sehingga
mereka mereka mencair pada suhu kamar (20℃), sedangkan anestesi gas
(nitrous oxide, xenon). Anestesi volatil diperlukannya alat penguap
(vaporizer) dikarenakan memiliki karakteristik khusus. Anestesi inhalasi
yaitu agen volatil serta gas diambil melalui pertukaran gas dialveoli paru-
paru
b. Anestesi intravena
Anestesi intravena digunakan untuk memfasilitasi induksi cepat dan telah
menggantikan anestesi inhalasi sebagai metode yang disukai untuk anestesi
pediatrik. Anestesi intravena yang digunakan untuk induksi anestesi umum
bersifat limfolik (otak, sumsum tulang belakang), yang mampu
menyumbang onset yang cepat. Agen anestesi intravena yang biasa
digunakan yaitu: dexametason, etomidat, ketamin, benzodiazepam
(diazepam, lorazepam, midazolam), propofol, dan barbiturat (tiopental,
methohexital)
c. Anestesi seimbang
Anestesi seimbang mirip dengan anestesi inhalasi, anestesi intravena yang
tersedia saat ini bukan merupakan anestesi yang ideal untuk menimbulkan
lima efek yang diinginkan. Sehingga digunakan anestesi seimbang dengan
beberapa obat (anestesi inhalasi, sedatif, hipnotik, opioid, dan agen
neuromuscular blocking) untuk meminimalkan efek yang tidak diinginkan.

3. Indikasi dan Kontraindikasi


Pasien yang menjalani prosedur pembedahan yang membutuhkan relaksasi
dalam untuk jangka waktu yang lama paling cocok untuk anestesi umum selama
tidak ada kontraindikasi. Pembedahan yang tidak dapat dianestesi secara adekuat
dengan anestesi lokal atau regional membutuhkan anestesi umum. Operasi yang
cenderung mengakibatkan kehilangan darah yang signifikan atau di mana
pernapasan akan terpengaruh memerlukan anestesi umum. Pasien yang tidak
kooperatif juga lebih baik dirawat dengan anestesi umum bahkan untuk prosedur
yang lebih kecil.
Tidak ada kontraindikasi mutlak untuk anestesi umum selain penolakan pasien.
Namun, ada banyak kontraindikasi relatif. Kontraindikasi relatif meliputi:
1) Pasien dengan kondisi medis yang tidak dioptimalkan sebelum operasi
elektif
2) Pasien dengan kesulitan jalan napas, atau penyakit penyerta signifikan
lainnya (stenosis aorta berat, penyakit paru signifikan, CHF, dll.), menjalani
prosedur yang dapat dilakukan dengan atau teknik neuraksial, oleh karena
itu, hindari manipulasi jalan napas dan perubahan fisiologis yang terkait
dengan anestesi umum.

Meskipun bukan kontraindikasi untuk anestesi umum, sangat penting untuk


menentukan apakah pasien memiliki riwayat pribadi, atau keluarga, hipertermia
maligna dan defisiensi pseudokolinesterase karena kondisi medis ini memerlukan
perencanaan lanjutan untuk meminimalkan morbiditas dan mortalitas pasien jika
memerlukan anestesi umum.

4. Komplikasi
Menurut Butterworth, Mackey & Wasnick (2013), Pramono (2015) dan
Gwinnutt (2011) komplikasi pasca general anestesi yang dapat terjadi yaitu:
a. Komplikasi pernapasan
Komplikasi paru pasca operasi atau Post Operative Pulmonary
Complication (PPC) merupakan komplikasi terkait dengan sistem
pernafasan. Komplikasi ini merupakan keadaan yang dapat menyebabkan
perawatan lanjut setelah operasi seperti perawatan di unit perawatan intensif
atau memperpanjang waktu perawatan di rumah sakit setelahoperasi
(Hadder, 2013).
1) Hipoventilasi
Hipoventilasi dapat terjadi akibat adanya seperti: kelebihan cairan atau
emboli paru, henti jantung, atelektasis, komplikasi yang mendasarinya
penyakit pernapasan seperti asma atau COPD. Pasien yang mengalami
hipoventilasi berlanjut akan menyebabkan komplikasi hiposekmia
akibat kurangnya suplai oksigen yang ada dalam darah (Hadder, 2013).
2) Ateletaksis paru
Atelektasis paru, kolaps atau gangguan fungsi paru merupakan keadaan
yang sering terjadi pada pasien pasca general anestesi. Atelektasis
menghasilkan pengurangan kapasitas residu fungsional, yang berkurang
terhirup volume oksigen. Atelektasis dapat menyebabkan komplikasi
pneumotoraks (Kuukasjärvi, Laurikka & Tarkka 2010).
3) Aspirasi paru
Keadaan ini dapat terjadi pada kondisi pasien pasca general anestesi
umum. Faktor-faktor risiko ini termasuk operasi darurat, anestesi umum,
ahli anestesi dan pasien yang tidak berpengalaman alasan tergantung
seperti kurang puasa, pengosongan lambung tertunda atau hipersekresi
lambung (Murola, 2014)
b. Komplikasi kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi yaitu: hipotensi, aritmia,
bradikardi, dan hipertensi pulmonal. Hipotensi disebabkan akibat
hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan, overdosis obat anestetika,
penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia, hipertensi, dan
relaksasi hipersensitivitas obat induksi, obat pelumpuh otot dan reaksi
transfusi (Butterworth, Mackey & Wasnick 2013).
c. Komplikasi neurologi
Cedera saraf perifer yang paling sering terjadi adalah neuropati ulnar.
Gejala-gejala awal sebagian besar seringkali terlihat lebih dari 24 jam
setelah prosedur pembedahan dan mungkin telah terjadi saat pasien yang
berada pada bangsal rumah sakit saat pasien sedang tertidur. Cedera saraf
perifer lainnya lebih berhubungan dekat dengan pengaturan posisi atau
prosedur pembedahan. Cedera ini terjadi pada saraf peroneus, pleksus
brakialis, atau saraf femoralis dan skiatika. Kemudian penekanan eksternal
pada saraf dapat membahayakan perfusinya, merusak integritas selularnya,
dan pada akhirnya menimbulkan edema, iskemia, dan nekrosis (Pramono,
2015)
d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Gangguan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi akibat
adanya hipovolemia, perdarahan, mual muntah pada saat intra anestesi
(Akhtar, dkk, 2013). Gangguan hipovolemia dapat mengakibatkan
terjadinya takikardi, ketidakedekauatan urine output serta hipotensi
(Gwinnut, 2011).
e. Komplikasi gastrointestinal
Mual muntah pasca general anestesi atau PONV (Post Operative Nausea
And Vomitus) merupakan komplikasi terbanyak pascaanestesia. Keadaan ini
terjadi akibat penggunaan anestesi inhalasi sehingga menimbulkan mual
muntah pasca bedah (Butterworth, 2013). Kondisi ini menyebabkan
penundaan pemulangan pasien dari rumah sakit sehingga meningkatkan
biaya perawatan pasien sehingga PONV harus ditangani secara serius untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang dapat terjadi (Gwinnutt, 2011).

C. Konsep Toeri Asuhan Kepenataan Anestesi


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari sebuah proses keperawatan. Pada tahap
pengkajian terjadi proses pengumpulan data. Berbagai data yang dibutuhkan baik
wawancara, observasi, atau hasil laboratorium dikumpulkan oleh petugas
keperawatan. Pengkajian memiliki peran yang penting, khususnya ketika ingin
menentukan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan,
implementasi keperawatan, serta evaluasi keperawatan (Prabowo, 2017).
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam meberikan asuhan keperawatan
sesai dengan kebutuhan individu (klien). Oleh karena itu pengkajian yang benar,
akurat, lengkap, dan sesuai dengan kenyataan sangat penting dalam merumuskan
suatu diagnosis keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan respon individu, sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik
keperawatan dari American Nursing Association (ANA).
a. Data subjektif
Data subjektif ialah data yang merupakan ungkapan keluhan klien secara
langsung dari klien maupun tidak langsung melalui orang lain yang mengetahui
keadaan klien secara langsung dan menyampaikan masalah yang terjadi kepada
perawat berdasarkan keadaan yang terjasi pada klien.
b. Data objektif
Data Objektif ialah data yang diperoleh perawat secara langsung melalui
observasi dan pemeriksaan pada klien. Selanjutnya dalam hal yang dilakukan
dalam pengkajian ialah melihat sumber data keperawatan. Yaitu yang teridiri
dari sumber data primer, sumber data subjektif, dan yang terakhir ialah sumber
data lainnya. Dalam pengkajian melalui sumber data primer Klien adalah
sebagai sumber utama data (primer) dan perawat dapat menggali informasi yang
sebenarnya mengenai masalah kesehatan klien.

2. Masalah Kesehatan anestesi


a. Pre anestesi
1) Ansietas berhubungan dengan ancaman actual atau persepsi ancaman
terhadap integritas biologis, sekunder akibat prosedur invasive
2) Gangguan rasa nyaman yeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
spasme otot refleks akibat gangguan muskuloskeletal gangguan spinalis
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
cedera medula spinalis
b. Post anestesi
1) Gangguan rasa nyaman yeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
spasme otot refleks akibat operasi
2) Risiko jatuh berhubungan dengan efek sedative obat-obatan anestesi
3) Risiko infeksi berhubungan dengan masuknya organisme sekunder akibat
adanya jalur invasive
4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi biasa,
sekunder akibat nyeri
5) Deficit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan otot
akibat post operasi

3. Rencana intervensi
a. Pre anestesi
1) Dx : Ansietas berhubungan dengan ancaman actual atau persepsi ancaman
terhadap integritas biologis, sekunder akibat prosedur invasive
Tujuan : NOC: Tingkat ansietas, koping, kendali impuls
Kriteria hasil:
• Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
• Perilaku gelisah menurun
• Perilaku tegang menurun
• Konsentrasi membaik
• Pola tidur membaik
• TTV dalam rentang normal
Intervensi : NIC: Penurunan Ansietas, Pengendalian Impuls
O:
• Kaji vital sign pada pasien
• Kaji tingkat kecemasan pada pasien (ringan, sedang, berat, atau panik)
• Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
• Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi, waktu, stresor)
T:
• Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
• Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
• Pandu pasien untuk mengalihkan kecemasan dengan teknik distraksi
dan relaksasi (mendengarkan musik yang disukai, meditasi, napas
dalam, relaksasi otot progresif)
E:
• Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia
(mis: musik, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
• Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama pasien, jika perlu
• Berikan informasi dan penjelasan tentang diagnose, prognosis dan
tindakan
C:
• Kolaborasi dengan dokter terkait pemberian obat-obatan untuk
mengurangi kecemasan (antiansietas)
2) Dx : Gangguan rasa nyaman yeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
dan spasme otot refleks akibat gangguan muskuloskeletal gangguan spinalis
Tujuan : NOC : Tingkat Nyeri, Pengendalian Nyeri
Kriteria hasil :
• Keluhan nyeri menurun
• Meringis menurun
• Gelisah menurun
• TTV dalam batas normal
Intervensi : NIC: Penatalaksanaan Nyeri, Penatalaksanaan Medikasi
O:
• Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
• Identifikasi skala nyeri
• Identifikasi respon nyeri non verbal
• Identifikasi faktor yang memperberat dan meringankan nyeri
• Identifikasi TTV
• Monitor keberhasilan terapi yang sudah diberikan
• Monitor efek samping penggunaan analgetik
T:
• Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
misalnya dengan teknik distraksi atau relaksasi
• Kontrol lingkungan yang memperberat rasanyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,kebisingan)
• Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
E:
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
• Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
• Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
C:
• Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian analgetik, jika
diperlukan
3) Dx : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular cedera medula spinalis
Tujuan : NOC : Pergerakan Sendi : Aktif, Tingkat Mobilitas
Kriteria hasil :
• Pasien mampu memperagakan penggunaan alat bantu
• Pasien mengerti tujuan dari peningkatan mobilisasi

Intervensi : NIC: Ambulasi
O:
• Monitor TTV pasien
• Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
• Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
• Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
• Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

T:

• Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai


kemampuan
• Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs pasien, jika perlu Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi
• Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis: tongkat, kruk)

E:

• Ajarkan pasien tentang Teknik mobilisasi


• Ajarkan pasien Latihan ROM
• Ajarkan pasien bagaimana mengubah posisi dan berikan bantuan, jika
diperlukan
• Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis: berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

C:

• Kolaborasi dengan fisioterapi terkait pemberian terapi mobilitas jika


diperlukan
b. Post anestesi
1) Dx : Gangguan rasa nyaman yeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
dan spasme otot refleks akibat operasi
Tujuan : NOC : Tingkat Nyeri, Pengendalian Nyeri
Kriteria hasil :
• Keluhan nyeri menurun
• Meringis menurun
• Gelisah menurun
• TTV dalam batas normal
Intervensi : NIC: Penatalaksanaan Nyeri, Penatalaksanaan Medikasi
O:
• Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
• Identifikasi skala nyeri
• Identifikasi respon nyeri non verbal
• Identifikasi faktor yang memperberat dan meringankan nyeri
• Identifikasi TTV
• Monitor keberhasilan terapi yang sudah diberikan
• Monitor efek samping penggunaan analgetik
T:
• Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri misalnya
dengan teknik distraksi atau relaksasi
• Kontrol lingkungan yang memperberat rasanyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,kebisingan)
• Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
E:
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
• Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
• Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
C:
• Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian analgetik, jika
diperlukan
2) Dx : Risiko jatuh berhubungan dengan efek sedative obat-obatan anestesi
Tujuan : : NOC: Pengontrolan Risiko, Status Keselamatan (Peristiwa
Jatuh, Perilaku Keselamatan)
Kriteria hasil :
• Risiko jatuh menurun
• Peristiwa jatuh menurun
• Keselamatan saat bergerak meningkat
Intervensi : NIC: Pencegahan Jatuh
O:
• Kaji dan pantau Gerakan pasien untuk mengetahui apakah dapat
menimbulkan risiko jatuh
• Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis:
lantai licin, penerangan kurang)
• Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis: fall morse scale,
humpty dumpty scale), jika perlu
• Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
T:
• Pasang bedsiderel pada bed pasien dan letakkan alat bantu (kursi roda)
dekat dengan bed pasien
• Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
• Damping pasien saat di ruang pemulihan dan pertahankan posisi
supinasi pasien dengan bagian kepala ditinggikan
E:
• Anjurkan memanggil perawat atau keluarga jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
• Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
• Edukasi pada keluarga pasienn terkait penanganan risiko jatuh untuk
mencegah risiko jatuh pada pasien
• Instrusikan keluarga agar selalu mendampingi pasien saat memenuhi
kebutuhan pasien
C:
• Kolaborasi dengan petugas terkait pemberian gelang kuning pada
pasien
3) Dx : Risiko infeksi berhubungan dengan masuknya organisme sekunder
akibat adanya jalur invasive
Tujuan : NOC : Tingkat Keparahan Infeksi, Status Imun
Kriteria hasil :
• Mengetahui faktor tanda dan gejala infeksi.
• Mengetahui status imun pasien.
• Mengetahui tingkat keparahan infeksi.
• Mengurangi resiko infeksi.
• Mengetahui faktor penyebab infeksi.
Intervensi : NIC : Pengontrolan Infeksi, Perawatan Luka
O:
• Kaji tingkat keparahan infeksi
• Kaji faktor tanda dan gejala infeksi
• Kaji faktor penyebab infeksi.
• Kaji status imun pasien.
T:
• Berikan obat antibiotik kepada pasien sesuai anjuran dokter
• Dorong peningkatan asupan kalori dan protein guna menjaga imun
pasien
E:
• Ajarkan mengenai tanda dan gejala dari infeksi.
• Ajarkan terkait yang menjadi penyebab dari infeksi
• Ajarkan pada pasien mengenai penjagaan kebersihan sekitar post
operatif
C:
• Kolaborasikan kepada dokter ataupun perawat terkait penanganan
infeksi dan pemberian obat antibiotik pada pasien
4) Dx : Gangguan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi
biasa, sekunder akibat nyeri
Tujuan : NOC: Istirahat, Tidur, Dan Kesejahteraan
Kriteria Hasil :
• Keluhan sulit tidur pasien menurun
• Keluhan istirahat yang tidak cukup menurun
• Keluhan tidak puas tidur menurun
Intervensi : NIC : Peningkatan Tidur, Penatalaksanaan Lingkungan
O:
• Identifikasi pola aktivitas dan tidur
• Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)
T:
• Modifikasi lingkungan (mis: pencahayaan, kebisingan, suhu, matras,
dan tempat tidur)
• Batasi waktu tidur siang, jika perlu
• Tetapkan jadwal tidur rutin
• Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis:
pijat,pengaturan posisi, terapi akupresur)
E:
• Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
• Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
• Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
• Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
• Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur
(mis: psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja)
• Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi lainnya
C:
• Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian obat-obatan, jika
diperlukan
5) Dx : Deficit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan otot
akibat post operasi
Tujuan : NOC : Perawatan Diri Higiene, Perawatan Diri Eliminasi
Kriteria hasil :
• Mengidentifikasi kesukaran dalam aktifitas perawatan diri dengan
skala untuk menilai kemampuan klien.
• Mendemonstrasikan kebersihan optimal setelah bantuan dalam
perawatan diberikan.
• Terapeutik
Intervensi : NIC : Bantuan Perawatan Diri Eliminasi dan Higiane
O:
• Identifikasi kebiasaan BAB/BAK sesuai usia
• Monitor integritas kulit pasien
T:
• Buka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi
• Dukung penggunaan toilet/commode/pispot/urinal secara konsisten
• Jaga privasi selama eliminasi Ganti pakaian pasien setelah eliminasi,
jika perlu
• Bersihkan alat bantu BAK/BAB setelah digunakan
• Latih BAK/BAB sesuai jadwal, jika perlu Sediakan alat bantu (mis.
kateter eksternal, urinal), jika perlu
E:
• Edukasi Anjurkan BAK/BAB secara rutin Anjurkan ke kamar
mandi/toilet, jika perlu
C:
• Kolaborasikan dengan keluarga pasien terkait perawatan diri
khususnya eliminasi, jika diperlukan

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam perencana
perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri yaitu aktivitas
perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan
merupakan petunjuk atau perintah dari petugas Kesehatan lain, dan tindakan
kolaborasi merupakan tindakan yang didasarkan hasil dari keputusan Bersama,
seperi dokter dan petugas Kesehatan yang lain (Wartonah, 2015).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu
masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa
jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai.
Kemungkinan yang akan terjadi pada fase evaluasi adalah, saat tujuan tercapai,
klien akan menunjukkan perubahan yang sesuai standart yang diharapkan. Jika
tujuan masih sebagian yang tercapai, klien akan menunjukkan perubahan pada
sebagian kriteria yang di harapkan. Dan jika belum tercapai, maka klien tidak akan
menunjukkan perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.

D. Daftar Pustaka

Tarwoto dan Wartonah.,2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan .


Edisi :4 .Jakarta

Meirisa, R. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. T dengan Apendisitis di RW 01


Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Depok. Naskah Publikasi UI

Gwinnutt, Carl L. (2011). Catatan Kuliah Anestesi Klinis (3rd ed) (Diana Susanto,
Penerjemah). Jakarta: EGC

Butterworth, Hainemann (2013). Factor Affecting Patient Cooperation. During


Orthontic Treatment. Journal of Indian Society. Peridontology. India

Kuukasjärvi, P., Laurikka, J., & Tarkka, M. (2010). Rintakehän ja pleuran kirurgia. In
PJ.

Pramono, A. (2015). Buku Kuliah Anestesi. Jakarta: EGC

Lurie, J., & Tomkins-lane, C. (2016). Management Of Lumbar Spinal Stenosis.


A. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
a. Anamnesis
1) Identitas
a) Identitas pasien
Nama : Ny. S
Umur : 47 tahun
Berat Badan : 50 Kg
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku bangsa : Jawa
Stasus perkawinan : Kawin
Golongan darah :-
Alamat : Mangunharjo, Ngawi
No. RM : 6863042
Diagnosa medis : Canal Stenosis
Tindakan operasi : Laminetomi Dekompresi
Tanggal MRS : 15 Maret 2023
Tanggal pengkajian : 15 Maret 2023
Jam pengkajian : 19.00 WIB
Jaminan : BPJS
b) Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. A
Umur :36 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Suku bangsa : Jawa
Hubungan dg pasien : Menantu
Alamat : Mangunharjo, Ngawi
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri pada punggung sampai ke kedua kaki

b) Riwayat penyakit sekarang


Pasien Ny. S berusia 47 tahun datang ke Rumah sakit dr. Soedono
Madiun pada tanggal 15 Maret 2023 dengan keluhan nyeri pada
punggung yang menjalar sampai ke kedua kaki, setelah dilakukan
pengkajian pasien di diagnosis Spinal Canal Stenosis dan direncanakan
akan dilakukan tindakan dekompresi dengan general anestesi pada
tanggal 16 Maret 2023

c) Riwayat penyakit dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu

d) Riwayat penyakit keluarga


Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga

e) Riwayat kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk rumah sakit? Ya/Tidak
- Apakah pasien mendapatkan transfusi darah? Ya/Tidak
- Apakah pasien pernah mengalami penyakit menular? Ya/Tidak
f) Riwayat pengobatan/konsumsi obat
- Obat yang pernah dikonsumsi : (-)

- Obat yang sedang dikonsumsi : - Bisoprolol 1 x 1


- Amlodipine 1 x1
g) Riwayat alergi: Ya/Tidak
h) Kebiasaan
- Merokok : Ya/Tidak
- Alkohol : Ya/Tidak
- Kopi/teh/soda : Ya/Tidak
3) Pola Kebutuhan Dasar
a) Oksigenasi
(1) Sebelum sakit
- Gangguan pernapasan : tidak ada
- Alat bantu napas : tidak memakai alat bantu napas
- Sirkulasi udara : normal
- Keluhan : tidak ada
(2) Saat ini
- Gangguan pernapasan : tidak ada
- Alat bantu napas : tidak memakai alat bantu napas
- Sirkulasi udara : normal
- Keluhan : tidak ada
b) Air/minum
(1) Sebelum sakit
- Frekuensi : 1-2 liter/hari
- Jenis : air putih
- Cara : oral
- Minum terakhir: sebelum masuk rumah sakit
- Keluhan : tidak ada
(2) Saat ini
- Frekuensi : 1-2 liter/hari
- Jenis : air putih
- Cara : oral
- Minum terakhir: 18.30 wib
- Keluhan : tidak ada
c) Nutrisi/makanan
(1) Sebelum sakit
- Frekuensi : 2-3x sehari
- Jenis : nasi,sayur dan lauk
- Porsi : sedang
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai: ikan goreng
- Nafsu makan : baik
- Keluhan : tidak ada
(2) Saat sakit
- Frekuensi : 2-3x sehari
- Jenis : nasi, sayur, lauk dan buah
- Porsi : sedang
- Diet khusus : tidak ada
- Pantangan :-
- Makanan yang disukai: ikan goreng
- Nafsu makan : baik
- Keluhan : tidak ada
d) Eliminasi
(1) BAB
Sebelum sakit
- Frekuensi : 1-2x sehari
- Konsistensi : lunak
- Warna : kecoklatan
- Bau : khas feses
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
Saat sakit
- Frekuensi : 1x sehari
- Konsistensi : lunak
- Warna : kecoklatan
- Bau : khas feses
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
(2) BAK
Sebelum sakit
- Frekuensi : 3-4x sehari
- Warna : kekuningan
- Bau : khas urine
- Cara : spontan
- Keluhan : tidak ada
Saat sakit
- Frekuensi : 3-4x sehari
- Warna : kekuningan
- Bau : khas feses
- Cara : terpasang kateter
- Keluhan : sedikit tidak nyaman karena terpasang kateter
4) Pola aktivitas dan istirahat
a) Aktivitas
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum ✔
Mandi ✔
Toileting ✔
Berpakaian ✔
Berpindah ✔
Keterangan : 0 : Mandiri, 1 :Alat Bantu, 2 : Dibantu orang lain, 3 : dibantu
orang lain dan alat, 4 : tergantung total
b) Istirahat dan tidur
Sebelum sakit
- Malam : 7 jam , siang : 2 jam
5) Interaksi sosial
- Kegiatan lingkungan : baik
- Interaksi sosial : baik
- Keterlibatan kegiatan sosial : baik (pengajian mingguan)
6) Pemeliharaan kesehatan
- Rasa aman : cukup baik
- Rasa nyaman : cukup baik
7) Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam kelompok
sosial sesuai dengan potensinya
- Konsumsi vitamin : tidak
- Imunisasi : baik
- Olahraga : tidak
- Upaya keharmonisan keluarga: baik
- Stres dan adaptasi : tidak stres dan mampu beradaptasi
dengan baik
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaaan umum
Kesadaran : composmentis
GCS : E4,V5,M6
Penampilan : tampak menahan nyeri
TB : 150 cm
BB : 50 kg
TTV : TD : 120/70 mmhg Suhu : 36,2ºC
Nadi : 80x/menit RR : 20x/menit
2) Kepala
- Bentuk kepala : normal
- Kesimetrisan : simetris
- Luka : tidak ada
- Darah : tdak ada
- Nyeri tekan : tidak
3) Wajah
- Ekspresi wajah : tampak menahan nyeri
- Dagu kecil : tidak
- Edema : tidak
- Rambut wajah : normal
4) Mata
- Kelengkapan dan kesimetrisan mata: lengkap dan simetris
- Edema : tidak
- Peradangan : tidak
- Luka : tidak
- Benjolan : tidak
- Bulu mata : normal
- Konjungtiva dan sclera : normal
- Reaksi pupil terhadap cahaya : (+)
- Kornea : normal
- Ketajaman penglihatan : baik
- Penggunaan kacamata : tidak
5) Telinga
- Bentuk : simetris
- Lesi : tidak
- Nyeri tekan : tidak
- Peradangan : tidak
- Penumpukan serumen: tidak
- Perdarahan : tidak
- Perforasi : tidak
- Tes kepekaan telinga : baik
6) Hidung
- Perdarahan : tidak
- Kotoran : tidak
- Pembengkakan : tidak
- Pembesaran/polip : tidak
- Pernafasan cuping hidung: tidak
7) Mulut dan faring
- Kelainan congenital: tidak
- Warna bibir : normal
- Lesi : tidak
- Bibir pecah : tidak
- Amati gigi, gusi dan lidah : caries (-), kotoran (-), gingivitis (-), gigi palsu
(-), gigi goyang (-), gigi maju (-)
- Kemampuan membuka mulut <3cm (-)
- Warna lidah : merah muda
- Perdarahan : tidak
- Abses : tidak
- Orofaring atau rongga mulut: normal
- Uvula : normal
- Benda asing : ada/tidak
- Tonsil : T0 / T1/ T2/ T3/ T4
- Mallampati : 1 (normal)
8) Leher
- Bentuk leher : simetris
- Peradangan : tidak
- Jaringan parut : tidak
- Perubahan warna : tidak
- Massa : tidakk
- Pembesaran kelenjar tiroid: tidak
- Pembesaran kelenjar jugularis: tidak
- Pemberasan kelenjar limfe : tidak
- Posisi trakea : normal
- Mobilitas leher : baik (normal)
- Leher pendek : ya/tidak
- Vena jugularis : normal
9) Thorak
Paru-paru
Inspeksi : warna kulit normal, tidak ada lesi/jejas, irama napas teratur
Palpasi : tidak nyeri ketka diraba
Perkusi : normal (sonor)
Auskultasi : vesikular
Jantung
Inspeksi : warna kulit normal dan tidak ada lesi/jejas
Palpasi : tidak nyeri ketika diraba
Perkusi : normal
Auskultasi : normal (regular)
10) Abdomen
Inspeksi : warna kulit merata, tidak ada lesi/jejas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
11) Tulang belakang
- Kyphosis : tidak ada
- Scoliosis : tidak ada
- Lordosis : tidak ada
- Perlukaan : tidak ada
- Infeksi : tidak ada
- Mobilitas : abnormal
- Fibrosis : tidak ada
- HNP : tidak ada
12) Genetalia
Wanita
Kebersihan rambut pubis (bersih)
Lesi (-)
Eritema (-)
Keputihan (-)
Peradangan (-)
Lubang uretra : stenosis/sumbatan (-)
Terpasang kateter : (+)
13) Anus
Atresia ani : (-)
Tumor : (-)
Haemorrhoid : (-)
Perdarahan : (-)
Perineum : jahitan (-), benjolan (-)
Nyeri tekan pada daerah anus: (-)
14) Ekstremitas
Atas
Otot antar sisi kanan dan kiri: normal
Deformitas : (-)
Fraktur : (-)
Lokasi fraktur : (-)
Jenis fraktur : (-)
Terpasang gips: (-)
Traksi : (-)
Atropi otot : (-)
IV line : terpasang IV line RL 500cc di tangan kiri
ROM : Aktif
CRT : < 2 menit
Edema : tidak ada
Lakukan uji kekuatan otot: normal
Bawah
Otot antar sisi kanan dan kiri: (-)
Deformitas : (-)
Fraktur : (-)
Lokasi fraktur : (-)
Jenis fraktur : (-)
Terpasang gips: (-)
Traksi : (-)
Atropi otot : (-)
ROM : -
CRT : < 2 menit
Edema : tidak ada
Lakukan uji kekuatan otot: 3
c. Pemeriksaan Neurologis
1) Memeriksa Tanda-Tanda Rangsang Otak
Peningkatan suhu tubuh: (-)
Nyeri kepala : (-)
Kaku kuduk : (-)
Mual-muntah : (-)
Riwayat kejang: (-)
Penurunan tingkat kesadaran: (-)
Riwayat pingsan: (-)
2) Memeriksan Nervus Cranialis
Nervus I (Olfaktorius) : Penciuman pasien normal, pasien dapat membau
dengan normal
Nervus II (Opticus) : Penglihatan pasien normal, pasien dapat melihat warna-
warna dengan baik
Nervus III (Ocumulatorius) : Mata pasien dapat merespon cahaya yang
diarahkan
Nervus IV (Thrigeminus)
- Cabang optalmicus : Refleks kedip pasien baik
- Cabang maxilaris : pasien dapat membuka mulut dengan baik
- Cabang mandibularis : pasien dapat mengunyah dengan baik
Nervus VI (Adusen) : Mata pasien berfungsi dengan baik
Nervus VII (Facialis) : saraf pada area muka pasien normal, pasien dapat
mengekspresikan wajahnya
Nervus VIII (Auditorius) : Pendengaran pasien normal,pasien dapat mendengar
dengan baik
Nervus IX (Glosopharingeal) : Refleks muntah pasien normal, Pengecepan
pasien baik
Nervus X (Vagus) : Refleks menelan pasien baik
Nervus XI (Accessorius) : Reflek pasien dapat menggerakkan bahu dengan baik
Nervus XII (Hypoglosal) : Refleks lidah pasien baik
3) Memeriksa Fungsi Sensorik
Kepekaan saraf perifer (+); benda tumpul (+), benda tajam(+)
Menguji sensasi panas/dingin(+), kapas halus(+)
4) Memeriksa Reflek Kedalaman Tendon
a) Refleks fisiologis
- Refleks bisep : (+)
- Refleks trisep : (+)
- Refleks brachiradialis: (+)
- Refleks patella : (+)
- Refleks achiles : (+)
b) Refleks patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.
- Refleks babinski : (+)
- Refleks chaddok : (+)
- Refleks schaeffer : (+)
- Refleks Oppenheim : (+)
- Refleks Gordon : (+)
b. Data Penunjang Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
Hari/tanggal: Kamis, 16 Maret 2023
Jam : 10.00 WIB

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 12,1 12-16 g/dl
Leukosit 10,02 4,7-11,3
Trombosit 218 142-424
Hematokrit 34,8 38-42
Eritrosit 4,00 0-5
MCV 87,0 80-93
MCH 30,3 27-31
MCHC 34,8 32-36
Eosinofil 3,5 0-3
Basofil 0,2 0-1
Neutrofil 72,3 50-62
Limfosit 17,4 25-40
Monosit 6,6 3-7
Albumin 3,70 3,5-5
SGOT 22 8-31
SGPT 19 6-31
BUN 10,0 10-20
Creatinin 0,71 0,6-1,1
Gula darah puasa 90 <100
Gula darah 2 jam PP 102 <140
Natrium 139 136-145
Kalium 3,20 3,5-5,1
HIV Non reaktif Non reaktif

2) Pemeriksaan Radiologi: canal stenosis


3) Hasil EKG : synus rythm
c. Terapi Saat Ini : terapi farmakolo
d. Kesimpulan Status Fisik (ASA) : II
e. Pertimbangan Anestesi
1) Faktor penyulit: tidak ada
2) Jenis Anestesi : general anestesi
3) Teknik Anestesi : ETT
f. Pesiapan Penatalaksanaan Anestesi
1) Persiapan Alat (Persiapan alat untuk GA)
● STATICS
● S (scope) : Stetoscope dan laringoskop
● T (tube) : ETT & LMA (ETT ukuran 7,7,5 dan 8)
● A (airways) : Oropharyngeal Airways (OPA), Nasopharyngeal
Airways (NPA) Ambu bag dan Face mask
● T(tape) : Plaster & gunting (introducer): Mandrin/styllet, Magill
forceps
● C(conector) : Penghubung antara pipa/face mask ke mesin anestesi
● S (suction) : Selang Suction, mesin suction dan kanul suction
● - Jelly/spray
● - Spuit
● - Handscoon
2) Persiapan Alat (Persiapan alat untuk Blok Perifer)
-
3) Persiapan Obat
a) Obat Premedikasi : midazolam 5mg dan SA 0,25mg
b) Obat Induksi
Fentanil 100mcg, propofol 100mg
c) Obat Analgetik : ketorolac
d) Obat pelumpuh otot : rocuronium 0,5mg
e) Obat 5HT – antagonis : -
f) Obat antiemetic : -
g) Cairan infuse : RL 500cc
h) Darah: -
4) Persiapan Pasien
a) Persiapan klien di Ruang Penerimaan
● Mengecek kelengkapan status kesehatan pasien (rekam medis)
● Mengecek lama puasa pasien
● Memberikan inform consent
● Menanyakan keluhan passen saat tiba di IBS
● Assessment pre anestesi
● Melepas aksesoris yang dipakai pasien
● Memakaikan baju operasi pada pasien
● Pasien sudah terpasang infus line (cek kelancaran infus)
● Memposisikan pasien

b) Pesiapan mesin
1) Mesin anestesi dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan
● Pastikan tabung tabung tersi gas oksigen dan N₂0 serta pastikan
kabel Oksigen dan N₂o terhubung pada mesin anestesi
● Pastikan sodalime masih layak digunakan
● Pastikan bahwa vaporizer terisi oleh volatile agent
● Pastikan bag valve mask tidak bocor
2) Siapkan mesin suction dan bedside monitor, pastikan mesin-mesin
tersebut berfungsi dengan baik

c) Penatalaksanaan Anestesi
- Pasien dilakukan Sign in Pada pukul 09.00 dan telah diberikan
premedikasi
- Pukul 11.00 time out Pasien diberikan antibiotik ceftriaxone 2 mg
- Pada pukul 14.00 Pasien sign out/ selesai operasi dan dibawa ke ruang
RR.

5) Kebutuhan Cairan Maintanance

Kebutuhan Cairan Basal (M) = 2 x 50 = 100mL


Pengganti Puasa (PP) = 8 x 100 = 800 mL
Stress Operasi (SO) = 6 x 50 = 300 mL
Kebutuhan cairan =
Jam I : M + ½ PP + SO = 100 + 400 + 300 = 800 mL
Jam II : M + ¼ PP + SO = 100 + 200 + 300 = 600 mL
Jam III : M + ¼ PP + SO = 100 + 200 + 300 = 600 mL
Jam IV : M + SO = 100 + 300 = 400 mL

h. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


Pre Anestesi
1. DS : Nyeri Akut Nyeri Akut
- P : Pasien mengeluhkan nyeri berhubungan
dibagian punggung dengan trauma
- Q : Nyeri seperti ditusuk jaringan dan
tusuk, hilang timbul spasme otot
- R : Nyeri pada bagian refleks akibat
punggung gangguan
- S : Skala Nyeri 6 muskuloskelet
- T : Nyeri berlangsung terus al gangguan
menerus spinalis
- pasien mengatakan nyeri pada
bagian punggung
DO :
- TTV
TD : 120/70 mmHg, N :
80x/m, T : 36,2 C, RR :
20x/m, SPO2 : 98%.
- skala nyeri 6
- pasien tampak menahan nyeri

2. DS : Hambatan Hambatan
- Pasien mengatakan susah Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik
untuk menggerakan kaki dan berhubungan
bagian punggung dengan
- pasien mengatakan jika kerusakan
berpindah harus dibantu oleh neuromuscular
keluarga cedera medula
DO : spinalis
- Pasien tampak kesusahan
menggerakan bagian kaki dan
bagian punggung
- Pasien dibantu oleh keluarga
untuk memenuhi kebutuhan
3. DS : Ansietas Ansietas
- Pasien mengatakan khawatir berhubungan
dan gelisah karena baru
dengan
pertama kali menjalani
operasi ancaman
DO : aktual atau
- TTV
persepsi
TD : 130/70 mmHg, N : 100
ancaman
x/mnt, T : 36,2 C, RR : 24x/m,
terhadap
SPO2 : 98%.
integritas
- Pasien tampak gelisa
biologis,
sekunder
akibat
prosedur
invasif

Post Operasi
1. DS : Nyeri akut Nyeri Akut
- P : Pasien mengeluhkan nyeri berhubungan
dibagian punggung bekas dengan trauma
dilakukannya operasi jaringan dan
- Q : Nyeri seperti ditusuk spasme otot
tusuk, hilang timbul refleks akibat
- R : Nyeri pada bagian operasi
punggung
- S : Skala Nyeri 6
- T : Nyeri berlangsung terus
menerus
- pasien mengatakan nyeri pada
bagian punggung
DO :
- TTV
TD : 110/20 mmHg, N :
85x/m, T : 36,2 C, RR :
20x/m, SPO2 : 98%.
- skala nyeri 5
- pasien tampak menahan nyeri
2. DS : Risiko jatuh Resiko Jatuh
- Keluarga pasien mengatakan berhubungan
pasien agak sedikit pusing dengan efek
ketika hendak duduk. sedative obat-
- Pasien mengatakan hendak obatan anestesi
akan muntah dan merasakan
mual
DO :
- TTV
TD : 125/50 mmHg, N :
85x/m, T : 36,2 C, RR :
20x/m, SPO2 : 98%.

B. Problem
1. Pre anestesi
● Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot refleks akibat
gangguan muskuloskeletal gangguan spinalis
● Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular cedera
medula spinalis
2. Intra anestesi
-
3. Pasca anestesi
● Nyeri Akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot refleks
akibat operasi
● Resiko Jatuh berhubungan dengan efek sedative obat-obatan anestesi
C. Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
Pre Anestesi
ASSESMEN PRA INDUKSI/ RE-ASSESMEN
Tanggal : 16 Maret 2023
Kesadaran : Composmentis Pemasangan IV line Siap/Baik
Tekanan darah : 127/71 mmHg Nadi : 87 x/mnt Kesiapan mesin anestesi Siap/Baik
RR : 20 x/mnt Suhu : 36°C , Saturasi: 98 % Kesiapan sumber gas medik Siap/Baik
Gambaran EKG : Kesiapan volatile agent Siap/Baik
Kesiapan obat anestesi parenteral Siap/Baik
Kesiapan obat anestesi emergensi Siap/Baik

Penyakit yang diderita Ada, Canal Stenosis


Penggunaan obat sebelumnya Tidak ada
Gigi palsu Tidak ada
Permanen Tidak ada
Alergi Tidak ada
Kontak lensa Tidak ada
Aksesoris Tidak ada
CATATAN LAINNYA:
Nama : Ny. S No. RM : 676912
Umur : 47 Tahun Diagnosa Medis : Canal Stenosis
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang : Bangsal Bedah WKD
Rencana Intervensi
No Problem Tgl/jam Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan O: • Identifikasi lokasi,
keperawatan anestesi selama karakteristik, durasi, S: Pasien
• Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi, kualitas, mengatakan
1x10 mnt diharapkan masalah durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
pasien teratasi dengan kriteria intensitas nyeri. Nyerinya
hasil: • Identifikasi skala berkurang
• Identifikasi skala nyeri nyeri
1. keluhan nyeri menurun
2. Gelisah Menurun • Identifikasi respon nyeri non O: Pasien terlihat
• Identifikasi TTV
3. TTV dalam batas normal verbal lebih tenang. TD:
• Berikan teknik
• Identifikasi faktor yang nonfarmakologis
115/83 mmHg N:
memperberat dan meringankan untuk mengurangi 90x / mnt, SpO2:
nyeri rasa nyeri 98%
• Identifikasi TTV misalnya dengan
• Monitor keberhasilan terapi yang teknik distraksi atau A: Nyeri akut
sudah diberikan relaksasi teratasi

• Monitor efek samping penggunaan • Kolaborasi dengan


P: Intervensi
analgetik dokter terkait
dengan pemberian dipertahankan,
T: analgetik pantau kondisi
• Berikan teknik nonfarmakologis pasien secara
untuk mengurangi rasa nyeri komperehensif
misalnya dengan teknik distraksi
atau relaksasi
• Kontrol lingkungan yang
memperberat rasanyeri (mis. Suhu
ruangan,
(Mercy Andina) (Mercy Andina)
pencahayaan,kebisingan)
• Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
E:
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
• Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
• Ajarkan Teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
C:
• Kolaborasi dengan dokter terkait
dengan pemberian analgetik, jika
diperlukan
2. Hambatan Setelah dilakukan tindakan O:
Mobilitas keperawatan anestesi selama • Monitor TTV pasien • Monitor TTV S: Pasien
Fisik 1x10 mnt diharapkan masalah pasien mengeluh nyeri
pasien teratasi dengan kriteria • Identifikasi adanya nyeri atau pinggang dan
keluhan fisik lainnya
hasil: • Monitor kondisi menjalar ke
1. pasien dapat menunjukan • Identifikasi toleransi fisik umum selama kedua kaki
peningkatan mobilitas melakukan ambulasi melakukan
ekstermitas atas dan • Monitor frekuensi jantung dan ambulasi O: Pasien terlihat
bawah tekanan darah sebelum memulai susah untuk
2. pasien dapat • Dampingi dan berjalan dan
ambulasi
menggunakan tindakan bantu pasien saat harus menggeret
pengamanan untuk • Monitor kondisi umum selama mobilisasi dan kaki ketika
meminimalkan melakukan ambulasi bantu penuhi hendak berjalan
kemungkinan cedera T: kebutuhan
• Latih pasien dalam pemenuhan ADLs pasien, jika A: Hambatan
kebutuhan ADLs secara mandiri perlu Libatkan mobilitas fisik
sesuai keluarga untuk belum teratasi
membantu pasien
kemampuan
dalammeningkatkan P: Intervensi
• Dampingi dan bantu pasien saat ambulasi dilanjutkan dan
mobilisasi dan bantu penuhi pantau kondisi
kebutuhan
• Fasilitasi aktivitas TTV pasien
ADLs pasien, jika perlu Libatkan ambulasi dengan secara
keluarga untuk membantu pasien alat bantu (mis: komperehensif,
dalam meningkatkan ambulasi tongkat, kruk) dan
• Ajarkan pasien kolaborasikan
Latihan ROM kondisi mobilitas
• Fasilitasi aktivitas ambulasi • Ajarkan ambulasi pasien kepada
dengan alat bantu (mis: tongkat, sederhana yang fisioterapi
kruk) harus dilakukan
E: (mis: berjalan dari
tempat tidur ke
• Ajarkan pasien tentang Teknik
mobilisasi kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke
• Ajarkan pasien Latihan ROM (Mercy Andina)
kamar mandi,
• Ajarkan pasien bagaimana berjalan sesuai
mengubah posisi dan berikan toleransi)
bantuan, jika
diperlukan • Kolaborasi dengan
fisioterapi terkait
• Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (mis: berjalan dari pemberian terapi
mobilitas jika
tempat tidur ke kursi roda, berjalan diperlukan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
C:
• Kolaborasi dengan fisioterapi
terkait pemberian terapi mobilitas
jika diperlukan (Mercy Andina)
3. Ansietas Setelah dilakukan tindakan O: • Kaji vital sign pada S: Pasien
keperawatan anestesi selama pasien mengatakan
• Kaji vital sign pada pasien
1x10 mnt diharapkan masalah • Pandu pasien sudah tidak
kesehatan pasien dapat teratasi • Kaji tingkat kecemasan pada untuk mengalihkan cemas dan paham
pasien (ringan, sedang, berat, atau kecemasan dengan mengenai operasi
dengan kriteria hasil:
panik) teknik distraksi
1. Prilaku gelisah menurun yang akan dia
2. Prilaku tegang menurun • Monitor tanda-tanda ansietas dan relaksasi lakukan
3. TTV dalam batas normal (verbal dan nonverbal) (mendengarkan
TD: 120/80 mmHg • Identifikasi saat tingkat ansietas musik yang disukai, O: Pasien terlihat
N: 100x/ mnt berubah (mis: kondisi, waktu, meditasi, napas lebih tenang dan
SpO2: 100% stresor) dalam, relaksasi otot TTV pasien
T: 36 C T: progresif) dalam batas

• Ciptakan suasana terapeutik untuk • Anjurkan keluarga normal


menumbuhkan kepercayaan untuk tetap Bersama TD: 128/87
pasien, jika perlu N:99x/mnt
• Temani pasien untuk mengurangi SpO2: 98%
kecemasan, jika memungkinkan • Berikan informasi
dan penjelasan
• Pandu pasien untuk mengalihkan tentang diagnose, A: Ansietas
kecemasan dengan teknik distraksi prognosis dan teratasi
dan relaksasi (mendengarkan musik tindakan
yang disukai, meditasi, napas P: Intervensi
diberhentikan
dalam, relaksasi otot progresif)
E:
• Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan, (Syohib Ladila)
dan jenis relaksasi yang tersedia
(Syohib Ladila)
(mis: musik, meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
• Anjurkan keluarga untuk tetap
Bersama pasien, jika perlu
• Berikan informasi dan penjelasan
tentang diagnose, prognosis dan
tindakan
C:
• Kolaborasi dengan dokter terkait
pemberian obat-obatan untuk
mengurangi kecemasan
(antiansietas)

Post anestesi

CATATAN PASIEN DIKAMAR PEMULIHAN:


Waktu masuk RR:
Penata anestesi pengirim:Penata anestesi penerima: .
Tanda vital : TD: mmHg Nadi: x/menit RR: x/menit Temperature: ℃ Kesadaran: Sadar betul Belum sadar Tidur dalam
Pernafasan : Spontan Dibantu VAS
Penyulit Intraoperatif :
Instruksi Khusus :
RR N TD Skala Nyeri Aldrette
Score Steward Score Score Bromage Score
(lingkar) Score
28 220 0 Saturasi O2 Pergerakkan
20 200 1 Gerakan penuh
16 180 2 dari tungkai
12 160 3
4 Tak mampu
8 180 140 Pernapasan pernafasan
5 ekstensi tungkai
160 120
140 100 6
7 Tak mampu fleksi
120 80 Sirkulasi Kesadaran
8 lutut
100 60
80 40 9
60 20 10
0
Aktifitas Tak mampu fleksi
motorik pergelangan kaki

Kesadaran

Lama masa pulih:


Menginformasikan keruangan menjemput pasien:
1. Jam: Penerima: .
2. Jam: Penerima: .
3. Jam: Penerima: .
KELUAR KAMAR PMULIHAN
Pukul keluar dari RR:
Ke ruang: rawat inap ICU Pulang Lain-lain:
Score aldrette:Score steward:Score bromage: .
Score PADSS (untuk rawat jalan):not applicable
Score skala nyeri: Wong beker: .
Nyeri : tidak ada
Resiko jatuh : tidak beresiko resiko rendah resiko tinggi komplikasi irespirasi
Resiko komplikasi kardiovaskulasi tidak ada
Risiko komplikasi neurologi tidak ada
INTRUKSI PASCA BEDAH:
Pengelolaan nyeri :Antibiotika: .
Penanganan mual/muntah :Infus: .
Obat-obatan lain :Pemantauan tanda vital : Setiap….……Selama…..
Lain-lain :.
Hasil pemeriksaan penunjang/obat/barang milik pasien yang diserahkan melalui perawat ruang/ICU:.

Rencana Intervensi Tgl/Jam Implementasi Evaluasi


No. Problem
Tujuan Intervensi
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan O:
keperawatan anestesi selama • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, • Identifikasi lokasi, S: Pasien
1x10 mnt diharapkan masalah frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. karakteristik, durasi, mengatakan
kesehatan pasien teratasi dengan frekuensi, kualitas, Nyerinya
• Identifikasi skala nyeri intensitas nyeri.
kriteria hasil: berkurang
• Identifikasi respon nyeri non verbal
1. keluhan nyeri menurun
2. Gelisah Menurun • Identifikasi faktor yang memperberat • Identifikasi skala O: Pasien
3. TTV dalam batas normal dan meringankan nyeri nyeri terlihat lebih
• Identifikasi TTV • Identifikasi TTV tenang. TD:
115/83 mmHg
• Monitor keberhasilan terapi yang sudah • Berikan teknik
N: 90x / mnt,
diberikan nonfarmakologis
untuk mengurangi SpO2: 98%
• Monitor efek samping penggunaan rasa nyeri
analgetik A: Nyeri akut
misalnya dengan
T: teratasi
teknik distraksi atau
• Berikan teknik nonfarmakologis untuk relaksasi
mengurangi rasa nyeri P: Intervensi
• Kolaborasi dengan dipertahankan,
misalnya dengan teknik distraksi atau dokter terkait dengan
pemberian analgetik pantau kondisi
relaksasi
pasien secara
• Kontrol lingkungan yang memperberat komperehensif
rasanyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,kebisingan)
• Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi
(Nesa Anggun)
meredakan nyeri
(Nesa Anggun)
E:
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
• Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
• Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
C:
• Kolaborasi dengan dokter terkait
dengan pemberian analgetik, jika
diperlukan

2. Resiko Setelah dilakukan tindakan O:


Jatuh keperawatan anestesiologi ● Kaji dan pantau Gerakan pasien ● Mengkaji dan S: Keluarga
selama 1x10 menit diharapkan untuk mengetahui apakah dapat pantau pasien
pasien dengan kriteria hasil : menimbulkan risiko jatuh. Gerakan
● Identifikasi faktor lingkungan pasien untuk
mengatakan
● Risiko jatuh menurun
yang meningkatkan risiko jatuh mengetahui pasien sudah
● Peristiwa jatuh menurun
(mis: lantai licin, penerangan apakah dapat
● Keselamatan saat tidak pusing,
kurang). menimbulkan
bergerak meningkat dan bisa duduk
● Hitung risiko jatuh dengan risiko jatuh.
menggunakan skala (mis: fall ● Mengidentifik tanpa
morse scale, humpty dumpty asi faktor mengalami
scale), jika perlu . lingkungan
● Monitor kemampuan berpindah masalah.
yang
dari tempat tidur ke kursi roda meningkatkan
dan sebaliknya. risiko jatuh O: TTV
T: (mis: lantai TD : 120/550
● Pasang bedsiderel pada bed licin,
pasien dan letakkan alat bantu mmHg, N :
(kursi roda) dekat dengan bed penerangan 95x/m, T : 36,2
pasien. kurang). C, RR : 20x/m,
● Pastikan roda tempat tidur dan ● Mendampingi
SPO2 : 98%
kursi roda selalu dalam kondisi pasien saat di
terkunci. ruang
● Dampingi pasien saat di ruang pemulihan dan A: Masalah
pemulihan dan pertahankan pertahankan
Resiko Jatuh
posisi supinasi pasien dengan posisi supinasi
bagian kepala ditinggikan. pasien dengan pada pasien
E: bagian kepala teratasi
● Anjurkan memanggil perawat ditinggikan. P : Intervensi
atau keluarga jika membutuhkan ● Memastikan
bantuan untuk berpindah. roda tempat dipertahankan,
● Anjurkan melebarkan jarak tidur dan kursi pantau TTV
kedua kaki untuk meningkatkan roda selalu pasien secara
keseimbangan saat berdiri. dalam kondisi
komperehensif
● Edukasi pada keluarga pasienn terkunci.
terkait penanganan risiko jatuh ● Meganjurkan
untuk mencegah risiko jatuh pada memanggil
pasien perawat atau
● Instrusikan keluarga agar selalu keluarga jika
mendampingi pasien saat membutuhkan (Gilang Caesar)
memenuhi kebutuhan pasien. bantuan untuk
C: berpindah.
● Kolaborasi dengan petugas ● Mengkoolabo
terkait pemberian gelang kuning rasikan
pada pasien dengan
petugas terkait
pemberian
gelang kuning
pada pasien,
serta beri
tanda kuning
di area sekitar
pasien yang
rawan
terjadinya
resiko jatuh.

(Gilang Caesar)

Anda mungkin juga menyukai