Anda di halaman 1dari 14

SANGKETA PULAU BATU PUTEH DI SELAT JOHOR

DOSEN PENGAMPU : PHONA ATH- THARIQ SH,MH

Disusun oleh

1. Hardianti sukma asri : 2205905040037


2. Erwan mulyani : 2205905040110
3. Reza munandar : 2205905040031
4. Ariananda : 2205905040062
5. Bayu nurwansah : 2205905040070
6 .Delis pani berutu : 2205905040080

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
2023
KATA PENGANTAR

Pertama – tama kami mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “pancasila sebagai dasar negara” ini
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas dari Ibuk Raudhatun nafisah,M.Ag pada mata kuliah Pancasila ,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibuk Raudhatun Nafisah,M.Ag selaku


dosen mata kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan kami pada khususnya, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata kami sampaikan terima
kasih.

Penulis

KLOMPOK 2….
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................................... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH.................................................................................................. 7

1.2.1Rumusan Masalah Mayor : ......................................................................................... 7

1.2.2 Rumusan Masalah Minor ........................................................................................... 7

1.2.3 Pembatasan Masalah .................................................................................................. 7

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN ...................................................................... 8

1.3.1 Maksud Penelitian : ................................................................................................... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 8

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN ........................................................................................... 8

1.4.1 Kegunaan Teoritis ...................................................................................................... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis ....................................................................................................... 9

KESIMPULAN....................................................................................................................... 1

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hubungan internasional dalam praktiknya tidak selalu berjalan dengan baik. Kadang
dalam pelaksanaanya tidak jarang menimbulkan konflik atau sengketa. Sengketa ini dapat
bermula dari berbagai sumber potensi sengketa seperti alas an politik, Kepemilikan dan batas
wilayah, ekonimi, strategi militer, ideologi atau perpaduan antara kepentingan – kepentingan
tersebut
Sengketa mengenai kepemilikan suatu wilayah merupakan salah satu jenis sengketa
yang sering terjadi di dalam dunia Internasional. Kasus yang dibiarkan berlarut - larut tanpa
adanya keinginan untuk menyelesaikan dengan tegas menjadi alasan utama sengketa
kepemilikan wilayah menjadi isu yang cukup penting di dunia Internasional. Kasus gugusan
Pulau Batu Puteh, Karang Tengah dan Karang Selatan merupakan contoh dari sengketa
kepemilikan wilayah yang pernah terjadi di dalam praktik Hubungan Internasional. Gugusan
pulau yang terletak sejauh kurang lebih 45 km di sebelah timur Singapura dan 14 km di
sebelah selatan Malaysia ini dipersengketakan oleh Singapura dan Malaysia.
Singapura dan Malaysia merupakan dua negara mantan koloni Inggris. Singapura
modern terbentuk ketika Sir Stamford Raffles dilantik menjadi gubernur di salah satu
pelabuhan Inggris yaitu di Bengkulu, Sumatera. Raffles percaya bahwa Inggris perlu mencari
jalan untuk menjadi penguasa dominan ditempat ini. Salah satu jalan ialah dengan
membangun sebuah pelabuhan baru di Selat Melaka. Pelabuhan Inggris yang sudah ada
seperti Pulau Pinang terlalu jauh dari Selat Melaka sedangkan Bengkulu menghadap Selat
Sunda. Sir Stamford Raffles tiba di Singapura pada 1819 dan mengadakan perjanjian dengan
Kesultanan Johor untuk mengelola pelabuhan di Selatan Singapura (The British Land In
Singapore,http://eresources.nlb.gov.sg/history/events/ad81b9fa-1a0147a9a5bad50be96a6ff0
diakses pada 28 April 2016).
Pasca Perang Dunia II, Inggris memberikan otonomi khusus kepada Singapura dalam
bentuk pemerintahan sendiri yang diwujudkan dengan mengadakan pemilu pada tahun 1959.
Pada pemilu 1959 ini, Lee Kuan Yew terpilih menjadi perdana menteri. Pertentangan ras,
ekonomi dan ideologi, ditambah dengan pegiat komunis dari China yang ingin merebut
Singapura, membuat Singapura dilanda kerusuhan pada periode 1950-an.
Untuk memulihkan situasi dalam negeri serta memperbaiki keadaan ekonomi,
pertentangan ras dan ideologi, akhirnya pada 16 September 1963 Singapura bersama dengan
Serawak dan Sabah secara resmi bergabung dengan Federasi Malaysia. Namun hal ini tidak
mengurangi kerusuhan yang terjadi di Singapura. Penyebabnya adalah perlakuan khusus
yang diberikan kepada etnis Melayu dan diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah
Malaysia terhadap etnis Tionghoa Singapura. Bentuk diskriminasi lain adalah kewajiban bagi
Singapura untuk berkontribusi dalam pembayaran pajak sebesar 39,8% padahal penduduk
Singapura,hanya17%daritotalpenduduk
Malaysia(SingaporeBecomesPartofMalaysia,http://eresources.nlb.gov.sg/history/events/1da
b53ea-788c-461c-acfbca6 5b974c9c, diakses pada 28 April 2016). Akhirnya pada 9 Agustus
1965 secara resmi Singapura memisahkan diri dari Malaysia dan menjadi negara merdeka
yang demokratis dan berdaulat. Pemisahan diri ini adalah sebagai akibat dari tidak sejalannya
cara berpolitik dan ekonomi kedua negara (Singapore Separates from Malaysia,
http://eresources. nlb.gov.sg/history/events/dc1efe7a
8159-40b2-9244-cdb078755013diakses pada 28 April 2016).
Awal sengketa kedua negara adalah ketika pada 21 Desember 1971 Malaysia merilis
peta wilayah mereka dimana di dalam peta tersebut Malaysia mengklaim bahwa Pulau Pedra
Branca adalah bagian dari kedaulatan negaranya. Singapura langsung merespon tindakann]
Malaysia ini dengan mengatakan bahwa Pulau Batu Puteh / Pedra Branca sudah sejak lama
berada dalam kedaulatan Singapura. Kasus ini berlarut - larut selama 29 tahun. Pertemuan
bilateral kedua negara sudah dilakukan pada tahun 1993 dan 1994 untuk membahas masalah
sengketa ini tetapi tidak menghasilkan keputusan yang menguntungkan kedua negara.
Akhirnya berdasarkan kesepakatan kedua negara melaluipenandatanganan Special
Agreement pada 6 Februari 2003, secara resmi kasus
sengketa ini dibawa ke Mahkamah Internasional pada 24 Juli 2003 (Sovereignty over Pedra
Branca/Pulau Batu Puteh, Middle Rocks and South Ledge (Malaysia/Singapore),
http://www.icj-cij.org/docket/index.php/ diakses 15 Maret 2016)
Setelah berkas permohonan diterima oleh pihak pengadilan, maka akan ada beberapa
tahap persidangan yang akan dilakukan sebelum akhirnya hakim menjatuhkan vonis
kepemilikan sah atas gugusan pulau yang dipersengketakan. Tahap - tahap persidangan ini
yaitu Written Proceedings, Oral Proceedings dan Judgments. Akhirnya pada 23 Mei 2008
Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Pulau Batu Puteh / Pedra Branca berada dalam
kedaulatan Singapura, Karang Tengah berada dalam kedaulatan Malaysia dan Karang Selatan
disesuaikan dengan batas perairan kedua negara. Keputusan ini bersifat mengikat, mutlak
dan tak ada banding sehingga mau tidak mau Malaysia harus menerima keputusan ini.
Keputusan ini bersifat mutlak karena dari 14 hakim tetap serta 2 hakim ad-hoc yang ada, 12
hakim memihak kepada Singapura dan hanya 4 suara yang memihak kepada Malaysia (List
of All Cases, http://www.icj-cij.org/ docket/index.php?p1=3&p2=2/ diakses 14 Maret 2016)

Sumber : (http://www.haguejusticeportal.net/Images/ICJ/PedraBranca2_map.jpg)
Gambar 1.1 Peta Gugusan Pula
Keputusan ini ditindak - lanjuti oleh kedua negara dengan mengadakan pertemuan
pada 3 Juni 2008 di Singapura. Pada pertemuan ini kedua negara menegaskan kembali bahwa
Singapura dan Malaysia menghormati keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Internasional dan pada hari yang sama juga dibentuk suatu komite yang bernama Malaysia -
Singapore Joint Technical Comitte (MSJTC) dimana komite ini bertugas untuk mengkaji
batas maritim disekitar gugusan Pulau Batu Puteh dan Karang Tengah serta menentukan
kepemilikannPulaunKarangnSelatan. Pertemuan juga menghasilkan kesepakatan yang
menyatakan bahwa kegiatan nelayan kedua negara diizinkan sejauh 0,5 mil laut (0,9 km, 0,6
mil) dari masing - masing gugusan pulau (Press Statements and
Speeches,http://www.mfa.gov.sg/content/mfa/overseasmission/washington/newso
om/press_statements/2008/200806/press_200806.html diakses pada 26 April 2016).
Pertemuan selanjutnya digelar di Singapura pada 29 - 30 November 2010. Pada
pertemuan ini Malaysia diwakili oleh Menteri Luar Negeri Malaysia, Dato' Sri Anifah Aman,
dan Singapura diwakili oleh Menteri Luar Negeri Singapura, Mr. George Yeo. Pada
pertemuan ini kedua negara menandatangani Memorandum of Understanding tentang Joint
Hydrographic Survey disekitar Pulau Batu Puteh dan Karang Tengah. Nota kesepahaman ini
berisi kesepakatan kedua negara untuk melakukan Joint Survey Works (survei bersama)
disekitar perairan Pulau Batu Puteh dan Karang Tengah terkait batas maritim kedua negara.
Untuk melakukan Joint Survey Works ini, dibentuklah sub-komite yang bertugas langsung
di lapangan dan akan memberikan laporan mengenai perkembangan hasil
pengamatan batas maritim kedua negara (Press Statements and
Speeches,http://www.mfa.gov.sg/content/mfa/media_centre/press_room/if/2010/2
01012/infocus_20101202_02.htmldiakses pada 13 Mei 2016).
Pertemuan keenam digelar pada 22 - 23 Februari 2012 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Pertemuan ini mengesahkan laporan komite Joint Hydrographic Survey serta mencatat
laporan dari sub - komite Joint Survey Works tentang batas maritim kedua negara.
Pada 28 - 29 November 2013 dilakukan pertemuan di Singapura yang menghasilkan
kesepakatan bahwa Malaysia – Singapura Joint Technical Comitte (MSJTC) lebih tegas
mengarah kepada pembahasan mengenai penetapan batas wilayah maritim Singapura dan
Malaysia. Nantinya MSJTC diharapkan akan dapat memutuskan batas maritim dari kedua
negara.
Penelitian mengenai perbatasan wilayah pernah diteliti oleh Saiful Bahri, mahasiswa
Ilmu Hukum Universitas Andalas Padang 2011 dengan judul Tinjauan Yuridis Penyelesaian
Sengketa Pulau Batu Puteh (Pedra Branca) Antara Malaysia dan Singapura Melalui
Mahkamah Internasional Tahun 2008. Persamaan penelitian yang saya lakukan adalah objek
penelitian yang sama yaitu Pulau Batu Puteh yang menjadi konflik antara Singapura dan
Malaysia. Adapun perbedannya adalah peneliti terdahulu meneliti tentang tinjauan yuridis
penyelesaian sengketa sedangkan yang saya teliti adalah kerjasama yang dilakukan oleh
Singapura dan Malaysia setelah putusan Mahkamah Internasional itu.
Penelitian kedua dilakukan oleh Moses Borotoding T, mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Hasanudin Makassar 2013 dengan judul Putusan Mahkamah Internasional
Tentang Sengketa Pulau Batu Puteh (Pedra Branca) Antara Malaysia dan Singapura Ditinjau
Dari Aspek Hukum Internasional. Persamaan penelitian adalah objek penelitian yang sama.
Sedangkan perbedaannya adalah peneliti terdahulu melakukan penelitian dari sudut pandang
ilmu hukum yaitu aspek hukum internasional sedangkan peneliti meneliti kerjasama yang
berlangsung setelah terjadinya putusan Mahkamah Internasional dengan sudut pandang
sebagai mahasiswa Hubungan Internasional dengan menggunakan pendekatan serta teori
hubungan Internasional.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Muhammad Fachri, Fakultas Hukum bagian Hukum
Internasional Universitas Hassanudin Makassar. Penelitian dilakukan tahun 2015 dengan
judul Tinjauan Hukum Internasional Dalam Hal Pembagian Batas Laut Wilayah Indonesia
dengan Timor Leste Pasca Referendum Tahun 1999. Perbedaan peneliti terdahulu dengan
penelitian yang saya lakukan adalah peneliti terdahulu menekankan kepada aspek pengaturan
hukum internasional dalam menetapkan batas laut wilayah Indonesia dan Timor Leste
sedangkan penelitian yang akan saya lakukan adalah bagaimana kerjasama perbatasan yang
dilakukan Singapura dan Malaysia pasca putusan Mahkamah Internasional terhadap gugusan
Pulau Batu Puteh, Karang Tengah dan Karang Selatan pada tahun 2008. Saya meneliti
bagaimana kedua negara melakukan kerjasama untuk menentukan batas maritim serta
kepemilikan Pulau Karang Selatan. Persamaan penelitian saya dengan penelitian terdahulu
adalah sama - sama meneliti tentang persoalan batas wilayah dua negara.
Maka berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Kerjasama Singapura dan Malaysia Melalui Joint Hydrographic Survey
Dalam Menetapkan Batas Maritim Pada Gugusan Pulau Pedra Branca, Middle Rocks
dan South Ledge ( 2010 - 2013 )”.
Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian, maka dibutuhkan
beberapa rujukan mata kuliah yang dijadikan kurikulum dalam Program Studi Ilmu
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer
Indonesia, antara lain:
1 Diplomasi dan Negosiasi, membantu memberikan gambaran mengenai langkah -
langkah diplomasi serta upaya - upaya yang dilakukan oleh negara dalam aktivitasnya
di dunia Internasional. Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana cara - cara
diplomasi yang dilakukan Singapura dan Malaysia pada kerjasama perbatasan dalam
menetapkan batas maritim disekitar Pulau Pedra Branca, Middle Rocks dan South
Ledge.
2. Hukum Internasional, membantu dalam memberikan gambaran mengenai
fenomena serta penerapan Perjanjian Internasional di dalam praktik hubungan
bilateral Singapura dan Malaysia pada kerjasama perbatasan yang dilakukan.
3. Hubungan Internasional di Asia Tenggara, menjelaskan berbagai fenomena
interaksi yang terjadi di kawasan Asia Tenggara. Dalam penelitian ini menjelaskan
fenomena interaksi antara Singapura dan Malaysia pada kerjasama perbatasan yang
dilakukan
1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1Rumusan Masalah Mayor :


Bagaimana kerjasama Singapura dan Malaysia melalui Joint Hydrographic
Survey dalam menetapkan batas maritim pada gugusan Pulau Pedra Branca,
Middle Rocks dan South Ledge?

1.2.2 Rumusan Masalah Minor


1. Apa saja upaya - upaya yang dilakukan Singapura dan Malaysia dalam
kerjasama penetapan batas maritim pada gugusan Pulau Pedra Branca, Middle
Rocks dan South Ledge?

2. Apa saja kendala yang dihadapi Singapura dan Malaysia dalam kerjasama
penetapan batas maritim pada gugusan Pulau Middle Rocks, Middle Rocks
dan South Ledge?

3. Bagaimana perkembangan terbaru kerjasama Singapura dan Malaysia


melalui Joint Hydrographic Survey dalam menetapkan batas maritim pada
gugusan Pulau Pedra Branca, Middle Rocks dan South Ledge?

1.2.3 Pembatasan Masalah


Penelitian ini dibatasi dari tahun 2010 saat penandatanganan Memorandum
of Understanding tentang Joint Hydrographic Survey hingga tahun 2013 pada
saat pertemuan terakhir yang digelar oleh kedua negara.
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

Dari rumusan masalah diatas penulis mempunyai maksud dan tujuan yaitu :

1.3.1 Maksud Penelitian :


Untuk mengetahui kerjasama Singapura dan Malaysia melalui Joint
Hydrographic Survey dalam menetapkan batas maritim pada gugusan
Pulau Pedra Branca, Middle Rocks dan South Ledge

1.3.2 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui upaya - upaya yang dilakukan Singapura dan
Malaysia dalam kerjasama penetapan batas maritim pada gugusan
Pulau Pedra Branca, Middle Rocks dan South Ledge.

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Singapura dan Malaysia


dalam kerjasama penetapan batas maritim pada gugusan Pulau Pedra
Branca, Middle Rocks dan South Ledge.

3. Untuk mengetahui perkembangan terbaru kerjasama Singapura dan


Malaysia melalui Joint Hydrographic Survey dalam menetapkan batas
maritim pada gugusan Pulau Pedra Branca, Middle Rocks dan South
Ledge

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN


1.4.1 Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi
perkembangan Ilmu Hubungan Internasional khususnya pada mata kuliah

Hukum Internasional, Diplomasi dan Negosiasi serta Hubungan Internasional di Asia


Tenggara
1.4.2 Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitian ini bisa menjadi acuan atau pedoman bagi peneliti
lainnya jika ingin melakukan penelitian yang sama. Selain itu, penelitian ini
juga bisa menjadi referensi pengetahuan bagi masyarakat yang ingin
mengetahui hubungan bilateral Singapura dan Malaysia pasca putusan
Mahkamah Internasional pada gugusan Pulau Pedra Branca / Batu Puteh,
Middle Rocks / Karang Tengah dan South Ledge / Karang Selatan
KESIMPULAN

Sengketa antara malaysa dengan singapura tentang pulau batu puteh merupakan salah satu
contoh kasus sengketa perbatasan yang dimana masing-masing negara tersebut masih
menggunakan peta pada jaman kedudukan inggris di wilayah tersebut. Sebenarnya dalam
penentuan wilayah terdapat dua ketentuan yaitu
1.ketentuan tidak tertulis
Ketentuan ini dibuat di dasarkan oleh pengakuan pihak yang berwenang di daerah
perbatasan,oleh para saksi dan juga petunjuk, yang pada akhirnya hal ini menjadi kebiasaan
dan dapat tumbuh menjadi perbatasan tradisional
2. ketentuan tertulis

3. Dengan adanya dokumen-dokumen tertulis, seperti peta maupun naskah-naskah


perjanjian wilayah perbatasan merupakan dasar tertulis dalam penegasan batas
wilayah antar negara

Dalam hal ini semestinya jika ada pulau terluar yang disengketakan semestinya
dapat dilihat dari pulau tersebut lebih di perdayakan oleh negara mana dan juga adanya
pihak-pihak berwenang yang bertugas untuk menjaga dan mengurus pulau tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghafur Hamid. Article: Case Concerning Sovereignty Over Pulau Batu Puteh:
A Critical Analysis of its Legal Implications. 2011
Adijaya Yusuf, "Penerapan Prinsip Pendudukan Efektif Dalam Perolehan Wilayah"
Makalah dalam Diskusi FH Univ. Indonesia. 2003
Andreas Pramudianto, Peradilan Internasional dan Diplomasi dalam Sengketa
Lingkungan Hidup Maritim. 2017
Dedi Supriyadi. Hukum Internasional (dari Konsepsi sampai Aplikasi). Pustaka Setia.
Bandung. 2011.
Hari Sabarno, 'Pelaksanaan Administrasi Pemerinkhan dan Pengelolaan Pulau-pulau
Indonesia", Diskusi FH Univ. Indonesia, Jakarta 5 Februari 2003
J.G. Starke. Pengantar Hukum Internasional. Sinar Grafika, Jakarta. 2008
Lihat Huala Adolf, 2004, Umunadi, Ejiwoke Kennedy, 2011,
Muchlis Hamdi, "Pengelolaan Wilayah Perbatasan" Majalah Berita Perbatasan Edisi
02/Th l/ Desember 2002/Januari 2003, Diterbitkan oleh Depdagri RI Jakarta.
Oxford English Dictionary dalam Jonsson, Crister dan Karin Aggestam. “Diplomacy
and Conflict Resolution”, Prepared for the NISA conference on “Power, Vision and
Order in World Politics”. 2007

Anda mungkin juga menyukai