PULAU SUMATRA
JUDUL : KAJIAN PEKANBARU
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
1. Sejarah
2. Adat Istiadat
3. Rumah Adat
4. Bahasa Daerah
5. Agama
6. Sosial Budaya
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Nama Pekanbaru dahulunya dikenal dengan nama “Senapelan” yang saat itu
dipimpin oleh seorang Kepala Suku disebut Batin. Daerah ini terus
berkembang menjadi kawasan pemukiman baru dan seiring waktu berubah menjadi
Dusun Payung Sekaki yang terletak di muara Sungai Siak. Pada tanggal 9 April
Tahun 1689, telah diperbaharui sebuah perjanjian antara Kerajaan Johor dengan
Belanda (VOC) dimana dalam perjanjian tersebut Belanda diberi hak yang lebih luas.
Diantaranya pembebasan cukai dan monopoli terhadap beberapa jenis barang
dagangan. Selain itu Belanda juga mendirikan Loji di Petapahan yang saat itu
merupakan kawasan yang maju dan cukup penting. Karena kapal Belanda tidak dapat
masuk ke Petapahan, maka Senapelan menjadi tempat perhentian kapal-kapal
Belanda, selanjutnya pelayaran ke Petapahan dilanjutkan dengan perahu-perahu kecil.
Dengan kondisi ini, Payung Sekaki atau Senapelan menjadi tempat penumpukan
berbagai komoditi perdagangan baik dari luar untuk diangkut ke pedalaman, maupun
dari pedalaman untuk dibawa keluar berupa bahan tambang seperti timah, emas,
barang kerajinan kayu dan hasil hutan lainnya.
Akhirnya menurut catatan yang dibuat oleh Imam Suhil Siak, Senapelan yang
kemudian lebih popular disebut Pekanbaru resmi didirikan pada tanggal 21 Rajab hari
2
Selasa tahun 1204 H bersamaan dengan 23 Juni 1784 M oleh Sultan Muhammad Ali
Abdul Jalil Muazamsyah dibawah pemerintahan Sultan Yahya yang kemudian
ditetapkan sebagai hari jadi Kota Pekanbaru. Sejak ditinggal oleh Sultan Muhammad
Ali Abdul Jalil Muazamsyah, penguasaan Senapelan diserahkan kepada Datuk
Bandar yang dibantu oleh empat Datuk besar yaitu Datuk Lima Puluh, Datuk Tanah
Datar, Datuk Pesisir dan Datuk Kampar. Mereka tidak memiliki wilayah sendiri
tetapi mendampingi Datuk Bandar. Keempat Datuk tersebut bertanggungjawab
kepada Sultan Siak dan jalannya pemerintahan berada sepenuhnya ditangan Datuk
Bandar. perkembangan tentang pemerintahan di Kota Pekanbaru selalu mengalami
perubahan:
Semua warga muslim di tiap daerah di Tanah Air tentu memiliki cara sendiri
dalam menyambut bulan suci Ramadan. Nah, tradisi Petang Megang merupakan
salah satunya. Sebagian masyarakat Kota Pekanbaru, terutama masyarakat Melayu,
mengadakan tradisi ini untuk memanjatkan rasa syukur dan kebahagiaan mereka
karena dapat bertemu kembali dengan bulan puasa tahun itu. Petang Megang juga
punya istilah lain yaitu “Petang Belimau” yang artinya mandi air jeruk limau di sore
3
hari. Air dicampur perasan jeruk limau digunakan untuk mandi sebagai simbol
penyucian jiwa dan raga sebelum melaksanakan ibadah puasa di bulan suci
Ramadhan. Selain jeruk limau, buah jeruk yang biasanya digunakan dalam ritual ini
adalah jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk kapas.
Tradisi Petang Megang atau Petang Belimau ini biasanya dilakukan dalam
sebuah arak-arakan warga sekitar, tokoh agama, pemimpin adat, dan pejabat daerah.
Dengan iringan kesenian Kompang atau alat musik tradisional khas Melayu Riau,
arak-arakan pun berjalan menuju lokasi upacara Petang Megang dilangsungkan
• Berinai Curi
Tradisi Riau yang satu ini sangat unik. Dilakukan sehari atau dua hari
menjelang hari pernikahan sepasang calon pengantin, peralatan berinai (bahan Pacar
Cina atau Henna yang digunakan untuk melukis kuku dan punggung tangan calon
mempelai wanita) harus “dicuri” (diambil secara diam-diam) dari rumah calon
mempelai wanita. Makna dari ritual ini adalah menolak bala atau malapetaka bagi
sang mempelai wanita dan membuat wajahnya kian bercahaya saat hari pernikahan
tiba. Pemakaian bahan inai pada punggung tangan dan kaki calon mempelai wanita
sendiri tidak hanya untuk mempercantik riasan pengantin, namun juga dipercaya
dapat menjauhkan pengantin dari kemalangan dan gangguan jin jahat.
Riau yang mayoritas warganya adalah umat Islam pun masih ada tradisi yang
merupakan hasil akulturasi budaya Melayu dengan agama Hindu. Tepuk Tepung
Tawar namanya, sebuah ritual yang dilaksanakan secara simbolis untuk memberikan
doa restu.
Pada umumnya, tradisi ini diadakan pada beberapa hari istimewa, seperti
pernikahan, khitanan, dan kelahiran. Prosesinya sendiri melibatkan kegiatan
menaburkan beras tabur (beras kunyit dicampur beras putih basuh) dan bunga tujuh
rupa, seperti melati, mawar, dan bunga rampai. Maknanya adalah pemberian doa
restu dan berkah untuk kelancaran acara utama.
2.3 Rumah Adat
1. Rumah Melayu Atap Limas Potong
4
gambar 1. 1 Rumah Melayu Atap Limas
Potong
5
gambar 1. 2 Rumah Selaso Jatuh Kembar
Selaso (Bahasa Melayu) dalam Bahasa Indonesia berarti selasar. Rumah Selaso
Jatuh Kembar artinya rumah yang memiliki dua selasar yang lantainya lebih rendah
dari ruang tengah. Dengan demikian, serambi kelilingnya posisinya lebih rendah.
Rumah Selaso Jatuh Kembar juga biasa disebut Balai Salaso Jatuh. Rumah ini tidak
digunakan untuk tempat tinggal warga biasa. Hanya pemangku adat atau para datuk
yang boleh tinggal di Balasi Salaso Jatuh. Selain itu, rumah ini juga biasa digunakan
sebagai tempat berkumpul, acara adat, masak bersama, musyawarah, hingga tempat
penyimpanan alat-alat adat (termasuk alat musik). Oleh karena itu, tidak heran jika
rumah ini juga dijuluki dengan Balai Kerapatan, Balairung Sari, dan Balai
Pengobatan.
Rumah adat Riau berikutnya adalah Hunian Melayu Lipat Kajang. Rumah adat
satu ini tampaknya sudah mulai punah karena sudah sangat jarang sekali terlihat.
Kalaupun masih ada, biasanya rumah tersebut merupakan bangunan pemerintah
setempat yang direnovasi sehingga terlihat lebih modern. Dulunya, rumah adat ini
banyak didirikan di daerah yang dialiri sungai Rokan, daerah Siak Sri Indrapura, dan
bagian kiri sungai Kampar, daerah Pelalawan, daerah hilir dan muara sungai
Indragiri. Dalam bahasa Melayu, Lipat Kajang bisa diartikan sebagai jalan atau
sungai yang berkelok dengan sudut yang tajam.
6
4. Rumah Melayu Atap Lontik
Rumah adat Riau berikutnya adalah Rumah Melayu Atap Lontik. Rumah adat
ini juga disebut dengan Rumah Lancang atau Rumah Pencalang karena atap rumah
ini bentuknya meruncing tajam dan bentuk kaki rumahnya berbentuk seperti perahu
atau lancang. Sementara itu, keempat sisi Rumah Melayu Atap Lontik ini miring
keluar. Rumah adat ini merupakan simbol yang menandakan tingginya penghormatan
masyarakat Riau kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adanya lengkungan pada atapnya
melambangkan bahwa awal dan akhir hidup manusia akan kembali kepada Tuhan.
Jumlah anak tangga menuju rumah berjumlah lima yang melambangkan lima rukun
Islam. Jika pada ruangan terdapat tangga, jumlah anak tangganya berjumlah ganjil,
yakni 3, 5, 7, 9, dan 11. 5. Rumah Singgah Siak
7
Menurut catatan sejarah, wilayah Senapelan (Pekanbaru) merupakan ibukota
dari Kerajaan Siak Sri Indrapura. Sebelum Senapelan, Menpura merupakan ibu kota
Kerajaan Siak Sri Indrapura. Alasan dipilihnya Senapelan sebagai ibukota adalah
wilayah ini berada di lokasi yang cukup strategis dalam lalu lintas perdagangan.
Ditambah lagi, kondisi Sungai Siak sangat tenang. Belum lagi, saat itu Senapel
menjadi perkampungan yang memegang peran penting dalam posisi silang baik
dengan pedalaman Tapung, Mingakabau, dan Kampar. Kondisi tersebut mendorong
Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syahwilayah untuk memindahkan pusat kerajaan dari
Menpura ke Senapelan pada tahun 1775. Hanya saja, rumah ini baru dibangun pada
tahun 1895. Dan Rumah Singgah Siak ini merupakan rumah yang akan disinggahi
pertama kali oleh Sultan Siak beserta para pengiringnya apabila sedang berada di
Senapelan.
8
- Turon artinya turun
- Musoh artinya musuh
- Maen artinya main
- Lup artinya lupa
- Kabo artinya kabur
- Hade artinya hadir
- Lempa artinya lempar
- Mondo artinya mundur
Ada keprihatinan dari para tokoh adat Melayu terhadap penggunaan bahasa
sehari-hari warga Pekanbaru. Sebagai ibukota provinsi yang dikenal dengan
Melayunya ini, seharusnya bahasa sehari-hari warga Pekanbaru adalah bahasa
Melayu, bukan bahasa daerah lain.
2.5 Agama
Apa agama Pekanbaru Riau? Sebanyak 87% Penduduk Riau Beragama Islam
pada Juni 2021. Data Direktorat Jenderal Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
(Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri mencatat, jumlah penduduk Riau sebanyak
6,45 juta jiwa pada Juni 2021. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,62 juta jiwa atau
87,11% penduduk di provinsi tersebut memeluk agama Islam. Artinya, mayoritas
penduduk di provinsi yang memiliki sebutan Bumi Lancang Kuning tersebut
muslim.Jumlah penduduk Riau yang beragama Kristen 624,06 ribu jiwa atau 9,67%
dari populasi. Penduduk di Bumi Lancang Kuning tersebut yang memeluk agama
Buddha sebanyak 135,46 ribu jiwa atau 2,1%. Terdapat pula penduduk Riau yang
beragama Katolik 68,13 ribu jiwa (1,06%). Ada pula penduduk di provinsi tersebut
yang memeluk agama Konghucu 2,2 ribu jiwa (0,03%) serta yang beragama Hindu
761 jiwa (0,01%). Penduduk Riau yang memeluk aliran kepercayaan sebanyak 1,14
ribu jiwa (0,0%).
Berdasarkan jenis kelamin, 3,3 juta jiwa (51,14%) penduduk Riau adalah
lakilaki. Sisanya, 3,15 juta jiwa (48,86%) penduduk di provinsi tersebut adalah
perempuan. Menurut status perkawinan, terdapat 3,03 juta jiwa atau 46,87%
penduduk Riau berstatus kawin. Terdapat 3,2 juta atau 49,62% penduduk Riau yang
berstatus belum kawin.
Riau merupakan provinsi di Sumatera yang memiliki luas wilayah 87.023 kilo
meter (km) persegi dengan kepadatan penduduk 74 jiwa/km persegi. Secara
administrasi, Provinsi Riau terbagi dalam 10 kabupaten dan 2 kota yang memiliki 169
9
kecamatan dengan 1591 desa dan 268 kelurahan. Islam 84,54% Kristen 11,53% -
Protestan 10,12% - Katolik 1,50% Buddha 3,81% Hindu 0,02% Konghucu 0,01%
2.6 Sosial Budaya
Corak Budaya Melayu Riau ditentukan oleh sifat, ciri, dan penampilan orang
Melayu itu sendiri. Oleh karena itu pembicaraan corak budaya itu tidak terlepas dari
sifa, ciri, dan penapilan orang Melayu itu sendiri.Salah satu sifat orang Melayu Riau
adalah pemalu. UU. Hamidy mengatakan “Orang Melayu Tradisional punya
penampian pemalu. Malu dipandang sebagai harga diri, kalau malu sudah hilang hidup
bisa seperti binatang”
Sifat pemalu menghasilkan tingkah laku yang terpelihara. Tingkah laku yang
terpelihara yang dimiliki orang Melayu menunjukkan bahwa orang itu tidak mau
berbuat semena-mena karena maksudnya kalau dia berkuasa, dia malu korupsi, malu
kolusi, malu nepotisme dalam berbagai situasi. Dengan kata lain orang pemalu tidak
akan pernah KKN.
Rumah adat daerah ini dinamakan Selaso Jatuh Kembar. Rumah ini merupakan
tempat tinggal yang digunakan oleh para datuk atau pemangku adat. Rumah adat ini
menjadi salah satu unsur kebudayaan Kepulauan Riau. Dengan aksen-aksen yang
menghiasi rumah adat ini semuanya berhiaskan ukiran. Dengan ukirannya yang
mempunyai corak berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya.Di dalam rumah
adat ini, dilengkapi pula dengan Balai Adat. Dimana ruangan ini dipergunakan untuk
melakukan pertemuan dan musyawarah.
10
2. Pakaian Adat Menjadi Bukti Budaya Riau
Dengan adanya pakaian adat, menunjukan bukti bahwa melayu Riau mempunyai
kebudayaan yang maju. Karena memiliki pakaian adat yang bermacam-macam sesuai
dengan kebutuhan. Untuk pria menggunakan pakaian adat berupa baju Kurung Cekak
Musang atau biasa disebut dengan baju Kurung Belanga. Tampilan bentuk busana ini
mirip dengan baju muslin yang dipadukan dengan celana panjang yang longgar.
Kemudian dilengkapi dengan sarung dan kopyah. Sedangkan untuk wanita
menggunakan gaun berupa baju Kurung Kebaya Laboh. Kedua pakaian adat ini
merupakan salah satu warisan kebudayaan Riau yang sering digunakan pada saat
upacara adat atau pernikahan. Tampilan dari pakaian adat ini sangat tertutup dan
Salah satu ciri khas kebudayaan Riau yaitu pada tarian tradisionalnya. Tarian ini
dinamakan tari Tandak. Tarian ini biasa ditampilkan oleh seorang laki-laki dan
beberapa perempuan. Selain itu, tarian ini ditampilkan dengan beberapa musik dan
alunan lagu. Tarian ini merupakan tari pergaulan yang sangat digemari di daerah Riau.
Provinsi Riau merupakan daerah yang kaya akan kebudayaan yang lahir dari
beragam suku bangsa. Bahasa daerah yang digunakan dalam keseharian yaitu
menggunakan Bahasa Melayu Riau. Bahasa ini mirip dengan Bahasa Indonesia.
Pemilihan Bahasa ini sebagai akar Bahasa Indonesia yang sesuai dengan kebijakan
pemerintah Hindia-Belanda.
11
2.7 Perekonomian dan ke Khas’an Daerahnya
Posisi Sungai Siak sebagai jalur perdagangan Pekanbaru, telah memegang
peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekomoni kota ini. Penemuan
cadangan minyak bumi pada tahun 1939 memberi andil besar bagi perkembangan dan
migrasi penduduk dari kawasan lain dan diKota ini memiliki sebuah bandar udara
internasional, terminal bus antar kota dan antar provinsi, serta dua pelabuhan.
Populasi Pekanbaru bersifat kosmopolitan, dipengaruhi oleh letak strategisnya di
tengah-tengah Lintas Timur Jalan Raya Lintas Sumatra. Beberapa etnis yang
memiliki populasi signifikan di kota ini antara lain adalah suku Minangkabau, Orang
Ocu, Melayu, Jawa, Batak, dan Tionghoa.
• Pakaian Adat
1. Baju Kurung
Baju kurung biasanya dikenakan kaum perempuan segala usia. Bentuk bajunya
berlengan panjang, dengan panjang sedikit di atas lutut. Untuk baju kurung yang
dikenakan sehari-hari di rumah panjangnya sepinggang, ataupun sedikit di bawah
pinggang. Dan model bajunya longgar dan tidak boleh ketat atau memperlihatkan
lekuk-lekuk tubuh si pemakai.
Sementara, atribut pelengkapnya berupa selendang atau kain tudung yang
dipakai pada bahu dan untuk menutupi kepala.
Baju kebaya labuh yang juga disebut kebaya panjang atau belah labuh,
memiliki panjang tiga jari di bawah lutut atau sampai betis.entuk busana tidak terlalu
longgar dan tidak terlalu sempit. Sama halnya dengan baju kurung, baju kebaya labuh
dikenakan bersama dengan selendang atau kain tudung.
Pakaian adat Riau untuk laki-laki disebut baju teluk belanga. Modelnya
berkerah dan berkancing dengan memakai kancing tep, kancing emas atau kancing
permata. Lengan bajunya lebar, agak longgar dengan panjang agak menutup
pergelangan tangan. Umumnya busana teluk belanga dibuat setelan dengan celana,
dan terbuat dari katun atau bahan lain yang berwarna polos.
12
Sebagai atribut, dikenakan kain samping berupa kain pelekat atau kain songket.
Pria Melayu Riau memakai baju teluk belanga bersama dengan penutup kepala
berupa songkok, ikat kepala, juga tanjak. Tanjak dibuat dari jenis kain yang sama
dengan baju dan celana.
Bentuk pakaian adat Riau cekak musang mirip dengan busana teluk
belanga.Model bajunya berkerah, tidak berkancing dan pada bagian leher berbelah ke
bawah sepanjang kurang lebih 5 cm.Umumnya, baju cekak musang hadir dengan
setelan celana panjang sampai ke mata kaki.
• Songket Indragiri
Masing-masing memiliki corak motif berbeda-beda. Umumnya, motifnya
berkaitan dengan tumbuhan, hewan dan alam.
• Tari Tandak
Tari Tradisional Tarian ini dinamakan tari Tandak. Tarian ini biasa ditampilkan
oleh seorang laki-laki dan beberapa perempuan. Selain itu, tarian ini ditampilkan
dengan beberapa musik dan alunan lagu. Tarian ini merupakan tari pergaulan yang
sangat digemari di daerah Riau
• Senjata Tradisional
1. Pedang Jenawi
merupakan senjata yang sering digunakan oleh panglima perang, termasuk pada
saat bangsa Indonesia berperang dengan melawan penjajah dari Belanda. Pedang
Jenawi tidak dapat dipegang atau bahkan dikuasai oleh sembarang orang. Karena
13
sesuai dengan namanya, pengguna dari senjata ini harus orang yang cerdas,
berwibawa, dan juga tentunya memiliki kekuasaan atau orang yang sangat dihormati
2. Beladau
Beladau merupakan senjata tradisional Riau yang memiliki ukuran kecil, bisa
dibilang juga senjata tersebut mirip dengan belati. Tetapi bedanya senjata ini
mempunyai bentuk yang melengkung sampai dengan ujungnya. Senjata Beladau juga
sekilas mirip dengan badik tumbuk lada. Biasanya senjata tersebut akan digunakan
untuk menyerang dari jarak dekat.
gambar 1. 7 beladau
14
1. Genggong Talang Mamak
Alat musik ini merupakan musik tradisional yang berasal dari suku Talang
Mamak, genggong dimainkan sebagai penghibur diri yang dilakukan pada beberapa
perayaan seperti upacara adat, penghibur diri saat waktu istirahat, hiburan seraya
menunggu padi masak dan acara-acara begawai. Keunikan lain dari alat musik ini
yaitu, genggong dimainkan ketika malam hari dengan tujuan untuk memikat anak
gadis, bagi laki-laki dewasa yang masih lajang.
2. Kompang
Alat musik tradisional ini dijadikan sebagai alat kesenian gendang, kulit
kompang terbuat dari bahan kulit lembu, kulit kambing, Kerbau dan getah sintetik.
Cara memainkannya dengan cara menepuk kulit kompang dengan telapak tangan atau
jari-jari. Alat musik ini biasanya di mainkan ketika dalam acara kenduri, upacara adat
dan perarakan.
gambar 1. 9 Kompang
15
16
17