Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM KESMAS DASAR

KESEHATAN LINGKUNGAN
“IDENTIFIKASI VEKTOR PENYAKIT”

DI SUSUN :
KELOMPOK II

WAHYU SAPUTRA SINUBU (811420007)


ANISA HURUJI (811420107)
FITRIYANTI PRATIWI NDAHURA (811420106)
NUR KHAIRINI LIHAWA (811420082)
RIRI DEVITA DESI RATNA SARI (811420170)
SHAFA TASYA KAMILA (811417165)

PEMINATAN ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN


JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS OLAHRAGA DAN
KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI
GORONTALO
2023
KEGIATAN 2

1. Judul Praktikum
Identifikasi Vektor Penyakit
2. Tujuan Praktikum
1. Mengenal dan mengidentifikasi jentik dan nyamuk dewasa sebagai
vektor penyakit.
2. Mengidentifikasi jenis lalat dan menghitung kepadatan lalat.
3. Mengidentifikasi jenis tikus dan ektoparasit.
3. Dasar Teori
1. Vektor Nyamuk
Nyamuk adalah serangga yang sukses memanfaatkan air lingkungan
termasuk air alami, air sumber buatan yang sifatnya permanen maupun temporer.
Nyamuk mempunyai bagian mulut yang panjang dan hanya betina yang
menghisap darah. Nyamuk memerlukan tiga macam tempat untuk kelangsungan
hidupnya yaitu tempat berkembangbiak, tempat istirahat dan tempat mencari
darah (Hakiki, R. 2016).
Berdasarkan keberagaman hopesnya nyamuk betina lebih menyukai
darah manusia ( Antropofilik), ada yang menyukai darah hewan (zoofilik) dan
menyukai keduanya. Aktivitas nyamuk berdasarkan keberadaan hopenya dapat
dibagi dua yaitu nyamuk dapat menghisap darah manusia dan hewan berada
diluar rumah (Eksofagik) seperti dikandang dan nyamuk menghisap darah di
dalam rumah ( Endofagik) ((Hakiki, R. 2016).
Tempat penampungan air berpotensi untuk menjadian tempat perinduan
nyamuk Aedes aegypti. Hal ini disebabkan karena tempat penampungan air yang
tidak ditutup, lembab, terlindungi dari sinar matahari langsung dan nyamuk
Aedes aegypti bertelur pada air jernih, sehingga nyamuk dapat membuat siklus
hidupnya pada tempat tersebut yaitu dari telur-jentik-pupa dan kemudian
menjadi nyamuk dewasa. Untuk menekan peningkatan penyakit yang ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegpti. Perlu adapartisipasi oleh semua komponen
masyarakat maupun mahasiswa dalam memberantas sarang nyamuk, dimana
sering dilakukan penyuluhanpenyuluhan tentang pemberantasan nyamuk Aedes
aegypti, dan bahaya penyakit DBD di mahasiswa, baik langsung dari petugas
kesehatan yang ada di wilayah Abdul Kadir khususnya Universitas Indonesia
Timur sehingga kasus DBD dapat di tekan sekecil mungkin ((Hakiki, R. 2016).
Nyamuk termasuk family culicidae dan merupakan family yang sangat
besar yang terdiri atas 31 genus dan ratusan spesies, genus terbesar yang penting
untuk ilmu kedokateran adalah Anopheles, Culex, Aedes dan Mansonia.
Nyamuk mempunyai bagian mulut yang panjang dan hanya betina yang
menghisap darah. Telur diletakkan diatas air atau ditempat lembab. Larva dan
pupa kedua-duanya hidup didalam air, nyamuk dewasa keluar dari pupa dan
kawin pada umur 1 sampai 2 hari, yang betina menghisap darah setiap 4 sampai
5 hari untuk kemudian bertelur (Team Teaching, 2023).
1) Nyamuk Aedes Aegypti
Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor utama penyakit demam
berdarah. Penyebaran Aedes Aegypti di Indonesia sangat luas, nyamuk ini
memiliki tempat perindukan pada air jernih seperti bak mandi, pot bunga,
tempat minum hewan peliharaan serta pada barang-barang bekas yang
didalamnya tergenang air, dengan ciri-ciri umum :
a. Ukuran sedang, warna hitam dan terdapat garis-garis dan titik-titik putih
pada badan dan kaki.
b. Nyamuk betina mempunyai antena dengan bulu-bulu yang tidak lebat,
sikap hinggap sejajar sama dengan culex maupun mansonia.
c. Aedes Aegypti : sebagai vektor penyakit DHF (Dengue Haemorhagic
Fever).
d. Aedes albopictus : Sebagai vektor penyakit demam fever/demam kuning
maupun chikungunya (Team Teaching, 2023).
Ciri-Ciri Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti
1. Stadium Telur
a) Bentuk lonjong, agak memipih, berwarna kekuningan, setelah agak
tua akan berwarna coklat;
b) Permukaan telur terdapat lapisan seperti kain kassa;
c) Ujung telur terdapat corolla;
d) Tidak mempunyai pelampung;
e) Diletakkan satu-satu diletakkan dipermukaan air dan menempel
pada bejana;
f) Dalam keadaan lembab tahan sampai 6 bulan.
2. Stadium Larva/Jentik
a) Terdapat pada air yang jernih;
b) Sikapnya membuat sudut 45 derajat dengan permukaan air dan
bagian kepalanya dibawah;
c) Mempunyai siphon yang relatif pendek dan gemuk yang berwarna
gelap dengan mempunyai satu rumpun bulu yang berfungsi untuk
bernafas;
d) Pada segmen ke-8 terdapat deretan sisir sebanyak 8-12 buah
bentuknya seperti mahkota (A. aegypti).
3. Stadium Pupa
a) Bentuk seperti koma;
b) Terdiri atas cephalothorax dan abdomen;
c) Mempunyai siphon;;
d) Mempunyai terompet yang digunakan untuk bernafas pada thorax
e) Mempunyai kantong udara yang terletak diantara bakal sayap pada
bentuk dewasa;
f) Mempunyai sepasang pengayuh yang saling menutupi pada ruas
abdomen terakhir yang berfungsi untuk : menyelam cepat, dengan
serangan jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsangan;
g) Sangat mudah musnah pada kekeringan maupun pembekuan.
4. Stadium Dewasa
a) Berwarna hitam dengan belang-belang putih;
b) Kepala hitam dengan garis putih ditengahnya, palpi hitam dengan
putih pada ujungnya, proboscis hitam;
c) Thorax terdapat 2 garis putih yang berbentuk kurva dengan 2 garis
putih yang sejajar ditengah kurva;
d) Abdomen pada setiap segmen terdapat gelang-gelang putih;
e) Kaki mempunyai gelang-gelang putih pada setiap ruas;
f) Hinggap sejajar. (Team Teaching, 2023)
2) Nyamuk Anopheles
Nyamuk Anopheles merupakan salah satu vektor utama penyebab
peyakit Malaria.
a. Lebih banyak ditemukan mengigit diluar rumah.
b. Tempat perindukan adalah sawah dan saluran irigasi, kolam, rawa,
mata air dan sumur.
c. Berkembang biak dengan baik di air yang jernih/ agak keruh, air
berhenti/sedikit mengalir, ditempat teduh atau terkena sinar
matahari langsung.
d. Sebagai vektor penyakit malaria.
Ciri-Ciri Morfologi Nyamuk Anopheles:
1. Stadium Telur
a) Lonjong seperti perahu, kedua ujung meruncing.
b) Mempunyai alat pengapung, tersusun teratur.
c) Diletakkan sendiri-sendiri (terpisah).
d) Mudah musnah diatas 40 derajat dan dibawah 0 derajat dan tidak
berkembang di bawah 12 derajat.
e) Segera menetas bila berada dalam air dalam waktu 2-3 hari.
2. Stadium Larva
a) Teridir atas kepala, torax, dan abdomen.
b) Panjang tanpa kaki, kepala mempunyai mata majemuk.
c) Antena berbulu, bagian mulut digunakan untuk mengigit.
d) Kedelapan ruas abdomen mengandung spirakel yang berfungsi
untuk lubang udara.
e) Terletak sejajar dengan permukaan air.
f) Mempunyai sikat palmata seperti kipas, tidak mempunyai siphon
(corong nafas).
g) Pada bagian anus mempunyai insang anal yang berfungsi untuk
menyerap air dan mampu menahan suhu rendah maupun sedang.
3. Stadium pupa
a) Bentuk seperti koma, terdiri atas cephalotharox dan abdomen.
b) Mempunyai siphon dan terompet yang digunakan untuk bernafas
pada thorax, mempunyai kantong undara yang terletak diantara
bakal sayap pada bentuk dewasa.
c) Mempunyai sepasang pengayuh yang saling menutupi pada ruas
abdomen terakhir yang berfungsi untuk : menyelam cepat, dengan
serangan jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsangan.
d) Sangat mudah musnah pada kekeringan maupun pembekuan (Team
Teaching, 2023).
3) Nyamuk Culex sp
a. Menghisap darah hanya pada malam hari.
b. Metamorfosis sempurna.
c. Tempat perindukan pada rawa, daerah pantai dan air payau.
d. Kebiasaan menggigit di dalam rumah maupun di luar rumah.
e. Sebagai vektor biologis (cyclo develomental) Wuchereria bancrofu
f. Sebagai vektor virus Japanese B encephaliti.
Ciri-Ciri Morfologi Nyamuk Culex sp:
1. Stadium Telur
a) Tersusun berderet seperti rakit, diletakkan berkelompok.
b) Berbentuk seperti peluru senapan.
c) Bagian ujung telur terdapat bangunan seperti corolla.
2. Stadium Larva
a) Terdiri atas kepala, thorax, dan abdomen.
b) Siphon panjang, dan langsing dengan hair tuft lebih dari 1 pasang.
c) Posisi di air tegak lurus.
3. Pupa Culex
a) Teridir atas cephalothorax dan abdomen.
b) Berbentuk seperti koma.
c) Mempunyai siphon.
4. Dewasa Culex sp
a) Warna coklat muda.
b) Probosis dan palpus maxilaris tidak sama panjang.
c) Jantan : Palpus Maxilaris hampis sama panjang dengan probosis,
antena bulu lebat (Plumose).
d) Betina : palpus maxilaris lebih pendek dari pada probosis, antena
bulu jarang (pilose).
e) Waktu istirahat sejajar dengan tempat yang dihinggapi.

f) Scutellun trilobi (Team Teaching, 2023).


3. Vektor Lalat
Lalat merupakan salah satu insekta atau serangga yang termasuk dalam
ordo diptera. Lalat berperan sebagai vektor yang akan membawa kuman
penyebab penyakit dari orang yang sakit ke orang yang sehat, serta dapat
membawa kotoran dari tempat hinggapnya yang jorok/kotor menuju ke rumah,
bahkan bisa langsung kebahan makanan. Kepadatan lalat disuatu tempat perlu
diketahui untuk menentukan apakah daerah tersebut berpotensi untuk terjadinya
fly borne diseases atau tidak (Kemenkes, 2007).
Lalat merupakan salah satu vektor penular penyakit seperti lalat
Tabanus, Haematopota, dan Chrysops. Jenis lalat lain seperti Stomoxys, Musca,
Haematobia juga dapat menjadi vektor pada saat populasi lalat tersebut
meningkat di suatu wilayah. Sampai dengan tahun 1930 dilaporkan di Indonesia
terdapat 28 jenis Tabanus, 5 jenis Chrysops dan 5 jenis Haematopota yang dapat
menularkan surra (Mursalim, 2017).
Lalat merupakan salah satu serangga yang mengganggu kenyamanan
dan dapat mempengaruhi kesehatan manusia karena lalat menyukai tempat–
tempat kotor sehingga menjadi pembawa kuman secara mekanik. Proses
mekanik dimulai dari kuman yang menempel pada kaki atau bulu– bulu kaki dan
dipindahkan ke makanan atau minuman sehingga dapat menyebabkan terjadinya
penyakit seperti diare. Lalat rumah (Musca domestica) hidup di sekitar tempat
tinggal manusia. Keseluruhan siklus hidupnya berlangsung antara 10 – 14hari,
dan lalat dewasa dapat hidup selama kira–kira satu bulan. Keberadaan sampah di
lingkungan tempat tinggal berpengaruh terhadap kesehatan, karena dapat
mengakibatkan penyakit bawaan vektor, akan dimanfaatkan oleh lalat sebagai
tempat 2 perkembangbiakannya. Lalat dapat menularkan patogen pada manusia
karena kebiasaan lalat mengunjungi tempat – tempat tidak higienis dan makanan
manusia. Bakteri patogen yang biasa ditularkan oleh lalat adalah Salmonella,
Shigella, Campylobacter, Escherichia dan Enterococcus yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit. Penularan penyakit oleh lalat rumah dilakukan
secara mekanik dengan cara transmisi patogen dari satu inang ke inang lainnya.
Lalat dapat meletakkan telur pada individu yang kurang higienis. Lalat kadang
tanpa sengaja meletakkan telur pada makanan, kemudian dikonsumsi oleh
manusia sehingga dapat berkembang menjadi larva di dalam organ pencernaan.
Kondisi berkembangnya telur lalat di dalam tubuh disebut myiasis dan dapat
membahayakan tubuh penderita. Myiasis dapat terjadi pada mata, hidung,
telinga, dan luka terbuka (Yanti, dkk. 2021).
Lalat termasuk serangga synantropik endofilik yang memiliki
hubungan erat dengan manusia dan hidup di lingkungan tempat tinggal manusia.
Musca domestica dan Chrysomya megacepala contoh dari lalat sinantropik.
Lalat sinantropik diketahui membawa pathogen yang dapat menyebabkan
penyakit serius pada manusia. Peran lalat dalam penularan penyakit pada
manusia terbukti secara tidak langsung. Terdapat korelasi peningkatan kejadian
diare dengan peningkatan populasi lalat. Penularan penyakit oleh lalat rumah
dilakukan secara mekanis. Penularan secara mekanis yaitu patogen
ditransmisikan dari satu inang ke inang lainnya perkembangan organisme di
dalam tubuh vektor. Lalat dapat menularkan patogen pada manusia karena
kebiasaan lalat mengunjungi tempat tempat tidak higienis dan makanan manusia.
Jenis lalat Musca domestica
berwarna abu-abu hitam, panjang 6-9
mm, dengan empat vittae pada thorax
abu yang lain. Tempat
perkembangbiakan utama meliputi
tempat pembuangan sampah, tempat
terbuka, kotoran ternak, limbah akibat
Gambar I. Morfologi Tubub Lalat Rumah (Musca domestica)
pengelolaan buah dan sayur. Penyakit
yang ditularkan oleh lalat Musca domestica antara lain typus, cholera, dan diare
(Team Teaching, 2022).
Lalat merupakan jenis serangga yang hidup dengan lingkungan
manusia. Jenis lalat berada disekitar pemukiman sanagat banyak dan membawa
berbagai jenis penyakit yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat
(Trianto, Dkk.2020).
Lalat berperan sebagai agen pembawa penyakit yang dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Peranan tersebut di
dukung oleh struktur tubuh, tingkah laku, yang pada umumnya berada pada
tempat yang kotor. Anggota tubuh lalat, terutama kaki yang ditumbuhi bulu-bulu
halus dan sepasang purvili pada ujung tarsus dapat menhgasilkan cairan lengket
yang menjadi sarana baik sebagai agen pembawa penyakit (Team Teaching,
2023).
Populasi lalat yang tinggi dapat menimbulkan masalah kesehatan. Fly
grill merupakan salah satu alat sederhana yang banyak digunakan dalam
mengukur kepadatan lalat. Alat ini memiliki cara kerja yang sederhana dalam
mengukur tingkat kepadatan lalat. Pengukuran kepadatan lalat menggunakan alat
ini akan lebih akurat karena dalam perhitungannya diperhatikan per blok grill.
Kepadatan dan penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh reaksi terhadap cahaya,
suhu dan kelembaban udara, serta warna dan tekstur permukaan tempat. (Team
Teaching, 2023).
Angka rata-rata yang diperoleh dari hasil pengukuran kepadatan lalat
merupakan indeks populasi lalat dalam suatu lokasi. Hasil pengukuran
diinterprestasikan sebagai berikut :
a. 0 - 2 ekor per fly grill : rendah (tidak menjadi masalah), yaitu tidak
perlu dilakukan pengendalian.
b. 3 - 5 ekor per fly grill : sedang, perlu pengamanan terhadap tempat -
tempat perindukan lalat (sampah, sisa makanan yang membusuk) dan
bila mungkin direncanakan upaya pengendalian, misalnya dengan cara
perbaikan hygiene sanitasi lingkungan dan membunuh lalat dengan cara
fisik, kimia, dan biologi.
c. 6 - 20 ekor per fly grill : tinggi, perlu pengamanan terhadap tempat -
tempat perindukan dan bila mungkin direncanakan upaya pengendalian,
misalnya dengan cara perbaikan hygiene sanitasi lingkungan dan
membunuh lalat dengan cara fisik, kimia, dan biologi.
d. 21 ekor keatas per fly grill : sangat tinggi atau padat sekali sehingga
harus dilakukan pengamanan terhadap tempat - tempat perindukan lalat
(sampah, sisa makanan yang membusuk) dan upaya pengendalian,
misalnya dengan cara fisik, kimia, dan biologi serta perbaikan sanitasi
lingkungan.
e. Indeks lalat untuk pemukiman dan perkantoran maksimal 8 ekor/ fly
grill (100 cm x 100 cm) / dalam pengukuran 30 menit (Team Teaching,
2023).
5. Vektor Tikus
Tikus termasuk jenis binatang yang perkembangannya sangat cepat
apabila kondis lingkungan menguntungkan bagi kehidupannya. Faktor
pendukung keberadaan tikus meliputi ketersediaan makanan, minuman, tempat
perlindungan dan tempat perkembangbiakan. Tikus banyak ditemukan di daerah
pemukiman padat penduduk dimana memungkinkan digunakan sebagai tempat
tinggal dan sumber makanan yang cukup bagi tikus (Team Teaching, 2023).
Tikus memberikan dampak yang besar di bidang kesehatan yaitu sebagai
reservoir beberapa patogen penyebab penyakit pada manusia. Urin air liur tikus
dapat menyebabkan penyakit Leptospirosis. Gigitan pinjal yang ada pada tubuh
tikus, dapat menyebabkan penyakit Pes. Selain itu, tikus juga dapat menularkan
beberapa penyakit antara lain diantaranya adalah Murine typhus, Salmonellosis,
Richettsial Pox, Rabies, dan Trichinosis. Jenis penyakit yang ditularkan oleh
tikus dan hewan lainnya ke manusia dan sebaliknya, secara umum dikenal
dengan penyakit zoonosis. Penyakit-penyakit tersebut dapat berakibat fatal bila
tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan berujung pada kematian (Team
Teaching, 2023).
Macam - macam tikus dan ciri - ciri habitatnya
1) Tikus got (Rattus norvegicus), Ciri-ciri hewan ini adalah :
a) Tikus got memiliki tubuh yang berat dan tebal, hidung moncong dan
tumpul.
b) Bentuk telinga yang kecil dan berbulu.
c) Elornya yang berukuran 6 inci hingga 8,5 inci berwarna gelap di bagian
atas dengan bagian bawah yang lebih terang. Secara mencolok lebih
pendek dari gabungan kepala dan tubuh mereka, ekor mereka dibawa
dengan gerakan yang relatif lebih sedikit daripada tikus atap.
d) Kaki belakang mereka panjangnya sekitar 1,7 inci; secara keseluruhan
mereka berkisar dari 12¾ inci hungga 18 inci, dan beratnya dari 10
hingga 17 ons.
e) Tikus got betina memiliki 12 puting.
Habitat ini sering ditemukan diruang bawah tanah dan membuat galian
dibawah dari bangunan, dan juga diselokan. (Team Teaching, 2023).
2) Tikus atap (Rattus rattus), Berikut ini adalah ciri-ciri Rattus rattus:
a) Bentuk tubuh Ramping/langsing.
b) Tikus atap memiliki ekor sepanjang 7,5 inci hingga 10 inci, sama
dengan atau sedikit lebih panjang dari panjang gabungan kepala dan
tubuh mereka.
c) Telinga tipis dan besar, floppy dan hidung moncong runcing/mancung.
d) Umumnya bergerak dalam gerakan seperti cambuk
e) Ekornya memiliki warna yang sama, atas dan bawah.
f) Kaki belakang mereka panjangnya sekitar 1,3 inci, dan secara
keseluruhan panjangnya berkisar antara 13¾ inci, dan beratnya 8
hingga 12 ons.
g) Tikus atap betina memiliki 10 puting.
Habitat ini sering ditemukan gedung-gedung hunian. Sering melintasi langit-
langit, bersarang di loteng dan menyelinap ke dapur untuk cemilan tengah
malam, pembawa penyakit yang sangat mudah beradaptasi (Team
Teaching,2023).
3) Tikus rumah (Mus domesticus), Berikut ini adalah ciri-ciri
Mus domesticus:
a) Panjang tubuhnya sekitar 3 sampai 10 cm.
b) Ukuran ekornya lebih panjang dari tikus atap tapi tidak lebih panjang
dari Rattus rattus.
c) Warnanya biasanya coklat muda atau abu-abu dengan ciri warna perut
yang lebih terang.
d) Ukuran telinganya lebih besar dari pada Rattus rattus.
e) Ukuran kaki dan kepala Mus domesticus yang sudah dewasa lebih kecil
jika dibandingkan dengan Rattus rattus.
f) Gesit dan pandai memanjat.
g) Jejak kakinya berukuran lebih kecil dari tikus Rattus rattus.
Biasanya hidup di tanah dan bersarang di liang, tetapi gesit dan bisa
memanjat. (Team Teaching,2023).
Keberadaan tikus dan ektoparasitnya (pinjal, kutu, tungau) merupakan
faktor risiko terjadinya masalah kesehatan masyarakat. Survei digunakan
sebagai kewaspadaan dini penyakit menular tikus terkait dengan kepadatan
tikus dan ektoparasit. Hasil dari survei diharapkan dapat memberikan
informasi yang bermanfaat untuk pencegahan dan pengendalian penyakit
baik yang menular melalui tikus secara langsung maupun melalui
ektoparasit pada tikus. (Team Teaching,2023).
Penularan penyakit yang dibawa oleh tikus dapat ditularkan secara
langsung maupun secara tidak langsung melalui ektoparasit yang
dibawa oleh tikus. Ektoparasit tikus tersebut berperan sebagai vektor
biologis dalam penularan beberapa penyakit pada manusia. Penyakit pes
merupakan salah satu penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang menyerang
hewan rodensia tetapi dapat menular ke manusia melalui gigitan pinjal.
Xenopsylla cheopis adalah pinjal tikus yang dikenal sebagai vektor biologi
dari penyakit pes. Penyakit ini pernah menjadi
wabah di berbagai belahan dunia serta telah menelan banyak korban yang
meninggal akibat penyakit ini, dengan jumlah korban yang mencapai ribuan
di setiap kasus wabah.
Infeksi penyakit pes terjadi karena tikus liar yang membawa bakteri
Yersinia pestis di dalam darah tubuh tikus liar. Pinjal menghisap darah tikus
yang mengandung bakteri Yersinia pestis lalu bakteri tersebut berkembang
biak di dalam perut pinjal. Pinjal menggigit manusia lalu manusia pun
terinfeksi. Penyakit pes termasuk penyakit re-emerging diseases, yaitu
penyakit yang dapat sewaktu-waktu muncul kembali sehingga berpotensi
untuk menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Pemerintah Indonesia
maupun dunia menetapkan penyakit pes menjadi salah satu penyakit yang
perlu dikarantina seperti yang tercantum dalam UU No.1 tahun 1962 baik
Karantina Laut, UU No.2 tahun 1962 tentang Karantina Udara, dan tercatat
dalam Internasional Health Regulation. (Meri D., Endah S., Emanti R.,
Sutyarso. 2020.)
2.4 Alat dan Bahan
1. Vektor Nyamuk
a. Alat (Identifikasi Larva/Jentik)
No. Nama Fungsi Gambar

Untuk mengamati suatu


1. Mikroskop objek yang akan diuji
dalam bentuk kecil.
2. Cawan Untuk menempatkan
sampel (larva) yang
akan di uji.

3. Pipet Plastik Untuk mengambil larva


yang akan dipindahkan ke
wadah.

4. Slides Untuk menempatkan


Mikroskop larva yang sudah mati
(onject dan akan diamati
glass)

5. Botol Plastik Untuk menempatkan


larva.
b. Bahan (Identifikasi Larva/Jentik)

No. Nama Fungsi Gambar

1. Larva/Jentik Untuk menjadi sampel


instar I, II, yang akan di uji.
III, IV

2. Formalin 10% Untuk mematikan


larva/jentik sebelum
dilakukan uji
mikroskopik.

c. Alat (Identifikasi Nyamuk Dewasa)


No. Nama Fungsi Gambar

Untuk mengamati sampel


1. Mikroskop nyamuk dewasa.

Untuk mengambil sampel


2. Pinset nyamuk yang akan
dipindahkan ke kaca
preparat.
3. Slides Untuk menempatkan
Mikroskop sampel nyamuk dewasa
(onject yang akan diamati di
glass) bawah mikroskop

4. Wadah/botol Untuk menempatkan


plastik sampel nyamuk dewasa
yang akan diuji.

d. Bahan (Identifikasi Nyamuk Dewasa)

No. Nama fungsi Gambar

1. Sampel nyamuk
Untuk di identifikasi
dewasa
dibawah mikroskop.

2. air Untuk memudahkan pada


saat proses pengamatan
2. Vektor Lalat
a. Alat (Identifikasi jenis & kepadatan Lalat)

No. Nama fungsi Gambar

1. Fly grill Untuk mengukur kepadatan


lalat

Untuk menghitung waktu


2. Stopwatch yang ditentukan dalam
pengukuran kepadatan lalat

3. Alat tulis Untuk mencatat hasil


pengamatan
b. Bahan (Identifikasi jenis & kepadatan Lalat)

No. Nama fungsi Gambar

1. Sampel lalat Untuk mengetahui


kepadatan lalat

3. Vektor Tikus
a. Alat (Identifikasi Tikus & Ektoparasit)

No. Nama fungsi Gambar

1. Perangkap Untuk menangkap tikus


(single live
trap)

2. Timbangan/neraca Untuk menimbang berat


badan tikus
Untuk mengukur
3. Penggaris panjang tikus

4. Sisir kutu Untuk mencari


ektoparasit pada tikus

Untuk mengamati jenis


5. Mikroskop ektoparasit pada tikus.
b. Bahan (Identifikasi Tikus & Ektoparasit)

No. Nama fungsi Gambar

1. Sampel tikus Untuk mengetahui jenis


tikus dan ektoparasit
pada tikus

4. Cara Kerja
1. Vektor Nyamuk
a. Identifikasi Larva/Jentik
Tahap I

Mengambil sampel larva/jentik dari


selokan menggunakan cidukan.

Memasukkan larva/jentik kedalam botol


plastik kemudian ditutup.
Tahap II

Memindahkan jentik dari botol plastik ke


dalam wadah/loyang.

Menghitung keseluruhan jumlah jentik


yang ada dalam wadah/loyang.

Memilih jentik dengan tingkatan instar 4.

Memindahkan jentik yang terpilih di atas


kaca preparat menggunakan pipet.
Menambahkan formalin 10% sebanyak ±
0,15 ml, kemudian menunggu sampai
jentik benar-benar mati.

Mengamati pada mikroskop dengan


perbesaran lensa obyektif 40x dan lensa
okuler 10x.

b. Identifikasi Nyamuk

Menyediakan sampel nyamuk dewasa


dalam wadah.

Meletakkan sampel nyamuk dewasa pada


kaca preparat menggunakan pipet
Menambahkan air sebanyak ± 0,1ml pada
sampel nyamuk.

Mengamati sampel dibawah mikroskop


dengan perbesaran lensa obyektif 40x dan
lensa okuler 10x.

2. Vektor Lalat

Menempatkan fly grill pada area yang


ditentukan.

Menghitung jumlah lalat yang hinggap


pada fly grill selama 30 detik, sebanyak
10 kali pengukuran, mengakumulasikan
hasil tersebut untuk mengetauhi jumlah
keseluruhan lalat.
Melakukan pengamatan pada lalat yang
hinggap dari jenis, warna dan bentuk
lalat.

Mencatat hasil pengamatan dan jumlah


lalat yang berhasil dihitung pada kertas
yang telah disediakan.

Mengambil sebanyak 5 hasil pengukuran


kepadatan lalat yang tertinggi, untuk
dirata-ratakan

Tabel Hasil Pengukuran Kepadatan Lalat di Kantin X Universitas Negeri


Gorontalo
Hasil pengukuran jumlah lalat pada Rata-rata
30 detik ke- kepadatan
Titik
dari 5 Kategori
lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 nilai
tertinggi
Kantin X 5 1 3 4 3 3 2 1 3 3 3,6 Sedang
3. Vektor Tikus

Menyediakan sampel tikus.

Menimbang berat badan (BB), mengukur


total long (TL), head and body (HB), tail
(T), ear (E), behind foot (HR) dan skull
(SK). Menyesuaikan ciri-ciri tikus dengan
kunci identifikasi tikus untuk menentukan
jenis tikus yang tertangkap. Mencatat ciri-
ciri tikus pada tabel yan disediakan.
Menempatkan tikus diatas kertas putih.
Kemudian menyisir rambut badan
menggunakan sisir kutu dengan arah yang
berlawanan.
Meletakkan ektoparasit yang didapatkan
diatas kaca preparat, kemudian mengamati
menggunakan mikroskop dan
menyesuaikan dengan kunci identifikasi
ektoparasit untuk mengetahui jenis
ektoparasitnya.

Perhitungan Succes Trap dan Indeks Pinjal


1. Keberhasilan Pemerangkapan Tikus di wilayah Kabupaten Bone Bolango

Succes trap = Jumlah tikus yang tertangkap X 100%


Jumlah perangkap

2. Indeks pinjal umum : jumlah yang ditangkap dibagi dengan jumlah tikus yang
diperiksa.
Indeks Pinjal Umum = Jumlah seluruh pinjal yang didapat
Jumlah tikus yang diperiksa

5. Hasil Pengamatan
A. Identifikasi Jentik/ Larva Instar 3 (Culex sp.)
No Gambar Mikroskop Ket.
1. Antena
1. Kepala (Head) dan Dada (Thorax) 2. Mata
3. Thorax
No Gambar Mikroskop Ket.

Perbesaran 4x
Badan (Abdomen)

1. Abdomen
2.
/Badan

Perbesaran 4x
Ekor (Tali)

3. 1. Sifon (Ekor)

Perbesaran 4x
B. Identifikasi Nyamuk
No Gambar Mikroskop Ket
1. Antena
1. Kepala (Head) 2. Palps
3. Probocis

Perbesaran 4x

Badan (Abdomen)

2. 1. Abdomen

Perbesaran 4x

Sayap

3. 1. Sayap

Perbesaran 4x
C. Identifikasi Jenis, warna, dan bentuk lalat
Gambar Keteranagan

1. Jenis lalat : Musca domestica

2. Warna: abu- abu kehitam

3. Bentuk lalat:

- panjang 6-9 mm

- mata menonjol dan terpisah

- badan sedikit berambut

- larvanya berwarna putih dan


meruncing di bagian kepala

- perutnya berwarna kuning

- rongga dada berwarna abu-abu


dan terdapat 4 garis kecil sempit

D. Identifikasi tikus dan Ektoparasit


Ciri-Ciri Morfologi Tikus yang ditemukan
Pengamatan Tikus yang ditemukan

Tikus 1 Tikus 2

Jenis Kelamin Jantan

Warna Badan & Ekor Coklat Keabu-abuan

Berat Badan/BB (gram) 100gr

Bentuk Badan Memanjang

Bentuk Hidung tumpul

Panjang total (mm) 320 mm

Kepala & Badan (mm) (60 mm) & (180 mm)


Ekor (mm) 150 mm

Telinga (mm) 20 mm

Kaki Belakang (mm) 60 mm

Tengkorak (mm) 50 mm

Pinjal 1

Tungau -

Ektoparasit Kutu -

Caplak -

Morfologi Ektoparasit Tikus (Pinjal)


No. Gambar Mikroskop Keterangan

Claws
Kepala (Head) dan Dada (Thorax)

Mata
1.

Gena dan sisir Gena

Antena

Tarsus
Badan (Abdomen)
Tibia

2.
Bulu Postmedian

Spermateka
Perhitungan Succes Trap dan Indeks Pinjal
1. Keberhasilan Pemerangkapan Tikus di wilayah Suwawa
Kab.bone bolango

Jumlah tikus yang tertangkap


Succes trap = X 100%
Jumlah p er angkap

= 1 x 100 %
1
= 100%
Tabel. Keberhasilan Pemerangkapan Tikus di Wilayah Kab.bone bolango

Jumlah
Lokasi Jumlah Tikus Succes Trap
Perangkap Ket
Pelaksanaan tertangkap (%)
Terpasang
Bubeya,Su 1 1 100% TMS
wawa
Kab.bone
bolango

2. Indeks pinjal umum : jumlah yang ditangkap dibagi dengan jumlah tikus
yang diperiksa.
Indeks Pinjal Umum = Jumlah seluruh pinjal yang didapat
Jumlah tikus yang diperiksa
1
=
1
= 1
Tabel. Indeks Pinjal Pada Tikus di Wilayah Kota Tengah

Lokasi Jumlah Tikus


Jumlah pinjal Indeks Pinjal Ket
Pelaksanaan tertangkap
Dulalowo 1 1 1 Memenuhi
Timur, Kota
tengah, Kota
Gorontalo

G. Pembahasan
1. Vektor Nyamuk
a) Identifikasi Jentik/Larva
Tahap pertama yang dilakukan pada kegiatan 2 dalam praktikum ini yaitu
mengenal dan mengidentifikasi jentik/larva, masing-masing kelompok diberi
instruksi untuk membawa jentik/larva nyamuk jenis apapun yang diambil secara
acak di Kabupaten Bone Bolango. Wilayah untuk kelompok 2, kami mengambil
sampel larva/jentik dari selokan di wilayah kos-kosan yang ada di kampus 4
tepatnya di belakang kampus 4 dengan menggunakan botol plastik. Adapun
larva/jentik yang diambil mencakup dari larva instar 1 sampai instar 4.
Sebelum melakukan pengamatan, kami terlebih dahulu memindahkan
larva/jentik dari dalam botol plastik kedalam wadah/loyang untuk kemudian
dilakukan pemilihan larva/jentik untuk di amati, dimana sesuai instruksi bahwa
larva yang akan diamati dibawah mikroskop yaitu larva dalam tingkatan instar 4
dengan ciri larva memiliki bentuk tubuh paling jelas dan memiliki ukuran paling
besar serta memiliki warna paling gelap. Setelah mendapatkan larva/jentik yang
diinginkan, selanjutnya larva diletakkan pada kaca dan akan dimatikan dengan
cara ditetesi cairan formalin 10% kemudian menunggu sampai larva/jentik
benar-benar mati. Sembari menunggu larva/jentik mati, kami menghitung
seluruh larva/jentik yang ada di wadah/loyang. Setelah larva/jentik mati
kemudian kami melakukan pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran
lensa obyektif 40x dan lensa okuler 10x.
Pengamatan larva/jentik dilakukan mulai dari bagian ekor, hingga ke bagian
kepala. Secara menyeluruh struktur tubuh larva/jentik (morfologi) yang nampak
dapat dilihat dengan jelas seperti yang telah dijabarkan dalam tabel hasil
pengamatan. Sehingga dari hasil pengamatan tersebut, maka dapat kami
simpulkan bahwa larva instar 4 yang kami amati merupakan jenis larva/ jentik
Culex sp berdasarkan ciri-ciri larva/jentik nyamuk Culex sp yaitu sikap
larva/jentik menghisap darah hanya pada malam hari, metamorfosis sempurna,
tersusun berderet seperti rakit, diletakan berkelompok, mempunyai
siphon,bentuk seperti koma, terdiri atas kepala thorax dan abdomen, berwarna
coklat muda, probosis dan palpus maxilaris tidak sama panjang.
b) Identifikasi Nyamuk Dewasa
Kemudian kegiatan selanjutnya yaitu mengidentifikasi nyamuk dewasa
dibawah mikroskop. Setiap kelompok diberi instruksi untuk membawa sampel
nyamuk dewasa yang ditangkap di wilayah Bone Bolango. Untuk nyamuk yang
akan diamati dipilih hanya 1 nyamuk dewasa yang diambil atau ditangkap dalam
keadaan mati namun masih memiliki bagian-bagian tubuh yang utuh dan
lengkap.
Selanjutnya nyamuk yang sudah mati diletakkan diatas kaca preparat dan
kemudian ditetesi dengan aquadest agar mempermudah pada saat akan diamati
dibawah mikroskop. Sama seperti pengamatan larva/jentik sebelumnya, sampel
nyamuk dewasa pun diamati ,mulai dari bagian kepala dan bagian perut pada
nyamuk dewasa menggunakan perbesaran yang sama pula seperti pada saat
melakukan pengamatan pada larva/jentik.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, maka dapat kami simpulkan bahwa
nyamuk yang kami amati merupakan nyamuk jenis Culex sp berdasarkan ciri-ciri
larva/jentik nyamuk Culex sp yaitu sikap larva/jentik menghisap darah hanya
pada malam hari,metamorfosis sempurna,tersusun berderet seperti rakit,diletakan
berkelompok,mempunyai siphon,bentuk seperti koma,terdiri atas kepala thorax
dan abdomen,berwarna coklat muda,probosis dan palpus maxilaris tidak sama
panjang.

2. Vektor Lalat
Kegiatan selanjutnya yaitu mengidentifikas jenis lalat dan kepadatan lalat dikantin
sekitaran kampus 4 UNG dengan menggunakan alat Fly Grill. Untuk mengukur
kepadatan lalat dihitung menggunakan stopwatch selama 30 detik yang dilakukan
sebanyak 10 percobaan. Pada percobaan pertama pengamatan yang kami dapatkan
ada sebanyak 5 ekor lalat per 30 detik yang hinggap di Fly Grill. Lalu Pada
percobaan kedua pengamatan yang kami dapatkan ada sebanyak 1 ekor lalat per 30
detik yang hinggap di Fly Grill. Pada percobaan ketiga pengamatan yang kami
dapatkan ada sebanyak 3 ekor lalat per 30 detik yang hinggap di Fly Grill. Pada
percobaan keempat pengamatan yang kami dapatkan ada sebanyak 4 ekor lalat per
30 detik yang hinggap di Fly Gril. Pada percobaan kelima sampai keenam,
pengamatan yang kami dapatkan ada sebanyak 3 ekor lalat per 30 detik yang
hinggap di Fly Grill. Pada percobaan ketujuh pengamatan yang kami dapatkan ada
sebanyak 2 ekor lalat per 30 detik yang hinggap di Fly Grill. Pada percobaan
kedelapan pengamatan yang kami dapatkan ada sebanyak 1 ekor lalat per 30 detik
yang hinggap di Fly Grill. Kemudian pada percobaan kesembilan dan sepuluh
pengamatan yang kami dapatkan ada sebanyak 3 ekor lalat per 30 detik yang
hinggap di Fly Grill. Setelah dilakukan pengamatan dari 10 percobaan tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan angka rata-rata yang
P 1+ P2=P3=P 4=P 5
diperoleh dari pengukuran kepadatan lalat yaitu P= ada
5
sebanyak 3,6 ekor per fly Grill (Sedang) Sehingga, tidak perlu diadakan proses
penanggulangan masalah tersebut (kepadatan lalat diarea kantin)
3. Vektor Tikus
Kegiatan selanjutnya yakni mengidentifikasi jenis tikus dan ektoparasit.
Setiap kelompok dihimbau untuk membawa sampel tikus yang ditangkap secara
acak dengan menggunakan perangkap/single live trap. Kelompok 2
menggunakan 1 perangkap dalam menangkap tikus, perangkap tersebut
merupakan perangkap yang telah disediakan dari laboratorium, Setelah
meggunakan 1 perangkap tersebut yang di letakkan di suwawa tepatnya di
bubeya dan tempat yang biasanya tikus sering lewati atau tempati, adapun 1
tikus yang masuk kedalam perangkap, kita mengidentifikasi jenis tikus dan
ektoparasit, kemudian tikus tersebut kami perlu melakukan pembiusan
menggunakan cloroform agar tikusnya mati, untuk melakukan pengukuran berat
badan (BB) yang di timbang mnggunakan timbangan/ neraca. kemudian
mengukur total long ( TL) atau panjang tubuh dari ujung kepala hingga ujung
ekor, head and body (HB)/ kepala dan tubuh tikus (tail), telinga (ear), kaki
belakang (behind foot), dan tengkorak ( skull) yang di ukur menggunakan
penggaris. Selai itu, jenis kelamin, warna badan dan ekor, bentuk badan, seta
bentuk hidung juga merupakan ciri- ciri morfologi yang di amati pada tikus
tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah di lakukan di dapatkan tikus
tersebut berjenis kelamin jantan dengan badan dan ekor warna coklat ke abu-
abuan. Kemudian untuk berat badan (BB) tikus tersebut yaitu 100gr. Bentuk
badan memanjang serta bentuk hidungnya yang tumpul.
.
H. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil praktikum identifikasi larva/jentik dibawah mikroskop
dilakukan dari berbagai bagian tubuh mulai dari kepala, badan dan bagian
ekor dari larva/jentik. Berdasarkan gambar lerva/jentik pada hasil
praktikum diatas dapat diketahui bahwa larva/jentik yang kami amati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 4x adalah larva/jentik jenis Culex
SP. Berdasarkan hasil praktikum identifikasi jenis nyamuk dewasa yang
ditemukan adalah jenis nyamuk Culex SP jantan yang memiliki ciri-ciri
tubuh berwarna Coklat, tidak memiliki warna hitam putih.
2. Berdasarkan hasil praktikum identifikasi kepadatan lalat yang dilakukan
secara langsung didepan kantin Kampus 4 UNG jenis lalat yang ditemukan
adalah lalat Musca Domestica. Sedangkan angka kepadatan lalat yang
didapatkan berdasarkan hasil pengukuran lalat menggunakan fly grill
adalah sebesar 3,6 yang termasuk dalam kategori sedang.
3. Tikus yang diidentifaksi secara langsung melalui ciri-ciri tikus dan
disesuaikan dengan kunci identifikasi tikus adalah jenis tikus got (Rattus
Norvegicus). Dari 1 perangkap tikus yang dipasang didapatkan 1 tikus,
sehingga succes trapnya adalah sebesar 100% dan dilakukan penyisiran
pada tubuh tikus dan didapatkan 1 ektoparasit berupa Kutu kemudian
didapatkan indeks pinjal umum sebesar 1.
DAFTAR PUSTAKA
Hakiki, R. (2016). Identifikasi Bakteri pada Tempat-Tempat Penampungan Air
Habitat Nyamuk Aedes aegypti (Doctoral dissertation, Universitas Islam
Negeri Alauddin makassar).

Mursalim, Muhammad Fadhlullah, Adryani Ris, and Hasmirah Ardiyanti.


"DETEKSI TRYPANOSOMA EVANSI PADA KUDA DI TEMPAT
PEMOTONGAN HEWAN KECAMATAN KELARA KABUPATEN
JENEPONTO: DETECTION OF TRYPANOSOMA EVANSI ON
HORSES AT ANIMAL SLAUGHTER PLACE KELARA SUB-
DISTRICT, JENEPONTO REGENCY." Jurnal Agrisistem 13.2 (2017):
88-96

Raharjo, j., & wijayanti, t. (2021). Keragaman, dominasi tikus silvatik,


kepadatan pinjal dan kewaspadaan pes di daerah fokus pes di kecamatan
cepogo kabupaten boyolali. Balaba: jurnal litbang pengendalian
penyakit bersumber binatang banjarnegara, 47-56.

Sari, Merry Diana and Setyaningrum, Endah and Rosa, Emantis and Sutyarso,

Sutyarso (2020) Identifikasi Ektoparasit Pada Tikus (Rattus Sp.) Sebagai

Vektor Penyakit Pes Di Areal Pelabuhan Panjang Kota Bandar

Lampung. Jurnal Medika Malahayati, 4 (2). ISSN 2355-6757

Team Teaching. 2023. Penuntun Praktikum Kesmas Dasar. Universitas Negeri

Gorontalo

Trianto Manap, Dkk. 2023. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominasi Jenis

Lalat di Beberapa Pasar Tradisional di Kecamatan Martaputra. Jurnal Of

Biological Sciences. Vol.7 No (2). Yogyakarta.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai