Anda di halaman 1dari 46

A.

LATAR BELAKANG

Anak merupakan investasi yang sangat penting bagi penyiapan sumber daya

manusia (SDM) di masa depan. Dalam rangka mempersiapkan SDM yang

berkualitas untuk masa depan, pendidikan merupakan salah satu hal yang

penting untuk diberikan sejak usia dini.

Dalam undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional disebutkan bahwa fungsi Pendidikan Nasional adalah

“mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab”.1

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi

sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Salah satu faktor dari

dalam diri yang menentukan berhasil tidaknya dalam proses belajar-mengajar

adalah motivasi belajar. Dalam belajar masing-masing siswa memiliki

motivasi belajar yang berbeda-beda. Ada siswa yang memiliki motivasi

belajar tinggi dan ada pula siswa yang memiliki motivasi belajar rendah.

Menurut Hamzah B. Uno, “motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan

antara dapat melaksanakan dan mau melaksanakan. Motivasi lebih dekat

pada mau melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah

kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang

1
untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya”.2

Motivasi belajar sering dikenali sebagai daya dorong untuk mencapai hasil

yang baik yang biasanya diwujudkan dalam bentuk tingkah laku belajar

atau menunjukkan usaha-usaha untuk mencapai tujuan belajar. Betapa

pentingnya sebuah motivasi bagi setiap orang dalam kehidupan sehari-hari

khususnya dalam kegiatan proses belajar-mengajar.

Tugas guru sebagai pendidik tidak hanya menyampaikan materi atau

pelajaran di dalam kelas saja, akan tetapi harus bisa memberikan motivasi

kepada siswa. Untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa yang tinggi, maka

peranan guru dan siswa sangatlah dibutuhkan, sebab hanya seorang gurulah

dan siswa itu sendiri yang mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa

pada saat berada di dalam kelas. Menurut Sardiman A.M, guru adalah “salah

satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut

berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di

bidang pembangunan”.3 Peran guru yang baik akan terlihat dari sejauh mana

guru tersebut dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya tersebut

maka perlu di dukung oleh seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh

guru yaitu kompetensi.

Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan

bahwa: kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah kompetensi guru

sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.4

Mengacu pada pengertian tersebut, maka dalam hal ini kompetensi guru

dapat diartikan sebagai gambaran tentang apa yang dapat dilakukan seorang
2
guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehingga akan

menghasilkan hasil yang baik.

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a

menyatakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,

perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan

pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi

yang dimilikinya.5

Sebagai pengajar, guru seharusnya membantu perkembangan siswa untuk

dapat menerima dan memahami serta menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi. Untuk itu guru harus memotivasi siswa agar senantiasa belajar

dalam berbagai kesempatan. Pada akhirnya, seorang guru dapat memainkan

perannya sebagai motivator dalam proses belajar mengajar bila guru itu

menguasai dan mampu melakukan keterampilan-keterampilan yang relevan

dengan situasi dan kondisi para siswa. Dengan demikian siswa dapat

menyerap apa yang telah diajarkan oleh guru dan besar pengaruhnya

terhadap pertumbuhan dan perkembangan potensinya.

Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara

saksama dalam meningkatakan kesempatan belajar bagi siswanya dan

memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut perubahan-perubahan

dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, strategi

belajar- mengajar, penggunaan media pembelajaran, maupun sikap dan

karakteristik guru dalam mengelola proses pembelajaran. Dalam hal ini

motivasi yang digunakan adalah dengan penggunaan metode yang bervariasi.

3
Penggunaan metode yang bervariasi dapat meningkatkan semangat siswa.

Penggunaan ini dapat menjembatani gaya-gaya belajar anak didik dalam

menyerap bahan pelajaran. Motivasi belajar dari anak didik akan bangkit

sejalan dengan penggunaan metode mengajar yang sesuai dengan kondisi

psikologis anak didik.

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b,

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah

kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, arif, dan berwibawa, menjadi

teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.6 Kompetensi kepribadian

merupakan kecakapan atau kemampuan atau wewenang yang berkaitan erat

dengan tingkah laku pribadi guru itu sendiri yang memiliki nilai-nilai

yang baik sehingga dapat terlihat dari perilakunya sehari-hari. Fungsi dari

kompetensi kepribadian yang dimiliki guru adalah memberikan bimbingan

dan contoh teladan, mengembangkan kreativitas dan memotivasi belajar

siswanya.

Kompetensi kepribadian menuntut guru untuk berperan yaitu melakukan

tindakan yang mampu mendorong kemauan murid untuk mengungkapkan

pendapatnya, menerima siswa dengan segala kekurangan dan kelebihannya,

mau menanggapi pendapat siswa secara positif, dalam batas tertentu

berusaha memahami kemungkinan terdapatnya masalah pribadi dari siswa,

menunjukkan perhatian terhadap permasalahan yang dihadapi siswa, dan

menunjukkan sikap ramah serta penuh pengertian terhadap siswa.

Dalam hal ini motivasi yang digunakan adalah dengan memberi pujian.

Dalam kegiatan belajar, apabila ada siswa yang sukses yang berhasil

4
menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. “Pujian ini adalah

bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang

baik. Guru dapat memakai pujian untuk menyenangkan perasaan siswa”.7

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah

kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam

yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar

kompetensi yang diterapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.8

Kompetensi profesional guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan

dengan profesi yang menuntut berbagai keahlian dibidang pendidikan atau

keguruan. Kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam

pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang

dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan proses belajar mengajar dan

mempunyai ketrampilan dalam teknik mengajar.

Disini guru harus berperan sebagai pendidik, guru harus menguasai ilmu

antara lain mempunyai pengetahuan yang luas, menguasai bahan

pelajaran

serta ilmu-ilmu yang bertalian dengan mata pelajaran atau bidang studi yang

diajarkan, menguasai teori dan praktek mendidik, teori kurikulum metode

pengajaran, teknologi pendidikan, teori evaluasi psikologi belajar dan

sebagainya. Motivasi yang dapat diberikan kepada siswa dalam hal ini adalah

memberi angka. Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan

belajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka

atau nilai yang baik.


5
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d,

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah

kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan

bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orangtua atau wali peserta didik dan masyarakat sekitar.9

Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar mengajar berkaitan erat dengan

kemampuan guru dalam komunikasi dengan masyarakat di sekitar

sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru

berkomunikasi di masyarakat di harapkan memiliki karakteristik sendiri yang

sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru.

Dalam hal ini, peran guru diharapkan dapat menciptakan hubungan yang

serasi dan penuh kegairahan dalam interaksi belajar mengajar di kelas, dalam

menunjukkan kegiatan antara lain, menangani perilaku siswa yang tidak

diinginkan secara positif, menunjukkan kegairahan dalam mengajar, murah

senyum, mampu mengendalikan emosi, dan mampu bersifat proporsional

sehingga berbagai masalah pribadi dari guru itu sendiri dapat didudukan pada

tempatnya. Motivasi belajar yang dapat diberikan adalah kerja sama.

Bersama-sama mengerjakan tugas dapat mempertinggi kegiatan belajar.

Kerjasama dilakukan dalam metode proyek akan tetapi dalam mata pelajaran

siapapun dapat dicari pokok-pokok yang dapat menumpuk hubungn sosial

yang sehat.

Dari keempat kompetensi tersebut mutlak harus dimiliki oleh seorang guru

yang profesional. Namun kenyataannya masih banyak guru yang tidak

menekuni profesinya secara utuh, hal ini disebabkan oleh sebagian guru yang

6
bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,

sehingga guru tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan diri, baik

dalam membaca, menulis, dan membuka internet, menunjukkan penurunan

dalam kinerjanya. Hal ini dapat dilihat dari melemahnya motivasi kerja guru

dalam bekerja yang bisa dilihat antara lain gejala-gejala guru yang masuk

kelas tidak tepat waktu atau terlambat masuk ke sekolah, guru yang

persiapannya mengajarnya yang kurang lengkap, tugas guru yang rutin dalam

kegiatan belajar mengajar menunjukkan fenomena bahwa guru mengajar

hanya sebuah rutinitas belaka tanpa adanya inovasi pengembangan lebih

lanjut.

Dalam penelitian ini saya memilih Ibu Nini Yuliati, SE selaku guru IPS

sebagai obyek penelitian karena Ibu Nini ini adalah guru yang terkenal

dikalangan siswa/i dan sekaligus guru favorit bagi siswa/i di sekolah tersebut.

Kelas yang akan saya amati adalah kelas dengan siswa/i yang nilai IPS nya

masih ada di bawah KKM. Materi IPS yang akan disampaikan pada saat saya

melakukan penelitian adalah IPS Terpadu-Ekonomi tentang usaha manusia

memenuhi kebutuhan.

Dari hasil pengamatan saya, kemampuan guru bidang studi IPS Terpadu di

SMP PGRI 2 sangatlah bagus namun pada waktu belajar sering kali siswa-

siswi dalam satu kelas ada yang giat dan ada pula yang bermalas-malasan

untuk belajar, sering berbuat gaduh di dalam kelas dan mengantuk ketika

kegiatan proses belajar mengajar berlangsung, ada yang suka bermain-main

di dalam kelas dan ada juga yang tidak serius mengikuti pelajaran yang

diajarkan oleh guru.

7
Mungkin siswa tidak memahami apa yang di terangkan oleh guru, atau siswa

tidak simpatik terhadap penampilan guru mengajar sehingga tidak timbul

motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran. Oleh karena itu dibutuhkan

kemampuan guru IPS Terpadu tersebut dalam mengajar dan juga sebagai

motivator, sehingga diharapkan mampu meningkatkan motivasi siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran.

Berdasarkan pejelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa

peran guru sangatlah dibutuhkan dalam meningkatkan motivasi belajar siswa

di kelas, khususnya pada mata pelajaran IPS Terpadu. Pembelajaran akan

berhasil ketika seorang guru menggunakan media, metode dan model

pembelajaran yang tepat pada saat mengajar, serta guru memahami benar

perannya sebagai seorang pendidik. Selain itu, motivasi belajar siswa dalam

mata pelajaran IPS Terpadu dapat terangsang jika seorang guru terus-

menerus memberikan rangsangan atau motivasi yang tinggi pada siswa itu

sendiri.

Dengan dasar itulah, penulis memandang perlu untuk membahas masalah ini

dengan melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul

“PERANAN GURU DALAM MEMOTIVASI BELAJAR SISWA PADA

MATA PELAJARAN IPS TERPADU DI SMP PGRI 2 CILEDUG”.

B. PERUMUSAN MASALAH

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang terkandung didalam

pilihan judul. Untuk menjawab permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai

berikut: Bagaimana pola pelayanan Gereja terhadap para lansia dijemaat Reveil
8
Kemiri.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah : ingin mengetahui bagaimana pola pelayanan

Gereja terhadap para lansia di Jemaat GK.I Reveil Kemiri Sentani, Klasis Sentani.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah :

a. Penelitian ini sangat berguna bagi peneliti sendiri untuk dapat mengetahui

berbagai kesulitan dan permasalahan para lansia.

b. Berguna bagi gereja dalam pembinaan yang ada relefansinya dengan bidang

PAK

c. Bagi Institusi terkait, sebagai bahan masukan dimana pemerintah sebagai

penentu arah kebijakan pembangunan di segala bidang khususnya di bidang

pendidikan.

D. METODOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskritif.

Metode deskritif merupakan suatu cara dan usaha penelitian dengan tujuan untuk

memecahkan masalah masalah secara obyektif tanpa ada suatu maksud yang lebih

mendalam. Pendekatan deskritif adalah menuturkan dan menafsirkan data yang ada,

misalnya tentang situasi yang dialami serta hubungan . pandangan, sikap yang
9
nampak atau tentang satu proses yang sedang berlangsung, pengaruh yang sedang

bekerja, kelailaian yang muncul, kecenderungan yang namapak, pertentangan yang

meruncing dan sebagainya (Winarno Surachmad, 197s':131).

Yang dimaksud dengan metode deskritif adalah suatu cara untuk menyelesaikan

masalahmasalah aktual yang dihadapi menyangkut permasalahan, proses masalah

tersebut sampai pada pengaruh maupun kecenderungan yang ada di sekitarnya clan

faktor apa yang menjadi unsur kontradiktif.

Dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi, maka penulis dalam penulisan karya

ilmiah atau skripsi ini, maka penluis akan meneliti, menganalisa, dan memecahkan

masalah-masalah. Maka pengertian rang lebih jelas tentang deskritif menurut Hadari

Nawawi adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

atau melukiskan keadaan suatn objek penelitian ( seseorang, lembaga, dan

masyarakat lain). Pada saat sekarang berdasarkan fakta yang nampak sebagaimana

adanya ( Hadari Nawawi, 1983:63).

B. Variabel Penelitian

Menurut Huseini Husman dan Pumomo, variabel bebas ialah ubahan yang menjadi

sebab berubahnya atau timbulnya variabel independent. Sedangkan variabel terikat

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari adanya pengaruh Independen

( Huseini Husman dan Purnomo, 1996:9-10).

Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah variabel ganda yaitu

variabel bebas dan variabel terikat. Yang menjadi variabel bebas adalah pelayanan

yang terdiri dari sub sub variabel yaitu: Aspek kerohanian, Aspek kesehatan, Aspek

kesempatan kerja. Varj.abel te1ikat adanya kebutuhan para lanjut usia dengan sub-
10
sub variabel antara lain: dari segi jasmani dan dari segi rohani.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan obyek yang terdiri dari manusia,

hewan, tumbuh-tumbuhan, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang

memiliki kriteria tertentu dalam suatu penelitian. (Hadari Nawawi,

1983:141).Dengan demikian dalam penulisan skripsi ini sebagaimana populasi yang

penulis maksudkan yaitu yang menjadi obyek penelitian penulis . adalah seluruh

lanjut usia yang terdaftar di jemaat GKI Reveil Kemiri Sentani berjumlah 110

orang lanjut usia.

2. Sampel

Menurut Winamo Suraclimad, sampel adalah sebagian yang diambil dari

populasi

dengan menggunakan cara-cara tertentu untuk pedoman tersebut dikatakan apabila

populasi di bawah 1000 dapat digunakan sampel 50% dan diatas 1.000, sebesar 15%.

Untuk menjamin ada baiknya sampel ditambah sedikit darijumlah matematis tadi. (

winamo Surachmad, 1975:91).

Sedangkan enurut DR. Irawan S. Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang

akan diteliti dan yan dianggap dapat menggambarkan populasinya (Dr. Irawan, S.

1995:57).

Dengan demikian di dalam pelaksanaannya yang mana untuk memudahkan ,penulis


11
dalam penjaringan data maka penulis akan mengambil sampel 50% karena jumlah

lanjut usia yang ad.a di jemaat GKl _Reveil Kemiri Sentani berjumlah 110

orang Ian.jut usia sehingga sampelnya:

50

x 110 = 55 orang Ian.jut usia

100

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan untuk mengumpulkan atau menjaring data dalam

penelitian ini sebagai berikut :

1. Observasi (pengamatan)

Observasi ( pengamatan ) yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan

penulis dengan meugadakan pengamatan langsung di lapangan untuk

mendapatkan informasi atau data dari populasi penelitian baik itu berupa subyek

maupun berupa obyek atau gejala-gejala, peristiwa-pe1istiwa dan benda-benda

yang ada kaitannya dengan penelitian. ( I. Djumhur, 1975:52). Pelaksanaan

teknik tersebut, penulis mengadakan pengamatan dan pencatatan secara garis

besar berdasarkan pedoman \vawancara secara langsung pada obyek penelitian,

2. Wawancara

Wawancara yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan

cara tan.ya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewancara dengan

12
si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview

guide (Panduan Wawancara) (Moh. Nasir, 1983:234). Sedangkan menurut

Manase Malo menyatakan bahwa wawancara adalah suatu cara yang digunakan

oleh peneliti/pewancara untuk tujuan mendapatkan Informasi maupun pendirian

secara lisan seorang responden, dengan wawancara tatap muka (face to Face).

Antara pewancara dengan responden (Manase Malo, 1995:17). Jadi dalam

pelaksanaan teknis wawancara, penulis mengadakan percakapan secara tatap

muka dengan obyek penelitian untuk mendapat infonnasi yang sesuai dengan

masalah yang diteliti.

3. Angket ( Questioner )

Angket adalah usaha mengumpulkan Informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan tertuli_s, untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden (Hadari

Nawawi, 1983:117).Sedangkan menurut Mannase Malo mengatakan bahwa angket

adalah suatu teknik pengumpulan data melalui daftar pertanyaan yang di isi oleh para

responden sendiri (MannaseMalo, 1995:13). Jadi penulis menggunakan daftar

pertanyaan yang disesuaikan dengan masalah yang diteliti untuk mendapatkan

Informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.

4. Studi Kepustakaan

Adalah menggunakan literatur-literatur yang tersedia, baik berupa buku-buku,

majalah atau brosur untuk memperoleh data sekunder guna memperoleh data primer

yang secara empiris (Singarimbun dan Sofyan, 1982:45). Sedangkan menurut

13
Kartini-Kartono :giengatakan bahwa studi kepustakaan adalah suatu studi yang

dilakukan dengan cara mempelajari atau membaca literatur yang ada kaitannya

dengan penulisan yaitu antara lain ensiklopedi, buku literature, dan referensi,

majalah, dokumen dan lain-lain (Kartini-Kartono, 1990:67). Untuk melengkapi

pengumpulan data selain wa wancara, angket, dan observasi, penulis menggunakan

dan mendapatkan informasi melalui bahan-bahan pustaka yang sesuai dengan

masalah yang diteliti.

5. Studi Dokumen

Studi dokumen adalah suatu studi yang dilakukan dengan cara membaca dan .

mempelajari dokumen-dokmnen yang dipublikasi, seperti; laporan-laporan, data

statistik, suratsurat serta buku harian, manuskrip dan lain-lainnya. (Kartini-Kartono,

1960:65). Jadi dokumen yang penulis ambil melalui jemaat GKI Reveil Kemiri

Sentani dengan mengambil data-data statistik jemaat.

E. Teknik Analisa Data

Teknik analisa yang dilakukan dalam penulisan karya ilmiah atau skripsi ini

adalah teknik kualitatif yaitu suatu analisa deskritif tentang kehidupan manusia

dalam berbagai situasi dan sebagaimana adalanya. dalam kehidupan masyarakat

sehari-hari, cara mereka memandang kehidupannya, tin ah lakunya dan

semacamnya (Mohajar, 1990:167). Penelitian kualitatif dan penyajian data

kualitatifkan dilakukan melalui tiga tahap yaitu:

1. Reduksi Data

14
Diartikan sebagai proses pemilihan, perumusan, perhatian pada pensederhanaan,

pengabstrak:an transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis

di lapangan dengan berlangsung terus menerus selama proyek tersebut

berorientasi kualitatif itu berlangsung (Mattew Michael H, 1992:16).

2. Pengujian Data

Diartikan sebagai sekumpulan Informasi yang memberikan kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Mattew dan Michael, 1992:17).

Dari pendapat di atas, maka penulis menyajikan data hasil penelitian ini dengan

kata-kata yang disusun dalam bentuk uraian yang mudah dipahami berdasarkan

objek penalaran yang logis untuk enentukan pengambilan keputusan.

3. Menarik kesimpulan atau verifikasi

Adalah perbuatan makna-makna yang muncul dari data-data yang diuji

kebenarannya, keutuhannya dan kecocokkannya mulai dari awal (Mattew dan

Michael, 1992:19). Ketiga macam analisa di atas itu saling berhubungan satu

sama lainnya dan berlangsung secara terns menerus selama penelitian itu

berlangsung dari awal sampai akhir perielitian. Dari kegiatan penelitian maka

data-data yang telah dikumpulkan itu kemudian diproses dan diolah lebih lanjut

melalui kegiatan seleksi dan pengolahan data.

Data yang diperoleh sebagai hasil seJeksi akan disusun kedalam tabel-tabel,

frekuensi dan prosentase secara sistematika dan selanjutnya dinalisis.

15
Data-data yang telah diolah dan disusun sedemikian rupa itu, dimaksudkan untuk

membahas kaitan antara data yang satu. dengan data yang lainnya, kemudian

dapat dianalisis dengan suatu teknik analisis yang dipilih sesuai dengan jenis data

yang ada.

Dengan demikian dalam analisa data penulis menggunakan analisa data secara

non statistik atau analisis kualitatif untuk membaca data yang telah diolah.

Dengan menggunakan rum.us sebagai berikut :

F
_____
Rumus : P= X 100%

Keterangan : P -- Prosentase

16
F= Frekuensi

N= Responden

( Anto Dayan, 1987:1

E. HIPOTESIS

Sebagai sebuah kesimpulan sementara dalam penelitian, tentunya suatu hipotesis

tidak boleh dibuat secara sembarangan. Pembuatan hipotesis harus didasari

dengan pengetahuan-pengetahuan tertentu.

Pengetahuan yang dapat digunakan dalam membuat hipotesis dapat berasal dari

permasalahan yang timbul dari penelitian terdahulu, pemikiran atas dasar

pertimbangan yang masuk akal, atau berasal dari hasil penelitian eksploratif yang

dilakukan diri sendiri. Namun yang paling penting adalah bahwa sebelum

merumuskan hipotesis, peneliti harus memiliki landasan teoretis dan praktisnya.

Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam merumuskan hipotesis,

yaitu:

Melakukan penyelidikan pendahuluan guna menetapkan pokok-pokok

permasalahan. Mengadakan analisis sifat dan batas permasalahan. Menentukan

ciri permasalahan yang dapat menggambarkan arah penyelesaian perumusan

masalah. Mencari landasan bempa teori atau sejenisnya yang berkaitan dengan

latar belakan atau pemecahan permasalahan.

MenyuSlm hipotesis dan kemungkinan penyelesaiannya.

17
Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis_adalah langkah prosedur statistik yang memungkinkan

peneliti dapat menggunakan data sampel guna menarik kesimpulan tentang suatu

populasi. Langkah ini menentukan apakah hipotesis dapat diterima atau tertolak.

Pengujian hipotesis menjadi salah satu prosedur pengambilan keputusan yang

sangat umum digunakan. Untuk menguji hipotesis, maka dibutubkan berbagai

data dan fakta. Kerangka pengujian hams ditetapkan terlebih dahulu sebelum

peneliti mengumpulkan data.

Peneliti atau penguji hipotesis hams memiliki pengetahuan yang luas terkait

teori, kerangka teori, penggunaan teori secara logis, statistik, dan teknik

pengujiannya.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun Sistematika Penulisan Adalah Sebagai Berikut :

A La.tar Belakang Masalah , B Perumusan Masalah,C,Tujuan Dan Manfaat,D

Metodologi Penelitian Ehipotesis F,Sietematika Penulisan,G. Landasan Teoritis.

18
G. LANDASAN TEORITIS /KAJIAN TEORITIS

A. Lansia
1. Defenisi Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam

mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu

aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).

Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses

penuaan secara terns menerus, yang ditandai dengan menurunnya <la.ya tahan

fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang da at

menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan te1jadinya perubahan <la.lam

struktur dan fungsi sel,_jaringan, serta sistem organ.

· Secara ekonbmi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari

pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa

tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, babkan ada yang sampai beranggapan

bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban

keluarga dan masyarakat.

Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di

Negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum

muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi,

pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang

semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas

sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembahaman 14

Maret 1997).

19
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan

kronologis.

Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari

hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang

paling mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah

untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada

berbagai sumber data kependudukan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4

yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74

tahun, lanjut usia tua (old) 75 - 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90

tahun. Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap

orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke

atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk

keperluan pokok bagi kehidupannya s hari-hari. Saparinah ( 1983) berpendapat

bahwa pada usia 55 sampai 65. tahun mempakan kelompok umur yang mencapai

tahap pensium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan

tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul

perubahan-perubahan dalam hidupnya. Demikian juga batasan lanjut usia yang

tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965tentang pemberian bantuan

penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah

mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang

tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang bemmur 56 tahun ke atas.

Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang

untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia. Dalam penelitan ini

20
digunakan batasan umur 60 tahun untuk menyatakan or g lanjut usia.

2. Perubahan Lansia

2.1 Perubahan Secara Fisik

Secara perlahan tetapi pasti, orang yang masuk dalam kategori lansia akan

mengalami perubahan fisik. Kulit mulai kering, sehingga berkeriput dan kasar,

pembuluh darah tampak menonjol di tangan maupun kaki, gerakan gemetaran

tampak pada beberapa anggota tubuh, mata kurang jelas melihat, apalagi di tempat

yang kurang terang, adaptasi dengan terang juga berlangsung lambat, kemampuan

mendengar merosot, alat pencium dan alat perasa menurun fungsinya, daya ingat

berkurang, ma.kin lambat dalam berpikir.

Dalam bagian motorik juga mengalami degradasi, sehingga pergerakan menjadi lebih

lambat, daya reaksi juga lambat. Sejalan dengan peningkatan usia seseorang,

makajumlah dan je,nis penyakit yang diidap oleh seseorang juga dapat bertambah

banyak dan apabila ada orang tua yang sakit, kemungkinan proses penyembuhan

juga akan memakan waktu yang lebih panjang dibanding orang yang lebih

muda.· Dengan kesehatan yang menurun, tentu keadaan ini memberi pengaruh

terhadap kehidupan orang yang bersangkutan, baik yang menyangkut aspek sosial,

pekerjaan maupun ekonomi; sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan penyesuaian-

penyesuaian diri dalam banyak hal, yang bagi kebanyakan lansia maupun

keluarganya bukanlah hal yang mudah. Hal ini ditandai dengan keluhan yang sering

berkepanjangan, rasa fruslrasi, bahkan juga dapat menjadi pemicu konflik dengan

keluarga. Oleh karena itu dibutuhkan satu aksi pelayanan dari komunitas kristen,

khususnya gereja yang mampu menyentuh kebutuhan ini secara baik.

21
2.2 Perubahan Status dan Peran

Masyarakat pada umumnya menaruh hormat kepada kaum lansia, namun tidak dapat

disangkal bahwa di mana-mana juga muncul sikap age-ism,10 yaitu suatu sikap yang

mendiskriminasikan orang yang sudah lansia, dimana mereka dianggap sebagai orang

yang sudah tidak mampu lagi melakukan pekerjaan atau tindakan yang produktif.

Sikap negatif ini diperparah lagi karena banyak orang yang memasuki usia lanjut itu

sendiri terpengaruh oleh sikap semacam ini, sehingga dia tidak dapat menghargai

waktu yang a a, bahkan melihat diri sebagai kelompok manusia yang sudah tidak lagi

berarti. Sikap semaca:D?- ini akhirnya membuat lansia tidak melakukan sesuatu yang

sebenarnya masih dapat dikerjakannya: sehingga sepertinya orang tersebut sungguh-

sungguh sudah tidak berguna lagi. Banyak sebab lain lagi yang dapat membuat

kehidupan social terganggu, seperti kematian pasangan hidup, pension yang berarti

kehilangan pekerjaan dan berkurangnya atau tidak adanya penghasilan, sehingga

kesulitan keuangan. Hal yang lain lagi, yaitu kematian teman-temannya, yang akan

menambah rasa kesendirian. Ini semua lebih menyadarkan bahwa dia sedang

bergerak Memasuki satu status kehidupan yang barn. Ini situasi yang tidak sederhana

bagi yang mengalaminya, sehingga biarpun ada lansia yang dapat dengan cepat

beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, tetapi banyak yang mengalami

kesulitan. Bahkan ada yang tidak dapat menerima status barn tersebut. Bila hal

ini yang terjadi, maka ini adalah kondisi krisis yang berarti suatu masalah barn baik

bagi yang bersangkutan maupun orang lain, khususnya orangorang yang dekat

dengannya, seperti keluarga. Ekspresi yang dinyatakan bisa dalam banyak bentuk,

seperti: menyendiri, suka marah, selalu merasa sedih, sulit tidur dan sebagainya.

Disini gereja harus sungguh-sungguh melakukan perannya dengan baik untuk

22
menolong mereka dalam mengatasi kesulitan tersebut (Yak. 1:27).

2.3 Penuunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berht1bungan

dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme,

misal diabetes millitus, vaginitis, barn selesai operasi : misalnya prostatektomi,

kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat

lrurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan

steroid, tranquilizer.

Faktor psikoLogis yang menyertai Lansia antara Lain:

a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia

b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat

oleh tradisi dan budaya.

c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya

d) Pasangan hidup telah meninggal.

e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa

lainnya misalnya cemas, depre i,pikun dsb.

http://ilmupsikologi.wordpress.com/2009/12/ll/psikologi-lansia/

2.4 Perubahan Aspek Psikososial


Pada unmmnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi

kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,


23
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan

.perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)

meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti

gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang

cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami

perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadianlansia.

http://ilmupsikologi.wordpress.com/2009/12/l l/psikologi-lansia/

2.5 Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada urirnmnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Mesk:ipun tujuan ideal

pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,

namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering

diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,

status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuk:i masa pensiun lebih tergantung

dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia?

Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa

pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut k hilangan, ada yang

merasa senang memiliki jaminan hari tua dan adajuga yang seolah-olah acuh

terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya

dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif

lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu

kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada

24
masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan tmtuk

mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk maSli.k kerja atau tidak dengan

memperoleh gaji penuh.

Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-

masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilah.-ukan assessment untuk

menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk

merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan

pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara

berwiraswasta, cara.membuka usaha sendiri yang sangat banyakjenis dan

macamnya.

Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga

menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini

ditekuninya, masih ada altematif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi

masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka

menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berk:urang dan sebagainya.

http://ilmupsikologi.wordpress.com/2009/12/11/psikologi-lansia/

2.6 Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan

sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.

Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,

penglihatan kabur dan sebagainya sehihgga sering menimbulkan keterasingan.

25
Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas,

selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau

diasingk:an. · Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk

berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terns muncul perilaku regresi

seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak

berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga

perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang

memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat

beruntung karena anggota keluarga·

seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkau kerabat umumnya ikut membantu

memelihara (care) dengan penuh kesabarali dan pengorbanan. Namun bagi mereka

yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya

pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi

hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.

http://ilmupsikologi.wordpress.com/2009/12/11/psikologi-lansia/

2.7 Menghadapi Kematian

Manusia harus mengakui bahwa kehidupannya di dunia ini ada akhirnya, yang

berarti kematian; bagi lansia pengakuan ini sangat penting. Ia hams mempersiapkan

diri untuk menuju ke masa depan tersebut. Meski demikian boleh saja bahkan perlu

bagi mereka untuk melihat kembali ke belakang, kepada apa saja yang telah terjadi

dan dikerjakannya, baik keberhasilan maupun kegagalan, termasuk kehilangan

26
pasangan hidup, kematian temanteman dekatnya, ketiadaan pekerjaan yang biasa

27
dilak:ukannya sebelum pensiun, kemunduran kesehatan fisik dan banyak hal lain

yang sudah lewat itu. Tetapi ini semua hams menjadi bahan yang merangsang

refleksi diri berkenaan dengan kehidupannya, guna memikirkan baik-baik tujuan

kehidupan dan maknanya, termasuk tahun-tahun yang masih tersisa sebelum

maut tiba, di mana masih banyak kesempatan untuk melakukan sesuatu yang

konstruktif. Namun dalam kenyataannya, menghadapi kematian bukan sesuatu

yang mudah bagi kebanyakan orang, banyak hal yang dipikirkan dan

dikuatirkan.(www.ital.ac.id/jurnal/JTA%20Vol.6%20No.1l%20September

%202004.pdf).

Pertama;· berkenaan dengan bagaimana nasib dari segala sesuatu yang menjadi

miliknya. Kekuatiran ini lebih menyolok bagi mereka yang mempunyai harta

milik yang besar. Kedua, ia merasa tidak rela harus terpisah dari orang-orang

yang dikasihi dan teman-temannya. Ket ga, merasa kehidupan tidak bennakna,

perasaan ini lebih besar bagi yang mengangga tujuan yang ingin diraih belum

tercapai. Keempat, merasa belum siap masuk dalam realita kehidupan setelah

kematian, hal ini akan menimbulkan·rasa tidak adanya kepastian dan ketakutan

yang hebat.

B. Konseling Pastoral Bagi Lansia


1.1 Pengertian Pastoral Konseling

Kata pastoral berasal dari pastor dalam bahasa latin atau dalam bahasa yunani

disebut " poimen yang artinya gembala. Secara tradisional dalam kehidup¥Il

gerejawi kita hal ini merupakan. tugas poendeta yang hams menjadi gembala

bagi jemaat atau domba-Nya. Pengistilah ini dihubungkan dengan diri Yesus

Kristus sebagai pastor sejati atau gembala yang baik ( Yohanes 10). Ungkapan ini
mengacu pada pelayanan Yesus yang tanpa pamri bersedia memberi pertolongan

dan pengasuhan terhadap para pengikutn_nya ini merupajkan tugas manusiawi

yang teramat mulia. Dan pengikut-Nya diharapkan dapat mengam.bil sikap dan

pelayanan-Nya Yesus ini dalam kehiduapn praktis mereka. Oleh sebab itu,

tugas pastor bukan hanya tugas resmi atau monopoli para pastor/pendeta saja,

tetapi juga setiap orang yang menjadi pengikut-Nya ( Yakub susabda: 1988, 4)

Kata konseling mengandung arti membimbing, mendampingi, menuntun dan

mengarahkan. Karena itu konseling itudalah pelayanan yang menolong

jemaat yang dilakukan dalam bentuk komunikasi. Dalam percakapan itu

terjadi interaksi dan komunikasi timbal balik dan mendalam antara konsefor dan

konseli. Konselor berusaha mendampingi, membimbing, dan mengarahkan

konseli sehingga dapat menemukan jalan·keluar melalui perubahan sikap dan

tingkah laku. Dari hal di atas, kita dapat melihat beberapa point penting :

Pertama : Menolong, konseling adalah sebuah proses percakapan untuk menolong

konseli yang bermasalah.

Kedua : Percakapan, proses menolong itu dilakukan melalui kegiatan percakapan.

Percakapan di sini adalah percakapan interatif, komunikatif, timbal balik dan

mendalam. Interartif artinya : percakapan itu membawa pengaruh-pengaruh

tertentu, karena · ada model-model respon mengali, memahami, mendukung,

mengajak berpikir, mencari alternative solusi, dan mendorong adanya sikap dan

perbuatan yang positif. Komunikatif artinya : percakapan itu berjalan lancer, baik dan

nyaman. Timbal balik artinya : saling bersambutan dan saling member di sini ada

kerja sama yang baik antara konselor dan konseli. Mendalam artinya : tidak hanya

menyemtuh sisi-sisi yang dangkal dari persoalan, tetapi masuk sampai ke akar

persoalan.
Ketiga : Mengarahkan, melalui percakapan itu konselor mendampingi, membimbing,

mengarahkan konseli. Konselor tidak mendikte, memaksa atau menghakimi konseli.

Sebaliknya konseli juga tidak·menyerahkan beban persoalan ke pundak konselor

hanya untuk meminta nasehat dan jawaban. Seharusnya konseli diajak untuk

berpikir bersama untuk melatih kedewasaan karakternya.

Keempat : Pernbahan sikap dan tingkah laku. Hasil terbaik sebuah konseling diukur

dari pernbahan konseli. Artinya, ada kesaciaran muncul bahwa problem terjadi karena

adanya sikap, pandangan, pemahaman, perilaku dan perbuatan yang perlu diubah.

Kesediaan berubah ini diharapkan membantu untuk menyelesaikan masalah. ( Tulus :

2007 : 22 - 24)

Definisi Konseling Pastoral adalah : bubungan timbal balik: ( interpersonal

relationship).

Antara Hamba Tuhan ( Pendeta, Penginjil, dsb) sebagai konselor dengan konselinya

( klien, atau orang yang meminta bimbingan), dalam mana konselor mencoba

membimbing konselinya ke dalam sasana percakapan konseling yang ideal

( conducive atrmosphere) yang memungkinkan konseli itu betul-betul dapat mengenal

dan mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri, persoalannya, kondisi

hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya pada Tuhan dan cobamencapai tujuan

itu dengan takaran , kekuatan dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan

kepadanya. Rumusan ini sangat luas. Namun dalam perjelasannya Yakub Susabda

menegaskan dan menekankan empat hal penting dari rnmusan itu. eempat hal itu

antara lain : hubungan timbal balik, Hamba Tuhan sebagai Konselor, suasana per

akapan yang ideal dan mencapai tujuan dengan kekuatan Tuhan.

· Konseling Pastoral adalah pelayanan yang dilakukan gereja dengan merawat dan

mencari satu persatu jemaat yang sedang pergumul dalam hidupnya. Pencarian dan
perawatan itu dilakukan untuk menolong mereka yang melalui suatu percakapan

yang interatif, timbal balik, dan mendalam. Melalui percakapan itu konselor

mendampingi, membimbing, dan mengarahkan konseli untuk menemukan solusi.

Dari rumusan ini, hal yang penting diperhatikan antara lain :

1. Konseling pastoral merupakan tugas yang sangat penting dilaksanakan oleh gereja.

Jemaat yang bermasalah adalah domba-domba milik Kristus. Sebagai orang yang

sudah diperpercayakan Kristus, kita perlu menggembalakan mereka.

2. Konseli yang bergumul perlu dikunjungi, dicari, dan diperhatikan agar mereka

dapat dito10ng. Jika mereka mengalamipelan, goncangan dan pergumulan hidup,

mereka butuh pertolonga konselor.

3. Pertolongan itu dilakukan melalui proses konseling. Percakapan ini bukan

per,cakan biasa tetapi sangat spesifik. Respon konselor sangat khas dengan

memakai pola-pola respon probing, understanding, supporting, interpretation,

evalution, dan action yang terarah menuju-solusi.

4. Percakapan ini berlangsung timbal balik, mendalam dan terarah. Percakapan ini

sangat spesifikkarena saling memberi, mempengaruhi, mencari inti persoalan, dan

mengarah pada sebuah solusi.

5. Perubahan terjadi karena Iman dan Ketaatan pada Firman Tuhan. Hasil akhir

konseling adalah perubahan sikap dan perilaku konseli. Hal itu dapat terjadi karena

Imannya bertumbuh lewat membaca, merenungkan dan mempraktakkan Firman

Tuhan.

Pastoral adalah pelayanan gereja dan memberi perhatian bagi seluruh jemaat. Jadi

kegiatannya dapat berupa kunjungan biasa dan kunjungan khusus. Kunjungan itu

dapat bemuasa menggembakan. Namun, tidak menutup kemungkinan dalam

kunjungan itu, terjadi sebuah percakapan konseling.


1.2 Konseling Bagi Lansia
Individu usia lanjut umumnya memiliki sikap yang lemah, baik lemah terhadap

kondisi fisik maupun lemah menyesuaikan dengan lingkungannya. Yang perlu

digaris bawahi disini, adalah bahwa meraih usia panjang tidak hanya persoalan

untuk menjaga fisik pada lansia, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana

mentaleseorang dalam menyikapi tentang hidupnya. Konseling Pastoral pada

lansia adalah suatu pro es tatap muka dimana seorang konselor membantu klienya

untuk memecahkan masalah yang berka1tan dengan lansia. Dalam proses

konseling hams terjadi : hubungan saling percaya, komunikasi yang terbuka;

pemberdayaan klien agar mampu mengambil keputusannya sendiri.

Keterampilan dalam konseling yaitu membina suasana yang aman, nyaman clan

saling percaya dan komunikasi interpersonal yang baik yaitu : komunikasi dua

arah, perhatian aspek verbal dan non verbal, penggunaan pertanyaan untuk

menggali informasi, perasaan dan pikiran sera mendengar yang efektif.

Komunikasi verbal dengan menggunakan kata-kata cirri yang baik :

menggunakan katakata sederhana, dan muda dipahami, menghindari kata-


,

kata yang menyinggung, kritik, mengulang kata-kata dan memperjelas

pertanyaan pemyataan klien, menyimpulkan, menyemangati, dan berikan

informasi yang dibutuhkan. Hindari komunikasi verbal melalui mperilaku yang

tidak mendukung : menasehati, berkhotbah atau menilai secara moral,

menghakimi, memaksa pertanyaan mengapa, interogasi, keluar dari topic,

berlebihan. Komunikasi non verbal melalui bentuk : ekspresis wajah, nada suara,

gerakkan anggota tubuh, kontak mata. (www. Konseling kesehatan lansia, i.d.
com).

Mendengar yang efektif cara yang dilakukan : jaga kontak mata ( sesuaikan

dengan budaya setempat), tujukan minat mendengar, jangan melakukan kegiatan

lain, jangan memotong pembicaraan, tunjukkan empati, lakukan

refleksi/pengulangan dan beri komentar kecil. Lakukanlah satu-tujuh yaitu :

sambut dengan ramah, tawarkan bantuan, kesan ada waktu, lalu tanyakan apa

masalahnya, dengar, empati kemudian uraikan mengenai masalahnya kemudian

bantu berbagai pilihan dengan pertimbangan, jelaskan mengenai pilihannya,

ulangi hal-hal yang perlu dingat. (www. Konseling kesehatan lansia, i.d. com)

Konseling yang dilakukan pada lansia bergantung pada tipe psikologis lansia

yang akan dibagi menjadi lima tipe.

I. Tipe kepribadian konstruktif (Construction Personality), tipe ini tidak perlu

konseling tetapi konselor dibutuhkan sebagai pendamping.

2. Tipe kepribadian tergantung (Dependent Personality), disini konselor dapat

membangk:itkan keinginan konseli untuk berbuat sesuatu bagi orang lain.

3. Tipe kepribadian mandiri (Independent-personality), konselor bekerja dengan

lebih banyak mendengarkan sebelum perlahan mengubah persepsi lansia.

4. Tipe kepribadian bermusuhan (Chosility Personality), ripe ini paling sulit

didekati konselor, hanya berguna sebagai pendamping.

5. Tipe kepriba9,ian kritik diri (Self Hate Personality), konseling disini berguna

untuk membei-µcan support bagi lansia, yang mana konseling bertujuan untuk

menghilangkan persepsi yang negatiftentang diri konseli. http://fenynana.

blogspot.com/2011/05/konseling-pada-lanjut-usia-lansia.html)

Mencoba memberikan pelayanan yang tepat untuk lansia adalah salah satu cara
untuk membantu lansia agar dapat menerima keadaannya yang sesungguhnya ia

jalani, dengan begitu jika lansia dapat memahami clirinya maka ia akan berusaha

untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi fisik, sosial-psikologisnya dengan

tepat. Dengan memperlakukan lansia sesuai keinginannya hal ini

tidak menutup kemungkinan bahwa lansia perlahan-lahan akan lebih dapat

menerima diri.

Keadaan yang ada pada lansia cenderung berpotensi menimbulkan masalah

kesehatan secara umum maupun kesehatan secara khusus, baik kesehatan fisik

maupun kesehatan jiwa. Oleh karena itu diperlukan penyuluhan kepada lansia

agar dapat menerima keadaan dengan mencari sisi positif dari kemampuan dan

pengalaman yang ada pad.a konseli (lansia), agar ia berpikir bahwa ia masih

berguna dan dibutuhkan orang lain.

Pastoral konseling dapat membantu usia lanjut untuk memperoleh

pemahaman bukan saja mengenai kemampuan, minat, kesempatan yang

ada,melaink:an juga mengenai emosi dan sikap yang bisa mempengaruhi dalam

menentukan pilihan dan pengambilan keputusan. Sehingga diharapkan usia lanjut

dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam hidupnya

baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain.

1.3 Prinsip Pelayanan.

Pelayanan sosial lanjut usrn luar panti harus memperhatikan prms1p-pns1p

tertentu yang akan memberikan makna dan nilai terhadap aktifitas pelayanan.

Prinsip tersebut juga memberikan arah dalam proses pelayanan dengan

mempertimbangkan hak-hak dan eksistensi lanjut usia.


a. Tidak memberikan stigma.Pelayanan sosial lanjut usia luar panti harus

menghindari pemberian stigma. Cap kepada lanut usia yang dapat melemahkan

kemampuan, merendahkan martabat dan harga diri mereka seperti

menganggap lanjut usia sebagai orang yang tidak berguna dan mengharapkan

belas kasihan.

b. Pemenuhan kebutuhan secara tepat. Pelayanan perlu didahului dengan

identifikasi terhadap kebutuhan lanjut usia sebagai dasar dalam menentukan

pelayanan yang tepay. c. Penerimaan. Pelaksanaan pelayanan harus menerima

dam memahami keseluruhan aspek lanjut usia, termasuk kelebihan dan

kekuranganp.ya. Penerimaan terhadap lanjut usia diwujudkan dengan menarik

perhatian secara sungguh-sungguh, mendengarkan dengan penuh perhatian,

menghargai pendangan lanjut usia, dan menciptakan Sl1asana yang saling

menghormati.

d. Individualitas. Prinsip individualitas berarti memahami dan menghargai

keunikan pribadi lanjut usia, baik yang menyangkut masalah kebutuhan

maupun potensinya.

e. Menyatakan perasaan. Lanjut usia perlu diberikan kesempatan untuk

mengungkapkan perasaannya, petugas diharapkan mampu untuk mendorong

dan memberikan kesempatan kepada lanjut usia.

f. Mengontrol keterlibatan emosional. Petugas perlu mengendalikan

keterlibatan emosional dan mengarahkannya untuk tujuan pelayanan.

g. Penentuan diri. Petugas membantu lanjut usia dalam membuat pilihan dan

keputusannya sendiri tentang apa yang terbaik bagi dirinya.

h. Akses terhadap sumber. Petugas gereja mengusahakan agar lanjut usia dapat

memperoleh akses sumber, kesempatan dan pelayanan yang dibutuhkan.


i. Kerahasiaa. Petugas gereja perlu menjaga kerahasiaan segala informasi

tentang lanjut usia yang diperkirakan dapat merendahkan harkat dan martabat

lanjut usia.

j. Pelayanan Cepat. Pelayanan gereja bagi lanjut usia luar panti dilakukan

secara cepat, tidak berbelit-belit, langsung sesuai dengan masalah kebutuhan

dan kemampuan lanjut usia.

k. Pelayanan Bermutu. Petugas gereja mampu menampilkan dan meningkatkan

kualitas pelayanan· melalui peningkatan kemampuan dan profesionalisme.

I. Pelayanan Bertanggung Jawab. Pelayanan yang diberikan hams dapat

dipertanggung jawabkan kepada masyarakat ( Howard J. Clinebell, 1996:51-

52).

C. LANSIA DALAM REELEKSI TEOLOGIS


Bertumbuh i:nenjadi lebih tua tidak dapat dihambat olehn siapapun, ini adalah

proses alamiah, sehingga lansia juga harus dilihat dan dimengerti sebagai bagian

dari kehidupan itu sendiri. Tujuan refleksi teologis ini adalah agar orang kristen

tidak terjebak dalam pandangan umum dengan segala macam rasionalitasnya.

Juga jangan terjebak dalam pengalaman emosional belaka, sehingga kaum lansia

tidak ditempatkan dalam posisi dan perlakuan yang seharusnya, supaya

pelayanan kepada mereka dapat dilaksanakan secara tepat.

3.1 Usia Lanjut Adalah Proses Kehidupan

Orang lanjut usia_umumnya mempunyai banyak waktu untuk merenungkan dan

bertanya tentang masa lalu, s rta mungkin hidup dalam penyesalan atau
memandang rendah kehidupannya di masa yang lalu ter'sebut. Maka sangat

penting pemahaman berkenaan dengan tahapan-tahapan dalam kehidupan

manusia, sehingga sikap-sikap yang tidak bermanfaat dapat dieliminir dengan

harapan perkembangan yang'sehat yang seharusnya terjadi pada lansia dapat

berlangsung dengan baik.

Sebenamya usia lanjut adalah proses pergerakan dari permulaan sampai ke akhir

kehidupan, melalui tahapan-tahapan secara berkesinambungan; dimana setiap tahapan

mempunyai cirri-ciri perkembangannya masing-masing, sehingga proses

perkembangan.dari anak berbeda dengan dewasa dan berbeda pula dengan

perkembangan usia setengah baya dan seterusnya. Dalam Alkitab ban.yak

dijumpai penggambaran tahapan-tahapan ini. Yeremia melukiskan tahapan

kehidupan sebagai tahapan anak/bayi, anak muda/taruna, suami/istri, orang yang

tua dan usia lanjut (Yer. 6:11); juga tahapan kehidupan yang dilukiskan oleh Musa,

yaitu bayi menyusu, dara/taruna dan orang ubanan (ill. 32:25). Masing-

masing··tahapan mempunyai hubungan satu dengan yang lain dan tidak ada

tahapan yang dianggap lebih baik atau lebih buruk. Semua itu sama baiknya dan

harus dilihat sebagai satu kehidupan yang utuh. Allcitab mengingatkan bahwa usia

manusia itu singkat, ''Manusia sama sepert i angin, hari harinya seperti bayang-
.

bayang yang lewat" (Maz.144:4). Jadi hidup manusia itu bersifat sementara. Proses

penuaan seseorang menjadi pernyataan yang paling jelas dari kehidupan secara fisik

yang bersifat sementara·itu. Namun juga diingatkan bahwa manusia diciptakan bukan

hanya untuk hidup di dunia ini saja, tetapi untuk masuk ke dalam kekekalan bersama

Allah. Oleh sebab itu, apabila kehidupan manusia dipahami dan dilihat secara utuh,

hal ini akan menciptakan kedamaian dalam diri seseorang dengan sejarah

kehidupannya, serta tidak terbebani dengan penyesalan-penyesalan. Disamping itu,


perlu mendengarkan apa yang dikatakan Firman Tuhan: "Ia membuat segala sesuatu

indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka" (Pengk.

3:11).

3.2 Usia Lanjut Sebagai Proses Kematangan Kerohanian

Usia lanjut merupakan kemunduran kekuatan secara fisik, tetapi keadaan ini dapat

menjadi situasi terbaik untuk peningkatan dan pendewasaan kerohanian. Seperti

dikatakan oleh Fred Van Tatenhove: The aging experience, in spite of a diminishing

physical vitality and health, can include an increasing spiritual maturity and readiness

for a life after death. This is the biblical message and the hope of every Christian.

Proses pendewasaan kerohanian adalah kemampuan untuk mulai mengidentifikasi

apa itu kekudusan dan masuk lebih dalam terhadap isu-isu kehidupan, serta makna

eksistensinya di dunia ini. Hidup dengan pemusatan pada diri sendiri berkurang

dengan mereduksi sikap defensif, sehingga energi dapat disalurkan pada sesuatu

yang lebih dalam dan menyentuh kehidupan kekal. Omar Brubaker dan Robert.E.

Clark memberikan dua alternatif bagi seseorang di masa lansia yang disebut sebagai

"masa uj1an" "Masa ujian hidup" dapat menjadi puncak perkembangan rohani yang

menunjukkan watak kristen yang indah, atau menjadi kehilangan minat sama sekali

terhadap hal-hal rohani. Orang lanjut usia dapat lebih menyerupai Kristus tahun

demi tahun atau sebaliknya hatinya akan menjadi keras terhadap Injil dan tuntutan

Kristus. Perkembangan rohani dapat terjadi ke arah yang positif, tetapi juga tidak

tertutup kemungkinan terjadi ke arah yang sebaliknya. Oleh sebab itu perhatian dan

pelayanan yang baik dari gereja terhadap mereka hams benar-benar diwujudkan dan

dirancang dengan serius serta penuh tanggung jawab.


3.3 Gereja dan Pelayanannya

Tuhan memberikan p1insip pelayanan penggembalaan: "Aku datang, supaya mereka

mempunyai hidup dan menpunyai dalam segala kelimpahan" (Yoh. 10:10). Memang

Tuhan mengatakan itu dengan menunjuk pada diri-Nya sebagai Gembala yang baik,

namun hal itu merupakan satu prinsip yang harus

terjadi dalam komunitas orang percaya. Dimana secara umum ada dua hal utama

yang sangat ditakuti oleh lansia dalam menjalani kehidupan masa tuanya:

Pertama, takut terbuang; kedua, takut hidup dalam ketergantungan. Oleh sebab itu,

gereja mempunyai kewajiban untuk melayani lansia sebaik baiknya agar sungguh-

sungguh dapat membuat kaum lansia hidup dengan penuh kelimpahan, yang· berarti,

penuh dengan makna. Maka gereja perlu melayani para lansia seperti melayani

mereka yang masih muda. Perlu diingatkan bahwa dalam Alkitab, usia tua diakui

sebagai karunia dari Allah (I Raj. 3:14; Maz. 91:16; Ams. 10:27), dimana orang yang

lebih muda diinstmksikan untuk menghormati, memperhatikan dan berjanji akan

hadir di tengah-tengah umat-Nya yang bemsia lanjut (Yes. 46:4), namun di samping

itu Alkitab juga menghendaki para orang tua untuk menjalani kehidupan yang layak

dan konstmktif. Oleh karena itu gereja perlu melaksanakan aktivitas pelayanan yang

baik bagi mereka dengan merancang program pelayanan yang memang menjadi

kebutuhan bagi para lansia, yaitu memberi makna pada hidup mereka, baik bagi diri

sendiri, keluarga dan gereja. Ada beberapa bentuk pelayanan yang dapat

diketengahkan di sini: memelihara mereka yang lebih tua (Im. 19:32; Ams. 23:22; I

Tim. 5:1,2). Ban.yak lansia yang merasa diabaikan, hal ini tampak dari perencanaan

program gereja yang lebih banyak berkaitan dengan kepentingan orang muda.

3.3.1. Pelayanan Untuk Menolong Lansia Dalam Upaya Penyesuaian Diri


Banyak penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan oleh lansia. R.J. Havighurst

mencatat:

1. Menyesuaikan diri pada masa pensiun dan pendapatan yang berkurang.

2. Menyesuaikan diri pada berkurangnya kekuatan jasmani dan kesehatan.

3. Menyesuaikan diri pada kematian suami atau isteri.

4. Menetapkan hubungan yangjelas dengan kelompok umur yang sebaya.

5. Memenuhi kewajiban sebagai warganegara dan kewajiban sosial.

6. Menetapkan tempat tinggal yang memuaskan.

Dalam kaitan dengan kondisi tersebut, gereja perlu memberi perhatian yang

cukup dengan memberi pelayanan konseling secara pribadi, dukungan secara

emosi, bentuk kelompok diskusi, dan khotbah yang dapat membantu mereka

lebih mudah membuat penyesuaian diri dengan situasi yang barn yang memang

akrab dengan usia lansia. Disamping itu gereja perlu membuat program

pelayanan yang mempersiapkan mereka yang sudah masuk usia paruh baya,

sebagai antisipasi ke depan pada saat mereka juga masuk dalam usia lanjut,

dengan harapan nantinya akan terjadi penyesuaian diri yang berjalan lebih niulus

bagi generasi ini.

3.3.2 Pelayanan Untuk Memenuhi Kebutuhan Kerohanian

Kebutuhan akan perkembangan kerohanian itu sangat penting bagi lansia,

seperti yang Brubaker nyatakan berkenaan dengan kerohanian lansia: "Orang


lanjut usia itu dapat lebih menyerupai Kristus tahun: deini tahun atau sebaliknya

hatinya akan menjadi keras terhadap Injil dan tuntutan Kristus." Oleh sebab itu

pelayanan untuk memperkokoh kerohanian sangat dibutuhkan, apalagi bagi

mereka yang secara fisik dan kesehatan terns melemah, serta yang menghadapi

masa krisis atau problem di masa tua. Hal ini kecuali untuk membentuk watak

yang indah, juga perlu untuk mempersiapkan mereka agar mampu dan berani

memasuki masa tahapan yang terakhir dati hidup mereka, tennasuk kematian.

Orang lanjut usia biasanya cenderung untuk mengenang masa lalu, maka mereka

perlu mendapat dorongan untuk hidup di masa kini dan mempunyai

pengharapan ke masa depan. Bagi orang kristen, hal ini berarti bahwa mereka

tetap menjadi murid Kristus dengan memiliki harapan untuk bertemu Tuhan,

karena pengharapan tertinggi orang percaya adalah bertemu dengan Tuhan dan

masuk ke rumah kekal yang telah dipersiapkan oleh Kristus bagi umat-Nya

(Yoh.14:1-6).

3.3.3 Penyediaan Sarana Persekutuan Dan Pelayanan Bagi Lansia

Semua orang selalu membutuhkan tempat dan hubungan sosial di mana mereka

sungguh sungguh diterima dengan baik. Oleh sebab itu, program pelayanan perlu

dirancang untuk dapat mengisi kebutuhan terjadinya kontak sosial yang akrab

dan bermakna. Seperti rekreasi yang aktivitasnya dirancang demi tercapainya

tujuan diatas, atau aktivitas yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk

memberikan kontribusi yang positif pada gereja. Gary R. Collins memberikan

daftar berbagai macam aktivitas yang dapat dipertimbangkan agar lansia dapat

memberikan kontribusinya bagi gereja:

1. Partisipasi dalam pelayanan ibadah, antara lain sebagai pemimpin ibadah.


2. Mengajar satu dengan yang lain.

3. Membantu program visitasi.

4. Membantu memelihara dan memperbaiki inventaris gereja.

5. Membantu hal yang kecil tetapi penting, seperti menyiapkan makanan untuk

pertemuan sosial, memberi perhatian bagi mereka yang tidak hadir dalam

ibadah, menjahit jubah, dan sebagainya.

6. Membantu pekerjaan hamba Tuhan.

7. Melayani sebagai pemberi nasehat pada berbagai macam kelompok dalam

gereja.

8. Menjadi konselor yang mendengar, mendukung, memberi semangat dan

bimbingan.

9. Mendukung program gereja dalam doa.

10. Mengajak sesamanya untuk aktif dalam devosi secara pribadi.

Daftar tersebut di atas dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan dan situasi kondisi

setempat. Hal ini dilakukan gereja bukan hanya karena gereja sangat membutuhkan

pelayanan mereka (biarpun· kebutuhan ini pasti ada), tetapi lebih kepada pelayanan

gereja bagi mereka. Dimana kaum lansia sangat membutuhkan untuk merasa bahwa

hidupnya masih bermakna, masih mempunyai manfaat yang jelas dan tidak merasa

sebagai orang yang terbuang, tetapi mereka juga perlu mendapat tantangau bahwa

"tidak ada seorangpun pemah pensiun dari melayani Kerajaau Allah."


Dalam merealisasikannya, berarti gereja harus melibatkan mereka dalam berbagai

kegiatan persekutuan dau pelayanan. Hal ini sekaligus merupakan pengakuan serta

penghargaan akan pengalaman dan kemampuau mereka, yaitu s_esuatu yang sangat

dibutuhkan oleh kaum lansia untuk bisa tetap survive dengan sehat. Maka aktivitas

lansia tidak boleh hanya terfokus dari lansia untuk lansia saja, tetapi harus mencakup

lingkup yang lebih luas, yaitu siding jemaat. Dengau demikian bukan saja tidak

terjadi eksklusifisme, tetapi juga membuat kehadiran lansia dalam gereja mempunyai

makna secara utuh.

3.3.4 Gereja Perlu Memberi Pendidikan

Otak harus selalu diberi stimulasi agar dapat tetap sehat. Maka salah satu cara yang

dapat dilakukan gereja adalah tnemberikan edukasi agar memberi kemampuan lebih

bagi lansia, termasuk kemampuan penyesuaian diri dan sekaligus memelihara

kesehatan daya pikir mereka. Dengan demikian pendidikan bagi lansia mempakan

hal yang urgen, sehingga harus diadakan dau gereja perlu mencari upaya untuk

memberikan dorongan agar kaum lansia mau berpartisipasi dalam program

pendidikan tersebut. Disamping itu pendidikan berkenaan dengan lansia perlu

diberikan kepada anggota gereja secara keseluruhan, karena senng terdapat

pemahaman yang salah baik dalam masyarakat umum maupun sidang jemaat, yaitu

para lansia itu sudah tidak berharga lagi, di mana ukurunnya adalah kemampuan

secara fisik, intelektual yang dinilai sudah merosot drastis. Kemerosotan yang

drastis ini memang benar untuk sebagian kecil lansia, tetapi tidak merupakan gejala

lansia secara keseluruhan, maka pendidikan berkenaan dengan lansia juga perlu

diberikan kepada anggota gereja secara keseluruhan. Upaya ini diharapkan akan

memberikan kebaikan bukan hanya bagi lansia itu sendiri, tetapi juga bagi jemaat
secara keseluruhan. Bila kaum yang lebih muda dapat memberikan respek kepada

yang lebih tua dan memahami keberadaan orang yang lebih tua, hal ini membuat

pelayanan yang terjadi akan lebih baik, kehidupan bersama yang lebih baik serta

problem dari usia lanjut juga akan lebih mud.ah ditanggulangi.

3.3.5 Pelayanan Yang Terkait Dengan Kebutuhan Fisik Lansia

Orang kristen mempunyai tanggung jawab untuk memperhatikan kebutuhan

mereka yang· membutuhkan secara fisik (Yak. 1:27). Maka fasilitas untuk lansia

hams disediakan, seperti transportasi ke clan dari gereja, mang ibadah yang mudah

dijangkau, clan lain-lain; yang pada intinya pembuatan program aktivitas gereja

ha ms selalu mempertimbangkan kemungkinan peran sertanya dari kaum lanjut usia.


.

Tuhan memberikan prinsip pelayanan penggembalaan demikian: "Aku datang,

supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyai dalam segala kelimpahan" (Yoh.

10:10). Memang Tuhan mengatakan itu dengan menunjuk pada diri-Nya sebagai

Gembala yang baik. Namun hal itu merupakan satu prinsip yang hams terjadi dalam

komunitas orang percaya, dimana secara umum ada dua hal utama yang sangat

ditakuti oleh lansia dalam menjalani kehidupan masa tuanya: Pertama, takut terbuang;

kedua, takut hidup dalam ketergantungan. Ketakutan-ketakutan ini bila dibiarkan

berkembang akan memberi pengaruh yang sangat buruk terhadap diri mereka secara

keseluruhan, yaitu secara fisik, mental, moral dan rohani.

3.3.6 Bentuk-Bentuk Pelayanan dari Gereja Bagi Lanjut Usia.

1. Pelayanan keagamaan dan mental spiritual.

Pelayanan keagamaan clan mental spiritual bagi lanjut usia dimaksudkan untuk
mempertebal rasa keimanan dan ketagwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

2. Pelayanan Kesehatan.

Pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatan dan kemampuan lanjut usia, agar kondisi fisik, mental dan sosialnya

dapat berfungsi secara wajar.

3. Pelayanan kesempatan kerja.

Pelayanan kesempatan kerja bagi lanjut usia potensial dimaksudkan memberi

peluang untuk mendayagunakan pengetahuan, keahlian, kemampuan,

ketrampilan, dan pegalaman yang· dimilikinya. (Acuan Umum Pelayanan Lanjut

Usia ,2002) ·

D. KERANGKA PEMIKIRAN.

Yang dimaksud dengan kerangka pemikiran atau paradigma teoritis adalah

landasan berpijak yang akan memberikan aral1 yang sistimatis untuk dapat

mengatasi berbagai masalah yang dihadapi di lapangan. Dengan adanya

kerangka pemikiran tentunya akan mempermudah setiap penelitian dalam

merumuskan masalah yang kemudian untuk dipecahkan.

Teori·yang mendukung kerangka berpikir penulis adalah : Pastoral konseling

yang· dikemukakan oleh pendeta DR. Yakob B. Susabda adalah sebagai berikut :

Pastoral konseling adalah hubunga:n timbal ba:lik (interpersonal relasip) antara

hamba Tuhan (Pendeta, penginjil dan sebagainya). Sebagai konselor dengan

konselinya (Klien orang yang minta bimbingan), dalam mana konselor mencoba

membinibing konselingnya ke dalam suatu suasana percakapan konseling yang

ideal (Condisive Atmosphere) yang memungkinkan konseli itu betul betul dapat
mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri,

persoalannya, kondisi hidupnya, di mana ia berdoa, sehingga ia mampu melihat

tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawab pada Tuhan dan mencoba

mencapai tujuan itu dengan takaran dan kemampuan seperti yang sudah diberikan

Tuhan kepadanya (Susabda, 2009, 13).

Dari uraian diatas dapat ditarik suatu kerangka berpikir yang adalah sebagai

berikut:

a. Input.

Pastoral konseling yang terdiri dari pelayanan keagamaan dan mental

spiritual, pelayanan kesehatan, pelayanan kesempatan kerja.

b. Proses.

Masalah - masalah lanjut usia.

c. Output

Pelayanan terhadap lanjut usia dilihat dari segi rohani dan segi jasmani. Ini dapat

terlihat pada gambar dibawah ini


L.

Kerangka Pemikiran.

Input Proses Output


Pastoral Konseling Masalah- masalah Pelayanan terhadap lanjut usia dilihat dari :
Pelayanan Keagamaan dan mental Spiritual.
LanjutUsia Segi Rohani
Pelayanan Kesehatan Segi Jasmani
Pelayanan kesempatan kerja

Anda mungkin juga menyukai