Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

CULTURE SHOCK DALAM KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

Dosen Pengampu :
Femalia Valentine, M.A

Disusun oleh :
1. Rahmad Hidayat (20521057)
2. Rizky Anando (20521064)

PRODI S-1 KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN CURUP
Tahun Ajaran 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Culture Shock dalam Komunikasi Antar Budaya” ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Bunda Femalia Valentine, M.A pada mata kuliah
Komunikasi Antar Budaya. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami ucapkan
terimakasih kepada Bunda Femalia Valentine, M.A sebagai dosen pengampu
mata kuliah tersebut yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Curup, 20 Desember 2021

Penulis

2
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR..................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 4
A. Latar belakang ..................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 5
C. TUJUAN MASALAH ......................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAAN .............................................................................................. 6
BAB III PENUTUP....................................................................................................... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Culture shock merupakan fenomena yang akan dialami oleh setiap orang
yang melintasidari suatu budaya ke budaya lain sebagai reaksi ketika
berpindah dan hidup denganorang-orang yang berbeda pakaian, rasa, nilai,
bahkan bahasa dengan yang dipunyai olehorangtersebut (Littlejohn, 2004;
Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer, 2009).Littlejohn,dalam jurnal yang
ditulisnya, meyatakan bahwa culture shock adalahfenomena yang wajar
ketika orang bertamu atau mengunjungi budaya yang baru. Orang
yangmengalami culture shock berada dalam kondisi tidak nyaman baik
secara fisik maupunemosional.Sebuah jurnal menceritakan seorang siswa
yang baru saja menyelesaikan sekolahmenengah dan hendak melanjutkan
ke universitas, untuk pertama dia akan banggadanmempersiapkan dirinya
untuk memnghadap lingkungan kuliah yang baru. Dia akanmempersiakan
dirinya untuk bertemu dengan orang-orang baru, antusiasme untuk belajar
agar menuai kesuksesan dalam lingkungannya yang baru. Namun, pada
akhirnyasiswa tersebut, terhadap lingkungan barunya mengalamai
ketidaknyamanan hinggamembuatnya tidak lagi ingin melanjutkan
kuliahnya (Balmer, 2009). Dari jurnal ilmiah ini bisa disimpulkan bahwa
setiap siswa menjadi wajar jika mengalami culture shock sebagaiakibat
perpindahannya dari lingkungan sekolah menengah yang lama
kelingkunganuniversitas yang baru. Kebiasaan-kebiasaan di lingkungan
baru, seperti yangdiungkapkanBalmer, dapat menyebabkan tekanan dan
berakibat pada kompetensiakademik siswa tersebut.Akan menjadi negative
kalau culture shock tersebut tidak teratasi, dalam hali ini orang gagaluntuk
meyesuaikan dirinya dengan lingkungan barunya, dan menjadi depresi
(Littlejohn,2004; Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer,2009).

4
B. Rumusan Masalah
1.Apa faktor penyebab terjadinya culture shock ?

2.Apa efek atau akibat dari terjadinya culture shock ?

3. Bagaimana solusi dari permasalahan culture shock tersebut?

C. TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui faktor penyebab terjadinya culture shock

2. Mengetahui efek atau akibat dari terjadinya culture shock

3. Mengetahui solusi dari permasalahan culture shock

5
BAB II

PEMBAHASAAN

1) Pengertian
Culture shock atau dalam bahasa indonesia “gugat budaya” adalah istilah
psikologis untuk menggambarkan keadaan dan perasaan seseorang
menghadapi lingkungan sosial dan budaya yang berbeda. Istilah ini
mengandung pengertian,adanya perasaan cemas, hilangnya arah, perasaan
tidak tahu apa yang harus di lakukan atau tidak tahu bagaimana harus
melakukan sesuatuyang dialami oleh individu tersebut ketika ia berada dalam
suatu lingkungan yang secara kultur atau sosial baru.

Faktor penyebab timbulnya “Masalah Culture shock ” dari yang dominan


hingga paling rendah, berikut ini penjabarannya:
1) Faktor pergaulan
Pada faktor ini, individu cenderung mengalami ketakutan akan
perbedaan pergaulan disetiap tempat yang baru. Ketakutan ini menjadikan
individu merasacanggung dalam menghadapi situasi yang baru, tempat
tinggal yang baru dansuasana yang baru. Akibat ketidak pahaman
mengenai pergaulan ini, individu jugaakan merasa terasing dengan orang-
orang disekelilingnya yang dirasa baru baginya.

2) Faktor teknologi
Dewasa ini perkembangan teknologi semakin melaju pesat.
Perkembangan teknologi yang semakin mutakhir ini menyebabkan
masyarakat harus selalu ingin berusaha untuk mengikuti perkembangan
teknologi agar mampu bersaing di dunia global. Teknologi juga
merupakan faktor penting dalam mempengaruhi timbulnya masalahculture
shock. Individu merasa takut tidak bisa mengikuti perkembangant
eknologi di tempat tinggal barunya sehingga individu cenderung akan

6
merasakanketakutan. Individu disini dituntut untuk berpikir keras
bagaimana caranya untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi serta
mampu mengaplikasikannya dikehidupannya.

3) Faktor geografis
Faktor geografis identik dengan keadaan geografis di daerah tersebut.
Faktorgeografis ini merupakan faktor lingkungan secara fisik, misalnya
perbedaan cuaca, perbedaan letak wilayah seperti daerah pantai dengan
daerah pegunungan. Hal ini akan menyebabkan individu tersebut mengalami
gangguan kesehatan.

4) Faktor bahasa keseharian


Bahasa merupakan cerminan dari sebuah kebudayaan yang beradab.
Bahasa tidak bisa dianggap dengan sebelah mata dewasa ini. Individu yang
mengalami kekagetan terhadap budaya baru sering kali dihubungkan dengan
faktor bahasasebagai salah satu ketakutan yang cukup besar ketika akan
menetap ditempat yang baru. Tidak menguasai atau bahkan tidak mengerti
sama sekali bahasa merupakan suatu hal yang wajar yang menyebabkan
timbulnya culture shock.

5) Faktor ekonomi
Ketakutan terhadap biaya hidup yang berbeda yang memiliki
kemungkinan lebihtinggi merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya
culture shock. Ini merupakan hal umum yang terjadi bahwa setiap daerah di
negara Indonesia memiliki kemampuan konsumsi yang berbeda-beda.
Perbedaan inilah yang menyebabkan individu guncang ketika dihadapkan
pada permasalahan tempat tinggal yang baru. Individu harus mulai berusaha,
bersiap serta berwaspada mengantisipasi agar mampu bertahan hidup
ditempat tinggal yang baru.

6) Faktor adat istiadat

7
Faktor ini merujuk pada tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh
masyarakat disetiap daerah yang notebene memiliki ciri khas kebudayaan
yang berbeda satu sama lain. Untuk itu individu harus mampu beradaptasi
dengan adat istiadat didaerahnya yang baru. Namun beradaptasi dengan
adat istiadat yang baru bukanlah hal yang mudah bagi seorang pendatang,
maka individu cenderung mengalami kekagetan budaya terutama dalam
hal adat istiadat tersebut.
7) Faktor agama
Agama dianggap sebagai salah satu penghambat individu dalam
usahanya menyesuaikan di tempat tinggal yang baru. Individu mengalami
ketakutan tersendiri terhadap agama yang menjadi perbedaan yang sangat
rentan dan tidak bisa disatukan dengan mudahnya.

2. Solusi Pemecahan Masalah Culture shock

Dari bebrapa faktor penyebab terjadinya culture shock , kelompok


merumuskan solusi untuk mengatasinya. Antara lain yaitu :
1. Faktor pergaulan
Individu harus belajar membiasakan diri beradaptasi dan berinteraksi
dengan lingkungan barunya, dengan pembiasaan ini akan menumbuhkan
rasa percaya diridari individu tersebut dalam bersosialisasi dengan orang-
orang dan lingkungan barunya tersebut. Pergaulan yang baik akan
membuat seseorang lebih mudahmenjalani kehidupan sosialnya.

2. Faktor teknologi
Dewasa ini teknologi semakin berkembang pesat dikalangan orang
banyak,semakin pesat teknologi berkembang maka orang-orang dituntut
untuk semakinkeras mempelajari dan mengaplikasikan teknologi yang ada
dalam kehidupannya.Seorang individu yang berada di lingkungan baru
baginya pasti akan merasakan perbedaan teknologi yang berkembang di
lingkungan tersebut, terlebih lagiapabila individu yang berasal dari daerah

8
pelosok kemudian datang ke daerah yang cukup pesat perkembangan
teknologinya.

3.Faktor geografis
Faktor geografis dalam persentasenya memperoleh 18,60% dari
keseluruhan totalfaktor penyebab terjadinya culture shock. Karena faktor
geografis ini berkaitan erat dengan kondisi fisik lingkungan maka hal ini
dapat diatasi dengan cara individu lebih menjaga kesehatan yang
cenderung menurun ketika individu tersebut tinggal di suatu tempat tinggal
yang baru, yang tentunya jauh berbeda dengan tempat tinggal semula.
Pencegahan yang baik perlu dilakukan secara terus menerus agar individu
tetap berada di kondisi yang prima dalam menjalaniaktifitas sehari-hari.

4.Faktor bahasa keseharian


Bahasa keseharian memiliki prosentase sebesar 17,30% dari keseluruhan
faktor penyebab terjadinya culture shock. Untuk mengatasinya kelompok
memberikan solusi diantaranya yaitu dengan menumbuhkan kemauan
belajar bahasa kepada setiap individu ketika tinggal ditempat yang baru.
Kemauan belajar bahasa tersebut bisa dilakukan dengan cara meminta
bantuan kepada teman yang memang berasal dari daerah tersebut untuk
mengajarkan bahasa keseharian di daerah tersebut.

5.Faktor ekonomi
Faktor ekonomi ini dapat diatasi dengan cara pengelolaan keuangan yang
baiksesuai dengan kebutuhan masing-masing individu, agar individu dapat
menyesuaikan pemasukan keuangan dengan pengeluarannya. Pada saat
proses pendidikan alan lebih baiknya individu juga melakukan program
saving money, untuk mengatasi kebutuhan tidak terduga.

9
6. Faktor adat istiadat
Pada dasarnya melekatnya kebudayaan terhadap seorang individu
membutuhkan proses dan waktu, semua tidak terjadi begitu saja. Solusi
menurut kelompokadalah individu harus lebih membuka dirinya terhadap
adat istiadat, kebiasaan,tingkah laku yang umumnya terjadi dimasyarakat.
Dengan cara tersebut diharapkan individu dapat lebih menghindari
terjadinya culture shock/gegar budaya.

7. Faktor agama
Faktor agama yang menyebabkan terjadinya culture shock ini hanya
mendapat persentase sebesar 0.13 %. Artinya faktor agama tersebut
dianggap tidak terlalu mendominasi terjadinya culture shock. Solusinya
yaitu individu harus lebih meningkatkan sikap toleransinya antar umat
beragama.

3. Tanda-tanda culture shock :


Ada 5 tanda seseorang terkena culture shock, yaitu :
1. Terus-terusan berpikir negatif dan mulai membanding-bandingkan
keadaan di tempat baru dengan kampung halaman.
2. Mulai frustasi, gampang marah dengan hal-hal kecil karena tidak bisa
mengikuti polahidup disana, menjadi malas bergaul dan memilih diam saja
karena merasa tidak PD.
3. Mulai merasa sedih dan terasingkan walaupun saat itu sedang berada di
tengah-tengahorang banyak.
4. Mulai kehilangan identitas dan ciri-ciri pribadi
5. Mulai merasa kurang sehat, jadi sering flu, pilek, demam, diare dsb

4. Reaksi Shock
Reaksi terhadap cultural shock bervariasi antara 1 individu dengan individu
lainnya dandapat muncul :
1.Antagonis / memusuhi terhadap lingkungan baru.

10
2.Rasa kehilangan arah
3.Rasa penolakan
4.Gangguan lambung dan sakit kepala
5. Homesick/rindu pada rumah/lingkungan lama
6. Rindu pada teman dan keluarga
7.Merasa kehilangan status dan pengaruh
8.Menarik diri
9.Menganggap orang-orang dalam budaya tuan rumah

5. Tingkatan Culture Shock


Fase optimistik, fase pertama yang digambarkan pada bagian kiri atas dari
kurva U. Fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan dan euphoria
sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru.
Masalah cultural, fase kedua dimana masalah dengan lingkungan baru mulai
berkembang, misalnya karena kesulitan bahasa, sistem lalu lintas baru,
sekolah barudll.Fase ini biasanya diikuti dengan rasa kecewa dan
ketidakpuasan. Ini adalah periode krisis dalam cultural shock. Orang
menjadi bingung dan tercengang dengan sekitarnya dan dapat menjadi
frustasi dan mudah tersinggung, bersikap permusuhan,mudah marah, tidak
sabaran, dan bahkan menjadi tidak kompeten.
Fase recovery, fase ketiga dimana orang mengenai budaya barunya. Pada
tahap ini,orang secara bertahap membuat penyesuaian dan perubahan dalam
caranyamenanggulangi budaya baru. Orang-orang danperistiwa dalam
lingkungan baru mulaidapat terprediksi dan tidak terlalu menekan.
Fase penyesuaian, fase terakhir pada puncak kanan U, orang telah mengerti
elemenkunci dari budaya barunya (nilai-nilai, adaptasi khusus, pola
komunikasi, keyakinan,dll) kemampuan untuk hidup dalam 2 budaya yang
berbeda biasanya juga disertaidengan rasa puas dan menikmati.Beberapa
literatur yang lain menyarankan hal-hal berikut ini untuk mengatasi culture
shock dengan baik, yaitu antara lain:

11
1.Sebelum individu berangkat ke negara baru yang akan dimasukinya, ada
baiknyaapabila ia sudah terlebih dahulu membaca tentang negara tersebut dan
budaya yangada di negri tersebut. Hal ini akan membantu individu ini untuk
lebih familier dengan negara yang akan dimasukinya, dan lebih siap untuk
berhadapan dengan berbagai perbedaan yang akan dihadapinya

2. Mengelola pengharapan (manage expectations). Harapan yang dimiliki


seseorangakan mempengaruhi bagaimana orang tersebut menginterpretasikan
dan menilai suatukejadian. Menjaga agar harapan sedapat mungkin realistis
dan sesuai dengan kenyataan serta kemampuan diri akan menjaga agar stress
selalu dalam kondisi rendah. Berharap terlalu tinggiterhadap penduduk
setempat untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginanindividu itu
sendiri hanya akan membuat individu tersebut merasa frustrasi.

3. Memiliki tujuan yang jelas akan kedatangan ke negri tersebut. Dengan


terusmengingat dan memegang teguh tujuan awal datang ke negara tersebut,
individu akanmenjadi lebih siap untuk berjuang demi mencapai tujuannya.
Hal ini juga akanmenolong individu untuk terus memiliki fokus untuk
melakukan hal terbaik danterpenting selama di negri yang baru. Menjaga
prioritas akan menolongnya mengatasi culture shock.

4. Dalam penelitian Chapdelaine (2004) ditemukan bahwa tingginya


kesempatan untuk berinteraksi dengan penduduk asli berhubungan dengan
rendahnya culture shock. Interaksi akan lebih sulit untuk dilakukan apabila
seseorang tidak memahami bahasa pengantarnya dengan baik. Oleh karena itu,
penguasaan bahasa yang baikmenjadi syarat penting untuk mengatasi culture
shock. Jadi disarankan bagi individuuntuk menguasai bahasa pengantar di
negara tersebut untuk menghindarkan individu dari kondisi culture shock .

5.Bersedia untuk belajar kultur yang baru. Individu perlu menyadari bahwa
kultur bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir, tetapi sesuatu yang dipelajari

12
(Guanipa, 1998).Hal yang dibawa sejak lahir adalah kemampuan individu
untuk belajar kultur, apapunkultur itu. Oleh karena itu, kesediaan untuk
belajar kultur yang baru akan membantuuntuk mengatasi kesalahpahaman
dan menolong teratasinya persoalan-persoalansosial di tempat yang baru. Hal
yang sama yang perlu dipahami adalah bahwa nilai-nilai yang selama ini telah
dipelajari dari kulturnya yang lama bukanlah sesuatu yang bersifat mutlak
dan paling benar. Nilai dan keyakinan itu menjadi benar bagi individukarena
proses sosialisasi yang dilakukan oleh orangtua individu padanya, melalui
pemberian hadiah dan hukuman sehingga individu meyakini kebenarnanya.
Dengandemikian kesediaan untuk membuka diri, belajar dan menghargai
kultur yang baruakan membuka jalan bagi individu untuk mengatasi culture
shock yang dialaminya.

6. Mencoba menemukan kesamaan-kesamaan nilai-nilai antara kulturnya


dengan kulturyang baru. Dengan menemukan kesamaan-kesamaan ini,
individu akan menjadi lebihmerasa dekat dengan negara baru yang
didatanginya. Hal ini menimbulkan perasaanmemiliki dan familier, sehingga
mengurangi perasaan terasing yang dialami akibat culture shock.

7.Saat kemarahan dan frustasi-frustasi muncul terhadap kultur yang baru


dankecenderungan mengkritik kultur yang baru sangat kuat muncul,
sebaiknya individu berhenti sejenak untuk berpikir dan menganalisa
persoalan dengan lebih objektif(Guanipa, 1998), tidak melakukan generalisasi.
Sangat penting juga menjaga pemikiran untuk tidak dengan gegabah
melakukan stereotyping , bisa jadi kesalahanyang dilakukan oleh orang-
orang di tempat yang baru bukan masalah kultur, tetapi memang masalah
watak dari individu tersebut. Dengan kata lain, individu harus menghindari
mencampuradukkan masalah personal sebagai masalah kultur. Hal ini berarti,
orang dengan watak yang mengganggu tsb. bisa saja ditemukan di kultur
manapun, termasuk di kultur asalnya sendiri, sehingga tidak perlu

13
menyalahkan negara baru sebagai pihak yang bertanggungjawab atas
ketidaknyamanan yang dialaminya.

8.Memelihara dukungan sosial dan emosional.Ketika berada di lingkungan


yang baru, seseorang membutuhkan orang-orang yang bersedia memberikan
dukungan sosial. Dukungan sosial meliputi dukunganemosional, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental (material), maupun dukungan informasi.
Individu harus berusaha agar di tempat yang baru ini, ia memiliki orang-
orang yang dapat memberikan dukungan-dukungan sosial yangdiperlukan.
Dukungan ini bisa diperoleh melalui orang-orang yang berasal dari
satunegara (misalnya ada perkumpulan pelajar Indonesia di Amerika dll.),
atau bisadiperoleh dari orang-orang dari lembaga pelayanan (misalnya di
gereja biasanya adadivisi pelayanan mahasiswa/mahasiswa asing). Dengan
mengikuti organisasi-organisasi tertentu individu bisa membuka network dan
persahabatan dengan orang-orang ini yang bisa memberikan dukungan sosial
yang diperlukan.

9. Membangun zona stabilitas. Yang dimaksud dengan zona stabilitas adalah


segalasesuatu yang bisa membuat individu merasa nyaman dan relax. Hal ini
bisa segalasesuatu yang berhubungan dengan hobi,atau hal-hal yang
menyenangkan lainnya. Halini berarti bahwa selama di negara baru, individu
tidak boleh melupakan untukmelakukan hal-hal yang menyenangkan yang
bisa membuat individu merasa nyaman dan relax.
10.Beberapa orang menyarankan untuk memiliki jurnal harian. Dalam kondisi
belum memiliki seorang pun yang bisa diajak bicara, mencurahkan
kegelisahan pada jurnal harian akan membantu proses katarsis individu.
Seringkali menuliskan hal-hal yang menggelisahkan dalam jurnal juga
menolong individu untuk melihat persoalan- persoalan yang sesungguhnya
yang mungkin tak akan tampak bila hanya tersimpan didalam pikiran saja.

6. Mengatasi Culture Shock

14
1. berpartisipasi dalam budaya baru

2. bersikap tegas dan belajar mengungkapkan perasaan

3. bersedia berbagi culture dan budaya

4. menahan judgement tentang budaya baru yang akan dimasuki

5. secara periodik menghubungkan diri dengan budaya asal

6. berhati – hati dengan stereotype

7. tetap memelihara identitas diri dan budaya asal

8. tidak menginterpretasi budaya baru dengan budaya asal

9. belajar menggunakan perkakas budaya baru

10. mencari berbagai informasi tentang budaya baru

11. menjaga toleransi ambiguitas makna yang tercipta dari kedua budaya

12. tetap memelihara sens of humor

13. belajar menerima sesuatu yang tidak sesuai harapan

14. tetap open minded

15
BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan
Seiring dengan issue globalisasi baik di bidang pendidikan maupun di
bidangtenaga kerja, yang mengharuskan individu untuk berinteraksi dengan
budaya yang berbeda,issue mengenai culture shock tampaknya perlu dipandang
dengan lebih serius daripada sebelumnya. Kalau tidak, dikawatirkan gangguan
yang dialami karena culture shock bisa menjadi ancaman bagi kesehatan jiwa
banyak masyarakat di dunia yang semakin seringmelakukan aktifitas lintas
budaya.Usaha untuk mengatasi culture shock, akhirnya tidak hanya harus
dilakukan individu secara perseorangan, tetapi juga perlu ditangani secara
professional dan serius oleh instansi atau lembaga yang terlibat dalam pertukaran
antar budaya. Misalnya saja di sekolah internasional, yang memiliki siswa-siswa
dari budaya yang berbeda tampaknya perlu menyediakan tenaga konselor dan
program yang terarah untuk membantu penyesuaian dirisiswa-siswi yang berasal
dari budaya yang berbeda. Perhatian juga diperlukan bagi perusahaan yang
memiliki para ekspatriat ataupun mengirimkan karyawannya untuk ditugaskan di
tempat yang berbeda dari kultur asalnya, dengan pemberian pelatihan,
pemahaman dan training yang sesuai, demi tercapainya produktifitas kerja
karyawannya karena terbebas dari culture shock. Pada akhirnya, usaha dari
berbagai pihak diharapkan dapat membuahkan hasil yang lebih memuaskan.

16

Anda mungkin juga menyukai