Anda di halaman 1dari 14

CULTURE SHOCK PADA DOSEN IAIN KERINCI DARI LUAR DAERAH

A. Latar Belakang

Proses adaptasi dalam komunikasi antarbudaya merupakan faktor

penting untuk para pendatang yang memasuki lingkungan baru dimana

memiliki budaya berbeda. Para pendatang perlu mempersiapkan diri

dalam menghadapi tantangan perbedaan bahasa, kebiasaan, perilaku yang

tidak biasa atau mungkin aneh dan keanekaragaman budaya, baik dalam

gaya komunikasi verbal maupun non-verbal untuk mencapai kesuksesan

beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Littlejohn dalam artikel yang ditulisnya, meyatakan bahwa culture

shock adalah fenomena yang wajar ketika orang bertemu atau

mengunjungi budaya yang baru. Orang yang mengalami culture shock

berada dalam kondisi tidak nyaman baik secara fisik maupun emosional.

Dia akan mempersiakan dirinya untuk bertemu dengan orang-orang baru,

(Balmer, 2009).

Ruben dan Stewart menjelaskan tentang culture shock (gegar

budaya) bahwa Culture Shock merupakan hal yang selalu dan hampir pasti

terjadi (disease/wabah) dalam adaptasi budaya. Culture Shock yang

berlebihan, terluka, dan keinginan untuk kembali yang besar terhadap

merupakan rasa putus asa, ketakutan rumah. Hal ini disebabkan karena

adanya keterasingan dan kesendirian yang disebabkan oleh benturan


budaya. Ketika individu masuk ke dalam budaya lain, keluar dari zona

nyamannya, maka seseorang itu akan mengalami hal tersebut. (rube &

Ruben, 2013).

Menurut Oberg dalam Ridwan culture shock atau gegar budaya

adalah sebuah penyakit yang diderita karena hidup di luar lingkungan

budayanya, dan dalam proses untuk menyesuaikan diri di lingkungan

barunya. (oberg, 2016).Mereka harus beradaptasi dan bertemu orang-

orang yang baru di sekitarnya dan harus membiasakan dengan adanya

perubahan yang berbeda dan kebudayaan yang berbeda dari yang

sebelumnya. Begitu pun yang dirasakan para dosen yang asalnyha

berbeda-beda yang datang ke kerinci dan kota sungai penuh provinsi

jambi, maka penyesuaian diri pun harus di jalani dalam kehidupan sehari-

hari sebagai pendatang, dimana sebagai seorang pendatang yang datang ke

kerinci dan kota sungai penuh harus menyesuaikan dengan lingkungan,

bahasa dan para masyarakat dalam hal kebudayaan. Semua itu harus

memerlukan adaptasi yang baik dalam berkomunikasi dan iklim atau

cuaca, dikarenakan memiliki banyak perbedaan.

Dosen yang berasal dari luar daerah yang mendapatkan tugas

mengajar atau mengabdi di IAIN Kerinci termasuk salah satu kalangan

yang mengalami culture shock. Demi kelangsungan ilmu pendidikan yang

diajarkan kepada mahasiswa/i yang ada di IAIN Kerinci. Mereka banyak

memiliki perbedaan yang signifikan, baik perbedaan mengenai budaya,


norma, aturan, hingga perbedaan bahasa, perbedaan cuaca, perbedaan cita

rasa makanan, dan lain-lain. Para dosen yang merantau secara otomatis

harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan latar belakang

budaya yang berbeda dari daerah asal mereka yaitu Kabupaten Kerinci

dan Kota Sungai Penuh yang terletak di Provisi Jambi.

Beberapa dosen yang berasal dari luar daerah pernah mengatakan

bahwa Culture shock terjadi pada dirinya, yang berasal dari luar daerah

misalnya yang berasal dari Palembang, dia mengalami hal tersebut geger

budaya dimana saat itu beliau melihat bahwa di kerinci dan kota Sungai

penuh masih kental nya adat- istiadat dan juga masih percaya dengan

arwah para leluhur mereka terdahulu sebagai bukti kepercayaan nya ialah

di kerinci dan kota sungai penuh itu sendiri. sering melakukan upacar adat

atau ritual adat yang dinamakan dengan kenduri sko yang di lakukan oleh

hamper seluruh masyarkat kerinci dan kota sungai penuh itu adalah cara

mereka untuk menghormati arwah para leluhur nya dan dimana ditempat

dosen tersebut masyrakat sudah tidak percaya dan acuh dengan hal

demikian dan hidup modern.

Seperti yang diketahui di IAIN Kerinci banyak memiliki dosen

yang asal daerah nya berbeda-beda dan juga latar belakang yang berbeda,

budaya serta cara berinteraksi dengan masyarakat juga tentunya memiliki

perbedaan antara daerah asal dosen tersebut dengan daerah Kerinci dan

Kota Sungai penuh. Oleh karena itu, para dosen tersebut harus beradabtasi
serta harus bisa membiasakan diri dengan adat-istiadat yang ada di

kerinci dan Kota Sungai Penuh dan tentunya jauh berbeda dengan adat

kebiasaan dosen tersebut pada saat di daerahnya masing- masing.

Proses adaptasi ini tidak dapat sepenuhnya berjalan dengan mulus,

bahkan dapat membuat individu merasa terganggu. Budaya yang baru

biasanya dapat menimbulkan tekanan, karena memahami dan menerima

nilai-nilai budaya lain adalah sesuatu yang sangat sulit terlebih jika nilai-

nilai budaya tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai budaya yang kita

miliki. Biasanya seseorang akan melalui beberapa tahapan sampai dia

akhirnya bisa bertahan dan menerima budaya dan lingkungannya yang

baru. Dalam prosesnya, pembelajaran dan adaptasi terhadap kebudayaan

baru tidak jarang seorang pengajar atau dosen gagal untuk menyesuaikan

diri dan merasakan keidaknyamanan psikis maupun fisik. Akibatnya

mereka mengalami gegar budaya (culture shock) bahkan stress dan

depresi. Maka dari itu, dalam menjalani proses adaptasi terhadap budaya

baru tentulah seseorang tersebut melalui proses-proses komunikasi

sebagai suatu cara untuk menanggulangi gegar budaya (culture shock)

yang dialaminya.

Peneliti merasa bahwa proses adaptasi yang dilakukan oleh dosen

yang berasal dari luar daerah, yaitu melalui beberapa tahapan atau

beberapa fase yang di dalamnya akan menghadirkan culture shock, sampai

dia akhirnya bisa bertahan dan menerima budaya dan lingkungannya yang
baru. dosen yang berasal dari budaya yang berbeda biasanya rentan

terkena culture shock, karena dosen yang merantau daeri daerah asal ke

daerah yang lainnya memiliki budaya berbeda tersebut harus bersosialisasi

dan mengenal budaya baru. Dari segi teknis situasi demikian banyak

disebabkan oleh perbedaan antara lingkungan budaya baru yang dihuninya

dengan lingkungan budaya lama tempat asal dosen itu berasal. Perbedaan

ini dapat meliputi dalam masalah bahasa, corak, dan iklim budaya, serta

adat dan kebiasaan yang asing bagi mereka.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul”Culture Shock pada Dosen

IAIN Kerinci dari luar daerah”.

B. Batasan masalah

Agar masalah yang diteliti lebih terarah dan untuk menghindari

terjadinya penyimpangan yang di sebabkan semakin luas dan

kompleksnya permasalahan,maka masalah yang dibatasi hanya terfokus

pada dosen IAIN Kerinci yang mengalami culture shock di IAIN Kerinci

dari luar daerah.

C. Rumusan masalah

1. Bagaiman culture shock dosen IAIN Kerinci yang berasal dari luar

daerah?

2. Apa saja upaya yang dilakukan dosen IAIN Kerinci untuk mengatasi

culture shock?
D. Tujuan penelitian

1. Untuk menganalisis culture shock dosen IAIN Kerinci dari luar

daerah.

2. Untuk menganalisis upaya yang dilakukan dosen IAIN Kerinci untuk

mengatasi culture shock.

E. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi objek

atau peneliti khususnya, serta dapat bermanfaat untuk seluruh komponen

yang terlibat didalam penelitian ini. Manfaat atau nilai guna yang bisa di

ambil dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini di harapkan bermanfaat dan memberi

sumbangan ilmiah dalam disiplin ilmu psikologi khususnya

psikologi sosia. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi

bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan

culture shock (geger budaya).

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi

khususnya,kepeda masyarakat atau pembaca mengenai pentinya

mengetahui tentang culture shock (geger budaya) .penelitian ini

diharapkan mampu membantu menghadapi masalah cultureshock

pada dosen iain kerinci dari luar daerah dengan adanya dukungan
sosial dari keluarga/kerabat, sehingga mampu menjadi alternatif

bagi pembaca khususnya bagi dosen yang mengalami culture

shock (geger budaya) sebagai bentuk dalam memulihkan diri dari

proses adaptasi budaya.

F. Kajian teori

1. Culture shock

Culture shock atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan

geger budaya atau stress akulturasi,istilah ini adalah istilah psikologi

untuk menggambarkan keadaan dan perasaan seeorang menghadapi

lingkungan sosial dan budayayang berbeda, Oberg (Ward, Bochner

& furnham,2001).

culture shock atau geger budaya, dapat di alami oleh semua

kalangan yang setelah sekian lama tinggan di suatu tempat kemudian

karna suatu hal pindah ke tempat lain yang memiliki budaya berbeda

(Dayakisni dan Yuniardi, 2012).

Istilah culture shock pertama kali di perkenalkan oleh Oberg

(Ward, Bochner &furnham,2001), menggambarkan keadaan

psikologi yang negatif, reaksi pasif dari seseorang yang menghadapi

lingkungan budaya yang juah berbeda tersebut merupakan suatu

proses yang berlangsung terus-menerus dan akan selalu berhubungan

dengan perubahan budya yang terjadi .Oberg (Ward, Bochner &

furnham,2001)menjelaskan bahwa hal-hal tersebut di picu


kecemasan yang muncul akibat hilangnya hubungan sosial yang

dikenal dengan interaksi sosial.

Culture shock merupakan suatu penyakit yang berhubungan

dengan pekerjaan atau jabatan yang di derita orang – orang yang

secara tiba-tiba berpindah atau dipindahkan ke luar daerah.

Sebagimana penyakit lainnya, geger budaya juga mempunyai gejala-

gejala dan penyembuhannya sendiri (Mulyana dan

Rakhmat,2005:174)

G. Metode penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitataf, penelitian

kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang di alami oleh subjek penelitian misalnya

persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dengan

cara deskripsi dalam bentuk kata-kata bahasa, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan manfaat berbagai metode ilmiah

(Anggito Albi, Setiawan Johan.2018).

2. Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif

fenomenalogi atau studi kasus. Menurut alase(2017) fenomenologi

adalah sebuah metodologi kualitatif yang mengingkan peneliti

menerapkan dan mengaplikasikan kemampuan subjektivitas dan


interpersonalnya dalam proses penelitian eksploratori.

Fenomenologi merupakan metode ilmiah yang beransumsi

bahwa eksitensi suatu realitas yang tidak orang ketahui dalam

pengalaman biasa ,fenomenologi membuat pengalaman yang

dihayati secara actual sebagai data dasar suatu realitas.

3. Waktu dan lokasi penelitian

a. Waktu penelitian

Penelitian di mulai pada tanggal 15 mai – 20 juni 2022

b. Lokasi penelitian

Tempat penelitian di kampus IAIN Kerinci

4. Informan penelitian

Dalam penelitian ini peneliti mencari informasi menggunakan

informan sebagai sumber data penelitian yang bertujuan untuk

mengumpulkan data yang didapatkan dari para informan yang

berkompeten dan mempunyai relevansi pada penelitian yang

dilakukan.

Adapun beberapa orang yang menjadi informan penelitian

untuk mendapatkan sebuah data yang akurat bias dilihat dari table

berikut ini:
Tabel informan penelitian

No Nama dosen asal Tahun masuk kerinci

1. Eko Sujadi, M.Pd Pekanbaru

2. Farid Imam Kholidin, Bengkulu

M.Pd

3.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh kelengkapan data yang diperlukan dalam

penelitian ini, maka perlu dilakukan pengumpulan data. Rancangan

atau prosedur penelitian ini sangat membantu peneliti dalam

menyelesaikan suatu pembahasan karya ilmiah. Karena dengan

adanya pengumpulan data ini akan menghimpun secara sistematis

dan informasi yang relevan dalam objek pembahasan.

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan

peneliti untuk memperoleh data yaitu sebagai berikut:

1. Observasi (Pengamatan)

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan

sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki (Sustriono

Hadi,1989:192). Pengamatan berfokus untuk mengumpulkan


data tentang culture shock pada dosen IAIN Kerinci yang

berasal dari luar daerah kerinci.

2. Interview (wawancara)

Interview (wawancara) adalah suatu teknik pengumpulan

data yang banyak digunakan dalam penelitian. Proses Tanya

jawab pada saat melakukan interview (wawancara) dalam

penelitian yang berlangsung secara lisan terhadap dua orang

informan atau lebih dan mendengar secara langsung

informasi-informasi dengan arah serta tujuan yang sudah

ditentukan. Wawancara bisa dilakukan secara terstruktur atau

tidak terstruktur dan dapat dilakukan dengan tatap muka atau

dengan telepon.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal

yang berupa catatan penting yang tidak di publikasikan

secara luas. Dokumentasi ini bias berbentuk catatan transkip,

buku, surat kabar, majalah dan lain sebagainya. Dokumen

merupakan data atau keterangan yang sudah

didokumentasikan, baik dalam bentuk lisan maupun dalam

bentuk tulisan.

6. Teknik Analisis Data

Setelah semua data yang diperoleh terkumpul, maka langkah


selanjutnya adalah mengolah data dan menganalisis data terutama

tentang bagaimana utuk mengetahui bgaimanakah culture shock pad

dosen iain kerinci dari luar daerah. Yang di analisis menggunakan

teknik analisis deduktif. Metode deduktif merupakan cara penarikan

keimpulan dari keadaan yang bersifat umum, kemudian menarik

kesimpulan yang bersifat khusus.

Untuk melihat berbagai data baik dari hasil observasi,

dokumentasi, maupun wawancara tentang bagimanakah culture

shock pada dosen iain kerinci dari luar daerah.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam pemeriksn keabsahan data memakai teknik

pemeriksaan trianggulasi teknik dan sumber. Triagulsi sumber

meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Triagulasi ini

selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan

untuk memperkaya data. Sedangkan triagulasi sumber, yaitu

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang di peroleh melalui waktu dan alat yang berbeda.

Setelah peneliti melakukan observasi, kemudian mengadakan

wawancara pada beberapa dosen, untuk mendalami dan mengetahui

kredibilitas data yang di peroleh melalui wawancara, serta

mengambil gambar (foto) atau catatan kecil sebagai dokumentasi.


Daftar pustaka

Indrianie,E.(2012).culture Adjustment training untuk mengatasi culture shock

pada mahasiswa baru yang berasal dari luar jawa barat. Jurnal insan,14, 150-151.

Dayakisni, T. S., &Yuniardi,S. (2012),psikologi lintas budaya, malang.

Suci,A.N. (2020).proses adaptasi masyarakat pendatang di kampong inggris

pare (Doctoral dissertation,Universitas Komputer Indonesia).

1
4

Anda mungkin juga menyukai